Anda di halaman 1dari 41

BAB III

TEORI DASAR

Dalam operasi pemboran pada kondisi normal, tekanan formasi selalu

lebih kecil dari tekanan hidrostatis yang ditimbulkan dari kolom lumpur yang

berada di atas formasi tersebut. Namun ada saatnya kondisi pemboran tidak

normal, yaitu pada saat tekanan formasi lebih besar dari tekanan hidrostatis

lumpur atau kondisi tekanan formasi abnormal sehingga menyebabkan terjadinya

kick. Kick adalah peristiwa invasi fluida formasi yang tidak diinginkan dari dalam

lapisan formasi ke bagian dalam lubang bor.

Fluida formasi yang merupakan komponen penting pada peristiwa kick

memiliki beberapa wujud, yaitu berupa minyak, gas, dan air. Fluida ini dapat

mendorong lumpur dari dalam lubang sumur naik ke permukaan secara cepat.

Semburan fluida formasi yang tidak dapat dikendalikan di permukaan disebut

dengan semburan liar atau blow out. Blow out merupakan kelanjutan dari kick

yang tidak dapat dikendalikan.Saat ini, kita mengetahui Surface Blow Out (SBO)

yang merupakan aliran tak terkendali yang sampai di atas permukaan tanah

melalui lubang sumur dan Underground Blow Out (UGBO) yang terjadi di bawah

permukaan tanah dan merembes ke permukaan atau ke lapisan lain di luar lubang

sumur.

Peristiwa kick dapat dilihat dari beberapa indikasi, yaitu adanya

penambahan volume lumpur di permukaan, perubahan laju penetrasi pemboran,

perubahan bentuk serbuk bor, dan lainnya. Jika tanda – tanda tersebut telah

muncul pada kegiatan pemboran, maka dapat dipastikan telah terjadi kick dan

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
10

harus segera dilakukan penutupan sumur, kemudian dilaksanakan langkah -

langkah untuk mematikan sumur dengan metode yang telah disesuaikan dengan

keadaan lapangan. Kick dapat terjadi setiap waktu, maka kita perlu memahami

konsep mengenai kick.

3.1 Pengendalian Sumur

Pengendalian sumur adalah ilmu yang sangat penting dalam operasi

pemboran, sebab menentukan dalam keberhasilan suatu operasi pemboran. Dalam

operasi pemboran, kita harus dapat mengendalikan tekanan formasi sumur agar

dapat tetap mendukung jalannya operasi pemboran itu sendiri. Sumur memiliki

lapisan-lapisan yang beraneka ragam sehingga mempunyai karakteristik batuan

dan tekanan yang berbeda-beda. Pada saat operasi pemboran memasuki lapisan

yang bertekanan tinggi, maka tekanan tersebut menggunakan lubang sumur

sebagai jalan keluar, karena selama ini masih terperangkap oleh batuan. Tekanan

tersebut harus dapat dikendalikan agar tidak terjadi kick dan tidak memicu

terjadinya blow out (semburan liar) yang berawal dari kick yang tak terkendali

Prinsip pengendalian sumur adalah menjaga tekanan hidrostatis agar dapat

melebihi tekanan formasi namun dalam proses pelaksanaannya harus disesuaikan

dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Dari segi proses pelaksanaannya,

pengendalian sumur dibagi menjadi tiga jenis yaitu, primary well control,

secondary well control, dan tertiary well control.

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
11

3.1.1 Primary Well Control

Primary well control merupakan proses pengendalian sumur yang paling

utama yaitu dengan cara menjaga tekanan hidrostatis dengan menggunakan

lumpur agar lebih besar dari tekanan formasi. Well control utama yang selalu

digunakan adalah menggunakan tekanan hidrostatis yang ditimbulkan oleh fluida

pemboran yang berupa lumpur. Fluida pemboran berfungsi sebagai media well

control yaitu dengan cara memberikan tekanan ke arah formasi yang bernilai lebih

besar dari tekanan ke permukaan yang diakibatkan oleh tekanan formasi, namun

tekanan hidrostatis tersebut harus tetap lebih kecil dari tekanan rekah formasi.

Gambar 3.1

Primary Well Control 4

4)
Nomor sesuai dengan nomor urut dalam daftar pustaka

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
12

3.1.2 Secondary Well Control

Secondary well control dilaksanakan pada saat terjadi kegagalan pada

primary well control. Dalam keadaan tersebut, biasanya akan terjadi kick

(wellbore influx) ke dalam wellbore. Well control ini dilakukan dengan

menggunakan peralatan khusus yang dinamakan Blow Out Preventer (BOP). Alat

ini sangat berguna untuk mengendalikan kick.

Blow Out Preventer (BOP) berfungsi untuk menutup sumur pada saat

primary well control tidak dapat menjaga kestabilan tekanan di dalam sumur dan

terjadi influx ke dalam lubang bor. Hal tersebut harus dilakukan sebab influx yang

masuk terus menerus dapat menyebabkan turunnya densitas lumpur yang ada di

dalam sumur sehingga tidak dapat melebihi tekanan formasi. Keadaan ini dapat

memicu semburan liar atau blow out jika tidak segera ditanggulangi.

Gambar 3.2

Blow Out Preventer (Secondary Well Control)6)

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
13

3.1.3 Tertiary Well Control

Kegagalan dalam primary well control dan secondary well control

menyebabkan fluida dari sumur akan mengalir keluar tanpa bisa dikontrol dan

terjadi semburan liar, maka harus dilakukan tertiary control untuk mengatasinya.

Semburan liar merupakan hal yang sangat merugikan baik dari segi materi

maupun jiwa yang menghambat operasi pemboran yang sedang berlangsung.

Maka dari itu, semburan liar harus dapat dihentikan sesegera mungkin.

Dalam tertiary control ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan yaitu

membuat sumur relief, melakukan dynamic kill (memompa barite secara tepat),

dan menyemen sumur atau plug cementing. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan

sesuai dengan kebutuhan dan kemungkinan yang ada di lapangan.

Gambar 3.3

Relief Well (Tertiary Well Control)6)

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
14

3.2 Konsep Tekanan Dalam Pengendalian Sumur

Pada pelaksanaan well control ada beberapa faktor kunci yang harus

diperhatikan agar kegiatan tetap berjalan dengan baik. Salah satu faktor yang

paling penting adalah mengetahui dan memahami prinsip tekanan dalam well

control. Tekanan yang dimaksud adalah tekanan formasi, tekanan hidrostatik dan

tekanan rekah formasi.

3.2.1 Tekanan Formasi

Tekanan formasi adalah tekanan yang berasal dari fluida yang berada

didalam batuan formasi. Tekanan pada lapisan bawah akan terus bertambah

seiring dengan penambahan lapisan dan tekanan di atasnya. Penambahan tekanan

ini akan ditahan oleh matriks dan fluida pengisi pori-pori. Oleh karena itu,

tekanan fluida pengisi pori dapat terus bertambah. Tekanan formasi umumnya

dinyatakan dengan gradien tekanan formasi.

Berdasarkan hal di atas, tekanan formasi dapat dibagi menjadi tiga

golongan yaitu:

a. Tekanan formasi normal

Tekanan formasi normal adalah tekanan formasi yang memiliki gradien

tekanan formasi antara 0.433 psi/ft sampai dengan 0.465 psi/ft.

b. Tekanan formasi abnormal

Tekanan formasi abnormal adalah tekanan formasi yang mempunyai

gradien tekanan formasi lebih besar dari 0.465 psi/ft. Formasi yang memiliki

tekanan dalam golongan ini berkemungkinan besar dapat menimbulkan kick.

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
15

c. Tekanan formasi subnormal

Tekanan formasi subnormal adalah tekanan formasi yang memiliki gradien

tekanan formasi lebih kecil dari 0.433 psi/ft. Formasi bertekanan subnormal ini

sering mengalami mud loss atau hilangnya lumpur pemboran ke formasi.

3.2.2 Tekanan Hidrostatis

Tekanan hidrostatis adalah tekanan yang disebabkan oleh suatu fluida

terhadap suatu luas bidang tekan pada kedalaman tertentu. Nilai dari tekanan ini

tergantung dari ketinggian kolom fluida, densitas, dan percepatan gravitasi.

Persamaan yang digunakan dalam perhitungan tekanan hidrostatis ini adalah :

Ph = 0,052 x MW x h ........................................................................ (3.1)

Dimana :

Ph = Tekanan hidrostatis, psi

MW = Mud Weight atau densitas lumpur, ppg

h = Kedalaman, ft

Dalam pelaksanaan operasi pemboran terdapat kondisi-kondisi yang

berbeda dari pemboran konvensional. Berikut adalah penggunaan tekanan

hidrostatis pada kondisi-kondisi tersebut :

a. Tekanan hidrostatis untuk pemboran berarah (directional drilling)

Pada pelaksanaan operasi pemboran, kedalaman sumur pemboran dibagi

menjadi dua yaitu Measured Depth (MD) dan True Vertical Depth (TVD).

Measured Depth (MD) adalah kedalaman yang diukur berdasarkan panjang

lubang bor dari wellhead sampai dengan drill bit, sedangkan True Vertical Depth

(TVD) merupakan jarak vertikal dari proyeksi titik lokasi di permukaan sampai

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
16

dengan dasar lubang atau titik lokasi drill bit pada operasi pemboran. Pada saat

melakukan pemboran konvensional atau vertikal, nilai MD akan akan sama

dengan nilai TVD, namun pada pemboran beraran nilai MD akan berbeda dengan

nilai TVD. Tetapi perbedaan tersebut tidak berpengaruh pada perhitungan tekanan

hidrostatis untuk kedua macam pemboran tersebut, karena dalam perhitungan

tekanan hidrostatis digunakan gaya gravitasi dari permukaan ke bottom hole

secara vertikal sebagai acuannya sehingga kedalaman yang digunakan dalam

perhitungan tekanan hidrostatis pada kedua pemboran ini adalah kedalaman

vertikal atau TVD.

Gambar 3.4

Trayek Pemboran Berarah7)

b. Tekanan hidrostatis untuk dua fluida

Pada kondisi tertentu, kondisi lubang bor tidak hanya terdapat satu jenis

fluida. Sebagai contoh, ketika memompakan lumpur baru dengan densitas berbeda

maka terdapat dua jenis lumpur yang berbeda di dalam lubang bor.

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
17

Persamaan yang digunakan dalam perhitungan tekanan hidrostatis dua

fluida adalah :

Pa = Pb ......................................................... (3.2)

0,052 (h1 x MW1) = 0,052 (h2x MW2)

Dimana :

Pa = Tekanan hidrostatis di titik A, psi

Pb = Tekanan hidrostatis di titik B, psi

h1 = Jarak titik A terhadap permukaan fluida 1, ft

h2 = Jarak titik A terhadap permukaan fluida 2, ft

MW1 = Mud Weight atau densitas fluida 1, ppg

MW2 = Mud Weight atau densitas fluida 2, ppg

Gambar 3.5

Tekanan Hidrostatis Dua Fluida9)

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
18

3.2.3 Tekanan Rekah Formasi

Tekanan rekah formasi merupakan tekanan formasi maksimum pada saat

formasi akan mengalami rekahan yang disebabkan oleh tekanan yang besar yang

berasal dari dalam lubang bor. Rekahan tersebut dapat menyebabkan lumpur

pemboran masuk ke dalam formasi. Dalam upaya mengantisipasi rekahan

tersebut, harus diketahui nilai gradien tekanan rekah formasi tersebut. Besarnya

gradien tekanan rekah dipengaruhi oleh nilai tekanan overburden, tekanan

formasi, dan kondisi kekuatan batuan. Gradien tekanan rekah sangat berguna

ketika menentukan kekuatan dasar selubung (casing) dan melakukan penyemenan

dalam usaha pencegahan gangguan pada operasi pemboran yang disebabkan oleh

rekahan formasi.

Tekanan rekah formasi dapat ditentukan dengan metode Leak Off Test.

Leak Off Test dilakukan setelah penyemenan casing dan menembus beberapa feet

formasi di bawah casing shoe. Leak Off Test dapat dilakukan dengan cara

memberikan tekanan pada lumpur ke dalam formasi di bawah casing shoe sampai

lumpur tersebut merembes ke dalam formasi. Dengan memompakan lumpur

secara konstan dengan kecepatan ⁄ bpm, dapat diketahui tekanan maksimum

pada saat terdapat tanda-tanda formsi akan pecah. Seiring dengan meningkatnya

volume lumpur yang dipompakan, lumpur mulai masuk ke dalam formasi secara

perlahan. Jika volume lumpur ditambahkan kembali, maka akan menyebabkan

pecahnya formasi. Titik tekanan pada saat lumpur mulai masuk ke dalam formasi

disebut sebagai Leak Off Test Pressure. Persamaan untuk tekanan rekah formasi

adalah :

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
19

PLOT = Psurface + (0.052 x MW x D) ......................................... (3.3)

Dimana :

Pfr = Tekanan rekah formasi, psi

Psurface = Tekanan permukaan, psi

MW = Densitas lumpur yang digunakan pada saat

Leak Off Test, ppg

D = Kedalaman Leak Off Test, ft

Berikut adalah contoh dari grafik Leak Off Test :

Gambar 3.6

Contoh Grafik Plot Leak Off Test10)

Titik mula penyimpangan garis dari grafik di atas merupakan titik tekanan

pada formasi akan mulai merekah. Tekanan pada titik tersebut adalah tekanan

rekah formasi.

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
20

Setelah melakukan perhitungan tekanan rekah formasi, dapat juga

ditentukan Maximum Allowable Mud Weight (MAMW). MAMW merupakan

densitas maksimum lumpur yang dapat ditahan oleh formasi. Persamaan untuk

menentukan MAMW adalah :

PLOT
MAMW = + MWtest mud ................................. (3.4)
0,052 x D

Dimana :

MAMW = Maximum Allowable Mud Weight, ppg

PLOT = Tekanan Leak Off Test, psi

D = Kedalaman dilakukannya Leak Off Test, ft

MWtest mud = Mud Weight Test Mud, ppg

Nilai MAMW tersebut sangat diperlukan dalam penggunaan lumpur pada

operasi pemboran, terutama dalam penanggulangan kick. MAMW berfungsi

sebagai batas maksimum berat lumpur yg digunakan. Apabila lumpur yang kita

gunakan memiliki berat yang melebihi nilai MAMW, maka akan memiliki

konsekuensi terhadap kestabilan lubang bor yaitu runtuhnya atau amblasnya

formasi target operasi pemboran. Selain itu, dapat juga menimbulkan

underground blow out, dimana fluida influx masuk ke dalam rekahan formasi.

Bila terdapat rekahan yang mencapai ke permukaan, maka dapat menyebabkan

terjadinya semburan liar.

3.2.4 Keadaan Tekanan Formasi Dan Tekanan Hidrostatis Dalam Pemboran

Keadaan tekanan dalam lubang bor sangat penting untuk diketahui dalam

operasi pemboran. Tekanan yang sangat berpengaruh dan mudah berubah-ubah

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
21

adalah tekanan formasi dan tekanan hidrostatis. Perbedaan antara tekanan formasi

dan tekanan hidrostatis disebut tekanan differensial. Keadaan kedua tekanan ini

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

 Overbalanced adalah keadaan tekanan yang menunjukkan tekanan hidrostatis

memiliki nilai yang lebih besar dari tekanan formasi.

 Underbalanced adalah keadaan tekanan yang menunjukkan tekanan hidrostatis

memiliki nilai yang lebih kecil dari tekanan formasi.

 Balanced adalah keadaan tekanan yang menunjukkan tekanan hidrostatis

memiliki nilai yang sama dengan tekanan formasi.

Pada umumnya, sumur dibor pada keadaan balanced dengan

kecenderungan overbalanced. Dalam operasi pemboran, tekanan hidrostatis harus

selalu diusahakan lebih besar dari tekanan formasi dengan memenuhi safety

factor, namun tekanan tersebut harus lebih kecil tekanan rekah formasi, agar tidak

terjadi lost circulation. Jadi, tekanan hidrostatis lumpur harus memiliki nilai di

antara tekanan formasi dan tekanan rekah formasi.

3.3 Prinsip Kick

Kick adalah peristiwa masuknya fluida formasi yang tidak diinginkan ke

dalam sumur pemboran. Hal ini dapat terjadi pada saat tekanan hidrostatis yang

diberikan oleh lumpur lebih kecil dari tekanan formasi atau keadaan

underbalanced ataupun pada keadaan lost circulation setelah adanya tekanan

hidrostatis lumpur yang lebih besar dari tekanan rekah formasi yang menyebabkan

rekahnya formasi.

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
22

Dalam operasi pemboran yang aman, pengendalian kick wajib untuk

diketahui. Hal tersebut diharuskan agar mencegah terjadinya semburan liar atau

blow out yang disebabkan oleh perencanaan yang kurang matang dan kelalaian

dalam upaya penanggulangan kick. Salah satu akibat fatal yang disebabkan oleh

semburan liar adalah kick yang menerobos ke dalam bagian formasi akibat

akumulasi tekanan didalam sumur yang terlalu besar yang terjadi pada saat

penutupan kepala sumur.

3.3.1 Penyebab Kick

Dasar dari penyebab kick adalah tekanan hidrostatis yang lebih kecil dari

tekanan formasi (underbalanced) atau tekanan hidrostatis yang lebih beasr

tekanan rekah formasi. Hal tersebut dapat terjadi dari berbagai faktor yaitu :

a. Penurunan densitas lumpur

Penurunan densitas lumpur dapat terjadi dalam operasi pemboran yang

dikarenakan oleh tercampurnya lumpur bor dengan fluida formasi yang memiliki

densitas yang lebih kecil. Hal ini dapat diakibatkan dari berbagai hal sebagai

berikut :

1. Swab effect

Swab effect adalah keadaan yang diakibatkan oleh pencabutan pipa

pemboran yang terlalu cepat dan viskositas lumpur yang terlalu tinggi. Hal ini

menyebabkan lumpur yang berada di atas bit terlambat untuk turun ke bawah bit

sehingga fluida formasi masuk ke dalam kolom di bawah bit yang belum terisi

lumpur dan bercampur dengan lumpur bor ketika lumpur tersebut mencapai titik

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
23

di bawah bit. Keadaan tersebut mengakibatkan densitas lumpur menjadi lebih

ringan dari sebelumnya.

Gambar 3.7

Swab Effect12)

2. Menembus formasi gas

Pada saat operasi pemboran menembus formasi yang mengandung gas,

cutting yang dihasilkan juga mengandung gas. Pada awal pemboran formasi gas,

tekanan hidrostatis lumpur dapat membendung gas agar tidak masuk ke dalam

lubang bor, namun gas dapat masuk ke dalam lubang bor bersama cutting.

Akumulasi gas yang masuk ke dalam lubang bor bersama cutting tersebut

menyebabkan penurunan densitas lumpur. Hal ini dikarenakan densitas gas jauh

lebih kecil dari densitas lumpur bor. Jika keadaan ini dibiarkan maka tekanan

hidrostatis lumpur tidak akan mampu mendukung jalannya operasi pemboran

seiring dengan semakin banyaknya gas yang masuk ke dalam lubang bor.

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
24

b. Penurunan tinggi kolom lumpur

Salah satu penyebab terjadinya kick adalah formasi yang rekah yang

diakibatkan oleh tekanan hidrostatis lumpur yang lebih besar dari tekanan rekah

formasi. Apabila terdapat rekahan pada formasi di lubang bor, maka ruang kosong

yang terdapat di dalam rekahan formasi tersebut akan membuat lumpur mengalir

masuk ke dalam formasi. Akibatnya adalah tinggi kolom lumpur bor di annulus

akan turun yang membuat tekanan hidrostatis lumpur menjadi lebih kecil.

3.3.2 Tanda – Tanda Awal Kick

Dalam usaha melaksanakan operasi pemboran yang aman, maka harus

diketahui tanda – tanda terjadinya masalah pada proses pemboran, salah satunya

masalah kick. Tanda - tanda kick perlu diketahui agar dapat segera ditangani dan

tidak terjadi semburan liar. Berikut adalah tanda – tanda atau indikasi terjadinya

kick pada sumur pemboran :

a. Kenaikan laju penetrasi secara tiba-tiba (drilling break)

Drilling break adalah suatu kondisi di dalam proses pemboran pada saat

laju penetrasi pemboran naik secara tiba – tiba tanpa sebab yang jelas. Kenaikan

laju penetrasi ini dapat terjadi diakibatkan oleh perbedaan tekanan yang terjadi di

dasar sumur. Indikasi ini merupakan tanda awal kick yang paling mudah

diketahui, namun tidak semua peristiwa drilling break menandakan tanda

terjadinya kick. Drilling break juga dapat terjadi pada bit menembus formasi lunak

atau bit menembus formasi yang rekah.

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
25

b. Ukuran cutting besar

Dalam kondisi pemboran normal, cutting yang naik ke atas permukaan

berukuran kecil. Akan tetapi pada saat bit menembus formasi bertekanan tinggi,

cutting yang terangkat ke permukaan berukuran jauh lebih besar dari kondisi

normal. Hal ini dapat terjadi karena cutting cepat terangkat ke permukaan akibat

dari adanya tekanan tinggi di dasar sumur. Kondisi tersebut membuat cutting tidak

tergilas oleh bit sehingga ukuran cutting tersebut masih cukup besar ketika naik ke

permukaan. Namun tidak semua cutting berukuran besar berasal dari formasi

bertekanan tinggi, cutting besar yang berbentuk pipih dan tajam dapat ditimbulkan

dari runtuhan dinding formasi scale. Cutting pipih dan tajam tersebut muncul

karena serpihan dari dinding yang runtuh langsung naik ke permukaan tanpa

tergilas oleh bit.

c. Bertambahnya volume lumpur

Kondisi bertambahnya volume lumpur di tangki disebut juga dengan mud

gain. Tambahan volume lumpur tersebut berasal dari kenaikan tekanan yang

diberikan oleh formasi di dasar sumur. Fluida formasi yang mendapat tekanan

tinggi masuk ke dalam lubang bor dan mendorong lumpur ke permukaan,

sehingga ketinggian kolom lumpur di dalam tangki mengalami kenaikan. Mud

gain merupakan tanda awal yang mutlak mengindikasikan terjadinya well kick.

d. Adanya gelembung gas pada lumpur

Keadaan ini terjadi pada saat proses pemboran akan memasuki daerah

lapisan shale. Gelembung – gelembung gas muncul dari lapisan shale yang di

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
26

tembus oleh pahat bor. Gelembung gas banyak terdapat pada pori-pori pada

lapisan shale.

e. Kenaikan flow rate

Kenaikan flow rate adalah kondisi rate aliran lumpur yang kembali dari

dalam lubang bor pada flow line bertambah padahal rate pompa tidak dinaikkan.

Keadaan tersebut dikarenakan adanya kick sehingga fluida formasi mendorong

lumpur dari dasar lumpur.

f. Penurunan tekanan pompa

Pada saat terjadi kick, tekanan pompa dapat turun yang disebabkan oleh

penurunan tekanan hidrostatis lumpur di annulus. Tekanan hidrostatis lumpur di

annulus turun, maka hal ini dapat diindikasikan bahwa lumpur yang berada di

annulus telah terkontaminasi oleh fluida formasi. Kondisi ini dapat menandakan

terjadinya kick, namun penurunan tekanan pompa juga dapat disebabkan oleh

kerusakan pompa, adanya kebocoran pada sistem sirkulasi lumpur, dan mud loss

atau kehilangan lumpur yang disebabkan masuknya lumpur ke dalam formasi.

g. Kenaikan laju stroke pompa

Kenaikan laju stroke pompa dapat terjadi dalam operasi pemboran, sebab

terjadinya perubahan karakteristik lumpur pemboran. Lumpur pemboran menjadi

lebih ringan yang diakibatkan oleh kontaminasi lumpur dengan fluida formasi,

sehingga pompa bekerja lebih ringan dan laju stroke pompa naik. Dengan indikasi

kontaminasi tersebut, maka dapat diketahui telah terjadi kick.

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
27

h. Penurunan densitas lumpur

Densitas lumpur dapat turun disebabkan oleh tercampurnya lumpur dengan

fluida formasi. Dengan kondisi ini, jika setelah pengukuran densitas lumpur

terdapat nilai yang lebih kecil dari pengukuran sebelumnya, maka dapat

dipastikan telah terjadi kick.

i. Bertambahnya berat rangkaian

Berat rangkaian pada operasi pemboran tergantung pada daya apung dari

lumpur yang digunakan dalam pemboran. Nilai berat rangkaian pemboran

berbanding terbalik dengan daya apung lumpur. Apabila daya apung lumpur

menurun, maka berat rangkaian pemboran akan bertambah. Pada saat terjadi kick,

maka influx akan masuk ke dalam annulus dan menurunkan densitas lumpur yang

terdapat di dalam annulus. Dengan turunnya densitas lumpur, maka daya apung

lumpur pun akan menurun sehingga menyebabkan bertambahnya berat rangkaian

pemboran.

Tanda – tanda yang tercantum di atas merupakan indikasi yang dapat

dilihat pada saat pemboran sedang berlangsung, sedangkan jika operasi pemboran

sedang dihentikan pada saat dilakukannya penyambungan pipa dan pompa

dihentikan (round-trip), maka terdapat tanda – tanda sebagai berikut :

a. Adanya aliran lumpur pada saat pompa dihentikan

Dalam kondisi normal, aliran lumpur akan terhenti pada saat pompa

dimatikan. Namun pada kondisi abnormal, aliran lumpur akan tetap ada walau

pompa sudah dimatikan. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran fluida formasi yang

masuk ke dalam sumur. Dengan kondisi tersebut, dapat dikatakan terjadi kick.

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
28

b. Volume lumpur di tangki bertambah

Pada gejala kick ini, kondisi dan karakteristik yang timbul sama dengan

gejala kick pada saat pemboran berlangsung. Gejala ini terlihat pada saat

penyambungan pipa telah selesai dan hendak memulai pemboran kembali.

c. Tekanan pompa menurun pada saat penambahan pipa

Tekanan pompa untuk sirkulasi dapat turun karena kolom lumpur di dalam

annulus telah tercampur fluida formasi. Hal ini menjadikan lumpur di dalam

annulus memiliki berat yang lebih ringan daripada lumpur yang berada di dalam

pipa bor. Maka dengan demikian, semakin bertambah pipa yang disambung, maka

tekanan pompa untuk sirkulasi pun akan semakin turun.

d. Densitas lumpur di flow line turun

Kondisi dan karakteristik pada saat penurunan densitas lumpur pada saat

pemboran berhenti sama dengan penurunan densitas lumpur pada saat pemboran

berlangsung. Densitas lumpur dapat turun disebabkan oleh tercampurnya lumpur

dengan fluida formasi. Dengan adanya kondisi ini, maka dapat dipastikan telah

terjadi kick.

3.3.3 Pencegahan Kick

Dalam pelaksanaan operasi pemboran, kita harus menghindari masalah –

masalah yang dapat menghambat jalannya pemboran, salah satunya adalah kick.

Maka dari itu, kita harus mengetahui langkah – langkah pencegahan kick agar

dapat menjalankan pemboran dengan baik dan tepat waktu. Berikut merupakan

langkah – langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kick :

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
29

a. Pada saat mencabut rangkaian pemboran dengan kedalaman tertentu, lubang

harus tetap diisi dengan lumpur supaya tinggi kolom lumpur tidak berkurang.

b. Pada saat menembus formasi yang mengandung gas, harus ada penggunaan

degasser dan penambahan barite secara periodik.

c. Pada saat mencabut rangkaian pemboran, tidak dilakukan terlalu cepat

d. Harus selalu menjaga karakteristik lumpur sesuai dengan yang direncanakan.

e. Pada flow line sebaiknya dipasang flow sensor yang diberi alarm. Alarm akan

berbunyi bila ada kenaikan rate aliran lumpur dari dalam lubang bor.

f. Pada tangki lumpur sebaiknya dipasang pit level indicator dan diberi alarm.

Hal ini memungkinkan adanya bunyi sirine alarm bila terjadi kenaikan

permukaan lumpur di dalam tangki.

3.4 Penanggulangan Kick

Pada saat terjadi kick pada operasi pemboran, hal pertama yang harus

dilakukan adalah mengendalikan aliran sumur dengan cara menghentikan aliran

tersebut. Dalam usaha mematikan aliran sumur, tekanan hidrostatis harus

dinaikkan agar melebihi tekanan formasi, namun tekanan tersebut harus tetap

dibawah tekanan rekah formasi. Pada pelaksanaanya, tekanan pada dasar lubang

sumur harus dijaga tetap konstan, agar pada saat proses mematikan sumur, fluida

kick tidak kembali masuk ke dalam lubang sumur. Dalam penanggulangan

terdapat beberapa metode diantaranya adalah Metode Driller (Driller’s Method)

dan Metode Menunggu & Memperberat (Wait & Weight Method).

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
30

3.4.1 Metode Driller (Driller’s Method)

Metode Driller disebut juga dengan metode dua kali sirkulasi, sebab

metode ini membutuhkan sirkulasi pertama dengan menggunakan lumpur semula

yang bertujuan untuk mengeluarkan influx (fluida formasi) yang telah memasuki

lubang bor dan sirkulasi kedua dengan menggunakan lumpur pemberat yang

bertujuan untuk mengantisipasi tekanan formasi yang tinggi pada saat terjadi kick.

Metode ini banyak digunakan dan disukai oleh banyak perusahaan karena

perhitungan dan pelaksanaannya mudah. Dengan metode ini kita tetap dapat

memperoleh hasil yang baik pada saat barite tidak cukup tersedia di area

pemboran. Pada saat menunggu barite, influx (fluida formasi) yang berada di

dalam lubang pemboran dapat dikeluarkan. Peristiwa keluarnya influx tersebut

akan mengurangi kemungkinan terjadinya peningkatan yang drastis pada tekanan

selubung bor akibat dari migrasi influx ke permukaan secara tidak terkontrol.

Mekanisme di dalam metode ini gunakan dua jenis sirkulasi yang berbeda.

Sirkulasi pertama adalah sirkulasi yang dilakukan dengan menggunakan lumpur

lama yang bertujuan untuk mengeluarkan influx dari lubang menuju ke

permukaan. Setelah fluid formasi yang timbul pada saat kick keluar seluruhnya

maka akan dilakukan sirkulasi yang kedua dengan menggunakan lumpur baru

untuk menstabilkan keadaan tekanan di lubang bor. Dalam kondisi sirkulasi

kedua, lumpur baru yang memiliki densitas yang lebih besar dari lumpur

pemboran sebelumnya digunakan untuk mengatasi tekanan formasi yang besar.

Setelah tekanan formasi dapat diredam, maka fluida formasi pun tidak akan

masuk ke dalam lubang sumur

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
31

Pada proses mematikan sumur terdapat beberapa langkah yang harus

dilakukan. Berikut adalah prosedur well killing dengan menggunakan metode

Driller :

a. Tutup sumur dan lakukan pencatatan SIDPP (Shut In Drill Pipe Pressure) dan

SICP (Shut In Casing Pressure) serta volume pit gain.

b. Lakukan sirkulasi pertama menggunakan pemompaan rendah (setengah atau

sepertiga dari kecepatan normal). Sirkulasi ini membuat nilai SIDPP sama

dengan SICP, nilai tersebut menjadi acuan untuk menghitung kill mud weight.

c. Naikkan kecepatan pompa samapai mencapau kecepatan yang disepakati (kill

rate speed)

d. Jaga kecepatan pompa agar tekanan pada drill pipe tetap konstan sampai semua

fluida kick keluar dari lubang bor.

e. Setelah influx berhasil dikeluarkan seluruhnya, matikan pompa. Maka akan

didapat data yang menunjukkan tekanan drill string dan tekanan casing

memiliki nilai yang sama.

f. Buat lumpur pemboran yang sesuai dengan Kill Mud Weight (KMW) dengan

cara melakukan mixing OMW dengan sejumlah barite dengan volume yang

telah ditentukan.

g. Lakukan sirkulasi kedua dengan menggunakan lumpur baru yang dibuat

dengan acuan KMW. Pompakan lumpur berat dari permukaan sampai ke bit

(STB) dan jaga tekanan casing konstan sampai kecepatan pompa membuat

tekanan yang berasal dari sirkulasi lumpur mencapai final circulating pressure

(FCP).

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
32

h. Apabila KMW telah mencapai bit, lanjutkan pemompaan dari bit ke permukaan

(BTS) dengan menjaga tekanan casing agar tetap konstan dengan cara

mempertahankan kecepatan pompa tetap sama dengan FCP.

i. Apabila sumur telah terisi penuh lumpur baru, maka tutup sumur dan matikan

pompa, lalu baca tekanan pada drill pipe dan casing. Sumur yang telah aman

akan menunjukkan tekanan casing sama dengan tekanan drill pipe

(menunjukkan nol).

Metode ini terdapat sisi negatif yaitu tekanan yang berada di bawah casing

shoe akan tinggi dengan asumsi bahwa formasi pada zona sekitar casing shoe

merupakan titik terlemah di bagian open hole, yang dapat disebabkan oleh lumpur

lama yang sudah tercampur dengan fluida kick di dalam annulus sehingga

membuat tekanan pada annulus kecil.

Pada peristiwa kick dapat diperoleh fluida berupa gas. Dalam menghadapi

aliran kick dari gas, kita harus hati – hati untuk mengatur tekanan casing pada saat

mengeluarkan kick. Hal ini disebabkan oleh tekanan formasi yang selalu tetap,

sedangkan tekanan hidrostatis turun akibat tercampurnya lumpur pemboran

dengan gas. Kondisi tersebut mengakibatkan tekanan SICP membesar dan bisa

memecahkan formasi apabila tekanannya melebihi Maximum Allowable Annular

Surface Pressure (MAASP).

Dalam upaya penanggulangan kick dengan menggunakan metode Driller,

perlu memperhatikan pengaruh tekanan lumpur terhadap kestabilan formasi yang

terletak di bawah casing shoe dan tekanan rekah formasi agar tidak menyebabkan

runtuhnya formasi dan terjadinya rekah formasi.

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
33

Gambar 3.8

Mekanisme Metode Driller13)

3.4.2 Metode Menunggu & Memperberat (Wait & Weight Method)

Pada Metode Menunggu & Memperberat , sirkulasi hanya dilakukan satu

kali saja. Metode ini memiliki perbedaan mendasar dengan Metode Driller pada

saat awal pelaksanaannya. Di dalam metode ini, setelah sumur ditutup, diperlukan

waktu menunggu (wait) untuk memperberat lumpur (weight), sehingga

membutuhkan persiapan lumpur berat sebelum dilakukannya penanggulangan

kick.

Pada metode ini, surface pressure mungkin lebih rendah, karena sebagian

KMW sudah berada di dalam annulus pada saat sebelum influx mencapai

permukaan. Tekanan hidrostatis yang membesar akan mengurangi tekanan

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
34

permukaan yang diperlukan untuk menjaga tekanan dasar lubang bor tetap

konstan.

Pada proses mematikan sumur dengan menggunakan Metode Menunggu

& Memperberat terdapat beberapa kesamaan langkah dengan Metode Driller,

namun memiliki perbedaan pada langkah awal pelaksanaan. Berikut adalah

prosedur well killing dengan menggunakan Wait & Weight Method :

a. Tutup sumur dan lakukan pencatatan SIDPP (Shut In Drill Pipe Pressure) dan

SICP (Shut In Casing Pressure) serta volume pit gain.

b. Buat lumpur pemboran yang sesuai dengan Kill Mud Weight (KMW) dengan

cara melakukan mixing OMW dengan sejumlah barite dengan volume yang

telah ditentukan.

c. Lakukan sirkulasi dengan menggunakan lumpur baru yang dibuat dengan

acuan KMW. Pompakan lumpur berat dari permukaan sampai ke bit (STB)

dengan tekanan pemompaan yang rendah yang telah disepakati (ICP).

d. Jaga tekanan casing konstan dan tingkatkan kecepatan pompa sampai

kecepatan pompa membuat tekanan yang berasal dari sirkulasi lumpur

mencapai Final Circulating Pressure (FCP).

e. Apabila KMW telah mencapai bit, lanjutkan pemompaan dari bit ke permukaan

(BTS) dengan menjaga tekanan casing agar tetap konstan dengan cara

mempertahankan kecepatan pompa tetap sama dengan FCP.

f. Apabila sumur telah terisi penuh lumpur baru, maka tutup sumur dan matikan

pompa, lalu baca tekanan pada drill pipe dan casing. Sumur yang telah aman

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
35

akan menunjukkan tekanan casing sama dengan tekanan drill pipe

(menunjukkan nol).

Gambar 3.9

Mekanisme Metode Menunggu & Memperberat 13)

Berikut adalah kelebihan Metode Menunggu & Memperberat :

a. Tekanan permukaan & sumur relatif lebih kecil pada saat killing, khususnya

pada sumur – sumur gas.

b. Tekanan yang diterima casing shoe akan relatif lebih kecil.

c. Waktu yang dibutuhkan untuk killing sumur menjadi lebih cepat, sebab hanya

menggunakan 1 sirkulasi.

Sedangkan hal-hal yang menjadi kelemahan Wait & Weight Method yaitu:

a. Memerlukan waktu untuk mempersiapkan lumpur berat yang lama.

b. Pada sumur gas memungkinkan terjadinya migrasi gas.

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
36

c. Membutuhkan perhitungan yang sedikit lebih rumit.

Dengan penjelasan Metode Driller dan Metode Menunggu &

Memperberat, maka kita dapat menggambarkan perbandingan kedua metode

tersebut sebagai berikut :

Tabel 3.1

Perbandingan Antara Metode Menunggu & Memperberat (Wait & Weight

Method) dan Metode Driller (Driller’s Method)13)

Metode Menunggu & Memperberat


Metode Driller (Driller’s Method)
(Wait & Weight Method)
Dilakukan dengan 1 sirkulasi Dilakukan dengan 2 sirkulasi
Tekanan permukaan dan sumur lebih Tekanan permukaan dan sumur lebih
kecil besar
Membutuhkan waktu relatif singkat Membutuhkan waktu relatif lebih lama

Perhitungan lebih rumit Perhitungan sederhana


Tidak memungkinkan terjadi migrasi
Memungkinkan terjadinya migrasi gas
gas

3.5 Metode Perhitungan Penanggulangan Kick

Dalam upaya penanggulangan kick diperlukan data - data yang mendukung

penghentian aliran fluida formasi. Data - data tersebut didapatkan dari perhitungan

yang menggunakan parameter – parameter dasar sumur dan data gejala terjadinya

kick. Berikut adalah persamaan perhitungan yang digunakan dalam

penanggulangan kick :

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
37

3.5.1 Persamaan Perhitungan Volume Lumpur

Volume lumpur di dalam lubang bor sangat penting untuk diketahui sebab

dapat mempengaruhi kemungkinan langkah – langkah yang diambil untuk

menanggulangi kick. Berikut rumus – rumus yang digunakan dalam perhitungan

volume lumpur :

a. Kapasitas DP (Drill Pipe)

(ID DP ) 2
CDP = ..................................................................... (3.5)
1029,4

Dimana :

IDDP = Diameter bagian dalam drill pipe,Inch

b. Kapasitas HWDP (Heavy Weight Dril Pipe)

(ID HWDP ) 2
CHWDP = .................................................................... (3.6)
1029,4

Dimana :

IDHWDP = Diameter bagian dalam heavy weight drill pipe, Inch

c. Kapasitas DC (Drill Collar)

(ID DC ) 2
CDC = ........................................................................ (3.7)
1029,4

Dimana :

IDDC = Diameter bagian dalam drill collar,Inch

d. Kapasitas annulus Casing - DP

ID Csg  OD DP
2 2

CCsg - DP = ............................................................(3.8)
1029,4

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
38

Dimana :

IDCsg = Diameter bagian dalam casing, Inch

ODDP = Diameter bagian luar drill pipe, Inch

e. Kapasitas annulus OH – DP

ID OH  OD DP
2 2

COH – DP = ............................................................ (3.9)


1029,4

Dimana :

IDOH = Diameter lubang bor pada keadaan open hole, Inch

ODDP = Diameter bagian luar drill pipe, Inch

f. Kapasitas annulus OH - HWDP

ID OH  OD HWDP
2 2

COH – HWDP = ...................................................... (3.10)


1029,4

Dimana :

IDOH = Diameter lubang bor pada keadaan open hole, Inch

ODHWDP = Diameter bagian luar heavy weight drill pipe, Inch

g. Kapasitas annulus OH - DC

ID OH  OD DC
2 2

COH - DC = .......................................................... (3.11)


1029,4

Dimana :

IDOH = Diameter lubang bor pada keadaan open hole, Inch

ODDC = Diameter bagian luar drill collar, Inch

h. Volume DP (Drill Pipe)

VolDP = CDP x LDP .................................................................. (3.12)

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
39

Dimana :

CDP = Kapasitas drill pipe, bbl/ft

LDP = Panjang drill pipe, ft

i. Volume HWDP (Heavy Weight Drill Pipe)

VolHWDP = CHWDP x LHWDP .......................................................... (3.13)

Dimana :

CHWDP = Kapasitas heavy weight drill pipe, bbl/ft

LHWDP = Panjang heavy weight drill pipe, ft

j. Volume DC (Drill Collar)

VolDC = CDC x LDC .................................................................. (3.14)

Dimana :

CDC = Kapasitas drill collar, bbl/ft

LDC = Panjang drill collar, ft

k. Volume annulus Casing - DP

VolCsg - DP = CCsg - DP x LDP ............................................................ (3.15)

Dimana :

CCsg - DP = Kapasitas annulus casing - drill pipe, bbl/ft

LDP = Panjang drill pipe, ft

l. Volume annulus lubang sumur (open hole) - DP

VolOH - DP = COH - DP x LDP ............................................................ (3.16)

Dimana :

COH - DP = Kapasitas annulus open hole - drill pipe, bbl/ft

LDP = Panjang drill pipe, ft

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
40

m. Volume annulus lubang sumur (open hole) - HWDP

VolOH - HWDP = COH - HWDP x LHWDP ....................................... (3.17)

Dimana :

COH - HWDP = Kapasitas annulus open hole – heavy weight drill pipe,

bbl/ft

LHWDP = Panjang heavy weight drill pipe, ft

n. Volume annulus lubang sumur (open hole) - DC

VolOH - DC = COH - DC x LDC ............................................................ (3.18)

Dimana :

COH - DC = Kapasitas annulus open hole – drill pipe, bbl/ft

LDC = Panjang drill pipe, ft

o. Volume total lubang bor

VolTotal = VolDrill String + VolAnnulus ............................................. (3.19)

= ( VolDP + VolHWDP + VolDC ) + ( VolCsg - DP +

VolOH - DP + VolOH - HWDP + VolOH - DC )

Dimana :

VolDrill String = Volume keseluruhan bagian dalam rangkaian bor, bbl

VolHWDP = Volume heavy weight drill pipe, bbl

VolDC = Volume drill collar, bbl

VolCsg – DP = Volume annulus casing – drill pipe, bbl

VolOH – DP = Volume annulus open hole– drill pipe, bbl

VolOH – HWDP= Volume heavy weight drill pipe, bbl

VolOH – DC = Volume drill collar, bbl

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
41

3.5.2 Persamaan Perhitungan Data Sumur

Pada saat terjadi kick, terdapat data - data sumur yang mengindikasikan

kick. Data - data tersebut sangat mendukung dalam penentuan lumpur dengan

karakteristik yang sesuai yang akan digunakan. Dalam perhitungan parameter

sumur digunakan beberapa persamaan sebagai berikut :

a. Tekanan hidrostatis lumpur awal

Phawal = 0,052 x TVD x MWawal .......................................... (3.20)

Dimana :

TVD = Kedalaman total sumur secara vertikal, ft

MWawal = Densitas lumpur awal, ppg

b. Tekanan formasi

Pf = SIDPP + Phawal .......................................................... (3.21)

Dimana :

SIDPP = Shut In Drill Pipe Pressure, psi

Phawal = Tekanan hidrostatis lumpur awal, psi

c. Tekanan rekah formasi berdasarkan Leak Off Test

Pfract = PsurfaceLOT + PhLOT ...................................................(3.22)

Dimana :

PsurfaceLOT = Tekanan di permukaan saat Leak Off Test, psi

PhLOT = Tekanan hidrostatis lumpur yang digunakan dalam Leak

Off Test, psi

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
42

d. Densitas ekuivalen lumpur berdasarkan tekanan formasi pada saat Leak

Off Test

Pfract
EMWLOT = ......................................................... (3.23)
0,052 x TVD LOT

Dimana :

Pfract = Tekanan rekah formasi berdasarkan Leak Off Test, psi

TVDLOT = Kedalaman vertikal pada saat Leak Off Test, ft

e. Gradien tekanan rekah formasi

Grf = EMWLOT x 0,052 .......................................................(3.24)

Dimana :

EMWLOT = Densitas ekuivalen lumpur berdasarkan tekanan formasi

pada saat Leak Off Test, ppg

f. Tekanan rekah pada formasi yang mengalami kick

Pfract = Grf x Depthkick ...........................................................(3.25)

Dimana :

Grf = Gradien tekanan rekah formasi, psi/ft

Depthkick = Kedalaman vertikal pada saat terjadi kick, ft

g. Densitas ekuivalen lumpur berdasarkan tekanan formasi pada saat terjadi

kick

Pfract
EMWkick = ........................................................... (3.26)
0,052 x TVD kick

Dimana :

Pfract = Tekanan rekah formasi berdasarkan Leak Off Test, psi

Depthkick = Kedalaman vertikal pada saat Leak Off Test, ft

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
43

h. Tekanan casing maksimal yang diperbolehkan

MACP = Casing Burst x 0,7 ................................................... (3.27)

Dimana :

Casing Burst = Tekanan rekah formasi berdasarkan Leak Off Test,

psi

i. Densitas lumpur yang digunakan untuk mengatasi kick

KMW = + OMW ......................................... (3.28)

Dimana :

SIDPP = Shut In Drill Pipe Pressure,psi

Depthkick = Kedalaman vertikal pada saat Leak Off Test,ft

OMW = Densitas lumpur awal, ppg

j. Debit alir pompa pada saat SCR (Slow Circulating Pump)

Qslow = 0,5 x Q ...................................................................... (3.29)

Dimana :

Q = Kemampuan pompa mengalirkan fluida, bbl/menit

k. Tekanan pompa pada saat SCR (Slow Circulating Pump)

Pslow = Pump pressure x ( ) ................................................. (3.30)

Dimana :

Pump pressure = Tekanan yang dihasilkan pompa, psi

Qslow = Kemampuan pompa mengalirkan fluida pada saat

SCR (Slow Circulating Pump), bbl/menit

Q = Kemampuan pompa mengalirkan fluida, bbl/menit

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
44

l. Tekanan sirkulasi awal

ICP = SIDPP + Pslow ........................................................................ (3.31)

Dimana :

SIDPP = Shut In Drill Pipe Pressure,psi

Pslow = Tekanan pompa pada saat SCR (Slow Circulating Pump),

bpm

m. Tekanan sirkulasi akhir

FCP = ............................................................................ (3.32)

Dimana :

Pslow = Tekanan pompa pada saat SCR (Slow Circulating Pump),

bpm

KMW = Densitas lumpur yang digunakan untuk mengatasi kick, ppg

OMW = Densitas lumpur awal, ppg

n. Volume total lumpur

VolTotal Lumpur = Volpit + Volwell ............................................... (3.33)

Dimana :

Volpit = Volume lumpur di dalam pit,bbl

Volwell = Volume lumpur di dalam sumur, bbl

o. Barite rate untuk mencapai KMW

-
Barite rate = ............................................... (3.34)
-

Dimana :

KMW = Densitas lumpur yang digunakan untuk mengatasi kick, ppg

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
45

OMW = Densitas lumpur awal, ppg

p. Total sak barite yang digunakan

Total sak barite = Volume mud x Barite rate ............................ (3.35)

Dimana :

Volume mud = Volume lumpur, bbl

Barite rate = Rate pencampuran barite ke dalam lumpur untuk

mencapai KMW, sak/bbl

q. Total waktu yang digunakan untuk pencampuran barite dengan lumpur

Mixing time = ............................................................ (3.36)

Dimana :

Total sak barite = Total sak barite yangdigunakan, bbl

Rate mix mud = Rate pencampuran barite ke dalam

lumpur, sak/menit

r. Jumlah stroke untuk sirkulasi dari bit ke permukaan

SBTS = .................................................. (3.37)

Dimana :

VolAnnulus = Volume annulus rangkaian bor, bbl

Pump Output = Kapasitas pompa, bbl/stroke

s. Jumlah waktu untuk sirkulasi dari bit ke permukaan

TBTS = ...................................................................... (3.38)

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
46

Dimana :

VolAnnulus = Volume annulus rangkaian bor, bbl

Qslow = Kemampuan pompa mengalirkan fluida pada saat SCR

(Slow Circulating Pump), bbl/menit

t. Jumlah stroke untuk sirkulasi dari bit ke permukaan

SSTB = .............................................................. (3.39)

Dimana :

VolAnnulus = Volume annulus rangkaian bor, bbl

Pump Output = Kapasitas pompa, bbl/stroke

u. Jumlah waktu untuk sirkulasi dari bit ke permukaan

TSTB = ............................................................... (3.40)

Dimana :

VolDS = Volume bagian dalam rangkaian bor, bbl

Qslow = Kemampuan pompa mengalirkan fluida pada

saat SCR (Slow Circulating Pump), bbl/menit

v. Total waktu satu sirkulasi

Total time = TSTB + TBTS .......................................................... (3.41)

Dimana :

TSTB = Jumlah waktu untuk sirkulasi dari permukaan ke bit, menit

TBTS = Jumlah waktu untuk sirkulasi dari bit ke permukaan, menit

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
47

3.5.3 Persamaan Perhitungan Data Dalam Metode Menunggu &

Memperberat (Wait & Weight Method)

Berikut adalah persamaan – persamaan yang digunakan penanggulangan

kick menggunakan Metode Menunggu & Memperberat (Wait & Weight Method):

a. Total stroke dalam Metode Menunggu & Memperberat (Wait & Weight

Method)

Total stroke (wait & weight) = SSTB + SBTS ....................... (3.42)

Dimana :

SSTB = Jumlah stroke untuk sirkulasi dari permukaan ke bit, menit

SBTS = Jumlah stroke untuk sirkulasi dari bit ke permukaan, menit

b. Total waktu dalam Metode Menunggu & Memperberat (Wait & Weight

Method)

Total time (wait & weight) = ( TSTB + TBTS ) + Mixing time ............ (3.43)

Dimana :

TSTB = Jumlah waktu untuk sirkulasi dari permukaan ke bit, menit

TBTS = Jumlah waktu untuk sirkulasi dari bit ke permukaan, menit

Mixing Time = Total waktu yang digunakan untuk pencampuran

barite dengan lumpur

c. Total biaya dalam Metode Menunggu & Memperberat (Wait & Weight

Method)

Total cost (wait & weight) = Total time (wait & weight) x Drilling cost.(3.44)

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
48

Dimana :

Total time = Jumlah waktu dalam Metode Menunggu & Memperberat

Method, day

Drilling cost = Biaya pemboran, USD/day

3.5.4 Persamaan Perhitungan Data Dalam Metode Driller (Driller’s

Method)

Berikut adalah persamaan – persamaan yang digunakan penanggulangan

kick menggunakan Metode Driller (Driller’s Method) :

a. Total stroke dalam metode Driller (Driller’s Method)

Total stroke (Driller) = SBTS + ( SSTB + SBTS) ................... (3.45)

Dimana :

SSTB = Jumlah stroke untuk sirkulasi dari permukaan ke bit,

Strokes

SBTS = Jumlah stroke untuk sirkulasi dari bit ke permukaan,

strokes

b. Total waktu dalam metode Driller (Driller’s Method)

Total time (Driller) = TBTS + (TSTB + TBTS) + Mixing time .......... (3.46)

Dimana :

TSTB = Jumlah waktu untuk sirkulasi dari permukaan ke bit, menit

TBTS = Jumlah waktu untuk sirkulasi dari bit ke permukaan, menit

Mixing Time = Total waktu yang digunakan untuk pencampuran

barite dengan lumpur

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
49

c. Total biaya dalam metode Driller (Driller’s Method)

Total cost (Driller) = Total time (Driller) x Drilling cost.... (3.47)

Dimana :

Total time (Driller) = Jumlah waktu dalam metode Driller,day

Drilling cost = Biaya sewa rig, USD/day

Studi Banding Metode Penanggulangan Kick Antara Metode Menunggu & Memperberat dan Metode Driller Pada Sumur X Lapangan Y
Arie Yudha Effendy
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194

Anda mungkin juga menyukai