Buku ini menceritakan tentang perkembangan manusia dari homo sapiens menuju homo deus (manusia dewa). Pada abad sebelum 20an, masalah krusial yang dihadapi oleh manusia adalah kematian yang disebabkan oleh kelaparan, penyakit virus menular, dan peperangan. Kelaparan sendiri disebabkan oleh kemiskinan dan gagal panen diberbagai penjuru dunia. Penyakit disebabkan oleh virus penyakit menular yang menyebar begitu cepat. Peperangan merupakan salah satu penyebab kematian akibat penerapan hukum rimba (sebelum abad 20an menganut hukum rimba, dimana peperangan merupakan hal yang lumrah untuk merebut kekuasaan). Memasuki abad ke 20-an, penyebab kematian terbesar sudah berbeda dengan sebelum abad ke 20an. Penyebab kematian terbesar pada abad sekitar 20-an adalah obesitas, usia tua dan penyakit tak menular, serta bunuh diri. Pada abad ke 20-an, tingkat kematian yang diakibatkan oleh obesitas lebih tinggi daripada kekurangan gizi. Tingkat kematian yang diakibatkan oleh penyakit jantung dan kanker serta usia tua lebih tinggi daripada penyakit menular. Tingkat kematian yang diakibatkan oleh bunuh diri lebih tinggi daripada peperangan. Semua masalah pada abad sebelum 20-an dapat direduksi akibat adanya pengembangan ilmu pengetahuan sains dan riset-riset terhadap masalah tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan sains dan riset-riset yang terus dilakukan menyebabkan manusia untuk melanjutkan ke misi selanjutnya, yaitu pada abad ke 21an. Hal ini dikarenakan seluruh masalah yang dihadapi pada abad sebelumnya dapat direduksi oleh perbuatan manusia, dimana tujuan selanjutnya adalah menuju ke tahap kemakmuran. Pemikiran manusia semakin berkembang dari tahun ke tahun. Pada abad sebelum 20an, mayoritas manusia meminta pertolongan kepada Tuhan, namun masalah dapat diselesaikan oleh manusia sendiri dan muncullah anggapan bahwa masalah tersebut dapat diselesaikan dan disebabkan oleh manusia itu sendiri. Misi lanjutan pada abad ke 21-an adalah imortalis, penciptaan kebahagiaan, dan manusia sebagai Tuhan: 1. Imortalis menjadi misi pertama dikarenakan manusia merasa telah mampu menyelesaikan masalah-masalah kematian massal dengan pengembangan ilmu pengetahuan sains dan riset untuk menyelesaikan masalah tersebut. Berdasarkan perkembangan angka harapan hidup manusia, dari abad ke abad mengalami peningkatan angka harapan hidup. Imortalis dianggap sebagai masalah selanjutnya yang harus direduksi. Pengembangan ilmu sains dan riset-riset terus dilakukan untuk meningkatkan angka harapan hidup manusia. 2. Kebahagiaan menjadi misi kedua dikarenakan kebahagiaan merupakan tolak ukur dari kemakmuran kehidupan manusia. Para periset terus mengembangkan senyawa biokimia untuk menciptakan kebahagiaan pada manusia. 3. Dalam menciptakan kebahagiaan dan imortalis, manusia benar-benar berusaha untuk meningkatkan diri menjadi Tuhan (misi ketiga). Segala usaha dilakukan: pengembangan riset untuk menciptakan kecerdasan buatan. Pada abad ke 21-an, proyek besar ketiga manusia adalah mendapatkan kekuatan Tuhan dalam penciptaan dan destruksi untuk manusia, kemudian meningkatkan homo sapiens menjadi homo deus. Misi ketiga ini jelas memasukkan dua misi sebelumnya, dan digerakan oleh keduanya. Proses perkembangan ini tidak dapat dihentikan dikarenakan: 1. Tidak ada orang tahu dimana point yang harus dihentikan. 2. Jika memang bisa dihentikan, maka perekonomian akan runtuh, bersama masyarakatnya. Hal ini dikarenakan ekonomi modern membutuhkan pertumbuhan terus-menerus dan selamanya agar bisa bertahan. Itu sebabnya, kapitalisme mendorong manusia untuk mengejar imortalitas, kebahagiaan, dan manusia tuhan. Sebuah ekonomi yang dibangun pada pertumbuhan abad ini perlu proyek-proyek tanpa putus. Perkembangan ilmu pengetahuan sains dan riset-riset teknologi menyebabkan munculnya revolusi sainstifik. Prinsip dari revolusi sainstifik yaitu: 1. Melahirkan agama humanis. Agama humanis merupakan agama yang menyembah kemanusiaan dan mengharapkan kemanusiaan menggantikan peran yang dimainkan Tuhan kuno. Agama humanisme meletakkan otoritas tertinggi kepada manusia. Agama humanis merupakan ide dasar dari liberalisme, komunisme, dan nazisme. 2. Menganggap agama-agama bertuhan kuno. Manusia pada abad sebelum 20-an mempercayai adanya Tuhan, setiap menghadapi masalah, mereka selalu meminta kepada Tuhan. Namun mereka hanya memohon saja tanpa berusaha. Akibatnya, pada masa modern, manusia mulai berkembang dan menyelesaikan masalah terbesar manusia pada abad sebelum 20-an dengan pengembangan ilmu sains dan melakukan riset-riset untuk menyelesaikan masalah. Dari situ, manusia beranggapan bahwa semuanya mampu dikendalikan dan diselesaikan oleh manusia sendiri. 3. Ketidakadilan antara manusia dan binatang. Manusia menganggap binatang sebagai makhluk yang diciptakan memang untuk manusia. Manusia beranggapan bahwa binatang memang ditakdirkan sebagai makhluk yang dimanfaatkan untuk manusia dan menganggap binatang tak memiliki jiwa yang seutuhnya. 4. Kitab suci dianggap tidak merepresentasikan kondisi pada abad ke 21-an. Hal ini dikarenakan isi dari kitab suci dianggap berisi fiksi, mitos dan kesalahan. Para manusia modern menganggap bahwa teori-teori sejarah canggih lebih searah dengan pandangan modern. Semua negara modern melakukan banyak upaya dalam mengumpulkan informasi tentang negara lain, menganalisis ekologi, tren politik, dan ekonomi global daripada melihat didalam kitab suci. Menurut pandangan manusia modern, di dalam diri manusia terdiri dari sekumpulan algoritma. Algoritma adalah seperangkat langkah metodis yang bisa digunakan untuk melakukan kalkulasi, pemecahan masalah dan mencapai keputusan-keputusan. Algoritma pada manusia yaitu yang mengendalikan manusia bekerja dengan sensasi-sensasi, emosi- emosi, dan pikirian-pikiran. Algoritma yang dimaksud merupakan kumpalan sel-sel neuron didalam otak yang mampu memberikan keputusan-keputusan seperti mesin otomatis pembuat minuman. Selain itu, manusia modern beranggapan bahwa manusia merupakan sosok makhluk yang memiliki jiwa yang tetap dan abadi. Inilah kekompleksan manusia menurut manusia modern yang menyebabkan berbeda dengan makhluk lain dan semakin mendorong sebagai sosok homo deus. B. Revolusi Humanis Revolusi religious modernitas adalah bukanlah kehilangan kepercayaan kepada Tuhan, melainkan mendapatkan kepercayaan pada manusia. Makna dan implikasi revolusi humanis terlihat pada kultur Eropa saat ini dan zaman dulu. Eropa pada abad pertengahan atau sekitar tahun 1300, orang-orang di London, Paris dan Toledo tidak percaya bahwa manusia bisa menentukan sendiri apa yang baik dan apa yang jahat, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang indah dan mana yang buruk. Mereka hanya percaya bahwa hanya Tuhanlah yang bisa menciptakan dan mendefinisikan kebaikan, kebenaran dan keindahan. Meskipun manusia memmiliki kemampuan dan kesempatan unik, saat itu mereka juga dipandang sebagai makhluk bodoh dan bisa rusak. Selain itu, manusia juga dianggap makhluk mortal, pandangan dan perasaannya dapat berubah seperti angin. Oleh karena itu, saat itu Tuhan dianggap sebagai sumber tertinggi bukan hanya dalam makna, tetapi juga otoritas. Tuhan sebagai sumber makna dan otoritas juga mempengaruhi kehidupan manusia sehari-hari, misalnya seseorang telah melakukan zina dan kemudian orang itu pergi ke pendeta karena tidak menyadari apa yang telah ia lakukan (kekhilafan) maka pendeta menyatakan menurut Tuhan hal itu adalah dosa besar, dan jika tidak bertaubat akan masuk neraka. Sekarang, keadaan berubah humanisme telah berusaha meyakinkan bahwa ‘kita/manusialah’ sumber makna tertinggi sehingga kehendak bebas kita merupakan otoritas tertinggi. Oleh karena itu, jika seseorang melakukan zina maka ia tidak lantas pergi ke pendeta atau kitab kuno namun ia lebih memilih bicara dengan temannya atau psikolog dan mencurahkan isi hatinya. Pada abad pertengahan, pernikahan dianggap sebagai momen yang sakral yang ditahbiskan oleh Tuhan dan Tuhan juga mengotorisasi ayah untuk menikahkan anak-anaknya menurut kepentingannya sendiri. Akibatnya perselingkuhan merupakan pemberontakan kurang ajar yang melawan otoritas Tuhan dan orang tua. Hal tersebut merupakan dosa besar terlepas apapun yang rasakan kedua belah pihak yang selingkuh itu. Kini orang menikah bukan karena Tuhan atau kepntingan orang tua, namun karena perasaan pribadi merekalah yang bernilai bagi ikatan pernikahan. Yang penting adalah bagaimana jenis argumentasi yang digunakan. Humanisme telah mengajarkan bahwa sesuatu yang buruk adalah yang menyebabkan orang lain tidak senang/ sedih. Misalnya pembunuhan dilarang/salah bukan karena Tuhan melarangnya melainkan jika kita membunuh maka akan mengakibatkan penderitaan bagi korban, bagi anggota keluarganya dan teman-temannya. Pencurian salah/dilarang bukan karena Tuhan melarangnya, namun pencurian salah karena ketika kita kehilangan hak milik maka kita tidak senang. Jika ada dua orang lelaki jatuh cinta sepanjang tidak mengganggu orang lain dan mereka merasa bahagia maka itu tidak salah, jika masa abad pertengahan dua lelaki jatuh cinta dan datang ke pendeta maka pendeta akan mengutuknya karena hal tersebut dilarang oleh Tuhan. Etika humanisme menganggap jika terasa baik maka lakukanlah. Perasaan kita memberi makna tidak hanya pada kehidupan pribadi kita melainkan juga pada proses-proses sosial dan politik. Ketika kita ingin memilih pemimpin Negara, kebijakan politik luar negeri, langkah-langkah ekonomi yang harus ditempuh kita tidak lagi mencari jawabannya dalam kitab suci dan pendeta. Namun, kita mengadakan pemilihan umum demokratis yang bertanya pada rakyat apa pendapat mereka tentang masalah yang sedang dihadapi. Hal ini membuktikan pilihan bebas individu manusia merupakan otoritas tertinggi. Etika humanisme menganggap pemilihlah yang paling tahu. Kedua humanisme diatas juga berlaku pada estetika. Pada abad pertengahan, seni diatur oleh alat ukur objektif. Standar keindahan tidak menunjukkan cita rasa manusia. Tangan para pelukis, penyair, pengubah lagu dan arsitek dianggap digerakkan oleh dewa, malaikat dan roh suci. Teori klasik yunani menyatakan bahwa gerakan bintang-bintang dilangit menciptakan music surgawi yang menembus seluruh jagad raya. Musik manusia harus menggemakan melodi Ilahiah. Himne, nada dan lagu indah biasanya tidak dinisbatkan pada kegeniusan manusia melainkan pada wahyu Ilahi. Kini kaum humanis percaya satu- satunya sumber penciptakan artistic dan estetika adalah perasaan manusia. Musik diciptakan dan dinilai oleh suara hati manusia, yang tidak perlu mengikuti ritme bintang maupun wahyu Tuhan dan malaikat. Karena bintang bisu, sedangkan Tuhan dan malaikat hanya imajinasi kita sendiri maka para seniman modern cenderung berusaha menyentuh diri dan perasaan mereka sendiri bukan Tuhan. Estetika humanisme menganggap keindahan ada pada mata penonton. Pendekatan humanis seperti diatas juga berlaku pada bidang ekonomi. Disini pelanggan dianggap yang paling benar. Misalnya Toyota akan memproduksi mobil super yang dirancang orang-orang terbaik, namun produk tersebut tidak laku dipasaran maka yang salah bukan pelanggan/konsumennya namun yang membuat. Munculnya ide-ide humanis juga telah merevolusi sistem pendidikan. Pada abad pertengahan, sumber segala makna dan otoritas bersifat eksternal maka pendidikan berfokus pada penanaman kepatuhan, penghafalan kitab suci dan pembelajaran tradisi kuno. Guru memberikan pertanyaan dan siswa menjawabnya. Sebaliknya, pendidikan humanis modern percaya pada pengajaran siswa untuk berfikir bagi diri mereka sendiri. Bagian 2 Tuhan telah mati. Di barat Tuhan telah menjadi ide abstrak yang sebagian orang menerima dan sebagian tidak, namun tidak terlalu berpengaruh pada keduanya. Tidak percaya Tuhan tetap memperoleh nilai-nilai politik, moral estetika dari pengalaman ‘saya’ sendiri. Namun, pada abad pertengahan tidak percaya Tuhan maka tidak memiliki sumber otoritas politik, moral dan estetika. Jika mempercayai Tuhan maka itu merupakan pilihan saya. Jika hati saya mengatakan untuk mempercayai tuhan maka saya percaya. Saya percaya karena saya merasakan kehadiran Tuhan dan hati saya mengatakan Dia memang ada. Namun, jika saya tidak lagi merasakan kehadiran Tuhan dan hati saya mengatakan tidak ada Tuhan maka saya pun berhenti percaya. Dari hal tersebut berarti bahwa ketika kita percaya akan adanya Tuhan atau tidak sumber sejati otoritas adalah tetap berada pada perasaan saya sendiri maka sekalipun saya mengatakan percaya pada Tuhan kebenarannya adalah bahwa saya memiliki kepercayaan yang lebih kuat pada suara hati saya sendiri. Pada abad pertengahan rumus utama mencari pengetahuan adalah pengetahuan = kitab suci x logika. Jika seseorang ingin mencari jawaban atas suatu pertanyaan maka mereka akan membaca kitab suci dan menggunakan logika mereka untuk memahami makna sesungguhnya teks kitab suci. Revolusi saintifik menggunakan rumus yang berbeda, yaitu pengetahuan = data empiris x matematika. Jika ingin mencari jawaban atas suatu pertanyaan maka kita perlu mengumpulkan data empiris yang relevan kemudian menggunakan alat matematika untuk menganalisisnya. Namun, revolusi rumus saintifik itu memiliki kelemahan yakni tidak bisa menangani masalah nilai dan makna. Solusinya adalah dengan mengkombinasikan rumus saintifik lama dan rumus saintifik baru ketika mengahadapi masalah. Ketika menghadapi masalah etika gunakan rumus saintifik lama, ketika menghadapi masalah praktis gunakan rumus saintifik baru. Humanisme menawarkan rumus saintifik baru untuk menangani masalah etika dengan dasar manusia mendapatkan kepercayaan pada dirinya sendiri, yakni pengetahuan = pengalaman x sensitivitas. Jika ingin mencari atas suatu permasalahan etis kita perlu menjangkau pengalaman dalam diri kita dan mengamatinya dengan sesnsitivitas tertinggi. Pengalaman adalah fenomena subjektif yang terdiri dari emosi, sensasi dan pikiran. Sensasi adalah segala yang saya rasakan (panas, tegang, senang, dll), emosi yang saya alami (cinta, takut, marah, dll) serta apapun yang muncul dalam pikiran saya. Sensitivitas adalah (1) memperhatikan emosi, sensasi dan pikiran saya serta (2) membiarkan emosi, sensasi dan pikiran saya. ‘benar, saya tidak boleh membiarkan angin lalu menyapu saya. Namun, saya harus terbuka pada pengalaman baru dan membolehkannya mengubah pandangan- pandangan, perilaku, bahkan kepribadian saya’. Sensitivitas didapat dari banyak pengalaman. Humanisme memandang kehidupan sebagai proses bertahap dari proses perubahan dalam diri, bergerak dari kebodohan menuju pencerahan sebagai sarana pengalaman. Tujuan tertinggi dari kehidupan humanis adalah mengembangkan pengetahuan sepenuhnya melalui pengalaman intelektual, emosional dan fisik. Humanis fokus pada perasaan dan pengalaman bukan pada perbuatan atau seni yang diwahyukan. Bagian 3 Rumus pengetahuan = pengalaman x sensitivitas telah mengubah budaya dan persepsi kita tentang masalah berat seperti perang. Pada abad pertengahan jika seseorang ingin mengetahui apakah perang itu adil maka mereka akan bertanya kepada Tuhan, kitab suci, raja-raja, kaum bangsawan dan pendeta. Sedikit sekali opini dan pengalaman tentara biasa atau penduduk sipil biasa, padahal merekalah yang berperang (memiliki pengalaman), emosi dan pikiran. Bagian 4 Humanisme terpecah menjadi tiga cabang utama, yaitu 1. Ortodoks / Liberalisme Memandang bahwa setiap manusia adalah indvidu unik yang memiliki suara hati khas dan serangkaian pengalaman yang tak pernah terulang. Setiap manusia adalah satu berkas cahaya tunggal yang menyinari dunia dengan perspektif-perspektif yang berbeda. Oleh karena itu, kita harus memberi kebebasan agar individu tersebut dapat mengalami dunia, mengikuti kata hatinya dan mengekspresikan kebenaran dalam dirinya (politik, ekonomi atau seni). Kehendak individu harus lebih diutamakan daripada doktrin agama atau kepentingan Negara. Ortodoks juga disebut sebagai humanisme liberal. Politik liberal percaya bahwa pemilih adalah yang paling tahu. Seni liberal memandang keindahan ada di mata penonton. Ekonomi liberal memandang pelanggan/konsumen selalu benar. Etika liberal menganggap jika terasa baik maka lakukanlah. Pendidikan liberal mengajarkan kepada kita untuk berfikir bagi diri kita sendiri karena kita akan menemukan semua jawaban di dalamnya. 2. Sosialis Pengalaman manusia adalah sumber tertinggi makna dan otoritas. Tidak mempercayai kekuatan transendental atau kitab hukum Ilahiah. Namun, keduanya menentang pemahaman pengalaman manusia adalah fenomena individu. Karena banyak individu yang merasakan hal-hal berbeda dan memiliki keinginan-keingan yang bertentangan. Humanisme sosial menganggap kaum liberal salah karena lebih memfokuskan kepada perasaan diri kita sendiri daripada apa yang dialami orang lain. Humanisme sosial menuntut menghentikan obsesi pada saya dan perasaan saya dan mulai berfokus pada orang lain dan bagaimana tindakan-tindakan saya bisa mempengaruhi pengalaman mereka. Perdamaian global akan tercipta tidak dengan mengagungkan ke-khasan setiap bangsa, namun dengan menyatukan seluruh buruh di dunia. Harmoni sosial tidak akan tercapai oleh seseorang yang secara narsistis mengeksplorasi kedalaman batin mereka sendiri, namun dengan setiap orang mengutamakan kebutuhan dan pengalaman orang lain diatas hasrat-hasrat mereka sendiri. 3. Evolusioner Sama dengan sosialis yang tidak mempercayai kekuatan transendental atau kitab hukum Ilahiah dan menentang pemahaman pengalaman manusia adalah fenomena individu. Namun, humanisme evolusioner memiliki solusi yang berbeda atas pengalaman manusia yang bertentangan. Humanisme evolusioner menganggap konflik adalah sesuatu yang diharus dihargai bukan ditangisi. Konflik merupakan seleksi alam, yang mendorong evolusi bergerak maju. Sebagian manusia memang unggul atas manusia lain dan ketika pengalaman- pengalaman manusia bertabrakan maka manusia yang paling kuat akan menggilas habis yang lain. Ini seperti mandat penindasan manusia superior atas manusia inferior. Jika dalam bisnis, pebisnis yang mumpuni akan mendorong pebisnis yang bodoh menuju kebangkrutan. Jika mengikuti logika humanisme evolusi ini maka manusia perlahan-lahan akan menjadi semakin kuat dan tangguh sehingga akhirnya memunculkan manusia super. Manusia superior adalah manusia yang memiliki keistimewaan tertentu dan memiliki kemampuan yang lebih baik yang termanifestasi dalam penciptaan pengetahuan baru, teknologi yang canggih, masyarakat yang lebih makmur atau seni yang lebih indah. Misalnya sebuah bangsa yang menjadi pionir bagi kemajuan manusia maka itu dianggap sebagai bangsa superior dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain yang sedikit memberi kontribusi bagi evolusi manusia. Bagian 5 Perang agama-agama humanisme terjadi, agama-agama humanisme diantaranya humanisme liberal, humanisme sosialis dan humanisme evolusioner. Setelah perjalanan panjang humanisme liberal akhirnya memenangkan peperangan yang ditandai dengan runtuhnya imperium soviet dan demokrasi liberal menggantikan rezim-rezim komunis. Model liberal semakin berkembang diseluruh dunia, terutama di Amerika Latin, Asia Selatan dan Afrika. Pada abad 20 liberal mulai mengadopsi beragam ide dan intitusi dari sosialis dan fasisnya, terutama pada komitmen pada penyediaan layanan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan publik. Namun, liberalisme masih mengagungkan kebebasan individu diatas segalanya dan masih meyakini pemilih dan pelanggan. Sampai 2016 belum ada alternatif pengganti paket liberal individualisme, hak-hak asasi manusia, demokrasi dan pasar bebas. China yang saat ini sebagai Negara raksasa ekonomi belum bisa mengganti liberal karena China hanya memiliki naungan ideologis yang kecil. Islam radikal, Kristen fundamentalis, Judaisme mesiah dan Hindu revivalis juga tidak bisa menggantikan paket liberal karena tidak mengetahui tentang komputer, genetika atau nanoteknologi. Kitab-kitab suci tidak memiliki apapun yang bisa untuk menjelaskan mengenai rekayasa genetika atau kecerdasan artifisial dan sebagian pendeta, rabbi dan mufti tidak memahami terobosan-terobosan mutakhir dalam biologi dan ilmu komputer karena jika ingin memahami terobosan-teorobosan ini maka anda harus membaca jurnal atau artikel- artikel ilmiah dan melakukan eksperimen lab bukan menghafal atau memperdebatkan teks- teks kuno. Tokoh-tokoh agama tidak banyak dikenang karena mereka hanya menekuni naskah-naskah kuno dan impian-impian profetik. Namun, penemu-penemu teknologi ekonomi lebih dikenang karena mereka lebih menekuni tentang pengalaman baru manusia terkait operasional, ekonomi, politik, sehingga mereka memiliki jawaban yang lebih relevan atas masalah-masalah masyarakat industri. C. Bom Waktu dalam Laboratorium Sains abad 21 sedang meruntuhkan fondasi tatanan liberal, karena sains tidak mengurusi masalah nilai. Sains tidak bisa menentukan apakah kaum liberal benar dalam menilai kebebasan lebih tinggi dari kesetaraan atau dalam menilai indovidu lebih tinggi dari kolektif. Meskipun demikian, liberalisme tidak hanya didasarkan pada ketetapan-ketetapan etika yang abstrak, namun juga pada apa yang dipercayainya sebagai pertanyaan-pertanyaan faktual. Pernyataan faktual tersebut tidak lolos dalam pengujian sains. Sains telah menemukan bahwa tidak ada yang namanya jiwa, tidak ada kehendak bebas serta tidak ada ‘diri’ (esensi batin), yang ada adalah gen, hormon dan neuron-neuron yang mematuhi hukum fisika dan kimia yang mengatur seluruh realitas. Jika dulu (menurut kepercayaan liberalisme) seseorang menusuk orang lain jawabannya adalah karena ia ingin dan memilih melakukannya, namun sekarang sejak perkembangan sains jawaban itu berubah menjadi ia melakukan itu karena adanya suatu proses elektrokimiawi dalam otak, yang dibentuk oleh susunan genetik tertentu, yang merefleksikan tekanan-tekanan evolusi kuno yang bercampur mutasi-mutasi kebetulan. Proses elektrokimiawi otak tersebut bisa terjadi secara acak, deterministik atau kombinasi dari keduanya bukan karena kebebasan. Teori evolusi menyatakan bahwa evolusi tidak bisa sejalan dengan jiwa-jiwa yang abadi, tidak bisa mencerna ide kehendak bebas. Misalnya menurut teori evolusi, hewan (entah itu habitat, makanan atau pasangan) mencerminkan kode genetik mereka. Hewan dapat memilih apa makanan, habitat atau pasangan yang baik menurut mereka karena adanya gen-gen yang kuat. D. Pemisahan Besar Ancaman praktis dari liberalisme adalah (1) manusia mungkin menjadi tidak berguna secara militer dan ekonomi atau dengan kata lain, manusia akan kehilangan nilai mereka sepenuhnya (2) sistem masih akan membutuhkan manusia secara kolektif di masa depan, bukan individu atau dengan kata lain, manusia masih akan berharga secara kolektif, namun kehilangan otoritas individual mereka dan akan diatur oleh alogaritma-alogaritma eksternal, (3) sistem masih menemukan nilai pada individu unik tertentu atau dengan kata lain, orang yang tetap dibutuhkan hanyalah orang yang memiliki keistimewaan dan manusia yang sudah diperbarui (manusia super) yang memiliki kemampuan fisik, intelektual dan emosional yang istimewa. Keyakinan liberal pada individualisme didasarkan tiga asumsi penting, yaitu. 1. Saya adalah individual, yakni saya memiliki esensi tunggal yang tidak bisa dibagi menjadi bagian-bagian atau sub-sub sistem. 2. Diri saya bebas sepenuhnya. 3. Dari dua asumsi diatas saya lebih mengetahui diri saya daripada orang lain dan orang lain tidak menemukannya, hanya saya yang memiliki akses ke ruang kebebasan saya dan hanya diri saya yang bisa mendengar bisikan-bisikan dari batiniah saya. Saya tidak mempercayai orang lain untuk mengatur/membuat keputusan tentang saya karena orang lain tidak mengetahui siapa saya sesungguhnya, bagaimana perasaan saya, apa yang saya inginkan. Inilah alasan kenapa pemilih dianggap paling mengerti, pelanggan selalu benar dan mengapa keindahan ada dimata penonton. Namun, sains menentang ketiga asumsi itu, menurut sains adalah sebagai berikut. 1. Organisme adalah alogaritma dan manusia bukanlah individual namun dividual, yakni manusia terdiri dari banyak alogaritma yang berbeda yang tidak memiliki satu suara batin tunggal/diri tunggal. 2. Alogaritma membuat manusia tidak sepenuhnya bebas, mereka dibentuk gen-gen dan tekanan-tekanan lingkungan serta mengambil keputusan secara deterministik atau acak bukan secara bebas. 3. Oleh karena itu, sebuah alogaritma yang memantau setiap sistem pembentuk tubuh dan otak saya akan mengetahui dengan tepat siapa saya, bagaimana perasaan saya, dan apa yang saya inginkan. Alogaritma semacam itu dapat menggantikan pemilih, pelanggan, penonton. Bila Facebook, google dan alogaritma-alogaritma lain menjadi ‘peramal serbatahu’ mereka mungkin akan berevolusi sebagai agen yang akhirnya menjadi penguasa. Misalnya aplikasi GPS Waze, Waze bukan sekedar peta. Penggunanya akan mendapatkan informasi tentang kemacetan lalu lintas, kecelakaan, dan polisi. Waze akan mengarahkan anda/pengguna untuk sampai ke tujuan dengan rute yang paling cepat. Saat waze menyuruh kita belok kiri namun naluri anda menyuruh belok kanan maka cepat atau lambat naluri kita akan mengikuti waze belok kiri karena kita menganggap waze-lah yang benar daripada perasaan kita. Menjadikannya agen berarti anda memberikan kepada alogaritma untuk pengerjaan tujuan akhir anda, tanpa supervisi. Misal dengan menghubungkan waze di mobil anda, anda tinggal memberitahunya ‘ambil rute yang paling cepat/ambil rute dengan pemandangan yang indah, dll. Hal ini membuktikan anda hanya perlu menyebutkan sasaran/tujuan maka Waze akan mengerjakannya. Dan itu terus berkembang alogaritma- alogaritma lain dalam kehidupan. Akhirnya kita tidak bisa memutus hubungan ‘serba tahu’ ini karena jika terputus maka akan mati. Jika harapan di bidang kedokteran terwujud maka kita (manusia-manusia masa depan) mungkin akan memasukkan ke dalam tubuh mereka sekumpulan alat-alat biometrik, organ-organ bionik dan robot-robot nano yang akan memantau kesehatan dan melindungi diri kita dari infeksi, sakit dan kerusakan. Teknologi abad 21 ini bisa membalikkan revolusi humanis dan melucuti otoritas manusia dan memberi kekuasaan pada alogaritma non manusia. Sebagaian ketakutan namun sebagia lagi menerimanya. Jika kita tidak berhati-hati akibatnya kita bisa terus dipantau dan dikendalikan, tidak hanya perbuatan namun tubuh dan otak kita. E. Samudera Kesadaran Agama baru, yaitu agama-tekno (hi-tech) bisa menakhlukan dunia dengan janji penyelamatan melalui alogaritma dan gen. Agama-tekno muncul dari laboratorium riset. Hi-tech sebagai agama yang berani menawarkan kebahagiaan, kemakmuran, perdamaian bahkan kehidupan abadi saat ini di bumi dengan bantuan teknologi (sedikit berhubungan dengan Tuhan). Mereka menjanjikan itu semua tidak untuk kehidupan setalah kematian namun untuk kehidupan saat ini tanpa bantuan makhluk-makhluk langit. Agama-tekno dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) tekno-humanisme dan (2) agama data. Tekno-humanisme menganggap bahwa homo-sapiens tidak relevan lagi di masa depan sehingga kita harus menciptakan homo-deus (model manusia yang lebih unggul) melalui teknologi. Revolusi kognitif untuk mencapai homo deus dilakukan dengan cara menata ulang otak dan DNA sapiens. Dengan demikian, homo deus tidak hanya menjadi penguasa planet, namun juga memiliki akses ke alam baru yang belum pernah terbayangkan dan membuatkan mereka Tuhan-tuhan atas galaksi. F. Agama Data Dataisme menganggap alam semesta terdiri dari aliran data dan nilai dari setiap fenomena atau entitas ditentukan oleh kontribusinya pada pemrosesan data. Saat ini data dipandang hanya sebagai langkah pertama dalam rantai aktivitas intelektual. Manusia diharuskan menyaring data menjadi informasi, informasi menjadi pengetahuan dan pengetahuan sebagai kebijaksanaan. Namun, dataisme menganggap manusia tidak bisa lagi menangani aliran data yang besar (big data) sehingga mereka tidak bisa menyaring data menjadi informasi, pengetahuan apalagi kebijaksanaan. Oleh karena itu, tugas pemeriksaan data harus dipercayakan pada alogaritma-alogaritma elektronik, yang kapasitasnya jauh melampaui kapasitas otak manusia. Para datais skeptis tentang pengetahuan dan kebijaksanaan manusia lebih suka menaruh kepercayaan pada ‘big data’ dan alogaritma- alogaritma komputer. Sistem pemrosesan data telah menjadi dogma saintifik saat ini. Oleh karena itu, seluruh masyarakat mulai menggunakan sistem pemrosesan data. Misalnya para ekonom banyak menginterpretasi ekonomi sebagai pemrosesan data tentang keinginan dan kemampuan serta mengubah data ini menjadi keputusan-keputusan. Menurut pandangan ini kapitalisme pasar bebas dan komunisme yang dikendalikan Negara adalah sistem pemrosesan data yang bersaing. Kapitalisme menggunakan pemrosesan data terdistribusi sedangkan komunisme menggunakan pemrosesan data tersentralisasi. Kapitalisme memproses data dengan menghubungkan secara langsung semua produsen dan konsumen serta membiarkannya bertukar informasi secara bebas dan mengambil keputusan secara independen. Misalnya bursa saham adalah pemrosesan data yang paling cepat dan efisien yang pernah diciptakan manusia. Setiap orang bebas bergabung secara langsung maupun tidak langsung. Bursa saham menjalankan ekonomi global dan memperhitungkan segala hal yang terjadi di seluruh planet bahkan diluar planet, misalnya harga saham dipengaruhi keberhasilan eksperimen saintifik, bencana alam, dll. Kondisi pemrosesan data terus berkembang dan mengalami perubahan pada abad 21. Ketika volume dan kecepatan data meningkat, partai politik, parlemen dan demokrasi mungkin akan punah karena semua itu kurang efisien dalam pemrosesan data. Munculnya internet memberikan perubahan selera dalam berbagai hal. Dunia maya kini menjadi krusial bagi ekonomi, kehidupan sehari-hari dan keamanan kehidupan manusia. Internet adalah zona bebas. Bebas disini adalah bebas hukum, mengabaikan perbatasan, menghilangkan privasi dan memunculkan risiko keamanan global. Dalam beberapa dekade mendatang teknologi mungkin dapat ‘mencuri start’ dalam politik, kecerdasan artifisial dan bioteknologi serta mungkin juga teknologi dapat mempengaruhi dan mengungguli masyarakat, ekonomi, tubuh dan pikiran manusia. Keseluruhan sejarah dianggap sebagai sebuah proses perbaikan efisiensi sistem dengan empat metode, yaitu (1) meningkatkan jumlah prosesor, (2) meningkatkan keragaman prosesor, (3) meningkatkan jumlah koneksi antar prosesor dan (4) meningkatkan kebebasan pergerakan pada koneksi yang ada. Konstruksi pemrosesan data sapiens akan melewati empat tahapan diantaranya (1) tahap pertama dimulai dengan revolusi kognitif, yang memungkinkan koneksi jumlah besar sapiens menjadi satu jaringan pemrosesan tunggal. Sapiens memanfaatkan keunggulan dalam pemrosesan data untuk menakhlukan seluruh dunia, namun saat mereka menyebar ke wilayah-wilayah yang berbeda dan jauh, mereka kehilangan sentuhan satu sama lain dan mengalami transformasi kultural yang beragam yang berakibat pada beragamnya kultur manusia dengan gaya hidup, perilaku dan pandangan dunia yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tahap pertama ini meningkatkan jumlah dan keragaman professor manusia, sapiens eropa memproses informasi secara berbeda dengan sapiens china dan tampaknya mustahil bahwa seluruh sapiens pada suatu hari menjadi bagian dari sebuah jaringan pemrosesan data tunggal. (2) tahap kedua dimulai dengan revolusi agrikultur dan berlanjut dengan penciptaan tulisan dan uang sekitar 5000 tahun lalu. Agrikultur mengakslerasi pertumbuhan demografi sehingga jumlah prosesor meningkat dengan pesat. Pertanian memungkinkan banyak orang hidup bersama, saling bertukar informasi dan berkomunikasi. Pada fase ini kekuatan sentrifugal masih tetap dominan. (3) tahap ketiga adalah revolusi saintifik. Berkat tulisan dan uang manusia mulai meninggalkan kekuatan sentrifugal dan manusia mulai menyatu dan berkelompok untuk membangun kota dan kerajaan. Hubungan politik dan komersial antar kota dan kerajaan berbeda semakin erat, disini juga mulai muncul agama universal. (4) tahap keempat ini dimulai dengan era Columbus menjadi jaringan baja dan aspal pada abad 21. Informasi bisa mengalir semakin bebas. Tidak ada lagi pembatasan. Homo sapiens akan musnah ketika manusia telah menjadi sistem pemrosesan data tunggal dan akan melahirkan sebuah sistem pemrosesan data terbaru yang lebih efisien, yaitu internet. Manusia adalah alat untuk menciptakan internet (yang mengetahui segala hal) yang mungkin akhirnya akan menyebar dari planet bumi menuju seantero galaksi bahkan seluruh alam semesta. Sistem pemrosesan data kosmis ini akan seperti Tuhan, ia akan ada dimana-mana dan akan mengendalikan segalanya serta manusia pasti akan melebur di dalamnya. Datais menyatakan bahwa homo sapiens adalah alogaritma yang sudah usang/kuno. Seperti ajaran agama lainnya datais memiliki ajaran praksis, yaitu seorang datais harus memaksimalkan aliran data ke koneksi yang lebih banyak media dan menghasilkan serta mengonsumsi lebih banyak informasi. Ajaran dataisme adalah menghubungkan segala hal ke dalam sistem. Segala hal disini tidak hanya pada manusia semata namun lebih dari itu, misalnya tubuh manusia, benda mati (mobil, jalan raya, kulkas, dll), hewan dan tumbuhan semua harus terkoneksi pada internet. Misalnya, pohon dihutan akan melaporkan tentang cuaca serta kadar karbondioksida. Dataisme berpegang teguh pada prinsip kebebasan informasi sebagai kebaikan yang paling besar dari semua hal. Orang-orang ingin menjadi bagian dari aliran data, sekalipun itu berarti menyerahkan privasi, otonomi dan individualitas mereka. Ketika sistem pemrosesan data global menjadi tahu segalanya dan berkuasa maka berhubungan sistem menjadi sumber segala makna. Manusia ingin menyatu dengan aliran data karena ketika anda menajdi bagian dari aliran data maka anda menjadi bagian dari aliran data, dengan menjadi bagian dari aliran data maka anda menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari anda sendiri.
Sumber: Harari, Yuval Noah. 2015. Homo Deus: Masa Depan Umat Manusia. Terjemahan Yanto Musthofa. 2018. Jakarta: PT Pustaka Alvabet.