Anda di halaman 1dari 8

TATALAKSANA DISASTER

dr. Titiek

 KEDARURATAN adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa individu dan kelompok masyarakat luas
sehingga menyebabkan ketidakberdayaan yang memerlukan respons intervensi sesegera mungkin guna menghindari
kematian dan atau kecacatan serta kerusakan lingkungan yang luas.
 Kedaruratan kompleks biasanya ada motif politik, kekerasan sangat menonjol dan lumpuhnya pelayanan
pemerintahan.
 TANGGAP DARURAT (EMERGENCY RESPONS) adalah reaksi manajemen pada tahap awal bencana/tahap
darurat berupa rescue, evakuasi (SAR) dan Rapid Assessment.
 KORBAN MASSAL adalah korban akibat kejadian dengan jumlah relatif banyak oleh karena sebab yang sama dan
perlu mendapatkan pertolongan kesehatan segera dengan menggunakan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari
yang tersedia sehari-hari.
 BENCANA adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak/tidak terencana atau secara perlahan tetapi
berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal atau kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan
tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelarnatkan korban yaitu manusia beserta lingkungannya.
 Pengungsi (Refugees) adalah setiap orang yang berada di luar negara tempatnya berasal dan yang diluar kemauannya
atau tidak mungkin kembali ke negaranya atau menggunakan perlindungan bagi dirinya sendiri karena :
Ketakutan mendasar bahwa dia akan dituntut karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok
sosial tertentu atau pendapat politik; .Ancarnan terhadap nyawa atau keamanannya sebagai akibat pertikaian
bersenjata dan bentuk-bentuk lain dari kekerasan yang meluas yang sangat mengganggu keamanan masyarakat umum
(UNHCR, 1995)
 Pengungsi dalam arti pengungsi setempat (Internaliy Displaced Persons - IDPs) didefinisikan sebagai orang-orang
yang dalam jumlah yang besar telah dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka secara mendadak atau tanpa diduga-
duga sebagai akibat pertikaian bersenjata, perselisihan internai, kekerasan-kekerasan sistemik terhadap hak-hak asasi
manusia atau bencana alam atau yang ditimbulkan oleh manusia dan yang berada dalam wilayah kekuasaan negara
mereka (UNHCR, 1995).
 DISASTER MEDICINE : The study and  Kedokteran bencana: Studi dan aplikasi kolaboratif
collaborative application of various health dari berbagai disiplin kesehatan untuk pencegahan,
disciplines to the prevention, preparedness, response kesiapsiagaan, respon dan pemulihan dari masalah
and recovery from the health problems arising from kesehatan yang timbul dari bencana.
disaster.
 Manajemen bencana: Badan kebijakan dan
 Disaster MANAGEMENt : The body of policy and keputusan administratif dan kegiatan operasional
administrative decisions and operational activities yang berkaitan dengan berbagai tahap bencana di
which pertain to the various stages of a disaster at all semua tingkatan.
levels
 Mitigasi bencana: Langkah-langkah yang diambil
 Disaster MITIGATION : Measures taken in advance sebelum bencana yang bertujuan mengurangi atau
of a disaster aimed at decreasing or eliminating its menghilangkan dampaknya terhadap masyarakat
impact on society and environment. dan lingkungan.

 Disaster PREVENTION :  Pencegahan bencana:


Regulatory and physical measures to ensure that Langkah-langkah pengaturan dan fisik untuk
emergencies are prevented, or there effects memastikan bahwa keadaan darurat dapat dicegah,
mitigated. atau ada efek yang dikurangi.

 Disease SURVEILLANCE : Health systems used  Surveilans penyakit: Sistem kesehatan yang
to monitor, observe and evaluate on a continuing digunakan untuk memantau, mengamati dan
basis the progress of disease with the view to mengevaluasi secara berkelanjutan perkembangan
preventing or curing it. penyakit dengan tujuan untuk mencegah atau
menyembuhkannya.
 Hazards : Situations with a potential for harm to life,
health or property, damage to the environment or  Bahaya: Situasi yang berpotensi membahayakan
some combination of these. jiwa, kesehatan, atau properti, kerusakan
 Hazard mitigation : Measures taken to reduce the lingkungan, atau kombinasi semuanya.
impact of hazards on a community.  Mitigasi bahaya: Tindakan yang diambil untuk
mengurangi dampak bahaya pada suatu komunitas.
 Mitigation : Measures taken in advance of a disaster
aimed at decreasing or eliminating its impact on  Mitigasi: Tindakan yang dilakukan sebelum
society and environment. bencana bertujuan mengurangi atau menghilangkan
dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan.

MACAM – MACAM BENCANA


• Bencana alam baik yang berupa tanah longsor, gempa burni, letusan gunung api, tsunami, banjir.
• Bencana karena ulah rnanusia seperti kerusuhan sosial maupun politik, kecelakaan transportasi (pesawat terbang,
kapal laut, kereta api, mobil), kecelakaan industri kecelakaan akibat salah pengeboran minyak dan kejadian luar
biasa akibat wabah penyakit menular.
• Bencana yang menurut waktu dapat tirnbul secara mendadak (akut) yang ditandai dengan jatuhnya korban
manusia, rusaknya rumah serta bangunan penting lainnya, rusaknya saluran air bersih dan air kotor, terputusnya
aliran listrik, saluran telepon, jalan-jalan raya dan sistem saluran lingkungan sena mengakibatkan ribuan orang
harus mengungsi ke wilayah lain.
• Bencana yang menurut waktu dapat timbul secara pertahan-lahan (slow onset disaster atau creeping disaster),
misalnya perubahan kehidupan masyarakat akibat menurunnya kemampuan memperoleh kebutuhan pangan atau
kebutuhan hidup pokok lainnya, atau akibat kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran hutan misalnya di
Kalimantan dengan akibat asap (Haze) yang menimbulkan masalah kesehatan dan lain-lain.

Masalah kesehatan yang umum terjadi pada semua kejadian disaster


a. Adanya reaksi social
Di sana pola perilaku memiliki dua implikasi besar bagi mereka
yang membuat keputusan tentang program bantuan. Pertama,
pola perilaku dan permintaan akan bantuan dapat dibatasi dan
dimodifikasi dengan memberi informasi kepada populasi dan
dengan memperoleh informasi yang diperlukan sebelum
memulai program bantuan yang diperluas. Kedua, populasi itu
sendiri akan menyediakan sebagian besar penyelamatan dan
pertolongan pertama, membawa yang terluka ke rumah sakit
jika mereka dapat diakses, membangun tempat penampungan
sementara, dan melakukan tugas-tugas penting lainnya. Oleh
karena itu sumber daya tambahan harus diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh korban
yang selamat.
b. Communicable disease d. Climatic exposure
Disaster tidak selalu menghasilkan outbreak penyakit Bahaya kesehatan dari paparan unsur-unsur kecil, bahkan
infeksi, meskipun kondisi bencana secara potensial dapat setelah bencana di negara-negara dingin.
meningkatkan kemungkinan terjadinya transmisi Selama populasinya kering, pakaiannya cukup bagus, dan
penyakit. Risiko terjadinya outbreak dipengaruhi oleh mampu menemukan penahan angin, kematian akibat
banyak hal seperti paparan tampaknya bukan risiko besar. Kebutuhan untuk
 kontaminasi feces pada makanan dan air menyediakan tempat penampungan darurat karena itu
 densitas dan perpindahan populasi sangat bervariasi dengan kondisi setempat, mungkin
 terbatasnya makanan dan air diperlukan karena alasan lain.
 tidak adanya pelayanan sanitasi dan program e.Makanan dan nutrisi
kesehatan masyarakat post disaster Disaster mengakibatkan rusaknya stok makanan dan
 kurangnya upaya pengendalian vector terhambatnya distribusi makanan, kondisi ini
 upaya imunisasi untuk penyakit menular. mengakibatkan masalah nutrisi.
c. Population displacements f. Kesehatan mental
Adanya pengungsian penduduk menimbulkan Di negara berkembang, problem kesehatan mental
kemungkinan peningkatan morbiditas dan mortalitas. seperti anxietas, neurosis dan depresi dilaporkan
secara bermakna meningkat selama masa rehabilitasi
dan rekonstruksi sehingga membutuhkan penanganan
serius.
KESEHATAN MENTAL
Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD )
Bencana alam, teror, dan kecelakaan merupakan salah satu bentuk stresor trauma yang dapat memicu terjadinya gangguan
psikiatri / mental di masyarakat. Pada bencana alam, 30% - 50% korbannya akan mengalami distress psikologi ringan
yang akan membaik sendiri, 20% akan mengalami gangguan psikiatri sedang yang memerlukan penanganan dasar dan 4%
mengalami gangguan psikiatri berat yang memerlukan penanganan lebih intensif dan terintegrasi dengan melibatkan
tenaga ahli.

Karakteristik dampak masalah kesehatan sesuai tipe disaster

Gempa bumi
Akibat kerusakan tempat tinggal, gempa bumi akan mengakibatkan banyak kematian (lebih dari 10% populasi) dan
injury pada sebagian besar penduduk. Ratio kematian dan injury adalah 1:3. Besar ratio tergantung dengan letak
tempat tinggal dengan episentrum gempa. Besarnya korban sangat tergantung pada tipe bangunan, waktu atau saat
terjadinya gempa dan densitas populasi. Tipe injury sangat bervariasi mulai dari simple fracture, fracture vertebra,
luka robek, luka tusuk sampai dengan multiple fracture dan internal injury yang membutuhkan terapi bedah segera.
Umumnya penderita dengan luka-luka akan banyak berdatangan ke fasilitas kesehatan pada hari pertama sampai
mengalami puncak pada hari ke 5 kemudian jumlah tersebut akan menurun. ….lih lap surv
Secondary disaster
mungkin saja terjadi setelah terjadi gempa bumi misalnya terjadinya tsunami, kebakaran, gempa berulang dll.
Permasalahan kesehatan pasca gempa harus diwaspadai misalnya KLB atau outbreak penyakit menular misal diare
akibat makanan bantuan untuk pengungsi, KLB campak ataupun penyakit tidak menular misal outbreak penyakit
tetanus seperti yang terjadi pasca tsunami Aceh dan gempa Yogya 2006. Oleh karena itu program imunisasi masal
juga perlu mendapat perhatian.
Angin puyuh
Umumnya jenis bencana angin puyuh atau siklon bila tidak disertai secondary disaster hanya menimbulkan jumlah
korban kematian dan injury yang sedikit. Sistem peringatan dini sebelum bencana akan menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas.
Banjir
Banjir badang akan menimbulkan banyak korban kematian namun bagi korban yang hidup hanya menimbulkan
sedikit injury ditubuhnya. Kematian umumnya akibat tenggelam terutama dialami oleh penduduk yang lemah
misalnya anak-anak dan lansia.
Banjir yang timbul perlahan tidak mengakibatkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Umumnya
kematian disebabkan karena gigitan ular dan traumatic injury yang kurang mendapatkan perawatan
kesehatan yang tidak optimal serta penanganan sanitasi pasca banjir yang kurang sehingga terjadi
penyakit misalnya diare dan leptospirosis.
Meskipun setiap jenis disaster menimbulkan efek yang unik namun semua jenis disaster menimbulkan
dampak social, medis dan ekonomi yang membutuhkan managemen disaster yang optimal.
Nuclear (PR)

SYARAT MEMBENTUK SISTEM MANAJEMEN RECOVERY DISASTER YANG EFEKTIF


Pemulihan bencana paling efektif jika:
 ketika pengaturan manajemen mengakui bahwa pemulihan dari bencana adalah proses yang kompleks, dinamis
dan berlarut-larut
 ketika rencana dan pengaturan manajemen yang disepakati dipahami dengan baik oleh masyarakat dan semua
lembaga manajemen bencana
 ketika lembaga pemulihan diintegrasikan dengan benar ke dalam bencana
 pengaturan manajemen
 ketika lembaga layanan masyarakat dan rekonstruksi memiliki input untuk pengambilan keputusan utama
 ketika dilakukan dengan partisipasi aktif dari komunitas yang terkena dampak
 ketika manajer pemulihan terlibat dari pengarahan awal dan seterusnya
 ketika layanan pemulihan disediakan secara tepat waktu, adil, adil dan
 cara yang fleksibel
 ketika didukung oleh program pelatihan dan latihan

Prioritas utama intervensi pada fase emergensi disaster dan fase post emergensi disaster
• Fase emergensi ditandai dengan mortality rates yang tinggi, dimana crude mortality rate (CMR) diatas 1 kematian
per 10.000 per hari.
• Terdapat 10 prioritas intervensi pada fase ini yaitu:
a. Initial assessment
Prioritas kesehatan diidentifikasi berdasarkan pengumpulan dan analisa data yang dapat dilakukan
dengan metode survey sampel, mapping, interview dan obervasi.
b. Imunisasi campak dan tetanus
Campak merupakan salah satu dari masalah kesehatan yang besar di dunia yang membunuh 1 dari 10
anak-anak di negara berkembang. Sehingga imunisasi masal pada minggu pertama perlu dilakukan, selain
itu dapat pula disertai pemberian vitamin A.
c. Air dan sanitasi
Suplay air minum merupakan prioritas yang penting untuk mencegah transmisi penyakit gastrointestinal.
Jumlah ketersediaan air perlu dihitung.
- Hari pertama fase emergensi kebutuhan air tiap orang per hari sebesar 5 liter
- Pada tahap berikutnya kebutuhan air yang perlu disediakan sebesar 15-20 liter air tiap orang per hari.
Kualitas air dapat di pantau dengan alat atau kits sampel. Pengiriman air dapat menggunakan tanker dan
plastic tanks.
d. Makanan dan nutrisi
Registrasi dan sensus pengungsi perlu dilakukan untuk dapat mengukur jumlah kebutuhan makanan yang
perlu disediakan untuk pengungsi. Kecukupan makanan dan nutrisi yaitu minimum 2.100 kilokalori per
orang per hari akan mencegah malnutrisi, defisiensi vitamin, outbreak penyakit dan kematian.
e. Shelter and site planning
Shelter yang inadekuat dan overcrowding atau densitas pengungsi yang tinggi merupakan faktor yang
menyebabkan terjadinya transmisi penyakit potensi epidemic dan outbreak penyakit. Kondisi tempat
pengungsian harus terlindung dari panas matahari, hujan, dingin dan angin.
f. Health care
Penyakit ISPA, malaria, tiphus dan diare merupakan penyakit yang sering terjadi, oleh karena itu
kebutuhan medis (jenis obat dan material) perlu dinilai secara cepat untuk antisipasi outbreak penyakit
yang sering terjadi didaerah bencana.
g. Control of communicable diseases and epidemics
Selama fase emergensi penyaki yang paling sering menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi adalah campak, diare, ISPA, malaria, kolera, shigellosis desentriae, meningitis dan thypoid
h. Public health surveillance
Survailans epidemiologi merupakan alat untuk mengukur dan monitor status kesehatan populasi
sehingga sebagai dasar bagi semua program public health. Pengumpulan data pada fase emergensi dilakukan
secara harian. Data yang dikumpulkan lebih diprioritaskan tentang tentang penyakit dan masalah kesehatan
yang dapat dilakukan intervensi preventif atau kuratif. Lih lap. Surv
i. Human resources and training
Petugas yang yang dibutuhkan memiliki pembagian aktifitas kerja yang berbeda-beda. Petugas tersebut adalah
dokter public health, petugas sanitasi, petugas nutrisi, petugas logistic, administrasi dll. Manajemen petugas dan
organisasi merupakan pekerjaan yang sangat kompleks dan tidak boleh diabaikan.
j. Coordination
Koordinasi yang baik antar organisasi atau lembaga merupakan kunci perencanaan penanganan disaster yang
efektif.

Fase post emergensi


• Fase post emergensi atau fase konsolidasi dimulai ketika angka kematian kasar (crude mortality rate (CMR)
menurun yaitu dibawah 1 per 10.000 per hari atau mendekati CMR saat populasi stabil (sekitar 0,5 kematian per
10.000/ hari)
• pada fase emergensi bertujuan utama menurunkan angka kematian.
• pada fase post emergensi lebih bertujuan untuk :
 konsolidasi untuk meningkatkan kondisi status kesehatan dan nutrisi yang baik
 mempersiapkan dan mencegah terjadinya kemungkinan emergensi baru seperti outbreak.
• Pada tataran operasionalnya 10 prioritas penting pada fase emergensi sebelumnya masih relevan digunakan,
namun sumberdaya manusia untuk pelaksana lebih banyak menggunakan SDM lokal.

Prioritas intervensi yg perlu dilakukan pada fase post emergency adalah :


1. Health screening
2. Health care programmes seperti curative health care, program kesehatan reproduksi, kesehatan anak, HIV, AIDS
dan program STD, program TBC, kesehatan mental dan psikososial.
3. Surveilans. Pada fase ini, pengumpulan data tidak lagi dilakukan harian, namun sudah dilakukan mingguan atau
harian.
4. Food dan nutrisi. Pada fase ini status gizi harus selalu dimonitor. Defisiensi mikronutrien harus dapat di deteksi
sedini mungkin. Apabila kondisi tanahnya memungkinkan, bantuan pertanian seperti benih dan peralatan dapat
diberikan.
5. Air dan sanitasi. Pengadaan air dengan mengambil sumber air lokal misalnya bantuan pompa air atau pompa
tangan. Selain itu kegiatn lainnya seperti pengadaan kamar mandi dan pendidikan kesehatan.
6. Human resources. Pelatihan untuk petugas lokal perlu dilaksanakan dan meningkatkan jumlah tugas yang
didelegasikan kepada mereka atau petugas lokal tersebut.
7. Koordinasi. Standarisasi program dan protokol yang sudah terlaksana saat fase emergensi tetap perlu dilanjutkan
pada fase post emergensi dengan dilakukan revisi bila diperlukan. Badan koordinasi harus melakukan supervisi
saat pergantian program oleh antar agensi atau lembaga donor.

Sistem organisasi manajemen disaster di Indonesia


PENGORGANISASIAN : 
• Tingkat Pusat
a. Penanggung jawab kesehatan dalam penanggulangan bencana di tingkat pusat adalah Menteri Kesehatan
dibantu oleh seluruh Pejabat Eselon I di bawah koordinasi Ketua Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana (BAKORNAS PB) yaitu Wakil Presiden.
b. Pelaksanaan tugas penanggulangan bencana di lingkungan Depkes dikoordinir oleh sekretaris Jenderal dalam
hal ini Kepala Pusat Penanggulangan Krisis (PPK).
• Tingkat Propinsi : .
a. Penanggung jawab kesehatan dalam penanggulangan bencana di Provinsi adalah Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi. Bila diperlukan dapat meminta bantuan kepada Depkes. Dalam melaksanakan tugas di bawah
koordinasi Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana (SATKORLAK PB) yang diketuai
Gubemur.
b. Pelaksanaan tugas penanggulangan bencana di lingkungan Dinkes Provinsi dikoordinir oleh unit yang
ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan dengan Surat Keputusan.
 Tingkat Kabupaten/Kota :
a. Penanggung jawab kesehatan dalam penanggulangan. bencana di Kabupaten/Kota
adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Bila diperlukan dapat meminta bantuan kepada Propinsi
dalam melaksanakan tugas di bawah koordinasi Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (SATLAK
PB) yang diketuai Bupati/Walikota.
b.Pelaksanaan tugas penanggulangan bencana di lingkungan Dinkes Kabupaten/Kota dikoordinir oleh unit yang
ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan dengan Surat Keputusan.
 Di lokasi kejadian :
a. Penanggung jawab pelayanan kesehatan penanggulangan bencana di lokasi kejadian adalah Kadinkes
Kabupaten/Kota.
b. Pelaksanan tugas pelayanan kesehatan dalam penanggulangan bencana di lokasi kejadian adalah Kepala
Puskesmas.
Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan RI dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan di Indonesia
sesuai surat keputusan menteri kesehatan RI no 145/MENKES/SK/I/2007 tentang pedoman penanggulangan
bencana bidang kesehatan.
Kebijakan tersebut adalah :
a. Dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan, pada prinsipnya tidak dibentuk sarana prasarana secara
khusus, tetapi menggunakan sarana dan prasarana yang telah ada, hanya intensitas kerjanya ditingkatkan dengan
memberdayakan semua sumber daya Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi serta masyarakat dan unsur swasta
sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
b. Dalam hal terjadinya bencana, pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan sarana kesehatan, tenaga
kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan yang tidak dapat diatasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terdekat harus memberi bantuan, selanjutnya secara berjenjang
merupakan tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi dan Pusat.
c. Setiap Kabupaten/Kota dan Provinsi berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang mampu mengatasi
masalah kesehatan pada penanggulangan bencana di wilayahnya secara terpadu berkoordinasi dengan Satlak PB
dan Satkorlak PB .
d. Dalam penanggulangan bencana agar mengupayakan mobilisasi sumber daya dari instansi terkait, sektor swasta,
LSM, dan masyarakat setempat.
e. Membentuk regionalisasi pusat bantuan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dalam 9 (sembilan)
regional, yaitu :
 Regional Sumatera Utara berkedudukan di Medan, regional Sumatera Selatan herkedudukan di
Palembang, regional DKI Jakarta kedudukan di Jakarta, regional Jawa Tengah di Semarang. dengan
wilayah pelayanan Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah, regional Jawa Timur di Surabaya,
regional Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Regional Bali di Denpasar dengan wilayah pelayanan
Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi NusaTenggara Timur, Regional Sulawesi
Utara di Manado, regional Sulawesi Selatan di Makasar, dengan wilayah pelayanan Provinsi Sulawesi
Selatan, Provinsi. Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Provinsi Maluku dan Sub
Regional Papua di J ayapura, dengan wiIayah pelayanan Provinsi Papua dan propinsi Irian Jaya Barat.
f. Negara lain, organisasi internasional, lembaga sosial. internasional dan masyarakat internasional dapat
memberikan bantuan kepada para korban bencana, sepanjang tidak bertentangandengan peraturan perundimgan
yang berlakti, 'tidak mengikat dan dilakukan tanpa syarat.
g. Segala bantuan yang berbentuk bahan makanan harus disertai label/petunjuk komposisi kandungan, cara
pemakaian, halal dan tanggal kadaluwarsa. Khusus bantuan obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan
kebutuhan, memenuhi standard mutu dan batas kadaluwarsa serta petunjuk yang jelas.
h. Bantuan-bantuan tersebut, dapat berupa bantuan teknis (peralatan maupun tenaga ahli yang diperlukan) dan
bantuan program (keuangan untuk pembiayaan program) pada tahap penyelamatan, tanggap darurat, rehabilitasi,
rekonstruksi dan repatriasi.
i. Institusi dan masyarakat dapat menolak bantuan yang sekiranya bisa membahayakan kesehatan dan keselamatan
jiwa korban bencana.
j. Apabila bencana yang terjadi disertai gangguan keamanan dan keselamatan petugas kesehatan, maka dimintakan
bantuan TNI dan POLRI.
k. Bila diperlukan angkutan udara, laut dan darat sesuai keperluan, dikoordinasikan dengan Departemen
Perhubungan, Departemen Pertahanan, TNI, Polri dan instansi terkait lainnya termasuk BUMN. . .
l. Pada masa tanggap darurat, pelayanan kesehatan dijamin oleh pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku.
Pelayanan kesehatan pasca tanggap darurat disesuaikan dengan kebijakan Menteri Kesehatan dan Pemda
setempat.
Pelaksanaan kegiatan manajemen bencana tingkat kabupaten dan kecamatan di Indonesia sesuai surat
keputusan menteri kesehatan RI no 145/MENKES/SK/I/2007 tentang pedoman penanggulangan bencana bidang
kesehatan
Pelaksanaan kegiatan sebelum bencana tingkat Kabupaten/Kota.
• Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan kegiatan:
1. Membuat rencana kegiatan upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan penanggulangan bencana
2. Membuat peta geomedik daerah rawan bencana
3. Membuat rencana kontinjensi ("Contingency Plan")
4. Menyelenggarakan pelatihan termasuk di dalamnya gladi posko dan gladi lapang dengan melibatkan
semua unit terkait.
5. Membentuk dan mengembangkan tim reaksi cepat.
6. Membentuk Pusdalop penanggulangan bencana.
7. lnventarisasi sumber daya sesuai dengan potensi bahaya yang mungkin terjadi:
a) Jumlah dan lokasi Puskesmas
b) Jumlah ambulans
c) Jumlah tenaga kesehatan
d) Jumlah RS termasuk fasilitas kesehatcm lainnya.
e) Obat dan perbekalan kesehatan
f) Unit transfusi darah
8. Mengadakan koordinasi lintas program dan lintas sektor meliputi sinkronisasi kegiatan penanggulangan
bencana dengan provinsi dan kecamatan.
9. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan penanggulangan kesiapsiagaan bencana.

Pelaksanaan kegiatan sebelum bencana tingkat kecamatan


• Kepala Puskesmas melakukan kegiatan :
1) Membuat peta geomedik daerah rawan bencana
2) Membuat jalur evakuasi.
3) Mengadakan pelatihan
4) lnventarisasi sumber daya sesuai dengan potensi bahaya yang mungkin terjadi
5) Menerima dan menindak lanjuti informasi peringatan dini (Early Warning System) untuk kesiap siagaan
bidang kesehatan.
6) Membentuk tim kesehatan lapangan yang tergabung dalam Satgas.
7) Mengadakan koordinasi lintas sektor.

• Pelaksanaan kegiatan saat terjadinya bencana :


Pelaksanaan kegiatan saat terjadinya bencana tingkat Kabupaten/Kota
Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setelah menerima berita tentang terjadinya bencana dari kecamatan
melakukan kegiatan :
1. Berkoordinasi dengan anggota Satlak PB dalam penanggulangan bencana. Mengaktifkan Pusdalops
penanggulangan bencana tingkat Kabupaten/Kota. .
2. Berkoordinasi dengan RS Kabupaten/Kota termasuk RS Swasta, Rumah sakit TNI dan POLRI untuk
mempersiapkan penerimaan penderita yang dirujuk darl lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi.
3. Menyiapkan dan mengirim tenaga kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan ke lokasi bencana.
4. Menghubungi puskesmas di sekitar lokasi bencana untuk mengirimkan dokter, perawat dan peralatan yang
diperIukan termasuk ambulans ke lokasi beneana.
5. Melakukan penilaian kesehatan cepat terpadu (Integrated I Rapid Health Assessment).
6. Melakukan penanggulangan gizi darurat.
7. Memberikan imunisasi campak di tempat pengungsian bagi anak-anak di bawah usia 15 tahun.
8. Melakukan surveilans epidemiologi terhadap penyakit potensial wabah, pengendalian vektor serta pengawasan
kualitas air dan lingkungan.
9. Apabila kejadian bencana melampaui batas wilayah Kabupaten/Kota, maka sebagai penanggungjawab adalah
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Direktur Rumah Sakit Kabupaten/Kota melakukan kegiatan:
1) Menghubungi lokasi bencana untuk mempersiapkan instalasi gawat darurat dan ruang perawatan untuk menerima
rujukan penderita dari lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi.
2) Menyiapkan instalasi gawat darurat dan instalasi rawat inap untuk menerima rujukan . penderita dari lokasi
bencana. atau tempat penampungan pengungsi dan melakukan pengaturan jalur evakuasi.
3) Menghubungi RS Provinsi tentang kemungkinan adanya penderita yang akan dirujuk.
4) Menyiapkan dan mengirimkan tenaga dan peralatan kesehatan ke lokasi bencana bila diperlukan.

Pelaksanaan kegiatan saat terjadinya bencana tingkat kecamatan


Kepala Puskesmas di lokasi bencana. melakukan kegiataan :
1. Beserta staf menuju lokasi bencana dengan membawa peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan triase dan
memberikan pertolongan pertama.
2. Melaporkan kepada Kadinkes KabupatenlKota tentang terjadinya bencana.
3. Melakukan Initial Rapid Health Assessment (penilaian cepat masalah kesehatan awal).
4. Menyerahkan tanggung jawab pada Kadinkes Kabupaten/Kota apabila telah tiba di lokasi .
5. Apabila kejadian bencana melampaui batas wilayah kecamatan, maka sebagai penanggung jawab adalah kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota.

Kepala Puskesmas di sekitar lokasi bencana melakukan kegiatan:


1. Mengirimkan tenaga dan perbekalan kesehatan serta ambulans/alat transportasi lainnya ke lokasi bencana dan
tempat penampungan pengungsi .
2. Membantu melaksanakan perawatan dan evakuasi korban serta pelayanan kesehatan pengungsi.

Pelaksanaan kegiatan pasca terjadinya bencana


Pelaksanaan kegiatan pasca terjadinya bencana tingkat Kabupaten/Kota
1. Mendukung upaya pelayanan kesehatan dasar terutama pencegahan KLB, pemberantasan penyakit menular,
perbaikan gizi di tempat . penampungan pengungsi maupun lokasi sekitamya, kegiatan surveilans epidemiologi,
promosi kesehatan, penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar.
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang.
3. Melakukan evaluasi dan analisis dampak bencana terhadap kesehatan lingkungan/KLB.
4. Menentukan strategi intervensi berdasarkan analisis status gizi setelah rapid assessment dilakukan,
merencanakan kebutuhan pangan untuk suplemen gizi.
5. Menyediakan pelayanan kesehatan, pengawasan kualitas air bersih dan sanitasi lingkungan bagi penduduk di
penampungan sementara.
6. Melakukan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor
7. Memulihkan kesehatan fisik, mental dan psiko-sosial korban berupa :
1. Promosi kesehatan dalam bentuk konseling (bantuan psiko-sosial) dan lain-lain kegiatan diperlukan agar
para pengungsi dapat mengatasi psiko-trauma yang dialami.
2. Pencegahan masalah psiko-sosial untuk menghindari psikosomatis.
3. Pencegahan berlanjutnya psiko-patologis pasca pengungsian.

Pelaksanaan kegiatan pasca terjadinya bencana tingkat kecamatan


Puskesmas kecamatan tempat terjadinya bencana :
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar di penampungan dengan mendirikan pos kesehatan lapangan
2. Melaksanakan pemeriksaan kualitas air bersih dan pengawasan sanitasi lingkungan
3. Melaksanakan surveilans penyakit menular dan gizi buruk yang mungkin timbul
4. Segera melapor ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bila terjadi KLB penyakitmenular dan gizi buruk
5. Memfasilitasi relawan, kader dan petugas pemerintah tingkat kecamatan dalam memberikan KIE kepada
masyarakat luas, bimbingan pada kelompok yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma,
memherikan konseling pada individu yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma
6. Merujuk penderita yang tidak dapat ditangani dengan konseling awal dan membutuhkan konseling lanjut,
psikoterapi atau penanggulangan lebih spesifik

Anda mungkin juga menyukai