Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERKEMBANGAN PERKEBUNAN DAN PERTAMBANGAN PADA MASA MALAISE

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Sejarah Indonesi” yang dibina oleh

Dr. Latifatul Izzah. M.Hum

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Abelia Putri Aura Rohma (230110301018)

Rizka Dwi Prasetyowati (230110301019)

Mohammad Alfaidl Al Akbar (230110301020)

Rizmala Istifariani (230110301080)


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Permasalahan
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Perkebunan Kopi

2.2 Perkebunan Gula

2.3 Perkebunan Teh

2.4 Perkebunan Tembakau

2.5 Perkebunan Karet

2.6 Pertambangan Eksploitasi Timah

2.7 Pertambangan Emas dan Perak

2.8 Pertambangan Batubara

2.9 Pertambang Minyak

BAB 3 SIMPULAN

REFERENSI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkebunan dan Pertambangan adalah dua sektor penting dalam Pembangunan


nasional Indonesia. Dalam perkebunan menyatakan bahwa secara ekonomi perkebunan
berfungsi meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dalam menguatkan struktur
ekonomi wilayah, dan secara ekeologi berfungsi meningkatkan konservasi tanah dan air,
menyerap karbon, penyediakan oksigen dan penyangga Kawasan lindung serta secara sosial
budaya yang berfungsi menjadi perekat dan pemersatu bangsa.

Sedangkan dalam pertambangan menyatakan bahwa salah satu sektor Pembangunan


telah menjadi industri strategis yang mempunyai peranan penting untuk Indonesia, kegiatan
pertambangan yang dilakukan oleh pengusaha tambang dengan tujuan mendapatkan barang
tambang dan keuntungan dari hasil tambang tersebut.yang diketahui secara luas bahwa
pertambangan dilakukan di Indonesia atas persetujuan atau kebijakan.

pertambangan ialah usaha legal yang dilandasi oleh peraturan perundang-undangan.


Industri dalam pertambangan merupakan bentuk kongret dimana dari sektor pertambangan
ini menyumbangkan sekitar 12% dari jomlah total ekspor Indonesia serta mampu
meningkatkan konstribusi sebesar 7,31% kepada pendapatan domestic bruto.

Namun, kegiatan pertambangan sering menimbulkan konflik baik dengan pemegang


izin, karena pertambangan dan perkebunan menjadi andalan bagi kegiatan investasi di
beberapa daerah di Indonesia.
1.2 PERMASALAHAN

Pada masa-masa sulit, khususnya depresi ekonomi yang terjadi pada tahun 1930an,
industry perkebunan dan pertambangan di Indonesia menderita. Melemahnya perekonomian
menyebabkan penurunan permintaan produk perkebunan dan pertambangan sehingga
berdampak pada penurunan dan pendapaatan. Akibatnya banyak Perusahaan perkebunan dan
pertamabangan yang mengalami kesulitan keuangan, bahkan ada yang bangkrut. Situasi ini
juga menimbulkan konflik antara petani dan pemilik perkebunan, dimana petani terpaksa
bekerja dengan upah rendah dan seringkali dieksploitasi oleh pemilik perkebunan. Masa
malaise mempunyai dampak yang signifikan terhadap sistem perkebunan colonial di
Indonesia dan merupakan masa yang penuh tantangan bagi perekonomian negara.

1.3 TUJUAN

Perkebunan dan pertambangan memiliki tujuan yaitu ekonomi/komersial. Perkebunan


bertujuan untuk menghasilkan tanaman perkebunan seperti Karet, Kopi, Gula, Tembakau,
Teh, dan lainnya yang merupakan gabungan dari beberapa tanaman perkebunan. Sedangkan
pertambangan bertujuan untuk mengambil endapan bahan galian berharga dan bernilai
ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis maupun manual, pada permukaan
bumi, di bawah permukaan bumi dan dibawah permukaan air. Hasil kegiatan ini antara lain,
Minyak dan Gas Bumi, Batubara, Timah, Emas dan Pera.

1.4 MANFAAT

Perkebunan dan pertambangan memiliki manfaat ekonomi yang signifikan pada masa
malaise. Berikut adalah beberapa manfaat dari perkebunan dan pertambangan pada masa
tersebut:

Manfaat Perkebunan:

 Menjadi sumber penghasilan bagi petani dan pekerja di sektor perkebunan.


 Menjaga perekonomian daerah tetap bergairah saat krisis.

Manfaat Pertambangan:

 Menjadi salah satu leading sector dalam menopang perekonomian.


 Menjadi sumber berpenghasilan bagi pekerja di sektor pertambangan.
 Menjadi sumber bahan galian berharga dan bernilai ekonomis yang digunakan sebagai
bahan baku atau bahan penolong sektor indrusti maupun kontruksi.

Dapat disimpulkan bahwa perkebunan dan pertambangan memiliki peran penting dalam
menjaga perekonomian pada masa malaise. Meskipun terdapat dampak negatif dari Krisis
tersebut, namun sektor perekonomian dan pertambangan tetap memberikan manfaat ekonomi
bagi Masyarakat.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Perkebunan Kopi

Tanaman kopi merupakan salah satu komoditas yang dikenal tertua dan terbaik di Hindia
Belanda. Pada abad ke 19, pengolahan kopi diambil alih oleh perkebunan pemerintah dan
menjadi salah satu komoditas, dan mendukung struktur system tanam yang diterapkan
pemerintah di akhir abad ke 19, sisa terakhir warisan sistem tanam (paksa) atas komoditas ini
dapat ditemukan di tahun 1919 (pengelolaan diganti dengan format konsesi pertanian dari
pemerintah). Sedangkan perkebunan kopi swasta muncul setelah tahun 1880. Pada Tahun
1870-1900 ialah tahun dimana pemerintah Belanda yang memberikan peluang pada
pengusaha swasta untuk menanamkan modalnya di Hindia-Belanda yang dimana pada bidang
perkebunan.

Perluasan lahan perkebunan menyebar dengan cepat. Kesulitan kesulitan serius segera
dalam pengelolaannya, mulai dari munculnya penyakit daun yang disebabkan oleh jamur
(Hemileia vastratix) hingga jatuhnya harga komoditas kopi kopi di pasar internasional. Krisis
ini menimpa tanaman kopi hingga tahun 1908,

berikut beberapa dampak dari krisis malaise terhadap perkebunan kopi adalah:

 Hancurnya harga dan permintaan komoditas internasional, termasuk kopi.


 Krisis keuangan yang disebabkan berkurangnya penerimaan dan pendapatan
pemerintah colonial, sehingga mengurangi dukungan terhadap perkebunan kopi.
 Menurunnya kesempatan kerja, pendapatan, dan daya beli Masyarakat, termasuk
petani kopi.

Untuk Kembali bangkit dari masa krisis ini, Hindia Belanda kemudian melakukan Upaya-
upaya tak kenal Lelah untuk mencari varietas tanaman kopi baru yang lebih kuat dan
berkualitas baik agar memperoleh kepercayaan Kembali dari pasar ekspor.

Kopi jawa (Coffea Arabica) yang ditanam secara ekslusif selama periode 1900an
awal, hamper seluruhnya rusak karena penyakit di atas. Kopi Robusta (Coffea Robusta) yang
diimpor kongo pada tahun 1900 pun mulai diuji coba. Varietas yang mempunyai ketahanan
yang lebih kuat pada penyakit daun dan mempunyai tingkat produktivitas tinggi dan
memberikan sedikit harapan untuk kebangkitan perkebunan dan pengelohan kopi di Hindia
Belanda. Perkembangannya pun tidan kurang dari 84% dari total lahan kopi yang sebelumnya
terlantas pasca krisis tahun 1980 yang ditanami dengan varietas. Kopi Robusta juga
mengingkan tanah yang memiliki kualitas kesuburan yang baik, dan penaman kopi yang baik
adalah di ketinggian 1.000-2.500 kaki, dan memiliki titik evelasi yang lebih tinggi di tanah
vulkanik, Arabika adalah varietas kopi yang tumbuh paling baik. Ada juga Ekseperimen dan
Pengembangan untuk memperoleh varietas Kopi terbaik pun dilakukan melalui perkawinan
silang atas varietas yang sudah beredar.

Di jawa, pengolahan Kopi dipusatkan dibagian Timur pulau (Kerisidenan Besuki,


Pasuruan, dan Kediri); pada tahun 1928, yang sebanyak 76% dari total produksi kopi di
Hindia Belanda berasal dari wilayah wilayah ini.

Di Sumatera, pengolahan Kopi berkembang khususnya di wilyah Palembang,


sumatera Barat dan Sumatera Selatan, andilnya dalam produksi Kopi Hindia Belanda adalah
11%. Perkebunan Kopi yang berada di Celebes (Sulawesi) Utara dan Tengah, yang menjadi
penompang kesejahteraan pribumi di wilayah tersebut. Pemerintah komoditas kopi lebih
banyak diserahkan pada proses penanaman dan perawatannya.

Dalam perkebunan juga ada yang Namanya ARTEFAK KOLONIAL


PERKEBUNAN yang merupakan jejak budaya penting dalam Sejarah perkebunan yang ada
di BandungJawa Barat. Tujuan menulis Artefak Kolonial yaitu menjelaskan tentang
perkebunan yang berupa prasasti dan peta lama kebun, yang dimana prasasti pendirian
pabrik the Penglejar lama di Gedung IHT Bagian Panglejar, prasasti menjadi pendirian rumah
Administratur Kebun Maswati di Gedung Pusdiklat Panglejar dan peta lama Kebun
Rajamandala di Kantor Afdeling Rajamandala 1 Perkebunan Panglejar.

Pada awal abad ke-20, perkebunan kopi di Indonesia mulai terserang hama hingga
hampir memusnahkan seluruh pohon kopi. Akhirnya pemerintah kolonial Belanda
memutuskan untuk mencoba menggantinya dengan kopi yang lebih tahan penyakit, yaitu
kopi Liberika dan Ekselsa. Namun wilayah Timor dan Flores yang saat itu berada di bawah
kekuasaan Portugis tidak terkena hama, meski kopi yang ditanam di sana juga Arabika.

Pemerintah Belanda kemudian menanam kopi Liberika untuk memerangi hama


tersebut. Varietas ini tidak lama populer dan juga terserang hama dan penyakit. Kopi liberika
masih dapat ditemukan di Pulau Jawa meskipun jarang ditanam untuk produksi komersial.
Biji kopi liberika berukuran sedikit lebih besar dibandingkan biji kopi arabika dan Robusta.
Sebenarnya perkebunan kopi ini tidak terserang hama, namun terjadilah revolusi pada
perkebunan kopi, dimana para pekerja kopi menghancurkan seluruh perkebunan kopi yang
ada di pulau Jawa pada khususnya dan seluruh Indonesia pada umumnya. Namun saat ini
Indonesia merupakan produsen utama kopi hijau. 3 di dunia.
2.2 PERKEBUNAN GULA

Pada masa penjajahan Belanda, perkebunan tebu merupakan industri penting di


Indonesia. Pemerintah Belanda menerapkan kebijakan yang disebut “cultuurstelsel” atau
“pertanian paksa”, yang mengharuskan petani membayar pajak dalam bentuk hasil pertanian,
termasuk tebu. Kebijakan ini berhasil meningkatkan produksi tebu dan tanaman ekspor
lainnya seperti kopi, teh, kopra, dan kina. Keuntungan dari ekspor ini membantu mengisi kas
Belanda dan menstimulasi perekonomian. Namun kebijakan ini juga menimbulkan banyak
kontroversi dan berujung pada eksploitasi terhadap petani yang terpaksa bekerja di
perkebunan. Sejak saat itu, industri gula Indonesia telah mengalami banyak pasang surut
serta fluktuasi produksi dan perubahan kepemilikan. Saat ini, Indonesia merupakan salah satu
produsen gula terbesar di dunia namun juga merupakan importir gula utama.

Pada tahun 1870, pemerintah Hindia Belanda menetapkan Undang-Undang Pertanian


(Agrarische Wet) dan Undang-Undang Gula (Suiker Wet), yang keduanya dianggap sebagai
langkah awal sistem perekonomian bebas di Hindia Belanda. Kedua undang-undang tersebut
mendorong banyak pengusaha swasta asing, khususnya orang Eropa, datang ke Pulau Jawa
untuk mendirikan usaha berupa industri pertanian berupa perkebunan tebu dan pabrik gula.
Setelah kedatangan para pengusaha tersebut, banyak kemajuan yang terjadi di industri gula
serta berkembangnya perekonomian bebas. Pada tahun 1883, wabah serai menyerang
tanaman tebu sehingga menyebabkan pengusaha merugi akibat turunnya harga dan kualitas
gula. Pada tahun 1894, Suikersyndicaat didirikan sebagai solusi untuk mengatasi krisis gula
yang terjadi saat itu.

Selama kerusuhan yang terjadi pada akhir tahun 1920an dan awal tahun 1930an,
industri gula Indonesia menderita. Banyak pabrik gula bangkrut dan produksi gula menurun.
Di wilayah Karesidenan Jepara yang pada akhir tahun 1800an terdapat sembilan pabrik gula
yang bekerjasama dengan pemerintah, industri gula juga mengalami keterpurukan pada tahun
1930an. Banyak masyarakat yang bekerja di perkebunan tebu memilih bermigrasi ke sektor
lain seperti manufaktur dan jasa. . Di pabrik gula Sindanglaut di wilayah Cirebon, produksi
gula meningkat sebelum krisis Malaise namun menurun pada saat krisis.

Anda mungkin juga menyukai