Anda di halaman 1dari 95

BAB IV

NUKLEUS

I. PENDAHULUAN
Dengan adanya selaput plasma, maka protoplasma yang berada di sebelah
dalamnya pertama kali terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh selaput
plasma rangkap. Bagian yang diselubungi oleh selaput rangkap disebut
nukleoplasma dan yang berada di antara selaput rangkap dengan selaput sel yang
disebut sitoplasma. selaput plasma rangkap bersama-sama dengan nukleoplasma
membentuk suatu kesatuan yang disebut nukleus (inti). Sedangkan selaput plasma
rangkap diberi nama selubung nuklear dengan selaput ke arah nukleoplasma
disebut selaput-dalam dan yang mengarah ke sitoplasma disebut selaput-luar. Di
dalam nukleoplasma terdapat bentukan sebuah atau lebih yang disebut nukleolus
(nukleodi), dan bahan pembawa informasi genetik yang untuk seterusnya dalam
buku ini akan disebut materi genetik. Nukleodi dan materi genetik terdapat
melayang-layang di dalam suatu cairan yang disebut matriks nuklear.
Dari berbagai penelitian dan pengamatan dinyatakan bahwa nukleus
berbentuk bola atau gelondong. Pada umumnya setiap sel memiliki sebuah
nukleus. Sel prokaryota tidak memiliki nukleus sejati. Materi genetik sel
prokaryota terkumpul dibagian tengah sel namun, tidak dipisahkan dari sitoplasma
oleh selubung nuklear. Daerah tempat pusatnya terpusatnya materi genetik sel
prokaryota disebut nukleoid. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa selubung
nuklear merupakan salah satu pembeda antara sel-sele ukaryota dari sel-sel
prokaryota. Letak nukleus di dalam sel bervariasi, kadang agak ke tepi, kadang
hampir di tengah. Nukleus tidak dapat bergerak bebas, karena terperangkap di
dalam jaring-jaring yang terbuat dari filamen intermedia dan mikrofilamen.
Jaring-jaring ini terletak di sebelah menyebelah selubung nuklear. Bagian jarting-
jaring yang berada di permukaan nukleoplasmik selkaput dalam disebut lamina
nuklear dan berperan sebagai penyangga selaput-dalam. Permukaan sitoplasmik
selaput-luar berkaitan dengan anyaman filamen intermedia yang berhubungan
dengan selaput sel.

93
II. PENYAJIAN MATERI
A. SELUBUNG NUKLEAR
Selubung nuklear terdiri dari selaput perangkap. Dua lembar selaput
tersebut hampir berhimpitan hanya dipisahkan oleh ruangan sempit yang disebut
dengan ruang perinuklear. Lembaran yang terdapat disebelah dalam disebut
selaput-dalam atau selaput nukleoplasmik, sedangkan lembaran luar diberi
nama selaput luar atau selaput sitosolik. Selubung nuklear tidak merupakan
lembaran-lembaran yang utuh, melainkan berlubang-lubang di beberapa tempat,
sehingga apabila dibentangkan tampak seperti penapis. Lubang-lubang ini disebut
pori nuklear. Pori nuklear ini terbentuk akibat menyatunya dwilapis lipida dari
selaput-dalam dan selaput-luar. Adanya pori nuklear ini memudahkan

94
pengangkutan bahan atau senyawa makro dari atau ke sitoplasma.

Nukleus
• Pusat kontrol sel
• Mengandung DNA
• Dikelilingi oleh membran/selubung
nukleus
• Merupakan organel yang paling
mudah terlihat dibawah mikroskop
• Biasanya 1 per sel (kecuali sel otot).
• Nukleolus: spot gelap di tengah-
tengah nukleus yang membantu
membuat ribosom

Gambar 4.1. Nukleus

95
Gambar 4.2.

Selaput-luar selubung nukear berhubungan langsung dengan retikulum


endoplasma. Sesungghunya, selaput-luar ini dapat dianggap sebagai daerah
istimewa dari retikulum endoplasma. Seperti halnya selaput retikulum
endoplasma, permukaan sitosolik selaput-luar penuh ditempeli ribosoma yang
terlibat dalam sintesis protein. Protein yang disintesis dalam ribosoma ini
dicurahkan ke dalam ruang perinuklear yang berhubungan dengan sisterna
(lumen) reyikulum endoplasma. Dari p-ermukaan sitosolik selaput-luar, tampak
terpencar filamen-filamen yang bermatra lebih kurang 10 nanometer. Filamen-
filamen tersebut berikatan dengan protein perifer poermukaan sitosolik selaput-
luar. ujung yang lain dari filamen-filamen ini, sebagian menempel atau berikatan
dengan selaput organela-organela, sebagian lagi berikatan dengan selaput sel.
Dengan demikian, nukleus seakan-akan terletak di dalam suatu jala atau
keranjang, dan akibatnya nukleus tidak dapat bergerak dengan bebas.
Permukaan nukleoplasmik selaput-dalam selubung nuklear berlapiskan
suatu anyaman setebal 10 sampai 20 nanometer. Anyaman ini terbuat dari filamen
intermediayang pada mamalia terdiri dari 3 jenis protein yaitu lamin A, B, dan C.
Anyaman filamem intermedia ini disebut lamina nuklear. Lamina ini dapat
dipisahkan dari selaput-dalam. Protein-protein penyusun lamina nuklear berikatan
dengan protein integral maupun perifer dari selaput-dalam. Selain itu, protein-
protein lamina ini juga berikatan dengan benang-benang halus yang terdapat di
dalam nukleus. Benang-benang halus ini tidak lain adalah pembawa materi
96
genetik. Lamina nuklear bersifat sangat dinamis. Padas el-sel yang sedang
membelah, tepatnya pada profase akhir fosforilasi sementara terhadap beberapa
residu serin pada lamin menyebabkaan lamin nuklear terurai menjadi lamin A-
fosfat, lamin C-fosfat, dan lamin-B yang tetap terikat pada selaput-dalam. Bila
pembelahan berakhir, terjadi defosforilasi dan lamina nuklear terakit kembali.

Gambar 4. 3.

Pori nuklear merupakan lubang-lubang yang terdapat pada selubung


nuklear. Setiap porus berada di dalam suatu susunan berbentuk pinggan yang
disebut kompleks pori nuklear. Pori nuklear memiliki beberapa komponen, yang
keberadaannya ditentukan oleh jenis sel dan cara penyiapan untuk pengamatan
mikroskopi elektron. Porus dikelilingi oleh suatu anulus yaitu bentukan yang
bukan bagian dari selaput. Disebelah dalam anulus terdapat granula yang disebut
granula sentral. Kadang-kadang dapat terlihat adanya filamen-filamen yang
menjulur dari granula sentral dan anulus. Selain dari bentukan-bentukan ini,
tampak adanya substansi tak berbentuk yang berperan sebagai diafragma.
Pada semua sel eukaryota, hewan maupun tumbuhan, selubung nuklearnya
memiliki kompleks pori nuklear. Matra porus pada umumnya ajeg di dalam
jenis sel yang serupa dan berkisar antara 40 sampai dengan 100 nanometer.
Keanekaragaman matra pori nuklear merupakan akibat dari teknik penyiapannya.
Jumlah pori nuklear pada setiap kesatuan luas berfariasi sesuai dengan jenis sel
97
dan keadaan fisiologik sel. Tampaknya, terdapat hubungan antara kerapatan pori
dan pengangkutan RNA banyak dan sintesis protein cepat, pori nuklear sangat
rapat. Selubung nuklear setiap jenis sel memiliki pola penyebaran pori nuklear
berbeda-beda,ada yang bergelombol, adapula yang membentuk lajur-lajur.
Dari pengamatan dengan mikroskop elektron, ternyata bahwa streuktur
selubung nuklear sangat rumit. Lagipula tidak hanya strukturnya yang rumit,
peranannyapun saling bertentangan. Disatu pihak selubung nuklear merupakan
suatu pembatas, dipihak yang lain merupakan sarana pengangkutan antar
kompartemen (ruangan). Berdasarkan strukturnya dapat dinyatakan bahwa
terdapat empat cara pengangkutan dari dan ke sitoplasma. Cara pertama
merupakan cara langsung dengan melewati pori nuklear. Cara kedua merupakan
pengangkutan lewat selaput-dalam menuju ke ruang perinuklear dan diteruskan ke
sisterna retikulum endoplasma. Cara terakhir yaitu dengan jalan pinositosis. Perlu
diingat bahwa pengangkutan ini berlangsung timbal balik, berarti dapat dari
nukleoplasma ke sitoplasma atau sebaliknya.

Gamabar 4.4. pengangkutan dari dan ke sitoplasma

Mengingat bahwa selubung nuklear merupakan pembatas fisik, wajarlah apabila


selubung tersebut menghalangi perpindahan molekul dari dan ke sitoplasma. Air,
ion-ion, dan mikromolekul dari senyawa organik, seperti gliserol dan sukrosa
dapat melewati selubung nuklear dengan mudah dan cepat. Bagaimana dengan
makromolekul? Padahal jelas bahwa banyak molekul-molekul protein harus

98
masuk ke dalam nukleus untuk menjalankan tugasnya sebagai biokatalisator atau
agensia pengatur. Sebagian besar protein-protein tersebut mempunyai berat
molekul sekitar 55.000 dalton. Apabila protein ini protein glogular, diameternya
berkisar antara 2 sampai 4 nanometer, cukup kecil untuk dapat melewati pori
nuklear. Permeaabilitas selubung nuklear berbeda untuk setiap jenis sel namun,
sebagian besar menunjukan bahwa tidak ada hambatan bagi protein yang
diperlukan di nukleus untuk replikasi dan transkripsi DNA.

B. MATERI GENETIK
1. Kromosoma
Genom-genom sel eukaryota berada dalam nukleus sebagai bagian dari
kompleks nukleoprotein yang disebut kromatin. Disebagian besar sel, genom
tersaji dalam kesatuan-kesatuan kromatin. Setiap kesatuan merupakan bentuk
padat dari kreomatin disebut kromosoma. Jumlah kromosoma didalam sel
berbeda-beda sesuai dengan jenis organismenya. Setiap species memiliki jumlah
kromosoma khusus dan tetap. Tabel 4.1a. dan 1b menunjukan jumlah kromosoma
berbagai species. Kromosoma suatu sel pada stadium metafase memiliki dan
menunjukan ciri khas salah satu diantaranya, bentuknya. Keistimewaan ini
dipertahankan dari generasi ke generasi berikutnya.

Tabel 4.1a. Jumlah Kromosoma Berbagai Species Hewan

Nama Umum Spesies Jumlah Kromosoma (diploid)


Manusia Homo Sapiens 46
Monyet Macaca Mulata 42
Sapi Bos Taurus 60
Anjing Canis Familiaris 78
Kucing Felis Domesticus 38
99
Kuda Equus Calibus 64
Mencit Mus Musculus 40
Tikus Rumah Rattus Norvegicus 42
Hamster Emas Mesocritus Auratus 44
Marmut Cavia Cobaya 64
Kelinci Orytalagus Cuniculus 44
Ayam Gallus Domesticus 78+/-
Katak Rana Pipiens 26
Ikan Tombro Cyprinus Carpio 104
Ulat Sutera Bombyx Mori 56
Lalat Rumah Musca Domistica 12
Lalat Buah Drosophila 8
Melanogaster
Cacing Pipih Planaria Torva 16
Hydra Air Tawar Hydra Vulgaris 32
Attenuata
Nematode Caenorhabditis 11/12

Tabel 4.1b. Jumlah Kromosoma Berbagai Species Tumbuhan

Nama Umum Spesies Jumlah Kromosoma (diploid)


Kamir Sccharomyces Cereviside 18+/-
Algae Hijau Acetabularia Mediterranea 20+/-
Bawang Merah Allium Cepa 16
Padi Oriza Sativa 24
Jagung Zea Mays 20
Tomat Lycopersicon Esculantum 24
Tambakau Nicotiana Tabacum 48
Kacang Hijau Phaseolus Vulgaris 22
Pinus Pinus Spesies 24
Kacang Kapri Pisum Sativum 14
Kentang Solanum Tuberosum 48
Kacang Babi Ficia Fabal 2

Bentuk dan ukuran kromosoma selama mitosis berubah-ubah. Sebagian


besar kromosoma memiliki dua lengan, masing-masing berada di sebelah
menyebelah suatu lekukan. Lekukan ini disebut lekukan primer, sentromer,
atau kinetokor. Kromosoma pada stadium metafase telah mengalami replikasi
sehingga setiap kromosoma terdiri dari sepasang kromatida sehingga tampak
mempunyai 2 pasang lengan.

100
Gambar 4.2. Bentuk Umum Kromosom

Sentromer merupakan tempat melekatnya kromosal pada mikrotubula


dari gelendong mitosis dan sekaligus berperan sebagai pusat gerakan kromosoma
selama stadium anafase. Kromosoma tanpa sentromer disebut kromosoma
asentrik. Kromosoma seperti ini umumnya gagal memisahkan diri selama
pembelahan. Kadang-kadang pada kromosoma tampak adanya lekukan sekunder
dan lekukan tersier. Lekukan sekunder berhubungan erat dengan nukleoli.
Lekukan ini disebut NOR (nuckleor organizing regions). Walaupun makna
lekukan tersier belum diketahui dengan pasti namun, keberadaannya dapat
membantu untuk membedakan kromosoma yang satu dari kromosoma yang lain.
Bentuk kromosoma seperti yang baru saja diuraikan hanya tampak di
dalam sel yang sedang mengalami mitosis. Pada saat interfase, kromosoma
seakan-akan hilang yang tampak di dalam nukleus hanya suatu anyaman dari
filamen-filamen yang halus, umumnya berhubungan dengan selubung nuklear dan
nukleolus. Filamen-filamen halus ini tidak lain adalah kromatin.
2. Kromatin

101
Berdasarkan pada daya serapnya terhadap larutan pewarna, kromatin dapat
dibedakan menjadi heterokromatin yaitu kromatin yang menyerap warna dengan
kuat dan eukromatin yang kurang kuat menyerap warna. Berdasarkan lokasinya,
kromatin dibagi menjadi tiga daerah: kromatin perinukleolar, yaitu kromati
yang berada di sekeliling nukleolus; kromatin intranukleolar, berada di dalam
nukleolus. Dua daerah kromatin ini disebut juga kromatin nukleolar. Disamping
dua daerah kromatin ini terdapat suatu daerah kromatin lainnya yang disebut
kromatin periferal yang berikatan dengan selaput sel. Kromatin nukleolar dan
kromatin periferal dua-duanya merupakan heterokromatin.
Ditinjau dari segi peranannya sebagai materi genetik, heterokromatin
dibagi menjadi dua: heterokromatin fakultatif dan heterokromatin konsitutif.
DNA pada heterokromatin konstitutif selamanya tidak aktif dan tetap berada
dalam keadaan mampat selama daur hidup sel. Heterokromatin fakultatif tidak
selamanya berada dalam keadaan mampat. Pada saat-saat tertentu secara ejeg
kromatin ini terurai dan pada waktu terurai ini mereka dapat disalin.
Dari analisis kimia ternyata kromatin terdiri DNA, RNA dan protein.
Protein yang terdapat di kromatin terdiri dua jenis yaitu: histon dan non-histon.
Dengan menggunakan kromatin hepatosit sebagai contoh, didapatkan bahwa
perbandingan Histon : DNA = 1 : 1; protein non-histon: DNA sama dengan 0,6 :
1, dan perbandingan RNA : DNA = 0,1: 1. Histon merupakan protein bersifat
sangat basa, yang disebabkan oleh adanya asam amino lisin dan arginin dalam
jumlah cukup banyak sekitar 24% mol. Selain protein histon, di dalam kromatin
terdapat beberapa ratus jenis protein non-histon. Jumlah dan jenis protein non-
histon bervariasi sesuai dengan jenis selnya. Hampir lima puluh proses protein
non-histon kromosomal merupakan protein struktural. Salah satu protein utama
yang terdapat di dalam kromatin adalah aktin. Selain aktin tampaknya semua
kromatin memiliki tubulin a maupun tubulin b, miosinpun juga dijumpai di
kromotin. Semula protein-protein kontraktil ini dianggap suatu kontaminan
namun, sekarang diketahui bahwa protein-protein ini merupakan komponen
pentingdari kromosoma. Protein-protein ini berperan pada proses pemampatan
kromosoma dan gerakan kromosoma selama mitosis dan miosis.

102
Protein-protein non-histon kromosomal lainnya, memiliki kegiatan
enzimatik. Enzim-enzim yang terdapat di sini adalah RNA polimerase, sering
protease, dan asetil transferase. Enzim-enzim tersebut merupakan enzim-enzim
yang berperan dalam proses replika DNA, transkripsi, dan pengaturan mekanisme
transkripsi.
Pengamatan dengan mikroskop elektron menunjukan bahwa kromatin
terlihat menyerupai bmanik-manik subunit kromatin atau manik-manik bergaris
tengah 10 nanometer sedangkan filamen penghubungnya diameter 2 nanometer
dengan panjang yang teratur. Manik-manik tersebut diberi nama nukleosoma.
Nukleosoma terdir dari zarah pusat dan sepotong DNA perentangyang
mengandung histon HI. Zarah-zarah pusat ini berbentuk hampir silindris, bermatra
10 nanometer garis tengah dan panjang 5,5 nanometer. Empat pasang histon dililit
oleh DNA setebal 2 nanometer. Rantai RNa mengelilingi histon 2 kali lilitan,
setiap lilitan terdiri dari 85 pasang basa.
Dari hasil penelitian-penelitian diketahui bahwa susunan zarah pusat
terdiri dari 146 pasang basa dari DNA dan 1 oktamer histon. Delapan buah
histon pembentuk oktamer terdiri dari 4 pasang masing-masing H2A,H2B,H3 dan
H4. Histon H1 tidak berada di zarah pusat, melainkan berada lebih kearah DNA
perentang yang terlanjur antara dua buah nukleosoma.
Zarah pusat, DNA pengait, dan histon H1 membentuk suatu unit disebut
mononukleosoma atau kromatosoma. Dalam satu kromatosoma, tempat ujung
DNA mulai melilit dan meninggalkan zarah pusat, terletak berdekatan dalam satu
bidang. Apabila H1 dihilangkan, pilinan filament cenderung memisahkan diri,
sehinga tampaknya histon H1 merupakan kunci bagi pilinan DNA yang masuk
dan meninggalkam zarah pusat, untuk berada pada tempatnya. Sepanjang
kromatin, kekerapan keberadaan nukleosoma bervariasi sesuai dengan jenis sel
dan jaringannya. Jumlah pasangan basa dalam DNA pengait berkisar antara 0-80
pasang basa. Peranan panjang pendeknya DNA pengait belum diketahui dengan
jelas.
Kromatin didalam nucleus selain dikelompokan berdasarkan daya
serapnya terhadap pewarna juga dikelompokan berdasarkan ukuran garis tengah
pilinan tersebut. Terdapat kromatin dengan garis tengah 10 nanometer dan 30

103
nanometer. Ktomatin dengan garis tengah 10 nanometer merupakan untaian lurus
dari nukleosoma, sedangkan yang berukuran 30 nanometer terdiri dari pilinan
untaian lurus, setiap putaran pilin terdiri sekitar 6 buah nukleosoma. Putaran pilin
beruntun membentuk suatu struktur yang disebut solenoid. Kenampakan kromatin
dalam bentuk untaian lurus maupun struktur solenoid ditentukan oleh daya ionic
medium. Selain itu, histon H1 berperan penting dalam perubahan dari bentuk
lurus menjadi struktur solenoid. Apabila H1 tidak ada, struktur solenoid tidak
terbentuk. Ini berarti bahwa histon H1 berperan dalam pembentukan struktur
solenoid.
Kromatin berdiameter 30 nanometer terdiri dari runtutan solenoid.
Diantara solenoid -solenoid terdapat rentangan DNA tanpa nukleosoma. DNA ini
berhubungan dengan protein non-histon yang terdapat di kromosoma. DNA tanpa
nukleosoma sangat peka terhadap enzim DNA ase 1. Enzim ini pada konsentrasi
rendah dapat mencerna DNA tanpa nukleosoma sedangkan DNA nukleosoma dan
DNA pengait tidak terpengaruh. Daerah yang peka terhadap DNA ase ini
memiliki arti penting bagi ekspresi gen.
Pada uraian terdahulu selalu disebut-sebut tentang DNA. Dengan melewati
penelitian-penelitian saat ini diterima bahwa ditinjau dari segi kimia. DNA terdiri
dari gula terfosforilasi yaitu deoksiribasa-fosfat, yang terikat pada basa nitrogen.
Basa yang terkait pada deoksiribosa-fosfat dapat salah satu diantara adenine,
guanine, sitosin, timin. Ditinjau dari segi biofisik ternyata bahwa DNA
merupakan suatu molekul yang sangat panjang dengan rantai pokok deoksiribosa
fosfat yang saling terkait dengan ikatan jembatan fosfordiester. Salah satu basa
pirimidin terikat pada setiap deoksiribosa didalam rantai tersebut. Rantaian
nukleotida tersebut membentuk struktur pilinan ganda (double helix ) dengan
rantai pokok berada diluar. Dua buah pilinan tersebut dikaitkan satu dengan yang
lain oleh ikatan hydrogen yang terbentuk antara basa purin dari pilinan yang satu
dengan basa pirimidin dari pilinan yang lain. Adenin (A) selalu berpasangan
dengan timin (T) dan guanin (G) dengan sitosin (C) (gambar 4.3).

104
Gambar 4.3a. Struktur DNA

Gambar 4.3b. Rangkaian Kimia Basa Nitrogen dengan deoksiribosa

3. Struktur Kromosoma
Setelah membahas molekul-molekul protein dan DNA penyusun
kromosoma, marilah kita tunjau kembali organisasi kromosoma secara
menyeluruh. Terlihat bahwa DNA dalam kromosoma tidak hanya dikemas
bersama histon menjadi untaian nukleosoma tetapi juga terlipat-lipat secara rumit
dan disusun oleh protein-protein lain menjadi serangkain wilayah-wilayah kecil
dengan cirri-ciri khas. Wilayah-wilayah tersebut dapat terlihat pada kromosoma-
kromosoma istimewa, kromosoma sikat lampu (lamp brush chromozome) dan

105
kromosoma politen. Dua jenis kromosoma ini memiliki serangkaian wilayah ikal
yaitu ikalan krimatin yang menjulur dari sumbu utama kromosama.
Disaat interfase kromosoma sulit dilihat dengan mikroskop cahaya. Hal ini
desebabkan karena kromosoma sangat terentang tipis dan sangat kusut.
Kromosoma akan terlihat jelas pada saat memadat. Penggulungan menyebabkan
DNA sepanjan 5 cm menjadi sekitar 5 mikrometer disertai dengan oleh fosforilasi
semua histon H1 didalam sel. Mengingat bahwa histin H1 menyebabkan
nukleosoma saling berdekatan, tampaknya fosforilasi terhadapnya juga berperan
penting pada pemadatan kromosoma.
Setiap kromosoma mitiotik mengandung pola khusus, yang dapat
ditunjukan dengan mewarnai kromosoma tersebut dengan pewarna yang
berpendar bila terikat atau terserap pada DNA tertentu.
DNA didalam kromosoma sikat lampu disusun menjadi serangkaian
wilayah yang berbeda-beda selama interfase. Pada saat ini kromosoma tersebut
sangat aktif mensintesis RNA, dan membentuk ikalan kromatin yang meluas dan
kaku yang tertutup dengan kompleks RNA-protein baru. Ikalan besar rentangan
kromatin menjulur dari sumbu kromosoma. Suatu ikalan kromatin selalu
memgandung urutan DNA yang sama dan tetap dalam rentangan yang sama
selama oosit tumbuh. Tampaknya ikalan ini merupakan kesatuan tertentu dari
lipatan kromatin yang terurai dan mengalami transkripsi secara aktif. Banyak
ikalan ditranskripsi terus menerus dari ujung ke ujung, banyak pula yang sama
sekali tidak ditranskripsi. Sebagian besar kromatin tidak berada diikalan tapi tetap
dikromoter dalam keaadaan padat. Pada umumya kromatin padat ini tidak
ditranskripsikan.
Pada kromosoma politen, daerah-daerah khusus kromatin interfase juga
dapat terlihat dengan jelas. Larva insekta, misalnya ; lalat gua memiliki sel-sel
yang tumbuh menjadi sangat besar lewat beberapa kali sintesis DNA tanpa diikuti
pembelahan sel. Sel raksasa ini mengandung DNA beberapa ribu kali DNA sel
normal, sel ini disebut sel poliploid. Pada beberapa jenis sel sekretoris larva lalat
semua tiruan atau salinan kromosoma homolog tetap berada berdampingan,
membentuk kromosoma politen raksasa mengingat bahwa beberapa sel raksasa
insekta dapat berubah secara langsung dari stdium politen ke poliploid, menunjukan

106
bahwa stadium kromosoma ini mempunyai struktur yang serupa. Kromosa politen sangat
mudah dilihat dengan mikroskop cahaya karena relatifn sangat besar. Seperti halnya
kromosoma sikat lampu, kromosoma politen juga merupakan kromosoma interfase yan g
sedang aktif mensintesis RNA. Untuk mempelajari kromosoma ini banyak digunakan
larva drosophila.
Apabila kromosoma politen dilihat dengan mikroskop cahaya, padanya terlihat
pita-pita gelap dan pita-pita terang yang dikenal dengan nama antar pita. 85% DNA
didalam kromosoma politen berada dalam bentuk pita dan 15% sisanya berupa antar pita.

4. Materi genetika pada prokaryota

Sel-sel prokaryota mengandung DNA yang besar bila dibandingkan dengan


DNA virus. DNA bakteri sulit untuk diamati secara utuh, hal ini, disebabkan karena
ukuranya. Dengan berbagai teknik, sekarang diketahui bahwa DNA E. coli dalam
keadaan terentang mempunyai panjang 1,4 milimeter dan berat sekitar 10 9 dalton. In
vivo, DNA ini berbentuk sirkular atau cincin dan telanjang tanpa selubung protein.
Didalam sel, DNA sepanjang 1400 mikrometer ini terkemas menjadi sebuah nukleoid
dengan diameter 1 mikrometer. Nukleoid ini menempati 2,5% volume sel.

Tabel 4.2 Ukuran DNA berbagai organism

Organisme Jumlah pasangan Panjang rentang DNA Jumlah gen %


base – N (kb) (mikrometer)
Virus :
Polyoma (SV40) 5,1 1,7 5
Fag lambda 48,6 17,0 6
Fag T2 166,0 56,0
vacicinia 190,0 65,0
Bakteria :
Myoplasma 760,0 260,0 730
E. coli 4000,0 1360,0 4200
Eukariot:
Sel ragi 13.500,0 4.600,0
Drosophila 165.000,0 56.000,0
Manusia 2.900.000,0 990.000,0
Drosophila 62.000.000,0 2.100.000,0 (2,1
melanogaster cm)

1 mikrometer (mikron ) = 1.000 nanometer = 10.000 angstrom


diameter eritrosit = 65 angstrom (6,5 nm).
Protein terpanjang (kolagen) = 3.000 angstrom (300 nm).

107
Didalam sel yang laju sintesisnya tinggi permukaan nukleoid bergelombang atau
bergelung, sedangkan nukleoid sel yang tidak aktif tampak padat. Salah satu dugaan
terhadap keadaan ini ialah bahwa, nukleoid yang padat menunjukan bahwa DNA dalam
keadaan padat dan tidak aktif. Apabila cukup makanan dan sintesis tinggi, DNA
mengurai dari nukleoid untuk menyediakan cetakan bagi polimer RNA untuk transkripsi.
Nukleoid, selain itu mengandung DNA juga mengandung RNA dan protein terutama
polymerase RNA. Kebaradaan 3 komponen bersama-sama dalam satu isolat diduga
karena pada waktu diisolasi sedang terjadi transkripsi di nukleoid.
Protein dan RNA nukleoid menjaga supaya DNA tetap dalam keadaan bergelung.
Hal ini dibuktikan dengan memperlakukan isolate dengan RNA ase. Bila RNA telah
terhidrolisis semuanya, maka DNA terurai. Hal yang patut memperoleh perhatian yaitu
bahwa nukleoid invivo kemungkinan besar distabilkan oleh protein dan RNA supaya
teratur. Keteraturan ini mungkin penting untuk replikasi pemisahan genom anakan dan
untuk kegitan transkripsi genom.
Selain materi genetik pada bakteria terdapat pula materi genetik yang terdapat
pada virus. Dari beberapa penelitian tentang genom virus ternyata bahwa genom
virus ini sangat mengagumkan. Salah satu di antaranya ialah bahwa informasi
genetik tidaklah hanya berbentuk DNA, RNA pun mempunyai kemampuan
genomik. Hal ini juga yang mempesonakan bahwa, jalin tunggal Maupun jalin
ganda DNA mampu berperan sebagai genom. Virus menganding DNA atau RNA,
tidak pernah dua-duanya. Beberapa genom DNA merupakan jalin ganda seperti
pada prokaryota maupun eukaryota dan lainnya merupakan jalin tunggal.
Sebagian besar genom RNA merupakan jalin tunggal. Selain itu genon virus ada
yang berbentuk cincin. Tabel 4.3 menunjukkan beberapa struktur genon virus dan
bakteri.
Kecuali genon yang terdapat di dalam nucleus, nukleoid, dan genon virus
masih terdapat genon yang ditemukan dalam organela sel-sel eukaryota. Organela
yang memiliki genon ternyata adalah mitokondria dan kloroplast. Genon pada
mitokondria dan kloroplast terdiri dari DNA telanjang dan berbentuk cincin. Pada
hewan multisel, dan DNA mitokondria (mtDNA) berukuran panjang sekitar 5,6
mikrometer, pada ragi (yeast) sekitar 25 mikrometer, dan pada sel tumbuhan
berkisar antara antara 62 mikrometer. DNA kloroplast (chlDNA), juga berbentuk
cincin dan berukuran sekitar 45 mikrometer. mtDNA dan chlDNA hanya
mengandung sekali gen yang diperlukan untuk menghasilkan protein dan RNA
108
mitokondrial maupun protein dan RNA kloroplast. Misalnya: mtDNA menyandi
RNA dari ribosoma mitokondrial, tRNA mitokondrial, dan beberapa subunit dari
enzim respirasi yang terdapat pada selaput dalam selubung mitokondria.

5. Batasan genom,gen dan sistron

Setiap organisme selalu memiliki bahan informasi genetic, atau dengan


kata lain, setiap organism selalu memiliki gen-gen. untuk memberikan gambaran
ukuran pemilikan gen atau besaran gen, dibuatlah beberapa batasan yang terkait
dengan sifat-sifat genetic organism.

Genon: merupakan totalitas gen pada sel haploid.

Gen: satu unit genetik terkecil yang memberikan satu cirri khas. Apabila
terjadi mutasi pada gen tersebut akan menyebkan perubahan cirri khas itu.
Sebagai contoh gen yang berpengaruh terhadap warna bunga, dalam hal ini
pigmen bunga. Dengan batasan ini, gen diartikan sebagai bagian DNA yang
menberikan ciri khas yang diturunkan. Apabila terjadi mutasi pada gen tersebut
akan didapatkan mutan dan dengan cirri khas yang lain. Oleh karena itu, dapat
dibedakan antara mutan satu dengan mutan lainnya untuk warna. Jadi adanya
satuan genetik yang disebut gen harus dibuktikan melalui cara komplementasi.
Tidak dijelaskan apakah kemampuan membuat pigmen tersebut tergantung dari
satu gen atau lebih. Batasan gen menurut genetika moderen berdasarkan pada
prinsip bahwa gen adalah suatu rentangan DNA yang menghasilkan satu molekul
protein sebagai produk gen. Protein produk gen ini dapat berupa enzim yang
melaksanakan suatu reaksi, misalnya reaksi pembentukan pigmen. Dalam banyak
hal, pembentukan rangkaian reaksi yang masing-masing dikatalisis oleh enzim,
sehingga pembentukan saru pigmen melibatkan lebih dari satu protein enzim dan
lebih dari satu produk gen. Dalam genetika klasik hal tersebut sering disebutkan
bahwa ciri khas (dalam hal warna) merupakan ciri yang dikendalikan secara
poligenik. Ditinjau dari segi molekuler, gen merupakan satu rentangan DNA
dengan urutan nukleotida khas yang menjadi satu polipeptida atau protein
fungsional atau satu rantai RNA fungsional. Dalam hal ini, membuktikan adanya
gen, tidak dapat dan tidak perlu dengan tes komplementasi.

109
Sistron: sistron merupakan unit genetic terkecil yang apabila mengalami
mutasi menyebabkan perubahan produk genetik. Dalam genetika modern gen
terdiri atas satu sistron atau lebih. Istilah sistron berasal dari percobaan Benzer
dengan mutan-mutan bakteri ofag yang berbeda tingkat virulensinya. Benzer
menggunakan tiga macam mutan bekateriofag T4 pada bakteri E.coli galur K,
yaitu mutan 1 (r-,) mutan 2(r-) dan mutan 3 (r-). Ke tiga mutan tersebut
kehilangan virulensi terhadap E.coli galur K apabila masing-masing mutan
diinfeksikan secara terpisah (sendiri-sendiri). Tetapi, apabila mutan 1+ mutan 3
atau mutan 2+ mutan 3 diineksikan bersama virulensa akan pulih. Hal tersebut
tidak terjadi apabila mutan 1+ mutan 2 diinfeksikan bersama.

B. MATRIKS NUKLEAR

Semula dinyatakan bahwa selubung nukleus berperan sebagai kantong untuk


menahan dan mempertahankan kromosoma tetap berada dalamnya dan terpisah
dari komponen-komponen lainnya yang berada dalam sel. Sekarang ternyata
bahwa hal ini tidak betul. Kebutuhan nkuleus tidak ditentukan ole selubungnya
dan juga tidak oleh adanya kromatin. Dari kajian jelas bentuk dan fungsi nukleus
erat hubungannya dengan suatu cairan yang disebut matriks nuklear atau
nukleoplasma. Matriks nuklear bukan suatu yang berstruktur statis seperti yang
terlihat pada pengamatan mikroskopi elektron. Berdasarkan pada berbagai
kegiatan yang terjadi di nukleus jelaslah bahwa matriks nuklear merupakan
struktur yang dinamis. Kemungkinan matriks nuklearlah yang mengarahkan dan
mengatur beberapa kegiatan yang terjadi di nukleus.
Dari beberapa percobaan dengan caranmengisolasi matriks nuklear,
didapat hasil yang menyatakan bahwa komponen kimia yang terbanyak adalah
protein. Kadar protein didalam matriks nuklear bervariasi sesuai dengan jenis sel
atau jaringannya, berkisar antara 90 porsen dari seluruh bahan matriks nuklear.
Sisanya terdiri dari RNA, DNA, dsan fosfolipida. Protein matriks nuklear bersifat
asidofilik. Protein-protein ini terlarut di dalam gel SDS-akrilamid menjadi 3 buah
pita utama masing-masing dengan berat molekul berkisar antara 60.000 sampai
70.000 dalton. Salah satu sifat istimewa dari protein matriks nuklear yaitu
merentang dan mengkerut. Perentangan-pengkerutan ini dipengaruhi olehnkadatri

110
ion-ion Ca++ dan Mg++ . Mekanisme perentangan-pengkerutan ini tidak seperti
pengkerutan pada jenis aktin-miosin.
Hasil-hasil menunjukkan bahwa matriks nuklear berperan dalam tiga
kegiatan utama nukleus yaitu : penggandaan (replikasi), Penyalinan (transkripsi),
dan kegiatan pasca penyalinan. Sebelum dibahas dan diuraikan tentang proses-
proses penggandaan, penyalinan, dan paska penyalinan terlebih dahulu perlu
diketahui tentang dogma genetika, kode genetik, dan ekspresi gen.

1. Dogma genetik
Dogma genetik merupakan konsep dasar sifat menurun yang menentukan
ciri-ciri khas suatu spesies. Dengan kata lain, dogma genetika merupakan alir
materi genetik dari DNA ke urutan asam amin protein. DNA merupakan materi
genetik yang dapat diwariskan ke keturunannya. Dengan demikian apa yang
dikatakan sebagai gen adalah satu rentangan DNA yang mengandung cetakan
sintesis suatu senyawa protein.
Segi lain dari dogma genetik menunjukkan cara suatu spesies
mempertahankan ciri khas materi genetiknya supaya tetap sama. Pada dogma
genetik dikenal 3 proses yaitu: (1) Proses penggandaan materi genetic.
Biosintesis DNA ini dikatalis oleh enzim polymerase DNA (2) Proses penyalinan
(transkipsi): Proses sintesis RNA dengan menggunakan sifat khas rentangan DNA
sebagai cetakan. Biosintesis RNA ini dikatalisis oleh enzim polymerase RNA. (3)
Proses translasi(ekspresi gen): Proses penerjemahan sandi genetik (kode genetik)
yang ada pada pada RNA menjadi urutan asam amino dalam sintesis protein.
Biosintesis protein merupakan proses protein yang sangat rumit dari asam amino
dan memerlukan lebih dari satu enzim. Proses ini akan dijelaskan lanjut dalam
proses translasi.
Dogma genetik tersebut bersifat universal berlaku baik untuk prokaryota
maupun eukaryota. Pada virion yang mengandung RNA sebagai materi genetik,
proses penggandaan partikel virus di dalam sel inang berlangsung melalui proses
kebalikan dogma yaitu RNA bertindak sebagai cetakan untuk sintesis DNA.
Kemampuan ini disebabkan adanya gen yang dikandung RNA virus yang
menyandi sintesis enzim khusus yaitu transkriptase kebalikan (reversed
transcriptase). Kemampuan ini digunakan sebagai strategi penggandaan virus di
111
dalam sel inang, karena sel inang yang belum terinfeksi oleh virus yang
menggunakan RNA sebagai cetakan tidak mempunyai polymerase RNA.
Beberapa virus mampu melakukan sintesis RNA virus dengan menggunakan
replika RNA atau sinase RNA (RNA directed RNA polimerase). Yang pertama
merupakan polimerase DNA, sedangkan yang tersebut terakhir merupakan
polimerase RNA. Berdasarkan modus perbanyakan virus RNA, maka dibedakan 4
jenis virus, yaitu:
1. Virus RNA Klas 1, misalnya virus polio dan fage Qb.
2. Virus RNA Klas 2, misalnya virus Rabies, virus stomatitis vesikuler.
3. Virus RNA Klas 3, Virus reo (Reovirus) RNA berjalin ganda.
4. Virus RNA Klas 4, virus retro(Rettrovirus), misalnya sarcoma Rous,
alir informasi bahan genetik adalah dari RNA ke DNA untuk ke RNA
lagi.
Sandi Genetik (kode genetik)
Sandi genetik merupakan aturan yang menentukan urutan nukleotida
sehingga dapat diterjemahkan menjadi urutan asam amino dari suatu protein.
Urutan nukleotida di dalam mRNA dibaca dengan gugus tiga-tiga. Setiap gugus
tiga disebut kata sandi atau kodon. Pada dasarnya setiap urutan nukleotida di
dalam mRNA dapat dibaca pada setiap gugus tiga yang mana saja, tergantung
pada permulaan penyandian. Misalnya:
1. AGG, GUU, ACC, AUC
2. USA, GCG, UUA, CCA
3. UCU, CAG, CGU, UAC dan seterusnya
Mengingat bahwa RNA merupakan suatu polimer yang lurus dari empat
buah nukleotida yang berbeda, terdapatlah 64 kemungkinan kodon triplet.
Namun, kenyataannya hanya ada 20 jenis asam amino yang terdapat di dalam
protein . Akibatnya, sebagian besar amino dapat terikat pada beberapa kodon. Hal
seperti ini dinyatakan sebagai degenerasi sandi genetik. Tabel 4.4 menunjukkan
asam amino yang dapat terikat pada satu kodon .
Adanya sandi sasra (multiple code) bahwa untuk beberapa jenis asam
amino menunjukkan bahwa nukleotida yang penting dalam menentukan arti sandi

112
genetik adalah nukleotida pertama dan kedua, sedangkan nukleotida ketiga dapat
berbeda tetapi masih memberikan arti sdandi yang sama.
Kemampuan pada sandi genetik mRNA untuk menghasilkan gabungan
tRNA-Asam Amino dengan ribosom, ditentukan oleh adanya urutan nukleotida
pada tRNA yang bersifat sebagai pasangan sandi genetik. Pasangan ini disebut
anti-kodon. Dengan demikian antikodon juga terdiri dari 3 nukleotida. Sama
halnya dengan sandi gentik bahwa 2 nukleotida pertama lebih menentukan arti
sandi genetik sedangkan nukleotida ketiga dapat bervariasi untuk beberapa asam
amino. Jadi nukleotida yang ketiga pada antikodon tRNA kurang bersifat memilah
(Woble Hypothesis) terhadap pasangan nukleotida pada sandi genetik (Tabel 4.5).

Tabel 4.4 Sandi Genetik dan asam amino yang terikat


Base-N Pertama Base-N Kedua Base-N Ketiga
U C A G
5ʻ 3ʻ
U Phe Ser Tyr Cys U
U Phe Ser Tyr Cys C
U Leu Ser STOP STOP A
U Leu Ser STOP Trp G
C Leu Pro His Arg U
C Leu Pro His Arg U
C Leu Pro Gln Arg U
C Leu Pro Gln Arg U
A Ile Thr Asn Ser U
A Ile Thr Asn Ser C
A Ile Thr Lys Arg A
A STAR Thr Lys Arg G
(fmet & met)
G Val Ala Asp Gly U
G Val Ala Asp Gly C
G Val Ala Glu Gly A
G Val Ala Glu Gly G

Serin : 6 kode genetik Isolin : 3 kode genetic


Leusin : 6 kode genetik Phenilalanim : 2 kode genetik
Arginin : 6 kode genetik Tirosin : 2 kode genetik
Alanin : 4 kode genetik Histidin : 2 kode genetik
Valin : 4 kode genetik Glutamat : 2 kode genetik
Glisin : 4 kode genetik Glutamin : 2 kode genetik
Prolin : 4 kode genetik Asparat : 2 kode genetik
Threonin : 4 kode genetik Asparagin : 2 kode genetik
Serin : 2 kode genetik Tirosin : 2 kode genetik
Sistein : 2 kode genetik
Triptofan : 1 kode genetik
Metionin : 1 kode genetik
START(FMet) : 1 kode genetik
STOP : 3 kode gentik
113
Tabel 4.5 Kesempatan berpasangan nukleotida ketiga pada pasangan kodon-
antikodon
Nukleotida pertama Nukleotida ketiga
Antikodon (tRNA) Kodon (mRNA)
C G
A U
U A atau G
G U atau G
I U,C atau A

Dengan demikian dalam hal sandi genetik, menentukan urutan asam amino
pada rantai polipeptida, antikodon (pada tRNA)lebih berperan dalam mengenali
sandi genetik dan bukannya asam amino yang terikat pada tRNA. Dari hipotesis
Wobble dapat disimpulkan:

1. Nukleotida pertama sandi genetik berpasangan dengan 2 kodon pertama


antikodon, atau dengan kata lain 2 sandi genetik yang berbeda pada
nukleotida pertama atau nukleotida kedua harus dikenal oleh 2 tRNA yang
berbeda.

2. Nukleotida pertama antikodon menetukan apakah tRNA membaca satu, dua


atau tiga kodon yang berbeda:

C atau A ………… (1 kodon)

U atau G ……….... (2 kodon)

I ……….... (3 kodon)

Salah satu sebab adanya degenerasi sandi genetik ditimbulkan adanya


ketidakcermatan (imprecision, wobble) pasangan komplemen pada pasangan
base-N ketiga sandi genetik. Hal ini diperkuat dengan sering dijumpainya inosin
(I, salah satu nukleotida yang jarang dijumpai pada RNA lainnya) pada tRNA.
Adanya inosin memaksimumkan jumlah kondon yang dapat dibaca oleh tRNA
tertentu. Dengan demikian salah satu dari sifat wobble ini diduga mempunyai
kegunaan adaptif. Mutasi pada tRNA dapat menekan kemungkinan mutasi
lainnya: Telah lama diketahui bahwa mutasi yang merugikan dapat ditanggulangi
dengan adanya mutasi kedua. Hal ini dapat diperlihatkan sebagai berikut:

114
1. Bila suatu enzim menjadi tidak aktif karena adanya mutasi GCU(Alanin)
menjadi GAU (asparat), mutasi dapat terjadi lagi pada nukleotida kedua, yaitu
A menjadi C yang menyandi asam amino semula: alanim.
2. Mutasi pad nukleotida yang lain, misalnya A menjadi U akan menyandi Valin
(GUU) dalam sintesis enzim, tetapi perubahan asam amino ini tidak banyak
mengubah aktivitas enzim.
3. Mutasi pada tempat lain dari gen yang sama dapat mengembalikan pengaruh
mutasi pertama.
4. Mutasi pertama pada suatu gen dapat menghindarkan pengaruh buruk yang
dihasilkan oleh mutasi pada gen intergenik. Supresi ini kemudian diketahui
dilakukan dengan mengubah pembacaan mRNA. Sebagai contoh akibat
mutasi yang menghasilkan AUG (kodon terminasi pemanjangan rantai peptida
pada sintesis protein).

H3N Gln COO-


Protein bersifat aktif
+
3HN COO-
Protein menjadi tidak aktif
+
3HN Tyr COO-
Protein kembali aktif

Berbagai macam mutasi dapat dapat terjadi tRNA misalnya, Missense


Suppressor yang mempengaruhi pembacaan mRNA sehingga satu asam amino
disisipkan sebagai pengganti asam amino pada beberapa kodon (Glisin digantikan
oleh arginin). Frameshift Suppressor, tRNA membaca 4 nukleotida sebagai
kode genetik (umum 3 nukleotida).

Hal ini disebabkan karena antikodon mempunyai kelebihan nukleotida (menjadi 4


nukleotida), misalnya UUUC untuk Alanin.

2. Ekspersi Gen
Ekspresi genetik merupakanproses penerjemahan sandi genetik yang ada dalam
bentuk urutan nukleotida yang menjadi urutan asam amino protein, atau dengan
kata lain ekspresi genetik merupakan proses pengungkapan gen menjadi fenotip.

115
Pada suatu tahap pertumbuhan atau perkembangan, gen C mengalami
ekspresi sehingga hanya protein C saja yang dihasilkan dan bekerja dalam tubuh.
Untuk Mmmenghentikan kegitan protein C, perlu diekspresikan gen lain yang
menghasilkan protein organism, mengatur sendiri kegiatan-kegiatan yang ada
dalam tubuh organisme tersebut. Dari uraian tersebut ekspresi genetik mempunyai
peranan yang sangat menentukan dalam keberhasilan organisme mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Dalam tubuh organism tingkat tinggi, kurang dari 7 %
gen-gen yang ada diekspresikan pada saat yang sama, sedangkan gen-gen yang
lain ditidurkan sementara atau seterusnya tergantung oleh faktor lingkungan
yang bekerja pada organisme itu.
Dari segi pemuliaan, pemilahan (seleksi) populasi pada spesies yang sama
dimaksudkan untuk memilih populasi yang berkemampuan maksimal untuk
mengekspresikan gennya atau kelompok-kelompok gen yang diinginkannya.
Setiap spesies memiliki macam dan jumlah gen yang sama. Walaupun demikian,
tidak semua anggota atau individu dalam spesies tersebut mampu
mengekspresikan semua gen yang dimiliki. Kadang-Kadang totalitas gen
dinyatakan sebagai genom dalam satuan berat DNA atau panjang DNA (jumlah
pasangan nuklerotida). Karena jumlah kromoson dalam organisme umumnya
ganda, maka jumlah gen pada genom diartikan sebagai jumlah gen dengan jumlah
kromosom haploid. Hal ini akan diuraikan lebih lanjut pada bab selanjutnya.
Dalam teknologi rekombinasi DNA (atau sering disebut juga sebagai
rekombinasi genetik) gen direkayasa secara in vitro unutuk kemudian
dipindahkan dan disisipkan pada genom spesies lain. Masalah yang timbul adalah
apakah gen asing tersebut dapat diekspresikan dalam lingkungannya yang baru?

3. Replikasi atau Penggandaan


Semua organisme perlu menggandakan DNAnya dengan cermat sebelum
membelah. Seperti telah diuraikan di muka bahwa kromosoma tersusun dari DNA
dan protein histon. Oleh karena itu dalam penggandaan, komponen-komponen itu
harus digandakan lebih dahulu sebelum sel membelah. Dalam proses
penggandaan ini enzim polymerase DNA harus bekerja dengan cermat dan cepat.
Pencetakan DNA merupakan suatu proses penjalinan urutan nukleotida DNA

116
oleh pasangan basa komplementer misalnya A dengan T atau U, G dengan C
menjadi urutan asam nukleat komplementer. Proses penggandaan juga
memerlukan terpisahnya jalin DNA dari pilihan DNA, walaupun hanya untuk
sementara, sekedar memungkinkan terjadinya pasangan-basa baru. Dengan
demikian nukleotida tunggal yang tepat, tersusun berjajar untuk menjalani
polimerasi dengan bantuan katalisator enzim, menjadi rantai asam nukleat baru.
Enzim tersebut tidak lain adalah polimerase DNA. Selama replikasi DNA, setiap
jalin DNA yang lama berperan sebagai cetakan untuk pembentukan jalin baru.
Pemberian 3H-timidin pada DNA yang sedang melakukan penggandaan
menunjukkan adanya daerah penggandaan yang bergerak sepanjang pilinan DNA
induk. Mengingat bahwa daerah yang aktif ini berbentuk huruf Y, maka disebut
garpu replikasi (penggandaan) DNA. Pada daerah garpu penggandaan, kedua
pilihan DNA yang baru, disintesis oleh kelompok multienzim yang mengandung
polimerase DNA. Semula diduga bahwa replikasi atau penggandaan DNA
berlangsung dengan sangat sederhana yaitu pertumbuhan untaian atau jalin baru
nukleotida demi nukleotida secara berkesinambungan pada daerah garpu
penggandaan.Namun, mengingat bahwa kedua untai DNA di dalam pilinan ganda
DNA itu tersusun sejajar berlawanan arah (antiparalel), maka untai-untai baru
akan tumbuh yang satu dari 5’-3’ yang lainnya dari 3’-5’. Hal ini yang terakhir
tidak mungkin terjadi pada pilinan DNA, karena tidak ada polimerase DNA untuk
arah 3’-5’. Bagaimanakah sintesis DNA dengan arah 3’-5’ dapat berlangsung?
Dengan menggunakan teknik autoradiografi, sekarang diketahui bahwa
sintesis DNA pada cetakan 3’-5’, terjadi seuntai dengan arah 5’-3’, berarti
meninggalkan sudut garpu penggandaan. untaian tersebut akan dihubungkan satu
dengan yang lain oleh enzim ligase DNA. Dari percobaan-percobaaan ini
diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa terdapat jalin DNA baru yang disintesis
secara berkesinambungan, jalin ini disebut disebut jalin utama. Jalin ini disintesis
pada cetakan 3’-5’ dari garpu penggandaan. Di samping sintesis yang
berkesinambungan, terdapat pula sintesis yang tidak berkesinambungan.
Sintesis ini terjadi pada cetakan 5’-3’ dari garpu penggandaan. Jalin DNA baru
yang dicetak untai demi untai disebut jalin lamban, setiap untai dari jalin lamban
ini diberi nama fragmen Okazaki.

117
Penggandaan jalin utama utama (leading strand),hanya molekul dasar khas
(primer) pada permulaan penggandaan. Sekali garpu penggandaan terbentuk
polymerase, terus bekerja berkesinambungan sampai jalin DNA baru selesai
disintesis. Berbeda dengan mensintesis jalin utama, pada waktu mensintesi jalin
lamban (lagging), selain polimerasi DNA diperlukan enzim lain yaitu primase
DNA. Dari uraian terdahulu diketahui bahwa untuk penggandaan (langging
strand) perlu dijaga supaya tetap terentang, berdasarkan hal itu, dapat diketahui
bahwa penggandaan DNA bukanlah suatu proses yang sederhana.
Di dalam proses ini terlihat bebrapa jenis protein, enzim maupun bukan
enzim. Protein itu adalah: (1) Polimerase DNA: suatu enzim yang digunakan
untuk mempolimerasikan nukleotida-nukleotida. (2) Ligase DNA: Suatu enzim
yang digunakan untuk menghubungkan untaian DNA pada jalin lamban. (3)
Primase DNA: enzim yang digunakan untuk memulai polymerase DNA pada
jalin lamban. (4) Helikase DNA: enzim yang digunakan untuk membuka pilinan
DNA. (5) Protein pengikat DNA jalin tunggal (SSB= single strand DNA-
binding protein)
Lima jenis protein tersebut di dalam garpu penggandaan bersam-sama
membentuk suatu mesin penggandaan.
Pada mamalia seperti halnya pada bakteri, garpu penggandaan berasal dari
suatu struktur yang disebut gelembung penggandaan (replication bubble), yaitu
suatu daerah tempat dua jalin dari pilinan DNA induk terpisah untuk berperan
sebagai cewtakan pada sintesis DNA. Gelembung penggandaan ini terbentuk pada
urutan DNA khusus yang disebut asal penggandaan.

4. Transkripsi atau Penyalinan


Penyalinan DNA merupakan proses sintesis RNA dengan menggunakan
cetakan DNA. Penyalinan DNA menghasilkan tidak hanya mRNA saja tetapi juga
rRNA (RNA ribosomal), dan tRNA (RNA transfer = pemindahan). Moleku-
molekul RNA ini disintesis olehn enzim polimerase RNA yang membuat turunan
RNA dari urutan nukleotida DNA. Pada prokaryota, misalnya bakteri satu jenis
enzim polimerase DNA mensintesis satu jenis DNA.
Seluruh proses transkripsi atau penyalinan terdiri dari tiga tahapan yaitu:
pemrakarsa (in isiasi), pemanjangan (elongasi), dan penghentian (terminasi). Pada
118
ini inisasi, enzim polimerasi RNA harus menyalin gen, bukan sekedar potongan
DNA. Ini berarti bahwa pengikatan awal dari enzim polymerase RNA ke molekul
DNA harus terjadi pada suatu daerah tertentu yaitu tepat di depan atau sebelum
gen yang akan disalin. Titik temu antara polymerase RNA membuka pilinan
ganda DNA untuk mendedahkan nukleotida-nukleotida pada setiap jalin pendek
DNA. Salah satu jalin DNA yang terdedah berperan sebagai cetakan bagi
pasangan basa komplemen dengan monometer trifosfat dibonkleosida, dua di
antara ribonukleosida diikat satu dengan yang lain polimerasi RNA untuk mulai
membentuk rantai RNA.
Pada E. Coli urutan nukleotida promotor dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
5’ TTGACA-3’ dan 5’ TATAAT-3’. Pada dasarnya, urutan nukleotida pada
promotor berbeda dari gen ke gen tapi, semuanya mirip dikenali oleh urutan
persetujuan (consesensus sequences), tersebut terdahulu. Promotor pada eukaryota
sedikit berbeda dari promotor pada prokaryota. Perbedaan terletak pada urutan
persetujuannya.Pada eukaryote nukleotida promotor juga dibagi 32 kelompok
yaitu namun dengan urutan persetujuan yang berbeda, urutan persetujuan pada
eukaryote sebagai berikut: 5’-GGNNCATCT-3’ dan 5’-TATAAAT-3’. N
menunjukkan kedudukan yang mungkin dapat ditempati oleh A, T, G, atau C.
Proses pemanjangan penyalinan umumnya bergerak lurus ke depan seperti
pada. Kelompok enzim polimerase RNA bergerak sepanjang molekul DNA.
Bereaksi dan membuka pilinan ganda DNA, sementara itu secara berurutan
mengikatkan ribonukleotida- ribonukleotida ke ujung 3’ dari molekul RNA yang
sedang tumbuh. Pada proses ini, terdapat tiga hal yang patut mendapat perhatian
yaitu bahwa : salinan selalu lebih panjang daripada ada gen yang disalin ; setiap
saat melakukan penyalinan, pilinan ganda DNA yang terbuka atau terurai hanya
sedikit; laju perpanjangan tidak tetap.
Tahap penghentian penyalinan, seperti tahap permulaan, tidak dapat
terjadi di tempat sembarang namun harus terjadi di tempat yang tepat yaitu segera
setelah gen terakhir dari jalin yang disalin. Berbeda dengan tahap-tahap
permulaan penyalinan, tahap tahap penghentian ini tidak diprakarsai oleh urutan
khas seperti promotor, melainkan oleh isyarat yang lebih rumit. Akhir penyalinan

119
ditandai dengan terdisosiasinya enzim polymerase RNA dan DNA dan lepasnya
salinan RNA.
Molekul-molekul RNA yang merupakan hasil penyalinan dikelompokkan
berdasarkan fungsinya. Molekul-molekul tersebut adalah rRNA, tRNA, dan
mRNA. rRNA dan tRNA merupakan hasil akhir dari proses ekspresi gen dan
mereka di dalam sel berperan sebagai molekul-molekul RNA. Sebaliknya, mRNA
masih melakukan ekspresi gen sekali lagi yaitu penerjemah atau translasi dan
hanya berperan sebagai perantara antara gen dan hasil akhirnya ekspresinya yaitu
polipeptida (Gambar 4.26). rRNA dan tRNA sering disebut juga RNA stabil
sedangkan mRNA cepat sekali berubah atau berumur pendek. rRNA dan tRNA ,
kedua-duanya terlibat dalam proses sintesis protein meskipun mereka sendiri tidak
diterjemahkan. Di bagian ini akan diuraikan sekilas tentang struktur dan cirri-ciri
khas molekul-molekul RNA.
Semula dinyatakan bahwa hanya enzimlah yang mempunyai peran sebagai
katalisator sedangkan RNA tidak berperan sebagai enzim. Oleh karena itu semua
kegiatan ribosoma selam sintesis polipeptida hanya merupakan kegiatan-kegiatan
ribosomal saja. Namun, sekarang dinyatakan bahwa RNA pun mempunyai
kegiatan protein-protein enzimatik. Setiap ribosoma mengandung satu salinan dari
setiap molekul rRNA berbeda-beda. Tiga buah rRNA untuk organisme prokaryota
dan empat buah rRNA untuk eukaryota. Suatu sel mensintesis jenis molekul-
molekul rRNA dalam jumlah yang sama. Hasil penyalinan yaitu salinan pertama
merupakan prazat (precusor) RNA yang panjang disebut pra-rRNA. Prazat ini
terdiri dari molekul-molekul rRNA yang dipisahkan satu dari yang lain oleh suatu
jarak pendek. Pada perubahan dari pra-rRNA menjadi tRNA, molekul-molekul
jarak dilepas.
Selain rRNA , molekul tRNA pun terlibat pula di dalam sintesis protein
namun peranannya sangat berbeda. tRNA merupakan molekul-molekul adaptor
yang membaca urutan nukleotida pada mRNA dan mengubahnya menjadi urutan
asm amino. Di dalam bagian ini hanya aakn diuraikan sekilas tentang struktur dan
cara terbentuknya molekul tRNA. Mengenai fungsinya akan diuraikan pada bab
sintesis protein.

120
Molekul tRNA sangat bervariasi jenisnya sesuai spesies organismenya.
Ukurannya relatif kecil, hanya terdiri dari 74-95 nukleotida. Hampir semua
molekul-molekul tRNA di dalam setiap organisme atau setiap sel merupakan
pasangan-basa yang dapat dilipat-lipat sehingga berbentuk daun semanggi.
Bentukan itu terdiri dari 5 komponen yaitu 1. Lengan aseptor; terdiri dari sekitar
7 pasangan basa pada ujung 5’ dan 3’. Selama sintesis protein, lengan ini
merupakan daerah menempelnya asam amino; 2. Lengan D atau DHU; pada
akhir ikatan lengan ini terdapat dihidrourasil pirimidin; 3. Lengan antikodon;
berperan utama dalam menguraikan sandi yang dibawa oleh mRNA; 4. Lengan
tambahan; hanya terdiri dari sekitar 3 sampai 5 buah nukleotida; 5. Lengan
TTU; yang mengandung urutan nukleotida T, U dan C.
Pada prokaryota maupun eukaryota tRNA semula disalin sebagai tRNA
masak. Suatu molekul pra-tRNA dibuat oleh gabungan beberapa jenis enzim
ribonuklease. RNAase P memotong pada daerah ikatan 5’ sedangkan RNAase D
memotong pada daerah ikatan 3’ .Daerah RNAase P pada molekul RNA memiliki
kegiatan enzimatis. Enzim disini disebut enzim RNA atau ribosom. Gen-gen
tRNA pada sel-sel eukaryota juga berkelompok dan di dalam sel terdapat
beberapa buah salinan. Pada molekul-molekul tRNA ini juga terdapat enzim-
enzim RNAase P dan RNAase D.
Pada ujung 3’ semua tRNA, terdapat urutan nukleotida sebagai berikut 5’-
CCA-3’. Urutan CCA ini tidak dijumpai pada molekul DNA yang disalin,
melainkan ditambahkan olen enzim lain yang disebut transerase nukleotidi
tRNA sesudah proses transkripsi. Urutan CCA ini sangat penting karena di
temopat inilah asam amino menempel pada tRNA selama sintesis protein. Pada
uraian sebelumnya telah dikemukan bahwa rRNA dan tRNA merupakan molekul-
molekul RNA yang berumur panjang sedangkan mRNA berumur pendek.
mRNA berperan sebagai perantara antara gen dan polipeptida hasil
penerjemahan. Molekul-molekul mRNA pada umumnya berumur pendek. Pada
sebagian besar bakteri, mRNA mempunyai paruh umur hanya bebarapa menit.
Pada sel-sel eukaryota, paruh umur mRNA sedikit lebih panjang. Pendeknya
umur mRNA ini penting karena dapat digunakan untuk memantau jumlah mRNA
yang ada di dalam sel. Pemantauan dilakukan dengan jalan menyesuaikan dengan

121
kecepatan penyalinan (transkripsi). Walaupun pada umumnya mRNA berumur
pendek namun terdapat pula mRNA yang berumur panjang yaitu mRNA globin
yang terdapat di dalam retikulosit.
mRNA di dalam sel-sel prokaryota berbeda dengan mRNA sel-sel
eukaryota,. Pada bakteri molekul mRNA yang diterjemahkan merupakan salinan
langsung dari gen. Sedangkan pada eukaryota mRNA mengalami serentetan
modifikasi dan tahapan proses yang rumit sebelum terjadi penerjemahan
(translasi). Sel-sel prokaryota hanya terdiri dari satu ruangan (kompartemen),
sehingga prtoses penyalinan dan penerjemahan dapat berlangsung sama-sama.
Tentu saja dua proses penyalinan dan penejemahan dapat berlangsung bersama-
sama. Tentu saja dua proses tersebut perlu di atur sedemikian rupa sehingga
penerjemahan mRNA dapat mulai sebelum penyalinan selesai. Hal seperti ini
tidak mungkin terjafi pada eukaryota. Mengingat bahwa proses penerjemahan
terjadi di sitoplasma, maka mRNA perlu dikirim ke sitoplasma terlebih dahuulu.
Selain itu, molekul-molekul mRNA eukaryota mengalami beberapa modifikasi
sebelum diterjemahkan.
Salinan mRNA yang baru terbenruk, ujung 5 berstruktur pppNpN…, N
merupakan komponen basa-gula dari nukleotida dan p merupakan gugus fosfat.
mRNA yuang masak pada eukaryote ternyata ujung 5 memiliki struktur yang
rumit yaitu 7 mGpppNpN…… 7 mG merupakan nukleotida yang membawa basa
7 metil guanine. Nukleotida 7 mG ini ditambahkan ke molekul mRNA sesudah
proses penyalinan. Penambahan terjadi dalam dua tahap yaitu penambahan
guanine kemudian diikuti proses metilasi.

5. Kegiatan Pasca Penyalinan


Hasil dari proses penyalinan merupakan suatu salinan yang tepat sama
dengan gen yang disalin.
Oleh karena itu, apabila pada untaian jalin DNA itu terkandung intron,
maka salinan pertamanya juga mengandung intron,yaitu suatu segmen pada jalin
DNA yang tidak mengandung informasi biologis. Namum bagaimanapun juga,
intron harus dihilangkan dan daerah ekson, yaitu daerah yang membawa informasi
biologis, perlu dirangkaikan satu dengan yang lain sebelum penyaringan

122
berlangsung. Proses melenyapkan intron ini disebut pengikatan (spilicing). Proses
ini merupakan proses yang rumit.
Seperti halnya penggadaan dan pentalinan, pengikatan juga terjadi di
nucleus. Pada uraian terdahulu sudah dikemukakan bahwa salinan pertama selalu
lebih panjang daripada mRNA masak atau dewasa. Salinan pertama tetap berada
di nucleus, semula disebut RNA nuclear heterogen (huRNA), sekarang cukup
disebut pra-mRNA. Setelah pengikatan, mRNA tanpa intron dikirim ke
sitoplasma.
Mekanisme pengikatan pra-mRNA nuclear terdiri tiga tahap yaitu: 1.
Pemutusan terjadi di tempat pengikatan 5’. 2. Ujung 51 yang bebas menmpelkan
diri pada suatu tempat di intron, sehingga terjadi suatu bentukan laso. Untuk
membentuk laso ini diperlukan ikatan 5’-2’ fosfodiester. 3. Tempat pemotongan
di ujung 3’, sehingga dua buah ekson di kiri kanannya saling berikatan.
Selain intron pada gen pra-mRNA yang mengikuti aturan GT-AG, terdapat
pula intron yang lain yang terkandung dalam tRNA dan rRNA. Intron tRNA
terdapat pada ikatan antikodon. Pengikatanintron pada tRNA ini terjadi lebih
langsung, hal ini mungkin karena struktur daun semanggi tRNA berada di prazat
yang tidak tersili atau terikat. Setelah molekul-molekul RNA masak atau dewasa,
dengan melalui berbagai tahapan perkembangan barulah molekul-molekul itu
dikirim ke sitoplasma. Bagaimana mekanismenya?

C. NUKLEOLUS
Pembuatan terus-menerus salinan gen-gen meyakinkan cukupnya
pemasokan rRNA, yang segera dikemas dengan protein-protein ribosomal untuk
membentuk ribosoma. Pemgemasan ini terjadi di nucleus di dalam suatu struktur
yang jelas dan besar yang disebut nucleolus. Nukleolus ini mengandung ikatan-
ikatan DNA yang berasl dari beberapa kromosoma, setiap ikatan mengandung
sekelompok gen rRNA. Setiap kelompokkan gen itu disebut daerah nor
(nucleolar organizer region). Di daerah inilah gen-gen rRNA disalin dengan
cepat oleh polymerase RNA. Awal pengemasan RNA dapat dilihat dari mikrograf
electron-elektron ini: ujung 5’ dari setiap salinan terbungkus dengan granula atau
butir-butir kaya dengan kandungan protein. Butir-butir yang tidak terlihat pada
salinan jenis RNA lainnya ini diduga merupakan interaksi RNA-protein yang
123
terjadi di nucleolus. Dengan teknik autoradiografi dapat diketahui bahwa, salinan
45S yang utuh pertama kali dikemas menjadi kelompokan besar molekul-molekul
yang mengandung berbagai jenis protein yang berasal dari sitoplasma, tempat
terjadinya sintesis semua protein. Sebagian besar 70 rantai polipeptida yang
berbeda-beda, yang akan membentuk ribosoma maupun rRNA 5s, termasuk di
dalam stadium ini. Dalam proses perakitan molekul-molekul rRNA dan ribosoma
diperlukan molekul-molekul protein lain. Oleh karena itu nucleolus selain
mengandung molekul-molekul yang disebut terlebih dahulu, juga mengandung
protein-protein pengikat RNA dan zarah ribonukleoprotein lainnya, yang diduga
membantu pembentukkan ribosoma. Komponen-komponen ini tetap tinggal di
nucleolus pada saat sub unit-sub unit ribosoma di keluarkan ke sitoplasma.
Komponen yang mendapat perhatian yaitu nukleolin, suatu protein pengikat RNA
yang tampaknya hanya menyelubungi salinan-salinan RNA ribosomal saja.
Protein terwarna kuat dan perak.
Pada saat molekul rRNA 45S diolah, secara bertahap molrkul ini
kehilangan beberapa RNA dan proteinnya dan akhirnya membelah membentuk
prazat subunit-subunit besar dan kecil. Dalam waktu 30 menit, subunit-subunit
besar dan ribosoma yang masak pertama kali yang mengandung rRNA 18 S
muncul dari nucleolus dan tampak di sitoplasma. Perakitan ribosoma yang
mengandung rRNA 28S, 5, 8S dan 5S memerlukan waktu sekitar satu jam. Oleh
karena itu, nucleolus mengandung lebih banyak ribosoma subunit besar yang
belum masak daripada ribosoma terjadi hanya apabila subunit-subunit ini telah
berada di sitoplasma. Penundaaan pemasakan ini mencegah berbaurnya ribosoma
yang berfungsi, dengan molekul-molekul hnRNA di dalam nucleolus. Mengingat
rumitnya peranan nucleolus ini, bagaimanakah sesungguhnya struktur nucleolus
tersebut?.
Pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya, nucleolus tampak
sebagai bentukan berbentuk agak bulat. Nukleolus ini tampak jelas pada saat
interfase dari daur hidup sel. Berdasarkan dibawah pengamatan mikroskop cahaya
saja,belum dapat memberi kejelasan mengapa struktur yang begitu sederhana
mampu melaksanakan berbagai tugas yang rumit. Dengan menggunakan
mikroskop electron terlihat dengan rinci struktur organisasi nukleolus. Nukleolus

124
dinyatakan sebagai organela tanpa selaput. Dari elektronmikrrograf terlihat bahwa
nucleolus merupakan ayaman. Bahan penyusunan anyaman ini tidaklah lain
adalah untaian molekul-molekul prazat ribosoma. Dari elektromikrograf itu pula,
terlihat bahwa nucleolus terdiri dari tiga daerah yaitu: (1) Suatu pusat yang
terdiri dari fibrila yang mempunyai daya serap terhadap warna sangat lemah.
Pusat ini mengandung DNA yang belum disalin. (2) Kelompokan pada yang
terdiri dari fibrila, yang mengandung molekul-molekul RNA yang baru disalin.
(3) Kelompokan bahan yang berbentuk butir-butir, yang mengandung zarah
prazat ribosoma.
Ukuran nucleolus sangat bervariasi dan berubah-ubah, seiring dengan
perubahan fisiologis di dalam sel. Padas el-sel tumbuhan yang dorman, sedang
tidur dan tidak aktif, ukuran nucleolus sangat kecil, sedangkan pada sel-sel yang
sedang aktif mensintesis protein, nucleolus dapat mencapai 25% seluruh nucleus.
Perbedaan ini terletak pada jumlah komponen granula, yang mungkin dipantau
pada aras atau saat penyalinan gen ribosomal. Kenampakan nucleolus ini ternyata
berubah-ubah selama daur hidup sel. Pada saat interfase nucleolus tampak jelas
namun, kenampakan ini ada tingkatnya. Pada saat menjelang mitosis yaitu pada
G2, nucleolus mengecil dan pecah menjadi serpihan-serpihan kecil, akhirnya pada
stadia metafase nucleolus menghilang. Menghilangnya nucleolus ini seiring
dengan terbentuknya kromosoma dan berhentinya sintesis RNA. Di akhir telofase
nucleolus mulai tampak kembali sebagai butir-butir halus yang lama kelamaaan
akan melebur membentuk sebuah atau lebih nucleoli. Pada manusia, gen RNA
ribosomal terletak pada pada setiap ujung 5 buah kromosoma yang bebeda,
sehingga pada akhir mitosis akan terlihat 10 buah butir-butir kecil yang segera
akan menyatu. Tinjauan molecular tentang mekanisme menghilangnya nucleolus
tidak dibahas.

III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Selaput plasma rangkap bersama-sama dengan nukleoplasma membentuk
suatu kesatuan yang disebut nukleus (inti). Sedangkan selaput plasma rangkap
diberi nama selubung nuklear dengan selaput ke arah nukleoplasma disebut

125
selaput-dalam dan yang mengarah ke sitoplasma disebut selaput-luar. Di dalam
nukleoplasma terdapat bentukan sebuah atau lebih yang disebut nukleolus
(nukleodi), dan bahan pembawa informasi genetik yang untuk seterusnya dalam
buku ini akan disebut materi genetik. Nukleodi dan materi genetik terdapat
melayang-layang di dalam suatu cairan yang disebut matriks nuklear.
Dari elektromikrograf itu pula, terlihat bahwa nucleolus terdiri dari tiga
daerah yaitu: 1. Suatu pusat yang terdiri dari fibrila yang mempunyai daya
serap terhadap warna sangat lemah. Pusat ini mengandung DNA yang belum
disalin. 2. Kelompokan pada yang terdiri dari fibrila, yang mengandung
molekul-molekul RNA yang baru disalin. 3. Kelompokan bahan yang
berbentuk butir-butir, yang mengandung zarah prazat ribosoma.

B. LATIHAN SOAL

1. Jelaskan empat cara pengangkutan dari dan ke sitoplasma!


2. Gambarkan struktur DNA!
3. Sebagai material genetik, asam nukleat terdiri dari dua macam yaitu DNA
dan RNA. Jelaskan!
4. Jelaskan perbedaan utama antara DNA dan RNA!
5. Apakah dogma genetik itu?
6. Uraikan tiga proses pada dogma genetik!
7. Jelaskan tiga daerah pada nukleulus!

DAFTAR PUSTAKA

Albert, B.,Dennis Bray, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and James D.
Watson, 1989, Molecular Biology of The Cell, Gerland Publishing, New
York.
Campbell, N.A., J.B. Reece., L.G. Mitchell, 2000, Biologi I Edisi Kelima,
Erlangga, Jakarta.

Sheler, P., and Donald E. Bianchi., 1983, Cell Biology Strukture, Bohemistry, and
Fungtion, Jhon Wiley & Sons, New York.

Issoeganti, 1993, Biologi Sel, Dirjen DIKTI, Jakarta.

Thorpe, Neal O., 1984, Cell Biology, John Wiley & Son, New York.

126
BAB V
RIBOSOMA DAN SINTESIS PROTEIN

I. PENDAHULUAN

Pengamatan dengan mikroskop cahaya menunjukan bahwa di dalam sel


terdapat butir-butir halis yang bersifat besofilik. Untuk mengetahui butir-butir
apakah sesunggunya yang terlihat itu, dilakukan pengamatan dengan mikroskop
electron, dari sel yang difiksasi dengan osmium tetraklorida. Ternyata bahwa
ribosoma merupakan butir globular dengan garis tengah sekitar150-200 A yang
menebarkan atau menyerap electron dengan sangat kuat. Butir-butir ini ditemukan
dalam semua sel prokaryota maupun eukaryota. Pada sel prokaryota, terdapat
bebas disitisol, sedangkan pada sel eukaryota terdapat bebas sitosol, matriks
mitokondria, stroma kloroplast,atau menempel pada permukaan sitolik selaput
RE. Hubungan struktural antara RE dengan ribosoma membentuk REG yang juga
sering disebut ergastoplasma. Seringkali pula terlihat lingkaran-lingkaran kecil
yang terdiri dari beberapa buah ribosoma. Bentukan ini disebut polisoma.
Pengamatan terhadap ribosoma yang di isolasi dan diwarnai dengan teknik
pewarnaan negative, menunjukan bahwa ribosoma terdiri dari dua bagian yang
tidak sama besar, satu kecil yang lainnya besar. Lagi pula tampak bahwa dalam
sebuah polisoma, ribosoma tersebut teruntai oleh suatu filament yang bergaris
tengah sekitar 150A. dengan pengamatan ini pula diketahui bahwa ribosoma
prokaryota lebih kecil dari pada ribosoma eukaryota. Namun, perlu diingat bahwa
ribosoma suatu organela yang sangatberair, sehingga ada kemungkinan terjadi
perubahan bentuk setelah pewarnaan.

II. PENYAJIAN MATERI


A. RIBOSOMA
Ribosoma merupakan struktur atau kelompokan multimolekular yang
berperan sebagai pabrik untuk sintesis protein. Selama proses penerjemahan,
ribosoma menempel dan bergeserbsepanjang molekul mRNA dari ujung 5” – 3”.
Ribisoma dibangun dari molekul-molekul protein dan rRNA. Jumlah ribosoma di
dalam suatu sel sangat banyak dan berbeda-beda sesuai dengan jenis

127
organismenya. Misalnya : bakteri yang sedangf tumbuh mengandung sekitar
20.000 ribosoma. Untuk mengetahui bentuk, susunan, dan komponen-komponen
penyusunnya dilakukan pendekatan engan berbagai cara yaitu : 1. Pengamatan
dengan mikroskop electron; 2. Pemusingan; 3. Didefraksi dengan berkas sinar –
X; dan immunositokimia
Pendekatan dari segi biokimia menunjukan bahwa, ribosoma sel-sel
prokaryota memiliki massa molecular 2.520.000 dalton dan matra 29 nanometer
X21 nanometer. Ribosoma sel-sel eukaryote lebih besar dari sel-sel prokaryota
tersebut. Massa molecular ribosoma sel eukaryote berkisar antara 4.220.000 dlton
dan bermatra 32 X 22 nanometer. Ukuran-ukuran ribosoma ditentukan dengan
jalan analisis sedimentasi (pengendapan). analisis ini mendasarkan pada
pengukuran laju pengendapan suatu molekul atau zarah didalam lautan kental,
biasanya larutan sukrosa yang dip using dengan kecepatan yang sangat tinggi
(70.000 g atau lebih). Koefisien sedimentasi dinyatakan dengan S yaitu kesatuan
(unit) swedberg. Selain koefisien swedberg, laju pengendapan juga dipengaruhi
oleh factor-faktor lain yaitu : berat molekul, bentuk makromolekul, atau rakitan
makromolekulnya Ribosoma sel prokaryota memiliki koefisien sedimentasi 70S ,
sedangkan sel dengan koefisien sedimentasi 16S dab 21 jenis protein. Ribosoma
sel-sel eukaryote juga terdiri dua sub unit, masing-masing dengan koefisien
sedimentasi 60 S dab 40 S. Sub unit besar mempunyai tiga buah rRNA. Masing-
masing dengan koefisien sedimentasi 28S, 5,8S, dan 5S serta 45-49 jenis protein,
sedangkan sub unit kecil memiliki hanya sebuah RRNA dengan koefisien
sedimentasi 18S dan 33 buah protein.

Gamabar 5.1. Struktur Ribosom

128
Tabel 5.1. Koefisien pengendapan (sedimentasi) beberapa molekul

Table 5.2. Komposisi ribosoma sel prokaryota dengan eukaryora

Prokaryota Eukaryota
Ribosoma
Koefisien sedimentasi 70S 80S
Berat molekul 280.000 dalton 4.500.000
Jumlah sub unit 2 buah 2 buah

Subunit besar
Koefisien sedimentasi 50S 60S
Berat molekul 1.800.000 3.000.000
Molekul rRNA
Jumlah 2 3
Ukuran 23S debgan 3.000 28S dengan 5.000
nukleotida nukleotida
Jumlah protein 5S dengan 120 nukleotida 5,8S dengan 160 nukleotida
31-34 45-49
Subunit kecil
Koefisien sedimentasi
Berat molekul 30S 40S
Molekul rRNA 1.000.000 dalton 1.500.000 dalton
Jumlah
Ukuran 1 1
Jumlah protein 16S dengan 21 nukleotida 18S dengan 2.000
21 nukleotida
33

129
Gambar 5.2. Perbandingan anatara Struktur Ribosoma Prokaryota dengan
Eukaryota (A. Prokariota, B. Eukaryota)

B. PERANAN RIBOSOMA DALAM SINTESIS PROTEIN


Pada uraian terdahulu, telah dibahas morfologi maupun struktur molecular
ribosoma. Dalam paparan ini, disajikan tinjauan tentang peranan ribosoma.
Ribosoma yang terdiri dari molekul-molekul protein dan rRNA berperan sangat
penting dalam, proses sin tesis protein. Reaksi sintesis protein memerlukan
pemandu katalitik yang rumit. Misalnya : untuk meyakinkan bahwa kodon yang
terdapat di mRNA dapat tepat berpasangan dengan antikodon yang ada di tRNA,
sehingga penerjemahan tidak meleset. Kejadian itu dan kegiatan-kegiatan lainnya
dalam sintesis protein ini, dikatalisis oleh ribosoma. Ribosoma prokaryota
maupun eukaryote memiliki peranan dan pola yang mirip satu sama lain. Masing-
masing terdiri dari subunit besar dan subunit kecil. Dalam proses sintesis protein
subunit kecil mengikat mRNA dab tRNA, sedangkan subunit besar berperan
dalam proses pembentukan ikatan polipeptida. Lebih dari setengah berat ribosoma
tersiri dari rRNA yang memegamg peranan utama dala kegiatan ribosoma sebagai
katalisator. Ribosoma memiliki tiga tempat pengikat molekul-molekul RNA :
sebuah untuk mengikat mRNA dan dua buh untuk tRNA. Tempat-tempat tersebut
diberi nama tempat P, yang berarti tempat pengikat tRNA peptidil dan tempat A
yang berarti tempat pengikat amino-tRNA-asli. Tempat P pengikat molekul tRNA
yang berikatan dengan pangkal rantai polipeptida yang tumbuh, sedangkan tempat

130
A mengikat molekul tRNA yang masuk, dimuati asam amina. Molekul-molekul
tRNA ini akan terikat erat pada tempat P maupun tempat A , apabila antikodon
yang ada padanya sesuai dengan kodon yang ada pada tRNA. Tempat P dan
Temapat A ini sangat berdekatan, sehingga dua buah molekul tRNA harus
membentuk pasangan basa dengan kodon di sampingnya yang berada di dalam
molekul MRNA (gamabar 5.3).

Gambar 5.3. Diagram Struktur Ribosom dengan Temapat A dan B


(Bruce Alberts et al., 1989. Molecular Biology of the Cell)

Proses pemanjangan rantai polipeptida pada ribosoma, merupakan suatu


daur yang terdiri dari tiga langkah. Langkah pertama : sebuah molekul tRN
aminoasil terikat ke tempat A kosong, berdampingan di tempat P, membentuk
pasangan basa dengan tiga nucleon tRNA yang terpaopar di tempat A. Langka
kedua : pengikatan gugus kalkosil bebas dar rantai polipeptida pada tRNA di
tempat P dengan asam amino yang terikat pada tRNA di tempat A. Pengikatan ini
menggunakan katalisator transferase peptidil, yang terdapat di RRNA pada
ribosoma subunit besar. Pada langkah ketiga terjadi : perpindahan tRNA-peptidil
baru dari tempat P, bersamaan dengan bergesernya robosoma pada mRNA.
Akhibatnya, tRNA yang semula berada di tempat P tergeser dari ribosoma,dan
kembali ke sitosol (gambar 5.4).

131
Gambar 5.4. Diagram Pergeseran Ribosom Pada Proses Sintesis Protein
(Bruce Alberts et al., 1989. Molecular Biology of the Cell)

Tiga diantar 64 kodon (penyandi) pada sebuah molekul mRNA


merupakan kodon penghanti, yang menghentikan proses penerjemahan. Sebuah
protein sitoplasmik yang disebit protein pembebas segera terikat pada kodon
penghenti yang mencapai tempat A, pada ribosoma. Pengikatan ini mengubah
kegiatan transferase peptidil, dari mengikatkabn asam aminobke TRNA-peptidil
menjadi mengikat air. Reaksi ini melepaskan gugus karboksil rantai polipeptida
yang sedang tumbuh dari ikatannya dengan molekul tRNA. Dengan demikian
rantai polipeptida segera dilepas ke sitosol, sedangkan robosoma meninggalkan
mRNA, dan segera terurai menjadi subunit besar dan kecil Gambar 5.5).

132
Gambar. 5.5. Diagram Proses Berhentinaya Sintesis Protein
(Bruce Alberts et al., 1989. Molecular Biology of the Cell)

Kodon-kodon yanh terdapat pada sebuah MRNA, dapat diterjemahkan


oleh beberapa buah ribosoma dengan tRNAnya. Penerjemahan ini berlangsung
dengan beruntun, sehingga terbentuklah untaian ribosoma, yang disebut
poliribosoma atau polisoma. Perlu diingat bahwa dari sebuah tRNA hanya
terbentuk satu jenis polipeptida.

133
Gamabar. 5.6. Diagram Suatu Poliribosoma atau Polisoma
(Bruce Alberts et al., 1989. Molecular Biology
of the Cell)

C. SINTESIS PROTEIN
Sintesis protein tidak lain merupakan proses penerjemahan kodon-kodon
pada mRNA menjadi pilpeptida. Proses ini sangat rumit, melibatkan berbagai
jenis komponen sel. Namun bagaimanapun juga, yang berperan penting dalam
proses ini adalah sandi genetic (kode genetik) dan dikuatkan oleh molekul tRNA
yang berperan sebagai adaptor.

Ribosom & sintesa protein

Sebagai material genetik, asam nukleat terdiri dari dua macam yaitu DNA dan RNA. Jelaskan!
Jelaskan perbedaan utama antara DNA dan RNA!

Gamabar 5.7. Ribosom dan Sintesis Protein

134
1. Peranan tRNA Dalam Proses Penerjemahan
Terdapat berbagai jenis molekul tRNA di dalam setiap sel. Mereka
dibedakan satu terhadap yang lain oleh susunan nukleotidanya. Ditinjau dari segi
fungsional, setiap tRNA dibedakan oleh kekhasannya untuk mengikat salah satu
asam amino yang terlibat dalam proses sintesis protein. Contoh : tRNA tir, khusus
untuk tirosin, tRNAgli khusus untuk glisin, dan seterusnya. Terdapat lebih dari
sebuah molekul tRNA untuk sebuah asam amino.
Setiap molekul TRNA mampu membentuk ikatan kovalen dengan asam
aminonya dengan cara pemuatan atau aminoasilase. Asam amino ini terikat pada
ujung lengan aseptor (penerima) TRNA. Proses aminoasilasi dipantau dan diatur
oleh sintesis tRNA-amilnoasil. Setiap asam amino memiliki satu tRNA-aminoasil.
Langkah pertama proses aminoasilasi adalah mengaktifkan asam amino yang
gugus karboksilnya berikatan dengan asam adenilat yang berasal dari ATP.
Molekul intermedia ini tetap terikat pada enzim sampai asam adenilat diganti
dengan molekul TRNA membentuk tRNA-aminoasil dan AMP. Kekhasan
aminoasolasi merupakan fungsi dan sintetasu tRNA-aminoasil, yang mempu
mengenali asam amino yang tepat maupun tRNA yang setara dengannya.
Setelah asam amino terikat pada bagian aseptor tRNA, molekul tRNA
yang telah memuat asam amino ini, harus menyempurnakan ikatan mRNA dan
polipeptida dengan jala mengikatkan ke penyandi yang tepat. Untuk mengenali
penyandi (kodon) ini merupakan tugas lengan anti kodon tepatnya trinukleotida
yang disebut antikodon. Trinukleotida ini merupakan komplemen dari kodon, oleh
karena itu dapat mengikatnya dengan pasangan bebas.
Ribosome and its function in protein
synthesis

Gambar 5.8. Peranan Ribosom Dalam Sintesis Protein

135
2. Mekanisme Sintesis Protein
Proses sintesis protein dibagi menjadi tiga tahap yaitu : pemrakarsaa
(inisiation), pemanjangan (elingation) dan penghentian (termination). Ketiga
tahapan ini berlangsung bersinambungan. Sebagai contoh digunakan
penerjemahan atau sintesis protein pada E. coli yang mudah dipahami.

3. Pemrakarsaan
Awal dari proses pemrakarsaan adalah menempelnya ribosoma subunit
kecil ke molekul mRNA. Perlu diingat bahwa ribosoma apabila tidak terlibat
dalam proses sintesis protein, di dalam sitosol selalu tersepai menjadi subunit
besar dan subunit kecil. Menempelnya subunit kecil pada mRNA tidak pada
sembarang tempat, melainkan pada tempat khusus sebelum kodon pemrakarsa
dari gen yang akan disalin. Tempat khusus ini disebut pengikat ribosoma, yang
pada E.coli mempunyai urutan 5”- AGGAGGU-3” dan disebut urutan shine-
delgarno. mRNA sel eukaryote tidak mempunyai tempat pengikat ribosoma yang
setara dengan urutan Shine-Dalgarno, sebagai gantinya mereka memiliki struktur
tudung. Struktur inilah yang dikenal oleh robosoma subunit kecil sebagai tempat
pengikatnya.
Setelah terikat pada tempatnya, rhibosoma bergeser kearah 3” sampai
bertemu dengan kodon AUG. Kodon inilah yang menjadi kodon pemrakarsa pada
proses penerjemahan.
Penerjemahan dimulai apabila tRNA yang telah memuat asam amino
berpasangan dengan kodon pemrakarsa yang terletak disubunit kecil ribosoma.
Asam amino yang terdapat pada tRNA pemrakarsa ini adalah metionin, metionin
merupakan asam amini yang disandi oleh AUG. Pada bacteria, tetapi tidak pada
sel eukaryote, metionin ini diubah menjadi N-formilmetionin atau fmet dengan
jalan subsitusi gugus formil. Substitusi ini merintangi gugus amino sedemikian,
sehingga tidak dapat membentuk ikatan peptide. Olek karena itu, polimerisasi
dapat berlangsung hanya kearak karboksil. Struktur yang terbentuk, yang
mencakup mRNA, ribosoma subunit kecil, dan tRNA fmet disebut kompleks
pemrakarsaan. Selain kompleks, pemrakarsaan, masih terdapat beberapa jenis
protein sitosolik yang terlibat dalam prosespenerjemahan ini. Protein-protein itu
berupa ensim dan factor pemrakarsa (initiation factor = IF). Pada E.coli terdapat
136
IF yaitu IF1, IF2,dan IF3. IF1, dan IF3 bertanggung jawab untuk penyampaian
ribosoma menjadi subunit besar dan subunit kecil, selain IF3 juga terlibat pada
pengenalan tempat pengikat ribosoma. IF2 berperan pada penempelan tRNA
pemrakarsa dan juga membantu terikatnya molekul GTP ke kompleks
pemrakarsaan.molekul GTP ini memberi tenaga untuk penerjemahan langkah
berikutnya. Pembentukan kompleks pemrakarsaan pada sel uekaryota berlangsung
lebih rumit. Palinh sedikit 9 buah IF terlibat pada psoses pembentukan kompleks
pemrakarsaan, salah satu yang penting yaitu protein pengikat tudung.

Gambar 5.9. Langkah-Tangkah Tahap Pemrakarsan; Pembentukan


Pemrakarsan

137
4. Pemanjangan Rantai Polipeptida
Setelah kompleks pemrakarsaan terbentuk, ribosoma subunit besar
menempel pada ribosoma subunit kecil. Proses penempelan ini memerlikan
hidrolisis molekul GTP yang terkait pada kompleks pemrakarsaan dan
menghasilkan dua tempat yang berbeda serta terpisah. Tempat pertama disebut
tempat peptidil atau tempat P yang pada saat ini ditempati oleh tRNAfmet yang
tetap berpasangan basa dengan kodon pemrakarsa. Tempat aminoasil atau tempat
A terletak pada kodon kedua dari gen, yang pada saat ini kosong. Pemanjangan
mulai apabila tRNA yang mengikat asam amino yang tepat, masuk ke tempat A
dan berpasangan basa dengan kodon kedua. Kegiatan ini memerlukan factor
pemanjang (elongation factor) RF-Tu dan EF-Ts. GTP diperlukan sebagai
penghasil teanaga.
Setelak kedua buah tempat ribosoma terisi oleh tRNA yang bermuatan
asam amino, dan kedua asama amino ini berada sangat berdekatan, terjadilah
ikatan peptida antara gugus karboksil dan fmet dengan gugus amin dari asam
amino kedua. Reaksi ini menggunakan katalisator ensim tranferase peptidil, yang
kemunkinan merupakan kombinasi beberapa jenis protein ribosomal. Transferase
peptidil bekerja sama dengan ensim deasilase-TRNA, yang memutuskan ikatan
tRNA dengan fmet. Hasil dari keseluruhan proses ini adalah dipeptida yang terikat
pada TRNA yang berada di tempat A. Langkah berikutnya , ribosoma bergeser
sepanjang mRNA sedemikian, sehingga dari tempat P dan tempat A kosong lagi.
tRNA yang bermuatan asam amino ketiga sekarang masuk ketampat A, dan
terulanglah semua kegiatan yang terjadi sebelumnya. Setiap daur pemanjangan
memerlukan hidrolisis sebuah molekul GTP dan diatur oleh factor pemanjangan
ke 3 yaitu EF-G.
Ribosoma subunit kecil kedua dapat menempel pada mRNA, setelah
beberapa daur pemanjangan, demikia seterusnya sehingga terbebtuk polisoma.

138
Gambar 5.10. Langkah-langkah pada Tahap Pemanjanagan

139
5. Penghentian
Penerjemahan akan berhenti apabila kodon penghenti (UAA, UAG, atau
UGA) masuk ketempat A. tidak ada molekul tRNA satupun yang memiliki
antikodon yang dapat berpasangan basa dengan kodon-kodon penghenti. Sebagai
ganti molekul tRNA, masuklah factor pembebas (release factors) RF ke tempat A.
factor ini bersama-sama dengan molekul GTP, melepaskan rantai polipeptida
yang telah usai dibentuk dari tRNA yang terakir. Ribosoma tersepai menjadi
subunit kecil dan besar serta kembali ke sitosol untuk kemudian memulai lagi
penerjemahan baru.

Penyepaian ribosom
menjadi subunit kecil
dan besar

Gambar 5.11. Langkah-langkah pada Tahap penghentian


140
III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ribosoma yang terdiri dari molekul-molekul protein dan rRNA berperan
sangat penting dalam, proses sin tesis protein. Ribosoma yang terdiri dari
molekul-molekul protein dan rRNA berperan sangat penting dalam, proses sin
tesis protein.
Sintesis protein tidak lain merupakan proses penerjemahan kodon-kodon
pada mRNA menjadi pilpeptida. Proses ini sangat rumit, melibatkan berbagai
jenis komponen sel. Namun bagaimanapun juga, yang berperan penting dalam
proses ini adalah sandi genetic (kode genetik) dan dikuatkan oleh molekul tRNA
yang berperan sebagai adaptor.
Proses sintesis protein dibagi menjadi tiga tahap yaitu : pemrakarsaa
(inisiation), pemanjangan (elingation) dan penghentian (termination). Ketiga
tahapan ini berlangsung bersinambungan

B. LATIHAN SOAL
1. Jelaskan secara singkat peranan ribosom dalam sintesis protei!
2. Jelaskan peranan tRNA dalam proses penerjemahan!
3. Proses sintesis protein dibagi menjadi tiga tahap yaitu: pemrakarsaa
(inisiation), pemanjangan (elingation) dan penghentian (termination). Jelaskan
ketiganya!

DAFTAR PUSTAKA

Albert, B.,Dennis Bray, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and James D.
Watson, 1989, Molecular Biology of The Cell, Gerland Publishing, New
York.
Campbell, N.A., J.B. Reece., L.G. Mitchell, 2000, Biologi I Edisi Kelima,
Erlangga, Jakarta.

Sheler, P., and Donald E. Bianchi., 1983, Cell Biology Strukture, Bohemistry, and
Fungtion, Jhon Wiley & Sons, New York.

Issoeganti, 1993, Biologi Sel, Dirjen DIKTI, Jakarta.

141
BAB VI
ORGANELA PEMBANGKIT TENAGA

I. PENDAHULUAN
Organel pembangkit tenaga adalah mitokondria dan kloroplas.
Mitokondria merupakan organel memiliki membran ganda. memiliki DNA
sendiri, dan tempat produksi energi. Respirasi seluler terjadi di mitokondria untuk
menghasilkan energi yang digunakan sel.
Mitokondria pertama-tama ditemukan dan diisolasi dari sel jaringan otot
serangga sekitar tahun 1850 oleh Kollicker, kemudian dipelajari kelakukan
osmotiknya di dalam pelbagai larutan garam. Koliicker berkesimpulan bahwa
granula tersebut adalah struktur bebas dan tidak langsung berhubungan dengan
struktur sitoplasmik lainnya. Benda mengenalkan istilah mitokondrion (Yunani :
mito = benang + chondrion = granula) untuk granula ini, karena kenampakan
granula ini menyerupai benang jika dilihat dengan mikroskop cahaya. Dalam
tahun 1900 Michaelis mengenalkan penggunaan zat warna supravital Janus green
B, yang mewarnai secara khas mitokondria dan tidak mewarnai komponen sel
yang lain, dan menunjukkan bahwa reaksi oksidatif dalam mitokondria
menyebabkan perubahan warna zat tersebut. Janus green B masih sering
digunakan sebagai tanda histokimiawi mitokondria.
Ukuran dan bentuk mitokondria, seperti halnya jumlahnya di dalam sel,
bervariasi menurut jaringannya dan menurut keadaan fisiologik sel. Kebanyakan
mitokondria berbentuk jorong, dengan diameter antara 0,5 dan 1,0 um dan
panjang sampai 7 um. Biasanya makin kecil mitokondria dalam suatu sel makin
besar ukuran organela tersebut. Pada banyak mikrograf elektron, mitokondria
kelihatan berbentuk halter atau raket. Bentuk semacam ini mungkin menunjukkan
proses pembelahannya, jadi mitokondria mengadakan proliferasi.
Kloroplast adalah plastida yang berwarna hijau, umumnya berbentuk
lensa, terdapat di dalam sel tumbuhan lumut (Bryophyta), paku-pakuan
(Pteridophyta), dan tumbuhan berbiji (Spermatophyta). Garis tengah lensa
tersebut 2-6 um, sedangkan tebalnya 0,5-1,0 um. Jika dilihat dengan mikroskop
cahaya dengan perbesaran yang paling kuat, kloroplast sering kelihatan berbentuk
butir. Bagian-bagian yang kelihatan berwarna tua disebut grana, sedangkan
142
bagian-bagiannya yang berwarna lebih muda disebut stroma. Secara umum suatu
sel mesofil daun mengandung 30-500 butir kloroplast yang berbentuk cakram atau
gelendong. Bentuk kloroplast yang beraneka ragam ditemukan pada ganggang
(alga). Kloroplast berbentuk jala ditemukan pada Cladaphora, berbentuk pita
spiral pada Spirogyra, sedangkan bentuk bintang pada Zygnema.

II. PENYAJIAN MATERI


A. MITOKONDRIA
1. Struktur Ultra Mitokondria
Mitokondria ukurananya sangat kecil, maka strukturnya tidak dapat dilihat
dengan mikroskop cahaya. Model mitokondria kontemporer dibuat berdasarkan
pengamatan dengan mikroskop elektron transmisi. Mitokondria diliputi oleh
selaput rangkap disebut selaput dalam dan selaput luar. Selaput dalam membagi
ruangan organela dalam dua bagian: matriks yang berisi cairan seperti gel yang
diliputi selaput dalam dan ruang antar selaput yang berisi cairan encer. Matriks,
ruang antar selaput, selaput luar dan selaput dalam mengandung bermacam-
macam enzim. Matriks mengandung sejumlah enzim siklus Krebs (siklus asam
trikarboksilat) garam dan air. Benang DNA berbentuk sirkuler terdapat didalam
matriks demikian pula ribosoma (Gamabar 6.1)

Gambar 6.1. Struktur Mitokondria

143
Gambar 6.2. Trimarta Mitokondria

Sejumlah inklus juga ditemukan di dalam matriks mitokondria dari


pelbagai macam sel. Ruang antar selaput mengandung beberapa enzim tetapi
biasanya tidak mengandung inklusi berbentuk zarah.
Selaput dalam dan selaput luar berbeda dalam struktur dan fungsinya.
Walaupun pengukuran yang akurat terhadap tebal selaput-selaput tersebut sangat
sulit, karena berbagai fiksatif menyebabkan pembengakakan yang berbeda-beda,
selaput dalam kelihatan lebih tebal (6,0-8,0 nm) daripada selaput luar (kira-kira
6,0 nm). Selaput dalam mempunyai area permukaan yang lebih luas karena
terlipat-lipat dan masuk ke dalam matriks. Tonjolan-tonjolan ini disebut krista
dan bervariasi dalam hal jumlah dan bentuknya. Dengan beberapa perkecualian,
krista mitokondria dalam sel hewan tingkat tinggi dapat hampir memotong
matriks. Biasanya krista terletak sejajar satu sama lain melintang terhadap sumbu
panjang mitokondria, tetapi dalam pelbagai macam sel arah krista membujur, atau
membentuk susunan bercabang-cabang.
Pada protozoa dan banyak tumbuhan, krista membentuk suatu perangkat
buluh-buluh yang mengarah ke dalam matriks dari segala arah, kadang-kadang
teranyam dalam pelbagai arah. Jumlah krista dapat bertambah atau berkurang,
tergantung pada derajat aktivitas aerobik. Sel-sel pada jaringan aerobik yang

144
menghasilkan sejumlah besar ATP, umumnya mengandung mitokondria dengan
krista yang berkembang.
Susunan protein dan lipida pada selaput luar dan selaput dalam
mitokondria telah dipelajari secara mendalam. Secara kimiawi kedua selaput itu
berbeda kualitatif dan kuantitatif satu sama lain serta berbeda pula dengan selaput
sitoplasmik yang lain. Selaput dalam sangat lebih kaya akan protein daripada
selaput luar, sedangkan protein itu sendiri terletak lebih dalam pada selaput.
Selaput luar mengandung dua sampai tiga kali lebih banyak testolipida daripada
selaput dalam dan mengandung sebagian besar kolesterol selaput. Di lain pihak
selaput dalam kaya akan kardiolipin. Perbedaan-perbedaan antara kedua selaput
itu juga terlihat pada kenampakan pengelupasan beku pada permukaan-permukaan
E dan P.
Permukaan belahan P (PF) selaput luar mengandung lebih dari tiga kali
jumlah zarah permukaan belahan E (EF). Sebaliknya EF pada selaput dalam
mengandung zarah hampir sama banyak dengan PF pada selaput luar, sedangkan
PF pada selaput dalam mengandung zarah dua kali lebih banyak daripada EF-nya.
Kelihatan adanya aktivitas enzimatik yang besar pada permukaan yang
menghadap matriks pada selaput dalam.
Kebanyakan protein pada selaput mitokondria adalah enzim yang
mengkatalisis reaksi kimia yang berhubungan dengan respirasi. Pada selaput
dalam melekat banyak zarah berbentuk bulat dengan diameter 8,0-9,0 nm, disebut
bola-bola selaput dalam, pertama kali diuraikan oleh Fernandez-Moran dalam
tahun 1962. Bola-bola ini diidentifikasi sebagai tempat utama proses fosforilasi
oksidatif dan transpor elektron disebut oksisoma.
Tiap krista dibentuk dengan melipatnya selaput dalam mitokondria. Kajian
dengan teknik pengelupasan beku menunjukkan bahwa diantara kedua lapisan
selaput tersebut hanya terdapat sedikit ruang atau sama sekali tidak ada
ruangannya. Kedua lapisan tersebut kelihatan membentuk suatu struktur tunggal
yang mengandung protein globular besar dengan diameter kira-kira 15 nm, dan
sejumlah kecil lipida pada permukaan matriks. Sjostrand menyatakan bahwa
tonjolan selaput krista melekat pada selaput dalam dengan adanya sebuah atau dua

145
buah tangkai atau pedukulus dan tidak timbul sebagai lipatan yang berbentuk
papan.
Antara selaput luar dan selaput dalam juga terdapat perbedaan nyata dalam
permeabealitas. Selaput luar bersifat permeabel bagi sejumlah besar bahan yang
mempunyai berat molekul sampai kira-kira 5000 dalton. Jika cairan yang berasal
dari ruang antar selaput di isolasi, cairan tersebut kelihatan seperti komponen
sitosol yang mempunyai berat molekul kecil dan larut dalam air. Selaput dalam
mempunyai permeabilitas terbatas, terutama terhadap bahan-bahan yang
mempunyai berat molekul di atas 100-150 dalton. Beda dalam permeabilitas
antara kedua selaput dapat digunakan untuk memisahkan selaput luar dan selaput
dalam.

2. Jenis dan Lokasi Enzim


Berbagai jenis enzim terdapat di dalam mitokondria dengan lokasi
tertentu. Selaput luar : monoamin oksidase, tiokinase asam lemak, kinurenin
hidroksilase, sitokrom c reduktase yang rotenon-intensif. Ruang antar selaput :
adenilat kinase, nukleosida difosfokinase. Selaput dalam : enzim-enzim rantai
respirasi, enzim pada sintesis ATP, dehidrogenase asam a-keto, dehidrogenase
suksinat, D-B hodroksi dehidrogenase butirat transferase asam lemak karnitin.
Matriks : kompleks dehidrogenase piruvat, sintetase sitrat, dehidrogenase isositrat,
fumarase, dehidrogenase malat, akonitase, dehidrogenase glutamat, dan enzim-
enzim oksidasi, asam lemak.

3. Fungsi
Mitokondria mempunyai banyak fungsi metabolik di dalam sel, termasuk
fase-fase yang menghasilkan tenaga pada metabolisme karbohidrat dan lemak
(yang disebut respirasi), sintesis ATP, dan sintesis porifirin.

146
B. KLOROPLAST
1. Struktur Ultra Kloroplast
Mikrograf elektron tentang kloroplast yang mula-mula dipublikasikan di
Jerman dalam tahun 1840, termasuk gambaran mengenai grana, dan selanjutnya
dinyatakan bahwa grana mengandung lapisan-lapisan dalam yang sangat tipis.
Kajian lebih lanjut sesudah perang dunia II memberikan kepastian mengenai
adanya lapisan-lapisan tersebut, tetapi pada waktu itu timbul kecurigaan
kemungkinan adanya pengaruh prosedur pembuatan sediaan yang menyebabkan
morfologi tersebut. Hasil yang diperoleh dari pembuatan grana dengan cahaya
terpolarisasi, dan gambaran sayatan ekstra tipis kloroplast menghilangkan
kecurigaan tersebut. Sub struktur grana yang berlapis-lapis kelihatan tersusun dari
selaput dengan tebal sama (7-9 nm) dengan selaput plasma umumnya. Selain itu,
terlihat bahwa tidak hanya grana yang berupa selaput, tetapi grana dihubungkan
oleh selput yang melewati stroma.
Banyak ahli yang berminat untuk meneliti susunan 3 dimensi selaput yang
terdapat di dalam kloroplast. Ada suatu istilah penting yang digunakan secara
umum diajukan Menke dalam tahun 1960. Istilah tersebut adalah tilakoid, yang
digunkan dari masa ke masa, yang mempunyai arti daerah-daerah seperti kantong
pipih dan tertutup pada sistem selaput.
Salah satu dari rekonstruksi awal menunjukkan bahwa grana adalah
tumpukan grana adalah tumpukan cakram yang berongga, seperti cakram
berbentuk sisterna bundar pipih, tidak seperti sisterna pada diktiosona. Cakram
tersebut lebih simetris dan yang satu ada di atas yang lain dalam susunan yang
lurus, memberikan bentuk silindris pada grana. Rekonstruksi ini menunjukkan
bahwa grana di dalam kloroplast dihubungkan satu sama lain oleh cakram-cakram
pipih dan besar (tilakoid) terdapat di antara cakram-cakram granum dan meluas
dari granum yang satu ke granum yang lain di seluruh kloroplast. Kekurangan
model ini adalah bahwa ruang-ruang yang tertutup dalam cakram tidak
mempunyai hubungan satu sama lain.

147
Gambar 6.3. Struktur Kloroplast

Banyak ahli yang berminat untuk meneliti susunan 3 dimensi selaput yang
terdapat di dalam kloroplast. Ada suatu istilah penting yang digunakan secara
umum diajukan Menke dalam tahun 1960. Istilah tersebut adalah tilakoid, yang
digunkan dari masa ke masa, yang mempunyai arti daerah-daerah seperti kantong
pipih dan tertutup pada sistem selaput.
Salah satu dari rekonstruksi awal menunjukkan bahwa grana adalah
tumpukan grana adalah tumpukan cakram yang berongga, seperti cakram
berbentuk sisterna bundar pipih, tidak seperti sisterna pada diktiosona. Cakram
tersebut lebih simetris dan yang satu ada di atas yang lain dalam susunan yang
lurus, memberikan bentuk silindris pada grana. Rekonstruksi ini menunjukkan
bahwa grana di dalam kloroplast dihubungkan satu sama lain oleh cakram-cakram
pipih dan besar (tilakoid) terdapat di antara cakram-cakram granum dan meluas

148
dari granum yang satu ke granum yang lain di seluruh kloroplast. Kekurangan
model ini adalah bahwa ruang-ruang yang tertutup dalam cakram tidak
mempunyai hubungan satu sama lain.
Sementara itu, ditemukan bahwa selaput yang menghubungkan grana lebih
rumit, tidak hanya berupa cakram sederhana yang meluas ke arah lateral. Salah
satu dari kerumitan tersebut adalah bahwa selaput itu mempunyai perforasi,
seperti halnya dengan sisterna retikulum endoplasma. Derajat perforasi kelihatan
bervariasi. Pada pelbagai jenis tumbuhan mungkin hanya sedikit, tetapi pada
jenis-jenis yang lain perforasi sangat besar hingga permukaan selaput tereduksi
menjadi saluran-saluran selaput dari granum ke fret. Selaput inter granum
semacam ini disebut fret (ukiran ornamental). Interprestasi lebih jauh adalah
bahwa fret dengan adanya percabangan dapat menghubungkan cakram-cakram
dalam suatu granum. Di sini ruang internal atau lokulus suatu cakram
dihubungkan lewat fret dengan ruang internal cakram yang lain.
Hubungan antara struktur sistem selaput pada kloroplast dengan fungsinya
dapat diterangkan sebagai berikut. Area permukaan selaput yang luas sangat
menguntungkan, mengingat bahwa sistem foto I dan II terjadi pada selaput; lebih
luas permukaan tersebut lebih banyak tenaga cahaya dapat diambil. Selain itu,
ketergantungan reaksi gelap dalam stroma terhadap reaksi cahaya pada selaput.
Selaput menghasilkan ATP dan NADPH2 dan substansi ini harus dipindahkan ke
tempat substansi itu digunakan ialah ke dalam stroma. Juga prazatnya ADP, fosfat
anorganik, dan NADP (bentuk teroksidasi dari NADPH2) harus dipindahkan dari
stroma ke tempat berlangsungnya reaksi cahaya.
Arsitektur sistem selaput kloroplast harus di pandang sebagai kompromi
yang dapat diterima antara efisiensi maksimum aktivitas fotokimia dengan
keharusan untuk memberikan komunikasi yang baik ke stroma. Tanpa melihat
biokimia produksi ATP dan NADPH 2 mudah untuk mengatakan bahwa kedua
substansi ini dapat timbul dengan cara bermacam-macam. Prazat (ADP dan
NADP) harus dibawa ke tempat-tempat tenaga cahaya dan gaya mereduksi
diproduksi, atau molekul yang mobil harus memberikan tenaga ke tempat prazat
tersedia. Di suatu pihak ADP dan/atau NADP dapat melewati selaput tilakoid dan
berdifusi ke dalam ruang intra-tilakoid ke tempat-tempat yang cocok. ADP dan

149
NADP dapat tinggal di dalam stroma, sedangkan ATP dan NADPH 2 dibentuk
pada permukaan batas antara tilakoid dan stroma. Suatu bentuk tempat tenaga
dapat diberikan pada interface ini terdiri dari proton, diberikan ke dalam ruangan
intra tilakoid selama terjadinya reaksi cahaya. Setelah berdifusi melalui saluran-
saluran fret, akan terjadi gradien konsentrasi proton antara stroma dan ruangan
internal dan ini dapat menyebabkan berlangsungnya fotofosforilasi.
Gambaran struktur yang sangat sukar diinterprestasi adalah hubungan
yang dekat antara cakram-cakram granum. Suatu antara yang sempit dapat terlihat
antara selaput cakram tetapi dengan penggunaan zat warna tertentu, atau dengan
prosedur yang mengawetkan bahan lipida dalam spesimen antara tersebut
cenderung diisi oleh bahan yang kaya elektron. Struktur komposit tersebut (2
membran cakram dan bahan di antaranya) dinamakan batas (partition) antara
lokuli cakram yang berdekatan.
Telah diadakan pemikiran untuk menentukan model yang umum bagi
arsitektur molekuler selaput plasma. Dalam kebanyakan keadaan, selaput
kloroplast dikecualikan karena susunannya yang khusus. Bagian-bagian yang
membedakan antara selaput kloroplast dengan selaput plasma yang lain adalah
adanya pigmen fotosintesis. Rantai fitol yang melekat pada cincin porifirin pada
tiap molekul klorofil dan karontenoid adalah hidrokarbon. Senyawa ini mungkin
masuk ke dalam struktur pada bagian lipida pada selaput kloriplast, barangkali
menggantikan sebagian dari lipida yang terdapat dalam jumlah besar pada plasma
yang lain, tetapi terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada selaput kloroplast.
Kebanyakan dari lipida pada selaput yang tidak selaput berpigmen adalah
molekul-molekul yang ekstrin polar dengan pengelompokan kimiawi yang
khusus, seperti 1 atau 2 unit galaktosa (galaktolipid) yang terikat pada bagian
yang larut dalam air.
Sukar untuk memperoleh bayangan yang menunjukkan struktur 3 lapisan
gelap-terang-gelap pada selaput kloroplast, kecuali jika di gunakan kalium
permanganat sebagai fiksatif atau sebagai zat warna. Irisan ultratipis dapat
memberikan tipe arsitektur yang sangat berbeda, selaput kloroplast
diinterprestasikan sebagai lembaran datar yang mengandung sub unit yang sedikit
banyak berbentuk globular, masing-masing mempunyai diameter yang sama

150
dengan tebal membran ialah 7-9 nm. Model ini mendapat kritik karena unit-unit
sekecil ini tidak akan dapat dilihat dengan dasar bahwa sayatan untuk pengamatan
dengan mikroskop elektron transmisi mempunyai tebal kira-kira 10 kali diameter
subunit tersebut. Suatu metode alternatif yang sama dengan metode konvensional
adalah dengan penyayatan ultra tipis, dan membuat kerusakan yang mungkin
timbul selama fiksasi dan dehidrasi dalam keadaan minimal. Jika proses fiksasi
dan dehidrasi sangat diperpendek, akan terlihat salaput yang amat tebal. Dengan
memperpanjang proses tersebut selaput akan dipertipis hingga dimensi yang
umum. Subunit dari ukuran yang beraneka ragam kelihatan pada selaput yang
diberi perlakuan tersebut. Sukar untuk menginterprestasi pelbagai gambaran yang
diperoleh, jika digunakan variasi pada metode sayatan ultra tipis. Lebih sukar lagi
untuk menghubungkan kenampakan sayatan dengan spesimen yang diproses
secara goresan beku, yang menghilangkan secara lengkap proses fiksasi dan
dehidrasi. Gambaran pada preparat goresan beku menunjukkan bahwa selaput
kloroplast adalah jauh lebih rumit daripada sekedar suatu perluasan sederhana
subunit globular yang terletak berdekatan satu sama lain. Pertama, zarah kelihatan
terletak pada matriks tanpa zarah dan halus mungkin mengandung lipida selaput.
Kedua, terdapat tipe zarah yang berbeda atau zarah dengan ukuran yang berbeda.
Ketiga, permukaan selaput terdeferensiasi secara regional, dengan populasi zarah
yang berbeda untuk area yang berbeda. Keempat, menjadi nyata bahwa mungkin
terdapat variasi yang besar dalam substruktur tilakoid diantara mikroorganisme.
Berbatasan dengan permukaan C adalah ruang antar cakram, ditengah
batas antara 2 cakram yang berurutan proses goresan curam termasuk
penghilangan lapisan es yang relatif tebal dari permukaan spesimen yang dipecah,
oleh karena itu membuka permukaan luar selaput yang terjadi langsung di bawah
bagian yang pecah, hanya tertutup oleh lapisan es yang tipis. Kedua permukaan
luar tersebut ditandai sebagai A dan D. Permukaan D mengikat ruangan
dalam,ialah lokuli cakram dan saluran fret. Permukaan A terdapat pada sisi yang
berlawanan pada selaput dan dibedakan atas dua area. Yang paling mudah
ditemukan adalah yang berhubungan dengan stroma kloroplast misalnya pada
bagian atas dan bawah ekstremitas granum atau pada fret ini diberi label A. Yang
kurang mudah ditemukan adalah permukaan A pada grana ialah permukaan yang

151
terletak bertolak punggung dalam partition. Permukaan A lebih sukar ditemukan
karena bidang pecahan cenderung meloncat langsung dari permukaan C ke
permukaan B yang berikutnya.
Tidak ada pecahan selaput sel yang lain yang menunjukkan zarah sebesar
zarah pada permukaan B pada selaput kloroplast. Ukurannya diperkirakan
bervariasi, dengan diameter 13-17 nm dan tinggi 8-9 nm. Variasi ini menunjukkan
populasi yang heterogen. Mungkin juga bahwa zarah yang kecil adalah pecahan-
pecahan zarah yang besar. Adanya zarah besar pada sisi lokular selaput
menyebabkan adanya pengembungan yang kelihatan jika permukaan D terbuka
oleh goresan curam. Pengembungan ini dapat diamati dengan diadakannya teknik
pencetakan bayangan sebelum proses goresan curam dijalankan, dan kedua
metode telah menunjukkan bahwa zarah yang besar kadang-kadang terletak dalam
deretan semikristalin pada selaput. Zarah tersebut juga dapat tersebar sebanyak
2000 partikel per um2 area selaput.
Permukaan C mempunyai zarah yang lebih kecil daripada permukaan B.
Zarah tersebut biasanya mempunyai diameter 9-12 nm, tetapi mungkin ada
variasi. Untuk tiap um2 jumlahnya dapat mencapai 4000. Karena ukurannya yang
kecil zarah tersebut tidak menyebabkan adanya penggembungan pada permukaan
luar selaput (permukaan A dan A’) yang karenanya relatif halus. Zarah lian
melekat pada bagian luar selaput dan kelihatan dengan goresan curam pada
permukaan A’. Zarah tersebut berukuran 10-11 nm, dan dapat diambil dari
permukaan selaput dengan mencucinya dengan larutan asam etilen diamin tetra
asetat. Mungkin zarah tersebut mirip dengan zarah pada permukaan B, tetpai yang
tersebut akhir ini tetap ada pada selaput yang dicuci.
Emerson dan Arnold dalam tahun 1932 menunjukkan bahwa unit
fotosintesis pasti ada. Pekerjaannya itu berdasarkan atas pengukuran jumlah
fiksasi karbondioksida dan produksi oksigen dengan adanya sinar cahaya yang
bervariasi dalam lama waktu, intensitas, dan intervalnya. Telah ditunjukkan
bahwa penggunaan tenaga cahaya lebih efisien, ialah bahwa tenaga cahaya yang
terbuang pada pelbagai kondisi. Pada efisiensi maksimum, tiap molekul
karbondioksida memerlukan untuk reduksinya paling sedikit 8 kuanta tenaga
cahaya. Jika jumlah seluruh molekul yang ada dibagi dengan jumlah molekul

152
karbondioksida yang diambil (pada efisiensi optimum) ternyata bahwa sekitar
2000 molekul klorofil diperlukan untuk menyusun suatu unit fungsional. Molekul
klorofil dalam unit, mengabsorbsi 8 kuanta tenaga elektromagnetik, dan
melewatkan tenaga melalui kedua deretan reaksi antaram, menyediakan tenaga
total yang diperlukan untuk mengadakan suatu reaksi. Jika reaksi terang dianggap
terpisah dari reaksi gelap berikutnya, maka unit tersebut bukannya perangkat
molekul diperlukan untuk penggunaan tenaga cahaya untuk menggiatkan satu
elektron, ialah 2000 dibagi dengan 8, atau 250 molekul klorofil. Ini merupakan
unit penghasil dan penyimpan cahaya yang berhubungan dengan satu pusat reaksi,
yang mampu memberikan satu elektron kepada molekul-molekul pembawa
elektron yang berhubungan dengan produksi ATP dan NADPH2.
Penggembungan pada permukaan D pada cakram granum dapat terlihat
dengan metode pembentuk bayangan. Jika area penggembungan diukur dan dibagi
dalam area total selaput, dapat diperkirakan bahwa tiap unit struktural
mengandung kira-kira 230 molekul klorofil, suatu jumlah yang mendekati jumlah
molekul klorofil yang terdapat dalam satu unit fotosintetik. Struktural dianggap
sama dengan fungsional. Unit tersebut dinamakan kuantosom.
Timbul pertanyaan apakah secara fungsional fret berbeda dengan cakram
dan apakah adanya batas pada grana mempunyai arti khusus. Dapatlah
dibandingkan antara fret dan grana atau antara tilakoid yang bertumpuk dengan
yang tidak pada ganggang dan tumbuhan tingkat tinggi. Fret dan grana dapat
diisolasi dari kloroplast dan diperbandingkan. Jawaban yang diperoleh adalah
bahwa fret dan selaput yang tidak bertumpuk menyelenggarakan aktivitas
fotosistem I, sedangkan grana menyelenggrakan aktivitas fotosistem I dan II. Jika
diferensiasi fungsional ini dikorelasikan dengan pengamatan struktural, zarah
besar pada permukaan B (kuantosom) kelihatan sebagai indikator aktivitas
fotosistem II yang terdapat baik pada grana maupun pada fret menunjukkan
aktivitas fotosistem I.

2. Fotosintesis

153
Hasil penelitian Van Niel menunjukkan bahwa fotosintesis berlangsung
dalam dua tahap, yaitu reaksi terang (fotolisis air) dan reaksi gelap (fiksasi CO2).

Gambar 6. 4 Tahapan Fotosintesis

a. Reaksi Terang
Pada reaksi terang terjadi pemecahan air, dalam hal ini sinar matahari
berperan sebagai sumber energi cahaya (fisis) yang diberikan kepada klorofil yang
diubah menjadi energi kimiawi yang disimpan dalam bentuk ATP dan NADPH.
Perubahan enegi cahaya (fisis) menjadi energi kimiawi terjadi melalui transfer
elektron secara bertahap. Proses pemindahan elektron ini disebut fosforilasi.
Reaksi terang meliputi dua proses yaitu fosforilasi siklik dan fosforilasi non siklik.

154
Gambar 8. 4 Fotofosforilasi

Pada fase cahaya, cahaya diabsorpsi oleh klorofil atau pigmen yang lain
yang terdapat di dalam tilakoid yang berbentuk selaput pada kloroplast. Tenaga
cahaya merangsang molekul, menginduksinya untuk memancarkan kembali
cahaya atau panas atau mentransfer tenaga ke molekul klorofil P700 atau P680.
Aktivitas klorofil P680 memetik reaksi fotosistem II yang menghasilkan ATP
dengan proses yang disebut fotofosforilasi nonsiklik dan berakhir dengan reduksi
P700. Absorsbi tenaga cahaya langsung mengaktivasi fotosistem I. Fotosistem ini
juga menghasilkan ATP (dengan proses fosforilasi siklik) atau reduksi NADP+
menjadi NADPH. ATP dan NADPH yang dibawa ke stroma pada kloroplast
digunakan dalam reaksi gelap.

Gambar 6. 5 Fotofosforilasi Non Siklik

155
Gambar 6. 6 Fotofosforilasi Siklik

2. Reaksi Gelap

Pembentukan karbohidrat terjadi pada reaksi gelap. Selama reaksi gelap


pada tumbuhan C3, CO2 difiksasi dengan pengikatan ke ribulose difosfat dan
seterusnya direduksi oleh NADPH. ATP berperan sebagai sumber tenaga untuk
reaksi endorgenik ini. Produk akhir adalah karbohidrat, biasanya dalam bentuk
gula, yang mungkin disimpan sebagaia amilum. Pada tumbuhan C4, CO2 mula-
mula difiksasi sebagai suatu asam 4-karbon dalam kloroplast pada sel mesofil
kemudian ditransfer ke sel sarung berkas pengangkut tempat terjadinya reaksi
siklus Calvin dan amilum disimpan.

Dalam penelitiannya Calvin menggunakan isotop 14 C dan hasilnya


menunjukkan bahwa fiksasi CO2 terjadi dalam suatu siklus yang dibagi dalam tiga
tahap:

a. Tahap I
Tahap awal ini merupakan penggabungan CO2 dengan senyawa organik
yang mengandung lima karbon (5C) yaitu ribulosa biphosphate (RDP). Hasil
penggabungan ini terbentuk senyawa organik 3C disebut asam phosphogyiserate
(PGA), dan pada tahap ini juga diperlukan air.

b. Tahap 2
Pada tahap ini terjadi reduksi PGA. Untuk reduksi digunakan hidrogen
dari NADPH2 dan energi dari ATP hasil reaksi terang. Hasil dari tahap 2 ini
adalah senyawa organik 3C yang disebut phosphate glyseraldehyde (PGAL) dan
air. Pada setiap siklus terbentuk 6 molekul PGAL.

c. Tahap 3
Dari keenam molekul PGAL, lima molekul kembali menjadi RDP dengan
melepas satu atom hidrogen. Tinggal satu molekul PGAL bergabung membentuk

156
satu molekul glukosa ( C6H12O6). Kemudian molekul glukosa bergabung
membentuk amilum (C6H12O5)n.

Gambar 6. 7 Siklus Calvin

157
Gambar 6. 7 Reaksi Fixasi CO2

Pada tumbuhan C-4 kloroplast trdapat baik pada sel-sel mesofil, maupun
pada sel-sel sarung berkas pengangkut, sedangkan pada tumbuhan C-3 (tumbuhan
siklus Calvin) sel-sel sarung berkas pengangkut tidak mengandung kloroplast.

158
Jika penampang lintang dan tumbuhan C-4 dilihat dengan mikroskop cahaya,
maka terlihat bahwa grana (tetapi bukan nutir amilum) terdapat dalam kloroplast
mesotil, sedangkan kloroplast sel-sel berkas pengangkut grana kecil atau tidak
ada, tetapi butir amilum berlimpah. Ini kelihatan misalnya pada daun Zea mays.
Pada beberapa jenis tumbuhan C-4 yang lain, kondisi agranal hanya pada daun.
Kloroplast dalam mesofil tidak mempunyai enzim ribulosa difosfat
karboksilase yang memfiksasi karbondioksida, sedamgkan yang terdapat dalam
sarung bekas pengangkut ada.
Sel-sel mesofil, walaupun tidak mempunyai ribulose difosfat
karboksilasem mempunyai sistem enzim alternatif untuk fiksasi karbondioksida.
Terdapat enzim fosfoenol piruvat karboksilase, dan diduga bahwa perananya
adalah menyediakan molekul karbondioksida sangat efisien, karena afnitasnya
untuk karbondioksida jauh lebih besar daripada afnitas ribulose difosfat
karboksilase. Fiksasi karbondioksida oleh fosfoenol piruvat karboksilase
menghasilkan asam organik yang mengandung 4 atom karbon (karena itu diberi
nama tumbuhan C-4). Banyak tumbuhan sukulen mengambil karbondioksida
dengan cara ini, tetapi tumbuhan C-4 mempunyai kemampuan tambahan, ialah
mengangkut asam-asam organik dari mesofil ke sarung berkas pengangkut untuk
metabolisme selanjutnya. Karena adanya lapisan bergabus pada dinding sarung
berkas pengangkut maka transpor ini mungkin bersifat simplastis. Setelah
mencapai kloroplast agranal yang mengandung ribulose difosfat karboksilase pada
sarung berkas pengangkut, karbondioksida dilepas dari asam organik dan akhirnya
difiksasi dan diproses dengan jalur Calvin (C-3) yang konvensional menghasilkan
amilum dan gula.
Efisiensi tumbuhan C-4 tidak hanya tergantung pada superioritasnya
dalam mengumpulkan karbondioksida dari atmosfer. Ada faktor tambahan yang
mungkin dominan. Tumbuhan C-3 tidak mampu menggunakan semua
karbondioksida yang tersedia, karena adanya fenomenon fotorespirasi. Proses
biokimiawinya belum diketahui secara lengkap, tetapi suatu faktor yang penting
adalah bahwa enzim ribulose difosfat karboksilase tidak selalu menghasilkan
prazat 3-karbon untuk gula. Jika kadar oksigen tinggi dan kadar karbondioksida
rendah, emzim tersebut menghasilkan sejumlah derivat 2-karbon asam glikolat.

159
Dalam bentuk ini karbon meninggalkan kloroplast, oksigen diambil dan karbon
dilepas sebagai karbondioksida.

III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada eukaryota, fotosintesis seperti reaksi pada mitokondria adalah
mengenai pembentukan ATP dan melibatkan transpor hidrogen dan elektron
dalam senyawa-senyawa seperti NADPH dan sitokroma. Kedua proses berbeda
dalam hal bahwa fotosintesis menggunakan cahaya dan bukan substrat kimia
sebagai sumber energi. CO2 dan air digunakan dan tidak dihasilkan,O2 dan
karbohidrat dihasilkan dan tidak dikonsumsikan. Reaksi keseluruhan:
Chy
6CO2 + 12 H2O (C6H12O6)n + 6O2 + 6 H2O
Kloroplas
Dapat dipecah ke dalam fase cahaya (terjadi fotolisis air) dan fase gelap
(terjadi fiksasi CO2). Pada fase cahaya, cahaya diabsorpsi oleh klorofil atau
pigmen yang lain yang terdapat di dalam tilakoid yang berbentuk selaput pada
kloroplast. Tenaga cahaya merangsang molekul, menginduksinya untuk
memancarkan kembali cahaya atau panas atau mentransfer tenaga ke molekul
klorofil P700 atau P680. Aktivitas klorofil P680 memetik reaksi fotosistem II yang
menghasilkan ATP dengan proses yang disebut fotofosforilasi nonsiklik dan
berakhir dengan reduksi P700. Absorsbi tenaga cahaya langsung mengaktivasi
fotosistem I. Fotosistem ini juga menghasilkan ATP (dengan proses fosforilasi
siklik) atau reduksi NADP+ menjadi NADPH. ATP dan NADPH yang dibawa ke
stroma pada kloroplast dikonsumsikan dalam reaksi gelap.
Selama reaksi gelap pada tumbuhan C3, CO2 difiksasi dengan pengikatan ke
ribulose difosfat dan seterusnya direduksi oleh NADPH. ATP berperan sebagai
sumber tenaga untuk reaksi endorgenik ini. Produk akhir adalah karbohidrat,
biasanya dalam bentuk gula, yang mungkin disimpan sebagaia amilum. Pada
tumbuhan C4, CO2 mula-mula difiksasi sebagai suatu asam 4-karbon dalam
kloroplast pada sel mesofil kemudian ditransfer ke sel sarung berkas pengangkut
tempat terjadinya reaksi siklus Calvin dan amilum disimpan.

160
Fungsi kloroplast adalah sebagai tempat fotosintesis. Lain-lain plastida
adalah kloroplast (yang memberi warna jingga atau kuning, terutama pada tajuk
bunga), amiloplas (yang berfungsi menghasilkan dan menyimpan amilum),
elailoplas (yang menghasilkan minyak atau lemak), proteinoplas (yang
menghasilkan protein).

B. LATIHAN SOAL
1. Gambarkan ultra struktur mitokondria lengkap dengan keterangan!
2. Uraikan secara singkat fungsi metabolik mitokondria di dalam sel!

3. Apakah kloroplas itu

4. Apakah fotosintesis itu ?


5. Uraikan secara singkat perbedaan antara respirasi dan fotosintesis!
6. Jelaskan dan sebutkan produk penting dari:
a. Fotofosforilasi
b. Fosforilasi siklin
c. Fosforilasi non siklik
7. Jelaskan perbedaan reaksi terang dengan reaksi gelap
8. Fiksasi CO2 terjadi dalam suatu siklus yang dibagi dalam tiga tahap, Jelaskan!

DAFTAR PUSTAKA

Albert, B.,Dennis Bray, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and James D.
Watson, 1989, Molecular Biology of The Cell, Gerland Publishing, New
York.
Campbell, N.A., J.B. Reece., L.G. Mitchell, 2000, Biologi I Edisi Kelima,
Erlangga, Jakarta.

Sheler, P., and Donald E. Bianchi., 1983, Cell Biology Strukture, Bohemistry, and
Fungtion, Jhon Wiley & Sons, New York.

Issoeganti, 1993, Biologi Sel, Dirjen DIKTI, Jakarta.

Thorpe, Neal O., 1984, Cell Biology, John Wiley & Son, New York.

161
BAB VII
SISTEM SELAPUT SITOPLASMIK

I. PENDAHULUAN

Sistem selaput sitoplasmik (selaput interna) diperlukan oleh sel-sel yang


berukuran besar. Selaput sel sendiri, tampaknya tidak mampu mencukupi
kebutuhan enzim yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan sel. Oleh karena itu
diperlukan selaput-selaput tambahan. Pada dasarnya selaput sitoplasmik ini
merupakan invaginasi maupun evaginasi berulang-ulang dari selaput sel. Namun,
sifat-sifat fisik maupun struktur molekularnya tidak tepat sama. selaput
sitoplasmik membagi sitoplasmamenjadfi beberapa ruangan (kompartemen)
yangditinjau dari segi fungsinya berbeda-beda. Ruangan-ruangan beserta selaput
pembatasnya disebut organela. Terdapat 7 buah organela pada sel hewan dan 8
buah pada sel tumbuhan. Empat diantara organela yang terdapat di dalam sel
dibicarakan bersama sebagai suatu sistem. Organela-organela tersebut adalah
retikulum endoplasma (RE), kompleks Golgi, lisoma, dan badan-badan
mikro.

II. PENYAJIAN MATERI


A. Retikulum Endoplasma (RE)
semua sel eukaryota mengandung RE. Organela ini bukan organela statis
dan dan mudah dikenali, melainkan merupakan komponen dari suatu sistem
selaput yang dinamis. Sistem selaput inin mencakup semua selaput organela yang
berada di dalam sel. Limapuluh persen dari semua selaput yang terdapat pada
sebuah sel adalah selaput RE (Tabel 7.1).
Selaput RE, merupakan lembaran untuk yang sangat berlipat-lipat,
mengelilingi sebuah ruangan yang disebut lumen RE atau sisterna RE yang
berbentuk libirintin. Volume sisterna RE hampir 10% volume sel (Tabel 7.2).

162
Tabel 7.1 Selaput Sitoplasmik Dua Jenis Sel Hewan (dalam %)

Jenis Selaput Hepatosit Asinus Pankreas


Selaput Sel 2 5
REG 35 60
REA 16 <1
Kompleks Golgi 7 10
Mitokondria
Selaput Luar 7 4
Selaput Dalam 32 17
Nukleus
Selaput Dalam 0,2 0,7
Lisosom 0,4 -
Peroksisoma 0,4 -

Tabel 7.2 Volume Beberapa Organela Hepatosit (dalam %) Dan Jumlahnya Di


Dalam Sebuah Sel

Organela/ruangan intrasel Volume Jumlah Per Sel


Sitosol 54 1
Mitokondria 22 1700
REG 9 1
REA + Golgi 6
Nukleus 6 1
Lisosoma 1 400
Peroksisoma 1 300

1. Struktur RE
Dari mikrigraf elektron terlihat bahwa, terdapat dua daerah RE yang
berbeda secara fungsional. Daerah ini diberi nama REG (retikulum endoplasma
granular) yaitu daerah yang permukaan sitosolik selaputnya ditempeli ribosoma,
dan REA yang secara fisik merupakan sebagian dari selaput yang sama, tetapi
pada permukaan sitosoliknya tidak terdapat ribosoma. Kedua daerah ini juga
berbeda dalam bentuk dan susunan. REG merupakan tumpukan kantung-kantung
pipih yang disebut sisterna, sedangkan REA berupa anyaman saluran-saluran
halus. Ribosoma tidak pernah dijumpai pada permukaan luminal selaput RE. Hal
ini menunjukan bahwa fungsi selaput RE tidak simetris. Perlu diingat, bahwa
tidak simetrisnya selaput RE bukan karena ada tedaknya ribosoma saja.

163
Mikrograf elektron dari sayatan tipis melalui RE, menunjukan bahwa
matra selaput RE lebih tipis dari pada selaput sel. Hal ini disebabkan karena
komposisi molekularnya. Perbandingan protein dangan lipida selaput RE lebih
tinggi dari pada selaput sel, selain itu kadar kolestrolnya lebih rendah dari pada
selaput sel. Hal ini menyebabkan sifat selaput RE lebih stabil dan kental. Namun,
perlu diingat bahwa rantai asam lemak fosfolipida selaput RE lebih pendek dan
banyak banyak yang tidak jenuh. Hal ini menyebabkan perpindahan kea rah
lateral lebih mudah dari pada selaput sel, sehingga selaput RE dinyatakan lebih
dinamis dari pada selaput sel.

RE:
Berhubungan dengan
membran nukeus
Berfungsi sebagai sistem
delivery internal sel
Dua tipe yaitu:
ER kasar: ditempeli oleh
ribosom tempat sintesis
protein
ER halus: tidak ada
ribosom, berfungsi
membuat lipid

164
Gambar 7.1. Retikum Endoplasmik
Analisis kimia selaput RE yang diisolasi dari hepatosit memberikan hasil
bahwa sebagian besar protein selaput RE berupa glikoprotein. Analisis lebih
lanjut menyatakan bahwa protein-protein itu berupa enzim-enzim dan rantai
molekul-molekul pembawa elektron. Enzim-enzim selaput ini sangat berfariasi,
antara lain: hidrolase, terutama glukosa -6-fosfatase dan nukleosida-fosfatase;
enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme asam lemak, sintesis
fosfolipida dan steroid; glikosiltransferase yang berperan sebagai katalisator
dalam proses sintesis glikolipida dan glikoprotein. Dua rantai pengangkut
elektron masing-masing diawali oleh sitokrom P450 dan sitokrom b5 yang dua-
duanya adalah suatu homoprotein.
Enzim terbanyak yang dijumpai di selaput RE adalah glukosa-6-fosfatase
(G-6-F). kegiatan enzim ini dapat ditunjukan secara in situ dengan menggunakan
teknik sitokimia. Dengan menggunakan teknik elektroforesis dapat diketahui
bahwa, molekul-molekul protein yang terdapat diselaput retikulum
sarkoplasmik kurang bervariasi dibandingkan dengan RE hepatosit. Padanya
hanya terlihat adanya 7 rantai polipeptida. Lima diantaranya merupakan protein
perifer, dua yang lain protein integral. Tiga diantara protein perifer terletak pada
permukaan sitoplasmik, sedangkan dua lainnya di permukaan luminal. Dua
protein ini mempunyai daya ikat terhadap ion Ca2+sangat kuat. Dua buah protein
integral yang terdapat di retikulum sarkoplasmik merupakan sebuah molekul
lipoprotein dan ATPase yang kegiatannya dipengaruhi oleh kadar ion Ca2+.
Membahas struktur RE tidak cukup membicarakan selaput saja, namun
perlu pula ditinjau sisternanya. Lumen RE berisi cairan akuosa, yang merupakan
larutan berbagai jenis protein. Jenis protein yang terdapat di cairan itu bervariasi
sesuai jenis sel, keadaan fisiologis, maupun individunya. sebagai contoh, RE
plasmosit berisi imunoglobulin, sisterena RE fibroblast berisi protokolagen dan
hidroksilase, sel B penkreas REnya berisi proinsulin, dan RE sel-sel asini
pankreasberisi hidrolase dan protein-protein yang mengandung unsure sulfat. Di

165
dalam sisterna RE hepatosit terdapat albumin yang terkandung di dalam serum
dan glikoprotein yang terdapat di darah.

1. RE dan Biosintesis
RE merupakan pusat biosintesis sel. Protein transmembran dan lipida dari
selaput RE, Golgi, lisosoma, selaput sel dan selaput organela yang lain, awal
sintesisnya berhubungan erat dengan selaput RE. Lagi pula, protein yang
disintesis dan direncanakan untuk berada di lumen RE, sisterna Golgi, lumen
lisosoma, maupun yang akan disekresikan, semula semua masuk ke dalam RE. Di
bagian ini akan dibahas sekilas beberapa biosintesis antara lain: biosintesis
protein, fosfolipida dan kolestrol, proses glikosilasi dan detoksifikasi.

2. Biosintesis Protein dan Glikosilasi


Butir-butir ribosoma yang menempel pada selaput RE, mensintesis rantai
polipeptida yang perpanjangannya tidak berada di sitosol melainkan menembus
selaput. Sebagian dari rantai polipeptida ini tetap berada di selaput menjadi
protein transmembran,bagian yang lain dilepas ke dalam sisterna RE. Polipeptida
atau protein transmembran dipruntukan bagi selaput sel atau selaput-selaput
organela lainnya, sedangkan protein-protein yang dituangkan ke dalam lumen RE
diperuntuk bagi organela-organela atau disekresikan. Protein-protein ini
dipindahkan dari sitosol ke RE dengan mekanisme yang sama.
Sintesis protein transmembran dan luminal,dilakukan oleh polisoma yang
menempel pada selaput RE. Penempelan polisoma pada selaput RE melibatkan
dua jenis reseptor. Reseptor pertama adalah resxeptor yang mengenali ribosoma
sub unit besar dengan rantai polipeptisidanya yang baru terbentuk. Reseptor jenis
ini mengikat robosoma pada selaput RE, sehingga memungkinkan terjadinya
perpindahan rantai polipeptida dari sitosol ke RE. Reseptor kedua, mengikat ujung
3‘ mRNA yang diterjemahkan, yang pada sel-sel eukaryota ditandai dengan poli
A.
Perpindahan rantai polipeptida ke dalam lumen RE, ditentukan oleh rantai
mRNA yang diterjemahkan, bukan oleh ribosomanya. Pada mRNA ini terdapat

166
kodon untuk polipeptida isyarat. penerjemahan ini berlangsung di sitosol, yang
didalamnya terdapat dua zarah pengenal isyarat (SRP = signal recognition
particle). SRP akan mengikat polipetida isyarat segera setelah polipeptida ini
terbentuk. Setelah polipetida isyarat terikat oleh SRP, yang terakhir ini segera
mengikat diri pada reseptornya yang terdapat di selaput RE.

Gambar 7.2. Bagan Alir Pemindahan Rantai Peptida dari Sitosol ke Lumen
1. selaput re, 2. protein celah, 3. pematahan peptida isyarat
4. peptida isyarat lepas, 5. rantai polipeptida memanjang, dan
menenbus selaput RE, 6. Rantai polipeptida lepas, 7. tempat
perlekatan ujung 3’ mRNA, 8. kodon penghenti, 9. ribosom terlihat
pada selaput RE, 10. kodon peptida isyarat, 11. kodon pemrakarsa,
12. ujung 5’ mRNA, 13. pemanjangan peptida isyarat.

Pada saat peningkatan ini, penerjemahan terhenti sejenak sampai


polipetida isyarat menembus selaput RE. Perpindahan rantai polipetida dari sitosol
ke suatu organela tidak selalu berlangsung bersama-sama dengan proses
penerjemahan, seperti yang terjadi pada RE. Perpindahan molekul protein dari
sitosol ke mitokondria, kloroplast, dan peroksisoma terjadi setelah molekul-
molekul itu selesai disintesis. proses ini melibatkan hidrolisis ATP yang terdapat
di sitosol. Tenaga yang terbentuk digunakan untuk mengurai lipatan molekul-
molekul protein yang akan dipindahkan. selain tenaga yang berasal dari ATP,

167
diperlukan tenaga tambahan untuk menyisipkan dan mendorong molekul protein
ke dalam lumen organela tersebut.

Gambar 7.3. Skema Melekatnya Ribosom Sub Unit Besar ke Selaput REG
1. Tempat A kosong; 2. Peptida isyarat terbentuk, 3. reseptor untuk SRP
(Bruce Alberts at al., 1989. Molecular Biologi of the Cell)

Gambar 7.4. Skema Pemindahan Molekul yang Terbentuk di Sitosol


ke Lumen RE
1.Peptida isyarat, 2. Dwilapis lipida, 3. protein pemompa Tenaga
(Bruce Alberts at al., 1989. Molecular Biologi of the Cell)

Sebagian besar protein yang berbeda di siterna RE sebelum dibawa ke


Golgi, lisosoma, selaput sel, atau ke ruang sel merupakan glikoprotein, yaitu
suatu molekul yang memiliki rantai sakharida. Rantai oligosakharida ini terdir

168
dari 14 buah monosakharida yang masing-masing barupa N-asetil-glukomasin,
manosa dan glukosa. Oligosakharida ini selalu terdapat berkaitan dengan gugus
NH2 residu asparagin dari sesuatu molekul protein, oleh karena itu disebut
oligosakharida terikat pada N atau oligosakharida terikat pada asparagin.
Perpindahan oligosakharidake molekul protein yang berada di RE dibantu oleh
enzim transmembran yang gugus aktifnya berada di permukaan luminal RE. Enzi
mini disebut glikosil transferase. Oligosakharida ini diikatkan ke residu
asparagin, segera setelah gugus itu berada di lumen RE. Prazat oligosakharida
yang berada di sitosol terikat pada molekul lipida khusus yang terdapat pada
selaput RE. Molekul ini disebut dolikol (dolichol). Pengikatan oligosakharida ke
dolikol berlangsung secaras bertahap, gula per gula diikatkan padanya, sebelum
dipindahkan ke protein yang berada di dalam lumen.

2. Biosintesis fosfolipida dan kolestrol


Selaput RE menghasilkan hampir semua lipida yang dipergunakan untuk
pembaruan selaput plasma, termasuk fosfolipida dan kolestrol. sebagian basar
fosfolipida yang disintesis adalah fosfatidilkolin yang disebut juga lesitin.
Fosfatidilkolin (FC) dibuat dari gliserol-fosfat dan kolin dalam tiga tahapan.
Molekul-molekul ini semula berada di belahan sitosolik dari dwilapisan lipida
selaput RE. Oleh adanya molekul protein pemidah yang disebut flipase di selaput
RE, PC dipindahkan ke belahan luminal selaput RE. perlu di ingat bahwa yang
mudah dipindahkan dari belahan sitosolik ke belahan luminal adalah PC,
sedangkan PS (fosfatidilserin), PE (fosfatidil etanol amin), dan PI (fosfatidil
inositol) tetap berada di belahan sitosolik.
RE juga menghasilkan kolesterol dan seramida. Seramida dibawa ke
Golgi, di sini menjadi prazat glikosfingolipida dan sfingomielin. Jadi dua jenis
molekul lipida ini dibuat Golgi. Mengingat bahwa enzim yang berperan sebagai
katalisator dalam proses ini berada di selaput Golgi belahan luminal, maka dua
jenis lipida ini tidak pernah berada di sitosol, atau selaput plsma yang mengarah
ke sitosol.
Sintesis kolestrol dari asam asetat berlangsung di selaput RE. Perubahan
kolestrol menjadi asam empedu dan hormon steroid, sesungguhnya merupakan

169
proses hidroksilasi yang melibatkan oksigen, NADPH, dan sitokrom P450. Di
dalam sel-sel penghasil hormon steroid, yang REAnya sangat berkembang,
simntesis kolestrol berlangsung pula ke selaput RE. Dari selaput RE, kolestrol di
bawa ke selaput-dalam selaput mitokondria, untuk diubah menjadi pregnenolon
yang merupakan zat hormon steroid. Pregnenolon kemudian dibawa kembali ke
RE, dan di sini dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat di selaput RE diubah
menjadi hormon steroid.

3. Detoksifikasi
Daerah RE yang tidak ditempeli ribosoma disebut retikulum endoplasma
agranular (REA). Sebagian besar sel, memiliki sedikit REA sejati, sebagai
gantinya terdapat REA yang sebagian daerahnya merupakan REA. Daerah seperti
ini disebut daerah peralihan, karena dari sinilah timbulnya vesikuli
pengangkut. Pada sel-sel khusus, terdapat REA dalam jumlah besar, REA ini
mempunyai peranan khusus pula. REA terutama terdapatv di dalam sel yang
memgang peran penting dalam metabolisme lipida., misalnya sel Leydig jaringan
intersisiel testis.
Heppatosit, yang merupakan tempat utama penghasil lipoprotein enzim-
enzimnya yang berperan dalam sintesis lipoprotein terletak di selaput REA. Selain
itu, pada selaput REA juga terdapat enzim-enzim yang berperan dalam proses
dfetoksifikasi. Enzim yang terlibat dalam proses detoksifikasi sebagian besar
adalah kelompok sitokrom P450. senyawa-senyawa yang berbahayadan bersifat
racun, dapat diubah menjadi tidak berbahaya. pengubahan atau proses
detoksifikasi ini berlangsung sebagian besar di hati, tetapi jugadapat terjadi di
usus, ginjal, paru-paru dan kulit. di dalam selaput RE sel dari organ-organ ini,
racun-racun yang sebagian besar terlarut dalam lipida dibuat tidak aktif oleh
serangkaian reaksi yang umumnya merupakan oksidasi. reaksi ini menggunakan
oksigen dan NADPH dengan bantuan katalisator NADPH-sitokrom P450- reduktase
dan sitokrom P450. Hasil reaksi ini merupakan senyawa yang mudah larut di dalam
air, sehingga mudah dibuang. Dalam proses detoksifikasi, REA menjadi lebih
berkembang dari pada REG.

B. KOMPLEKS GOLGI
170
Kompleks Golgi, berada dari RE yang terdiri dari sebuah ruangan yang
dikelilingi oleh selaput yang melipat-lipat, terdiri dari beberapa buah ruangan
dengan berbagai bentuk. Setiap ruangan dikelilingi oleh selaput yang strukturnya
serupa dengan selaput plasma umumnya. berdasarkan nama asliyang menemukan
pertama kali dan mengingat bahwa organela ini terdiri dari beberapa buah
bentukan, maka disebutlah kompleks Golgi. Organela ini pada umumnya berada
di dekat inti (nukleus), dan pada sel hewan seringkali berdekatan dengan
sentrosoma.

1. Struktur kompleks Golgi


Mikrograf dari preparat yang diimpregnasi dengan osmium tetraoksida
menunjukan adanya anyaman benang-benang yang berwarna hitam, di sekitar inti.
Mikrograf elektron dari sayatan ultra tipis sel yang sama, menunjukan bahwa
anyaman benang-benang hitam ituternyata terdiri dari: setumpuk kantung tipis
(sisterna). yang masing-masing berselaputkan selaput agranular, tumpukan
kantung pipih ini disebut diktiosoma, setiap kantung pipih disebut juga sakulus
sebuah dikiosoma memiliki dua permukaan yaitu permukaan cis atau
pembentukan, yang erat hubungannya dengan daerah peralihan REG, dan
permukaan trans atau pemasakan. pada sel-sel sekretoris permukaan trans erat
hubungan dengan selaput sel.
Di sekitar diktiosoma terdapat dua kelompok vesikuli (bola-bola kecil).
Kelompok pertama terdiri dari vesikuli kecil yang berdiameter sekitar 200 A0.
Vesikuli ini terdapat di antara permukaan cis dan RE. Vesikuli ini terdapat
diantara permukaan kedua terdiri dari vesikuli disebut vesikuli peralihan.
Kelompok kedua terdiri dari vesikuli berukuran antara 400-800 A0 yang terletak
di tepi permukaan trans. Vesikuli ini disebut vesikuli sekretoris. Selain itu,
terdapat tubuli penghubung antara sakulus. Selaput sakulus permukaan cis dan
vesikuli peralihan pada umumnya lebih tipis daripada sakulus permukaan trans
dan vesikuli sekretoris. Susunan sakuli kompleks Golgi sangat bervariasi sesuai
dengan jenis organisme, sel, maupun keadaan fisiologis sel-sel tersebut.

171
Gambar 7.5. Model Komplex Golgi

Analisis kimia kompleks Golgi menunjukkan bahwa senyawayang


terdapat di kompleks Golgi serupa dengan senyawa yang berada di selaput sel
maupun RE. Senyawa tersebut yaitu: lipida yang terdiri dari fosfolipida dan lemak
netral (Tabel 7.1); protein yang terdiri dari glikoprotein, mukoprotein dan enzim.
Tabel 7.2 menunjukkan jenis enzim yang terdapat di kompleks Golgi sel hewan.

172
Glikosiltranferase merupakan enzim yang paling banyak terdapat di kompleks
Golgi sehingga dapat digunakan sebagai penanda kompleks Golgi, terutama sakuli
Golgi.
Dengan teknik sitokimia in situ, terlihat bahwa di dalam lumen sakuli
diktiosoma terdapat polisakharida, dan bahwa kadar polisakharida, semakin ke
arah permukaan trans semakin tinggi. Demikian pula, tempat kegitan enzim fosfat,
berbeda untuk setiap sakulus pada diktiosoma. Makin ke arah trans makin giat.

Tabel 7.3.Perbandingan Komposisi Lipida di RE, Kompleks Golgi, dan Selap. Sel
% Serpihan Total
Senyawa
RE Kompleks Golgi Selaput Sel
Fosfolipida Total 84,9 53 61,9
Sfingomielin 3,7 12,3 18,9
Fosfatidilkholin 60,9 45,3 39,9
Fosfatidilserin 3,3 4,2 3,5
Fosfatidilinositol 8,9 8,7 7,5
Fosfatidiletanolamin 18,6 17,0 17,8
Lisofosfatidilkholin 4,7 5,9 6,7
lisofosfatidiletanolamin - 6,3 5,7
Lemak Netral Total 15,1 46,1 38,1
Kolesterol 24,6 16,5 34,5
Asam Lemak Bebas 40,6 38,9 35,1
Trigliserida 24,7 35,1 22,4
Ester Kolesterol 10,1 9,6 8,0

Tabel 7.4. Enzim di Kompleks Golgi pada Sel Hewan


Glikosiltransferase; untuk biosintesis glikoprotein
Sialitransferase
UDP-Galatosa: N-asetilglukosamine galaktosiltransferase
Glikoprotein a- galaktosiltransferase
UDP-N-Asetilglukosamine-glikoprotein N-asetilglukosaminiltransferase
Sulfo Dan Glikosiltransferase: Biosintesis Glikolipid
Galaktoserebroside sulfatransferase
CPM-NANA GM1 sialitransferase
CPM-NANA GM3 sialitransferase
UDP-Galaktosa : GM2 galktosiltranferase
UDP-GalNac : GM3 N-asetilglukosaminiltransferase
Oksidoreduktase
NADH-sitokrom c reduktase
NADPH-sitokrom reduktase
Fosfatase
5ʻ-Nukleotidase
Adenosine trifosfatase
Thiamin pirofosfatase
Kinase
Kasein fosfokinase
Monosidase
a-Manosidase
173
Transferase : sintesis fosfolipida
Lisolesitin asiltransfease
Gliserolfosfate fosfatidiltransferase
Fosfolipase
Fosfolipase A1
Fosfalipase A2

Dari kajian histokimiawi terlihat bahwa, ditinjau dari segi biokimia


kompleks Golgi, terutama diktiosoma, merupakan organela polar. Setiap sakuli
dari diktiosoma merupakan sisterna yang berbeda, dengan masing-masing
enzimnya. Molekul-molekul protein dimodifikasi dalam tahapan berturutan pada
saat mereka berpindah dari sakulus ke sakulus.

2. Peranan Fisiologis Kompleks Golgi


Pengamatan marfologis dan sitokimia secara in situ, secara kajian
biokimiawi menunjukkan bahwa, kompleks Golgi terlibat di dalam sejumlah besar
kegiatan sel antara lain: perakitan protein dan lipida berkarbohidrat tinggi
atau lebih dikenal dengan proses glikosilasi, pemulihan selaput sel, sekresi, dan
lain sebagainya.
Beberapa percobaan menunjukkan bahwa kompleks Golgi turut berperan
dalam proses glikosilasi yang telah diawali di RE. Sakharida yang terikat pada
molekul-molekul protein dan lipida pada umumnya D-galaktosa, D-manosa, a-
fukosa, N-asetil-D-glukosamin, N-asetil-D-galaktosamin, dan lain-lain.
Diketahui bahwa proses glikolisasi telah diawali sejak di RE, sehingga di Golgi
hanya disempurnakan atau diubah sedikit saja. Oligosakharida terikat pada
molekul polipeptida dapat dengan dua cara yaitu dengan ikatan-N dan ikatan-O.
Dua kelompok oligosakharida ikatan-N yaitu: oligosakharida-majemuk dan
oligosakharida bermanosa banyak, dapat terikat pada molekul glikoprotein
yang masak. Kadang-kadang kedua jenis oligosakharida itu terkait pada rantai
polipeptida yang sama. Oligosakharida bermanosa banyak, di kompleks Golgi
tidak memperoleh tambahan monosakharida baru, sebaliknya oligosakharida
majemuk akan mendapatkan monosakharida baru. Bahan baku yang digunakan
untuk menambah rantai oligosakharida berasal dari sitosol, dan diangkut ke lumen
Golgi melewati protein transmembran yanf sekaligus juga berperan mengeluarkan
nukleotida hasil sampingan proses glikosilasi.

174
Proses glikosilasi yang menghasilkan rantai oligosakharida majemuk
mengikuti jalur yang sangat teratur. Beberapa obat-obatan dan antibiotika dapat
menghambat pembentukan rantai oligosakharida. Tabel 7.5 menunjukkan
beberapa obat-obatan yang mampu menghambat langkah-langkah glikosilasi
ikatan-N.
Hasil dari beberapa percobaan menunjukkan bahwa proses glikosilasi
berlangsung dengan cara dan tempat yang bervariasi. Pengemasan protein maupun
lipida berkabohidrat tinggi, dapat terjadi di RE saja, diawali di RE dan dilanjutkan
di Golgi, dan dapat pula hanya terjadi di RE saja. Misalanya: glikosilasi
tiroglobulin oleh sel epitelium kelenjar tiroid, imunoglobulin oleh plasmosit,
glikoprotein plasma darah oleh hepatosit, dan mungkin musin oleh sel goblet
intestinal, semuanya terjadi di RE dan kompleks Golgi. Glikodilasi rantai
protokolagen di fibroblast, lipoprotein plasmatik, oleh hepatosit hanya terjadi di
Golgi, demikian pula sintesis pectin dan hemiselulosa dinding sel tumbuhan
hanya berlangsung di kompleks Golgi.
Di hepatosit, glikoprotein serum tetap terikat pada selaput, selama
perpindahannya dari RE ke Golgi. Molekul-molekul ini baru terlepas dari selaput
sakulus Golgi setelah proses glikosilasi selesai. Ambumin yang terdapat di serum
darah, yang merupakan suatu holoprotein, sangat berbeda dengan glikoprotein
yang baru saja diuraikan, protein ini dipindahkan dari lumen RE ke lumen Golgi.
Dari uraian-uraian terdahulu diketahui bahwa glikoprotein maupun lipoprotein
yang disekresikan dan yang menjadi komponen selaput plasma, semuanya
mengalami glikosilasi di RE dan atau Golgi.
3. Pemulihan Selaput Sel dan Sekresi
Vesikuli pengangkut yang dirangsang untuk segera melebur dengan
selaput sel, meninggalkan kompleks Golgi dengan aliran yang ajeg. Protein
transmembran dan lipida selaput vesikulim ini akan menjadi protein dan lipida
baru bagi selaput sel, sedangkan protein yang terlarut di dalam vesikuli
disekresikan ke ruang antar sel. Dengan cara inilah sel menghasilkan protein dan
proteoglikan substansi antar sel. Cara sekresi yang baru saja diuraikan di sebut
jalur sekresi ajeg (constitutive secretory pathway). Pada sel ini, senyawa-

175
senyawa yang akan disekresikan ditimbun dulu di dalam vesikuli sekretoris, yang
juga disebut granula sekretoris.
Di dalam sel yang proses sekresinya terjadi akibat adanya isyarat dari luar,
senyawa yang akan disekresikan terlebih dahulu di timbun di dalam granula
sekretoris. Vesikuli sekretoris yang akan menjadi granula sekretoris merupakan
hasil pertunasan jalinan menjadi granula sekretoris merupakan hasil pertunasan
jalinan Golgi daerah trans. Pembentukannya, melibatkan protein-protein selubung,
antara lain klatrin. Selubung ini terlepas di saat vesikuli telah masak. Protein-
protein yang ditentukan untuk berada di vesikuli sekretoris perlu dipilah dan
dikemas terlebih dahulu. Pemilahan dan pengemasan terjadi di Golgi daerah trans.
Apapun jalur sekresi yang diikuti oleh suatu senyawa yang disekresikan, namun
tetap perlu mengikuti aturan umum dalam proses sekresi.
Proses sekresi diawali dari RE tempat terjadinya sintesis protein. Protein
yang terbentuk dipisah-pisahkan ke dalam daerah lumen RE sesuai tujuannya.
Dari sini protein-protein tersebut diangkut ke Golgi daerah cis oleh vesikuli
pengangkut, untuk diolah lebih lanjut dan kemudian dipindahkan ke Golgi daerah
trans. Di jalinan trans mengalami pemilahan, untuk kemudian setiap jenis protein
atau glikoprotein ditunaskan dalam bentuk vesikuli sekretoris. Apabila saat
sekresi tiba, protein yang seharusnya dikeluarkan dari sel disekresikan dengan
jalan eksositoris atau pertunasan.

176
Gambar 7.6. a. Mikrograf Elektron
Menunjukkan proses sekresi dari awal sampai akhir
b. Skema Tahapan Proses Sekresi
Kajian dari sel-sel sekretoris menunjukkan bahwa pengeluaran senyawa
sekretoris ke lingkungan ekstrasel berlangsung dengan cara eksositosis. Pada
proses ini terjadi peleburan antara selaput vesikuli sekretoris dengan selaput sel.
Akibatnya protein integral, glikoprotein dan glikolipida serta dwilapis lipida
selaput vesikuli akan menjadi protein integral, glikoprotein, glikolipida, selaput
sel. Mengingat bahwa penambahan rantai oligosakharida terjadi di lumen RE dan
kompleks Golgi, maka penyebaran oligosakharida menyebabkan selaput RE dan
Golgi makin asimetris. Keadaan tidak simetris ini dipertahankan sejak dari
RE,vesikuli pengangkut, kompleks Golgi sampai dengan ke selaput sel. Akibatnya
semua rantai oligosakharida selaput sitoplasmik mengarah ke lumen, sedangkan
pada selaput sel mengarah ke lingkungan luar sel.
Selain peranan-peranan yang telah diuraikan di muka, kompleks Golgi
masih terlibat di dalam beberapa proses fisiologis sel-sel tertentu, misalnya sel
tumbuhan dan spermatozoa.
Pada sel tumbuhan, kompleks Golgi turut berperan dalam pembentukan
bahan dinding sel, selama sel mengalami replikasi dan tumbuh. Polisakharida dari
matriks yang baru terbentuk terlebih dahulu ditimbun di Golgi, sebelum
dipindahkan ke dinding baru. Pada sel yang sedang membelah, terbentuk suatu
lempengan atau sekat di antara dua buah anak inti. Sekat ini terbentuk akibat
meleburnya beberapa buah vaesikuli yang berisi pectin dan hemiselulosa yang
berasal dari kompleks Golgi. Kompleks Golgi, tidak hanya berperan dalam
pembentukan dinding sel primer saja, tetapi juga masih terlibat dalam
pembentukan dinding sel sekunder. Pada mikrograf elektron tersebut, tampak
jelas adanya beberapa buah diktiosoma dengan sejumlah vesikuli yang terlepas
dari padanya dan menuju ke arah dinding sel. Apabila pada sel tumbuhan,
kompleks Golgi berperan dalam pembentukan dinding sel, pada spermatozoa ia
berperan dalam pembentukan tudung akrosoma.

177
C. LISOSOMA DAN PEROKSISOMA
1. Lisosoma
Berbeda dengan organela-organela yang lain, lisosoma ditemukan secara
kebetulan. Sekitar tahun 1950 de Duve dan kawan-kawannya mempelajari
penyebaran beberapa jenis enzim yang berperan dalam metabolisme karbohidrat.
Salah satu enzim yang dipelajari yaitu fosfatase sam yang memecah gugus fosfat
dari beberapa substrat yang mengandung ester fosfat. Fosfatase ini diketahui
bekerja pada pH rendah (asam). Semenjak itu diupayakan mengisolasi zarah yang
mengandung enzim tersebut dalam keadaan utuh.

Gambar 7.7. Lisosoma


Di tahun 1955 Novikoff, dengan menggunakan mikroskop elektron melihat
adanya zarah yang mengandung fosfatase asam pada serpihan yang diisolasi
dengan cara khusus untuk menunjukkan adanya zarah tersebut.
Kegiatan enzim di dalam zarah-zarah tersebut sangat bervariasi, misalnya:
pada isolat yang dibuat dengan air suling kegiatan enzim lebih tinggi daripada
yang dibuat dengan larutan sukrosa yang isotonis. Demikian pula, kegiatan enzim
akan lebih tinggi dari sediaan yang telah disimpan beberapa waktu bila
dibandingkan dengan sediaan segar. Penemuan-penemuan serupa untuk beberapa
jenis enzim hidrolitik lainnya, secara beruntun dilaporkan, sehingga zarah yang
mengandung enzim hidrolitik tersebut ditentukan sebagai organela baru, dan
diberi nama lisosoma. Organela ini berbentuk kantung kecil (vesikuli), dengan

178
selaput tunggal. Sekitar 40 jenis enzim hidrolase yang bekerja pada pH rendah (<
6) terkandung di dalam lisosoma. Tabel 7.6. menunjukkan beberapa jenis enzim
yang terdapat di lisosoma. Dari analisis biokimia dapat diketahui bahwa enzim
yang terbanyak terdapat di lisosoma adalah fosfatase asam. Oleh karena itu, enzim
ini dinyatakan sebagai enzim penanda lisosoma.
Pengamatan marfologis dan sitokimia secara in situ, secara kajian
biokimiawi menunjukkan bahwa, kompleks Golgi terlibat di dalam sejumlah besar
kegiatan sel antara lain: perakitan protein dan lipida berkarbohidrat tinggi
atau lebih dikenal dengan proses glikosilasi, pemulihan selaput sel, sekresi, dan
lain sebagainya.

Tabel 7.6. Beberapa Jenis Enzim Lisosomal


Jenis Enzim Substrat Asal Lisosoma
Fosfatase
Fosfatase asam Sebagian besar ester Jaringan-jaringan
monofosfat hewan, tumbuhan, dan
Fosfodiesterase Oligonukleotida dan protista
asam diester sda
Nukleus
RNA ase RNA sda
DNA ase DNA sda
Hidrolase
B-galaktosidase Galaktosida sda
a-glukosidase Glikogen Jaringan hewan
a-manosidase Manosida Jaringan hewan
B-glukuronidase Polisakharida dan Jaringan hewan
mukopolisakharida
Lisosime Dinding bakteri dan Ginjal
mukopolisakharida
Hialuronidase Asam hialuronat, Hati
kondroitin sulfat
arilsulfase Sulfat-sulfat organik Hati dan tumbuhan
Protease
Katepsin Protein Sel hewan
Kolagenase Kolagen Sel tulang
Peptisidase Peptida Jaringan hewan,
tumbuhan dan protista
Enzim perombak
lipida
Esterase Ester asam lemak Jaringan hewan,
tumbuhan dan protista
Fosfolipase Fosfolipida Tumbuhan?
179
Gambar 7.8. Skema Beberapa Jenis Lisosom Di dalam Sebuah Sel
(Bruce Alberts at al., 1989. Molecular Biologi of the Cell)

Keanekaragaman kenampakan organela ini mencerminkan betapa bervariasinya


pencernaan yang dilakukan oleh enzim-enzim hidrolase tersebut. Pada umumnya
pencernaan oleh enzim-enzim ini berlangsung di dalam sel. Bahan yang dicerna
dapat berasal dari luar sel atau tubuh sel itu sendiri. Bila bahan yang dicerna
berasal dari luar, proses pencernaan disebut heterofagi, sedangkan bila dari dalam
disebut autofagi. Heterofagi dan autofagi dapat dijumpai pada beberapa proses
biologis, misalnya: pertahanan tubuh, nutrisi, pengaturan sekresi, dan lain
sebagainya. Pada hal-hal tertentu enzim lisosomal dapat pula disekresikan ke
sekeliling sel. Pencernaan ekstra sel ini, pada hewan terjadi di jaringan pengikat
dan turunannya. Selain itu, dapat berlangsung pula pada kapang.
Pada proses heterofasi bahan dari luar sel, masuk ke dalam sel dengan
jalan endositosis sehingga terbentuk endosoma. Terjadi peleburan antara sebagian

180
selaput lisosoma primer dengan selaput endosoma, sehingga enzim lisosomal
tertuang ke vakuola leburan lisosoma primer dan endosoma. Proses pencernaan
berlangsung. Terbentuk lisosoma sekunder yang akan menjadi badan-badan
residu. Limbah pencernaan dikeluarkan dari sel dengan jalan eksositosis.
Beberapa contoh proses heterofagi yaitu: pertahanan oleh netrofil terhadap infeksi
mikrobia, proses makan pada amoeba, dan pembentukan hormon tiroksin oleh
kelenjar tiroid, menunjukkan proses sintesis hormon tiroksin.

Gambar 7.9. Skema Proses Heterofage

Berbeda dengan proses heterofagi, pada proses autofagi bahan yang


menjadi substrat bagi hidrolase lisosomal, berasal dari komponen sel itu sendiri.
Pembentukan vakuola autofagi dapat berlangsung dengan berbagai mekanisme,
salah satu di antaranya terjadi sebagai berikut: sebuah sisterna RE, melengkung
mengelilingi sebagian sitoplasma yang padanya terdapat berbagai jenis organela
dan inklusi, misalnya ribosoma, mitokondria, glikogen, dan sebagainya.

181
Gambar 7.10. Skema Pembentukan Tirosin

Di muka telah dikemukakan bahwa, enzim lisosomal dapat pula


disekresikan dan melakukan kegiatannya di luar sel. Pencernaan ekstra-sel ini
terjadi pada perubahan pola tulang, dan tulang rawan. Pada proses ini, substansi
antar sellahyang dicerna. Pada kapang, media tempat tumbuh miseliumnya yang
dicerna menjadi molekul-molekul mikro sehingga mudah terserap oleh sel-sel
miselium.

Dari uraian terdahulu diketahui bahwa di dalam sitoplasma terdapat


beberapa jenis vesikuli, misalnya: vesikuli sekretoris, granula sekretoris, lisosoma,
dan sebagainya. Setiap vesikuli mengandung berbagai jenis enzim, yang berbeda-
beda untuk masing-masing vesikuli. Bagaimanakah proses terbentuknya vesikuli
ini?

Gambar 7.11. Skema Proses Autofagi

Dari segi sitologi diperoleh keterangan bahwa, lisosoma merupakan hasil


pertunasan sakuli Golgi permukaan trans. Lisosoma primer, pada umumnya
merupakan vesikuli yang bersalutkan suatu protein yang disebut klatrin, yang
182
akan tersepai dari vesikuli, segera setelah vesikuli terlepas. Apabila hal ini betul,
bagaimanakah hidrolase asam ini dipilah dari protein-protein lain yang juga
terdapat di sakuli Golgi, demikian pula bagaimana pengemasannya?
Biosintesis lisosoma berarti biosintesis hidrolase dan protein selaput secara
khusus. Kedua jenis protein ini disintesis di RE dan dipindahkan ke kompleks
Golgi oleh vesikuli pengangkut. Untuk memisahkan hidrolase lisosomal dari
enzim-enzim lain yang berada di tampat yang sama, pada prazat enzim lisosomal
ditambahkan gugus manosa-6-fosfat (M-6-P) sebagai tanda. Penambahan ini
terjadi di daerah cis kompleks Golgi. Bersamaan dengan itu, pada selaput
permukaan trans kompleks Golgi, di beberapa tempat terbentuk protein
transmembran yang merupakan reseptor bagi M-6-P. Reseptor untuk M-6-P
terdapat bergerombol di daerah selaput Golgi yang berklatrin. Selain itu, perlu
diingat bahwa, reseptor bagi M-6-P hanya mampu mengikat M-6-P pada pH 7,
dan melepaskan enzim lisosomal pada pH < 6. Penurunan pH di dalam lisosoma
primer dapat terjadi sebagai berikut: pada selaput lisosoma primer terdapat protein
pengangkut ion H+ yang dapat bekerja dengan menggunakan tenaga hasil
hidrolisis ATP. Dengan masuknya ion H+ ke dalam lumen, cairan yang berada di
lumen menjadi bersifat asam, akibatnya, enzim-enzim lisosomal terlepas dari
reseptornya. Perlu diingat pula bahwa, protein-protein yang berada di selaput
lisosoma memiliki rantai sakharida yang panjang. hal ini diperlukan untuk
melindungi diri terhadap kegiatan enzim-enzim yang berada di lumen lisosoma.

Gambar 7.12 Skema Pembentukan Lisosom Primer dan Granula Sekretoris

183
2. Peroksisoma
Hampir semua sel eukaryota memiliki peroksisoma, yaitu suatu organela
berbentuk vesikuli dengan diameter sekitar 0,5 mikronmeter, dan bersalutkan
selaput tunggal. Lumen vesikuli ini berisi enzim-enzim oksidase, yang pada
hepatosit terdiri dari oksidase D-asam amino, oksidase urat, dan katalase.
Dengan pewarnaan menggunakan larutan 3,3-diaminobenzidin, tampaklah
peroksisoma memberikan endapan padat elektron sehingga terlihat hitam pada
mikrograf elektron. Patut memperoleh perhatian bahwa pada sel tumbuhan,
peroksisoma selalu terdapat berdampingan dengan kloroplast.
Sebagian besar katalase yang terdapat di dalam sel, terkumpul di
peroksisoma. Selain katalase, peroksisoma juga mengandung lebih dari sebuah
enzim yang menggunakan oksigen untuk menghilangkan atom hidrogen dari
sesuatu substrat dengan reaksi oksidatif sebagai berikut:

Rh2 + O2 R + H2O2

Katalase menggunakan H2O2 yang timbul untuk mengoksidasi berbagai


jenis substrat misalnya: fenol, asam formiat, formaldehida, dan alkohol. Reaksi
peroksidatif ini berlangsung sebagai berikut:

H2O2 + R’H2 R’ + 2 H2O

Apabila kadar R’H2 di dalam sel rendah, reaksi berlangsung sebagai berikut:

2 H2O2 2 H2O + O2

Reaksi terakhir ini, digunakan sebagai pelindung, untuk mencegah


tertimbunnya H2O2. Patut diperhatikan bahwa selaput peroksisoma bersifat sangat
permeabel, sehingga ion-ion anorganik, senyawa berberat molekul rendah sampai
ke ukuran sukrosa, dapat dengan bebas masuk ke peroksisoma. Lagi pula, protein
luminal maupun selaput peroksisoma berasal dari sitosol.
Peroksisoma merupakan organela yang sangat beragam. Kandungan
enzimnyapun juga sangat bervariasi, walaupun peroksisoma tersebut berada dalam
satu jenis sel. Selain itu jugaa bergula, memiliki peroksisoma kecil-kecil, yang
tumbuh di media bermetanol atau berasam lemak, memiliki peroksisoma besar.
184
Pada tumbuhan, peroksisoma memegang peranan penting. Terdapat dua
jenis peroksisoma. Sebuah terdapat di daun, disini peroksisoma berperan sebagai
katalisator dalam oksidasi hasil sampingan reaksi fiksasi karbondioksida. Proses
ini disebut fotorespirasi, mengingat bahwa reaksi tersebut menggunakan oksigen
dan membebaskan karbondioksida. Jenis lain peroksisoma yaitu yang terdapat di
biji yang sedang tumbuh. Dalam hal ini, peroksisoma berperan pada perombakan
asam lemak yang tersimpan di dalam biji menjadi gula yang diperlukan untuk
tumbuh. Mengingat bahwa pengubahan lemak menjadi gula melibatkan
serangkaian reaksi yang disebut siklus glioksilat, maka nama peroksisoma diganti
menjadi glioksisoma. Siklus glioksilat tidak terjadi pada sel-sel hewan, oleh
karena itu hewan tidak dapat mengubah asam lemak menjadi karbohidrat.

III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Semua sel eukaryota mengandung RE. Organela ini bukan organela statis
dan dan mudah dikenali, melainkan merupakan komponen dari suatu sistem
selaput yang dinamis. Sistem selaput inin mencakup semua selaput organela yang
berada di dalam sel. Selaput RE, merupakan lembaran untuk yang sangat berlipat-
lipat, mengelilingi sebuah ruangan yang disebut lumen RE atau sisterna RE yang
berbentuk libirintin. ER kasar: ditempeli oleh ribosom tempat sintesis protein
ER halus: tidak ada ribosom, berfungsi membuat lipid
Kompleks Golgi, berada dari RE yang terdiri dari sebuah ruangan yang
dikelilingi oleh selaput yang melipat-lipat, terdiri dari beberapa buah ruangan
dengan berbagai bentuk. Setiap ruangan dikelilingi oleh selaput yang strukturnya
serupa dengan selaput plasma umumnya. berdasarkan nama asliyang menemukan
pertama kali dan mengingat bahwa organela ini terdiri dari beberapa buah
bentukan, maka disebutlah kompleks Golgi. Organela ini pada umumnya berada
di dekat inti (nukleus), dan pada sel hewan seringkali berdekatan dengan
sentrosoma.
Pengamatan marfologis dan sitokimia secara in situ, secara kajian
biokimiawi menunjukkan bahwa, kompleks Golgi terlibat di dalam sejumlah besar
kegiatan sel antara lain: perakitan protein dan lipida berkarbohidrat tinggi

185
atau lebih dikenal dengan proses glikosilasi, pemulihan selaput sel, sekresi, dan
lain sebagainya.
Pengamatan marfologis dan sitokimia secara in situ, secara kajian
biokimiawi menunjukkan bahwa, kompleks Golgi terlibat di dalam sejumlah besar
kegiatan sel antara lain: perakitan protein dan lipida berkarbohidrat tinggi
atau lebih dikenal dengan proses glikosilasi, pemulihan selaput sel, sekresi, dan
lain sebagainya.
Lisosoma ditemukan secara kebetulan. Sekitar tahun 1950 de Duve dan
kawan-kawannya mempelajari penyebaran beberapa jenis enzim yang berperan
dalam metabolisme karbohidrat. Salah satu enzim yang dipelajari yaitu fosfatase
sam yang memecah gugus fosfat dari beberapa substrat yang mengandung ester
fosfat. Fosfatase ini diketahui bekerja pada pH rendah (asam). Semenjak itu
diupayakan mengisolasi zarah yang mengandung enzim tersebut dalam keadaan
utuh.
Pengamatan marfologis dan sitokimia secara in situ, secara kajian
biokimiawi menunjukkan bahwa, kompleks Golgi terlibat di dalam sejumlah besar
kegiatan sel antara lain: perakitan protein dan lipida berkarbohidrat tinggi
atau lebih dikenal dengan proses glikosilasi, pemulihan selaput sel, sekresi, dan
lain sebagainya.

B. LATIHAN SOAL

1. Jelaskan peranan atau fungsi RE agranular (RE kasar) dan RE granula (RE halus)!
2. Jelaskan biosintesis protein dan glikosilasi!
3. Jelaskan biosintesis fosfolipida dan kolestrol!
4. Jelaskan peranan fisiologis kompleks golgi!
5. Gambarkan dan jelaskan skema pembentukan lisosom primer dan granula
sekretoris!

DAFTAR PUSTAKA

Albert, B.,Dennis Bray, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and James D.
Watson, 1989, Molecular Biology of The Cell, Gerland Publishing, New
York.
Campbell, N.A., J.B. Reece., L.G. Mitchell, 2000, Biologi I Edisi Kelima,
Erlangga, Jakarta.
186
Sheler, P., and Donald E. Bianchi., 1983, Cell Biology Strukture, Bohemistry, and
Fungtion, Jhon Wiley & Sons, New York.

Issoeganti, 1993, Biologi Sel, Dirjen DIKTI, Jakarta.

Thorpe, Neal O., 1984, Cell Biology, John Wiley & Son, New York.

187

Anda mungkin juga menyukai