Bab I 13407144012
Bab I 13407144012
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
masyarakat dunia. Kebutuhan akan gula dari setiap negara tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan pokok, tetapi juga karena gula merupakan bahan pemanis
utama yang digunakan sebagai bahan baku pada industri makanan dan minuman.1
tebu menjadikan Indonesia sebagai negara yang berpotensi sebagai produsen gula
terbesar di dunia.
Pulau Jawa. Banyak tuan-tuan tanah pada abad ke-17 membuka perkebunan
monokultur yang pertama kalinya di Batavia. Industri gula pada masa kolonial
pemerintah kolonial Belanda dari cukai dan mengawasi jumlah konsumsi dalam
penduduk ialah dari segi perekonomiannya. Industri gula dan perkebunan tebu
1
Husein Sawit, dkk, Ekonomi Gula di Indonesia, (Jakarta: Percetakan IPB,
1999), hlm. 2.
2
Gordon Alec (1982), “Ideologi, Ekonomi dan Perkebunan, Runtuhnya
Sistem Gula Kolonial dan Merosotnya Ekonomi Indonesia Merdeka”, Prisma, No.
7, hlm. 32.
1
2
telah membuka kesempatan kerja yang luas bagi penduduk desa. Keuntungan
eksportir gula Jawa adalah nomer dua terbesar setelah Cuba dalam pasaran dunia.
Negeri Belanda dan pembayaran bunga atas hutangnya itu membumbung tinggi. 3
Pada tahun 1830, atas inisiatif van den Bosch, di Jawa dimulailah sistem
cultuurstelsel4. Tujuan van den Bosch memberlakukan sistem tanam paksa ialah
tanaman, seperti kopi, gula, indigo (nila), tembakau, teh, lada dan kayumanis.
Pada masa sistem tanam paksa, tebu mulai ditanam oleh pemerintah di
3
Mufiddatut Diniyah “Sejarah Perkembangan Pabrik Gula Cepiring dan
Pengaruhnya Terhadap Kondsi Sosial Ekonomi Masyarakat Kendal Tahun 1975-
1997”, Skripsi, (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2011), hlm. 1.
4
Cultuurstelsel dalam historiografi Indonesia istilah itu diganti menjadi
“tanam paksa”.
5
Leirissa R.Z., Ohorella G.A. dan Yuda B. Tangkilisan, Sejarah
Perekonomian Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 50-51.
3
lainnya di Jawa, akan tetapi beban penanaman tebu adalah yang terberat di Jawa,
yaitu di Distrik Kendal, Truka, Perbuan dan Kaliwungu. Kendal, Truka dan
Perbuan pada tahun 1845 tiap keluarga penanam rata-rata mengerjakan 0,33 bau7,
paksa bahwa beban kewajiban tersebut yang paling berat di empat distrik tersebut.
kuat, bahkan tidak seimbang antara ekspor dan impor. Proses pemulihan
dunia.
6
Rachmat Susatyo, Industri Gula di Kabupaten Kendal pada Masa
Kolonial, (Bandung: Univeritas Padjajaran, 2007), hlm. 31.
7
Satuan bau adalah satuan luas tanah, 1 bau= 0,70 hingga 0,74 hektar
(7000-7400 meter persegi).
8
Djoko Suryo, Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang 1830-
1900, (Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Studi Sosial Universitas Gadjah
Mada, 1989), hlm. 24-26.
4
di pihak lain menata kembali urusan tanah dan tenaga sehingga dapat menarik
Perang Dunia II adalah kerusakan berat pada perkebunan, maka diperlukan usaha
Bundar akhir 1949 perkebunan milik asing perlu dikembalikan sedang perkebunan
milik pemerintah Kolonial diambil alih oleh pemerintah RI, begitu pula milik
ada didalamnya bernaung empat badan usaha yaitu Badan Usaha Dagang (BUD),
Baru (PPN Baru) dan Badan Penguasaan Industri dan Tambang (BAPPIT).
9
Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan di Indonesia:
Kajian Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: Aditya Media, 1991), hlm. 166.
10
Mubyanto, dkk., Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan: Kajian Sosial
Ekonomi, (Yogyakarta: Aditya Media, 1992), hlm. 26.
5
gula pun menurun. Penutupan usaha dagang Cina membuat jaringan distribusi
terputus. Menghadapi kondisi seperti itu, tiada cara selain menata managemen
industri dan perdagangan gula. Strategi kebijakan yang kemudian diambil adalah
“sentralisasi” industri dan perdagangan gula: managemen industri dan tata niaga
gula diatur langsung oleh pemerintah. Masalah ketersediaan lahan tebu untuk
kuasa dan kewenangan kepada Menteri Agraria untuk menetapkan luas lahan
minimum yang harus disediakan oleh satu desa untuk ditanami tebu.11
petani untuk menjaga tanaman tebu pada lahan yang telah disewakan. Sistem
demikian kemudian melahirkan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi atau yang lebih
Cepiring, Weleri, Patebon dan Kendal. TRI di Kabupaten Kendal dibagi menjadi
dua yaitu TRI Jasa dan TRI Murni. Pelaksanaan TRI dilakukan secara bertahap
dan menggunakan sistem glebagan. Dipilihnya tahun 1990 sebagai batasan akhir
11
Khudori, Gula Rasa Neoliberalisme Pergumulan Empat Abad Industri
Gula, (Jakarta: LP3ES, 2005), hlm. 41-42.
12
Mubyanto, dkk., op.cit., hlm. 82.
6
pada penelitian ini adalah pada tahun tersebut TRI berakhir di Kabupaten Kendal.
Banyak masyarakat yang tidak mau menanam tebu dan lebih memilih untuk
B. Rumusan Masalah
beberapa rumusan masalah yang dijadikan dasar dalam melakukan penelitian ini.
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
kuliah.
b. Tujuan Khusus
Kendal.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pembaca
2. Bagi Penulis
karya sejarah.
E. Kajian Pustaka
sarana untuk menelaah literatur yang baik dan benar yang dilandasi oleh
pemikiran dan penelitian. Kajian pustaka merupakan telaah terhadap pustaka atau
sangat penting dalam kaitannya dengan penelitian sejarah, dimana peneliti dapat
Melalui kajian pustaka akan didapatkan landasan pemikiran dari karya tulis ilmiah
Jawa Tengah. Hal tersebut dapat ditinjau dari besarnya area pertanian dan
perkebunan yang ada. Besar dari seluruh area pertanian di Kabupaten Kendal
tegalan, tambak, kolam dan perkebunan. Dalam segi topografi, Kabupaten Kendal
13
Tim Prodi Ilmu Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah,
(Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta, 2013), hlm. 6.
9
dapat dibagi dalam tiga jenis wilayah, yaitu wilayah pegunungan di selatan,
menghasilkan tebu dan gula dengan menerapkan teknologi yang dianjurkan untuk
dapat meningkatkan hasil persatuan luas dari usaha tani tebu. Program TRI
dilaksanakan dalam rangka peningkatan usaha tani yang terpadu dengan program
intensifikasi khusus.
pabrik-pabrik gula juga membutuhkan areal untuk penanaman tebu maka banyak
pabrik gula yang menyewa lahan kepada petani untuk digarap tebu.
1951 dibentuklah Kantor Tebu Rakyat sebagai bagian dari Jawatan Perkebunan.
Dalam bulan Februari 1952 kantor tersebut diganti dengan dengan nama Bagian
Urusan Hubungan Petani dan Perkebunan Besar, karena tugasnya meliputi pula
14
Dian Ariwibowo, “Perjuangan Rakyat Kendal pada Masa Perang
Kemerdekaan Tahun 1947-1949”, Skripsi, (Yogyakarta: FIS-UNY, 2012), hlm.
28.
10
bisnis pertebuan. Pabrik menyewa lahan petani untuk ditanami tebu. Tenaga kerja
untuk pabrik disediakan oleh petani apakah dalam bentuk “tenaga kampanye”
ataukah dalam bentuk “tenaga musiman”. Pada periode ini, petani memiliki
kemudian bahwa hubungan pabrik gula dengan petani sedemikian ini kurang
Salah satu tujuan pokok pengalihan sistem pengusahaan tebu dari sistem
sewa ke sistem TRI adalah untuk menaikkan produksi gula. Sebenarnya sejak
semula kedua hal ini tidak dapat berjalan paralel, karena pada kenyataannya hasil
gula per hektar tebu rakyat selalu lebih rendah dari tebu pabrik. Hasil rata-rata per
hektar menurun secara konsisten setiap tahunnya walaupun produksi total gula
rata-rata naik. Kenaikan produksi total gula disebabkan karena perluasan areal
tanaman tebu yang naik mencapai 12,2 persen selama periode 1975-1980.16
Adapun tingkat hasil per hektar dari tanaman TRI di sawah-sawah yang subur
tidak terlalu jauh menurun, karena masih menunjukkan fluktuasi naik turun
tanaman tebu dan penggarap yang diberi surat kuasa oleh pemilik tanah atau
15
Hotman M. siahaan, Skema Tebu Rakyat Intensifikasi dan Perubahan
Struktur Sosial Petani, (t. kt. : t. p., t. t.), hlm. 2.
16
Mubyarto (1981), “Tebu Rakyat Intensivikasi: Prospek dan Masalahnya”,
Prisma, no. 10, hlm. 51-53.
11
pemegang bengkok yang disahkan oleh kepala desa dengan ketentuan tanah
garapannya termasuk tanahnya sendiri tidak lebih dari 2 Ha. Petani peserta TRI
orang, petugas negara dan badan usaha yang akan mengusahakan tanaman tebu
pada tanah milik orang lain dengan sistem sewa tidak diperkenankan. Menjadi
produksi dan penyuluhan teknis bagi petani tebu, lokasi ditetapkan oleh pejabat
Bimas dengan memperhatikan usulan pabrik gula dan petani melalui KUD, Bank
oleh petani dan tebu yang dihasilkan dijual ke pabrik gula dengan sistem bagi
Menteri Pertanian.18
pelaksanaan.19 Ini adalah akibat langsung yang melibatkan petani pemilik lahan
17
Hotman M. siahaan, op.cit., hlm. 3.
18
Khudori, op.cit., hlm. 48.
19
Soegijanto Padmo, “Ekonomi Perkebunan dan Keresahan di Pedesaan
Sebuah Survei Awal”, Makalah Seminar Revolusi Kepahlawanan dan
Pembangunan Bangsa, (Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional,
1994), hlm. 6-7.
12
historiografi.20 Tulisan sejarah sebagai suatu karya ilmiah, perlu didukung oleh
yang mendahului sebuah penelitian dengan tema atau topik yang hampir sama.
dari karya yang sebelumnya. Historiografi yang relevan bisa berupa buku, skripsi,
memperoleh karya sejarah yang benar-benar baru, dengan upaya ini tidak terjadi
bentuk Skripsi pada program studi Ilmu Sejarah di Universitas Negeri Semarang.
20
Louis Gostchalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI Press, 2008), hlm. 39.
13
Adapun judul dari skripsi tersebut adalah Sejarah Perkembangan Pabrik Gula
yang diakibatkan oleh pabrik gula Cepiring. Dimana dampak yang dihadapi
peristiwa yang dikaji serta scoop waktu yang sedikit berbeda juga mengenai
maka penulis mengambil lokasi di Kabupaten Kendal yang mana lokasi yang
dipilih oleh Mufidatut Diniyah masuk dalam salah satu lokasi yang penulis pilih.
Rakyat Intensifikasi di Kendal pada tahun 1985-1990. Namun nantinya akan ada
beberapa kesamaan yakni dalam kajian mengenai pabrik gula Cepiring dan sedikit
Historiografi relevan kedua adalah karya Jati Istanto dalam bentuk Skripsi
tempat atau lokasi dan tahun pelaksanaannya sedikit berbeda. Karya Jati Istanto
G. Metode Penelitian
Sejarah adalah salah satu cabang dalam ilmu sosial yang memiliki metode
Gotschalk, metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis
penelitian sejarah kritis terdiri dari empat tahap pokok yaitu pengumpulan data
sejarah (Historiografi).
1. Heuristik
21
Ibid., hlm. 32.
22
Nugroho Notosusanto, Hakekat Sejarah dan Metode Sejarah (Jakarta:
Mega Book Store, 1984), hlm. 22-23.
15
a. Sumber Primer
dengan peristiwa. Sumber primer adalah kesaksian dari seseorang dengan mata
kepalanya sendiri, yakni saksi dengan panca indera atau alat mekanis (yang juga
bisa menghasilkan suatu rekaman yang bisa di indera).24 Sumber primer dapat
juga disebut arsip atau manuskrip. Posisi arsip sebagai sumber menempati
primer dapat dikatakan pula sebagai bukti kontemporer atau sezaman dengan
23
Helius Sayamsudin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm.
89.
24
Louis Gottschalk, op.cit., hlm. 43.
25
Mona Lohanda, Membaca Sumber Menulis Sejarah, (Yogyakarta: Ombak,
2011), hlm. 3.
16
peristiwa yang terjadi. Sumber tersebut dapat dibagi menjadi dua yakni, tertulis
dan tidak tertulis. Sumber tertulis misalnya, dokumen-dokumen, dan sumber tidak
Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
b. Sumber Sekunder
pelaku suatu peristiwa. Sumber tersebut berasal dari orang yang bukan merupakan
saksi mata, yaitu dari seseorang yang tidak hadi pada peristiwa yang dikisahkan.
Sumber sekunder dapat berupa buku-buku, surat kabar, skripsi yang tidak
diterbitkan dan karya tulis ilmiah yang relevan dengan penelitian. Sedangkan
17
menurut Nugraha Notosusanto sumber sekunder adalah sumber yang di dapat dari
sumber lain.
2. Verifikasi
dikumpulkan. Kritik sumber ada dua macam yaitu, otensitas atau keabsahan
sumber atau kritik ekstern dan kredibilitas atau kebiasaan dipercayai atau kritik
ekstern dan kredibilitas atau kebiasaan dipercayai atau kritik intern.26 Kritik
sumber ekstern merupakan kritik sumber sejarah dari luar, misalnya mengenai
keaslian dari kertas yang dipakai, ejaan, tinta, gaya tulisan, dan semua penampilan
luarnya untuk mengetahui keontikanya. Kritik sumber intrern yaitu penilaian atau
pengujian sumber sejarah dari isi sumber dokumen tersebut, sehingga sumber
27
tersebut dapat dianalisis berdasarkan isinya. Kritik sumber diperlukan dalam
sebuah penelitian sejarah karena semakin kritis dalam menilai sumber sejarah,
3. Interpretasi
Interpretasi ada dua macam, yaitu analisis dan sintesis.28 Analisis disini berarti
fakta-fakta yang telah ditemukan dan ditetapkan melalui kritik sumber ekstern
26
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013),
hlm. 77.
27
Ibid., hlm. 78.
28
Ibid., hlm 78-79.
18
maupun intern agar menjadi sebuah makna yang saling berhubungan. Fakta-fakta
tersebut dirangkai, dikaitkan dengan fakta lain, agar terlihat sebagai rangkaian
fakta yang masuk akal, dan menunjukkan sebuah arti dan kecocokan satu sama
lainnya.
4. Historiografi
hasil penelitian yang diwujudkan dalam bentuk karya tulis sejarah. Tahap ini
merupakan tahap terakhir bagi penulis untuk menyajikan fakta kedalam bentuk
penulisan sejarah.
penelitiannya atau penemuannya itu dalam suatu penulisan utuh yang disebut
dengan historiografi.29
H. Pendekatan Penelitian
lampau, pendekatan merupakan satu hal yang penting dalam proses penelitian.30
menggunakan teori atau konsep dari ilmu bantu lainnya. Maka, untuk melakukan
29
Helius Syamsudin, op.cit., hlm. 56.
30
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah,
(Jakarta: Grameda Pustaka Utama, 1992), hlm. 2.
19
segi.
gejala aspek sosial yang mencakup hubungan social, interaksi, jaringan dan
struktur sosial. Dalam hal ini pendekatan sosiologi mampu melihat perubahan
diungkapkan oleh Rogers et.al. Menurut Rogers perubahan sosial adalah suatu
suatu sistem kemasyarakatan. Ada tiga tahapan utama dalam proses atau
menjadi suatu gagasan yang baru. Bila gagasan tersebut sudah menggelinding
seperti roda yang berputar pada sumbunya, sudah tersebar di kalangan anggota
masyarakat, proses perubahan sosial tersebut sudah mulai memasuki tahapan yang
kedua. Tahapan berikutnya sebagai tahapan ketiga, yaitu hasil.31 Berdasarkan teori
31
Bahrein T. Sugihen, Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar), (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1997), hlm. 55.
20
sosial ekonomi. Hal ini dimaksudkan untuk menganalisa persoalan ekonomi yang
berkaitan dengan masalah pertanian tebu, yang meliputi proses pertanian, hasil
bagi masyarakat yang tanahnya digunakan dalam penanaman tebu dapat terjawab.
Skripsi ini menggunakan teori shared poverty yang diungkapkan oleh Clifford
Geertz.
sudah ditandai dengan kondisi mekanisme kalahkan diri yang mengarah pada
bentuk kehidupan yang statis dengan beban kemiskinan yang dipikul bersama
(shared poverty). Dibawah tekanan jumlah penduduk yang terus meningkat dan
sumber daya yang terbatas, masyarakat desa Jawa tidak terbelah menjadi dua dan
tinggi dengan cara membagi-bagikan rezeki yang ada, hingga makin lama makin
I. Sistematika Penulisan
Intensifiksi di Kabupaten Kendal Tahun 1981-1990” akan disusun dalam lima bab
pembahasan. Berikut ini adalah gambaran mengenai isi dari hasil penelitian
32
Clifford Geertz, Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di
Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor, 1983), hlm. 102.
21
BAB I. Pendahuluan
Pada bab ini berisi gambaran umum mengenai latar belakang penelitian, rumusan
masalah yang akan dikaji, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka,
menyesuaikan dengan ketentuan penulisan tugas akhir skripsi yang dibuat oleh
hasil produksi tebu rakyat dan permasalahan dalam pelaksanaan tebu rakyat
intensifikasi.
Kabupaten Kendal.
BAB V. Kesimpulan
sebelumnya. Dalam kesimpulan ini akan diberikan pula jawaban dari rumusan