Anda di halaman 1dari 2

Jenis – jenis penerapan psikologi kerekayasaan

Jenis – jenis penerapan dari psikologi kerekayasaan ini dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu kondisi fisik dan kondisi durasi bekerja. Kondisi fisik itu sebagaimana lingkungan
kerja yang menjadi ruang gerak sangat berpengaruh dengan efisiensi dan produktivitas dalam
bekerja. Yang mempengaruhi lingkungan fisik itu diantaranya ialah penerangan, warna, bising,
dan musik. Penerangan digunakan untuk menunjang perkerjaan sesuai dengan kebutuhan yang
dilakukan. Bila melakukan pekerjaan yang memerlukan ketelitian yang tinggi tentu diperlukan
cahaya yang terang, namun cahaya yang terlalu terang juga tidak baik untuk mata (Munandar,
2010).

Berdasakan Munandar (2010) Schultz menyatakan bahwa ilusi terhadap kondisi suhu dan
besar kecilnya ruangan dapat dipengaruhi oleh warna. Serta di dalam buku yang sama
dipaparkan bahwa Suyatno menyatakan warna itu dapat mempengahuri efek psikologis, seperti
warna yang lebih terang dapat membuat ruangan terlihat lebih luas dibandingkan dengan ruangan
dengan warna yang gelap. Lalu kebisingan, bising merupakan suara yang mengganggu. Bising
yang mencapai tingkat 95-110 db dapat menimbulkan dampak fisiologis seperti pembuluh darah
yang mengecil, perubahan detak jantung, dan juga menegangnya otot – otot. Selain itu,
seseorang yang bekerja dalam kondisi bising biasanya lebih agresif daripada yang bekerja dalam
kondisi biasa sebagi dampak psikologis dari kondisi bising ini.

Pengaruh dari musik dalam bekerja diyakini dapat meningkatkan produktivitas serta
menimbulkan rasa senang dan tidak mudah tertekan. Namun, menurut Suyatno (dalam
Munandar, 2010) ada beberapa pertimbangan terhadap penerapan musik sebagai pengiring dalam
bekerja. Yang pertama, musik itu harus dapat menciptakan suasana akustik agar efek yang
ditimbulkannya menguntungkan. Yang kedua, music akan menguntungkan bila menjadi
pengiring dalam pekerjaan yang repetitive dan membutuhkan kegiatan mental. Yang ketiga,
musik tidak akan bermanfaat bila ada suara lain yang menandinginya. Dan yang terakhir, musik
dengan nada yang meriah dapat digunakan sebagai pembangkit semangat pada saat awal
memulai pekerjaan dan mengakhiri pekerjaan.

Jenis penerapan yang kedua yaitu kondisi lama waktu bekerja. Rata – rata lamanya jam
kerja masyarakat Indonesia adalah 40 jam perminggu dengan enam atau lima hari kerja. Namun,
dalam Munandar (2010) Schultz berpendapat bahwa pada kenyataannya waktu yang digunakan
masyarakat untuk benar – benar fokus bekerja hanya dalam rentang 20 jam perminggu karena
biasanya diluar itu digunakan untuk beristirahat, makan, mengobrol ataupun kegiatan lainnya. Ia
juga berpendapat bahwa bila jam kerja nominal ditambah, maka jam kerja actual akan menurun.

Selain itu adapula aturan kerja paruh waktu yang menurut Schultz dapat menarik bagi
orang yang cacat secara jasmaniah sehingga terganggu mobilitasnya, orang yang memiliki
tanggung jawab terhadap rumah tangganya sehingga perlu membagi waktu yang lebih anatara
keluarga dan pekerjaan, orang yang memang tidak mau bekerja 40 jam perminggu, lalu orang
yang masih dalam usia muda sehingga dapat menghasilkan uang serta waktu lainnya dapat
digunakan untuk kegiatan lain ataupun belajar. Adapula peraturan empat hari kerja dalam
seminggu yang banyak diterapkan perusahaan dahulu pada tahun 1970. Perusahaan yang
menggunakan aturan ini ada yang tetap menggunakan 40 jam kerja perminggu namun adapula
yang mengubahnya menjadi 36 jam kerja perminggu.

Perusahaan yang tidak berhasil dalam penerapan jam kerja empat hari perminggu,
menukar peraturan jam kerjanya dengan aturan lainnya seperti jam kerja lentur. Aturan ini
membebaskan pekerjanya untuk memilih jam kerjanya sendiri. Keuntungan dari aturan ini adalah
tidak perlu risau saat perjalanan menuju kantor jika ada macet, dapat meyesuaikan kegiatan lain
dengan jam kerja, mengurangi keterlambatan, dan dapat menyesuaikan jam kerja bila tidak enak
badan. Disamping itu, jam kerja lentur ini kurang tepat untuk jam kerja dengan sistem shift
karena juga bergantung dengan kondisi orang lain yang satu shift (Munandar, 2010).

Referensi:

Munandar, Ashar Sunyoto. (2010). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Universitas


Indonesia (UI-Press).

Anda mungkin juga menyukai