Perusahaan tidak selalu berjalan sesusai dengan rencana.
Pada situasi tertentu, perusahaan mungkin akan mengalami kesulitan keuangan yang ringan seperti mengalami kesulitan likuiditas (tidak bisa membayar gaji pegawai, bunga hutang). Jika tidak diselesaikan dengan benar, kesulitan kecil tersebut bisa berkembang menjadi kesulitan yang lebih besar, dan bisa sampai pada kebangkrutan. Pengertian dan Definisi Kesulitas Keuangan dan Kebangkrutan
Definisi yang pasti mengenai istilah-istilah tersebut sulit
dirumuskan. Pengertian kebangkrutan sendiri bisa dilihat dari pendekatan aliran dan pendekatan stock. Dengan pendekatan stock, perusahaan bisa dinyatakan bangkrut jika total kewajiban melebihi total aktiva. Jika perusahaan mempunyai hutang Rp1 milyar, sedangkan total asetnya hanya Rp500 juta, maka perusahaan tersebut sudah bisa dinyatakan bangkrut. Dengan pendekatan aliran, perusahaan akan bangkrut jika tidak bisa menghasilkan aliran kas yang cukup. Dari sudut pandang stock, perusahaan bisa dinyatakan bangkrut meskipun mungkin masih menghasilkan aliran kas yang cukup, atau mempunyai prospek yang baik di masa mendatang. Kesulitan usaha merupakan kondisi kontinum mulai dari kesulitan keuangan yang ringan (seperti masalah likuiditas), sampai pada kesulitan keuangan yang lebih serius, yaitu tidak solvabel (hutang lebih besar dibandingkan dengan aset) Kesulitan mendefinisikan kesulitan keuangan mempunyai banyak implikasi. Jika perusahaan mencapai tahap tidak solvabel, pada dasarnya ada dua pilihan, yaitu likuidasi (kebangkrutan) atau reorganisasi. Likuidasi dipilih jika nilai likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan kalau diteruskan. Reorganisasi dipilih kalau perusahaan masih menunjukkan prospek yang baik, sehingga nilai perusahaan kalau diteruskan lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan kalau dilikuidasi. Penyebab kesulitan keuangan dan kebangkrutan cukup bervariasi. Jenis industri sendiri mempengaruhi penyebab kegagalan usaha. Ada sektor usaha yang relatif mudah dikerjakan, ada yang sulit. Kegagalan bisnis juga bervariasi tergantung umur usaha.
Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan
Jika perusahaan mencapai tahap tidak solvabel, pada
dasarnya ada dua pilihan, yaitu likuidasi (kebangrkutan) atau reorganisasi. Likuidasi jika nilai likuidasi lebih besar dibandingkan nilai perusahaan kalau diteruskan. Reorganisasi kalau perusahaan masih menunjukkan prospek yang baik, sehingga nilai perusahaan kalau diteruskan lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan kalau dilikuidasi. Pemecahan secara Formal:
Dilakukan apabila masalah sudah parah, kerditur dan pemasok dana
lainnya ingin mempunyai jaminan keamanan dan keadilan. Pemcahan secara formal melibatkan pihak ketiga yaitu pengadilan. Cara: 1) Apabila nilai perusahaan > nilai perusahaan dilikuidasi, dilakukan reorganisasi dengan merubah struktur modal menjadi struktur modal yang layak. Perubahan bisa dilakukan melalui perpanjangan perubahan komposisi, atau keduanya. 2) Apabila nilai perusahaan < Nilai perusahaan dilikuidasi, likuidasi lebih baik dilakukan dengan menjual asset-aset perusahaan kemuadia di distribusikan ke pemasok modal di bawah pengawasan pihak ketiga. Perbaikan Informal (penyelesaina suka rela) Jika prospek perusahaan dimasa mendatang cukup baik, kesulitan keuangan versifat sementara maka restrukturiasai perlu atau likuidasi dilakukan. Jika kesulitan bersifat permanen, maka kebangkrutan atau likuidasi merupakan pilihan yang lebih baik. Namun jika kesulitan perusahaan bersifat permanen, maka nilai perusahaan yang dilukidasi akan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan jika dijalankan terus. Contoh Likuidasi dan Reorganisasi (Restrukturisasi) 1. Menghitung Nilai perusahaan: Misalkan pihak pengadilan dan curator mengestimasi penjualan di masa mendatang bisa mencapai Rp. 75 juta pertahun. Marjin keuntungan (profit margin) yang bisa dicapai di perkirakan sekitar 10%. Dengan kata lain keuntungan yang diperkirakan diperoleh perusahaan tersebut adalah sekitar Rp. 7,5 juta pertahun. 2. Menghitung tingkat kapitalisasi atau tingkat Multipel, dan nilai perusahaan: Misalkan saja tingkat kapitalisasi perusahaan yang sejenis adalah sekitar 12%. Maka nilai = 7,5 juta/0,12 = Rp. 62,50 juta. Jadi teknik multiple (seperti PER) juga bisa digunakan. Misalkan saja rasio PER (Price Eraning Rtaio) untuk perusahaan lain adalah sekitar 8 kali. Pihak penilai menganggap rasio tersebut cukup wajar untuk perusahaan tersebut. Dengan menggunakan teknik tersebut nilai perusahaan adalah: ●
Nilai Perusahaan = Rp. 7,5 Juta x 8 = Rp.60 Juta.
Tentu saja teknik atau cara yang berbeda akan mengahsilkan angka yang berbeda pula. Mislakan saja pihak curator menetukan nilai perusahaan adalah Rp. 60 Juta. Langkah-Langkah Yang Ditempuh Dalam Reorganisasi Finansial 1. Menentukan nilai perusahaan Penilaian yang sering digunakan, dan yang termasuk sederhana, adalah menghitung nilai perusahaan berdasarkan tingkat kapitalisasi.
2. Menentukan struktur modal yang baru
Struktur modal tersebut bertujuan mengurangi beban tetap (bunga) agar perusahaan bisa beroperasi dengan lebih fleksibel. Untuk mengurangi beban tetap tersebut, total hutang biasanya akan dikurangi. Jika tidak ada lagi harapan bahwa operasi perusahaan akan berhasil, maka likuidasi merupakan alternatif satu-satunya yang mungkin dilakukan oleh perusahaan. Konsolidasi Dalam Reorganisasi Reorganisasi dan konsolidasi dilakukan dengan cara: (1) Melakukan penghematan biaya. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, ditunda atau dibatalkan. (2) Menjual aktiva-aktiva yang tidak diperlukan (3) Divisi (unit bisnis) yang tidak menguntungkan dihilangkan atau digabung (4) Menunda rencana ekspansi sampai situasi dinilai telah menguntungkan (5) Memanfaatkan kas yang ada, tidak menambah hutang (kalau dapat dikurangi dari hasil penjualan aktiva yang tidak diperlukan), dan menjaga likuiditas. Dalam jangka pendek mungkin sekali profitabilitas dikorbankan (profitabilitas terpaksa negatif) CONTOH KASUS RESTRUKTURISASI
Garuda Indonesia, Maskapai Terbesar di Indonesia Juga pernah
mengalami keterpurukan Siapa yang tak kenal maskapai satu ini? Sebelum namanya menjadi sepopuler sekarang, maskapai penerbangan milik pemerintahi ni juga pernah mengalami keterpurukan. Bayangkan saja, Garuda Indonesia pernah nyaris bangkrut karena memiliki utang yang menumpuk. Pada tahun 2004, tercatat bahwa maskapai penerbangan ini mengalami kerugian hingga 800 miliar rupiah. Sungguh jumlah yang sangat fantastis, bukan? Belum lagi hutang yang berjumlah 868 juta dolar Amerika. Ditambah lagi performa kerja yang kurang baik dengan banyaknya keterlambatan yang dilakukannya sehingga membuat maskapai ini mendapat reputasi yang buruk tak hanya di mata pelanggan, tapi juga dunia internasional. Namun, itu bukanlah akhir dari Garuda Indonesia. Pada tahun 2005, Garuda merekrut Direktur Utama yang baru, Emirsyah Satar. Di tahun inilah gebrakan-gebrakan mulaid ilakukan oleh Garuda. Langkah pertama yang dilakukannya adalah restrukturisasi. Restrukturisasi dilakukan secara menyeluruh pada seluruh sector perusahaan, salah satunya dalam bidang manajemen. Sebelumnya, system manajemennya adalah 1:3,4, yang artinya satu manajemen membawahi 3,4 orang staf. Setelah restrukturisasi, system ini berubah menjadi 1:7, yang mana satu manajemen memimpin tujuh orang staf. Hal ini bertujuan agar info yang ada di lapangan bisa tersalurkan secara langsung. Selain mengubah system manajemen, pemangkasan lapisan organisasi juga dilakukan. Hal ini dilakukan karena lapisan struktur perusahaan dinilai terlalu banyak sehingga menyebabkan proses komunikasi lambat dan birokrasi yang berbelit-belit. Dengan memangkas beberapa lapisan organisasi, komunikasi bisa menjadi lebih cepat dan proses birokrasi dapat dilakukan dengan efisien. Perlahan tapi Pasti, Restrukturisasi Membuahkan Hasil Adanya perubahan system manajemen sehingga perusahaan dapat melihat secara langsung apa yang terjadi di lapangan, membuat performa kinerja Garuda Indonesia meningkat. Hal ini ikut dirasakan oleh para penumpangnya. Garuda Indonesia yang semula sering mengalami keterlambatan kini sudah tidak lagi. Pada tahun 2007, OTP (On Time Performance) atau rasio ketepatan waktu penerbangan Garuda berada di bawah angka 70%, namun saat ini angka OTP sudah berada di atas 90%. Tak heran, peningkatan performa kinerja ini membuat Garuda Indonesia mendapatkan penghargaan The World’s Most Improved Airlines dari SkyTrax. Tak hanya OTP, Garuda juga kembali mendapat kepercayaan para pelanggannya sehingga lama kelamaan pun pelanggannya juga semakin meningkat. Jumlah pelanggan yang meningkat diiringi dengan permintaan penerbangan yang tinggi pula, membuat Garuda pun semakin melebarkan sayapnya hingga ke Amsterdam dan juga menambah jumlah penerbangan hingga 311 setiap harinya. Keberhasilan Garuda Indonesia dalam membuktikan pada dunia bahwa ia mampu bangkit dari keterpurukan hingga berada pada kondisi yang sekarang ini membuatnya di anugerahi penghargaan Airlines Turnaround of The Year oleh Centre for Asia Pacific.
Jadi, dapat dilihat bahwa restrukturisasi dapat membawa kondisi
perusahaan dari keterpurukan menuju kejayaan. Namun, ingat, sebelum melakukan restrukturisasi, sebaiknya Anda mengetahui penyebab keterpurukan yang menimpa perusahaan Anda sehingga strategi yang Anda ambil bisa tepat guna. Kelompok 3