Anda di halaman 1dari 13

Nama : Kuncoro Wahyuydjati

NIM : 195120201111022
MK : Metode Penelitian Komunikasi II

Bab 4
Teknik Praktis Latar Belakang Masalah, Perumusan
Masalah, Tujuan, dan Manfaat Riset

Menulis Judul
Kita bisa melihat sebuah contoh bagaimana fungsi judul sama seperti etalase toko.
Seperti contoh di saat kita ingin membeli alat tulis, kita tidak akan datang ke toko yang di
mana etalase nya diisi oleh peralatan dapur seperti wajan, piring dan peralatan dapur lainnya.
Kita tidak perlu mampir dan masuk ke toko tersebut, karena hanya dengan melihat etalase
yang ada di toko tersebut kita sudah paham, karena di sana tidak akan mungkin ada peralatan
tulis yang sedang kita cari. Sama seperti halnya kita bisa mengetahui isi dari sebuah skripsi,
tesis, dan disertasi hanya dengan melihat judul yang ada pada sampul awalnya, dan kita tidak
harus membuka semua isi yang ada di dalam skripsi, tesis, dan disertasi tersebut. Karena itu,
etalase toko juga mencerminkan isi dari tokoh tersebut. Jika etalase toko tersebut memajang
alat-alat tulis, maka sudah dipastikan toko tersebut menjual alat tulis, begitu juga dengan
judul.
Untuk memastikan hal-hal di atas tersebut dapat diwujudkan, kita harus dapat
memperhatikan prinsip-prinsip dalam menulis judul:
 Pertama yaitu judul harus menarik, yakni di mana judul harus berisi hal-hal kebaruan,
inovatif, atau memunculkan prinsip pro dan kontra bagi pembaca. Seperti contoh,
komunikasi dan perilaku seks para santri (studi eksploratif terpaan komunikasi dalam
membangun perilaku seks pada santri pesantren A). Gabungan antara kata santri dan seks
di sini dapat menarik perhatian pembaca, karena kata-kata santri biasanya berhubungan
dengan hal-hal yang positif.
 Kedua, judul harus relevan dan konsisten dengan perumusan masalah yang telah kita
rancang. Seperti contoh, jika kita memiliki rumusan masalah yang membahas mengenai
pro dan kontra masyarakat terhadap program vaksinasi yang dilakukan pemerintah.
Berarti judul riset tersebut harus mengandung atau harus relevan dengan perumusan
masalah yang dibahas mengenai pro dan kontra masyarakat terhadap vaksinasi.
 Ketiga, judul harus mengandung tiga komponen penting yaitu metode, objek atau subjek
riset, dan tujuan dari riset tersebut. Seperti contoh, riset dengan judul hubungan antara
terpaan iklan layanan masyarakat aku anak sekolah dan sikap khalayak di kota Surabaya
terhadap program wajib belajar. Dari judul tersebut komponen pertama yaitu metode riset
adalah dengan menggunakan metode survei eksplanatif dengan menjelaskan hubungan
antara variabel terpaan iklan dengan variabel sikap, komponen yang kedua yaitu objek
riset di mana objek nya diambil dari khalayak atau masyarakat Surabaya, dan komponen
yang ketiga yaitu tujuan dari riset tersebut adalah untuk mengetahui hubungan antara
terpaan iklan layanan masyarakat aku anak sekolah dengan sikap halayak di kota
Surabaya terhadap program wajib belajar.
 Keempat, judul harus dikemas dengan semenarik mungkin, tetapi harus berisi 3 hal
penting yang ada di poin ketiga. Kemasan judul juga bergantung terhadap selera periset,
topik yang sama bisa memiliki judul yang berbeda dari setiap periset. Seperti contoh, riset
dengan topik yang membahas mengenai sikap mahasiswa universitas Sriwijaya terhadap
pornografi topik tersebut bisa memiliki banyak bentuk judul sesuai dengan latar belakang
atau selera periset.

Perumusan Masalah
Dalam sebuah riset terutama riset komunikasi, dalam merumuskan masalah kita perlu
memperhatikan dua aspek yaitu pertimbangan objektif dan pertimbangan subjektif. Kedua
aspek tersebut dapat kita wujudkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut:
 Pertimbangan objektif, apakah masalah yang ingin di reset merupakan fenomena atau
kajian komunikasi atau tidak? Kita harus dapat menghubungkan dengan objek formal
komunikasi, apakah hasil riset bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan masyarakat?,
Apakah mengandung kebaruan dan inovasi?, Apakah ada konsep-konsep dan teori-teori
yang relevan dengan riset tersebut? Pertimbangan objektif lebih bersifat objektif ilmiah
sehingga perlu dijadikan sebagai prioritas.
 Pertimbangan subjektif, apakah permasalahan tersebut sesuai dengan minat riset atau
tidak?, Apakah sesuai dengan kemampuan teoritis periset?, Apakah perished memiliki
waktu?, Apakah ketercukupan tenaga dan data?, Apakah dana yang diperlukan tersedia?,
dan yang terakhir izin dari yang berwenang dalam melakukan pengumpulan data. Dalam
melakukan sebuah riset kita tidak boleh melanggar hak-hak orang yang diriset karena
karena itu kita harus meminta izin terlebih dahulu untuk kesediaan calon responden atau
informan kita. Hal ini dapat kita hindari dengan melakukan pendekatan personal terlebih
dahulu melalui jejaring orang yang bekerja di instansi atau organisasi yang dapat kita
jadikan lokasi riset, menyiapkan surat kesediaan menjadi responden secara detail sebagai
standar etis dan menjelaskan segala hal mengenai riset yang kita lakukan termasuk hak
dan kewajiban periset dan responden.
 Perumusan masalah yang baik, sebagai berikut: rumusan masalah berbentuk kalimat
kalimat pertanyaan karena rumusan masalah merupakan perwujudan dari keingintahuan
seorang periset, memiliki kesesuaian atau hubungan dengan judul riset, kejelasan konsep-
konsep yang akan diriset, dan yang terakhir rumusan masalah harus mengandung
informasi mengenai jenis metode objek atau subjek riset dan tujuan dari riset tersebut
 Permasalahan sebuah riset dapat berasal dari berbagai sumber, yang pertama dapat
bersumber dari pengalaman pribadi perished, yang kedua dapat diperoleh dari hasil
diskusi dengan dosen, dan yang terakhir dapat diperoleh melalui kegiatan kepustakaan
atau literatur review.
Apa Isi Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah merupakan sebuah deskripsi yang melatari permasalahan
yang akan di riset. Latar belakang masalah merupakan sebuah deskripsi mengenai masalah
apa yang akan muncul, mengapa masalah tersebut dapat terjadi, dan mengapa masalah riset
ini menarik atau penting untuk dilakukan riset. Di dalam latar belakang masalah inilah berisik
akan menjelaskan hal-hal penting dalam melakukan riset seperti keinovasian dan kebaruan
tema sehingga riset tersebut dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan dunia praktis. Riset harus berangkat dari sebuah permasalahan, reset
merupakan upaya dalam menjawab segala masalah yang terwujud ke dalam solusi atau
rekomendasi dalam memecahkan masalah tersebut. Sebuah masalah dapat dikatakan benar-
benar sebuah masalah jika hal tersebut muncul karena adanya sebuah kesenjangan atau gap.
Tanpa sebuah kesenjangan, maka tidak akan mungkin muncul sebuah masalah. Kesenjangan
di sini dapat kita artikan sebagai sebuah perbedaan pendapat atau adanya arus arah yang
berbeda dari sebuah peristiwa. Seperti contoh disaat Anda mengikuti perlombaan, kamu
sangat berharap atau memiliki keinginan agar dapat menjuarai perlombaan tersebut. Jika anda
berhasil menjuarai perlombaan tersebut maka dapat diartikan bahwa tidak terjadi sebuah
kesenjangan. Jika, harapan atau keinginan anda untuk menjuarai lomba tersebut tidak
terwujud, kamu akan kecewa dan kamu akan bertanya kenapa saya tidak menjuarai
perlombaan tersebut? mengapa saya tidak mendapatkan setidaknya juara 3 dalam
perlombaan? tersebut pertanyaan inilah yang merupakan sebuah masalah.
Contoh di atas merupakan salah satu analogi yang juga terjadi saat kita mencoba
merumuskan masalah atau membuat latar belakang masalah untuk skripsi, tesis dan
disertasi.ingatlah bahwa setiap permasalahan muncul karena adanya kesenjangan antara
harapan dan kenyataan.dengan kata lain bahwa latar belakang masalah harus dapat
memunculkan atau berisi kesenjangan didalamnya. Kesenjangan ini akan memunculkan
masalah yang akan mendorong kita untuk mengeluarkan asumsi-asumsi tentang jawaban
masalah tersebut. Asumsi-asumsi tersebut akan menjadi hal yang sangat penting di mana kita
harus dapat membuktikan kebenaran asumsi-asumsi tersebut. Kesenjangan dapat terjadi jika
kita menyampaikan setidaknya dua fakta yang bertentangan berupa bukti, informasi, dan
contoh-contoh. Jadi kita harus dapat memadukan berbagai fakta atau data dari berbagai
sumber ilmiah, sumber-sumber ini antara lain:
 Hasil-hasil riset terdahulu yang relevan dengan tema riset.
 Buku-buku, artikel yang dipresentasikan, dan hasil pemikiran ilmiah.
 Artikel dan pemberitaan di media massa seperti televisi.
 Data yang kita dapat dari biro pusat statistik, lembaga survei atau yang lainnya.
 Data di lapangan, seperti observasi.

Riset Harus Baru


Kita harus menulis riset dengan mengedepankan unsur kebaruan dan inovatif. Kata
baru di sini memiliki makna bahwa riset tersebut memiliki inovasi yang yang baru dari riset
sebelumnya. Inovasi di sini dapat berarti sebuah pengembangan riset-riset terdahulunya
dengan cara menambahkan variabel baru, menguji teori yang sama dalam konteks yang
berbeda atau menguji hasil riset terdahulu dalam karakter responden atau informan yang
berbeda. Karena itu riset diharapkan dapat mengeksplorasi riset riset terdahulu khususnya
yang dipublikasikan di dalam jurnal-jurnal nasional maupun internasional yang terakreditasi
atau bereputasi.

Teknik Praktis Membuat LBM


Agar dapat membuat latar belakang masalah yang baik, perisai diminta untuk
membaca sebanyak mungkin literatur dan hasil-hasil riset terdahulu yang terkait dengan tema
risetnya.tanpa banyak membaca, sulit bagi periset untuk dapat mendeskripsikan berbagai
fakta untuk memunculkan kesenjangan dan masalah. Masalah yang dimunculkan harus
berdasarkan fakta atau data ilmiah bukan argumen periset semata yang tidak diperkuat oleh
sumber ilmiah. Karena, tanpa sumber ilmiah yang valid, hanya akan memunculkan opini
pribadi dari seorang periset.
Panjang pendeknya halaman latar belakang masalah bersifat relatif titik yang penting
beberapa point yang dijelaskan diatas telah tercakup di dalam latar belakang masalah dan
disampaikan secara detail tetapi singkat.penulisan secara detail membuat jumlah halaman
latar belakang masalah tidak akan sedikit, sedangkan dijelaskan bahwa disampaikan secara
singkat yang membuat jumlah halaman tidak terlalu banyak. sama seperti laporan riset
kualitas latar belakang masalah tidak ditentukan oleh jumlah halaman tetapi halaman yang
terlalu sedikit akan berpotensi membuat latar belakang masalah tidak berkualitas. Jadi jumlah
halaman yang direkomendasikan yaitu berjumlah 10 sampai 20 lembar.
Disarankan memulai dengan membuat matriks latar belakang masalah terlebih dahulu
sebagai pondasi logika pemikiran titik pondasi ini akan dapat membantu kita untuk membuat
latar belakang masalah agar terjaga sistematikanya dan dapat memunculkan kesenjangan atau
masalah. Matriks ini adalah contoh dalam memadukan berbagai sumber ilmiah agar menjadi
sebuah fakta-fakta yang bertentangan. Karena itu, di dalam latar belakang masalah harus
terdapat kata-kata yang mempresentasikan adanya kesenjangan seperti namun demikian,
tetapi, dan disisi lainnya.
Contoh latar belakang masalah yang baik (1), mampu mendeskripsikan apa yang seharusnya ada
di balik masalah, mulai dari adanya research gap hingga tawaran untuk mengisi gap tersebut. Kategori:
pertama, peneliti fokus pada paragraf pertama, menulis langsung pada topik. Kedua, kemungkinan
menggunakan penelitian sebelumnya untuk menciptakan kesenjangan / masalah yang terwujud dalam
asumsi / hipotesis penelitian. Asumsi / hipotesis inilah yang ingin Anda buktikan. Jadi "apa yang ingin
Anda selidiki" dinyatakan dengan jelas. Langkah pertama yang benar-benar harus menarik kesimpulan
dari studi sebelumnya, dan kemudian membandingkan / berdialog dengan "pihak lain", yaitu fakta-fakta
lain yang bertentangan dengan kesimpulan tersebut. Ini disebut "celah". Jika ada celah, timbul masalah.
Ketiga, alasan dilakukannya penelitian yang jelas yaitu untuk membuktikan asumsi penelitian yang
dirumuskan oleh penulis. Keempat, tidak ada pendapat pribadi. Klaim tersebut didukung oleh sumber
ilmiah yang jelas. Cobalah untuk membuat setiap kalimat direferensikan dengan jelas. Kelima, dengan
menyajikan perkembangan kajian-kajian dalam bentuk teori dan penelitian-penelitian sebelumnya,
selain menyikapi masalah, juga menyajikannya sebagai kajian komunikasi. Keenam, argumentasi ilmiah
ada bermacam-macam, seperti: "alasan mencari topik, alasan memilih Lapindo sebagai subjek
penelitian, alasan memilih majalah" Solusi ", alasan melakukan penelitian dalam dua tahap, alasan
memilih" Kanal “, yang semuanya bukan berupa opini pribadi. Peneliti juga konsisten menggunakan
satu teknik referensi yaitu sistem APA. Akhirnya, tata bahasanya secara umum tertata dengan baik.
Contoh latar belakang masalah yang baik, pada contoh sebelumnya telah dijelaskan
latar belakang masalah yang berasal dari riset kuantitatif. Selanjutnya akan dibahas tentang
latar belakang masalah dalam riset kualitatif. Latar belakang masalah ini menjadi dasar
munculnya permasalahan, latar belakang masalah ini membangun permasalahan dengan
mendeskripsikan kajian-kajian. Dari kajian tersebut terlihat bahwa adanya kesenjangan antara
permasalahan yang sedang diriset. Pada latar belakang ini juga memperlihatkan kritik
penggunaan kajian positivistiki-kuantitatif dengan memberikan pendekatan konstruktivis
sebagai alternatifnya.

Ciri-ciri LBM yang Harus Dihindari


Kali ini kita akan membahas mengenai ciri-ciri latar belakang masalah yang tidak
baik agar bisa menjadi pelajaran bagi kita kedepannya untuk tidak melakukannya saat riset
berjalan berjalan. Isi dari latar belakang masalah yang tidak baik ini berseberangan dengan
kriteria latar belakang masalah yang baik yang telah dijelaskan di atas ciri-ciri yang membuat
latar belakang masalah tidak baik yaitu:
a. Belum adanya kajian kajian literatur, baik itu riset terdahulu atau teori-teori, yang dapat
menimbulkan state of art dalam bidang yang akan dikaji, yaitu dengan melihat bidang
kajian dan mengambil perkembangan kajian termasuk berbagai perspektif kajian serta
apakah kajian tersebut merupakan sebuah realitas, fenomena objek formal kajian
komunikasi atau merupakan masalah mengenai komunikasi.
b. Belum mampu menjelaskan secara eksplisit bahwa eksplorasi literatur tersebut dipadukan
dengan berbagai sumber ilmiah lainnya seperti artikel seminar, berita media, data awal
dan data statistik yang telah mendasari munculnya kesenjangan atau yang mendasari
munculnya sebuah masalah sehingga penting untuk diriset. Kesenjangan inilah yang
terjadi di dalam tataran teoritis atau kajian teoritis atau bisa juga terjadi kesenjangan
antara tataran teoritis dan praktis/empiris.
c. Belum mampu untuk menimbulkan sebuah asumsi atau hipotesis atau proposisi
berdasarkan kesenjangan tersebut.
d. Belum adanya upaya untuk membuktikan asumsi-asumsi yang berarti periset belum dapat
menawarkan solusi atau fill the gap.
e. Sebaliknya, latar belakang masalah hanya dapat menyampaikan fakta atau data dari
literatur kajian riset, berita media dan sumber ilmiah lainnya saja, tanpa berupaya untuk
memadukan agar dapat memunculkan kesenjangan. Tidak ada upaya mempertentangkan
fakta atau data sebagai sebuah dasar untuk memunculkan masalah. Periset sudah
mendeskripsikan banyak kajian riset, tetapi tidak berupaya untuk membuat simpulan dari
kecenderungan kajian tersebut.
f. Dalam latar belakang masalah kalimat atau paragraf awal tidak langsung menukik atau
membahas hal-hal yang terkait dengan tema tetapi periset mengawali dengan menulis hal-
hal yang terlalu luas dan bertele-tele atau menyimpang dari tema yang telah ditentukan.
Seperti contoh sebagai berikut, jika kita memiliki tema atau masalah mengenai evaluasi
CSR di perusahaan Indonesia di era mandatory approach maka di paragraf awal latar
belakang masalah tersebut harus membahas mengenai CSR atau era mandatory approach
atau evaluasi CSR tergantung dengan konsep yang kita kedepankan. Hal yang tidak boleh
jika kita memulai dengan membahas Indonesia, karena hal tersebut terlalu luas dan
bertele-tele. Kita harus langsung membahas mengenai CSR atau era mandatory approach
atau evaluasi CSR saja.
g. Latar belakang masalah belum tertata dengan sistematika atau logika pemikiran karena
periset tidak membuat matriks latar belakang masalahnya terlebih dahulu.
h. Akibatnya, tidak adanya hubungan antar paragraf yang yang berurutan. Salah satu cara
agar hubungan antar paragraf terjaga dengan baik adalah dengan menuliskan kembali kata
kunci yang ada di paragraf sebelumnya.
i. Periset menyampaikan argumen atau deskripsi yang lemah secara ilmiah karena tidak
didukung atau tidak jelas sumber kutipan yang dipakai di dalam riset. Argumen yang
tidak didukung dengan sumber ilmiah yang valid akan membuat latar belakang masalah
berisi opini atau asumsi pribadi periset saja.
j. Tidak menggunakan teknik referensi yang jelas misalnya cara mengutip, cara menulis
tabel, cara menulis daftar pustaka. Karena, argumen tanpa sumber kutipan atau teknik
referensi yang jelas akan menimbulkan plagiarisme.
k. Pada latar belakang masalah periset belum mampu menjelaskan alasan mengapa
munculnya metode dan objek yang dirisetmya.

Menulis Tujuan dan Manfaat Riset


Tujuan dari sebuah riset adalah untuk menjawab sebuah permasalahan atau fenomena
yang di reset. Jadi jika perumusan masalah dalam bentuk kalimat tanya, tujuan juga akan
berbentuk dalam kalimat tanya. Tujuan dari sebuah riset tidak sama dengan tujuan seorang
periset. Tujuan periset adalah sebagai tujuan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan upaya
dalam menjawab masalah riset.
 Sebagai contoh, jika perumusan masalahnya adalah membahas mengenai profil follower
Twitter tokoh politik pendukung Jokowi sama dengan profil follower Twitter tokoh
politik pendukung Prabowo. Maka tujuan dari riset ini adalah bertujuan mendeskripsikan
profil follower Twitter tokoh politik pendukung Jokowi dan profil follower Twitter tokoh
politik pendukung Prabowo.
 Contoh lainnya tujuan riset, riset ini bertujuan untuk membuktikan apakah follower
Twitter tokoh politik pendukung Jokowi sama dengan profil follower Twitter tokoh
politik pendukung Prabowo. Makkah, tujuan periset tidak ada hubungannya dengan
tujuan riset yang dilakukan. Sebagai contoh tujuan periset adalah sebagai syarat kelulusan
perguruan tinggi, untuk menambah ilmu perisai atau untuk membuat karya ilmiah yang
bisa bermanfaat bagi pendidikan di Indonesia.

Manfaat Teoritis atau Akademis


Dalam sebuah skripsi, tesis dan disertasi memiliki manfaat riset yang dapat kita
kelompokkan dalam empat kelompok manfaat yaitu: manfaat teoritis atau akademis,
praktis, sosial, dan metodologis. Sebuah riset dapat dikatakan memiliki manfaat teoritis
atau akademis jika riset tersebut dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan terutama bidang komunikasi, yakni jika riset tersebut bersifat mengkaji,
menerapkan, menguji, dan menjelaskan teori-teori atau konsep, model maupun hipotesis-
hipotesis tertentu. Misalnya, periset dapat memulai riset nya dengan menanyakan apakah
teori yang dipilih masih layak digunakan untuk menjawab fenomena yang sedang diriset,
atau periset mengamati sebuah fenomena yang di mana akhirnya periset dapat membangun
teori baru.
Dalam menulis manfaat akademis atau teoritis untuk sebuah skripsi, tesis dan
disertasi, periset harus menggunakan bahasa dengan kata-kata atau kalimat yang lebih
konkret, yakni menjelaskan apa yang dimaksud dengan pengembangan kajian ilmuan.
Menulis manfaat sebenarnya memiliki makna yang sama dengan rumusan research gap
yang ada di latar belakang masalah. jadi, tidak perlu mengarang tulisan lagi. Berikut adalah
contoh-contoh dalam menulis manfaat akademis:
 Misalnya ketika menulis tentang manfaat teoritis atau akademis yang tidak spesifik,
diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk memajukan ilmu komunikasi, khususnya
penelitian kehumasan dalam menghadapi krisis.
 Sebagai contoh penulisan yang lebih spesifik teoritis atau manfaat akademis,
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu komunikasi
khususnya dalam penelitian kehumasan dengan menguji teori SCCT, yaitu premis
teori ini dapat diterapkan tidak hanya untuk jenis krisis yang mereka miliki secara
intuitif, kelompok tertentu, tetapi juga jenis krisis, fokus yang disengaja tidak pasti
dan mungkin kontroversial.

Manfaat Praktis
Jika suatu penelitian yang dilakukan tidak hanya untuk kepentingan akademis, tetapi
juga bermanfaat untuk konsumsi para praktisi dalam bidang pendidikan atau pengetahuan,
khususnya dalam hal komunikasi maka disebut manfaat praktis. Manfaat yang sebenarnya
dapat diartikan bahwa selain manfaat akademis, hasil penelitian juga dapat dijadikan
rekomendasi bagi para praktisi komunikasi, baik di bidang jurnalistik, kehumasan maupun
kehumasan, komunikasi pemasaran periklanan atau manajemen acara. Ketika merumuskan
atau merumuskan manfaat aktual, juga harus spesifik, siapa praktisi yang menerima
nasehat, dan apa nasehatnya.

 Menulis contoh manfaat praktis yang tidak spesifik, dan diharapkan penelitian ini
akan memiliki makna praktis bagi jurnalis dan publik terkait persepsi pembaca
terhadap surat kabar. Dalam contoh ini, kalimat "berharap bermanfaat dalam
praktik" dan "untuk jurnalis dan masyarakat" tidak terlalu spesifik.
 Contoh menulis manfaat praktis yang konkret riset ini dapat diharapkan bermanfaat
secara praktis bagi para praktisi jurnalistik, khususnya kepada redaksi Kompas terkait
opini pembacanya tentang rubrik-rubrik apa saja di Kompas yang disukainya. Riset
ini juga direkomendasikan agar mengubah format rubrik politik sesuai hasil temuan
data riset serta memperbanyak isi di rubrik pendidikan.

Manfaat Sosial
Penelitian yang menguntungkan upaya untuk mengubah struktur sosial dan
mengubah cara berpikir atau salah masyarakat (mengubah dunia). Penelitian ini mencoba
mengkritisi struktur sosial yang menurutnya kurang ideal karena terkadang tidak adil,
didominasi oleh kelompok tertentu, dan mengasingkan kelompok marjinal. Diyakini bahwa
komunikasi cenderung berpihak pada kelompok yang berkualitas atau komunikasi
digunakan sebagai alat hegemoni bagi beberapa pihak. Untuk alasan ini, studi dalam
kategori ini disebut fluks kritis. Contohnya dapat ditemukan dalam penelitian media atau
studi kritis, Sepet. ti analisis kerangka dan analisis wacana kritis. Penulis pernah
menyatakan bahwa kerangka surat kabar dalam pemberitaan tentang penyerangan Front
Pembela Islam (FPI) di tempat-tempat hiburan di Jakarta lebih berpihak pada kerangka
pemerintah. Kotak pesannya adalah bahwa penggerebekan itu "mendestabilisasi",
"mengambil keadilan" dan "menyebabkan banyak kerugian", sedangkan kerangka
"amoralitas Jakarta yang merajalela dan lemahnya penegakan hukum untuk mengekang
tempat-tempat hiburan" tidak dikomunikasikan oleh media. Artinya, media dikritik hanya
sebagai cara penyampaian ideologi kekuasaan dalam pemberitaan peristiwa. Bingkai media
ini dapat menciptakan suatu cara pandang atau cara berpikir (ideologi) bahwa “setiap
tempat hiburan diperbolehkan, dan kegiatan apapun yang melarangnya disebut kekerasan,
menggoyahkan dan melanggar hukum”. Di sisi lain, tidak ada prospek untuk "kemaksiatan
yang merajalela".

Manfaat sosial yang tidak konkret:


 Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mengubah persepsi masyarakat
luas terhadap berita di X TV dan Y TV (frasa "ubah pandangan umum" dalam
contoh ini masih belum spesifik).

Manfaat sosial yang konkrit:

 Kajian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mengubah persepsi masyarakat luas
terhadap berita di televisi bahwa berita X TV dan Y TV tentang ekspresi pemilu
damai mengandung ideologi yang berbeda. Keduanya menganut prinsip kapitalisme
pasar, meski menggunakan kata-kata yang sama.

Manfaat Metodologis
Manfaat metodologis dapat digabung dengan manfaat teoretis (aka demis). Manfaat
metodologis dapat digabungkan dengan manfaat teoritis (akademis). Penelitian ini
diharapkan bermanfaat dalam menciptakan atau mengembangkan metode penelitian baru.
Misal: Kriyantono (2012): melakukan riset critical ethnography of crisis management
dealing with mudflow crisis yang memiliki manfaat metodologis (atau teoritis/akademis), ya
mengembangkan penelitian kehumasan dengan menggunakan metode etnografi kritis
sebagai metode yang belum pernah digunakan dalam mengembangkan masyarakat.
hubungan.

Manfaat Riset Bagi Studi dan Praktik Komunikasi


Penelitian memainkan peran penting dalam praktik komunikasi. Proses komunikasi
bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif. Oleh karena itu, semua bidang
komunikasi baik itu kehumasan (humas/Public Relations/PR), periklanan (advertising),
penyiaran (broadcasting) dan jurnalistik dituntut untuk menciptakan komunikasi yang
efektif untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Komunikasi yang efektif membutuhkan
pertukaran informasi (information sharing) dan arti yang sama (setala atau in tune) antara
pengirim dan komunikator.
Banyak ahli memberlakukan pembatasan pada komunikasi yang efektif. Tubbs dan
Moss (2000) memberikan kriteria untuk komunikasi yang efektif dalam bukunya "Human
Communication", yaitu ketika ada pemahaman, membangkitkan kesenangan, pengaruh
pada sikap, hubungan interpersonal yang lebih baik, dan perubahan perilaku yang
diharapkan oleh komunikator. Jika audiens merasa kurang memahami maksud komunikator
selama proses komunikasi, maka ada kesalahan dalam proses komunikasi utama (primary
breakdown in communication). Jika pihak lain merasa tidak bahagia, marah, dan hubungan
menjadi semakin rapuh setelah berbicara, akan ada kegagalan kedua dalam proses
komunikasi (secondary breakdown in communication ). Ketika ada kesamaan antara
kerangka acuan (frame of reference) dan komunikator dan bidang pengalaman komunikator
(field of experience) antara komunikator dan komunikan.
Agar dapat tercipta komunikasi yang efektif maka perlu dipersiapkan secara matang
semua elemen proses komunikasi yaitu messaging, communication channel, instant
messaging, efek umpan balik bahkan faktor perancu yang mungkin terjadi. Dengan kata
lain, proses komunikasi yang akan dilakukan harus didahului dengan pertanyaan “siapa
mengatakan apa di saluran apa kepada siapa dengan efek apa” (siapa pengirimnya, pesan
apa, melalui media apa, kepada siapa dan bagaimana itu mempengaruhi tujuan). Pertanyaan
di atas, jika dianalisis adalah komponen-komponen komunikasi.
Di sinilah penelitian berdiri. Upaya penyusunan komponen komunikasi di atas harus
didasarkan pada data empiris yang memuat uraian rinci tentang karakteristik masing-
masing komponen. Tentunya data empiris tersebut hanya dapat diperoleh melalui kegiatan
penelitian, sehingga keputusan yang diambil mencerminkan keadaan nyata yang akan kita
hadapi. Misalnya kontributor mana yang kredibel dan bisa dipercaya publik; pesan apa
yang relevan dan dibutuhkan oleh audiens; bagaimana audiens menanggapi pesan yang
disampaikan oleh PR; apakah strategi periklanan kreatif sejalan dengan tujuan; Bagaimana
profil pembaca mempengaruhi jenis pesan yang sesuai dengan pembaca, bagaimana citra
perusahaan di mata masyarakat saat program humas diluncurkan, atau apakah program
sosialisasi kompor gas dapat mempengaruhi keinginan untuk menggunakan kompor gas.
Pertanyaan-pertanyaan ini memerlukan jawaban yang berdasarkan data yang benar dan dapat
dipercaya yang hanya dapat peroleh melalui riset ilmiah.
Selain itu, sebagai ilmuwan atau praktisi komunikasi, kami selalu berkomitmen
untuk mengembangkan basis pengetahuan kami melalui penelitian. Sains tidak pasti, perlu
pemikiran baru untuk dikembangkan demi kemaslahatan umat manusia. Pada dasarnya,
semua pengetahuan tidak lebih dari menyempurnakan pemikiran Anda sehari-hari. Karena
itu, pengetahuan itu tidak sempurna dan tidak pasti. Contoh: Teori agen tetap (dari disiplin
komunikasi massa) diadopsi dan dikembangkan dalam penelitian hubungan masyarakat dan
menghasilkan teori baru yang disebut subsidi informasi dan konstruksi. Albert Einstein,
seorang fisikawan hebat, ilmuwan, pernah berkata: "Otak saya adalah laboratorium saya
karena di situlah dan kapan pun saya bersatu dengannya dan terus-menerus
menyempurnakan hasil pemikiran saya."

Riset dalam Kajian dan Praktik Public Relations


Pentingnya penelitian dalam praktik PR tercermin dalam pandangan Ann H.
Barkelew, wakil presiden senior Kantor Minnesota Fleisman-Hillard (Cutlip & Center,
2000, hlm. 351): “Anda tidak dapat mempraktikkan PR secara efektif dan efisien saat ini
tanpa penelitian. "(Anda tidak akan berhasil dan efektif dalam melakukan aktivitas
kehumasan tanpa melakukan penelitian). Kriyantono (2012) menemukan bahwa berbagai
model public relations memandang penelitian sebagai aktivitas penting: Cutlip et al. (2006)
memperkenalkan model empat langkah (definisi masalah, perencanaan dan pemrograman,
operasi, komunikasi). Dalam model ini, studi adalah prosedur yang digunakan untuk
mendefinisikan atau mengeksplorasi masalah yang muncul; John E. Marston (1979) dengan
model RACE (penelitian, tindakan, komunikasi, evaluasi); Jerry A. Hendrix (2000) dengan
model ROPE (penelitian, tujuan, program, evaluasi); Ronald D. Smith (2002)
mempresentasikan model FoSTE (penelitian formal, strategi, taktik, penelitian evaluasi).
Tahap penelitian formatif (studi yang dilakukan di awal sebelum program dirumuskan,
kemudian menggunakan penelitian untuk memantau pelaksanaan dan mengevaluasi
pengaruh opini publik sebelum meluncurkan program Humas.
Doug Newsom, Alan Scott dan Judy Turk dalam This is PR: The Realities of Public
Relations (1996, p. 89) berkata: “Jika Anda seorang praktisi PR, pertama-tama Anda
mencari informasi latar belakang dan perencanaan. Kemudian Anda melanjutkan proses
penelitian untuk memantau apa yang Anda lakukan. Akhirnya, Anda mengukur keefektifan
pekerjaan Anda untuk mengetahui seberapa baik itu berakhir. Riset dan evaluasi
menyeluruh membuat praktik PR lebih tepat ”. Jadi, Anda membutuhkan Humas untuk
mengumpulkan fakta. Fakta akan menjadi dasar perencanaan program PR Anda. Humas
kemudian harus memantau apakah kemajuan yang direncanakan berjalan dengan baik atau
apakah perlu dilakukan perubahan. Terakhir, PR diperlukan untuk mengevaluasi apa yang
telah dicapai untuk menentukan rencana masa depan. Riset - di awal, tengah, dan akhir tata
bahasa - membuat praktik PR lebih efektif dan efisien.
Riset dalam aktivitas PR merupakan rangkaian proses yang tidak ada habisnya atau
siklus yang terus menerus (continuing cycle). Riset PR berfokus pada beberapa pertanyaan:
siapa khalayak sasaran? Apa saja yang menjadi kendala, sekaligus melakukan pemetaan
stakeholders (stakeholders mapping), Apa pesan atau tindakan PR? Media apa yang dapat
menjangkau khalayak? Bagaimana respons stakeholders terhadap program PR? Bagaimana
kepuasan stake. Holders? Apa yang seharusnya dilakukan PR untuk menjaga hubungan
dengan publik? Keterkaitan riset dalam praktik public relations dideskrip sikan oleh Newsom
& Turk (1996) sebagai berikut:
a. Riset dimulai dengan kegiatan rutin PR dalam melakukan perekaman (routine record
keeping) atau kegiatan pengumpulan fakta-fakta, informasi untuk melakukan
perencanaan kegiatan.
b. Setelah tujuan PR (PR objective) dirumuskan, fakta yang terkumpul digunakan
untuk merumuskan hipotesis, mengujinya, dan membuat penyesuaian jika diduga
tidak berhasil.
c. Kemudian kegiatan pengumpulan data lebih banyak perlu dilakukan untuk mencari
informasi tambahan tentang situasi, opini publik atau media yang digunakan. Humas
harus menilai citra publik perusahaan, cara terbaik untuk merepresentasikan Humas
yang obyektif di mata publik, menentukan waktu yang tepat untuk melakukan
aktivitas atau menyebarkan pesan, menentukan metode yang tepat untuk
menjangkau khalayak dan pesan apa yang efektif (mis. metode publisitas, pidato,
tampilan atau iklan).
d. Pemantauan selama operasi untuk memastikan apakah perencanaan telah dilakukan
atau belum.
e. Melakukan evaluasi terhadap kegiatan sebagai dasar perencanaan kegiatan di masa
datang.

Semua langkah di atas membutuhkan penelitian. Untuk melakukan penilaian,


Humas perlu mencari data / fakta sebagai informasi untuk perencanaan baru. Sehingga
dapat dikatakan bahwa praktek humas dimulai dan diakhiri dengan penelitian. Dalam fungsi
manajemen organisasi, termasuk fungsi Humas, penelitian mendukung tiga aspek dasar
pembentukan tujuan organisasi yang meliputi:

a. Mereportase apa yang terjadi dalam manajemen.


b. Mereportase apa yang terjadi di perusahaan.
c. Menganalisis apa yang terjadi secara keseluruhan baik saat kondisi normal maupun
krisis.

Riset dalam Kajian dan Praktik Manajemen Komunikasi Bisnis


Dalam dunia komunikasi bisnis, pengelolaan periklanan terbagi dalam beberapa
tahapan, diantaranya adalah persiapan kampanye periklanan. Dalam buku Manajemen
Periklanan (Kriyantono, 2013: 92) saya sampaikan bahwa penelitian merupakan dasar dari
tahapan atau proses manajemen periklanan. Tahapannya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Dari angka tersebut, Anda dapat melihat bahwa perencanaan strategi periklanan Anda
berkaitan dengan strategi pemasaran perusahaan Anda. Marketing Brief adalah informasi
pemasaran yang disiapkan dan dikomunikasikan kepada biro iklan selama inspeksi.
Dokumen pemasaran menjadi dasar bagi biro iklan untuk membuat strategi kreatif.
Marketing brief biasanya berisi informasi tentang siapa segmen dan target periklanan,
bagaimana karakter produk (bagaimana positioningnya, diferensiasinya, kemasannya,
keunggulan dan kelemahannya), bagaimana kebijakan harga, saluran distribusi, alat-alat
promosi lain di luar iklan, bagaimana kebijakan pemerekan (branding), bagaimana pelayanan
yang diberikan kepada konsumen serta bagaimana proses yang terjadi di perusahaan untuk
mendukung pemasaran produk.
Gambar 4.1 juga menjelaskan perlunya pengujian di awal dan akhir kegiatan.
Penelitian pada dasarnya adalah analisis situasi dan penilaian situasi eksternal dan internal.
Situasi eksternal meliputi situasi pasar dan posisi bersaing, sedangkan faktor internal
meliputi situasi perusahaan, misalnya kondisi sumber daya manusia, kekuatan modal dan
infrastruktur. Kajian ini menjadi dasar dari kebijakan pemasaran. Baru setelah itu program
pemasaran diterapkan pada strategi periklanan sebagai bentuk meyakinkan konsumen. Pada
akhirnya, penerapan periklanan sangat dipengaruhi oleh aturan main oleh pemerintah dan
masyarakat.
Dari kegiatan penelitian akan diketahui bahwa karakteristik penerima disesuaikan
dengan sifat produk, bagaimana produk diposisikan diantara persaingan dengan pesaing,
bagaimana sikap khalayak terhadap produk, media yang paling efektif dan efisien untuk
pilih sebagai media periklanan dan informasi pemasaran lainnya. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, dimungkinkan juga untuk mengambil keputusan mengenai tujuan
(objection) dari iklan tersebut, apakah iklan tersebut untuk menginformasikan, membujuk
atau mengingatkan konsumen tentang suatu produk. Tujuan yang dirumuskan ini akan
mempengaruhi langkah selanjutnya, seperti penganggaran, pembuatan iklan, pemilihan
media dan manajemen kampanye. Terakhir, semua langkah yang telah dilakukan dievaluasi
kembali untuk dijadikan masukan bagi rencana ke depan. Penilaian dilakukan dengan
melakukan penelitian. Misalnya, meriset apakah khalayak sasaran memahami kreatif iklan
yang disan paikan (melalui riset copy-testing), bagaimana respons khalayak terhadap iklan
tersebut, dan apakah frekuensi terpaan iklan di media telah cukup.

Namun sebelum menentukan strategi pemasaran suatu produk, produsen harus


mengetahui karakteristik khalayak sasaran (konsumen). Riset tentang produk memang
sangat penting, tetapi terlebih dahulu lakukan riset tentang perilaku dan karakteristik
konsumen. Di Jakarta, pernah ada suatu produk tidak laku di pasaran karena tidak
memahami karakteristik pasar sasaran, sebuah rokok dengan nama "Staff". Bagi masyarakat
kota besar yang bercirikan ingin dihormati, nama rokok berkonotasi rendah, tidak berstatus
dan hanya bawahan (Kasali, 2003).

Riset dalam Kajian Komunikasi Massa/Studi Media


Komunikasi massa merupakan proses berkomunikasi melalui media massa agar
pesan dapat dengan cepat, serentak dan serentak disebarluaskan dan diterima serta
menjangkau khalayak yang luas dan beragam. Penelitian komunikasi massa merupakan
penelitian awal yang menopang ilmu komunikasi khususnya pada masa perang dunia abad
ke-20 dan munculnya penemuan-penemuan teknologi komunikasi seperti televisi, radio,
film dan surat kabar. Banyak penelitian di bidang ini berfokus pada dampak pesan media
terhadap sikap dan perilaku penerima. Penerima juga dilihat dari dua perspektif: penerima
aktif dan pasif. Penerima pasif menunjukkan bahwa pesan media memiliki kekuatan penuh
untuk mempengaruhi perilaku penerima.
Selain studi efek, riset komunikasi massa banyak berkembang untuk mengkaji isi
pesan. Pesan media dianggap bukan sesuatu yang netral, tetapi mengandung agenda-agenda
dan ideologi-ideologi tertentu. Dari riset ini, dapat ditemukan realitas interaksi antara pesan-
kepentingan kelompok-pengaruhnya terhadap kesadaran masyarakat. Studi-studi framing,
analisis wacana dan semiotik adalah contoh kajian di bidang ini.
Tentunya masih banyak lagi contoh hubungan antara penelitian dalam praktik
komunikasi. Pada halaman-halaman berikut, kita akan membahas beberapa contoh metode
penelitian, antara lain. Faktanya, praktisi dapat melakukan penelitian dengan lebih leluasa
tanpa aturan metodologi yang ketat. Misalnya, Manajer Hubungan Masyarakat, Manajer
Pemasaran, atau Produser TV mungkin berjalan-jalan setiap kali mengunjungi karyawan di
setiap ruangan (dikenal dengan konsep Managing by Walking Around). Manajer melakukan
dialog, menanyakan berita atau masalah yang dihadapi karyawan, baik yang bersifat pribadi
maupun yang terkait dengan perusahaan. Dengan melakukan dialog, manajer dapat
merekam (bahkan dalam ingatannya) setiap masalah yang dihadapi karyawan. Ini termasuk
kategori pengumpulan data yang dilakukan secara informal.

Relasi Tujuan dan Manfaat dengan Simpulan dan Saran


 Tujuan penelitian dikorelasikan dengan bab "Hasil dan Pembahasan" (analisis dan
interpretasi data), serta bab Ringkasan Penelitian, karena memuat hasil jawaban atas
rumusan masalah.
 Manfaat atau pentingnya penelitian ini berkorelasi dengan "Bab nasihat". Artinya
untuk mengoptimalkan manfaat penelitian, para ilmuwan membagikan sarannya.
Secara umum manfaat penelitian diharapkan dapat terwujud melalui penelitian yang
telah dilakukan. Pada bagian saran, peneliti menyarankan agar dapat dilakukan
penelitian yang dapat lebih mengembangkan atau melengkapi hasil datanya
sehingga ilmu pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut.

Daftar Pustaka
Kriyantono, R. (2006). Teknis Praktis Riset Komunikasi Kuantiatif dan Kualitatif
Disertai Contoh Praktis Skripsi, Tesis, dan Disertasi Riset Media, Public Relations,
Advertising, Komunikasi Organisasi, komunikasi Pemasaran. Jakarta: Prenadamedia Group.

Anda mungkin juga menyukai