Anda di halaman 1dari 13

OM SWASTYASTU

Kebijaksanaan Pangan Dan


Pembangunan Pertanian
KELOMPOK 4

ANGGOTA :
1. Ni Luh Putu Juwiantari Putri (10/2102612010557)
2. I Made Alit Satria Mandala Putra (09/2102612010556)
3. Ni Luh Shintia Putri (11/2102612010558)
Kebijakan Pangan dan Pembangunan Pertanian

 1. Kebijaksanaa  3. Kebijaksanaan
pangan dan pangan pada masa
pembagunan pemerintah orde baru
pertanian masa
penjajahan belanda  4. Pembangunan
tanaman non pangan.
 2. Kebijaksanaan
pangan pada masa  5. Perubahan
orde lama struktur ekonomi
1. Kebijaksanaa pangan dan pembagunan pertanian masa penjajahan
belanda
Kebutuhan dan ketersediaan pangan sering bertolak belakang. Jika
ketersediaan pangan melebihi kebutuhan pangan maka akan terjadi surplus.
Sebaliknya, jika kebutuhan pangan melebihi ketersediaan pangan maka akan
terjadi krisis pangan. Jawa pernah mengalami krisis pangan hebat pada tahun
1665. Krisis ini disebabkan oleh musim kering yang berkepanjangan. Akibatnya,
beras mengalami kelangkaan. Untuk mengatasi permasalahan ini, Sultan
Amangkurat I melarang ekspor beras ke luar Jawa.

Krisis pangan juga terjadi pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda.


Dalam waktu tertentu seperti pada tahun 1911 expor beras dilarang untuk
mempertahankan stabilitas harga beras dalam negeri. Selain kebijakan,
pemerintah Belanda juga melakukan program penyuluhan yang disebut Olie
Vlek. Olie Vlek adalah program penyuluhan percontohan cara bertani yang lebih
baik. Caranya adalah dengan membentuk petak-petak di tempat tertentu di mana
pegawai pertanian Belanda melakukan cara bercocok tanam padi yang baik agar
ditiru oleh para petani di sekitarnya.
2. Kebijakan Pangan dan Sektor Pertanian pada Pemerintahan
Orde Lama

Pada masa ini, keadaan perberasan mengalami penurunan dalam hal kualitas dan
kuantitas. Pada 1952, diadakan program kesejahteraan Kasimo yang bertujuan
mencapai swasembada beras sebelum 1956. Program ini menggunakan pendekatan
penyuluhan percontohan. Pendekatan semacam ini mengikuti sistem penyuluhan
Pemerintah penjajahan Belanda, dengan apa yang disebut dengan Olie Vlek, yakni
bertujuan menyebarluaskan cara-cara bertani yang lebih baik. Terdapat pula program
padi sentra yang dimulai sejak tahun 1959 namun belum berhasil menciptakan
swasembada. Sedangkan program Bimas selama 1960-an mencakup dan
menyempurnakan pendekatan penyuluhan percontohan ini.

Presiden Soekarno mengatasi kekurangan beras dengan cara mencanangkan


gerakan mengganti beras dengan jagung pada 1963. Gerakan ini dicerminkan pada
perubahan jatah kepada pegawai sipil dan militer yang semula memperoleh jatah beras,
kemudian diubah menjadi jatah 25 persen jagung dan 75 persen beras. Program ini
mengalami banyak kesulitan dari segi bagaimana menjamin agar aliran jagung ke
daerah-daerah konsumsi dapat lancar, dan ternyata program tersebut menimbulkan
reaksi negatif dari kalangan masyarakat, sehingga kemudian dihentikan.
3. Kebijakan Pangan dan Sektor Pertanian pada Pemerintahan Orde
Baru

Orde Baru merupakan masa Indonesia setelah turunnya Presiden Soekarno dan
digantikan oleh kepemimpinan Soeharto. Dalam masa kepemimpinannya yang
berlangsung selama lebih dari tiga puluh tahun, Indonesia mengalami masa-masa
yang menurut masyarakat secara umum merupakan masa pembangunan ekonomi.
Kemajuan pembangunan ekonomi ini dirasakan sangat signifikan oleh masyarakat
karena sebelumnya pada tahun 1966 Indonesia mengalami gejolak ekonomi yang
luar biasa dimana inflasi mencapai 650%.

Adapun beberapa hal positif yang didapatkan dari pembangunan ekonomi


secara umum pada masa Orde Baru ini antara lain pertumbuhan ekonomi,
pembangunan infrastruktur, serta perkembangan sektor pertanian. Prestasi luar biasa
yang diperoleh dari perkembangan sektor pertanian ini adalah Indonesia bisa
mengubah status dirinya dari Negara pengimpor beras terbesar di dunia menjadi
Negara pengekspor beras terbesar di dunia dan mencapai swasembada pangan pada
tahun 1980-an.
Berbagai program kebijakan pangan disusun dan
dilaksanakan yang berkaitan dengan pangan, seperti Bimas
(Bimbingan Massal), Inmas (Intensifikasi Massal), Insus
(Intensifikasi Khusus), dan Supra Insus. Selain itu,
Pemerintah Orde Baru juga membentuk berbagai
Kelembagaan pangan, seperti Badan Usaha Unit
Desa/Koperasi Unit Desa (BUUD/KUD)131, Badan Urusan
Logistik (Bulog) di tingkat Pusat, Depot Logistik (Dolog) di
Tingkat Provinsi, dan Sub Depot Logistik (Subdolog) di
tingkat kabupaten/kotamadya. Penggunaan pupuk kimia,
pestisida, dan bibit unggul seperti varietas unggul tahan
wereng (VUTW) juga diperkenalkan dengan tujuan
meningkatkan hasil produksi pertanian. Pada Masa Orde
Baru, pembangunan pertanian di Indonesia yang
dilaksanakan dengan program Bimas, Insus dan Supra Insus
telah mengantarkan Indonesia pada swasembada beras pada
tahun 1984
4. Pembangunan Tanaman Non Pangan

Perhatian pembangunan tak hanyanya meliputi tanaman pangan saya, tetapi juga memperhatikan perkembangan
tanaman non pangan lainnya. Penerapan teknologi pun juga diperhatikan dan juga paket kebijakan lain seperti
itensifikasi dalam bibit unggul maupun pengolahan lahan dengan sumberdaya yang memadai serta di dukung oleh
teknologi maju.

Tanaman non pangan sering disebut juga tanaman pohon, tanaman tahunan, tanaman perkebunan, tanaman kas.
Tanaman non pangan meliputi jeruk, mangga, teh, tembakau, kelapa, kelapa sawit, vanili, coklat (kakau), lada dan
lainnya. Sejak tahun 1970 pemerintah mulai memperhatikan tanaman non pangan dengan mengembangkan bibit
unggul dan dan tanaman perkebunan baru, diantaranya tanaman kakao, vanili, jeruk, kelapa sawit dan sebagainya.
5. Perubahan Struktur Ekonomi
 Peran Sektor Pertanian
Sektor pertanian adalah sektor awal kehidupan suatu bangsa atau negara.
Namun saat ini sektor pertanian semakin mengalami kemunduran karena semakin
majunya sektor industri dan sektor jasa. Setiap negara pasti akan melakukan suatu
perubahan mengenai potensi negaranya yaitu kemungkinan beralih dari sektor
pertanian menjadi industri maupun jasa.
Menurut Ketut Nehen (2016), sektor pertanian pada umumnya memegang
peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Peran
tersebut, antara lain adalah :
O Menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian
meningkat.
O Meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian
mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier.
O Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang modal bagi
pembangunan melalui ekspor hasil pertanian.
O Meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi oleh pemerintah.
O Memperbaiki kesejahteraan masyarakat pedesaan.
 Perubahan Struktur

Menurut Ketut Nehen (2016), perubahan struktur suatu perekonomian


biasanya ditandai oleh besarnya sumbangan dari masing-masing sektor terhadap
penghasilan nasional atau terhadap Produk Domestik Bruto. Semakin besar
sumbangan dari setiap sektor maka akan menambahkan Produk Domestik Bruto dan
berpengaruh terhadap perubahan struktur ekonomi suatu negara atau daerah.

Perubahan struktur biasanya di mulai dari negara sistem agraris-industri-jasa,


tergantung dari data PDB suatu negara. Jika sektor pertanian yang mendominasi
suatu negara, maka negara tersebut adalah negara agraris, dan jika sektor industri
yang mendominan, maka negara tersebut adalah negara industri, begitu pula dengan
negara jasa. Indonesia pada abad ke-20 adalah negara agraris yaitu dengan
penyumbang terbesar dari sektor pertanian. Namun saat ini Indonesia di dominasi
oleh sektor jasa, dengan kata lain, Indonesia sudah merubah struktur ekonominya
dari negara agraris menjadi negara jasa.
Produk Domestik Bruto menuru Sektor Asal (dalam %)
2016 2017
No Keterangan Triwulan Triwulan
I II I II
1 Pertanian, Pertambangan dan Penggalian 20,48 21,23 21,53 21,28
2 Industri Pengolahan 21,05 20,66 20,48 20,26
Jasa (Listrik, Kontruksi, Pengangkutan,
3 58,47 58,11 57,99 58,46
dll)
Jumlah 100 100 100 100
TERIMAKASIH
OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM

Anda mungkin juga menyukai