Anda di halaman 1dari 144

UAS Manajemen Keuangan

Disusun Oleh :

MUAMAR KHADAFI

C1B018166
BAB 13

KEPUTUSAN STRUKTUR MODAL

Jurnal 1

Dalam kondisi ekonomi global yang terus maju pada saat ini, akan dapat
menimbulkan persaingan usaha yang sangat ketat. Hal ini akan mendorong manajer
perusahaan dalam meningkatkan produktivitas kegiatan produksi, pemasaran dan
strategi perusahaan. Kegiatan tersebut berkaitan dengan usaha perusahaan dalam
memaksimalkan keuntungan di tengah persaingan ekonomi global yang sangatketat.
Selain itu, manajemen perusahaan juga harus memaksimalkan kesejahteraan

pemegang saham (shareholder). Dalam pemenuhan tujuan tersebut, maka diper-


lukan pengambilan keputusan yang tepat dari manajer perusahaan baik keputusan
investasi, keputusan pendanaan dan keputusan dividen. Salah satu keputusan penting
yang dihadapi manajer keuangan dalam ka-itannya dengan kegiatan operasi
perusahaan adalah keputusan pendanaan. Dimana keputusan pendanaan yang baik dari
suatu perusahaan dapat dilihat dari struktur modal, yaitu keputusan keuangan yang
berkaitan dengan komposisi hutang, baik hutang jangka panjang dan hutang jangka
pendek, saham preferen, dan saham biasa yang akan digunakan oleh perusahaan. Dalam
persaingan usaha yang ketat, perusa-haan harus memiliki keputusan pendanaan yang
tepat, dimana perlu adanya peran manajer dalam menentukan struktur modal yang
paling optimal. Struktur modalyang optimal dari perusahaan akan mampu
meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Beberapa ahli telah
mengungkapkan teori-teori mengenai struktur modal. Bhaduri (2002), Indrawati dan
Suhendro (2006) serta Ramlall(2009) menerangkan teori Modigliani-Miller, bahwa
pada perfect capital marketditemukan kondisi yang irrelevant. Dimana struktur modal
tidak berpengaruh pada nilai perusahaan. Sedangkan pada teori Modigliani-Miller II,
Indrawati dan Suhendro(2006) menjelaskan bahwa teori Modigliani-Miller I diperbaiki
oleh teori Modigliani-Miller II dimana dengan adanya factor interest tax-shield ternyata
nilai perusahaan akan meningkat sejalan dengan adanya hutang. Pada Static Trade
Off-Theory, Ramlall (2009) menyatakan bahwa struktur modal yang optimal terjadi
apabilainterest tax shield seimbang dengan leverage related cost seperti financial
distressdan bankruptcy. Ramlall (2009) menjelaskan bahwa pada Pecking Order
Theoryperusahaan cenderung menggunakan sumber pembiayaan internal yaitu
retained earning, kemudian beralih menggunakan hutang dan terakhir menggunakan
equity. Menurut Ramlall (2009), struktur modal (capital structure), diukur melalui
leverage. Dimana terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi leverageseperti growth,
size, tangibility of assets, profitability, liquidity, non-debt tax shield, age danin-vestment.
Selain itu, Bhaduri (2002) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi capital structure
adalah assets structure, non-debt tax shield, size, financial distress, growth, profitability,
age, signaling ,dan uniqueness. Sedangkan menurut Indrawati dan Suhendro (2006)
faktor-faktor yang mempengaruhi capital structure adalah size, growth, profitability
danownership. Teker et al. (2009) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi capital
structureadalah tangibility of assets, size, pro-fitability, growth opportunities dannon-debt
tax shield. Mengingat keputusan pen-danaan sangat penting secara langsung dalam
menentukan kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam persaingan, maka dapat
dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada
industri manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penulisan ini disusun
dengan urutan penulisan sebagai berikut pertama,pendahuluan menjelaskan
mengenai latar belakang masalah, tujuan penelitian dan organisasi penulisan. Kedua,
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modalseperti size, tangibility, profitability,
liquidity, growth, non-debt tax shield, age dan investment terhadap capital structure.
Ketiga, metoda penelitian terdiri atas pemilihan sampel dan pengumpulan data, definisi
operasional dan pengukuran variable serta metoda analisis. Keempat, hasil penelitian yang
berisi statistik deskriptif serta hasil dan interpretasi pengujian hipotesis. Terakhir,
penutup yang berisi simpulan, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian
selanjutnya.

Struktur modal (capital structure) suatu perusahaan merupakan gabungan modal


sendiri (equity) dan hutang perusahaan (debt). Modal sendiri (equity) berasal dari
common stock, paid in capital, retained earning, dan dikurangi treasury stock(internal
equity). Modal sendiri juga dapat berupa external equity, yaitu apabila perusahaan
menjual sebagian saham kepada investor. Hutang perusahaan (debt) berasal dari
hutang kepada kreditur maupun penerbitan obligasi perusahaan. Ber-macam ragam
sumber pendanaan perusahaan menuntut manajer keuangan agardapat memenuhi
komposisi sumber pendanaan yang tepat bagi perusahaan. Masing-masing keputusan
sumber pendanaan tersebut mempunyai konsekuensi dan karak-teristik keuangan yang
berbeda terhadap perusahaan.Untuk memenuhi komposisi hutang dan modal yang
optimal, manajer keu-angan perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap struktur modal. Berdasarkan Pecking Order Theory, Ramlall (2009)
menjelaskan bahwa terdapat pengaruh negatif antara non-debt tax shield
dengaanfinancial leverage, hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Bhaduri (2002) bahwa
perusahaan dengannon-debt tax shieldyang besar maka perusahaan tersebut akan
memiliki leverageyang kecil. Teker et al. (2009) dan Mazur (2007) mengungkapkan bahwa
terdapat pengaruh positif antara size dengan capital structure. Sementara itu
tangibilityberpengaruh negatif terhadap short-term leverage dan berpengaruh positif
terhadap long-term leverage(Ramlall 2009). Indrawati dan Suhendro (2006) dalam
peneliti-annya mengungkapkan bahwa perusahan dengan profitability yang tinggi memiliki
leverage yang rendah, hal ini diperkuat oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Bhaduri
(2002) bahwa terdapat pengaruh negatif antara profitability dengan leverage.
Sementara itu faktor lain yang mempengaruhi capital structure adalah liquidity,
Ramlall (2009) menjelaskan bahwa liquidity akan mengurangi penggunaan debt.
Sementara itu Ramlall (2009) juga mengungkapkan terdapat pengaruh negatif an-tara
growthdengan leverage, hal ini sejalan dengan penelitian Eldomiaty dan Azim (2008) yang
mengungkapkan bahwa growth perusahaan seharusnya berpengaruh negatif terhadap
long-term debt perusahaan. Sementara itu capital structure juga dipengaruhi oleh
investment, Ramlall (2009) menjelaskan semakin besar invest-ment perusahaan maka
semakin besar kebutuhan akan hutang. Sedangkan Bhaduri (2002) menjelaskan bahwa
age merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi capital structure, perusahaan
kecil yang berumur relatif muda akan menggunakan debt yang lebih kecil
dibandingkan dengan menggunakan equity sebagai struktur modal. Sedangkan
menurut Ramlall (2009) perusahaan yang umurnya lebih tuaakan menggunakan
hutang yang lebih kecil, karena perusahaan besar yang umurnya relatif tua dapat
mengelola cash flow lebih baik dari pada perusahaan yang lebihmuda.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka faktor-faktor penentu dari struktur modal


(capital structure) yang digunakan dalam penelitian ini adalah size, tangibili-ty,
profitability, liquidity, growth, non-debt tax shield, age dan investment
yangmerupakan variabel independen. Capital structure sebagai variabel dependen dide-
finisikan sebagai leverage. Bagan yang menguraikan kerangka pemikiran diperlihat-kan
pada kerangka konseptual

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulansebagai


berikut pertama, sizeberpengaruh terhadap capital structure pada model long-term
leverage tetapi size tidak mempunyai pengaruh terhadap kedua model capital
structure yaitu total leverage dan short-term leverage. Kedua, tangibilityberpengaruh
terhadap kedua model capital structure yaitushort-term leverage danlong-term-leverage,
tangibility tidak berpengaruh terhadap capital structure pada model total leverage.
Ketiga, profitability berpengaruh terhadap kedua modelcapital structure yaitu total
leverage dan short-term leveragetetapi pr ofitability tidak mempunyai pengaruh
terhadap modelcapital structure pada model long-term leverage. Keempat,liquidity
berpengaruh terhadap kedua model capital structure yaitu total leverage danshort-
term leveragetetapi Liquidity tidak mempunyai pe-ngaruh terhadap modelcapital
structurepada model long-term leverage. Kelima,growthberpengaruh terhadap kedua
model capital structure yaitu total leverage danshort-term leveragetetapi growthtidak
mempunyai pengaruh terhadap modelcapital structure pada model long-term leverage.
Keenam, non-debt tax shieldtidakberpengaruh terhadap ketiga model capital structure
yaitu total leverage, short-term leverage dan long-term leverage. Ketujuh, age
berpengaruh terhadap model capital structure, yaitu short-term leverage tetapi age
tidak berpengaruh terhadap kedua model capital structure yaitu total leverage danlong-
term leverage.Kedelapan, investment tidak berpengaruh terhadap ketiga model
capital structureyaitu total leverage, short-term leverage dan long-term
leverage.Sedangkan implikasi manajerial dari penelitian ini bagi manajer keuangan perlu
mempertimbangkan faktor size,tangibility, profitability, liquidity, growthdanage dalam
mengambil keputusan struktur modal. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pengaruh
terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang tercatat diBursa Efek
Indonesia (BEI). Selain itu hasil penelitian ini memberikan informasi kepada para
investor, bahwa saat melakukan investasi ke dalam suatu perusahaan sebaiknya
memperhatikan faktor size, tangibility, profitability, liquidity, growth.

Jurnal 2

Julianto (2017) melaporkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),
produksi manufaktur besar dan sedang di kuartal I 2017 naik 4,33 persen dalam setahun.
Adapun produksi industri manufaktur mikro kecil kuartal I tumbuh 6,63 persen dalam
setahun. Dalam Saham Ok (2016) diketahui bahwa perusahaan manufaktur terdiri dari 144
perusahaan. Dari hal tersebut, terlihat bahwa perusahaan manufaktur memiliki skala
produksi yang cukup besar, sehingga membutuhkan modal yang besar pula guna
mengembangkan produk dan ekspansi pangsa pasarnya. Perusahaan manufaktur memiliki
potensi yang besar dalam mengembangkan produknya secara lebih cepat dan cenderung
memiliki ekspansi pasar yang lebih luas dibandingkan perusahaan lainnya. Bagi
perusahaan manufaktur yang merupakan perusahaan besar tidak hanya mengeluarkan
modal sendiri untuk mambiayai aktivitas perusahaannya. Kebutuhan dana perusahaan
tersebut juga dapat berasal dari luar perusahaan, yaitu sumber dana eksternal yang
berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan. Pemenuhan kebutuhan dana yang
berasal dari kreditur merupakan utang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari para

pemilik perusahaan merupakan modal sendiri. Perusahaan memerlukan suatu


kebijakan yang tepat dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan agar tetap
berkembang di masa mendatang. Manajer harus mampu mengambil keputusan dalam
mengumpulkan dana, baik dana yang bersumber dari dalam maupun dana yang
bersumber dari luar perusahaan. Pemberian kepercayaan oleh pemegang saham
institusioanal kepada manajer dianggap sebagai bentuk pemisahan fungsi pengambilan
keputusan. Keputusan yang diambil oleh manajemen dan pemegang saham institusioanl
bergantung pada porsi kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusioanl yang dimiliki
masing-masing pihak. Pemegang saham institusional merupakan pihak yang menyediakan
dana dan fasilitas operasional perusahaan. Sedangkan manajer merupakan pihak yang
mengelola dana dan fasilitas yang telah disediakan dengan kemampuan profesionalnya.
Kepentingan pribadi yang dimiliki oleh manajer tidak disukai oleh pemegang saham
institusioanl karena kepentingan pribadi manajer akan mengurangi keuntungan yang akan
didapatkan oleh pemegang saham institusioanal. Konflik yang terjadi antara manajer dan
pemegang saham akan menimbulkan agency cost. Brigham dan Houston (2011)
menyatakan bahwa keputusan struktur modal secara langsung juga berpengaruh terhadap
besarnya risiko yang ditanggung pemegang saham serta besarnya tingkat pengembalian
dan tingkat keuntungan yang diharapkan. Keputusan struktur modal diambil oleh manajer
tersebut berpengaruh pada resiko keuangan yang dihadapi oleh perusahaan. Risiko
keuangan meliputi kemungkinan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban-kewajibannya dan kemungkinan tidak mencapai target laba perusahaan.
Margaretha (2011: 114) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap struktur modal dalam pengambilan keputusan antara lain: resiko bisnis,
likuiditas, profitabilitas, struktur aset, kepemilikan manajerial, pertumbuhan aset, dan
ukuran perusahaan. Faktor-faktor tersebut akan menjadi bahan dasar pertimbangan
manajer dalam menentukan keputusan struktur modal. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Faktorfaktor tersebut adalah profitabilitas, struktur
aset, tingkat pertumbuhan, ukuran perusahaan, pajak, kebijakan dividen, kepemilikan
manajerial, dan kepemilikan institusional. Dengan adanya faktor-faktor yang diteliti dalam
penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi atau masukan kepada investor,
calon investor, maupun kreditur sebagai pertimbangan dalam memecahkan masalah dan
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan struktur modal pada perusahaan
manufaktur. TINJAUAN TEORITIS Pecking Order Theory Pecking order theory menetapkan
suatu urutan keputusan pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih
untuk menggunakan laba ditahan, utang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir
(Hanafi, 2008). Perusahaan lebih memilih menggunakan internal equity untuk membayar
dividen dan mengimplementasikannya sebagai peluang pertumbuhan. Apabila perusahaan
membutuhkan dana eksternal, maka perusahaan akan lebih memilih utang sebelum
external equity. Perusahaan-perusahaan yang kurang profitable cenderung mempunyai
utang yang lebih besar karena dana internal yang tidak mencukupi kebutuhan. Kebijakan
struktur modal mengarah pada target debt to equity ratio, sedangkan konsep pecking
order theory mengarah pada pengambilan keputusan pemilihan alternatif pendanaan
berdasar kebutuhan dana semata. Pendanaan akan dipenuhi oleh sumber dana internal
dan bila tidak mencukupi, akan dipenuhi oleh sumber dana eksternal.

Trade Off Theory Trade off theory dalam struktur modal menyeimbangkan manfaat dan
pengorbanan yang timbul akibat penggunaan utang. Sejauh manfaat lebih besar,
tambahan utang masih diperkenankan. Apabila pengorbanan karena penggunaan utang
sudah lebih besar, maka tambahan utang sudah tidak diperbolehkan. Brealey et.al (2008:
25) menyatakan bahwa laba yang tinggi seharusnya lebih banyak kapasitas pelayanan
utang dan lebih banyak laba kena pajak yang terlindungi oleh karena itu harus
memberikan rasio utang yang lebih tinggi. Menurut trade off theory bahwa suatu
perusahaan tidak akan mencapai nilai optimal jika semua pendanaan dibiayai oleh utang
atau tidak menggunakan utang sama sekali didalam membiayai kegiatan perusahaan
sehingga, manajer perusahaan harus secara cermat dan tepat dalam mengelola komposisi
modal perusahaan. Agency Theory Teori keagenan membahas mengenai hubungan
keagenan sebagai suatu kontrak antara pemilik perusahaan yang menggunakan jasa orang
lain atau agen dalam menjalankan aktivitas perusahaan. Menurut pendekatan ini, struktur
modal disusun sedemikian rupa untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok
(Hanafi, 2008). Manajemen diharapkan dalam mengambil kebijakan perusahaan terutama
kebijakan keuangan, dapat memberikan keuntungan bagi pemilik perusahaan. Bila
keputusan manajemen merugikan bagi pemilik perusahaan, maka dapat memicu adanya
agency problem. Hal tersebut dapat diminimalisir dengan agency cost (biaya agensi).
Agency cost merupakan pemberian insentif yang layak kepada manajer serta biaya
pengawasan untuk mencegah hazard (bahaya). Hubungan keagenan akan menimbulkan
cost bagi prinsipal, seperti pengeluaran atas pengawasan tindakan agen dan pengeluaran
atas adanya perikatan kontrak dengan agen. Struktur Modal Struktur modal menunjukkan
proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan
mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan
tingkat pengembalian investasinya. Sartono (2001: 225) menyatakan bahwa struktur
modal merupakan perimbangan jumlah utang jangka pendek, utang jangka panjang,
saham preferen dan saham biasa. Keputusan pemenuhan kebutuhan dana mencakup
berbagai perimbangan apakah perusahaan akan menggunakan sumber internal maupun
sumber eksternal. Manajer keuangan selanjutnya diharapkan mampu menerapkan
pemilihan alternatif sumber dana yang paling tepat. Perusahaan perlu
mempertimbangkan apakah dananya dipenuhi dari saham, utang, atau kombinasi
keduanya. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Profitabilitas Hanafi (2008:
42) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan
keuntungan (laba) pada tingkat penjualan, aset, modal saham tertentu. Tingginya
profitabilitas yang dimiliki perusahaan mengakibatkan perusahaan lebih banyak
menggunakan pendanaan dari dalam perusahaan, karena jika profitabilitas semakin tinggi,
maka perusahaan dapat menyediakan laba ditahan dalam jumlah yang lebih besar,
sehingga penggunaan utang dapat ditekan. Struktur Aset Struktur aset atau struktur
kekayaan adalah perimbangan atau perbandingan baik dalam artian absolut maupun
dalam artian relatif antara aset lancar dengan aset tetap (Riyanto, 2008:

22). Perusahaan yang asetnya sesuai dengan jaminan kredit akan lebih banyak
menggunakan utang karena kreditor akan memberikan kepercayaan pada perusahaan
yang memiliki aset yang besar. Tingkat Pertumbuhan Pertumbuhan penjualan
menunjukkan pertumbuhan perusahaan yang menjadi salah satu ukuran dalam menilai
kemampuan perusahaan untuk meningkatkan penjualannya dari tahun ke tahun dan
dalam hal ini akan dapat memberikan kemudahan perusahaan untuk memeroleh
pendanaan eksternal. Brigham dan Houston (2011: 39) menyatakan bahwa perusahaan
dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih memeroleh banyak pinjaman
dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil, karena kebutuhan dana
yang digunakan suatu perusahaan dengan tingkat penjualan yang tinggi akan semakin
besar. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah besar kecilnya perusahaan dilihat
dari besarnya nilai ekuitas, nilai penjualan atau nilai total aset (Riyanto, 2008). Ukuran
perusahaan sering dijadikan indikator bagi perusahaan, dimana perusahaan dalam ukuran
besar dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya.
Perusahaan dengan ukuran yang besar memiliki akses yang lebih besar untuk
mendapatkan sumber pendanaan dari berbagai sumber terutama pendanaan eksternal,
sehingga untuk memeroleh pinjaman dari kreditur akan lebih mudah karena perusahaan
dengan ukuran besar memiliki probabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan
atau bertahan dalam industri. Pajak Trade off theory menjelaskan bahwa perusahaan akan
menerima perlindungan dari sisi pajak dengan menggunakan utang yang diperoleh dari
pembayaran beban bunga kepada kreditur. Brigham dan Houston (2011) menyatakan
bahwa jika sebagian besar dari pendapatan perusahaan telah terhindar dari pajak karena
perhitungan penyusutan, bunga pada utang yang beredar saat ini, atau kerugian pajak
yang dikompensasi ke muka, maka tambahan utang tidak banyak memberi manfaat
sebagaimana yang dirasakan perusahaan dengan tarif pajak efektif yang lebih tinggi.
Kebijakan Dividen Aspek utama dari kebijakan dividen adalah menentukan alokasi laba
yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba untuk ditahan
perusahaan (Horne dan Wachowicz, 2009: 270). Penentuan besarnya dividend payout ratio
akan menentukan besar kecilnya laba yang ditahan. Sisa dari pembayaran deviden adalah
merupakan laba yang ditahan, yang merupakan salah satu dari komponen modal sendiri
suatu perusahaan, sehingga besar kecilnya dividen yang dibayarkan akan mempengaruhi
posisi jumlah modal sendiri. Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial merupakan
besaran proporsi saham biasa yang dimiliki oleh manajemen (direksi dan komisaris).
Dengan adanya kepemilikan manajerial, manajer akan mengelola perusahaan dengan
sebaik-baiknya sehingga dapat melaporkan laba yang berkualitas. Kepemilikan
Institusional Kepemilikan saham yang besar oleh investor institusional berdampak pada
terpengaruhinya nilai saham secara keseluruhan jika mereka menarik sahamnya (Bushee
dan Noe, 2000: 17). Kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam
meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Para investor
institusional memiliki sumber daya yang lebih besar daripada pemegang saham lainnya sehingga
dianggap mampu melaksanakan mekanisme pengawasan yang baik. Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Profitabilitas terhadap Struktur Modal Hardanti dan Gunawan (2010) menyatakan
bahwa profitabilitas memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal. Semakin tinggi
keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadikan kebutuhan dana khususnya dari investor baik
dalam jangka pendek maupun panjangnya semakin kecil. Hasil Hardanti dan Gunawan (2010)
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Yovin dan Suryantini (2012), Kanita (2014), serta
Indrajaya et al. (2011) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap struktur modal. Berdasarkan analisis dan temuan hasil penelitian terdahulu, maka
diturunkan hipotesis: H1 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Pengaruh
Struktur Aset terhadap Sruktur Modal Putri (2012) menyatakan bahwa struktur aset berpengaruh
positif dan signifikan terhadap struktur modal. Nilai struktur aset yang positif menunjukkan
semakin tinggi struktur aset maka akan semakin tinggi nilai struktur modal perusahaan. Hasil
Penelitian Putri (2012) konsisten dengan penelitian Yovin dan Suryatini (2012), Kanita (2014).
Menurut Yovin dan Suryatini (2012), pengaruh positif dari struktur aset terhadap struktur modal
memiliki arti bahwa semakin besar proporsi aset tetap yang dimiliki perusahaan maka semakin
besar struktur modalnya karena bertambahnya penggunaan utang sebagai akibat kemudahaan
memeroleh utang. Berdasarkan analisis dan temuan hasil penelitian terdahulu, maka diturunkan
hipotesis: H2 : Struktur aset berpengaruh positif terhadap struktur modal. Pengaruh Tingkat
Pertumbuhan terhadap Struktur Modal Sawitri dan Lestari (2015) menyatakan bahwa tingkat
pertumbuhan berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal. Peningkatan pertumbuhan
penjualan akan mengakibatkan perusahaan perlu penambahan modal agar mendukung
pengembangan perusahaan. Hasil penelitian Sawitri dan Lestari (2015) konsisten dengan hasil
penelitian Indrajaya et al. (2011) dan Pratheepan dan Banda (2016). Semakin tinggi tingkat
pertumbuhan penjualan perusahaan industri otomotif maka semakin banyak dana yang
dibutuhkan untuk membiayai penjualannya sehingga semakin mudah juga perusahaan dalam
mendapatkan dana dalam bentuk utang. Berdasarkan analisis dan temuan hasil penelitian
terdahulu, maka diturunkan hipotesis: H3 :Tingkat pertumbuhan berpengaruh positif terhadap
struktur modal. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal Primantara dan Dewi
(2016) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
struktur modal. Hal ini disebabkan perusahaan besar cenderung lebih terdiversifikasi dan lebih
tahan terhadap resiko kebangkrutan dan memiliki kemungkinan lebih rendah mengalami kesulitan
keuangan. Ini ditunjukan bahwa penentuan besar kecilnya skala perusahaan dapat ditentukan oleh
hasil dari penjualan serta rata-rata total aset. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian
Putri (2012), Hardanti dan Gunawan (2010), dan Indrajaya et al. (2011). Semakin besar suatu
perusahaan, semakin mudah perusahaan itu memeroleh utang. Perushaan besar memiliki
kemudahan akses sehingga fleksibilitas perusahaan besar juga lebih besar. Berdasarkan analisis
dan temuan hasil penelitian terdahulu, maka diturunkan hipotesis:

H4 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal. Pengaruh Pajak


terhadap Struktur Modal Pratheepan dan Banda (2016) menyatakan bahwa pajak
berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Hal ini karena perusahaan tidak berani
menggunakan utang yang terlalu besar dalam mendanai aktivitasnya guna untuk
memeroleh penghematan pajak yang berasal dari beban bunga dengan pertimbagan akan
semakin tingginya biaya kebangkrutan yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan
penghematan pajak yang diperoleh. Berdasarkan analisis dan temuan hasil penelitian
terdahulu, maka diturunkan hipotesis: H5 : Pajak berpengaruh negatif terhadap struktur
modal. Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Struktur Modal Hasil penelitian
Indahningrum dan Handayani (2009) menyatakan bahwa dividen berpengaruh positif dan
signifikan terhadap struktur modal. Semakin tinggi dividen, maka akan semakin tinggi
struktur modal perusahaan. Semakin besar dividen yang dibagikan oleh perusahaan
kepada pemegang saham, makan akan semakin besar tambahan dana yang diperlukan
oleh perusahaan karena persentase laba bersih perusahaan lebih banyak dibagikan
kepada pemegang saham daripada keuntungan yang ditahan yang kemudian
diinvestasikan kembali guna untukpengembangan perusahaan, sehinggal hal ini dapat
menyebabkan perusahaan akan mencari alternatif pendanaan yaitu utang. Berdasarkan
analisis dan temuan hasil penelitian terdahulu, maka diturunkan hipotesis: H6 : Kebijakan
dividen berpengaruh positif terhadap struktur modal. Pengaruh Kepemilikan Manajerial
terhadap Struktur Modal Penelitian yang dilakukan oleh Yaniatie dan Destriana (2010)
menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap
kebijakan utang. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Maftukhah (2013). Perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh
manajemen memiliki kecenderungan menerapkan kebijakan utang yang kecil. Hal tersebut
dikarenakan manajemen ikut menanggung biaya modal yang ditanggung perusahaan,
sehingga manajemen dalam menjalankan aktivitas operasionalnya lebih menerapkan
minimize cost dan maximize value. Berdasarkan analisis dan temuan hasil penelitian
terdahulu, maka diturunkan hipotesis: H7 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif
terhadap struktur modal. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Struktur Modal
Penelitian yang dilakukan oleh Yaniatie dan Destriana (2010) menyatakan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan utang.
Semakin tinggi kepemilikan institusional maka keberadaan investor institusional untuk
memonitor perilaku manajemen akan semakin efektif. Adanya monitoring yang efektif
oleh investor institusional menyebabkan penggunaan utang menurun, karena peranan
utang sebagai salah satu alat monitoring agency cost sudah diambil ahli oleh investor
institusional. Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Surya dan
Rahayuningsih (2012). Berdasarkan analisis dan temuan hasil penelitian terdahulu, maka
diturunkan hipotesis: H8 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap struktur
modal. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Gambaran Populasi dari Penelitian Jenis
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2016.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti.

Kriteria dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2016, (2) Perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia secara berturut-turut selama periode penelitian tahun
2012- 2016, (3) Perusahaan manufaktur yang memberikan informasi laporan keuangan
secara lengkap selama periode penelitian tahun 2012-2016. (4) Perusahaan manufaktur
yang menggunakan mata uang rupiah dalam laporan keuangan secara berturut-turut
selama periode penelitian tahun 2012-2016, (5) Perusahaan manufaktur yang memiliki
laba positif dan membagikan dividend per share secara berturut-turut selama periode
penelitian tahun 2012- 2016, (6) Perusahaan manufaktur yang memiliki saham manajerial
dan saham institusianal selama periode penelitian tahun 2012-2016. Berdasarkan kriteria
tersebut, diperoleh sebanyak 19 perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria dan
digunakan peneliti sebagai sampel penelitian dengan jumlah 95 observasi (5 tahun).
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah
dokumenter yaitu dengan cara mencari dan mengumpulkan data-data yang telah
dipublikasi oleh lembaga-lembaga pengumpul data serta mengkaji data sekunder, yaitu
berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2012-2016.
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data laporan keuangan perusahaan manufaktur
yang akan digunakan dalam penelitian ini, penulis melakukan pencarian data tersebut
lewat browsing ke situs BEI (www.idx.co.id) dan juga pengambilan datanya melalui Galeri
Investasi Bursa Efek Indonesia (GIBEI) STIESIA Surabaya. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel Variabel Dependen Struktur modal dalam penelitian ini diproksikan dengan DER
(Debt to Equity Rasio). Rasio ini merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang
dengan ekuitas. Cara pengukurannya adalah dengan membandingkan antara seluruh
utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas (Hanafi dan Halim, 2012: 79). Rasio
ini juga digunakan oleh Sawitri dan Lestari (2015). Secara sistematis, proksi ini dapat
diformulasikan sebagai berikut: DER = Variabel Independen Profitabilitas Profitabilitas
dalam penelitian ini diproksikan dengan Return on Asset (ROA). Alasan peneliti
menggunakan Return on Asset (ROA) karena rasio ini dapat mencerminkan pengembalian
perusahaan dari seluruh aset yang diberikan pada perusahaan. Rasio ini juga digunakan
dalam penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012). Secara sistematis, proksi ini dapat
diformulasikan sebagai berikut: Laba Bersih Setelah Pajak Total Aset Struktur Aset Struktur
aset adalah perimbangan atau perbandingan antara aset tetap dan total aset. Alasan
peneliti menggunakan rasio ini karena rasio ini dapat mencerminkan seberapa besar asset
tetap mendominasi komposisi kekayaan atau asset yang dimiliki perusahaan, sehingga
dapat diketahui jumlah asset yang dapat dijadikan jaminan oleh kreditur. Rasio ini juga

digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Indrajaya et.al (2011) dan Kanita
(2014). Rumusnya sebagai berikut: Aset Tetap Total Aset Tingkat Pertumbuhan
Pertumbuhan penjualan adalah hasil perbandingan antara selisih penjualan tahun berjalan
dan penjualan di tahun sebelumnya dengan penjualan di tahun sebelumnya. Alasan
peneliti menggunakan rasio ini karena rasio ini dapat menunjukkan sejauh mana
perusahaan dapat meningkatkan penjualannya dibandingkan dengan total penjualan
secara keseluruhan. Rasio ini juga digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sawitri
dan Lestari (2015), Hardanti dan Gunawan (2010). Rumusnya adalah sebagai berikut: Total
Penjualan (t) – Total Penjualan (t – 1) Total Penjualan (t – 1) Keterangan: Growth =
Pertumbuhan perusahaan Total Penjualan (t) = Total Penjualan perusahaan tahun berjalan
Total Penjualan (t-1) = Total Penjualan perusahaan tahun sebelumnya Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini menggunakan nilai buku dari total aset sebagai
proksi ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan log total aset
karena untuk memudahkan penelitian disebabkan oleh jumlah total aset perusahaan
mencapai triliyun, sedangkan variabel dependen maupun independen menggunakan skala
pengukuran rasio. Penggunaan logaritma dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mengurangi fluktuasi data yang berlebih. Rasio ini juga digunakan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Prabansari dan Kusuma (2005). Ukuran perusahaan secara sistematis dapat
dihitung sebagai berikut: 𝑆𝐼𝑍𝐸 = log (Total Aset) Pajak Dalam penelitian ini pajak sebagai
variabel independen diukur dengan menggunakan Effective Tax Rate (ETR) untuk dapat
melihat besarnya total beban pajak penghasilan yang dibayarkan oleh perusahaan dari
seluruh total laba sebelum pajak. Effective Tax Rate (ETR) adalah alat dasar untuk
mengukur seberapa besar perusahaan melakukan penghindaran pajak (Hanlon dan
Heinztman, 2010). Rasio ini juga digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Budiono
dan Septiani (2017), Novitasari (2017). Rumusnya adalah sebagai berikut: Beban Pajak
Penghasilan Laba Sebelum Pajak Kebijakan Dividen Variabel kebijakan dividen diukur
dengan menggunakan rumus DPR (Dividend Payout Ratio). Alasan peneliti menggunakan
DPR karena rasio ini dapat melihat bagian earning (pendapatan) yang dibayarkan sebagai
dividen kepada investor. Rasio ini juga digunakan Struktur Aset = GROWTH = ETR = Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi... - Putri, Rika; Andayani 9 dalam penelitian yang dilakukan
oleh Yaniatie dan Destriana (2010), Murtiningtyas (2012), Surya dan Rahayuningsih (2012).
Variabel ini dirumuskan sebagai berikut: DPS EPS Keterangan: DPS = Dividend per lembar
saham EPS = Earnings per lembar saham Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial
(KM) merupakan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajerial (direksi
dan komisaris). Untuk menghitung kepemilikan manajerial dapat menggunakan rumus
perbandingan antara jumlah kepemilikan saham manajerial dengan jumlah saham yang
beredar. Rasio ini juga digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Yaniatie dan
Dertriana (2010), Murtiningtyas (2012), Surya dan Rahayuningsih (2012). Jumlah Saham
Manajerial Jumlah Saham yang Beredar Kepemilikan Institusional Kepemilikan
institusional (KI) adalah kepemilikan saham oleh pihak-pihak yang berbentuk institusi.
Untuk menghitung kepemilikan institusional memakai rumus perbandingan antara jumlah
saham institusional dengan total saham yang beredar. Rasio ini juga digunakan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Yaniatie dan Dertriana (2010), Surya dan Rahayuningsih
(2012), dan Maftukhah (2013). Jumlah Saham Institusional Jumlah Saham yang Beredar
Teknik Analisis Data Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis data kuantitatif, yaitu melakukan analisis melalui pengukuran data yang berupa
angka-angka dengan metode statistik. Peneliti menggunakan metode analisis regresi linier
berganda dengan menggunakan program komputer (softwere) SPSS 24. Regersi linier
berganda adalah alat analisis secara statistik untuk melakukan pengujian terhadap
hipotesis-hipotesis yang telah diajukan. Metode yang digunakan dalam menganalisis data
pada penelitian ini adalah Uji Asumsi Klasik, Analisis Regresi Berganda, dan Uji Statistik
yang terdiri dari Analisis Koefisien Determinasi Berganda (R2), Uji Kelayakan Model (Uji F),
dan Pengujian Signifikansi Secara Parsial (Uji t). Uji Asumsi Klasik Dalam analisis regresi
terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi sehingga persamaan regresi yang
dihasilkan akan valid jika digunakan untuk memprediksi. Jika telah memenuhi asumsi
klasik, berarti model regresi ideal (tidak bias) (Best Linier Unbias Estimator/ BLUE). Uji
asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi
dan uji heterokedastisitas. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independen memiliki
distribusi normal atau tidak (Suliyanto, 2011: DPR = KM = KI = Jurnal Ilmu dan Riset
Akuntansi : Volume 7, Nomor 2, Febuari 2018 10 69). Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis grafik histogram, normal p-p plot of regression standardized
residual, dan statistik non parametric Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika Histogram
Standarized Regression Residual membentuk kurva seperti lonceng, maka nilai residual
tersebut dikatakan normal. Jika garis yang menggambarkan data sesungguhnya pada
grafik Normal Probability Plot mengikuti atau merapat ke garis diagonalnya, maka data
terdistribusi normal. Jika hasil uji statistik non parametric Kolmogorov-Smirnov (K-S)
memiliki nilai P value ≥ 0,05, maka dikatakan nilai residual terstandarisasi berdistribusi
normal. Uji Multikolinieritas Uji multikolinearitas adalah untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi yang kuat antar variabel independen. Asumsi
multikolinearitas menyatakan bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala
multikolinearitas. Kriteria yang digunakan dalam pengujian ini, yaitu apabila nilai
Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10, maka terdapat masalah multikolinearitas
antara variabel independen. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui
apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Alat analisis yang digunakan
adalah uji Durbin-Watson. Menurut Ghozali (2011: 48), terdapat batas nilai dari metode
Durbin-Watson untuk menarik kesimpulan uji autokorelasi, yaitu: (1) Angka D-W di bawah
-2 berarti terdapat autokorelasi positif, (2) Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak
terdapat autokorelasi, (3) Angka D-W di atas +2 berarti terdapat autokorelasi negatif. Uji
Heterokedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lainnya (Ghozali, 2011: 139). Ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model regresi dapat
diketahui dari pola gambar scatterplot. Analisis pada gambar scatterplot yang mengatakan
model regresi linier berganda tidak terdapat heteroskedastisitas, jika titik-titik data
menyebar di atas dan di bawah di sekitar angka 0 pada sumbu Y. Analisis Regresi Linier
Berganda Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linier antara dua atau
lebih variabel independen (X1,X2,…,Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis regresi
linier berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh profitabilitas,
struktur aset, tingkat pertumbuhan, ukuran perusahaan, pajak, kebijakan dividen,
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional terhadap struktur modal. Persamaan
regresi linier berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: DER = 𝛼 + 𝛽1ROA +
𝛽2SA + 𝛽3GROWTH + 𝛽4𝑆IZE + 𝛽5ETR + 𝛽6DPR + KM𝛽7 + KI𝛽8 + 𝑒 Dimana: DER = Debt to
Equity Ratio perusahaan yang diteliti ROA = Nilai Return on Asset perusahaan yang diteliti
SA = Nilai Struktur Aset perusahaan yang diteliti GROWTH = Nilai Pertumbuhan
perusahaan yang diteliti SIZE = Nilai Logaritma dari Total Aset perusahaan yang diteliti ETR
= Nilai Effective Tax Rate perusahaan yang diteliti DPR = Nilai Dividend Payout Ratio
perusahaan yang diteliti KM = Nilai Kepemilikan Manajerial perusahaan yang diteliti
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi... - Putri, Rika; Andayani 11 KI = Nilai Kepemilikan
Institusional perusahaan yang diteliti α = Konstanta 𝛽1,2,3,4,5,6,7,8 = Koefisien perubahan
nilai e = Faktor error Uji Statistik Analisis Koefisien Determinasi Berganda (R2) Koefisien
determinasi (R²) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-
variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai
yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Peneliti
menggunakan nilai Adjusted R² pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik.
Adjusted R² dapat naik maupun turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke
dalam model. Uji Kelayakan Model Uji F digunakan untuk menguji ketepatan model atau
goodness of fit, apakah persamaan yang terbentuk masuk dalam kriteria cocok (fit) atau
tidak. Untuk menguji apakah model yang digunakan cocok atau tidak, maka dapat dilihat
dari signifikansi pengaruh variabel bebas yang dimasukkan berpengaruh secara simultan
terhadap variabel terikat dengan α = 0,05 (Suliyanto, 2011: 55). Apabila hasil pengujian
memiliki nilai signifikan lebih besar dari 0,05, maka model persamaan regresi yang
terbentuk tidak masuk kriteria cocok atau fit. Apabila hasil pengujian memiliki nilai
signifikan lebih kecil dari 0,05, maka model persamaan regresi yang terbentuk masuk
kriteria cocok atau fit. Pengujian Signifikansi Secara Parsial (Uji t) Uji signifikansi koefisien
regresi (Uji t) dilakukan untuk menguji apakah suatu variabel independen secara parsial
berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Uji t juga untuk menguji
signifikansi konstanta dari setiap variabel untuk pengambilan keputusan dalam menerima
atau menolak hipotesis penelitian yang sebelumnya telah penulis buat.Jika probabilitas <
tingkat signifikansi (Sig < 0,05), maka hipotesis diterima. Hal ini berarti menunjukkan
bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. ANALISIS DAN
PEMBAHASAN Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independen memiliki
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dikatakan bersistribusi normal apabila p >
0,05. Jika p < 0,05 maka distribusi data tidak normal. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi :
Volume 7, Nomor 2, Febuari 2018 12 Tabel 1 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sebelum Outlier Unstandardized Residual N 95 Normal Parametersa,b Mean ,0000000 Std.
Deviation ,38066746 Most Extreme Differences Absolute ,163 Positive ,163 Negative -,064
Test Statistic ,163 Asymp. Sig. (2-tailed) ,000c,d Sumber: Data sekunder diolah Dari hasil
tabel 1 di atas menunjukkan bahwa hasil uji statistik non parametric KolmogorovSmirnov
(K-S) sebelum outlier data terlihat bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,163
dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka data
penelitian yang menggunakan sampel 95 perusahaan tidak terdistribusi normal. Berikut
hasil uji statistik non parametric Kolmogorov-Smirnov (K-S) setelah outlier data: Tabel 2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Setelah Outlier Unstandardized Residual N 77
Normal Parametersa,b Mean ,0000000 Std. Deviation ,26420926 Most Extreme Differences
Absolute ,084 Positive ,084 Negative -,074 Test Statistic ,084 Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
Sumber: Data sekunder diolah Dari hasil tabel 2 di atas menunjukkan bahwa setelah
dilakukan outlier, jumlah data dalam penelitian ini berkurang 18 data. Sehingga, jumlah
data yang semula adalah 95 data, berkurang menjadi 77 data. Hasil uji statistik non
parametric Kolmogorov-Smirnov (K-S) setelah outlier data terlihat bahwa nilai
Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,084 dan memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,200.
Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa model regresi
telah berdistribusi secara normal. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi... - Putri, Rika;
Andayani 13 Sumber: Data sekunder diolah Gambar 1 Grafik Histogram Berdasarkan
tampilam histogram terlihat bahwa model memiliki pola distribusi normal. Hal ini
diperlihatkan oleh bentuk kurva yang menyerupai lonceng. Oleh karena itu berdasarkan
uji normalitas, analisis regresi dalam penelitian ini layak digunakan. Sumber: Data
sekunder diolah Gambar 2 Grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Berdasarkan tampilan Normal P-P Plot of Regression Standardized terlihat bahwa titik-titik
menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya masih disekitar garis normal. Oleh
karena itu berdasarkan uji normalitas, nilai residual yang dihasilkan dari regresi
terdistribusi secara normal. Uji Multikolinieritas Model regresi yang baik, yaitu tidak
terdapatnya masalah multikolinearitas atau korelasi diantara variabel-variabel
independennya. Apabila nilai Tolerance ≥ 0,10 dan VIF ≤ 10, maka tidak terdapat masalah
multikolinearitas antara variabel independen. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi : Volume 7,
Nomor 2, Febuari 2018 14 Tabel 3 Hasil Uji Multikolinieritas Coefficientsa Model
Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) ROA ,661 1,513 SA ,735 1,360 GROWTH ,
827 1,210 LOG_SIZE ,728 1,374 ETR ,714 1,401 DPR ,885 1,129 KM ,481 2,080 KI ,540 1,850
Sumber: Data sekunder diolah Berdasarkan hasil dari tabel 3 diketahui bahwa hasil
perhitungan nilai tolerance untuk masing-masing variabel menunjukkan bahwa semua
variabel independen memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10. Hasil perhitungan nilai
VIF juga menunjukkan bahwa variabel independen memiliki nilai VIF kurang dari 10. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikoleniaritas antara variabel independen dalam
model regresi. Uji Autokorelasi Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas
dari autokorelasi. Autokorelasi muncul akibat observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lain. Apabila angka Durbin Watson di antara -2 sampai +2, maka tidak
ada autokorelasi dalam model regresi. Tabel 4 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 ,591a ,349
,273 ,27932 ,658 Sumber: Data sekunder diolah Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui
bahwa nilai uji autokorelasi menunjukkan nilai Durbin Watson sebesar 0,658 di antara -2
dan +2. Maka dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi dalam penelitian ini
tidak mengandung masalah autokorelasi antara kesalahan pengganggu pada periode
sekarang (t) dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1). Uji
Heterokedastisitas Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat
adanya pola tertentu pada grafik skatter plot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y
adalah Y yang di prediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang
telah di studentied. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi... - Putri, Rika; Andayani 15
Sumber: Data sekunder diolah Gambar 3 Grafik Scatterplot Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan gambar 3 menunjukkan bahwa titik-titik tidak membentuk pola yang jelas.
Titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi pada penelitian ini. Analisis
Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda ini selain mengukur kekuatan
hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara
variabel dependen dengan variabel independen. Tabel 5 Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error
Beta t Sig. 1 (Constant) ,073 ,665 ,110 ,913 ROA -1,437 ,566 -,306 -2,540 ,013 SA ,367 ,248 ,
169 1,480 ,144 GROWTH 1,051 ,339 ,333 3,099 ,003 LOG_SIZE ,065 ,044 ,171 1,495 ,140 ETR
-,439 ,673 -,075 -,651 ,517 DPR ,033 ,076 ,046 ,439 ,662 KM -,610 ,581 -,148 -1,051 ,297 KI
-,483 ,232 -,277 -2,080 ,041 Sumber: Data sekunder diolah Berdasarkan tabel 5, maka
diperoleh persamaan regresi linier berganda pada penelitian ini sebagai berikut: DER =
0,073 – 1,437 ROA + 0,367 SA + 1,051 GROWTH + 0,065 SIZE - 0,439 ETR + 0,033 DPR –
0,610 KM – 0,483 KI + e Besarnya nilai konstanta (α) adalah 0,073 menunjukkan bahwa jika
variabel independen yang terdiri dari profitabilitas, struktur aset, tingkat pertumbuhan,
ukuran perusahaan, pajak, kebijakan dividen, kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional = 0, maka variabel struktur modal akan bernilai sebesar 0,073. Jurnal Ilmu dan
Riset Akuntansi : Volume 7, Nomor 2, Febuari 2018 16 Koefisien regresi profitabilitas (ROA)
sebesar -1,437 menunjukkan arah hubungan negatif (berlawanan arah) antara profiabilitas
(ROA) dengan struktur modal (DER). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin meningkat
profitabilitas (ROA) maka akan dapat menurunkan struktur modal (DER), begitu juga
sebaliknya dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Koefisien regresi struktur aset
(SA) sebesar 0,367 menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara struktur aset (SA)
dengan struktur modal (DER). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin meningkat struktur
aset (SA), maka akan dapat meningkatkan struktur modal (DER), begitu juga sebaliknya
dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Koefisien regresi tingkat pertumbuhan
(GROWTH) sebesar 1,051 menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara tingkat
pertumbuhan (GROWTH) dengan struktur modal (DER). Hasil ini menunjukkan bahwa
semakin meningkat tingkat pertumbuhan (GROWTH), maka akan dapat meningkatkan
struktur modal (DER), begitu juga sebaliknya dengan asumsi variabel bebas yang lain
konstan. Koefisien regresi ukuran perusahaan (SIZE) sebesar 0,065 menunjukkan arah
hubungan positif (searah) antara ukuran perusahaan (SIZE) dengan struktur modal (DER).
Hasil ini menunjukkan bahwa semakin meningkat ukuran perusahaan (SIZE), maka akan
dapat meningkatkan struktur modal (DER), begitu juga sebaliknya dengan asumsi variabel
bebas yang lain konstan. Koefisien regresi pajak (ETR) sebesar -0,439 menunjukkan arah
hubungan negatif (berlawanan arah) antara pajak (ETR) dengan struktur modal (DER).
Hasil ini menunjukkan bahwa semakin meningkat pajak (ETR), maka akan dapat
menurunkan struktur modal (DER), begitu juga sebaliknya dengan asumsi variabel bebas
yang lain konstan. Koefisien regresi kebijakan dividen (DPR) sebesar 0,033 menunjukkan
arah hubungan positif (searah) antara kebijakan dividen (DPR) dengan struktur modal
(DER). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin meningkat kebijakan dividen (DPR), maka
akan dapat meningkatkan struktur modal (DER), begitu juga sebaliknya dengan asumsi
variabel bebas yang lain konstan. Koefisien regresi kepemilikan manajerial (KM) sebesar
-0,610 menunjukkan arah hubungan negatif (berlawanan arah) antara kepemilikan
manajerial (KM) dengan struktur modal (DER). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin
meningkat kepemilikan manajerial (KM), maka akan dapat menurunkan struktur modal
(DER), begitu juga sebaliknya dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Koefisien
regresi kepemilikan institusional (KI) sebesar -0,483 menunjukkan arah hubungan negatif
(berlawanan arah) antara kepemilikan institusional (KI) dengan struktur modal (DER). Hasil
ini menunjukkan bahwa semakin meningkat kepemilikan institusional (KI), maka akan
dapat menurunkan struktur modal (DER), begitu juga sebaliknya dengan asumsi variabel
bebas yang lain konstan. Uji Statistik Analisis Koefisien Determinasi Berganda (R2) Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu (0 < R² < 1). Nilai R² yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi... - Putri, Rika; Andayani 17 Tabel 6 Hasil Uji
Koefisien Determinasi Berganda (R2) Model Summaryb Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate 1 ,591a ,349 ,273 ,27932 Sumber: Data sekunder diolah
Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa koefisien determinasi berganda (R2) atau R Square
adalah sebesar 0,349 atau 34,9%. Hal ini menunjukkan bahwa profitabilitas (ROA), struktur
aset (SA), tingkat pertumbuhan (GROWTH), ukuran perusahaan (SIZE), pajak (ETR),
kebijakan dividen (DPR), kepemilikan manajerial (KM), dan kepemilikan institusional (KI)
secara bersama-sama hanya mampu mempengaruhi naik turunnya struktur modal (DAR)
sebesar 34,9%, sedangkan sisanya sebesar 65,1% dipengaruhi faktor lain di luar penelitian
ini. Uji Kelayakan Model (Uji F) Uji F digunakan untuk menguji ketepatan model atau
goodness of fit, apakah persamaan yang terbentuk masuk dalam kriteria cocok (fit) atau
tidak. Tabel 7 Hasil Uji Goodness of Fit ANOVAa Model Sum of Squares df Mean Square F
Sig. 1 Regression 2,846 8 ,356 4,560 ,000b Residual 5,305 68 ,078 Total 8,151 76 Sumber:
Data sekunder diolah Berdasarkan tabel 7 didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000.
Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka model regresi linier berganda pada
penelitian ini layak digunakan untuk mengukur pengaruh profitabilitas (ROA), struktur aset
(SA), tingkat pertumbuhan (GROWTH), ukuran perusahaan (SIZE), pajak (ETR), kebijakan
dividen (DPR), kepemilikan manajerial (KM), dan kepemilikan institusional (KI) terhadap
struktur modal (DER). Pengujian Signifikansi Secara Parsial (Uji t) Uji signifikansi koefisien
regresi (Uji t) dilakukan untuk menguji apakah suatu variabel independen secara parsial
berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dan juga untuk menguji
signifikansi konstanta dari setiap variabel untuk pengambilan keputusan dalam menerima
atau menolak hipotesis penelitian yang sebelumnya telah penulis buat. Jika probabilitas
lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis diterima. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi :
Volume 7, Nomor 2, Febuari 2018 18 Tabel 8 Hasil Uji t Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) ,
073 ,665 ,110 ,913 ROA -1,437 ,566 -,306 -2,540 ,013 SA ,367 ,248 ,169 1,480 ,144 GROWTH
1,051 ,339 ,333 3,099 ,003 LOG_SIZE ,065 ,044 ,171 1,495 ,140 ETR -,439 ,673 -,075 -,651 ,
517 DPR ,033 ,076 ,046 ,439 ,662 KM -,610 ,581 -,148 -1,051 ,297 KI -,483 ,232 -,277 -2,080 ,
041 Sumber: Data sekunder diolah Hasil perhitungan pada tabel 8 menunjukkan bahwa t
hitung sebesar -2,540 dengan nilai signifikansi sebesar 0,013 lebih kecil dari 0,05 (level of
significant), artinya bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal. Jadi,
hipotesis pertama yang menyatakan profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur
modal diterima. Hasil perhitungan pada tabel 8 menunjukkan bahwa t hitung sebesar
1,480 dengan nilai signifikansi sebesar 0,144 lebih besar dari 0,05 (level of significant),
artinya bahwa struktur aset tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Jadi, hipotesis
kedua yang menyatakan struktur aset berpengaruh positif terhadap struktur modal
ditolak. Hasil perhitungan pada tabel 8 menunjukkan bahwa t hitung sebesar 2,011 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,049 lebih kecil dari 0,05 (level of significant), artinya bahwa
tingkat pertumbuhan berpengaruh positif terhadap struktur modal. Jadi, hipotesis ketiga
yang menyatakan tingkat pertumbuhan berpengaruh positif terhadap struktur modal
diterima. Hasil perhitungan pada tabel 8 menunjukkan bahwa t hitung sebesar 1,495
dengan nilai signifikansi sebesar 0,140 lebih besar dari 0,05 (level of significant), artinya
bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Jadi, hipotesis
keempat yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur
modal ditolak. Hasil perhitungan pada tabel 8 menunjukkan bahwa t hitung sebesar -0,651
dengan nilai signifikansi sebesar 0,517 lebih besar dari 0,05 (level of significant), artinya
bahwa pajak tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Jadi, hipotesis kelima yang
menyatakan pajak berpengaruh negatif terhadap struktur modal ditolak. Hasil perhitungan
pada tabel 8 menunjukkan bahwa t hitung sebesar 0,439 dengan nilai signifikansi sebesar
0,662 lebih besar dari 0,05 (level of significant), artinya bahwa kebijakan dividen tidak
berpengaruh terhadap struktur modal. Jadi, hipotesis keenam yang menyatakan kebijakan
dividen berpengaruh positif terhadap struktur modal ditolak. Hasil perhitungan pada tabel
8 menunjukkan bahwa t hitung sebesar -1,051 dengan nilai signifikansi sebesar 0,297 lebih
besar dari 0,05 (level of significant), artinya bahwa kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh terhadap struktur modal. Jadi, hipotesis ketujuh yang menyatakan
kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap struktur modal ditolak. Hasil
perhitungan pada tabel 8 menunjukkan bahwa t hitung sebesar -2,080 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,041 lebih kecil dari 0,05 (level of significant), artinya bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Jadi, hipotesis
kedelapan yang menyatakan epemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap
struktur modal diterima. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi... - Putri, Rika; Andayani 19
Pembahasan Berdasarkan hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal yang ditunjukkan dengan
tingkat signifikansi 0,013 lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung dalam penelitian ini adalah
sebesar -2,540 menunjukkan arah hubungan negatif (berlawanan arah) antara
profitabilitas dengan struktur modal. Hal ini sesuai dengan pecking order theory yang
memiliki implikasi bahwa tingginya profitabilitas yang dimiliki perusahaan akan
mengakibatkan semakin besarnya laba ditahan, sehingga penggunaan utang oleh
perusahaan dapat ditekan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Hardanti dan Gunawan (2010), Yovin dan Suryantini (2012), Kanita (2014),
Indrajaya et al. (2011) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif
terhadap struktur modal, tetapi tidak sejalan dengan penelitian yang dilakakukan oleh
Primantara dan Dewi (2016), Dwiwinarno (2010) yang menyatakan bahwa profitabilitas
tidak berpengaruh terhadap struktur modal dengan arah yang negatif. Putri (2012) dan
Susanti (2015) juga menyatakan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap struktur
modal namun dengan arah yang positif. Berdasarkan hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel struktur aset tidak berpengaruh terhadap struktur modal
yang ditunjukkan dengan tingkat signifikansi 0,144 lebih besar dari 0,05. Nilai t hitung
dalam penelitian ini adalah sebesar 1,480 menunjukkan arah hubungan positif (searah)
antara struktur aset dengan struktur modal. Namun karena hasil tersebut tidak signifikan,
maka meningkatnya atau menurunnya struktur aset perusahaan tidak selalu diikuti
dengan meningkatnya atau menurunnya struktur modal. Bisa saja dari total aset yang
dimiliki oleh perusahaan tersebut ternyata aset tetapnya lebih kecil daripada aset
lancarnya, sehingga kreditur tidak tertarik untuk mendanai perusahaan tersebut karena
perusahaan tersebut tidak dapat memberikan jaminan kepada kreditur berupa aset tetap.
Trade off theory memiliki implikasi dimana semakin besar struktur aset yang dimiliki
perusahaan, maka semakin besar juga peluang perusahaan menggunakan utang. . Berbeda
dengan teori pecking order yang memiliki implikasi bahwa perusahaan-perusahaan
dengan proporsi aset yang besar umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit dan
cenderung akan berusaha mengurangi rasio utangnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yoreno (2014) yang menyatakan bahwa
struktur aset tidak berpengaruh terhadap struktur modal dengan arah yang positif, tetapi
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakakukan oleh Yovin dan Suryatini (2012), Kanita
(2014) yang menyatakan bahwa struktur aset berpengaruh positif terhadap struktur
modal. Pada hasil penelitian ini menunjukkan variabel tingkat pertumbuhan memiliki nilai
signifikansi sebesar 0,003 lebih kecil dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa tingkat
pertumbuhan berpengaruh positif terhadap struktur modal. Nilai t hitung dalam penelitian
ini adalah sebesar 3,099 menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara tingkat
pertumbuhan dengan struktur modal. Hasil ini sesuai dengan pecking order theory yang
memiliki implikasi bahwa semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar
kebutuhan dana untuk membiayai ekspansi. Hal ini menyebabkan perusahaan akan
meningkatkan penggunaan utang guna memenuhi pendanaan tersebut. Penelitian ini
didukung oleh Sawitri dan Lestari (2015), Indrajaya et al. (2011), Pratheepan dan Banda
(2016) yang menyatakan tingkat pertumbuhan berpengaruh positif terhadap struktur
modal, namun tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Rifai (2015),
Indahningrum dan Handayani (2009) yang menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan tidak
berpengaruh terhadap struktur modal dan memiliki arah yang negatif. Pada hasil
penelitian ini diketahui variabel ukuran perusahaan memiliki nilai signifikansi sebesar
0,140 lebih besar dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap struktur modal. Nilai t hitung dalam penelitian ini adalah sebesar
1,495 menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara ukuran perusahaan dengan
struktur modal. Namun karena hasil tersebut tidak signifikan, maka besar atau kecilnya
ukuran Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi : Volume 7, Nomor 2, Febuari 2018 20 perusahaan
tidak selalu diikuti dengan meningkatnya atau menurunnya struktur modal. Perusahaan
sudah memiliki sejumlah alokasi pendanaan internal yang cukup untuk membiayai
kegiatan perusahaan. Besarnya jumlah aset yang dimiliki perusahaan juga tidak selalu
menjadikan kreditur tertarik untuk memberikan modal, karena bisa saja dari seluruh aset
yang dimiliki perusahaan ternyata aset tetapnya jauh lebih kecil dari aset lancarnya,
sehingga perusahaan tersebut dinilai kurang mampu dalam memberikan jaminan berupa
aset tetap kepada kreditur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Wirjawan (2015). Firmansyah (2016) juga menyatakan bahwa ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap struktur modal namun dengan arah yang negatif.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakakukan oleh Primantara dan Dewi
(2016), Putri (2012), Hardanti dan Gunawan (2010), Indrajaya et al. (2011) yang
menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal.
Pada hasil penelitian ini diketahui variabel pajak memiliki nilai signifikansi sebesar 0,517
lebih besar dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa pajak tidak berpengaruh terhadap struktur
modal. Nilai t hitung dalam penelitian ini adalah sebesar -0,651 menunjukkan arah
hubungan negatif antara variabel pajak dengan variabel struktur modal. Namun karena
hasil tersebut tidak signifikan, maka meningkatnya atau menurunnya variabel pajak tidak
selalu diikuti dengan meningkatnya atau menurunnya variabel struktur modal. Perusahaan
dapat menggunakan cara lain dalam mengurangi pajak seperti depresiasi dan dana
pensiun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Sari dan Djazuli (2015). Novitasari (2017) dan Widayanti et al. (2016) juga menyatakan
bahwa pajak tidak berpengaruh terhadap struktur modal namun dengan arah yang positif.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakakukan oleh Pratheepan dan
Banda (2016) yang menyatakan bahwa pajak berpengaruh negatif terhadap struktur
modal. Primantara dan Dewi (2016), Budiono dan Septiani (2017) juga menyatakan bahwa
pajak berpengaruh terhadap struktur modal namun dengan arah yang positif. Pada hasil
penelitian ini diketahui variabel kebijakan dividen memiliki nilai signifikansi sebesar 0,662
lebih besar dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh
terhadap struktur modal. Nilai t hitung dalam penelitian ini adalah sebesar 0,439
menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara kebijakan dividen dengan struktur
modal. Namun karena hasil tersebut tidak signifikan, maka meningkatnya atau
menurunnya kebijakan dividen tidak selalu diikuti dengan meningkatnya atau
menurunnya struktur modal. Beberapa perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia
memiliki laba yang telah ditetapkan sebagai cadangan perusahaan, sehingga perusahaan
mampu mendanai kebutuhan pendanaannya tanpa memperbesar utangnya. Penelitian ini
didukung oleh Yaniatie dan Destriana (2010), Surya dan Rahayuningsih (2012). Dwiwinarno
(2010) dan Murtiningtyas (2012) juga menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak
berpengaruh terhadap struktur modal namun dengan arah yang negatif. Penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakakukan Indahningrum dan Handayani (2009)
yang menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap
struktur modal. Larasati (2011) juga menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh
terhadap struktur modal namun dengan arah yang negatif. Pada hasil penelitian ini
diketahui variabel kepemilikan manajerial memiliki nilai signifikansi sebesar 0,297 lebih
besar dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
terhadap struktur modal. Nilai t hitung dalam penelitian ini adalah sebesar -1,051
menunjukkan arah hubungan negatif (berlawanan arah) antara kepemilikan manajerial
dengan struktur modal. Namun karena hasil tersebut tidak signifikan, maka meningkatnya
atau menurunnya kepemilikan manajerial tidak selalu diikuti dengan menurunnya atau
meningkatnya struktur modal. Jumlah saham yang dimiliki oleh manajer pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia masih sangat kecil, sehingga kepemilikan saham oleh
manajemen tidak cukup mampu mempengaruhi keputusan struktur Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi... - Putri, Rika; Andayani 21 modal. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indahningrum dan Handayani (2009), Larasati
(2011), Surya dan Rahayuningsih (2012), tetapi tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakakukan oleh Yeniatie dan Destriana (2010), Maftukhah (2013) yang menyatakan
bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebijakan utang.
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
institusional berpengaruh negatif terhadap struktur modal yang ditunjukkan dengan
tingkat signifikansi 0,041 lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung dalam penelitian ini adalah
sebesar -2,080 menunjukkan arah hubungan negatif (berlawanan arah) antara kepemilikan
institusional dengan struktur modal. Rata-rata kepemilikan saham oleh pihak institusional
perusahaan manufaktur adalah cukup besar, sehingga mampu memberikan pengaruh
berupa pengawasan yang lebih efektif terhadap pihak manajemen agar para manajer lebih
berhatihati dalam menggunakan pendanaan dari luar perusahaan yaitu utang. Hasil
penelitian ini sesuai dengan agency theory yang menyatakan bahwa semakin besar
kepemilikan institusional, maka keberadaan investor institusional dalam mengawasi
perilaku manajemen akan semakin efektif dan dapat mengurangi penggunaan utang.
Penelitian ini didukung oleh Yaniatie dan Destriana (2010), Surya dan Rahayuningsih
(2012), tetapi tidak sejalan dengan penelitian yang dilakakukan Maftukhah (2013), Larasati
(2011), Indahningrum dan Handayani (2009) yang menyatakan bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. SIMPULAN DAN
SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu: (1) Profitabilitas terbukti dapat mempengaruhi struktur
modal karena perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi akan mengurangi
ketergantungan modal dari pihak luar (utang), karena dengan tingkat keuntungan yang
tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagaian besar kebutuhan pendanaan yang
dihasilkan secara internal, (2) Struktur aset tidak terbukti mempengaruhi struktur modal
karena semakin besar struktur aset perusahaan tidak selalu meningkatkan struktur modal.
Bisa saja dari total aset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut ternyata aset tetapnya
lebih kecil daripada aset lancarnya, sehingga kreditur tidak tertarik untuk mendanai
perusahaan tersebut karena perusahaan tersebut tidak dapat memberikan jaminan
kepada kreditur berupa aset tetap, (3) Tingkat pertumbuhan terbukti mempengaruhi
struktur modal karena perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan
mengimplikasikan adanya permintaan yang lebih tinggi akan kebutuhan dana eksternal,
(4) Ukuran perusahaan tidak terbukti mempengaruhi struktur modal karena banyaknya
jumlah aset yang dimiliki perusahaan tidak menjadikan kreditur tertarik untuk
memberikan modal, (5) Pajak tidak terbukti mempengaruhi struktur modal karena
perusahaan dapat menggunakan cara lain dalam mengurangi pajak seperti depresiasi dan
dana pensiun, (6) Kebijakan dividen tidak terbukti mempengaruhi struktur modal karena
beberapa perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia memiliki laba yang telah
ditetapkan sebagai cadangan perusahaan, sehingga perusahaan mampu mendanai
kebutuhan pendanaannya tanpa memperbesar utangnya, (7) Kepemilikan manajerial tidak
terbukti mempengaruhi struktur modal karena masih rendahnya kepemilikan saham oleh
manajer dibandingkan kelompok lainnya dalam perusahaan, (8) Kepemilikan institusional
terbukti mempengaruhi struktur modal karena rata-rata kepemilikan saham oleh pihak
institusional perusahaan manufaktur adalah cukup besar, sehingga mampu memberikan
pengaruh berupa pengawasan yang lebih efektif terhadap pihak manajemen agar para
manajer lebih berhatihati dalam menggunakan pendanaan dari luar perusahaan yaitu
utang. 22 Saran Berdasarkan kesimpulan yang sudah dikemukakan pada penelitian ini,
adapun saransaran yang dapat diberikan sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik
bagi penelitian selanjutnya, yaitu: (1) Penelitian ini hanya sampai tahun 2016. Hal ini
dikarenakan laporan keuangan perusahaan tahun 2017 banyak yang belum diterbitkan.
Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan data laporan
keuangan dengan periode yang lebih panjang agar jumlah sampel bertambah banyak, (2)
Bagi pihak investor, rasio yang tinggi akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi
yang pada akhirnya akan mengurangi pembayaran dividen. Maka dari itu disarankan bagi
investor untuk memilih perusahaan dengan tingkat rasio utang yang rendah atau porsi
utang perusahaan tersebut harus lebih kecil terhadap ekuitas, (3) Sebaiknya, pihak
manajemen sebelum menetapkan kebijakan struktur modalnya agar terlebih dahulu
memerhatikan variabel profitabilitas, tingkat pertumbuhan, dan kepemilikan institusional.
Hal ini dikarenakan ketiga faktor tersebut berpengaruh terhadap struktur modal. Dengan
adanya kebijakan penentuan struktur modal yang tepat, maka risiko yang ditimbulkan
relatif kecil dan akan memaksimalkan nilai perusahan.
BAB 14
 ANALISIS INVESTASI LANJUTAN:
PENDEKATAN ADJUSTED PRESENT VALUE

Jurnal 1

Pemberian kewenangan oleh principals kepada agents menimbulkan perilaku manajer


yang imperfect, yang berorientasi kepada kepentingannya dan perfect agent yang akan
bertindak demi kepentingan principals (Easterbrook, 1984). Manajer sebagai manusia yang
rasional cenderung berperilaku sebagai imperfect agent, yang lebih berusaha untuk
meningkatkan kesejahteraan dirinya dibandingkan dengan peningkatan kesejahteraan
pemegang saham, sehingga peningkatan kepemilikan saham manajer akan berpotensi
menimbulkan perbedaan kepentingan dengan principals. Masalah keagenan antara
manajer dan pemegang saham ini masih merupakan isu kontroversi dalam manajemen
keuangan (Jensen & Meckling, 1976; Easterbrook, 1984; Crutchley et al., 1999). Masalah
keagenan yang disebabkan karena perilaku manajer yang imperfect dapat dikurangi
dengan penggunaan dana discritioner perusahaan untuk dibagikan kepada pemegang
saham (kebijakan dividen), sehingga mengurangi “kesempatan” manajer menggunakan
dana tersebut untuk kepentingan dirinya (Crutchley & Hansen, 1989). Selain menggunakan
penerbitan saham sebagai mekanisme ekstra monitoring dari pasar modal, seperti
investment bankers, underwriters, bond rating agencies, yang biasa disebut capital
market-monitoring hypohtesis (Rozeff, 1982). Kebijakan dividen sebagai mekanisme
mengurangi masalah keagenan dapat dipergunakan secara simultan dengan penggunaan
utang dalam struktur modal sebagai upaya meningkatkan monitoring lender (Noronha,
1996 & Setyawan, 2001). Pandangan lain menyebutkan, bahwa manajer yang berperilaku
perfect akan menumbuhkan kepercayaan dari principals, sehingga principals bersedia
membayar lebih kepada agents dalam rangka peningkatan kontrol terhadap perusahaan.
Hal ini dikarenakan agents lebih mengetahui kondisi perusahaan dibandingkan dengan
principals, sehingga tidak memerlukan mekanisme mengurangi masalah keagenan
(Faulkender, 2006). Motivasi melakukan studi ini adalah pertama, adanya inkonsistensi
penelitian terdahulu mengenai pengaruh keputusan utang dan kebijakan dividen yang
simultan sebagai mekanisme mengurangi masalah keagenan (Jensen & Meckling, 1976;
Rozeff, 1982; Easterbrooks, 1984; Noronha et al., 1995), kedua, masih sedikit penelitian
yang menguji keputusan utang dan dividen secara simultan terhadap masalah keagenan
(Setyawan & Hartono, 2001), sehingga studi ini mengkombinasikan pengujian nonsimultan
(Crutchley et al., 1999) dan simultan (Noronha et al., 1995). Ketiga, perbedaan penggunaan
sampel penelitian, yang dilakukan sebelumnya, yaitu Noronha et al. (1995) menggunakan
sampel 400 perusahaan yang tercatat di S&P pada tahun 1986-1988. Setyawan dan
Hartono (2001) menggunakan sampel 239 perusahaan tercatat di Bursa Efek Jakarta tahun
1989-1993, sedangkan penelitian ini menggunakan sampel 28 perusahaan manufaktur
tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 (tahun awal pasca penggabungan Bursa Efek
Surabaya dan Bursa Efek Jakarta menjadi Bursa Efek Indonesia) sampai dengan 2011
sebagai data terakhir yang tersedia pada saat melakukan penelitian (time series empat
tahun). Keempat, dukungan penelitian lain dilakukan di Indonesia sesuai dengan
argumentasi La Porta et al. (1998), yaitu disebabkan masalah keagenan yang cenderung
terjadi di negara berkembang, termasuk di Indonesia, dibandingkan dengan negara maju.
Hal ini disebabkan lemahnya perlindungan hukum terhadap investor atau pemegang
saham sehingga perilaku manajer seringkali tidak memperhatikan kepentingan pemegang
saham. Berdasarkan latar belakang tersebut tujuan penelitian ini adalah menguji secara
empiris mekanisme utang dan dividen dalam mengurangi masalah keagenan yang
disebabkan peningkatan kepemilikan saham manajer (insider). Agency Problem (Masalah
Keagenan) Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa perusahaan modern
melakukan pe- 163 Arief Yulianto / Keputusan Struktur Modal dan Kebijakan Dividen
sebagai Mekanisme Mengurangi ... misahan fungsi kontrol dan kepemilikan (the
separation of ownership and control), untuk efektivitas pencapaian tujuan perusahaan.
Namun, hal ini masih merupakan issue yang belum terpecahkan, karena adanya
kepentingan dari setiap pihak (ownership-principals dan controlagents) untuk
memaksimalkan kepentingannya. Pada saat proporsi kepemilikan saham manajer (agents)
sebesar 100% pada perusahaan, maka tidak akan terjadi masalah keagenan (the zero
agency-cost). Teori keagenan diawali dari teori motivasi (McGregor, 1960), menyebutkan
bahwa terdapat dua model perbedaan perilaku dan motivasi pekerja yang dianalogikan
dengan X (diasumsikan pekerja pada dasarnya malas, berusaha menghindari pekerjaan
dan tidak suka bekerja) dan Y (diasumsikan pekerja pada dasarnya ambisius, mempunyai
self-motivated, self control). Ross (1973) mengembangkan dalam kerangka yang lebih luas
dan dalam cakupan interaksi sosial, dimana setiap pihak berusaha untuk mengembangkan
expected utility-nya. Sehingga setiap pihak yang berinterakasi seperti
pekerjamempekerjakan, pemerintah-warga negara berpotensi menimbulkan masalah
keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan dalam ruang lingkup lebih spesifik
masalah keagenan ini pada agents-principals dalam perusahaan serta mekanisme
mengurangi masalah keagenan tersebut dengan menggunakan utang dan dividen. Pada
saat kepemilikan saham manajer (agents) meningkat akan menurunkan biaya keagenan.
Hal tersebut disebabkan mekanisme entrenchment dari manajer untuk mempertahankan
reputasi perusahaan dan melindungi karir personal. Namun, mekanisme entrenchment
akan mengurangi masalah keagenan sampai titik tertentu, yang selanjutnya akan
meningkatkan masalah keagenan yang berdampak kepada biaya keagenan dengan bentuk
U (U-shaped) (Crutchley et al., 1999). Mengurangi Masalah Keagenan Jensen dan Meckling
(1976) menjelaskan mekanisme bonding dan monitoring melalui kebijakan dividen dapat
dipergunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Bonding dapat dilakukan melalui
kebijakan dividen (mengurangi free cash flow), sedangkan monitoring dapat dilakukan
dengan melibatkan lender dalam mengurangi perilaku manajer oportunistik. Berbagai
biaya yang dapat timbul karena adanya masalah keagenan adalah: The monitoring
expenditures by the principal, merupakan pengeluaran yang dibayar oleh prinsipal untuk
mengukur, mengamati dan mengontrol perilaku agen agar tidak menyimpang. Biaya ini
timbul karena adanya ketidakseimbangan informasi antara prinsipal (pemilik) sebagai
pegawas dan agent (manajer) sebagai pelaksana. The bonding expenditures by the agent,
merupakan pengeluaran yang dibayar oleh agent (manajer) untuk membuat struktur
organisasi yang meminimalkan tindakan manajer yang tidak diinginkan, sehingga
menjamin principals akan memberikan kompensasi jika telah melaksanakan perintah
principals. The residual loss, biaya yang dikeluarkan karena adanya opportunity cost,
sebab agents tidak dapat mengambil keputusan tanpa persetujuan principals. Hal ini
dilatarbelakangi karena adanya potensi perbedaan kepentingan principals dan agent,
sehingga kemakmuran principals berkurang. Kondisi ini terjadi manakala agent
melaksanakan keputusan dari principals namun kesejahteraannya tidak meningkat, begitu
juga sebaliknya, keputusan dari principals tidak dilaksanakan tetapi dapat meningkatkan
kesejahteraan agents, sehingga principals harus menanggung biaya kerugian (residual
loss). Utang dan Kebijakan Dividen sebagai Mekanisme Mengurangi Masalah Keagenan
Kepentingan manajer dan pemegang saham sulit untuk disatukan (Ruan et al., 2011),
sehingga dilakukan berbagai mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan yang
disebabkan karena perbedaan kepentingan ini, yaitu melalui utang dan kebijakan dividen.
Gambar 1 menjelaskan U-shaped hypothesis mengenai keterkaitan agency cost (AC) Jurnal
Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 2, 2013, 161-179 164 dan prosentase kepemilikan saham
manajer (αC), yang mengindikasikan bahwa peningkatan proporsi kepemilikan manajerial
yang tidak berhubungan dengan masalah keagenan, yaitu pada saat manajer berubah
orientasi dari kesejahteraan pemegang saham menjadi orientasi kesejahteraan personal
(trade-off-berhubungan negatif menjadi positif) dan keputusan diversifikasi portofolio
manajemen. Jika fungsi total biaya (TC) adalah jumlah dari AC dan αC, sehingga pada saat
biaya lainnya konstan maka titik minimal total biaya (TC) pada α* yang merupakan
prosentase optimal dari insider ownership. AC merupakan agency cost yang terdiri dari
monitoring, bonding dan residual cost yang ditimbulkan karena masalah keagenan (Jensen
& Meckling, 1976). Pada saat kepemilikan saham manajer meningkat maka sampai titik α*
akan mengurangi AC (mekanisme bonding-alignment dengan pemegang saham), namun
pada saat kepemilikan saham meningkat maka akan meningkatkan AC (entrenchemnt).
Peningkatan kepemilikan saham manajer akan meningkatkan AC sehingga diperlukan
utang dan kebijakan dividen untuk mengurangi AC. Utang akan menimbulkan biaya utang
yang berpengaruh terhadap biaya keagenan (agency cost of debt -AC) dan biaya utang
secara keseluruhan (Leverage Cost-LC). Penggunaan utang akan menurunkan AC
disebabkan oleh peningkatan monitoring dari lender, walaupun TC (total cost-leverage)
akan meningkat, seperti adanya biaya kebangkrutan. Sehingga peningkatan penggunaan
utang akan berdampak kepada penurunan AC namun akan meningkatkan TC. Jika TC
berasal dari LC ditambah dengan AC sehingga optimal utang (leverage-L) adalah pada saat
TC minimal (L*). Gambar 2 menunjukkan manfaat dan biaya dividen (dividend of agecy
cost-DC), yaitu jika terjadi peningkatan pembayaran dividen, maka akan menurunkan AC
yang dapat disebabkan monitoring pasar modal dan pengurangan pendapatan discretional
yang mengurangi perilaku oportunistik manajer. Namun, dengan peningkatan pembayaran
dividen yang disebabkan karena penerbitan saham maka akan meningkatkan biaya karena
penggunaan penjamin emisi (underwriter) untuk penerbitan saham seperti terlihat pada
DC (biaya finansial yang lain), TC yang merupakan penjumlahan dari DC dan AC sehingga
pembayaran dividen yang optimal pada saat pembayaran dividen (D*). Berdasarkan pada
Gambar 2 dan 3 maka hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah Peningkatan
kepemilikan saham manajerial akan menurunkan biaya keagenan, namun sampai pada
titik tertentu akan meningkatkan biaya keagenan. Utang yang merupakan mekanisme
monitoring lender dapat dipergunakan untuk mengurangi masalah keagenan, namun
peningkatannya akan mengakibatkan biaya utang seperti kebangkrutan dan kesulitan
finansial meningkat. Selain utang, kebijakan dividen akan Gambar 1. Optimal Managerial
Ownership (Crutchley et al., 1999) 165 Arief Yulianto / Keputusan Struktur Modal dan
Kebijakan Dividen sebagai Mekanisme Mengurangi ... mengurangi pendapatan discretional
sehingga manajemen akan bonding. Namun hal tersebut akan berdampak kepada
peningkatan biaya penerbitan saham seperti underwriter, auditor publik. Berdasarkan
pada hipotesis mayor tersebut, maka dapat diuraikan hipotesis minor mengenai pengaruh
kepemilikan saham manajer secara parsial terhadap utang dan kebijakan deviden.
Kepemilikan Saham Manajer dan Utang Salah satu penjelasan pada paper Jensen dan
Meckling (1976) adalah pembatasan pinjaman yang dilakukan lenders dan perusahaan
(borrowers). Utang berdasarkan pendekatan agency cost of debt merupakan mekanisme
mengurangi masalah keagenan, namun karena adanya risiko bagi lender dan borrowers,
maka dilakukan pembatasan terhadap utang perusahaan. Crutchle et al. (1999)
menemukan hasil penelitian bahwa utang merupakan mekanisme monitoring yang
dilakukan lender untuk mengurangi perilaku oportunistik manajer dalam penggunaan
sumber daya perusahaan demi kepentingannya atau berpengaruh positif. Hasan dan Butt
(2009) melakukan penelitian di Pakistan dan menemukan hasil yang berbeda, yaitu
kepemilikan saham manajer mempunyai pengaruh negatif terhadap utang. Walaupun
utang mempunyai fungsi untuk meningkatkan monitoring, namun semakin meningkatkan
risiko kesulitan keuangan dan kebangkrutan, oleh karenea itu perusahaan akan
mengurangi utang dalam struktur modalnya Arifin (2010) melakukan penelitian di
Indonesia menemukan hasil, bahwa manajer akan mengambil keputusan untuk
mengurangi utangnya karena pasar tenaga kerja manajer di Indonesia. Risiko
kebangkrutan karena peningkatan utang dalam struktur modal akan berGambar 2.
Optimal Leverage (Crutchley et al., 1999) Gambar 3. Optimal Dividend Payout (Crutchley et
al., 1999) Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 2, 2013, 161-179 166 dampak kepada
dikeluarkannya manajer dari pekerjaan, selain itu kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia
saat ini adalah lebih besar penawaran dibandingkan permintaan manajer, sehingga
probabilitas mencari pekerjaan bagi manajer yang dikeluarkan lebih sulit. Ruan et al.
(2011) menjelaskan pengaruh kepemilikan manajerial berbentuk N-terbalik (inverted-N
shaped) terhadap utang. Hal tersebut dikarenakan pada proporsi kepemilikan saham yang
relatif rendah (kurang dari 18%) manajer akan melakukan kinerja terbaik. Peran dari
monitoring eksternal utang sangat efektif, sehingga hanya sedikit monitoring dari lender
yang diperlukan. Apabila kepemilikan saham manajer meningkat hingga 64%, maka peran
monitoring dan pengawasan lemah, sehingga meningkatkan perilaku oportunistik
manajer. Namun, pada saat kepemilikan manajer meningkat lebih dari 64%, hal ini akan
mengakibatkan penurunan penggunaan utang, karena manajer menghindari penggunaan
utang berlebihan yang akan meningkatkan risiko kebangkrutan. Berbagai hasil penelitian
terdahulu menunjukkan kepemilikan saham manajer berpengaruh terhadap penggunaan
utang perusahaan sebagai mekanisme monitoring lender kepada manajemen.
Argumentasi yang dapat menjelaskan hal ini adalah over investment problem (Myers,
1977; Hoshi et al., 1993) dan pemindahan risiko investasi yang telah dilakukan dari under
investment menjadi over investment (Jensen & Meckling, 1976; Berger & Udell, 2002),
yang dapat dijelaskan pada Taberl 1 Oleh karena itu berdasarkan hasil penelitian
terdahulu, maka kepemilikan saham manajer mempunyai pengaruh terhadap utang,
sehingga hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H1: Kepemilikan Manajerial
mempunyai pengaruh signifikan terhadap DER Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan
Dividen Crutchley et al. (1999) berargumentasi bahwa kebijakan dividen merupakan
mekanisTabel 1. Argumentasi perlunya Mekanisme Monitoring dari Lender terhadap
Peningkatan Kepemilikan Saham Manajer No Temuan Penelitian Peneliti 1 Peningkatan
monitoring diperlukan ketika terjadi peningkatan kepemilikan saham manajer sehinga
mengakibatkan perubahan orientasi untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya selain
kepada debtholders melalui under-investment. Sehingga kreditur perlu memastikan
bahwa Manajer akan menglokasikan proyek yang under-investment sehingga perusahaan
dapat membayar kembali kepada kreditur Myers (1977); Hoshi et al. (1993) 2 Peningkatan
monitoring diperlukan ketika terjadi peningkatan kepemilikan saham manajer. Manajer
akan melakukan pemindahan investasi yang berisiko rendah kepada risiko tinggi, sehingga
tidak saja memberikan transfer of wealth debtholders namun juga kepada dirinya (Asset
substitution problem). Namun hal itu merugikan manajer karena meningkatkan
probabilita ketidakmampuan membayar kembali kepada kreditur. Jensen dan Meckling
(1976); Berger dan Udell (2002) 167 Arief Yulianto / Keputusan Struktur Modal dan
Kebijakan Dividen sebagai Mekanisme Mengurangi ... me yang dapat dipergunakan untuk
mengurangi masalah keagenan. Peningkatan pembayaran dividen akan mengurangi
pendapatan discretional perusahaan, sehingga manajer tidak mempunyai kesempatan
untuk menggunakan dana tersebut demi kepentingannya. Hal tersebut berdampak kepada
penurunan biaya keagenan karena peningkatan kepemilikan saham manajer (berpengaruh
positif antara kepemilikan manajerial dan penggunaan kebijakan dividen). Sedangkan
Short et al. (2002) dan Chen et al. (2005) menemukan hasil, bahwa terdapat hubungan
negatif antara kepemilikan manajerial dan kebijakan dividen. Selain itu, Wen dan Jia
(2010) menemukan hasil bahwa kepemilikan saham institusional dan manajerial
mempunyai pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen di Hongkong. Bentuk perilaku
oportunistik (Tabel 2) contohnya penggunaan free cash flow sesuai dengan
kepentingannya bukan kepentingan pemegang saham. Diperlukan mekanisme pengganti
untuk mengurangi perilaku oportunistik tersebut dengan dividen sebagai substitusi
(hipotesis subsitusi dividen). Dikuranginya free cash flow melalui dividen sehingga free
cash flow tinggal sedikit sehingga manajemen tidak dapat berperilaku oportunistik dengan
free cash flow yang sedikit tersebut (Rozeff, 1982). H2: Kepemilikan Manajerial
mempunyai pengaruh signifikan terhadap DPR. Mekanisme keputusan utang dan dividen
berguna untuk mengurangi AC, karena peningkatan kepemilikan manajerial. Sehingga
Crutchley et al. (1999) menyimpulkan bahwa keputusan utang dan dividen akan mengikuti
perubahan proporsi kepemilikan saham manajer (U-shaped) sampai titik kritis tertentu.
Pada saat kepemilikan saham manajer rendah, maka akan melakukan alignment, namun
pada saat peningkatan kepemilikan saham melebihi titik kritis, maka manajer melakukan
entrenchment. Pemetaan Penelitian Terdahulu Orisinalitas penelitian adalah menguji
utang dalam struktur modal dan kebijakan dividen sebagai mekanisme mengurangi
masalah keagenan (struktur kepemilikan) dengan dua pendekatan yang berbeda yaitu
utang sebagai mekanisme monitoring dan kebijakan dividen sebagai upaya bonding
manajemen karena berkurangnya pendapatan discretional. Berbagai penelitian telah
dilakukan terpisah, diantaranya pertama, pengujian pengaruh kepemilikan saham manajer
terhadap utang (Hasan & Butt, 2009; Din & Javid, 2011; Ruan et al., 2011). Pengaruh
kepemilikan saham manajer terhadap kebijakan dividen (Short et al., 2002; Chen et al.,
2005; Wen & Jia, 2010) Kedua, pengaruh kepemilikan saham manajer secara simultan
terhadap utang dan dividen dalam pendekatan free cashflow hypothesis. Temuan
penelitian adalah manajemen akan melakukan bonding karena hanya sedikit atau tidak
tersedianya free cashflow (telah dipergunakan membayar dividen dan utang) sehingga
Tabel 2. Argumentasi Dividen sebagai Mekanisme Bonding Manajemen No Temuan
Penelitian Peneliti 1 Perilaku manajemen yang oportunistik didorong karena ketersediaan
free cash flow dalam perusahaan. Dividen merupakan mekanisme untuk mengurangi free
cash flow perusahaan sehingga manajemen tidak dapat berperilaku oportunistik dan akan
melakukan bonding karena berkurangnya ketersediaan free cash flow perusahaan. Rozeff
(1982); Agrawal dan Jayaraman (1994) Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 2, 2013,
161-179 168 mengurangi perilaku oportunistik manajemen dalam menggunakan free
cashflow demi kepentingannya (Jensen & Meckling, 1976; Jensen, 1986; Agrawal &
Jayaraman, 1994; Crutchley et al., 1999; Arifin, 2010). Ketiga, pengaruh kepemilikan saham
manajer secara simultan terhadap utang dan dividen dalam pendekatan monitoring
hypothesis (Mahadwartha & Jogiyanto, 2002). Temuan penelitian ini adalah pasar modal
dan lender mampu melakukan monitoring yang efektif terhadap perilaku oportunistik
manajemen. Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah
dilakukan pengembangan dalam dua pendekatan berbeda (monitoring dan agency cost of
free cashflow). Untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap utang
dipergunakan pendekatan monitoring hypothesis (agency cost of monitoring) sedangkan
menguji pengaruh kepemilikan maanjerial terhadap kebijakan dividen dipergunakan
pendekatan agency cost of free cashflow. METODE Penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan variabel bebas adalah kepemilikan manajerial sedangkan variabel
terikat adalah DPR dan DER. Data dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 sampai dengan 2011. Argumentasi
menjelaskan data ini yaitu pertama, industri manufaktur mempunyai indeks sektoral lebih
besar dibandingkan primer dan tersier pada tahun 2008-2011 seperti pada Tabel 3. Tingkat
indeks sektoral yang lebih besar ini merupakan indikasi perkembangan sektor manufaktur
yang berkembang sehingga kemungkinan lebih besar perusahaan yang membagikan
dividen maupun meningkatkan utang untuk keputusan investasi. Hal ini akan mendorong
perilaku oportunistik manajerial untuk tidak membagikan dividen dan meningkatkan
utang untuk kepentingannya, sehingga penelitian yang dilakukan pada sektor manufaktur
lebih tepat dibandingkan sektor lainnya untuk memprediksi perilaku oportunistik
manajerial. Kedua, tahun penelitian 2008 merupakan tahun awal transformasi BEJ (Bursa
Efek Jakarta) menjadi BEI (Bursa Efek Indonesia) sehingga manajemen lebih efisien oleh
karena itu tahun 2008 dipergunakan sebagai tahun awal penelitian. Metode pengambilan
sampel dengan menggunakan purposive sampling dengan kriteria pertama, (a)
membagikan dividen periode 2008-2011, yaitu 28 perusahaan sehingga diperoleh 112 unit
pengamatan; (b) kriteria Tabel 3. Indeks Sektoral Tahun 2008-2011 Sektor dan Sub Sektor
2011 2010 2009 2008 Agriculture 22.41% 30.0% 90.81% -150.68% Mining 14.93% 48.59%
151.06% -256.36% Rerata Indeks Ekstraktif 18.67% 39.45% 120.94% -203.52% Basic
Industry 49.04% 41.37% 102.93% -70.06% Miscellaneous Industry 117.99% 60.78%
179.84% -92.36% Consumer Goods 96.03% 63.06% 105.39% -27.82% Rerata Indeks
Manufaktur 87.69% 55.07% 129.39% -63.41% Property & Real Estate 56.17% 38.35%
41.85% -120.67% Infrastructure -3.99% 12.45% 48.57% -49.73% Finance 63.15% 54.82%
70.94% -40.78% Trade & Service 111.12% 71.92% 85.91% -88.67% Rerata Indeks Service
56.61% 44.39% 61.82% -74.96% Sumber: Indonesian Stock Exchange (IDX) Statistics (2008-
2011) 169 Arief Yulianto / Keputusan Struktur Modal dan Kebijakan Dividen sebagai
Mekanisme Mengurangi ... kedua mempunyai data yang dipublikasikan dalam indonesian
capital market directory, IDX statistics dan annual report of firm tentang kepemilikan
saham manajer (INS), dividend payout ratio (POR), equity ratio (DER); (3) tahun 2011
dipergunakan sebagai tahun akhir penelitian karena pada saat penelitian dilakukan data
terakhir yang tersedia adalah tahun 2011. Pengukuran dan model spesifikasi studi ini
merupakan kombinasi dari studi Noronha (1995); Setyawan dan Hartono (2001);
Faulkender (2006) dengan uraian INS merupakan proksi kepemilikan saham manajerial
sebagai variabel independen dengan pengukuran prosentase jumlah saham yang dimiliki
oleh insider (direktur, manajer dan komisaris), kebijakan dividen diproksikan dengan POR
merupakan dividend payout ratio, yaitu rasio dividend per share terhadap earning per
share, peningkatan INS akan mengakibatkan penurunan agency cost of debt sehingga
menurunkan POR. Jadi dapat diprediksikan INS akan mempengaruhi secara negatif POR,
struktur modal diproksikan dengan DER merupakan debt equity ratio yang merupakan
rasio jumlah hutang dengan jumlah ekuitas, peningkatan INS akan mengakibatkan
penurunan agency cost sehingga menurunkan EQR. Sehingga model estimasi dalam
penelitian ini adalah: POR = f (INS) ................. (i) DER = f (INS) ................. (ii) HASIL DAN
PEMBAHASAN Bidang usaha 28 perusahaan sektor manufaktur yang menjadi sampel
adalah (a) cement sebanyak 2 perusahaan (7,14%); (b) metal and allied product sebanyak 2
perusahaan (7,14%); (c) chemical sebanyak 2 perusahaan (7,14%); (d) plastics and
packaging sebanyak 2 perusahaan (7,14%); (e) animal feed sebanyak 2 perusahaan
(3,57%); (f) automotive and components sebanyak 5 perusahaan (17,85%); (g) footwear
sebanyak 1 perusahaan (3,57%); (h) cable sebanyak 2 perusahaan (7,14%); (i) food and
beverages sebanyak 3 perusahaan (10,71%); (j) tobacco sebanyak 2 perusahaan (7,14%);
(k) pharmaceuticals sebanyak 4 perusahaan (14,29%) serta (l) cosmetics and household
sebanyak 2 perusahaan (7,14%). Perusahaan manufaktur mempunyai rerata DER sebesar
77,85%, prosentase kepemilikan saham manajer sebesar 2,83% dan DPR sebesar 41,59%.
Standar deviasi sebagai ukuran dari variabilitas perusahaan menunjukkan bahwa sampel
penelitian mempunyai variabilitas kepemilikan saham manajer relatif tinggi dibandingkan
dengan variabilitas DER dan DPR, seperti pada Tabel 4. Pengujian Hipotesis Hasil pengujian
hipotesis pertama (Tabel 4) menunjukkan penerimaan terhadap hipotesis yaitu terdapat
pengaruh kepemilikan saham manajerial yang signifikan terhadap DER (sig < 5%). Arah
pengaruh kepemilikan saham manajerial menunjukkan indikasi positif signifikan terhadap
DER, yang artinya adalah peningkatan kepemilikan manajerial akan meningkatkan
masalah keagenan yang selanjutnya akan meningkatkan DER. Hasil pengujian hipotesis
kedua yang dilakukan pada Tabel 5 menunjukkan hasil penolakan terhadap hipoteis yang
diajukan dalam penelitian ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh
yang signifikan kepemilikan saham manajerial terhadap DPR (sig > 5%). Pengaruh
Kepemilikan Saham Manajer terhadap DER Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan
saham manajer memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap keputusan utang yang
diproksikan dengan DER. Peningkatan kepemilikan saham manajer akan meningkatkan
penggunaan utang. Hal itu dikarenakan peningkatan kepemilikan saham manajer akan
mendorong manajer berperilaku entrenchment, sehingga pemegang saham akan
menggunakan utang sebagai mekanisme monitoring kreditur terhadap kinerja manajerial
yang kemudian berdampak kepada peningkatan biaya keagenan. Hasil penelitian ini sesuai
dengan Crutchley et al. (1999) yang menyatakan bahwa Jurnal Dinamika Manajemen Vol.
4, No. 2, 2013, 161-179 170 peningkatan kepemilikan saham manajer akan berdampak
agency cost dalam bentuk U (U-shaped), oleh karena itu diperlukan utang untuk
menurunkan agency cost (pada proporsi kepemilikan tertentu-trade off). Jadi, semakin
tinggi kepemilikan saham manajer, maka perusahaan akan menggunakan utang untuk
menurunkan agency cost. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Hasan dan Butt (2009); Arifin (2010) yang menyebutkan terdapat pengaruh
negatif pengaruh kepemilikan saham manajer terhadap utang. Berdasarkan penelitian ini,
secara empiris diketahui bahwa rerata kepemilikan saham Tabel 4. Descriptive Statistics N
Minimum Maximum Mean Std. Deviation DER 112 .00 8.44 .7785 .95659 Manajerial 112 .
00 .28 .0283 .07292 DPR 112 -2.00 3.50 .4159 .49940 Valid N (listwise) 112 Tabel 6:
ANOVAa Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression .173 1 .173 .690 .408b
Residual 27.511 110 .250 Total 27.684 111 a. Dependent Variable: DPR b. Predictors:
(Constant), Manajerial Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of
the Estimate 1 .079a .006 -.003 .50010 a. Predictors: (Constant), Manajerial Tabel 5.
ANOVAa Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 8.859 1 8.859 10.511 .
002b Residual 92.712 110 .843 Total 101.572 111 a. Dependent Variable: DER b. Predictors:
(Constant), Manajerial Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of
the Estimate 1 .295a .087 .079 .91806 a. Predictors: (Constant), Manajerial 171 Arief
Yulianto / Keputusan Struktur Modal dan Kebijakan Dividen sebagai Mekanisme
Mengurangi ... manajerial selama tahun 2008, 2009, 2010, 2011 sangat sedikit yaitu 2,68%;
2,62%; 3,07% serta 2,96% dari keseluruhan saham yang beredar. Hal ini akan berimplikasi
yaitu pertama, pada saat kepemilikan saham manajer sedikit maka manajer cenderung
berperilaku alignment, namun pada saat kepemilikan saham manajer meningkat maka
akan meningkatkan perilaku entrenchment. Hasil penelitian memberikan indikasi bahwa
kepemilikan saham manajer relatif sedikit, sehingga hanya sedikit diperlukan utang
sebagai mekanisme monitoring eksternal dari lender, seperti terlihat pada hasil kontribusi
R Square hanya 8,7%. Kedua, arah penelitian menunjukkan hasil positif signifikan yang
dapat diinterpretasikan bahwa peningkatan proporsi kepemilikan saham manajerial akan
meningkatkan penggunaan utang sebagai mekanisme pengawasan. Terdapat berbagai titik
kritis perubahan perilaku manajer, seperti penelitian Din dan Javid (2011) yang
menjelaskan perubahan perilaku manajer tersebut berada pada titik kritis 25%. Ruan et al.
(2011) menjelaskan titik kritis pada 18%-46%, sedangkan penelitian ini menunjukkan
proporsi kepemilikan yang kurang dari 5%. Pada proporsi kepemilikan saham manajer
tersebut, kontrol dan monitoring terhadap kinerja manajer lemah, karena semakin
meningkatnya power dan voting manajer terhadap sumber daya perusahaan, sehingga
semakin diperlukan mekanisme monitoring eksternal yang lebih besar untuk mengurangi
perilaku oportunistik manajerial ini. Pembahasan hasil penelitian ini sekaligus memberikan
kontribusi terhadap hipotesis yang berkaitan dengan masalah keagenan. Hipotesis under-
investment (Myers, 1977) Paper Myers (1977) tentang “Determinants Of Corporate
Borrowing” menjelaskan salah satu hal mengenai perilaku manajemen dalam penggunaan
utang sebagai upaya untuk melindungi pekerjaan dan kesejahteraannya. Walaupun utang
akan mengakibatkan peningkatan risiko kebangkrutan, namun manajer cenderung untuk
melakukan investasi pada aset berisiko tinggi, sedangkan lender lebih menyukai yang
berisiko rendah. Jika perusahaan melakukan proyek berisiko rendah, maka akan
merupakan jaminan keamanan dan peningkatan kesejahteraaan bagi lender (adanya safe
cashflow), namun tidak meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Berdasarkan
hipotesis ini maka perusahaan cenderung untuk meningkatkan penggunaan utang pada
proyek yang berisiko tinggi, sehingga membutuhkan mekanisme pengawasan yang lebih
intensif dari lender. Adanya monitoring dari lender ini akan mengurangi masalah keagenan
dalam bentuk kesejahteraan manajer lebih besar (adanya kesenjangan) dengan pemegang
saham, sehingg dengan monitoring lender akan mengurangi kesenjangan ini (Hoshi et al.,
1993). Penggunaan utang akan mengurangi perilaku oportunistik manajer dalam
mengeksploitasi kepentingan pemegang saham, sehingga apabila terjadi peningkatan
kepemilikan saham manajer maka akan semakin dibutuhkan monitoring dari kreditur
sebagai antisipasi under-investment problem. Asset-Substitution Problem ( Jensen &
Meckling, 1976) Jensen dan Meckling menjelaskan bahwa perusahaan memindahkan
investasi dari aset yang berisiko rendah pada aset yang berisiko tinggi. Hal ini disebabkan
adanya tuntutan pembayaran utang kepada lender sementara ketersediaan uang
perusahaan untuk membayar utang terbatas, sehingga perusahaan beralih ke proyek
berisiko tinggi dengan harapan memperoleh return yang tinggi pula guna membayar utang
perusahaan. Selain itu pengalihan investasi pada aset yang berisiko tinggi tersebut sebagai
upaya meingkatkan kesejahteraan pemegang saham selain debt-holders. Berger dan Udell
(2002) menjelaskan dengan adanya monitoring dari lender maka akan mengurangi
perilaku manajer yang mengalihkan investasi perusahaan. Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka masalah keagenan pada perusahaan manufaktur terjadi karena
kepemilikan saham manajer meningkat sehingga membutuhkan peningkatan Jurnal
Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 2, 2013, 161-179 172 utang sebagai mekanisme
monitoring dari lender untuk menguranginya. Lender perlu meningkatkan monitoring
terhadap manajer, karena peningkatan kepemilikan saham manajer akan meningkatkan
power manajer dan akan meningkatkan perilaku oportunistik seperti underinvestment dan
asset-substitution problem. Hasil penelitian memperkaya pemikiran Jensen dan Meckling
(1976) yaitu (a) apabila terjadi peningkatan kepemilikan saham manajer, maka manajer
tidak akan memanipulasi proyek karena akan berdampak kepada dirinya sendiri (zero
agency-cost). Pada keadaan non zero agency-cost, biaya timbul karena pemisahan
kepemilikan dan kontrol, sedangkan jika tidak terdapat pemisahan keduanya, maka akan
terjadi zero agency-cost. Namun, hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa, jika terjadi
peningkatan proporsi kepemilikan saham manajer pada perusahaan manfaktur, maka
manajer akan berperilaku entrenchment dengan menghambur-hamburkan sumber daya
perusahaan demi kepentingannya serta mengeksploitasi kepentingan stakeholders lainnya
seperti lender, pemegang saham minoritas, principals. (b) Peningkatan utang akan
mengurangi outside equity bagi kebutuhan pendanaan perusahaan, ketika outside equity
berkurang maka akan mengurangi masalah keagenan antara manajemen dan pemegang
saham (Jensen & Meckling, 1976), seperti pada Gambar 4. Gambar 4 mendeskripsikan
bahwa penggunaan sumber pendanaan eksternal menimbulkan berbagai konsekuensi
seperti peningkatan masalah keagenan. Saat kebutuhan pendanaan outside equity (Aso(E)
pada titik 0, maka biaya keagenan yang ditimbullkan karena masalah keagenan berada
pada titik optimal, sedangkan pada penggunaan utang Ab(E) pada titik 0 maka masalah
keagenan juga berada pada titik optimal. Apabila terjadi peningkatan outside equity
(penurunan debt) dan penurunan outside equity (peningkatan debt) akan mengakibatkan
peningkatan (penurunan) masalah keagenan. Hal ini dapat diinterpetasikan, bahwa
outside equity dan debt dapat mengurangi masalah keagenan dengan saling
menggantikan, yaitu apabila perusahaan menggunakan dana berasal dari utang (outside
equity), maka akan mengurangi outside equity (utang) sehingga mengurangi masalah
keagenan. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi agency theory berdasarkan
pandangan selain free cashflow problem, bahwa masalah keagenan dapat dikurangi
dengan penggunaan utang sebagai mekanisme monitoring dari lender. Hal ini
mengindikasikan, bahwa lender di Indonesia mampu melakukan monitoring yang efektif
terhadap perilaku manajemen. Adanya peningkatan kepemilikan saham manajer akan
mendorong manajer berperilaku entrenchment, sehingga diperlukan monitoring yang
efektif dari lender. Bentuk perilaku manajemen Gambar 4. Agency Costs Depending on
Funding Sources (Jensen & Meckling, 1976) 173 Arief Yulianto / Keputusan Struktur Modal
dan Kebijakan Dividen sebagai Mekanisme Mengurangi ... yang entrenchment misalnya
pemanfaatan dana perusahaan demi kepentingan manajer. Penelitian ini sesuai dengan
prediksi, bahwa kepemilikan manajerial akan berpengaruh kepada peningkatan
penggunaan utang dalam struktur modal sebagai upaya untuk menurunkan agency cost
(Crutchely et al., 1999). Selain itu, penelitian ini berimplikasi bahwa peningkatan
kepemilikan saham manajerial mempengaruhi utang sebagai peningkatan mekanisme
monitoring dan pengawasan, namun selanjutnya akan berpotensi menimbulkan masalah
keagenan yang lain seperti equityholders-stakeholders (masalah keagenan iii) dan agents-
principals (masalah keagenan i). Hasil penelitian mengindikasikan bahwa perusahaan
manufaktur yang tercatat di BEI tahun 2008-2011 meningkatkan penggunaan DER sebagai
mekanisme monitoring eksternal (lender) terhadap masalah keagenan yang disebabkan
karena peningkatan kepemilikan saham manajerial. Peningkatan kepemilikan saham
manajer dalam perusahaan akan memicu timbulnya perilaku yaitu pertama, manajemen
untuk mengalokasikan investasi perusahaan dalam proyek yang berisiko tinggi (over-
investment) sebagai upaya untuk memperoleh margin dari sisa keuntungan perusahaan
setelah membayar bunga kepada kreditur. Sehingga lender akan meningkatkan monitoring
kepada manajemen untuk mengurangi dan menghilangkan perilaku oportunistik dalam
penggunaan free cashflow. Hipotesis ini sesuai dengan pemikiran Myers (1977) dan Hoshi
et al. (1993). Kedua, manajemen akan memindahkan risiko dari under-investment yang
kurang memberikan manfaat kepadanya walaupun memberikan manfaat kepada lender,
kepada risiko over investment. Pada praktiknya, pemindahan ini akan diharapkan mampu
memberikan margin bagi peningkatan kesejahteraan manajer setelah pembayaran kredit
kepada kreditur, walaupun tetap mempunyai konsekuensi peningkatan risiko bagi lender.
Hasil penelitian ini sesuai dengan konsep pemikiran Jensen dan Meckling (1976); Berger
dan Udell (2002) tentang risiko dari under-investment. Pengaruh Kepemilikan Saham
Manajer terhadap Kebijakan Dividen Hasil penelitian menunjukkan penolakan terhadap
hipotesis kedua, sehingga DPR mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap
masalah keagenan yang disebabkan karena proporsi kepemilikan saham manajerial. Salah
satu bentuk alternatif kebutuhan pendanaan adalah melalui penerbitan saham dan
berdampak kepada pembayaran dividen. Kebijakan dividen merupakan keputusan
mengenai seberapa banyak laba yang akan dibayarkan kepada pemegang saham dan
seberapa banyak yang dipergunakan untuk investasi perusahaan. Keputusan tentang
seberapa besar bagian dari keuntungan perusahaan yang akan disiapkan sebagai dividen
tentunya akan dipengaruhi oleh sifat oportunistik manajer atau cerminan tidak
tercapainya kontrak yang optimal (agency conflict). Manajer sebagai agen mempunyai
kepentingan yang bertujuan memaksimalkan utilitasnya sehingga potensi berpeluang
untuk berperilaku oportunis dengan menggunakan free cash flow demi kepentingan
pribadi, peningkatan perqusities cash untuk kepentingannya. Hal ini dapat dijelaskan,
bahwa ada perbedaan persepsi antara agents dan principals. Principals lebih peduli pada
risiko sistematik yang dapat diminimalkan dengan melakukan investasi pada portofolio
yang terdiversifikasi dengan baik, sedangkan manajer lebih peduli pada risiko keseluruhan
yang dihadapi perusahaan. Manajer perusahaan manufaktur di Indonesia mempunyai
tujuan sendiri yang kadang bertentangan dengan pemegang saham, seperti manajer lebih
menyukai dividen kecil karena akan lebih meningkatkan investasi sebagai portofolio
investasi keseluruhan perusahaan. Argumentasi yang dapat menjelaskan hal ini yaitu
pertama, proporsi kepemilikan saham manajer selama tahun 2008-2011 yang kecil
mendorong manajer melakukan entrenchment, akibatnya DPR tidak efisien dipergunakan
sebagai mekanisme bonding (kontribusi R square hanya 0,6%); kedua, pengaruh positif
kepemilikan saham manajerial terhadap DPR dapat diinterpretasikan bahwa peningkatan
kepemili- Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 2, 2013, 161-179 174 kan saham
manajerial akan meningkatkan DPR sebagai upaya mengurangi peningkatan agency cost.
Hasil penelitian penolakan terhadap hipotesis penelitian. Indikasi ini menunjukkan bahwa
manajer perusahaan manufaktur berperilaku oportunistik namun mekanisme untuk
mengurangi perilaku tersebut tidak dapat dilakukan dengan strategi pengurangan
pendapatan discretioner melalui dividen. Berdasarkan pada hipotesis sebelumnya bahwa
pengurangan perilaku manajer yang oportunistik hanya dapat dilakukan dengan metode
“hard” berupa monitoring sedangkan metode “soft” melalui bonding terbukti tidak dapat
dilakukan. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Manos (2002) dan Mehrani et al.
(2011), namun tidak sesuai dengan Crutchley et al. (1999); Wen dan Jia (2009). Perbedaan
hasil penelitian ini dengan yang dilakukan Wen dan Jia (2009) disebabkan karena alasan
yaitu pertama, dilakukan pada sektor perbankan sedangkan penelitian ini dilakukan pada
sektor manufaktur. Adanya peraturan pebankan dari Philadelphia Federal Reserve Bank
yang mensyaratkan pembatasan perusahaan perbankan dalam membagikan dividen
kepada pemegang saham, mendorong perusahaan perbankan untuk lebih sehat. Hal ini
dikarenakan perusahaan perbankan merupakan sektor strategis, sehingga apabila
mempunyai pendapatan yang rendah, maka tidak diperbolehkan untuk membayarkan
dividen yang melebihi net earning. Perusahaan bisa berinisiatif dalam mengurangi masalah
keagenan tersebut dengan menggunakan mekanisme lainnya seperti peningkatan
kepemilikan saham manajerial dan institusional (sebagai pengganti kreditur dalam
melakukan monitoring); kedua, adanya fungsi kepemilikan saham institusional sebagai
substitusi masalah keagenan selain menggunakan kepemilikan saham manajer dan
kebijakan dividen, sehingga terdapat pengaruh negatif diantara fungsi tersebut. Berbagai
penelitian yang tidak mendukung hasil penelitian ini, diantaranya pertama, Cructhely et al.
(1999) menjelaskan bahwa pada saat kepemilikan saham manajer meningkat, maka
manajer akan entrenchment sehingga mengurangi agency cost yang disebabkan karena
peningkatan pembayaran dividen sebagai mekanisme mengurangi masalah keagenan.
Kedua, Easterbrook (1984) menjelaskan bahwa kebijakan dividen merupakan salah satu
mekanisme yang dapat menyelesaikan masalah keagenan antara manajer dan pemegang
saham. Pembayaran dividen menyebabkan arus kas bebas perusahaan dalam kendali
manajer berkurang, sehingga tidak ada kesempatan baginya untuk melakukan tindakan
pemborosan melalui pengeluaran yang tidak bermanfaat bagi peningkatan nilai
perusahaan. Ketiga, Stouraitis dan Wu (2004) menemukan bahwa kebijakan dividen dapat
dipergunakan sebagai mekanisme untuk mengatur under-investment problem.
Pembayaran dividen dari free cash flow maka kesempatan manajer untuk mengalokasikan
pada proyek yang berisiko berkurang. Hasil penelitian yang mendukung tidak adanya
pengaruh kepemilikan saham manajer terhadap kebijakan dividen memberikan indikasi
bahwa kepemilikan saham manajer mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap
kebijakan dividen, seperti hasil penelitian Han et al. (1999) di CRSP/NYSE/AMEX; Mehrani
(2011) di Tehran Stock Exchange tahun 2000-2007; Al-Ajmi dan Abo Hussain (2011) di
Saudi Securities Market tahun 1990 dan 2006; Zuraidah et al. (2012) di Bursa Malaysia; dan
Al-Gharaibeh et al. (2013) di Amman Stok Exchange. Dari berbagai hasil penelitian
tersebut, maka penolakan terhadap hipotesis yang telah diajukan penelitian ini dapat
disebabkan karena: Hipotesis agency cost of free cashflow ( Jensen, 1986) Reaksi pasar
pada saat pengumuman stock repurchase berhubungan dengan ketersediaan excess
cashflow yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat dipergunakan untuk membiayai semua
proyek perusahaan dengan net present value positif. Kelebihan cashflow ini akan me- 175
Arief Yulianto / Keputusan Struktur Modal dan Kebijakan Dividen sebagai Mekanisme
Mengurangi ... nimbulkan konflik kepentingan antara manajemen dengan pemegang
saham. Principals lebih memilih free cashflow perusahaan dibagikan dalam special
dividend atau dalam stock repurchase, tetapi manajemen mempunyai dorongan untuk
menggunakan pendapatan perusahaan. Selanjutnya Jensen (1986) menyebut sebagai
“control hypotesis”. Terdapat berbagai alasan manajemen tidak membagaikan free
cashflow kepada pemegang saham yaitu (a) adanya cadangan kas (tidak dibagikan melalui
dividen), maka manajer tidak memerlukan dana yang berasal dari luar perusahaan, yang
berarti manajemen “independen” terhadap pasar modal, sehingga mereka dapat
menghindari pengawasan dari luar perusahaan (b) memperbesar ukuran perusahaan
dengan cara menahan kas dan tidak membagikan melalui dividen namun lebih bertujuan
untuk meningkatkan kompensasi manajer (c) manajer mempunyai tingkat sosial yang lebih
tinggi dengan memimpin perusahaan berukuran besar dibandingkan dengan perusahaan
kecil. Hasil penelitian ini memberikan indikasi, bahwa proporsi kepemilikan saham
manajer yang relatif sedikit menunjukkan dominasi pengambilan keputusan manajemen,
yang disebabkan manajemen lebih mengerti informasi mengenai perusahaan
dibandingkan pemegang saham. Hal ini mengakibatkan manajemen mempunyai kontrol
penuh terhadap free cash flow perusahaan dan cenderung tidak membagikan kepada
pemegang saham (dividen) maupun stock repurchase. Manajer perusahaan manufaktur di
Indonesia cenderung tidak melakukan bonding dengan mekanisme pengurangan
pendapatan discretionary atas laba ditahan melalui dividen. Terlihat bahwa rerata DPR
sebesar 41,59% sehingga manajer masih mempunyai kontrol yang lebih besar atas frer
cash flow sebesar 58,41% dan dapat dipergunakan sesuai dengan kepentingannya. Hal ini
dapat disebabkan alasan (a) DPR yang kurang besar sehingga manajer masih mempunyai
“sisa” free cash flow yang relatif besar dan dapat dipergunakan untuk kepentingannya
(meningkatkan ukuran perusahaan dan gengsi sosial manajer); (b) proporsi kepemilikan
saham manajer relatif sedikit, namun mempunyai power yang besar dalam pengambilan
keputusan perusahaan sehingga manajer tidak membagikan dalam kebijakan dividen.
Penelitian yang mendukung seperti Mehrani (2011). Incompleting Contract ( Jensen &
Meckling, 1976) Jensen dan Meckling (1976), menyebutkan hubungan keagenan dalam
perusahaan (agents-principals) tertuang dalam kontrak (nexus contract). Apabila terdapat
kejelasan kontrak antara agents dan principals atas aset dan cashflow perusahaan maka
tidak akan terjadi masalah keagenan. Namun, sangat tidak mungkin membuat kontrak
yang kredibel antara agents dan principals, karena adanya perbedaan kepentingan dan
setiap pihak berusaha untuk memaksimalkan utility-nya. Hasil penelitian ini
mengindikasikan adanya incomplete contract, sehingga agents yang lebih mengetahui
perusahaan akan berperilaku oportunistik dan tidak melakukan bonding, namun lebih
cenderung untuk menggunakan dana perusahaan demi kepentingannya. Manajer akan
membuat incomplete contract terutama pada negara dengan perlindungan investor lemah
(La Porta et al., 1998). Hal tersebut merupakan fenomena umum di negara berkembang
yang mempunyai perlindungan terhadap investor minoritas lemah sehingga kepentingan
investor minoritas seringkali diabaikan. Sehingga dividen bukan merupakan mekanisme
mengurangi masalah keagenan namun sebagai substisusi shareholders (membangun
reputasi). Hal ini mengindikasikan kepentingan investor minoritas seringkali diabaikan dan
kepemilikan saham manajerial yang relatif kecil tidak mempunyai pengaruh signifikan
terhadap kebijakan dividen. Selain itu monitoring yang dilakukan dividen (non-dividen)
tidak efektif untuk mengurangi masalah keagenan namun lebih efektif dipergunakan
untuk pertumbuhan perusahaan (return on equity), atau dengan kata lain dividen efektif
sebagai Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 2, 2013, 161-179 176 sinyal prospek
perusahaan dibandingkan dengan mengurangi masalah keagenan. Penelitian yang
mendukung seperti Hail et al. (2013). Lebih jauh juga dijelaskan masalah keagenan tidak
dapat diselesaikan dengan kontrak antara agent-principals (nexus contract-Jensen &
Meckling, 1976) tentang pemanfaatan free cash flow. Kontrak antara agents dan pirncipals
tidak jelas dalam perusahaan di Indonesia sehingga mengakibatkan manajer dapat
berperilaku sesuai kepenetingannya dengan mengabaikan kepentingan pemegang saham
lainnya. Temuan dalam penelitian ini yang mengungkapkan tidak terdapat pengaruh
kepemilikan saham manajer terhadap kebijakan dividen dapat diringkas dalam Tabel 7:
Secara umum pengaruh kepemilikan saham manajer terhadap hutang dan kebijakan
dividen dapat diuraikan, bahwa pada saat rerata kepemilikan saham manajerial selama
tahun 2008, 2009, 2010, 2011, yaitu 2,68%; 2,62%; 3,07% serta 2,96% yang relatif kecil
mengakibatkan permasalahan keagenan yang ditimbulkan juga relatif sedikit. Namun,
pada saat kepemilikan saham manajer meningkat maka akan meningkatkan perilaku
oportunistiknya dalam memanfaatkan sumber daya perusahaan demi kepentingannya.
Perusahaan cenderung untuk menggunakan utang sebagai mekanisme monitoring kreditur
terhadap manajer dibandingkan mekansime bonding dari manajer. Hasil penelitian ini
tidak konsisten dengan penelitian Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa
masalah keagenan dapat dikurangi dengan aktivitas monitoring dari external (kreditur)
dan mekanisme bonding. Hubungan keagenan agents-principals berpotensi menimbulkan
masalah keagenan sehingga mempergunakan mekanisme eksternal dengan tujuan
bonding melalui dividen dan monitoring dari lender, untuk menguranginya, namun hanya
monitoring dari lender yang efektif untuk mengurangi masalah keagenan, sedangkan
bonding dengan descretional tidak merupakan cara yang efektif untuk mengurangi
masalah keagenan, yang dapat dilihat pada Gambar 5 Gambar 5 menunjukkan bahwa
kepemilikan saham manajer merupakan issue dalam teori keagenan, yang akan
menimbulkan potensi perbedaan kepentingan dengan pemegang saham lainnya. Manajer
merupakan pihak yang diberi wewenang oleh pemegang saham untuk menjalankan
perusahaan, sehingga manajer lebih mengetahui keadaan perusahaan sebenarnya
dibandingkan dengan pemegang saham. Peningkatan kepemilikan saham manajerial akan
menTabel 7. Penelitian Terdahulu Kepemilikan Manajerial Tidak Mempunyai Pengaruh
terhadap Kebijakan Dividen No Temuan Penelitian Peneliti 1 Manajer tidak melakukan
bonding karena fenomena di Indonesia manajer mempunyai kontrol yang kuat terhadap
free cashflow sehingga mempunyai “kesempatan” untuk menggunakannya demi
kepentingannya bukan kepentingan peningkatan kesejahteraan pemegang saham
(dividen). Sehingga kepemilikan manajer tidak mempengaruhi kebijakan dividen Jensen
(1986); Mehrani (2009) 2 Manajer tidak melakukan bonding karena adanya incomplete
contract antara agents-principals mengenai aset dan free cashflow perusahaan serta
adanya perlindungan investor yang lemah. Maka hal tersebut mengakibatkan manajer
akan berperilaku oportunistik dengan bebas menggunakan free cashflow demi
kepentingannya. Jensen dan Meckling (1976); La Porta et al., (1998); Hail et al. (2013)
Sumber: Ringkasan Penelitian Terdahulu (2013) 177 Arief Yulianto / Keputusan Struktur
Modal dan Kebijakan Dividen sebagai Mekanisme Mengurangi ... gakibatkan manajer
berperilaku entrenchment sehingga mengakibatkan masalah keagenan, oleh karena itu
diperlukan mekanisme monitoring dan bonding untuk menguranginya. Hasil penelitian ini
mengindikasikan, bahwa peningkatan kepemilikan saham manajer akan semakin
membutuhkan monitoring eksternal (berpengaruh positif) melalui lender karena alasan,
(a) manajer akan berperilaku over-investment (mengalokasikan pada proyek dengan risiko
tinggi dengan harapan memperoleh return yang tinggi sehingga terdapat sisa free cash
flow setelah membayar utang) karena hal tersebut akan meningkatkan kesejahteraannya;
(b) manajer akan mengalihkan proyek yang beresiko rendah-low return ke proyek yang
beresiko tinggi-high return sehingga meningkatkan kesejahteraannya. Disisi lain, kebijakan
dividen sebagai mekanisme bonding tidak dipengaruhi kepemilikan manajer karena
proporsi DPR yang relatif rendah sehingga manajer masih mempunyai kontrol yang kuat
terhadap free cashflow. Incomplete contract antara manajer dan pemegang saham tidak
ada kejelasan mengenai aset dan frer cash flow perusahaan. Perusahaan yang berada pada
perlindungan hukum yang lemah terhadap investor (Indonesia) akan mendukung hipotesis
ini, dimana manajer akan leluasa untuk tidak melakukan kepentingan pemegang saham.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan dalam penelitian ini, diantaranya (a) terdapat pengaruh
positif yang signifikan kepemilikan saham manajer terhadap keputusan utang. (b) Tidak
terdapat pengaruh kepemilikan saham manajer terhadap kebijakan dividen. (c) Monitoring
kreditur lebih mampu mendisiplinkan perilaku manajer yang oportunistik dibandingkan
dengan investor pasar modal. Saran dalam penelitian ini, diantaranya (a)
mempertimbangkan rasio utang terhadap ekuitas karena walaupun utang dapat
dipergunakan sebagai mekanisme pengawasan lender namun, penggunaan utang yang
berlebihan akan semakin meningkatkan risiko kebangkrutan. (b) Mengurangi penerbitan
saham sebagai mekanisme mengurangi discretioner, tidak mampu mengurangi perilaku
manajerial yang oportunistik, sehingga disarankan untuk memprioritaskan penggunaan
utang. Keterbataasan penelitian ini adalah mengasumsikan perilaku manajer dalam
perusahaan manufaktur adalah sama karena ketidaktesediaan data mengenai perilaku
setiap manajer dalam setiap perusahaan manufaktur. Agenda penelitian yang akan datang
diharapkan pengembangan sampel penelitian pada unit pengaGambar 5. Temuan
Penelitian Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 2, 2013, 161-179 178 matan yang lebih
besar, baik pada series waktu yang lebih panjang maupun jumlah perusahaan yang lebih
banyak.

Jurnal 2

Usaha pengerahan modal untuk maksud tersebut dapat dibedakan dalam pengerahan
modal dalam negeri yakni bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak- hak
dan benda- Analisis Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam JURNAL
PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN. 2502-6976
148 benda baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang
berdomisili di Indonesia untuk diabdikan kepada pembangunan ekonomi nasional telah
ditetapkan dalam Undang- undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN). Sedangkan dalam rangka pemanfaatan moda luar negeri untuk
diabdikan pada pembangunan ekonomi nasional telah ditetapkan dalam Undang- undang
Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Kecenderungan
peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi oleh kalangan masyarakat atau
sektor swasta baik PMDN atau PMA, namun juga penanaman modal oleh pemerintah.
Sementara itu prioritas penanaman modal yang berasal dari luar negeri diberikan pada
pembiayaan yang berbentuk investasi asing langsung atau PMA. Selain faktor-faktor di
atas juga faktor lain yang sangat mempengaruhi kegiatan investasi yang berasal dari dalam
negeri dari kegiatan investasi yaitu suku bunga. Suku bunga yang terlalu tinggi akan
mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga
kesempatankesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Suku bunga yang
tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Disamping
itu suku bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari
suatu investasi akan meningkat. Rendahnya suku bunga, akan meningkatkan investor
karena kredit yang di berikan bank masih menguntungkan untuk melakukan investasi.
Ketika suku bunga rendah, investasi akan meningkat. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi permintaan investasi di Indonesia yang akan diteliti dalam penelitian ini
adalah : Pendapatan Nasional, suku bunga dalam negeri untuk kredit investasi PMDN dan
PMA, dan tentu saja permintaan investasi juga di pengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar
penelitian ini. maka Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suku bunga dalam negeri terhadap permintaan investasi di Indonesia dan untuk
mengetahui pengaruh pendapatan nasional terhadap permintaan investasi di Indonesia.
Investasi Penanaman modal atau lebih sering disebut investasi mempunyai banyak
pengertian yang berbeda diantara para pakar ekonomi. Nanga (2005) mengemukakan
bahwa investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup
pengeluaran untuk membeli bahan baku, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua
peralatan modal lain yang diperlukan Analisis Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman
Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September
2016 ISSN. 2502-6976 149 dalam proses produksi. Pengeluaran untuk keperluan bangunan
kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan konstruksi lainnya. Perubahan nilai
stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga. Secara
singkat, investasi (investment dapat didefinisikan sebagai tambahan bersih terhadap stok
kapital yang ada (net addition to existing capital stock). Istilah lain dari investasi adalah
pemupukan modal (capital formation) atau akumulasi modal (capital accumulation)
(Nanga, 2005). Investasi tidak berarti pembelian saham, obligasi, atau asset keuangan
lainnya. Investasi terdiri dari belanja untuk (1) pabrik dan peralatan baru, (2) rumah baru,
dan (3) kenaikan persediaan netto. Investasi usaha mencakup pembelian barang kapital
saat ini atas ekspektasi adanya penerimaan di masa mendatang (McEachern, 2000). Ada
tiga bentuk pengeluaran investasi, yakni (1) investasi tetap bisnis (business fixed
investment) mencakup peralatan dan struktur yang perusahaan beli untuk proses
produksi. (2) investasi residensial (residential investment) mencakup perumahan baru
yang orang beli untuk ditinggali dan yang dibeli tanah untuk disewakan. (3) investasi
persediaan (inventory investment) mencakup barang-barang yang perusahaan tempatkan
digudang termasuk bahan-bahan dan perlengkapan, barang setengah jadi dan barang jadi
(Mankiw, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi antara lain : (Sukirno, 2004).
1. Suku bunga Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberikan
keuntungan kepada para pemilik modal (investor). 2. Tingkat keuntungan investasi yang
diramalkan. Ramalan mengenai keuntungan dimasa depan akan memberikan gambaran
pada investor mengenai jenis usaha yang prospektif dan dapat dilaksanakan dimasa depan
dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memenuhi tambahan barang-barang
modal yang diperlukan. 3. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya
Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan masyarakat akan
meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total aggregat demand meningkat yang
pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya investasi lain (induced invesment). Analisis
Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI
DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN. 2502-6976 150 4. Keuntungan
yang diperoleh oleh perusahaan Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan,
maka akan mendorong para investor untuk menyediakan sebahagian dari keuntungan
yang diperoleh untuk investasi-investasi baru. 5. Situasi politik Kestabilan politik suatu
negara akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi investor terutama para investor asing,
untuk menanamkan modalnya. Mengingat bahwa investasi memerlukan jangka waktu
yang relatif lama untuk memperoleh kembali modal yang ditanam dan memperoleh
keuntungan sehingga stabilitas politik jangka panjang akan sangat diharapkan oleh para
investor. 6. Kemajuan teknologi Dengan adanya temuan-temuan teknologi baru (inovasi),
maka akan semakin banyak kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh investor,
sehingga semakin tinggi tingkat investasi yang akan dicapai. 7. Kemudahan-kemudahan
yang diberikan pemerintah Tersedianya berbagai sarana dan prasarana awal, seperti jalan
raya, listrik dan sistem komunikasi akan mendorong para investor untuk menanamkan
modalnya di suatu daerah. Teori Investasi dari Keynes Dalam bukunya bukunya The
General Theory of Employment, Interest and Money 1936, John Maynard Keynes
mendasar teori tentang permintaan investasi atau konsep efisensi marjinal kapital
(marginal efficiency of capital atau MEC). Sebagai suatu defenisi kerja, MEC dapat
didefenisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang diharapkan (expected net rate of
return) atas pengeluaran kapital tambahan. Tepatnya, MEC adalah tingkat diskonto yang
menyamakan aliran perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya
sekarang dari kapital tambahan. Penelitian Sebelumnya Kerr and Peter (2001), dimana
studinya mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi arus modal asing (FDI) masuk ke
China pada periode 1980-1998 dengan pendekatan error correction models (ECM).
Variabel yang diteliti dalam studi ini adalah tingkat upah, nilai tukar, tingkat suku bunga,
pajak yang dikenakan dan tingkat keterbukaan ekonominya (ekspor-impor) sebagai faktor
yang mempengaruhi perkembangan FDI di China. Hasil studi menunjukkan Analisis Faktor-
Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM
Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN. 2502-6976 151 hampir semua variabel yang
diteliti memiliki tanda yangsesuai dengan teori ekonomi (hipotesis) dan memberikan
pengaruh yang signifikan kecuali tingkat suku bunga. Sarwedi (2002) dalam studinya
tentang investasi asing langsung di Indonesia dan faktor yang mempengaruhinya
menemukan bahwa variabel ekonomi (GFP, Growth, Wage dam Ekspor) mempunyai
hubungan positif dengan FDI, sedangkan variabel non ekonomi yaitu stabilitas politik (SP)
mempunyai hubungan negatif. Sementara hasil studi Erdal and Tatoglu (2002)
menunjukkan bahwa variabel besarnya pangsa pasar, keterbukaan ekonomi untuk barang-
barang dari luar negeri, infrastruktur yang memadai, dan pasar dalam negeri yang menarik
memiliki dampak yang positif terhadap perkembangan arus modal asing (FDI) di Turkey.
Sedangkan variabel nilai tukar yang tidak stabil memberikan pengaruh yang negatif
terhadap perkembangan DFI selama kurun waktu yang diteliti yakni 1980-1998. Sedangkan
dampak dari tidak stabilnya ekonomi adalah negatif dan tidak signifikan terhadap
perkembangan FDI di Turkey selama kurun waktu yang diteliti. Kerangka Konseptual
Penelitian Gambar 1. Kerangka konseptual pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan investasi di Indonesia Keterangan : IR : Tingkat Suku Bunga Dalam Negeri NI :
Pendapatan Nasional INV : Permintaan Investasi Analisis Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis,
Salman Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2,
September 2016 ISSN. 2502-6976 152 METODE PENELITIAN Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS)
dengan model semi-log, khususnya dengan model lin-log. Hal ini dimungkinkan untuk
melihat seberapa besar pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
investasi di Indonesia selama kurun waktu 2007 – 2016. Dan sebagai alat analisis yang
digunakan untuk mengolah data tersebut adalah dengan bantuan Program Eviews 4.1
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dapat
membuktikan adanya pengaruh antara variabel bebas (Independent Variable) terhadap
variabel terikat (Dependent Variable), sebagai determinan terhadap permintaan investasi
di Indonesia dan sekaligus untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan, maka dibentuk
model matematisnya sebagai berikut : INV = f (IR ; NI) …….. (3) Dari fungsi matematis
tersebut dibentuk dalam model ekonometrika yakni sebagai berikut : INV = β0 + β1 IR + β2
NI + µ …… (4) Dari model ekonometrika tersebut kemudian dispesikasikan ke dalam model
semi-log, kemudian dibuat ke dalam bentuk lin-log, sebagai berikut INV = β0 + β1 IR + β2
Ln NI+ µ… (5) Dimana : INV : Permintaan investasi (Rupiah) IR : Suku bunga dalam negeri
(Persen) NI : Pendapatan Nasional (Rupiah) Ln : Logaritma Natural µ : Disturbance term
β0 : Konstanta β1,β2 : Koefisien Regresi Analisis Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman
Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September
2016 ISSN. 2502-6976 153 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Investasi di Indonesia
Kebijaksanaan tentang penanaman modal (invesment), ditetapkan oleh pemerintah
melalui UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU No. 6 tahun
1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Kemudian di sempurnakanlah
dengan berlakunya masing-masing UU No. 11 dan No. 12 tahun 1970. Proyek-proyek PMA
dan PMDN adalah proyek-proyek yang disetujui pemerintah. Proyekproyek PMDN
merupakan penjumlahan proyek-proyek baru ditambah dengan proyek PMA yang beralih
status menjadi PMDN, dikurangi proyek PMDN yang dicabut izin usahanya. Proyek-proyek
PMA merupakan penjumlahan proyek-proyek baru dikurangi proyek PMA yang beralih
status menjadi PMDN dan proyek PMA yang dicabut izin usahanya. Proyekproyek PMDN
dan PMA yang telah disetujui pemerintah dapat dilihat menurut sektor ekonomi dan
menurut sektor lokasi. Proyek-proyek PMDN dan PMA menurut sektor ekonomi meliputi :
1. Pertanian, perburuan, kehutanan dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3.
Perindustrian 4. Listrik, Gas dan Air 5. Konstruksi 6. Perdagangan besar dan eceran 7.
Transpor, perdagangan dan perhubungan 8. Lembaga keuangan, perasuransian, real estate
dan jasa perusahaan 9. Jasa masyarakat, sosial dan perorangan Proyek-proyek PMDN dan
PMA yang telah disetujui pemerintah menurut sektor ekonomi yang paling besar
menyerap investasi adalah sektor perindustrian (manufactory) ; sektor perdagangan besar
dan eceran, restoran dan hotel, sektor transpor, perdagangan dan perhubungan,
kemudian di susul oleh sektor lainnya. Analisis Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman
Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September
2016 ISSN. 2502-6976 154 Proyek-proyek PMDN dan PMA menurut sektor lokasi meliputi :
1. Pulau Jawa 2. Pulau Sumatera 3. Pulau Kalimantan 4. Pulau Sulawesi 5. Pulau Bali dan
Nusatenggara 6. Pulau Maluku dan Papua Proyek-proyek penanaman modal luar negeri
yang telah disetujui pemerintah menurut negara asal meliputi: 1. Amerika 2. Eropa 3. Asia
4. Australia 5. Afrika 6. Negara lainnya Investasi dalam penelitian ini merupakan
keseluruhan investasi domestik bruto, meliputi baik investasi swasta (PMDN dan PMA)
yang di peroleh dari Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut
pengeluaran (Type of expenditure). Pembentukan modal tetap domestik bruto (Gross
Domestic Fixed Capital Formation) adalah bagian dari Produk Domestik Bruto (Gross
Domestic Product). Pembentukan modal tetap domestik bruto didefenisikan sebagai
pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal yang selaras dari dalam
negeri (domestic) dan modal baru ataupun bekas dari luar negeri. Barang modal adalah
peralatan yang di gunakan untuk berproduksi dan biasanya umur pakai satu tahun atau
lebih. (BPS, 2006). Pembentukan modal tetap domestik bruto dapat dibedakan atas : a.
Pembentukan modal dalam bentuk bangunan / konstruksi b. Pembentukan modal dalam
bentuk mesin- mesin dan alat-alat perlengkapan. c. Pembentukan modal dalam bentuk
alat angkutan, dan d. Pembentukan modal untuk barang modal lainnya. Analisis Faktor-
Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM
Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN. 2502-6976 155 Data pembentukan modal tetap
domestik bruto (I) dalam konteks identitas pendapatan nasional {Y = C + I + G + (X - M)}.
Indonesia dihitung dan disajikan oleh Biro pusat statistik (BPS) secara kuartal dan tahunan.
Pembentukan modal domestik bruto (I) yang dilakukan baik pihak swasta (PMDN dan
PMA) maupun Pemerintah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang ekspansif. Bila
dilihat perkembangan modal domestik Bruto di tahun 1993 sampai dengan 2000
pertumbuhan investasi masih rendah, tetapi setelah krisis moneter berakhir modal
domestik Bruto mulai meningkat, khususnya di tahun 2001, sampai di tahun 2016.
Perkembangan Pendapatan Nasional Istilah pendapatan nasional dapat berarti sempit dan
berarti luas. Dalam arti sempit, “Pendapatan Nasional” adalah terjemahan langsung dari
National Income. Sedangkan dalam arti luas, “Pendapatan Nasional” dapat menunjuk ke
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) ; atau Gross National
Product (GNP) ; Produk Nasional Neto (PNN) atau Net National Product (NNP); atau
merujuk ke Pendapatan Nasional (PN) alias National Income (NI). Keempat konsep
“Pendapatan Nasional” ini (PDB, PNB, PNN dan PN) berbeda satu sama lain. Teori makro
ekonomi menjelaskan dengan rinci, pengertian dari masing-masing konsep ini sehingga
tampak jelas perbedaannya. Dalam penelitian ini, istilah “Pendapatan Nasional”
digunakan dalam arti sempit, sehingga hanya merujuk ke konsep National Income (NI). Di
Indonesia, data mengenai pendapatan nasional dikumpulkan dan dihitung serta disajikan
oleh Biro Pusat Statistik. Penghitungan Pendapatan Nasional Indonesia dinilai dengan
Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga
konstan. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang di hasilkan oleh seluruh
unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa dihitung menggunakan harga berlaku pada
setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang
dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga berlaku pada tahun tertentu sebagai
dasar. Analisis Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF
EKONOMI DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN. 2502-6976 156 Pada
harga berlaku perkembangan pendapatan nasional mulai meningkat secara tajam di mulai
tahun 2008 sampai dengan tahun 2016. Pendapatan nasional dan total investasi di
Indonesia secara teori menunjukkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi. Pada
satu sisi, untuk meningkatkan pendapatan nasional di perlukan investasi yang relatif besar
sehingga investasi menjadi sumber pendapatan nasional. Namun pada sisi yang lain, setiap
melakukan investasi, para investor akan melihat terlebih dahulu besar laju pertumbuhan
pendapatan nasional. Perkembangan pendapatan nasional (NI) di Indonesia yang terus
meningkat selama kurun waktu 2008-2016, sedangkan total investasi (swasta maupun
pemerintah) untuk kurun waktu yang sama mengalami perkembangan yang fluktuatif,
sehingga untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut secara deskriptif melalui data
yang tersedia sangat sulit dilakukan. Perkembangan Suku Bunga Dalam Negeri Suku bunga
menentukan jenis-jenis investasi yang memberi keutungan kepada para pengusaha dan
dapat dilaksanakan. Para pengusaha hanya akan melaksanakan keinginan untuk menanam
modal apabila tingkat pengembalian modal dari investasi yang dilakukan, yaitu persentase
keuntungan yang akan diperoleh sebelum di kurangi bunga uang yang di bayar, lebih besar
dari bunga. Oleh sebab itu dalam analisis makroekonomi, analisis mengenai investasi lebih
di tekankan kepada menunjukkan peranan suku bunga dalam menentukan tingkat
investasi dan akibat perubahan suku bunga ke atas investasi dan pendapatan nasional
(Sukirno : 2004). Suku bunga merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter untuk
mengendalikan jumlah uang beredar, sehingga laju inflasi dapat dikendalikan. Tetapi disisi
lain tingkat suku bunga juga menjadi pedoman bagi investor yang di gunakan sebagai
pembanding terhadap investasi yang ditanamkan menguntungkan atau tidak. Pada awal
tahun 1985 an hingga 1991, perkembangan suku bunga dalam negeri terus meningkat
sebesar 21,14 % dan sebagai akibatnya total investasi dari tahun 1985 sampai dengan
tahun 1991 relatif rendah. Perkembangan selanjutnya pada tahun 1991 sampai dengan
krisis moneter di akhir tahun 1997 tingkat suku bunga mengalami fluktuasi yang tidak
menentu sampai tahun 1999 sebagai inbasnya. Hal ini juga mengakibatkan total investasi
mengalami kenaikan sampai tahun 1997, kemudian total investasi turun kembali sampai
tahun 1999 sebesar 83,9 %. Barulah di tahun 2000 an sampai tahun 2016 tingkat bunga
dalam negeri terus turun hingga mencapai 14,98 % dan total investasi terus mengalami
peningkatan di dalam kurun waktu tersebut. Perkembangan suku bunga dalam negeri
untuk investasi berdasarkan suku bunga kredit rupiah menurut kelompok bank, dimana
kelompok bank memberikan suku bunga kredit rupiah untuk modal kerja (working Analisis
Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI
DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN. 2502-6976 157 capital) dan
investasi (investment). Kelompok bank tersebut yaitu : Bank Persero, (State Banks); Bank
Pemerintah Daerah (Regional Government Banks); Bank Swasta Nasional (Private National
Banks), Bank Asing dan campuran (Foreign and Joint Banks). Bank Umum (Coavercial
Banks). Dalam penelitian ini penulis mengambil suku bunga deposit rupiah untuk investasi
dari bank persero. Baik penanaman modal dalam negeri (Domestic Investement) maupun
penanaman modal asing (Foreign Direct Investment) sangat memperhatikan tingkat suku
bunga asing yang berlaku baik Libor (London Inter Bank Offered) Rate atau Sibor
(Singapore Inter Bank Offered Rate). Disamping itu juga mambandingkan dengan tingkat
suku bunga dalam negeri khususnya suku bunga kredit investasi. Berikut ini hasil uji t
statistik dari masing-masing variabel bebas sebagai berikut: Analisis dan Hasil Estimasi Uji
Kesesuaian (Test of goodness of fit) Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan investasi di Indonesia, maka dilakukan estimasi dengan model log-lin untuk
data skunder yang time series dengan kurun waktu 21 tahun dengan menggunakan
program eviews 4.1. Hasil dari analisis regresinya di peroleh model estimasi sebagai
berikut : Tabel 1. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Investasi di
Indonesia dengan Metode OLS INV = -1400679 – 8621.832 IR + 133567.0 Ln NI (-
2.069835)*** (10.11419)*** R2 = 0.889622 F-statistic = 0.877358 Durbin – Watson Stat =
1.376203 Keterangan : Angka dalam kurung adalah nilai t-statistik *** Signifikan pada α 10
% Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 1 di atas, di peroleh nilai koefisien determinasi
(R2 ) sebesar 0.889622 yang berarti secara keseluruhan variabel bebas dalam persamaan
tersebit (IRD, IRL dan NI) mampu menjelaskan variasi permintaan investasi di Indonesia
sebesar 89 % dan sisanya sebesar 11 % di jelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat
dalam model persamaan tersebut. Analisis Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin
Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September 2016
ISSN. 2502-6976 158 Selanjutnya bila di analisis lebih mendalam seberapa jauh pengaruh
variabel independen dalam model secara bersama-sama (simultan) menjelaskan variabel
dependen, maka diperoleh pengaruhnya terhadap permintaan investasi di Indonesia
memberikan pengaruh yang signifikan secara statistika dengan tingkat kepercayaan 90 %.
Hal ini bisa dilihat dari nilai F statistik sebesar (72.53798) yang lebih besar dari Ftabel
sebesar 3.10 % pada a 5 % atau α 0.05. Ini berarti bahwa secara bersama-sama (simultan)
variabel suku bunga dalam negeri, dan pendapatan nasional berpengaruh nyata terhadap
permintaan investasi di Indonesia. Bila pengujian koefisien uji F statistik dilakukan testnya
maka di peroleh sebagai berikut : 1) Hipotesis H0 = b1 = b2 = 0 HA = b1 ≠ b2 ≠ 0 2) a = 5 % ;
n = 21 ; k = 4 df (k -1 ; n - 1) = 4 ; 20, maka Ftabel = 3.10 3) Statistik penguji : F 72.53798
maka, (1 R ) (n k) R / K 1 F hitung 2 2 hitung = - - - = 4) Kriteria : terima H0 apabila fhitung <
Ftabel terima HA apabila Fhitung > Ftabel. 5) Kesimpulan Terima HA, karena Fhitung >
ftabel yaitu 72.53798 > 3.10 Berdasarkan hasil perhitungan di atas, di mana Fhitung >
Ftabel, dengan demikian HA diterima, artinya bahwa secara simultan IR, dan NI
berpengaruh nyata terhadap permintaan investasi di Indonesia dengan tingkat
kepercayaan 95 % atau a = 5 %. Analisis Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin
Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September 2016
ISSN. 2502-6976 159 3.10 72.53798 Menerima HA Menerima HO Gambar 2 Kurva Uji F-
Statistik (Simultan) Namun apabila di lakukan berdasarkan uji tstatistik (uji secara parsial),
maka variabel independen (variabel bebas) nya yakni tingkat suku bunga dalam negeri
(IR), Pendapatan Nasional (NI) memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik
terhadap permintaan investasi di Indonesia. Berikut ini hasil uji t statistik dari masing-
masing variabel bebas sebagai berikut : a. Tingkat Suku Bunga Dalam Negeri (IR) Dari hasil
print out komputer dengan mempergunakan program eviews 4.1. di peroleh hasil tingkat
suku bunga dalam negeri memiliki tanda koefisien regresi terbesar - 8621.832 dengan nilai
statistik sebesar -2.069835 yang lebih kecil dari ttabel sebesar -1.725. Hal ini berarti suku
bunga dalam negeri memberikan pengaruh nyata terhadap permintaan investasi di
Indonesia 90 %, atau �= 0.10. Ini memberi kesan apabila tingkat suku bunga dalam negeri
meningkat 1%, cateris paribus, maka akan terjadi penurunan permintaan investasi di
Indonesia sebesar -8621.832 miliar rupiah. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara tingkat suku bunga dalam
negeri dengan permintaan investasi di Indonesia, ceteris baribus. Hasil penelitian ini
semakin menguatkan hasil studi yang dilakukan oleh Amiruddin (2005). Bila dilakukan uji t
statistik terhadap tingkat suku bunga dalam negeri (IR) adalah sebagai berikut : 1)
Hipotesis : H0 : b1 = 0 HA : b1 ≠ 0 2) a = 10 % ; n = 21 ; k = 4 n-1 = 1.725 Analisis Faktor-
Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM
Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN. 2502-6976 160 t.0.10 = 1.725 3) Statistik penguji
: 2.069835 Se (β ) β t 1 1 hitung = = - 4) Kriteria Terima H0 apabila -thitung > - ttabel Terima
HA apabila -thitung < -ttabel 5) Kesimpulan Terima HA, karena -thitung < - ttabel -2.069835
< -1.725) Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat ditentukan bahwa –thitung <-ttabel (-
2.069835 < - 1.725), dengan demikian HA di terima, artinya bahwa tingkat suku bunga
dalam negeri berpengaruh nyata dan signifikan mempengaruhi permintaan investasi di
Indonesia pada tingkat kepercayaan 90 % atau a = 10 %. Bila di gambarkan tampak sebagai
berikut : -2.069835 -1.725 HA diterima Ho diterima 1.725 Gambar 3 Kurva Uji t- Statistik
IRD b. Pendapatan Nasional (NI) Dari hasil estimasi di peroleh bahwa pendapatan nasional
(National income) mempunyai hubungan yang positif dan sangat berpengaruh nyata dan
signifikan terhadap permintaan investasi di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 90 %
atau dengan � = 0.10. Koefisien regresi Pendapatan Nasional (NI) sebesar 10.11419,
dengan demikian apabila ada peningkatan pendapatan nasional mendorong permintaan
investasi di Indonesia sebesar 10.11419 miliar rupiah. Hasil ini sesuai dengan hipotesa
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara Pendapatan Nasional (NI)
dengan permintaan investasi di Indonesia, Ceteris Paribus. Hasil temuan ini sejalan dengan
hasil penelitian yang di lakukan sebelumnya. Sarwedi (2002) dan Setiawan (2002). Analisis
Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI
DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN. 2502-6976 161 Bila dilakukan uji
t-statistik terhadap Pendapatan Nasional (NI) adalah sebagai berikut : 1) Hipotesis H0 : b1
= 0 HA : b1 ≠ 0 2) a = 10 % ; n = 21 ; k = 4 n-1 = 20 t.0.10 = 1.725 3) Statistik penguji
10.11419 Se (β ) β t 1 1 hitung = = 4) Kriteria Terima H0 apabila thitung < ttabel Terima HA
apabila thitung > ttabel 5) Kesimpulan Terima HA, karena thitung > ttabel (10.11419 >
1.725) Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat ditentukan bahwa thitung > ttabel
(10.11419 > 1.725) dengan demikian HA diterima, artinya pendapatan nasional (NI) sangat
berpengaruh nyata terhadap permintaan investasi di Indonesia pada tingkat kepercayaan
90 % atau a = 10 %. 1.725 Menerima HA Menerima HO 1.725 10.11419 Gambar 4 Kurva Uji
t- Statistik NI Uji Asumsi Klasik a. Multikollinearity Dalam mendeteksi masalah
multicollinearity ini, Farrar dan Glamber menyarankan untuk menggunakan metode
multikolinearitas parsial. Hasil dari uji seperti pada tabel 2 di bawah ini : Analisis Faktor-
Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM
Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN. 2502-6976 162 Tabel 2. Hasil Uji R (Koefisien
Korelasi Parsial) Variabel Nilai R2 IR = f (IR ; NI) NI = f (IR ; NI) 0.096876 0.096876 Sumber :
hasil penelitian Dari tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa nilai R2 INV, IR, NI = 0.889622 lebih
besar dari nilai R2 dalam regresi parsial, maka dengan mengikuti rule of tumb dari metede
ini dapat di simpulkan bahwa dalam model tersebut tidak ditemukan adanya
multicollinearity. b. Autokorelasi Dalam mendiagnosis ada tidaknya korelasi, dapat di
lakukan dengan uji Lagrange Multiplier (LM test). Uji ini lebih baik di bandingkan dengan
Durbin Watson test (DW-test), karena lebih mudah di interprestasikan dan dapat
diterapkan untuk regresi yang menggunakan variabel Lagged sekalipun. Berikut ini hasil
estimasi dari uji lagrange multiplier (LM test) seperti yang ditampilkan pada tabel 3 di
bawah ini. Tabel 3 Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Dengan LM Test Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test: F-statistic 5.772949 Probability 0.012957 Obs*R-squared 8.802177
Probability 0.012264 Sumber : hasil penelitian Berdasarkan hasil uji LM test di atas,
menunjukkan bahwa besarnya nilai X2 hitung (Obs* Rsquare) = 8.802177 lebih kecil dari
nilai X2 tabel = 27,587. (X2 hitung (8.802) X2 tabel (27,587)). Pada level signifikan 5 %.
Dengan demikian hipotesis nol (H0) yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi di
terima. Artinya tidak ada autokorelasi antara Suku Bunga Dalam Negeri (IR), dengan
Pendapatan Nasional (NI) terhadap permintaan investasi di Indonesia. c. Uji Linearitas
(Ram Sey Reset Test) Analisis Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam JURNAL
PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN. 2502-6976
163 Uji ini dilakukan berkaitan dengan masalah spesifikasi kesalahan yakni apakah
spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak, sehingga melalui uji linearitas ini
dapat diketahui bentuk model empiris (linier, kuadrat atau kubik) dan menguji variabel
yang relevan untuk dimasukkan dalam model empiris. Berikut ini dapat disajikan hasil
estimasi dan uji Ramsey reset test seperti tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Hasil Estimasi uji
Linearitas dengan Ramsey Reset Test Ramsey RESET Test: F-statistic 32.25785 Probability
0.000027 Log likelihood ratio 22.34097 Probability 0.000002 Sumber : data diolah peneliti
Berdasarkan hasil estimasi-estimasi uji Ramsey Reset Test diatas, di peroleh besarnya nilai
Fhitung (Statistik) sebesar 32.25785 {Fhitung (32.258) > Ftabel 3.10)} pada level signifikan
95 % atau a = 5 %. Dengan demikian, melalui uji Ramsey Reset test ini dapat disimpulkan
bahwa hipotesis nol (H0) yang menyatakan spesifikasi model yang digunakan tidak dalam
bentuk liniear adalah benar tidak dapat ditolak. Ini berarti bahwa model spesifikasi yang
benar dalam model regresi tersebut adalah dengan model lin-log yakni INV = β0+β1 IR+ β2
Ln NI+µ. d. Uji Normalitas (Jarque – Bera Test) Uji ini dilakukan untuk mengetahui normal
atau tidaknya faktor gangguan yang dapat diketahui melalui uji Jarque-Bera Normality (JB
test). Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan ChiSquare Probality Distribution.
Berikut ini hasil estimasi yang dilakukan dengan uji Jarque-Bera (JB test) seperti tampak
pada Gambar 5 di bawah ini. Analisis Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam
JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN.
2502-6976 164 Gambar 5 Hasil Estimasi Uji Normalitas dengan JB Test Berdasarkan hasil
estimasi uji Jarque-Bera test di atas, diperoleh nilai Jarque Bera test-statistik sebesar
3.653296, sedangkan nilai X2 tabel = 33.409. Pada level signifikan 99 % atau a = 0.01. Bila
diuji pada level 90 % atau a = 0.10 level 95 % atau a = 0.05 dan level 98 % atau a 0.02
semuanya signifikan. Dengan demikian dapat di signifikan, bahwa nilai JB test statistik
lebih kecil dari nilai X2 tabel. {JB testhitung (3.653) < X2 tabel (33.409)}, yang berarti model
empiris yang digunakan mempunyai residual atau faktor pengganggu yang berdistribusi
normal. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Suku bunga dalam negeri (IR) IR memberikan
pengaruh yang negatif terhadap permintaan investasi di Indonesia. Berdasarkan hasil
estimasi di peroleh nilai koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0.889622 yang berarti secara
keseluruhan variabel bebas dalam persamaan tersebit (IRD, IRL dan NI) mampu
menjelaskan variasi permintaan investasi di Indonesia sebesar 89 % dan sisanya sebesar 11
% di jelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model persamaan tersebut. 0 1
2 3 4 5 6 -100000 0 100000 Series: Residuals Sample 1985 2005 Observations 21 Mean
-1.83E-10 Median 1464.263 Maximum 165353.1 Minimum -84322.99 Std. Dev. 58362.81
Skewness 0.843235 Kurtosis 4.153696 Jarque-Bera 3.653296 Probability 0.160952 Analisis
Faktor-Faktor .... Pardamen Lubis, Salman Bin Zulam JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI
DARUSSALAM Volume 2 Nomor 2, September 2016 ISSN. 2502-6976 165 Bila di analisis
lebih mendalam seberapa jauh pengaruh variabel independen dalam model secara
bersama-sama (simultan) menjelaskan variabel dependen, maka diperoleh pengaruhnya
terhadap permintaan investasi di Indonesia memberikan pengaruh yang signifikan secara
statistika dengan tingkat kepercayaan 90 %. Hal ini bisa dilihat dari nilai F statistik sebesar
(72.53798) yang lebih besar dari Ftabel sebesar 3.10 % pada a 5 % atau α 0.05. Ini berarti
bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel suku bunga dalam negeri, dan
pendapatan nasional berpengaruh nyata terhadap permintaan investasi di Indonesia. 2.
Pendapatan Nasional (NI) NI memberikan pengaruh yang positif dan sangat signifikan
terhadap permintaan investasi di Indonesia. Dari hasil estimasi di peroleh bahwa
pendapatan nasional (National income) mempunyai hubungan yang positif dan sangat
berpengaruh nyata dan signifikan terhadap permintaan investasi di Indonesia dengan
tingkat kepercayaan 90 % atau dengan � = 0.10. Koefisien regresi Pendapatan Nasional
(NI) sebesar 10.11419, dengan demikian apabila ada peningkatan pendapatan nasional
mendorong permintaan investasi di Indonesia sebesar 10.11419 miliar rupiah. Hasil ini
sesuai dengan hipotesa yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara
Pendapatan Nasional (NI) dengan permintaan investasi di Indonesia, Ceteris Paribus. Dari
hasil studi empiris yang telah dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan

BAB 15
 KEBIJAKAN DIVIDEN

Jurnal 1
Tujuan para investor menginvestasikan dananya kepada suatu perusahaan adalah
untuk memaksimalkan return tanpa mengabaikan risiko yang akan dihadapinya. Return
(tingkat pengembalian) tersebut dapat berupa capital gain ataupun dividen, untuk
investasi pada saham, dan pendapatan bunga, untuk investasi pada surat hutang. Return
tersebut yang menjadi indikator untuk meningkatkan wealth dari para investor, termasuk
di dalamnya para pemegang saham. Dividen merupakan salah satu bentuk peningkatan
wealth pemegang saham (Suharli, 2004). Investor akan sangat senang apabila
mendapatkan tingkat pengembalian investasinya semakin tinggi dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu, investor dan investor potensial memiliki kepentingan untuk mampu
memprediksi berapa besar tingkat pengembalian investasi mereka. Kebijakan dividen
suatu perusahaan akan melibatkan dua pihak yang berkepentingan dan saling
bertentangan, yaitu kepentingan pemegang saham yang mengharapkan dividen, dengan
kepentingan perusahaan terhadap laba ditahan. Besar kecilnya dividen yang akan
dibayarkan oleh perusahaan tergantung pada kebijakan dividen dari masing-masing
perusahaan. Para investor biasanya lebih senang membayar dengan harga yang lebih
tinggi bagi KEUANGAN PENGARUH FREE CASH FLOW, PROFITABILITAS, LIKUIDITAS, DAN
LEVERAGE 79 TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN Muhammad Asril Arilaha saham yang akan
dapat memberikan dividen yang tinggi. Sehingga pembayaran dividen yang tinggi dapat
menarik para investor untuk menanamkan modalnya kepada perusahaan. Penelitian
mengenai free cash flow dengan kebijakan dividen di Indonesia dilakukan oleh Nurdiana
(2007), Yunita (2008) menemukan bahwa free cash flow, memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan hasil penelitian Endang dan Minaya
(2004) menemukan bahwa bahwa free cash flow tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kebijakan dividen. Penelitian tentang kebijakan dividen dengan profitabilitas,
likuiditas dan utang dilakukan oleh Suharli dan Oktorina (2005) menunjukkan bahwa
profitabilitas, dan likuiditas memiliki hubungan yang positif dengan kebijakan dividen dan
tingkat leverage memiliki hubungan negatif dengan kebijakan dividen. Suharli (2007)
menyatakan bahwa profitabilitas memiliki korelasi positif dengan kebijakan dividen.
Prihantoro (2003) menyatakan bahwa rasio utang dan modal (DER) memiliki hubungan
yang negatif signifikan terhadap DPR. Megginson (1997) dalam Mahadwarta (2002)
menyatakan bahwa kebijakan hutang mempengaruhi kebijakan dividen dengan hubungan
yang negatif. Ismiyati dan Hanafi (2003) menemukan bahwa variabel utang memiliki
hubungan negatif dan signifikan terhadap DPR. Sedangkan penelitian Hartono (2000)
menemukan bahwa kebijakan utang tidak mempengaruhi kebijakan dividen. Sunarto dan
Kartika (2003) menunjukkan bahwa Return On Investment dan Debt to Total Assets tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dividen kas. Yunita (2008) menemukan bahwa
profitabilitas yang diukur dengan Return on invesment (ROI), dan Debt to Equty (DER)
tidak memiliki pengaruh terhadap dividen payout ratio (DPR). Penelitian ini merupakan
pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Suharli dan Megawati (2005), serta
Yunita (2008). Penelitian yang dilakukan oleh Suharli dan Megawati (2005) tidak
menggunakan variabel free cash flow pengaruhnya terhadap Dividen Payout Ratio,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yunita (2008) tidak menggunakan variabel
likuiditas pengaruhnya terhadap Dividen Payout Ratio. Penelitian Suharli dan Megawati
(2005) mengamati perusahaan manufaktur yang pernah membagikan dividen pada
periode penelitian, sedangkan penelitian ini mengamati perusahaan manufaktur yang
membagikan dividen secara berturut-turut pada periode pengamatan. Penelitian Yunita
(2008) hanya mengamati perusahaan yang membagikan dividen dari tahun 2004 sampai
tahun 2005, sedangkan periode pengamatan penelitian ini dari tahun 2004 sampai tahun
2007. Penelitian ini bertujuan: (1) untuk memberikan bukti empiris bagaimana pengaruh
free cash flow terhadap kebijakan dividen; (2) untuk memberikan bukti empiris bagaimana
pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen; (3) untuk memberikan bukti empiris
bagaimana pengaruh likuiditas terhadap kebijakan dividen; serta (4) untuk memberikan
bukti empiris bagaimana pengaruh leverage terhadap kebijakan dividen. FREE CASH FLOW
DAN KEBIJAKAN DIVIDEN Pembayaran dividen merupakan arus kas keluar. Semakin kuat
posisi kas perusahaan, berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar
dividen kepada pemegang saham. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik
kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Manajer lebih menginginkan kas
tersebut diinvestasikan kembali pada aset-aset perusahaan untuk meningkatkan insentif
yang diterima dan meningkatkan omzet penjualan, sedangkan pemegang saham lebih
menginginkan kas tersebut dibagikan sebagai dividen. KEUANGAN 80 JURNAL KEUANGAN
DAN PERBANKAN Vol. 13, No. 1, Januari 2009: 78 – 87 Menurut free cash flow hypothesis
ketika perusahaan memiliki kelebihan kas, maka yang dibutuhkan adalah mendanai
proyek yang memiliki Net Present Value (NPV) positif. Tetapi lebih baik bagi manajer
untuk mengembalikan kelebihan kas kepada pemegang saham dalam bentuk dividen guna
memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Hal tersebut menunjukkan bahwa dividen
dapat mengurangi agency cost karena mengurangi free cash flow yang tersedia bagi
manajer. Penelitian mengenai free cash flow dengan kebijakan dividen di Indonesia
dilakukan oleh Nurdiana (2007) dan Yunita (2008) yang menemukan bahwa free cash flow,
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen. PROFITABILITAS DAN
KEBIJAKAN DIVIDEN Profitabilitas perusahaan adalah salah satu cara untuk menilai secara
tepat sejauhmana tingkat pengembalian yang akan didapat dari aktivitas investasinya.
Investor memiliki sejumlah harapan atas sejumlah pengembalian atas investasinya di saat
ini. Pengembalian itu tentunya tergambar jelas pada performa perusahaan. Jika dari tahun
ke tahun perusahaan memiliki keuntungan yang signifikan tentu pula investor cenderung
memiliki harapan yang cukup optimis atas pengembalian yang pasti didapatnya,
sementara jika perusahaan pada tahun-tahun terakhir mengalami kerugian maka secara
otomatis terbayang disejumlah benak investor kerugian yang dihitungnya. Hermi (2004)
mengungkapkan laba diperoleh dari selisih antara harta yang masuk (pendapatan dan
keuntungan) dan harta yang keluar (beban dan kerugian). Laba perusahaan tersebut dapat
ditahan (sebagai laba ditahan) dan dapat dibagi (sebagai dividen). Sehingga peningkatan
laba bersih perusahaan akan meningkatkan tingkat pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen bagi investor. Menurut Partington (1989) dalam Suharli dan Oktorina
(2005) rasio profttabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan. Stabilitas keuntungan adalah penting untuk mengurangi risiko apabila terjadi
penurunan laba yang memaksa manajemen untuk memotong dividen. Perusahaan yang
memiliki stabilitas keuntungan dapat menetapkan tingkat pembayaran dividen dengan
yakin dan mensinyalkan kualitas atas keuntungan mereka. Oleh karena itu, semakin tinggi
rasio profitabilitas maka semakin besar dividen yang dibagikan kepada investor. Penelitian
Suharli dan Oktorina (2005) menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki hubungan yang
positif dengan kebijakan dividen. Suharli (2007) menyatakan bahwa profitabilitas memiliki
korelasi positif dengan kebijakan dividen. LIKUIDITAS DAN KEBIJAKAN DIVIDEN Likuiditas
perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan mendanai operasional perusahaan dan
melunasi kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki
likuiditas baik maka kemungkinan pembayaran dividen lebih baik pula. Penelitian Suharli
(2004) sebelumnya sudah memberikan pemikiran awal mengenai pengaruh likuiditas
perusahaan terhadap kebijakan jumlah pembagian dividen. Likuiditas perusahaan dapat
diukur melalui rasio keuangan seperti : current ratio, quick ratio dan cash acid-ratio.
Likuiditas perusahaan diasumsikan dalam penelitian ini mampu menjadi alat prediksi
tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi investor. Current ratio seringkali
dijadikan sebagai KEUANGAN PENGARUH FREE CASH FLOW, PROFITABILITAS, LIKUIDITAS,
DAN LEVERAGE 81 TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN Muhammad Asril Arilaha ukuran
likuiditas, termasuk dalam persyaratan kontrak kredit. Penelitian Suharli dan Oktorina
(2005) menunjukkan bahwa likuiditas memiliki hubungan yang positif dengan kebijakan
dividen. Leverage dan Kebijakan Dividen Menurut Rozef (1982) dalam Suharli dan Oktorina
(2005) perusahaan yang leverage operasi atau keuangannya tinggi akan memberikan
dividen yang rendah. Struktur permodalan yang lebih tinggi dimiliki oleh utang
menyebabkan pihak manjemen akan memprioritaskan pelunasan kewajiban terlebih
dahulu sebelum membagikan dividen. Perusahaan yang memiliki rasio utang lebih besar
seharusnya membagikan dividen lebih kecil karena laba yang diperoleh digunakan untuk
melunasi kewajiban. Utang jangka panjang diikat oleh sebuah perjanjian utang untuk
melindungi kepentingan kreditor. Kreditor biasanya membatasi pembayaran dividen,
pembelian saham beredar, dan penambahan utang untuk menjamin pembayaran pokok
utang dan bunga. Untuk itu, semakin tinggi rasio utang/ekuitas, maka semakin ketatnya
perusahaan terhadap perjanjian utang. Kaitannya dengan pembayaran dividen, maka
dapat dikatakan semakin tinggi rasio utang/ekuitas, pembayaran dividen akan semakin
kecil. Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan berusaha untuk mengurangi
agency cost of debt-nya dengan mengurangi hutang, sehingga untuk membiayai
investasinya digunakan pendanaan dari aliran kas internal. Pemegang saham akan
merelakan aliran kas internal yang sebelumnya dapat digunakan untuk pembayaran
dividen untuk membiayai investasi. Prihantoro (2003) menyatakan bahwa rasio utang dan
modal (DER) memiliki hubungan yang negatif signifikan terhadap DPR. Megginson (1997)
dalam Mahadwarta (2002) menyatakan bahwa kebijakan hutang mempengaruhi kebijakan
dividen dengan hubungan yang negatif. Ismiyati dan Hanafi (2003) menemukan bahwa
Variabel utang memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap DPR. Kerangka
Pemikiran Berdasarkan uraian teoritis dan hasil-hasil penelitian maka kerangka pemikiran
dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
HIPOTESIS H1 : free cash flow berpengaruh terhadap kebijakan dividen H2 : Profitabilitas
berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen H2 : Likuiditas berpengaruh terhadap Kebijakan
Dividen H3 : Leverage berpengaruh terhadap kebijakan Dividen METODE Populasi dalam
penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2004-2007. Tehnik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, dengan
kriteria: (1) mempublikasikan KEUANGAN 82 JURNAL KEUANGAN DAN PERBANKAN Vol.
13, No. 1, Januari 2009: 78 – 87 laporan keuangan selama periode penelitian; (2) memiliki
variabel-variabel yang terkait dengan penelitian ini yaitu: Free Cash Flow, profitabilitas,
likuiditas, dan leverage; dan (3) perusahaan konsisten membagikan dividen berturut-turut
selama periode 2004-2007. Definisi dan Pengukuran Variabel Variabel Dependen Kebijakan
Dividen adalah keputusan manajemen tentang besar kecilnya jumlah dividen yang akan
dibayarkan kepada pemegang saham. Variabel ini diukur dengan Dividend Payout Ratio
(DPR), formulasinya sebagai berikut: Dividen Perlembar Saham Dividen Payout Ratio =
Laba Per Lembar Saham Variabel Independen Free cash flow Free cash flow merupakan
kelebihan yang diperlukan untuk mendanai semua proyek yang memiliki net present value
positif. Variabel ini menggunakan formulasi sebagai berikut: FCFit = AKOit - PMit - NWCit
Keterangan: FCFit = Free cash flow AKOit = Aliran kas operasi perusahaan i pada tahun t
PMit = Pengeluaran modal perusahaan i pada tahun t NWCit = Modal kerja bersih
perusahaan i pada tahun t Profitabilitas Profitabilitas merupakan rasio yang menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Variabel ini diukur dengan Return On
Invesment (ROI), dengan formulasi sebagai berikut: Laba Setelah Pajak ROI = Total Aktiva
Likuiditas Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan mendanai
operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Variabel ini diukur
dengan Current Ratio, dengan formulasi sebagai berikut: Aktiva Lancar Current Ratio =
Utang Lancar Leverage Ratio Leverage merupakan rasio yang menunjukkan hubungan
antara jumlah pinjaman jangka panjang dengan jumlah modal sendiri. Variabel ini diukur
dengan Debt Equity Ratio (DER), dengan formulasi sebagai berikut: Utang Jangka Panjang
DER = Total Ekuitas Metode Analisis Untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang
diajukan maka digunakan regresi linier berganda, dengan formulasi sebagai berikut: DPR=
a + bFCF + b2ROI + b3CR + b4DER+ e… Keterangan: DPR = Dividend Payout Ratio FCF = Free
Cash Flow/ Aliran Kas Bebas ROI = Return On Investment CR = Current Ratio DER = Debt to
Equity Ratio a = konstanta b1, b2, b3, b4 = koefisien regresi e = error K E U A N G A N
KEUANGAN PENGARUH FREE CASH FLOW, PROFITABILITAS, LIKUIDITAS, DAN LEVERAGE 83
TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN Muhammad Asril Arilaha HASIL Uji Asumsi Klasik Uji
Normalitas menunjukkan besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,553 dan tidak
signifikan pada 0,05 (karena p = 0,920 > dari 0,05), jadi dapat disimpulkan bahwa model
regresi terdistribusi normal. Hasil uji Multikolinieritas disimpulkan bahwa tidak ada
multikolinieritas antara variabel independen dalam model regresi. Hasil uji autokorelasi
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi antar variabel independen dalam
model. Hasil uji heterokedastisitas ini disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas
pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi model.
Pengujian Hipotesis Untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan digunakan
analisis regresi berganda, hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini: Tabel 4.
Ringkasan Hasil Pengujian Model Regresi Berganda Hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa variabel free cash flow memiliki koefisien regresi positif tetapi tidak signifikan,
karena nilai signifikansi (p = 0,982) lebih besar dari 0,05. Untuk itu hipotesis pertama yang
menyatakan bahwa Fee Cash Flow berpengaruh terhadap kebijakan dividen tidak dapat
diterima. Variabel profitabilitas yang diukur dengan return on invesment memiliki
koefisien regresi positif dan signifikan pada taraf 5 %, karena nilai signifikansi lebih kecil (p
= 0,008) dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis kedua yang menyatakan bahwa profitabilitas
perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen dapat diterima. Variabel likuiditas
yang diukur dengan current ratio memiliki koefisien regresi positif tetapi tidak signifikan,
karena nilai signifikansi (p = 0,883) lebih besar dari 0,05. Untuk itu hipotesis pertama yang
menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan dividen tidak dapat
diterima. Variabel leverage memiliki koefisien regresi negatif tetapi tidak signifikan,
karena nilai signifikansi (p = 0,313) lebih besar dari 0,05. Untuk itu hipotesis pertama yang
menyatakan bahwa Variabel Independen Koefisien Regresi t-hitung Sig. Keterangan
Constant FCF ROI CR DER 27,067 5.21E-015 0,668 0,183 -1,925 4,331 0,023 2,734 0,148
-0,018 0,000 0,982 0,008* 0,883 0,313 Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Tidak
Signifikan Multiple R = 0.355 R.Squares = 0,126 Adjust R. Squares = 0,067 F hitung = 2,217
Sig. = 0,089 N = 64 *Signifikan pada Level 0,05. KEUANGAN 84 JURNAL KEUANGAN DAN
PERBANKAN Vol. 13, No. 1, Januari 2009: 78 – 87 leverage berpengaruh terhadap
kebijakan dividen tidak dapat diterima. Pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara simultan diperoleh nilai F sebesar 2,217 dengan tingkat signifikansi (p) <
0,10 yaitu sebesar 0,089. Hal ini berarti bahwa secara simultan variabel independen
mempunyai pengaruh yang signifikan pada level signifikansi 10%. Nilai adjusted R square
sebesar 0,067, dapat diartikan bahwa keseluruhan variabel independen mempunyai
pengaruh dalam menentukan variabel dependen sebesar 6,7%, sedangkan sebesar 93,3%
dipengaruhi oleh variabel yang lain. PEMBAHASAN Pengaruh Free Cash Flow terhadap
Kebijakan Dividen Free cash flow perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan
dividen. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Endang dan Minaya (2005) yang juga menemukan bahwa free cash flow tidak memiliki
pengaruh terhadap dividen payout ratio (DPR). Penelitian ini bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nurdiana (2007), Yunita (2008) yang menemukan bahwa
free cash flow memiliki pengaruh terhadap dividen payout ratio (DPR). Penelitian ini
menemukan bahwa besar kecilnya arus kas bebas tidak mempengaruhi tinggi rendahnya
pembagian dividen. Apabila perusahaan menginginkan untuk memaksimumkan kekayaan
pemegang saham dengan membagikan dividen sedangkan kondisi arus kas bebas tidak
memungkinkan, perusahaan dapat menggunakan pendanaan eksternal. Sesuai dengan
konsep Pecking Order Theory yang mengemukakan bahwa perusahaan cenderung
mengutamakan pendanaan internal guna membayar dividen bila kebutuhan dana kurang
maka digunakan dana eksternal sebagai tambahannya. Pengaruh Profitabilitas terhadap
Kebijakan Dividen Profitabilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan
dividen. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Suharli dan
Megawati (2005), Suharli (2007) yang menemukan bahwa profitabilitas perusahaan
berpengaruh terhadap kebijakan dividen perusahaan. Penelitian ini bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sunarto dan Kartika (2003), Yunita (2008) yang
menenumkan bahwa profitabilitas yang diukur dengan ROI tidak memiliki pengaruh
terhadap dividen payout ratio. Adanya pengaruh tersebut menunjukkan bahwa besar
kecilnya laba perusahaan akan mempengaruhi besar kecilnya pembagian dividen. Apabila
laba perusahaan besar berarti dividen yang dibagikan akan semakin besar pula, demikian
pula sebaliknya. Perusahaan yang memiliki stabilitas keuntungan dapat menetapkan
tingkat pembayaran dividen dengan yakin dan mensinyalkan kualitas atas keuntungan
mereka. Pembayaran dividen dapat menunjukkan signal bahwa perusahaan memiliki
prospek yang baik. Jika perusahaan mengumumkan peningkatan dividen, maka investor
akan menganggap kondisi perusahaan saat ini dan akan datang relatif baik dan sebaliknya.
Pada sisi lain penambahan dividen memperkuat posisi perusahaan untuk mencari
tambahan dana dari pasar modal sehingga kinerja perusahaan dimonitor oleh tim
pengawas pasar modal. Pengawasan ini menyebabkan manajer berusaha
mempertahankan kualitas kinerja dan tindakan ini menurunkan konflik keagenan.
KEUANGAN PENGARUH FREE CASH FLOW, PROFITABILITAS, LIKUIDITAS, DAN LEVERAGE 85
TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN Muhammad Asril Arilaha Pengaruh Likuiditas Terhadap
Kebijakan Dividen Likuiditas perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Hasil penelitian ini tidak berhasil mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Suhali dan Megawati (2005) yang menemukan bahwa likuiditas perusahaan yang diukur
dengan current ratio memiliki pengaruh terhadap dividen payout ratio. Likuiditas
perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan mendanai operasional perusahaan dan
melunasi kewajiban jangka pendeknya. Hasil analisis menunjukan bahwa tinggi rendanya
likuiditas perusahaan tidak berarti mempengaruhi besar kecilnya pembayaran dividen.
Untuk itu, perusahaan yang memiliki likuiditas yang baik tidak berarti pembayaran dividen
lebih baik pula. Pengaruh Leverage Terhadap Kebijakan Dividen Leverage perusahaan tidak
berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Penelitian ini mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hartono (2000) menemukan bahwa kebijakan utang tidak mempengaruhi
kebijakan dividen. Sunarto dan Kartika (2003) yang menemukan bahwa Debt to total
assets tidak berpengaruh terhadap dividen kas. Selanjutnya penelitian ini bertentangan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Megginson (1997) dalam Mahadwarta (2002),
Ismiyati dan Hanafi (2003) menemukan bahwa variabel utang memiliki hubungan negatif
dan signifikan terhadap DPR. Prihantoro (2003), Suharli dan Megawati (2005), Yunita
(2008) yang menemukan bahwa rasio leverage berpengaruh negatif terhadap dividen
payout ratio. Penelitian ini tidak berhasil mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh
Rozeff (1982) dalam Suharli dan Megawati (2005) bahwa perusahaan yang leverage
operasi atau keuangannya tinggi akan memberikan dividen yang rendah. Perusahaan yang
memiliki struktur permodalan terdiri dari kreditor dan pemegang saham, dimana pihak
manajemen tidak hanya memperhatikan kepentingan debtholder berupa pelunasan
kewajiban tetapi juga memperhatikan kepentingan shareholder dengan membagikan
dividen. Perspektif efficiency contracting menyatakan bahwa manajer cenderung memilih
kebijakan yang dapat meminimkan agency cost, sehingga kebijakan yang diambil dapat
diterima pemegang saham, dan manajemen. Putri dan Nasir (2006) salah satu cara yang
dapat digunakan untuk menurunkan agency cost yaitu dengan peningkatan dividen pay
out. Untuk itu tinggi rendahnya hutang tidak memiliki pengaruh terhadap besar kecilnya
pembagian dividen. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini bertujuan: (1)
untuk memberikan bukti empiris bagaimana pengaruh free cash flow terhadap kebijakan
dividen; (2) untuk memberikan bukti empiris bagaimana pengaruh profitabilitas terhadap
kebijakan dividen; (3) untuk memberikan bukti empiris bagaimana pengaruh likuiditas
terhadap kebijakan dividen; serta (4) untuk memberikan bukti empiris bagaimana
pengaruh leverage terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian menemukan bahwa free
cash flow perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Besar kecilnya arus
kas bebas tidak mempengaruhi besar kecilnya pembagian dividen. Apabila perusahaan
menginginkan untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham dengan membagikan
dividen sedangkan kondisi arus kas bebas tidak memungkinkan, perusahaan dapat
menggunakan pendanaan eksternal. Profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap
kebijakan dividen. Besar kecilnya laba KEUANGAN 86 JURNAL KEUANGAN DAN
PERBANKAN Vol. 13, No. 1, Januari 2009: 78 – 87 perusahaan akan mempengaruhi besar
kecilnya pembagian dividen. Apabila laba perusahaan besar berarti dividen yang dibagikan
akan semakin besar pula, demikian pula sebaliknya. Perusahaan yang memiliki stabilitas
keuntungan dapat menetapkan tingkat pembayaran dividen dengan yakin dan
mensinyalkan kualitas atas keuntungan mereka. Likuiditas perusahaan tidak memiliki
pengaruh terhadap kebijakan dividen. Tinggi rendanya likuiditas perusahaan tidak berarti
mempengaruhi besar kecilnya pembayaran dividen. Untuk itu, perusahaan yang memiliki
likuiditas yang baik tidak berarti pembayaran dividen lebih baik pula. Leverage perusahaan
tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen. Perusahaan yang memiliki struktur
permodalan terdiri dari kreditor dan pemegang saham, dimana pihak manajemen tidak
hanya memperhatikan kepentingan debtholder berupa pelunasan kewajiban tetapi juga
memperhatikan kepentingan shareholder dengan membagikan dividen. Saran Pemilihan
sampel tidak dilakukan dengan acak tetapi dengan purposive sampling, yaitu hanya pada
perusahaan pemanufakturan saja sehingga temuan penelitian ini tidak dapat
digeneralisasi. Sehingga perlu dilakukan penelitian yang obyeknya berupa jenis
perusahaan lain. Penelitian ini hanya menguji free cash flow, profitabilitas, likuiditas dan
leverage dalam kaitannya terhadap kebijakan dividen, sehingga perlu dipertimbangkan
penambahan variabelvariabel baru untuk penelitian dimasa mendatang. Tidak
signifikannya beberapa hasil penelitian mungkin disebabkan adanya keterbatasan dalam
jumlah sampel. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan jumlah periode
yang lebih panjang. DAFTAR PUSTAKA Endang & Minaya. 2003. Pengaruh Insider
Ownership, Dispersi Of Ownership, Free Cash Flow, Collaterizable Assets dan Tingkat
Pertumbuhan terhadap Kebijakan Dividen. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol,14, No.21. Fitri,
I. & Hanafi, M.M. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko,
Kebijakan Utang dan Kebijakan Dividen: Analisis Persamaan Simultan. Simposium Nasional
Akuntansi VI. Solo. Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Edisi Ketiga. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Hartono, J. 2000. An
Agency-Cost Explanation for Dividen Payments. Working Paper Gadjah Mada University.
Hermi. 2004. Hubungan Laba Bersih dan Arus Kas Operasi terhadap Dividen Kas pada
Perusahaan Perdagangan Besar Barang Produksi di BEJ pada Periode 1999-2002. Media
Riset Akuntansi, Auditing, dan Informasi Vol.4 No.3. Universitas Trisakti. Jakarta
Mahadwartha, P. A. 2003. Uji Teori Keagenan dalam Hubungan Interdependensi antara
Kebijakan Utang dan Kebijakan Dividen. Simposium Nasional Akuntansi V. Ikatan
Akuntansi Indonesia. Nurdiana, N. 2007. Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan
Manajerial, Kebijakan Utang, dan Return On Asset terhadap Kebijakan Dividen. Skripsi.
Jurusan manajemen. Universitas Brawijaya. Malang. Prihantoro. 2003. Estimasi Pengaruh
Dividen Payout Ratio pada Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis.
Vol.14. No.1.

Jurnal 2

Selama lebih dari lima dekade, kebijakan dividen merupakan topik yang senantiasa
diperbincangkan dan diperdebatkan di dunia keuangan dan investasi. Banyak teori-teori
yang bermunculan namun belum ada yang dapat menjelaskan perilaku dividen secara
sempurna. Black (1976) menganalogikan bahwa kebijakan dividen merupakan sebuah
puzzle yang berkelanjutan yaitu teka-teki yang sulit untuk dijelaskan dan menimbulkan
pertanyaan bagi banyak pihak. Sampai sekarang puzzle mengenai kebijakan dividen belum
terangkai sempurna dan menimbulkan terjadinya perbedaan pendapat bagi banyak pihak.
Kebijakan dividen adalah penentuan berapakah jumlah laba yang harus diberikan kepada
pemegang saham dan jumlah laba ditahan yang akan digunakan untuk investasi
perusahaan (Brigham dan Davis, 2003). Kebijakan dividen merupakan faktor penting yang
harus dipikirkan oleh perusahaan dalam mengelola perusahaan karena memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perusahaan, pemegang saham, kreditur dan masyarakat
(Thirtayatra dan Arlianto, 2013). Bagi perusahaan pembagian dividen akan mengurangi kas
perusahaan sehingga dana untuk kegiatan operasional dan investasi akan berkurang. Bagi
pemegang saham, dividen merupakan bentuk pengembalian investasi yang mereka
tanamkan. Perusahaan yang mampu membayar dividen tinggi akan menarik investor
untuk menanamkan sahamnya sehingga nilai perusahaan meningkat. Bagi kreditur,
dividen merupakan sinyal positif bahwa perusahaan mampu untuk membayar bunga dan
pokok pinjaman. Masyarakat umum juga memandang bahwa perusahaan yang mampu
membayar dividen adalah perusahaan yang memiliki kredibilitas baik. Para peneliti
terdahulu telah mengembangkan beberapa model untuk menjelaskan perilaku dividen
pada perusahaan. Beberapa model yang terkenal adalah model Lintner, Model Brittain,
Model Pettit, Model Watt, Model Charest dan Model Aharony (Gupta dan Banga, 2010).
Dari sekian banyak model dividen tersebut, model Lintner dinilai sebagai model terbaik
yang menggambarkan proses dalam menyusun kebijakan dividen perusahaan (Adaoglu,
2000). Menurut Lintner, dividen merupakan fungsi dari profitabilitas dan dividen tahun
185AGREGAT: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 1, No. 2, September 2017
http://journal.uhamka.ac.id/index.php/agregat p-ISSN: 2549-5658 e-ISSN: 2549-7243 DOI:
10.22236/agregat_vol1/is2pp183-194 Hal 183-194 sebelumnya. Model Lintner lebih
merujuk kepada perilaku perusahaan agar membagikan dividen secara stabil. Dari
komponen model Lintner inilah maka variabel profitabilitas dan dividen tahun sebelumnya
akan diangkat dalam penelitian dan diteliti bagaimana pengaruhnya terhadap kebijakan
dividen di Indonesia. Sutrisno (2001) mengungkapkan kebijakan dividen adalah kebijakan
yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan
besarnya dividen yang akan dibagikan dan besarnya saldo laba yang ditahan untuk
kepentingan perusahaan. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba dalam
bentuk dividen maka akan mengurangi sumber dana internal perusahaan. Sebaliknya
apabila perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperolehnya maka kemampuan
perusahaan untuk membentuk sumber dana internal perusahaan akan semakin
besar.Terdapat 4 jenis alternatif pembayaran dividen (Sutrisno, 2001), yaitu, Pembayaran
dividen stabil yaitu perusahaan membayarkan dividen dalam jumlah yang relatif stabil
untuk memiliki payout ratio yang rendah pada saat profit tinggi dan memiliki payout ratio
yang tinggi pada saat profit mengalami penurunan. Pembayaran dividen residual yaitu
penentuan besarnya dividen dipengaruhi oleh ada tidaknya kesempatan investasi yang
menguntungkan. Sejauh terdapat investasi yang menguntungkan maka dana yang
diperoleh dari operasi perusahaan akan digunakan untuk investasi tersebut. Jika terdapat
sisa barulah sisa tersebut dibagikan sebagai dividen. Jika diamati maka akan terlihat
bahwa suatu perusahaan membagikan dividen sangat banyak karena tidak ada investasi
yang menguntungkan, sedangkan ketika seluruh dana digunakan untuk investasi
perusahaan tidak membagikan dividen sama sekali. Pembayaran dividen dengan payout
ratio yang konstan yaitu perusahaan memilih untuk mempertahankan persentase payout
atas laba yang konstan. Dengan demikian apabila laba yang diperoleh berfluktuasi, maka
dividen yang dibayarkan juga akan berfluktuasi. Pembayaran dividen reguler yang rendah
disertai pembayaran ekstra yaitu pembayaran dividen dimana perusahaan menetapkan
jumlah rupiah Rahma Damayanti 186 minimal dividen per lembar saham tiap tahunnya.
Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akanmembayarkan dividen ekstra
diatas jumlah minimal tersebut.Dari ke 4 jenis alternatif pembayaran dividen tersebut,
Pembayaran dividen yang stabil banyak dilakukan oleh perusahaan karena dapat
memberikan kesan atau sinyal kepada investor bahwa perusahaan mempunyai prospek
yang baik di masa yang akan datang.Dapat mengatasi ketidak pastian dalam pikiran
pemegang saham karena dividen yang stabil memiliki risiko yang kecil.Membantu
perusahaan dalam merencanakan alokasi anggaran perusahaan untuk beberapa tahun ke
depan. Menarik investor institusional. Di beberapa negara, terdapat ketentuan bahwa
perusahaan asuransi, bank tabungan dan dana pensiun hanya diijinkan menanamkan
sahamnya pada perusahaan yang membayarkan dividennya secara stabil. Profitabilitas
telah digunakan didalam penelitian-penelitian sebelumnya sebagai indikator utama
kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Lintner, 1956). Arilaha (2007)
berpendapat bahwa profitabilitas adalah salah satu cara untuk mengetahui sampai sejauh
mana tingkat pengembalian yang diperoleh dari aktivitas investasi. Dengan kata lain
bahwa profitabilitas adalah tingkat kemampuan perusahaan untuk mencari keuntungan
atau laba dalam suatu periode tertentu. Profitabilitas juga memiliki arti penting dalam
usaha mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan jangka panjang. Perusahaan
akan selalu berusaha untuk meningkatkan profitabilitasnya karena semakin tinggi tingkat
profitabilitas perusahaan maka kelangsungan hidup perusahaan tersebut juga akan
semakin terjamin. Rasio profitabilitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dengan kemampuan dan sumber yang dimiliki. Rasio
profitabilitas sangat penting bagi perusahaan karena dapat membantu perusahaan untuk
mengetahui kontribusi keuntungan yang diperoleh dalam jangka pendek ataupun jangka
panjang serta sebagai dasar dalam pembagian dividen kepada pemegang saham (Deitiana,
2011). Pruitt dan Gitman (1991) mengungkapkan laba saat ini dan laba yang diperoleh
perusahaan pada tahun-tahun sebelumnya merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
pembayaran dividen. 187AGREGAT: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 1, No. 2, September
2017 http://journal.uhamka.ac.id/index.php/agregat p-ISSN: 2549-5658 e-ISSN: 2549-7243
DOI: 10.22236/agregat_vol1/is2pp183-194 Hal 183-194 Menurut Arilaha (2007),
profitabilitas merupakan rasio keuangan yang menunjukkan keuntungan perusahaan.
Keuntungan perusahaan yang stabil dapat menentukan tingkat pembayaran dividen
dengan stabil sehingga memberikan sinyal bahwa perusahaan dalam kondisi yang baik.
Kebanyakan hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh positif
terhadap kebijakan dividen (Lintner, 1956; Fama dan Babiak, 1968; Arilaha, 2007; Al
Kuwari, 2009; Martati, 2010; Haryetti dan Ekayanti, 2012). Profitabilitas merupakan rasio
keuangan yang menunjukkan keuntungan perusahaan. Dividen adalah laba perusahaan
yang dibagikan kepada pemegang saham. Semakin banyak keuntungan yang dimiliki oleh
perusahaan maka dividen yang dibayarkan juga semakin besar. Dengan demikian hipotesis
pertama dapat dirumuskan sebagai berikut : H1 : Profitabilitas berpengaruh positif
signifikan terhadap kebijakan dividen. Lagged dividend adalah dividen yang dibayarkan 1
tahun sebelum tahun yang dipertimbangkan. Lagged dividend menunjukkan keinginan dari
managemen perusahaan untuk mengikuti kebijakan dividen stabil. Pada praktiknya,
perusahaan cenderung memberikan dividen dengan jumlah yang relatif stabil atau
meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan disebabkan oleh asumsi bahwa
investor melihat kenaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa perusahaan memiliki
prospek cerah. Hal ini membuat perusahaan cenderung untuk tidak menurunkan
pembayaran dividen. Agar kebijakan dividen menjadi stabil maka perusahaan sebelum
membagikan dividen tahun yang dipertimbangkan harus melihat trend kebijakan dividend
tahun sebelumnya. Perusahaan yang enggan untuk merubah kebijakan dividennya secara
cepat, maka pembayaran dividen pada tahun sebelumnya dapat dipertimbangkan sebagai
ukuran untuk menentukan kebijakan dividen tahun berjalan. Hasil penelitian yang
dilakukan Lintner (1956), Pandey (2003), Sura et al (2006), Martati (2010) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan positif antara lagged dividend dengan kebijakan dividen saat
ini. Lagged dividend merupakan indikator stabil tidaknya kebijakan dividen perusahaan
Rahma Damayanti 188 karena mempertimbangkan trend kebijakan dividen tahun
sebelumnya. Jika lagged dividend bernilai positif maka kebijakan dividen pada perusahaan
tersebut stabil, begitu juga dengan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis kedua dapat
dirumuskan sebagai berikut : H2 : Lagged dividend berpengaruh positif signifikan terhadap
kebijakan dividen. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kuantitatif. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan yang terdaftar di Bursa efek Indonesia periode tahun 2012-2015 yang
berjumlah 539 perusahaan. Tahun yang dipilih adalah tahun 2012- 2015 karena
berdasarkan Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka per
tanggal 31 Desember 2012, tugas dan fungsi Bapepam LK akan berpindah ke OJK. Adanya
perubahan struktur regulasi pada pasar modal di Indonesia akan mempengaruhi emiten
dan investor ketika akan mengambil keputusan. Terlebih adanya wacana bahwa pada
tahun 2013 BEI akan memberikan sanksi kepada emiten yang tidak membagikan laba
bersihnya dalam bentuk dividen. Desain pengambilan sampel yang digunakan adalah non
probabilitas dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Purposive sampling
memiliki arti bahwa sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu dari peneliti.
Adapun yang menjadi pertimbangan adalah perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai
berikut :Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan telah menyampaikan
laporan keuangannya per 31 Desember pada tahun 2012, per 31 Desember pada tahun
2013, 31 Desember pada tahun 2014 dan 31 Desember pada tahun 2015.Perusahaan yang
konsisten membagikan dividen tunai kepada pemegang saham berturut-turut mulai tahun
2012, 2013, 2014, 2015. Perusahaan yang didalam laporan keuangannya menyajikan data
secara lengkap sesuai dengan variabel-variabel yang terkait dengan penelitian ini yaitu :
Kebijakan dividen (DPS), profitabilitas (EPS) dan lagged dividend (DPSt1).Berdasarkan
kriteria purposive sampling, maka jumlah sampel yang memenuhi syarat penelitian adalah
sejumlah 133 perusahaan. Jenis data yang digunakan penelitian ini adalah data sekunder
yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung 189AGREGAT: Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Vol. 1, No. 2, September 2017 http://journal.uhamka.ac.id/index.php/agregat p-
ISSN: 2549-5658 e-ISSN: 2549-7243 DOI: 10.22236/agregat_vol1/is2pp183-194 Hal 183-194
atau melalui media lain.Sumber data perusahaan yang terdaftar di BEI dan data laporan
keuangan perusahaan tahun 2012- 2015 diperoleh dari Indonesia Stocks Exchange (IDX).
Data perusahaanperusahaan yang membagikan dividen periode 2012-2015 diperoleh
melalui Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Variabel dependen adalah kebijakan
dividen yang akan diukur dengan Dividend PerShare(DPS). Jumlah lembar saham yang
beredar Total dividen yang dibagikan Dividend Per Share  Variabel independen untuk
penelitian ini adalah profitabiltas yang akan diukur dengan Earning Per Share dan lagged
dividend yang akan diukur dengan t-1 Dividen Per Share .Pengujian hipotesis yang ada
pada penelitian ini menggunakan metode regresi linier berganda dengan model : Y = f (X)
DPSt = f (EPSt, DPSt-1) DPSt = bo + b1EPSt + b2DPSt-1 +e Y = Variabel dependen, yaitu
kebijakan dividen yang diukur dengan Dividen Per Share tahun berjalan (DPSt) X = Variabel
independen yang terdiri dari profitabilitas yang diukur dengan Earning Per Share tahun
berjalan (EPSt), lagged dividendyang diukur dengan Dividen Per Share tahun sebelumnya
(DPSt-1) bo = Konstanta b1, b2, b3 = Koefisien regresi e = Error term HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Hasil Uji Model Regresi Berganda Sehingga model
persamaannya menjadi : Ln DPSt = 0.272LnEPSt + 0.710LnDPSt-1 – 0.266 Tabel 1,
menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi Ln EPS adalah 0,272 signifikan pada 0,000. Nilai
signifikansi tersebut lebih kecil dari nilai alpha sebesar 5% sehingga H0 ditolak dan H1
diterima, dan dapat disimpulkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif siginifikan
terhadap kebijakan dividen. Nilai koefisien regresi Ln DPSt-1adalah 0,710 signifikan pada
0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari nilai alpha sebesar 5% sehingga H0 ditolak
dan H2 diterima, sehingga dapat Rahma Damayanti 190 disimpulkanbahwa lagged
dividend berpengaruh positif signifikan terhadapkebijakan dividen. Earning Per Share
(EPSt) memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Dividend Per Share (DPSt). Hal ini
menyimpulkan bahwa variabel profitabilitas memiliki pengaruh positif signifikan terhadap
kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2012-2015.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lintner (1956), Pandey (2003),
Eriotis (2005), Bawa dan Kaur (2012) dan Martati (2010) yang menyatakan bahwa semakin
besar laba yang berhasil diraih perusahaan maka semakin besar pula porsi dividen yang
dibagikan kepada pemegang saham. Pengaruh positif profitabilitas terhadap kebijakan
dividen perusahaan yang terdaftar di BEI 2012-2015 mendukung pendapat yang
dikemukakan oleh Aivazian (2003) yang menyatakan bahwa perusahaanperusahaan di
negara emerging market menunjukkan perilaku dividen yang sama dengan perusahaan-
perusahaan di negara Amerika Serikat yang dapat dijelaskan melalui pengaruh rasio
profitabilitas dan rasio market to book. Menurut Lintner (1956), profitabilitas mutlak
diperlukan oleh perusahaan ketika hendak membagikan dividen. Profitabilitas adalah
tingkat keuntungan bersih yang berhasil dicapai perusahaan dalam menjalankan
operasionalnya sedangkan dividen merupakan sebagian dari laba bersih yang diperoleh
perusahaan. Oleh karena itu, dividen akan dibagikan kepada pemegang saham jika
perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntunganyang layak dibagikan kepada para
pemegang saham adalah keuntungan setelahperusahaan memenuhi seluruh kewajiban
tetapnya yaitu beban bunga dan pajak.Profitabilitas perusahaan juga merupakan faktor
utama yang biasanya menjadi pertimbangan direksi, walaupun untuk membayar deviden
perusahaan rugipun dapat melaksanakannya, karena adanya cadangan dalam bentuk laba
ditahan. Namun demikian hubungan antara keuntungan perseroan dengan keputusan
deviden masih merupakan suatu hubungan yang vital. Perusahaan juga akan selalu
berusaha meningkatkan citra perusahaan dengan cara setiap peningkatan laba akan diikuti
dengan peningkatan porsi laba yang dibagi sebagai deviden. Hal ini akan mendorong
terjadinya 191AGREGAT: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 1, No. 2, September 2017
http://journal.uhamka.ac.id/index.php/agregat p-ISSN: 2549-5658 e-ISSN: 2549-7243 DOI:
10.22236/agregat_vol1/is2pp183-194 Hal 183-194 peningkatan nilai saham perusahaan
karena dengan mengumumkan adanya peningkatandividen, maka investor ataupun calon
investor akan menganggap kondisiperusahaan saat ini dan di masa mendatang memiliki
prospek yang baik. Para investor berpikir karena tingkat profitabilitas perusahaan yang
semakin meningkat maka perusahaan dapat menetapkan pembayaran dividen yang
meningkat pula. Dividend Per Share tahun sebelumnya (DPSt-1) memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap Dividend Per Share (DPSt). Hal ini menyimpulkan bahwa variabel
lagged dividend memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen pada
perusahaanperusahaan yang terdaftar di BEI periode 2012-2015. Dengan kata lain bahwa
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2012-2015 dalam membagikan
dividennya menganut kebijakan dividen stabil. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lintner (1956), Pandey (2003), Eriotis (2005), Bawa dan Kaur (2012) dan
Martati (2010) yang menyatakan bahwa agar kebijakan dividen menjadi stabil maka
perusahaan sebelum membagikan dividen tahun yang dipertimbangkan harus melihat
trend kebijakan dividend tahun sebelumnya. Nilai konstanta pada model regresi yang
menunjukkan angka positif 0.710 mengartikan bahwa manager perusahaan enggan
menurunkan pembayaran dividen karena mereka percaya bahwa penurunan dividen akan
memberikan sinyal negatif perusahaan di pasar. Pengumuman dividen mengandung
informasi yang berguna bagi investor dalam memperkirakan prospek perusahaan di masa
mendatang. Ketika investor tidak memiliki informasi yang .

BAB 16
 EFISIENSI PASAR KEUANGAN

Jurnal 1

Pasar keuangan yang termasuk di dalamnya pasar modal, merupakan indikator yang
perlu diperhatikan untuk menjaga kestabilan perekonomian. Pertumbuhan dan
pelemahan ekonomi dapat dilihat dari keadaan pasar modal yang dimilikinya dan hal ini
tidak terlepas dari adanya pengaruh pasar keuangan oleh negara lain. Muklis (2016),
menyebutkan secara faktual pasar modal telah menjadi pusat saraf finansial (financial
nerve centre) pada dunia ekonomi modern dewasa ini, bahkan perekonomian modern
tidak mungkin dapat eksis tanpa adanya pasar modal yang tangguh, dan berdaya saing
global serta terorganisir dengan baik. Terlihat pada laporan World Federation Of
Exchanges (WFE) 2015, terdapat 10 bursa saham terbesar di dunia, yang menjadi tempat
terbaik untuk melakukan kegiatan investasi, berupa transaksi jual beli terhadap saham
termasuk saham komoditas, saham keuangan maupun saham-saham perusahan teknologi,
dan diantara 10 bursa saham tersebut, terdapat 3 negara yang memiliki bursa saham
terbesar ini, yaitu meliputi negara Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok (Chromler, 2016).
Besarnya bursa saham yang dilmiliki oleh ke tiga negara tersebut, menunjukan bahwa
negara tersebut telah bagus melakukan kegiatan ekonominya melalui pasar saham,
terhadap kondisi perekonomian negaranya di pasar keuangan, serta akan menjadikan
bursa saham yang akan dapat mempengaruhi terhadap kondisi pasar keuangan negara lain
secara global. Adanya krisis keuangan yang terjadi sejak tahun 2000 (Amerika Serikat pada
tahun 2007, krisis keuangan yang dipicu oleh runtuhnya Lehman Brothers pada tahun
2008. Krisis keuangan global (GFC) tahun 2007-2009 umumnya dianggap sebagai krisis
keuangan terburuk dan penurunan ekonomi terbesar sejak Depresi Besar 1929-1939
(Gang-ji, 2017), dan krisis utang Eropa pada tahun 2010) tidak hanya krisis keuangan
nasional atau regional, tetapi krisis yang parah melanda ekonomi global. pada tahun 2015
China menjadi negara yang mengalami crash di pasar saham pada bulan Juni, serta efek
dari peristiwa black swan yang juga terjadi dua bulan kemudian pada tanggal 24 Agustus
2015 pada pasar saham global, sehingga hal tersebut mengakibatkan efek terhadap
beberapa negara, di mana dua indeks komposit utama China mengalami penurunan satu
hari yang melebihi 8 persen, indeks saham di Amerika Serikat merosot lebih dari 1000 poin
di menit-menit pembukaan, dan indeks saham di Jepang dan negara-negara Eropa juga
telah turun lebih dari 4 persen (T sai, 2017). Peristiwa-peristiwa tersebut secara langsung
maupun tudak langsung, akan memberikan dampak secara melebar ke seluruh dunia dan
mengakibatkan bursa saham pada setiap negara akan mengalami efek, walaupun efek
tersebut akan berbeda-beda pada setiap negaranya, begitu juga di Indonesia. IHSG
merupakan sebuah indikator yang sering digunakan untuk melihat terjadinya fluktuasi dari
jual beli saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Fluktuasi tersebut bisa saja
terjadi karena adanya faktor yang mempengaruh kondisi ekonomi dari negaranegara lain.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302 Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol. 2 No. 4 November 2017 : 489-499 491 Sumber:
Yahoofinace.com (data diolah) Gambar 1. Pergerakan Indeks Harga Saham IHSG, NYSE,
LSE.L dan SSE Tahun 2006-2016 Pelemahan IHSG terutama disebabkan oleh adanya gejolak
eksternal yang bersumber dari permasalahan di bursa saham global, yaitu salah satunya
krisis keuangan Amerika Serikat. Dari sisi domestik, penurunan IHSG masih relatif tertahan
dengan terjaganya faktor fundamental emiten dan efektifnya peran komunikasi Bank
Indonesia dalam meyakinkan pasar (Rusiadi, 2009). Pelemahan IHSG justru menjadi
insentif bagi investor asing untuk membekukan net beli di pasar saham, dan hal inilah
yang mengakibatkan pada tahun 2009 sampai tahun-tahun berikutnya, pergerakan IHSG
menunjukkan respon yang positif dipasar modal. Selain di Indonesia efek yang berbeda
juga dirasakan oleh negara-negara yang terkena oleh dampak gangguan terhadap ekonomi
yang terjadi di pasar keuangan global, salah satunya disebabkan oleh gangguan ekonomi
pada pasar modal negara Amerika Serikat tersebut. Terjadinya krisis Amerika Serikat yang
terjadi pada tahun 2008, membawa dampak guncangan negatif yang berasal dari pasar
keuangan Amerika Serikat, dengan cepat menyebar secara global (Ju Hyun Pyun, 2016).
Dampak jangka pendek yang sudah dirasakan adalah jatuhnya harga saham dan
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yang terus tertekan belakangan, namun
setelah itu terdapat pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh Amerika Serikat, dengan
mulai memperbaiki data ekonomi Amerika Serikat menjadi lebih baik, sehingga pada
tahun-tahun berikutnya indeks harga saham Amerika Serikat mengalami peninggakatan
sampai tahun 2016. Perbaikan data ekonomi yang dilakukan oleh negara Amerika Serikat,
hal ini tercermin dari adanya penguatan sektor tenaga kerja dan meningkatnya inflasi,
serta mendorong kenaikan Fed Fund Rate (FFR) pada bulan Desember 2016, dengan
kecenderungan kenaikan pada tahun 2017 yang menjadi lebih tinggi, sehingga dapat
berpotensi meningkatkan cost of borrowing di pasar keuangan global (Tinjauan Kebijakan
Moneter, 2016). Pergerakan harga saham London Stock Exchange Group sempat
mengalami titik terendah pada 2008, hal ini dikarenakan negara Eropa juga terkena
dampak dari resiko investasi saham oleh adanya krisis ekonomi Amerika Serikat tahun
2008, namun pada tahun 2009 harga saham kembali meningkat sampai tahun 2010,
namun pada tahun menuju 2011 terjadi sedikit 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00
10000.00 12000.00 IHSG NYSE LSE.L SEE Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol. 2 No. 4 November 2017 :
489-499 492 penurunan harga saham, hal ini bisa saja disebabkan oleh adanya gangguan
kondisi ekonomi domestik ketika terjadinya krisis utang Eropa pada tahun 2010 (T sai.
2017). Adanya ketidakpastian timing kenaikan suku bunga the Fed serta pemburukan
pasar saham Tiongkok yang memiliki dampak rambatan terhadap bursa saham global
lainnya. Pada pertengahan 2015, bursa saham Tiongkok sempat mengalami penurunan
signifikan yang dipicu oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi Tiongkok (Laporan
Perekonomian, 2015). Perubahan dan perbaikan data yang terjadi, telah mengakibatkan
Integrasi di pasar keuangan global ternyata juga sangat di pengaruhi oleh negara-negara
yang sedang berkembang, dan negara Tiongkok adalah salah satu negara berkembang
yang akan berpotensi dapat memberikan pengaruh di pasar keuangan global, di sisi lain
pertumbuhan ekonomi negara berkembang, terutama India dan Tiongkok, diperkirakan
dapat menjadi sumber pendorong pertumbuhan ekonomi global dan perbaikan sejumlah
harga komoditas (Teranmisi Kebijakan Moneter, 2016). Pergerakan yang terjadi pada
indeks harga saham pada beberapa titik tertentu, secara bersamaan telah memberi
pergerakan harga saham pada pasar modal setiap negara, maka hal inilah yang
menunjukan adanya integrasi yang terjadi di pasar keuangan global, yaitu
menggambarkan adanya interaksi yang hampir sama diperlihatkan terhadap reaksi antara
satu bursa saham dengan bursa saham lainnya tanpa memandang batas negara dan
waktu. Beberapa pasar modal yang telah diuraikan diatas menunjukan bahwasannya
kondisi pasar keuangan global telah mempengaruhi kondisi pasar keuangannya pada suatu
negara, dan perkembangan pada setiap pasar modal telah memperlihatkan adanya respon
untuk investasi di pasar modal semakin baik setiap tahunnya, hal ini juga yang akan dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara akan menjadi lebih baik walaupun
hasil dari respon di setiap negara berbeda-beda, pada saat terjadinya perubahan terhadap
kondisi pasar keuangan global. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Mankiw (2006), Pasar
keuangan (Financial Markets) adalah sebuah institusuinstitusi yang melalui orang- orang
yang ingin menabung dapat secara langsung menyediakan dananya untuk orang-orang
yang ingin meminjam. Pengertian lain, pasar keuangan adalah sebuah pasar yang
menyediakan produk-produk atau instrument-instrumen keuangan, serta menjadi wadah
atau sebuah tempat yang mempertemukan kedua belah pihak, yaitu antara pihak yang
kelebihan dana serta pihak yang kekurangan dana. Salah satu pasar yang terdapat pada
pasar keuangan adalah pasar modal atau pasar saham, yang merupakan pasar keuangan
yang paling penting dalam sebuah perekonomian (Mankiw, 2006). Pasar modal (capital
market) didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka
panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang atau modal sendiri, baik
yang diterbitkan oleh pemerintah, maupun yang diterbitkan oleh pihak swasta (Rusiadi,
2009). Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar
modal menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar
modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau
wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana
(investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer) bagi pemilik dana, sesuai dengan
karakteristik investasi yang dipilih (Muklis, 2016). Investasi merupakan pengeluaran modal
untuk pembelian aset (asset) fisik seperti pabrik, mesin, peralatan, dan persedian, yaitu
investasi fisik atau rill. Dalam analisis ekonomi, istilah investasi khususnya dihubungkan
dengan investasi fisik, investasi fisik menciptakan aset baru yang akan menambahkan
kapasitas produksi suatu negara, sementara investasi keuangan hanya Jurnal Ilmiah
Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Unsyiah Vol. 2 No. 4 November 2017 : 489-499 493 memindahkan kepemilikan dari yang
ada dari seseorang atau lembaga kepada yang lain (Widjajanta, 2007). Saham (stock)
merupakan salah satu instrument pasar keuangan yang paling popular, menerbitkan
saham merupakan salah satu pilihan peruhaan ketika memutuskan untuk pendanaan
perusahaan, sedangkan pada sisi lain, saham merupakan instrumen investasi yang banyak
dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.
Definisi lain mengenai saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu
perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva
perusahaan (Rusiadi, 2009). Indeks saham (Stock Index) adalah suatu indeks yang
digunakan untuk melihat pergerakan harga saham secara keseluruhan. Indeks harga
saham adalah suatu indikator yang menunjukan pergerakan harga saham. Indeks
berfungsi sebagai indikator tren pasar, artinya pergerakan indeks mengambarkan kondisi
pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu (Fakhruddin, 2013). Penentuan
indeks harga saham bisa dibedakan menjadi dua, yaitu Indeks Harga Saham Individu dan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Anoraga & Pakarti, 2006). Volatilitas Harga saham
merupakan deviasi standar dari perubahan proporsional dari harga saham dalam priode
tertentu dalam waktu satu tahun apabila hasil dinyatakan dalam gabungan terus menerus
(Judokusumo, 2008). Maka volatilitas harga saham atau perubahan harga saham dapat
terjadi, sangatlah ditentukan dari kondisi pada pasar modal itu sendiri, yang sangat di
pengaruhi oleh sikap para investor dalam menaggapi sebuah kejadian di pasar modal,
termaksud pada saat adanya korelasi yang ada pada pasar internasional yang dapat
menimbulkan kondisi lain di pasar modal suatu negara. Menurut Kearney (2004) Sistem
ekonomi dan keuangan dunia semakin terintegrasi dengan ekspansi yang cepat dari
perdagangan internasional komoditas, jasa, dan aset keuangan. Keterkaitan komoditas
dan jasa timbul dari kenyataan bahwa peningkatan proporsi dari produksi dalam negeri
diekspor ke luar negeri, sementara meningkatkan proporsi konsumsi domestik dan
investasi menggunakan komoditas dan layanan yang dihasilkan di Luar negeri dan diimpor
pada saat bersamaan, karena integrasi internasional yang sesungguhnya ini akan terjadi,
bagaimanapun baik tingkat dan kecepatan integrasi keuangan internasional akan
meningkat. Keterkaitan aset keuangan muncul karena penduduk nasional dan luar negeri.
Pasar keuangan yang semakin terintegrasi menggambarkan bahwa adanya respon pada
saat suatu kejadian yang menimpa suatu pasar keuangan. Pasar keuangan ini akan
mempunyai efek terhadap pasar keuangan di negara lainya. Yildirim (2016) dalam
penelitiannya telah memperlihatkan bagaimana efek dari guncangan resiko keuangan
global terhadap pasar aset di setiap 5 negara berkembang yaitu Brazil, India, Indonesia,
Afrika Selatan, dan Turki, yang dikenal sebagai Fragile Lima yang menunjukkan bahwa
ukuran respon dari setiap harga aset domestik terhadap global yang telah terkena
guncangan risiko keuangan sebagian besar hasilnya berbeda pada negara Fragile Lima.
Perubahan yang terjadi pada setiap negara yang terkena dampak dari gangguan ekonomi
di pasar keuangan global juga dibuktikan oleh Penelitian lainya yang dilakukan oleh Tsai
(2017) yaitu memperlihatkan bagaimana pengaruh efek ketidakpastian kebijakan ekonomi
(EPU) di empat negara atau wilayah yaitu (China, Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat)
terhadap penularan resiko investasi dipasar saham global Hasil penelitian menunjukan
bahwa EUP pada wilayah China adalah paling berpengaruh terhadap risiko investasi
dipasar saham global, dan untuk di AS efek EUP lebih rendah dibandingkan di China, dan
efek EUP di Jepang hanya mempengaruhi risiko investasi pada negara berkembang saja,
sedangkan efek EUP di Eropa tidak berpengaruh terhadap risiko penularan di pasar saham
global. Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302 Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol. 2 No. 4 November 2017 : 489-499 494 Namun, menurut
risiko volatilitas, EUP pada masing-masing wilayah Eropa dan China adalah yang paling
pengaruh di negara-negara Asia dan negara-negara Eropa. Hasil ini mungkin disebabkan
oleh ketergantungan perdagangan yang sangat tinggi di antara kedua negara ini karena
kinerja perusahaan internasional terutama ditentukan oleh kebijakan ekonomi bagi
perdagangan mereka, maka EUP akan sangat mempengaruhi kinerja industri dan
runtuhnya pasar saham selama resesi besar tersebut. Penelitian lainnya yang lakukan oleh
Caldara dkk (2016) penelitian ini mencoba melihat kombinasi atau gabungan dari
guncangan keuangan dan ketidakpastian keuangan terhadap pasar saham dan hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa guncangan keuangan dan ketidakpastian telah baik
memainkan peran penting dalam siklus bisnis fluktuasi termasuk menyumbang
sepenuhnya untuk kontraksi parah secara nyata bagi output industri dan runtuhnya pasar
saham selama resesi besar tersebut. Semua guncangan dan gangguan yang terjadi telah
memperlihatkan bagaimana besarnya dampak nyata yang telah menimpa negara-negara
yang bersangkutan, bukan hanya dampak negatif tetapi juga dapat berdampak positif, dan
dampak fositif yang akan dirasakan oleh setiap negara dengan adanya kegiatan pasar
keuangan yang melibatkan negara lainnya secara global terlihat, akan dapat meningkatkan
sumber pendanaan bagi setiap pihak-pihak yang terlibat pada negara yang bersangkutan
sehingga akan mempengaruhi pergerakan dan pertumbuhan ekonomi secara langsung.
Penelitian yang dilakukan oleh Isenmila (2012) memperlihatkan bagaimana perlunya
kondisi pasar modal dengan penggunaan yang efektif dan efisien untuk pembangunan
ekonomi, dan hasil penelitian ini telah menghasilkan sebuah arguman yaitu pelaksanaan
terhadap pasar modal membutuhkan waktu dan yang lebih penting adalah ketika adanya
kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta, dan mempercayai bahwa fungsi efisien
dari pasar modal dapat memperkirakan lingkungan ekonomi dan politik yang
menguntungkan dan sesuai dukungan kelembagaan yang tepat untuk lingkungan ini.
Karena dengan adanya kepercayaan dari investor di masa yang akan datang maka akan
mendukung keberhasilan bagi pasar modal tersebut, dengan demikian, peran pemerintah
dalam memberikan kepercayaan ini penting untuk pelaksanaan pasar modal yang efisien
dan untuk melebarkan pembangunan ekonomi. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini,
penulis akan mengkaji tentang masalah hubungan pasar keuangan global dan pasar
keuangan Indonesia. Dengan masalah yang ditimbulkan dari pasar keuangan tersebut,
penulis akan melihat bagaimana pengaruh pasar keuangan global terhadap indeks harga
saham gabungan (IHSG) di Indonesia. Dimana pasar keuangan global dalam penelitian ini
meliputi pasar modal Amerika serikat/ New York Stock Exchange (NYSE), Eropa/ London
Stock Exchange Group (LSE.L),dan Tiongkok/ Sanghai Stock Exchange (SSE) dengan melihat
data pergerakan harga saham ke empat negara, serta informasi yang mendukung dari
tahun 2006- 2016 yang bersumber dari website yahoo finance, Bank Indonesia, serta
instansi dan referensi terkait lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode Error Correction Model (ECM), Penggunaan metode ini didasarkan pada
kemampuan metode tersebut untuk menganalisis hubungan antar variabel dalam jangka
panjang maupun dalam jangka pendek. Analisis dalam jangka panjang mengunakan
persamaan kointegrasi, sedangkan analisis jangka pendek mengunakan ECM (Sofyan,
2015). Tujuan metode ECM ini yaitu untuk melihat seberapa besar perubahan antar
variabel Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302 Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol. 2 No. 4 November 2017 : 489-499 495 yang dapat
memberikan pengaruh dalam dua situasi yaitu dimana hasil estimasi pada jangka panjang
yang dilihat dari nilai residualnya untuk melihat kointegrasi yang yang terjadi pada pasar
keuangan global terhadap IHSG, kemudian pada hasil estimasi ECM untuk melihat jangka
pendek yang terjadi pada pasar keuangan global terhadap IHSG, sehingga dapat
memperlihatkan hasil apakah pasar keuangan global hanya mempengaruhi dalam jangka
panjang terhadap IHSG atau hanya memiliki pengaruh dalam jangka pendek, atau memilki
hubungan dan pengaruh baik dalam jangka pendek maupun jangka panjangnya. analisis
ECM yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: IHSGt = β01+β11Δ
+β12Δ +β13Δ + β14Δ . +β15Δ . + β16Δ+ β17Δ+ β18Δ +......+......... Dimana: IHSGt = Indeks
Harga Saham Gabungan Indonesia NYSEt-n = Indeks Harga Saham Gabungan Amerika
Serikat LSE.Lt-n = Indeks Harga Saham Gabungan Eropa SSEt-n = Indeks Harga Saham
Gabungan Tiongkok ECt = Error Correction Term β01, β02 = Intercept β11, β12, β21dan β22
= Parameter = Error term HASIL PEMBAHASAN Pembentukan Error Conection Model
(ECM) pada sebuah persamaan melalui estimasi dalam jangka panjang dan jangka pendek
atau kointregrasinya, maka sebelum itu hal yang pertama kali dilakukan yaitu dengan
menguji kestasioneritas data, bertujuan untuk menghindari adanya regresi palsu atau
Spurious Regression. hasil pengujian akar unit pada at level menunjukkan bahwa semua
variabel belum stasioner pada at level, oleh karena itu, pengujian akar unit dilanjutkan
dengan melakukan uji akar unit pada tingkat first difference. hasil pengujian pada tingkat
first difference untuk semua varibel telah stationer dengan menunjukkan nilai probability
sebesar 0,0000. Hal ini menunjukan bahwasannya estimasi pada penelitian ini untuk
penentuan stasioner adalah dengan mengunakan uji first difference. Uji kointegritas
dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan dalam jangka panjang diantara
variabel-variabel tersebut. Dikatakan saling terkointgrasi jika Adanya kombinasi linear
diantara variabel-variabel yang tidak stationer pada tingkat at level, namun residual dari
kombinasi tersebut sudah stationer pada tingkat at level pada uji stasioneritas residual.
Hasil pengujian estimasi Ordinary Least Square menunjukan bahwa nilai prob. F-statistic
dari IHSG adalah sebesar 0.000000 yaitu lebih kecil dari alpha >0,05 dan untuk masing-
masing variabel yaitu NYSE, LSE-L, dan SSE adalah signifikan yaitu karena semua nilai
probabilitas variabel berada di bawah alpha> 0,05. Hasil ini menujukan bahwa terdapat
pengaruh dalam jangka panjang, terlihat yang berpengaruh terhadap IHSG yaitu dengan
adanya pertumbuhan dari NYSE, LSE_L, dan SSE. Selanjutnya dilakukannya pengujian
stationeritas residual untuk melihat terjadinya kointegrasi antara variabel-variabel
tersebut. Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302 Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol. 2 No. 4 November 2017 : 489-499 496 Tabel 1.
Hasil Uji Stationeritas Residual Variabel Test critical values: Phillips-Perron test statistic 1%
level 5% level 10% level Adj. t-Stat Prob.* RESID01 -3.481217 -2.883753 -2.578694
-14.64142 0.0000 Sumber: Hasil Uji Stationeritas Residual, diolah (2017) Hasil dari
pengujian Stationeritas Residual menunjukan bahwa nilai probabilitas pada level, telah
stasioner di mana menunjukan nilai yang lebih kecil dari alpha yaitu sebesar 0,0000 artinya
bahwa IHSG, NYSE, LSE_L dan SSE saling berkointrgrasi. Hasil ini memperlihatkan adanya
kointegrasi yang terjadi yang menunjukan hubungan yang positif dalam jangka panjang
antar variabel indeks saham IHSG Indonesia dan NYSE Amerika Serikat, LSE_L Eropa serta
SSE Tiongkok secara signifikan. Estimasi Yang dilakukan pada tahap ini merupakan sebuah
uji untuk melihat kointegrasi dalam jangka pendek. Terlihat pada uji kointegrasi yang
dilakukan dalam jangka panjang sebelumnya, telah menujukan hasil bahwa adanya
pengaruh dan terjadinya kointgrasi. Estimasi yang lakukan dalam jangka pendek ini
diharapkan dapat memberikan hasil estimasi yang memperlihatkan adanya kointgrasi dan
terjadinya hubungan keseimbang pada variabel. Uji estimasi ini disebut Error Correction
Model (ECM). Pengujian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidak adanya pengaruh pada
variabel dalam jangka pendek, dan melihat apakah akan terjadi kemungkinan penyesuaian
menuju pada keseimbangan dalam jangka panjang. Hasil dari regresi ECM untuk jangka
pendek, yang menunjukan bahwa semua variabel termasuk error correction term atau
residual secara signifikan telah mempengaruhi perubahan pada IHSG Indonesia. Hasil
persamaan dalam jangka pendek ini dapat dilihat terlebih dahulu, melalui nilai
probabilitas F-statistic yang telah berada di bawah alpha (0,05). Kemudian melihat semua
nilai probabilitas masing-masing variabel, yang menunjukan nilai signifikan yaitu berada di
bawah alpha (0.05). Nilai parameter ECT(-1) yaitu sama dengan nol yaitu 0.956441 yang
menunjukan bahwa IHSG Indonesia telah mencapai tingkat seimbangan dalam jangka
pendek. Nilai parameter yang terdapat pada nilai koefisien dengan tanda positif
menunjukan hubungan keseimbangan yang terjadi pada IHSG mendekati arah dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil estimasi yang menunjukan semua variabel
sangat berpositif berpengaruh dalam jangka pendek, namun dapat dilihat kembali dari
hasil ouput pada nilai koefisien dari masingmasing variabel akan menunjukan tingkat
pengaruh yang akan terjadi. Dilihat pada tingkat perubahan yang terjadi pada NYSE
sebesar 1 persen maka akan menyebabkan perubahan IHSG sebesar 25 persen,
selanjutnya kenaikan perubahan pada LSE_L sebesar 1 persen maka akan menyebabkan
purubahan IHSG sebesar 85 persen, dan tingkat perubahan yang terjadi pada SSE sebesar 1
persen akan menyebabkan perubahan terhadap IHSG sebesar -23 persen, adanya nilai
negatif pada SSE dikarena negara Tiongkok sendiri merupakan negara yang paling sedikit
berkontribusi terhadap pasar modal di pasar keuangan global. Berdasarkan nilai speed of
adjustment, yaitu sebesar 95 persen terdapat pengaruh dalam jangka pendek dengan nilai
probabilitas di bawah alpha (0.05) yang terkoreksi setiap periodenya. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Unsyiah Vol. 2 No. 4 November 2017 : 489-499 497 Tabel 2. Hasil Estimasi ECM Variable
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 828.2294 166.4518 4.975793 0.0000 D_LSE_L
0.854835 0.054190 15.77478 0.0000 D_NYSE 0.247279 0.024873 9.941735 0.0000 D_SSE
-0.236388 0.025495 -9.271883 0.0000 ECT(-1) 0.956441 0.021396 44.70198 0.0000 R-
squared 0.970246 Mean dependent var 3495.876 Adjusted R-squared 0.969301 S.D.
dependent var 1334.019 S.E. of regression 233.7348 Akaike info criterion 13.78367 Sum
squared resid 6883629. Schwarz criterion 13.89341 Log likelihood -897.8305 Hannan-Quinn
criter. 13.82826 F-statistic 1027.169 Durbin-Watson stat 2.488641 Prob(F-statistic)
0.000000 Sumber: Hasil Estimasi ECM, diolah (2017) Berdasarkan hasil regresi yang
diperoleh dengan mengunakan model Error Corection Model (ECM), maka telah didapati
nilai Durbin Watson sebesar 2.48. hasil tersebut telah mencapai angka 2 yang artinya di
mana secara teori telah mengindikasikan tidak terjadinya unsure aoutokorelasi dalam
model. Hasil dari perhitungan juga telah memperoleh sebesar 0.970246. dari hasil ini
mengidentifikasikan bahwa perubahan terhadap pasar modal NYSE (New York Stock
Exchange), LSE.L (London Stock Exchange) dan SSE (Sanghai Stock Ekchange) menentukan
variansi sebesar 97,0 persen terhadap IHSG Indonesia selama priode 2006-2016 sementara
3,0 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa
nilai parameter error correction term adalah bernilai nol, maka menunjukan bahwa untuk
setiap variabel pasar modal yaitu NYSE, LSE.L dan SSE telah mecapai keseimbangan dalam
jangka pendek. Hal ini akan memberikan kesimpulan bahwa dalam jangka pendek dan
jangka panjang untuk semua variabel memiliki hubungan yang signifikan dan saling
mempengaruhi antar IHSG terhadap NYSE, LSE.L dan SSE. Secara sederhana hasil dari
estimasi regresi dalam penelitian ini, menujukan hasil-hasil yang hampir sama pada
penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pasar keuangan global melalui
indikator pasar modal. Hubungan positif antar variabel yaitu IHSG serta NYSE, LSE.L, dan
SSE, walaupun hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya mengunakan metode atau
model regresi yang berbeda-beda tetapi hasil yang didapatkan adalah positif saling
mempengaruhi. Adanya hal ini karena disetiap negara saling terkait dalam hubungan
kegiatan ekonomi yang semakin berusaha untuk menjadi yang terbaik, maka dengan
munculnya beberapa tren ekonomi suatu negara pasti akan mempengaruhi negara lainya,
termasuk di dalam kegiatan pasar modal di pasar keuangan antar negara yang telah
menjadi secara global, hal ini terlihat pada data penelitian dari tahun 2006-2016 yang
menunjukan terjadinya pergerakan pada setiap pasar modal yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang sama dan saling memberikan pengaruh terhadap satu sama lain, hal ini lah
yang dikatakan adanya intgrasi pasar keuangan secara global. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh pasar keuangan global terhadap pasar
keuangan di Indoensia, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: Jurnal Ilmiah
Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Unsyiah Vol. 2 No. 4 November 2017 : 489-499 498 1. Variabel pasar modal yang terdiri
dari IHSG, NYSE, LSE.L dan SSE pada setiap negara terlihat memiliki hubungan dan saling
berpengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang sehingga akan cenderung
memilki penyesuaian dalam keseimbangan. 2. Hasil estimasi ECM menunjukkan bahwa
setiap variabel pasar modal saling memberikan pengaruh terhadap perubahan kondisi
pasar modal untuk setiap negara yaitu IHSG oleh Indonesia, NYSE oleh Amerika Serikat,
LSE.L oleh Eropa dan SSE oleh Tiongkok. 3. Perubahan yang terjadi pada NYSE dan LSE.L
secara positif cukup cepat dan terbilang memiliki pengaruh terbesar, yang dapat direspon
oleh IHSG, hal ini yang akan menunjukan adanya perubahan terhadap pasar modal ke dua
negara tersebut dalam jangka pendek, efektif untuk mempengaruhi nilai IHSG. 4. Selain
NYSE dan LSE.L, perubahan yang terjadi pada SSE ternyata direspon oleh IHSG, namun
secara kurang stabil, hal ini terlihat dari hasil estimasi yang bernilai negatif. Saran Pasar
modal yang telah terlihat secara positif saling mempengaruhi dan berhubungan, maka
disarankan untuk pembuat kebijakan dalam otoritas moneter dan peranan pemerintah
untuk agar lebih mengupayakan dalam menjaga kesetabillan ekonomi Indonesia agar
tetap dalam kodisi baik, karena bagusnya kegiatan ekonomi suatu negara akan
mempengaruhi pergerakan pasar keuangan termasuk IHSG, serta dana yang masuk
melalui para investor. Kepada peneliti selanjutnya, disarankan agar dapat menambah
beberapa variabel lain, serta menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak dan besar,
serta menggunakan model atau metode yang berbeda dan lebih baik lagi. Sehingga dapat
menghasilkan penelitian yang lebih baik lagi pula DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P., & Pakarti,
P. (2006). Pengantar Pasar Modal. Jakarta: Rineka Cipta Bambang Widjajanta, A. W.
(2007). Ekonomi. Bandung: CV.Citra Praya. Dario Caldara, C. F.-A. (2016). The
Macroeconomic Impact of Financial and Uncertainty Shocks. European Economic Review ,
1-43. Gang-Jin Wang, C. X. (2017). stock Market Contagion During The Global Financial
Crisis: A Multiscale Approach. Finance Research Letters , 1-6. Ju Hyun Pyun, J. A. (2016).
Capital and Credit Market Integration and Real Economic Contagion during the Global
Financial Crisis. Journal of International Money and Finance, Hal 1-46. Kearney, C., &Lucey,
B . (2004). International Equity Market Integration: Theory, Evidence And Implications.
International Review of Financial Analysis, hal 571–583. Mankiw, N. G. (2006). Principles of
Economics Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat. Muklis, F. (2016).
Perkembangan dan Tantangan Pasar Modal . Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan,
hal 65-75. Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302 Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol. 2 No. 4 November 2017 : 489-499 499
M.Fakhruddin, H. (2013). Tanya Jawab Pasar Modal . Jakarta: Gramedia. Rusiadi. (2009).
Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek
Indonesia. Tesis Pascasarjana USU , hal 1-125. Suherdi Judokusumo, M. (2008). Pengantar
Derivatif Dalam Moneter Internasional. Jakarta: Grasindo. Tsai, I.-C. (2017). The source of
global stock market risk: A viewpoint of economic policy. Economic Modelling 60, hal 122-
131. P.A Isenmila. (2012). The Role Of Capital Market In Emerging Economy. International
Journal of Business and Social Re , hal 61-71,Vol 02. Yildirim, Z. (2016). Global Financial
Conditions and Asset Markets: Evidence From Fragil

Jurnal 2

Sektor non riil atau sektor moneter secara garis besar dapat dibagi dalam dua katagori
yakni pasar uang dan pasar modal. Pasar uang adalah bertemunya permintaan dan
penawaran terhadap mata uang lokal dan asing atau dengan kata lain pasar yang
memperdagangkan valas, sedangkan pasar modal adalah transaksi modal antara pihak
penyedia modal (investor) dengan pihak yang memerlukan modal (pengusaha) dengan
menggunakan instrumen saham, obligasi, reksa dana dan instrumen turunannya (derivatif
instrument). Pada masa sekarang arus uang dan modal jarang dihubungkan dengan
keperluan transaksi perdagangan internasional dan kebutuhan modal untuk investasi
jangka panjang. Tetapi perekonomian konvensional melihat pasar uang dan pasar modal
sebagai sarana investasi jangka pendek yang bersifat spekulatif guna mendapatkan
keuntungan (gain) yang cepat dan besar (Al-Adnani, 1984). Di tengah kemerosotan,
skandal dan resiko yang menimpa pasar modal dan uang konvensional tersebut, kini dunia
mulai melirik Islam sebagai alternatif. Didahului oleh pendirian bank syariah dan lembaga
asuransi syariah di negeri-negeri Islam termasuk di Barat sendiri, kini upaya untuk
menerapkan dan mensosialisaikan pasar modal syariah semakin gencar. Pada 14 Maret
2003 yang lalu, pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan, Bapepam dan MUI secara
resmi meluncurkan pasar modal syariah. Sebelumnya pada tahun 2000 PT Bursa Efek
Jakarta (BEJ) bekerjasama dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) telah
meluncurkan Jakarta Islamic 198 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan-
Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2016 Index, sementara itu reksa dana syariah pertama
sudah ada pada tahun 1997, serta diterbitkannya Obligasi Syariah Mudharabah Indosat
pada tahun 2002. Yang lebih menarik lagi, di pusat keuangan kapitalis dunia Wall Street,
Dow Jones pada Februari 1999 telah meluncurkan Dow Jones Islamic Market Indexes
(DJIMI). Perkembangan tersebut disambut gembira oleh banyak pihak. Merupakan suatu
hal yang menggembirakan ketika dunia khususnya negeri-negeri Islam mulai melirik Islam
sebagai sistem alternatif. Akan tetapi kita harus bersikap kritis atas konsep baru yang
ditawarkan tersebut. Yakni apakah pasar modal syariah tersebut secara prinsip tidak jauh
berbeda dengan pasar modal konvensional? Atau apakah konsep dan aplikasi pasar modal
syariah sudah sesuai dengan syari’at Islam? PEMBAHASAN Pasar Uang dan Modal Istilah al
sharf yang berarti jual beli valuta asing dapat ditemukan dalam beberapa kamus. Al-
Adnani mendefinisikan al sharf dengan tukar-menukar uang (Al-Adnani, 1984). Dalam
Kamus al Munjid fi al Lugah (Ma’luf, 1986) disebutkan bahwa al sharf berarti ‫)بنقود النقود بيع‬
menjual uang dengan uang lainya). Yang dalam istilah inggris adalah money changer (Al-
Baklabaki, 1984). An-Nabhani mendefinisikan al sharf dengan pemerosotan harga dengan
harta lain, dalam bentuk emas dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara
emas yang satu dengan emas yang lain, atau antara perak yang satu dengan perak yang
lain (atau berbeda sejenisnya) semisal emas dan perak, dengan menyamakan atau
melebihkan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain (An-Nabhani, 1996). Dari
beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa al sharf merupakan suatu
perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya, transaksi jual beli mata uang yang
sejenis seperti rupiah dengan rupiah, maupun yang tidak sejenis seperti rupiah dengan
dolar atau sebaliknya. Dalam literatur klasik, ditemukan dalam bentuk jual beli dinar
dengan dinar, dirham dengan dirham atau dinar dengan dirham. Tukar menukar seperti ini
di dalam hukum Islam termasuk salah satu cara jual beli, dan dalam hukum perdata Barat
disebut dengan barter. An-Nabhani (1996) menyatakan bahwa jual beli mata uang atau
pertukaran mata uang merupakan transaksi jual beli dalam bentuk finansial yang
menurutnya mencakup: 1. Pembelian mata uang dengan mata uang yang serupa seperti
pertukaran uang kertas dinar baru Irak dengan uang kertas dinar lama. 2. Pertukaran mata
uang dengan mata uang asing seperti pertukaran dolar dengan Pound Mesir. 3. Pembelian
barang dengan uang tertentu serta pembelian mata uang tersebut dengan mata uang
asing seperti membeli pesawat dengan dolar, serta pertukaran dolar dengan dinar Irak
dalam suatu kesepakatan. 4. Penjualan barang dengan mata uang, misalnya dengan dolar
Australia serta pertukaran dolar dengan dolar Australia. Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri
Ramadhan) 199 5. Penjualan promis (surat perjanjian untuk membayar sejumlah uang)
dengan mata uang tertentu. 6. Penjualan saham dalam perseroan tertentu dengan mata
uang tertentu. Dewasa ini jual beli uang biasanya terjadi di bursa valuta asing (valas).
Bursa valas ini diartikan dengan mekanisme, di mana orang dapat mentransfer daya beli
antar negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan
internasional dan meminimalkan kemungkinan resiko kerugian akibat terjadinya fluktuasi
kurs suatu mata uang (Siamat, 1999). Transaksi di pasar valuta asing terdiri dari dua jenis
tingkatan, yaitu antar bank (wholesale market) dan klien (retail market). Transaksi individu
dalam pasar antar bank biasanya berjumlah sangat besar, misalnya dalam kelipatan jutaan
dolar. Sedangkan kontrak antar bank dengan nasabah biasanya dibuat dalam jumlah
tertentu dan bisa dalam jumlah yang relatif kecil. Peserta yang aktif melakukan transaksi
pada tingkat pasar tersebut terdiri dari empat golongan, yaitu: Dealer Valuta Asing baik
bank ataupun non-bank, perusahaan dan individu (importir, investor internasional,
perusahaan-perusahaan multinasional), spekulator dan arbitrase dan bank sentral. Praktek
al sharf hanya terjadi dalam transaksi jual beli, di mana praktek ini diperbolehkan dalam
Islam berdasarkan hadits Rasulullah: ‫ال تبيعوا الذهب باالذهب إالسواء بسواء والفضة باالفضة إال سواء‬
‫ ”بسواء وبيعوا الذهببالفضةوالفضةبالذهبكيفشئتم‬Janganlah engkau menjual emas dengan emas,
kecuali seimbang, dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali seimbang. Juallah
emas dengan perak atau perak dengan emas sesuka kalian” Ĕ ‫ي النبي ص م عن الفضة باالفضة‬
‫ ”والذب بالذهب إال سواء بسواء وأمرنا أن نبتاع شئنا بالفضةكيف الذهب‬Nabi melarang menjual perak
dengan perak, emas dengan emas, kecuali seimbang. Dan Nabi memerintahkan untuk
menjual emas dengan perak sesuka kami, dan menjual perak dengan emas sesuka kami”
‫ فسأله‬.‫ أمرنا أن نشتري الفضة بالذهبكيف شئنا ونشتري الذهب بالفضةكيف شئنا‬dengan perak membeli untuk
diperintahkan telah Kami “‫ رجل فقال يدا بيد فقال هكذا سمعت‬dengan emas sesuka kami dan
membeli emas dengan perak sesuka kami. Lalu seorang laki-laki bertanya, kemudian
beliau menjawab: Harus tunai. Dan (perawi) berkata: demikianlah yang aku dengar”. Dari
beberpa hadits di atas dapat dipahami bahwa hadis pertama dan kedua merupakan dalil
tentang diperbolehkannya al sharf serta tidak boleh adanya penambahan antara suatu
barang yang sejenis (emas dengan emas atau perak dengan perak), karena kelebihan
antara dua barang yang sejenis tersebut merupakan riba al fadl yang jelas-jelas dilarang
oleh Islam. Sedangkan Hadits ketiga, selain bisa dijadikan dasar diperbolehkannya al sharf,
juga mengisyaratkan bahwa kegiatan jual beli tersebut harus dalam bentuk tunai, yaitu
untuk menghindari terjadinya riba nasi’ah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
jual beli mata uang harus dilakukan 200 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan
Perbankan-Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2016 sama-sama tunai serta tidak
melebihkan antara satu barang dengan barang lain dalam mata uang yang sejenis. Begitu
juga pertukaran antara dua jenis mata uang yang berbeda, hukumnya mubah. Bahkan
tidak ada syarat harus sama atau saling melebihkan, namun hanya disyaratkan tunai dan
barangnya samasama ada An Nabhani (1996). Penciptaan mata uang adalah dalam rangka
untuk diedarkan di masyarakat dan menjadi penyeimbang bagi semua harta benda dengan
adil dan sebagai perantara benda-benda yang lain. Sekalipun uang memiliki nilai, tetapi
yang diperlukan bukanlah bendanya. Uang mempunyai nilai yang sama terhadap semua
benda, bahkan Al Gazali seperti yang dikutip Karim (2002) dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin
mengibaratkan uang agaikan cermin. Cermin tidak punya warna namun dapat
merefleksikan semua harga. Uang bukan komoditi dan oleh karenanya tidak dapat
diperjual belikan. Uang merupakan modal serta salah satu faktor produksi yang penting,
tetapi “bukan terpenting”. Manusia menduduki tempat di atas modal disusul sumber daya
alam. Pandangan ini berbeda dengan pandangan sementara pelaku ekonomi modern yang
memandang uang sebagai segala sesuatu, sehingga tidak jarang manusia atau sumber
daya alam dianiaya atau ditelantarkan. Modal tidak boleh disalahgunakan. Manusia harus
mengunakanya dengan baik agar ia terus produktif dan tidak habis digunakan. Oleh karena
itu, modal tidak boleh menghasilkan “keuntungan” dari dirinya sendiri, tetapi harus
dengan usaha manusia melalui sektor yang “riil”. Inilah salah satu sebab mengapa
membungakan uang, dalam bentuk riba dan perjudian dilarang. Salah satu sebab
pelarangan riba, serta pengenaan zakat sebesar 2,5 % terhadap uang adalah untuk
mendorong aktivitas ekonomi, perputaran dana, serta sekaligus mengurangi spekulasi
serta penimbunan. Secara normatif huum Islam, jual beli valuta asing yang dilakukan saat
sekarang tidaklah merubah fungsi uang dalam Islam. Karena al sharf yang dijadikan
sebagai salah satu jasa perbankan tidaklah sama dengan perdagangan uang atau
memperjual-belikan uang yang dalam banyak hal telah merugikan masyarakat banyak,
terutama dalam kasus Indonesia. Perbedaan antara al sharf dengan perdagangan uang
atau jual beli uang, terletak pada hukum yang diterapkan pada al sharf. Walaupun al sharf
itu merupakan salah satu variasi dari jual beli, akan tetapi tidak dihukumi dengan konsep
jual beli secara umum, karena dalam konsep jual beli boleh untuk ditangguhkan.
Sedangkan dalam variasi jual beli mata uang denagn mata uang lain memakai hukum
khusus yang tidak terdapat dalam bai’ al muthlaq (jual beli barang dengan uang) dan bai’
al muqayyadah (jual beli barang dengan barang) yaitu dalam time setlement-nya. Artinya
dalam akad al sharf ini harus dilakukan secara tunai (tidak boleh ditanguhkan).
Sebagaimana diketahui, bahwa jual beli itu bisa berupa ayn (good dan service) yang berarti
barang dan jasa, atau juga berupa dayn (financial obligation). Obyek jual beli berupa dayn
dengan Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri Ramadhan) 201 dayn, hukumnya adalah
hukumnya tidak sah karena hal tersebut telah menjadikan dayn dengan ayn. Akan tetapi,
ketika kedua bentuk dayn itu adalah berupa mata uang, maka ia adalah al sharf yang
hukumnya boleh (mubah) dengan syarat kedua mata uang tersebut harus diserahkan
secara langsung (tunai) sebelum para pihak berpisah. Sehingga aqad al sharf ini bisa
disebut sebagai pengecualianvdari akad lain yang obyeknya berupa dayn. Tujuan dari
keharusan tunai dalam akad al sharf adalah untuk menghindari adanya garar yang
terdapat dalam riba fadl. Garar dalam akad sharf ini akan lenyap karena time of setlment-
nya dilaksanakan secara tunai. Sedangkan dalam akad yang obyeknya berupa barang,
maka selain masa penyerahannya yang harus tunai, juga harus sama dalam hal kualitas
dan kuantitasnya. Justeru merupakan hal yang tepat, ketika Ibnu Taimiyah mensyaratkan
harus dilakukan secara simultan (taqabud) dalam transaksi perdagangan uang
(Abdurrahman, 1963). Sebagai salah satu variasi jual beli, al sharf juga tentu saja harus
memenuhi persyaratan sebagaimana halnya variasi jual beli yang lain seperti bai’ al mutlak
dan muqayyadah. Karena, agar akad jual beli itu terbentuk dan sah, diperlukan sejumlah
syarat, yaitu syarat adanya akad jual beli dan syarat sah-nya jual beli. Sehingga akad jual
beli itu tidak saja ada dan terbentuk, akan tetapi juga sah secara hukum. Dengan demikian
hukum tentang al sharf yang biasa diartikan dengan jual beli valuta asing tidak diragukan
lagi kebolehannya dari sudut hukum Islam. Aktivitas perdagangan valuta asing harus
terbebas dari unsur riba, maisir, dan gharar. Dalam pelaksanaannya haruslah
memperhatikan beberapa batasan. Mengacu pada hadis-hadis yang dijadikan dasar
diperbolehkannya kegiatan jual beli valuta asing, maka batasan-batasan yang perlu
diperhatikan dalam melakukan transaksi tersebut adalah: 1. Pertukaran tersebut harus
dilakukan secara tunai (bai’ naqd), artinya masing-masing pihak harus menerima atau
menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan. 2. Motif pertukaran
adalah dalam rangka mendukung transaksi komersil, yaitu transaksi perdagangan barang
dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi. 3. Harus dihindari jual beli
bersyarat. Misalnya A setuju membeli barang dari B hari ini, dengan syarat B harus
membelinya kembali pada tangal tertentu di masa mendatang. Hal ini tidak diperbolehkan
karena selain untuk menghindari riba, juga karena jual beli bersyarat itu membuat hukum
jual beli menjadi belum tuntas. 4. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak
yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan. 5. Tidak dibenarkan
menjual barang yang belum dikuasai, atau dengan kata lain tidak dibenarkannya jual beli
tanpa kepemilikan (bai’ inah) (Antonio, 1999). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa pertukaran uang dengan cara qabadh 202 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan
Perbankan-Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2016 (penerimaan barang ditempatkan)
merupakan syarat sah jual beli mata uang, baik emas dengan emas atau perak dengan
perak. Hanya saja disyaratkan hulul dan qabadh. Dibenarkan adanya kurang tau lebih, tapi
tidak dibenarkan adanya tangguh atau bertempo. Dengan demikian, maka dibenarkan
bank untuk memperdagangkan uang yang berlainan, asalkan memenuhi syarat di atas dan
boleh memperjual-belikannya dengan selisih harga. Seperti suatu bank menjual 1 dolar
dengan 10 real, sedangkan bank lain menjual 3 dolar dengan 11 real. Transaksi seperti ini
diperbolehkan selama tidak ada unsur pemerasan dan sesuai dengan keadaan
masingmasing negara, sebab pemerasan adalah haram. Pasar modal identik dengan
sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan
modal (investor) dengan orang yang membutuhkan modal (issuer) untuk mengembangkan
investasi. Dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasar modal didefinisikan
sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek,
Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan Efek”. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pasar modal
adalah: 1. Emiten 2. Perantara Emisi yang meliputi: a. Penjamin Emisi b. Akuntan Publik c.
Perusahaan Penilai 3. Badan Pelaksana Pasar Modal 4. Bursa Efek 5. Perantara
Perdagangan Efek Efek yang diperdagangkan dalam bursa hanya boleh ditransaksikan
melaui perantara, yaitu makelar (broker) dan komisioner. a. Makelar adalah pihak yang
melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan orang lain dengan
memperoleh imbalan. b. Komisioner adalah pihak yang melakukan pembelian dan
penjualan efek untuk kepentingan sendiri atau orang lain dengan memperoleh imbalan. 6.
Investor Di dalam pasar modal proses perdagangan efek (saham dan obligasi) melalui
tahapan pasar perdana kemudian pasar sekunder. Pasar perdana adalah penjualan
perdana saham dan obligasi oleh emiten kepada para investor. Kedua pihak yang saling
memerlukan ini tidak bertemu secara langsung dalam bursa, tetapi melalui pihak
perantara. Dari penjualan saham dan efek di pasar perdana ini, pihak emiten memperoleh
dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya (Anoraga dan Pakarti, 2001).
Sedangkan pasar sekunder adalah pasar yang terjadi sesaat atau setelah pasar perdana.
Maksudnya setelah saham dan obligasi yang dibeli investor dari emiten, maka investor
tersebut menjual kembali saham dan obligasi kepada investor lainnya, baik dengan tujuan
mengambil untung dari kenaikan harga Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri Ramadhan) 203
(capital gain) maupun untuk menghindari kerugian (capital loss). Perdagangan di pasar
sekunder inilah yang secara reguler terjadi di bursa efek setiap harinya. Perbedaan Pasar
Modal Syariah dengan Konvensional Ada dua hal utama dalam pasar modal syariah yaitu
indeks Islam dan pasar modal syariah itu sendiri. Indeks Islam menunjukkan pergerakan
harga-harga saham dari emiten yang dikatagorikan sesuai syariah, sedangkan pasar modal
syariah merupakan institusi pasar modal sebagaimana lazimnya yang diterapkan
berdasarkan “prinsip-prinsip syariah.” a. Indeks Saham Konvensional dan Indeks Saham
Islam Indeks Islam tidak hanya dapat dikeluarkan oleh pasar modal syariah saja tetapi juga
oleh pasar modal konvensional. Bahkan sebelum berdirinya institusi pasar modal syariah
di suatu negeri, bursa efek setempat yang tentu saja berbasis konvensional terlebih dahulu
mengeluarkan indeks Islam. Di Bursa Efek Jakarta misalnya, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ)
bekerja sama dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM) meluncurkan Jakarta
Islamic Index (JII) sebelum pasar modal syariah sendiri diresmikan. Perbedaan mendasar
antara indeks konvensional dengan indeks Islam adalah indeks konvensional memasukkan
seluruh saham yang tercatat di bursa dengan mengabaikan aspek halal haram, yang
penting saham emiten yang terdaftar (listing) sudah sesuai aturan yang berlaku (legal).
Akibatnya bukanlah suatu persoalan jika ada emiten yang menjual sahamnya di bursa
bergerak di sektor usaha yang bertentangan dengan Islam atau yang memiliki sifat
merusak kehidupan masyarakat. Misalnya pada awal tahun 2003 yang lalu, di Australia
ada rumah bordir (pelacuran) yang masuk ke bursa efek setempat. Pada Bursa Efek Jakarta
(BEJ), menurut Karim (2002) dari 333 emiten yang tercatat 236 saham di antaranya
tergolong sesuai syariah. Sedangkan sisanya 59 saham tergolong “haram” atau tidak sesuai
dengan prinsip syariah, seperti saham perbankan, minuman keras dan rokok. Sisanya 34
saham tergolong subhat seperti saham industri perhotelan dan empat saham mudharat.
Dari uraian di atas dapat ditarik garis pemisah antara indeks Islam dan indeks
konvensional. Pertama, jika indeks Islam dikeluarkan oleh suatu institusi yang bernaung
dalam pasar modal konvensional, maka perhitungan indeks tersebut berdasarkan kepada
saham-saham yang digolongkan memenuhi kriteria-kriteria syariah sedangkan indeks
konvensional memasukkan semua saham yang terdaftar dalam bursa efek tersebut.
Kedua, jika indeks Islam dikeluarkan oleh institusi pasar modal syari’ah, maka indeks
tersebut didasarkan pada seluruh saham yang terdaftar di dalam pasar modal syariah yang
sebelumnya sudah diseleksi oleh pengelola. b. Instrumen Dalam pasar modal konvensional
instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham,
204 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan-Volume 1, Nomor 2, Juli-
Desember 2016 obligasi, dan instrumen turunannya (derivatif) opsi, right, waran, dan
reksa dana. Saham merupakan surat tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau
badan terhadap perusahaan yang menerbitkan saham tersebut, sedangkan obligasi
merupakan bukti pengakuan utang dari perusahaan kepada para pemegang obligasi yang
bersangkutan (Anoraga dan Pakarti, 2001). Opsi merupakan produk turunan (derivatif)
dari efek (saham dan obligasi). Opsi sebagai produk efek yang akan memberikan hak
kepada pemegangnya (pembeli) untuk membeli atau menjual sejumlah tertentu dari aset
finansial tertentu, pada harga tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu (Anoraga dan
Pakarti, 2001). Adapun right adalah efek yang memberikan hak kepada pemegang saham
lama untuk membeli saham baru yang akan dikeluarkan emiten pada proporsi dan harga
tertentu (Anoraga dan Pakarti, 2001). Waran merupakan turunan dari saham biasa yang
bersifat jangka panjang dan memberikan hak kepada para pemegangnya untuk membeli
saham atas nama dengan harga tertentu (Anoraga dan Pakarti, 2001). Sedangkan reksa
dana (mutual fund) adalah perusahaan investasi yang mengelola investasi saham, obligasi,
dan lain-lainnya, dengan menerbitkan surat berharga tersendiri yang ditujukan kepada
para investor, sehingga para investor tersebut tidak perlu lagi melakukan investasi
langsung terhadap berbagai surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek tetapi
cukup membeli surat berharga yang diterbitkan reksa dana tersebut (Anoraga dan Pakarti,
2001). Dalam pasar modal syariah, instrumen yang diperdagangkan adalah saham, obligasi
syariah dan reksa dana syariah, sedangkan opsi, waran dan right tidak termasuk instrumen
yang dibolehkan. Adapun yang dimaksud saham dalam pasar modal syariah sama dengan
saham dalam pasar modal konvensional. Hanya bedanya saham yang diperdagangkan
dalam pasar modal syariah harus datang dari emiten yang memenuhi kriteria-kriteria
syariah sebagaimana yang disebutkan dalam pembahasan indeks Islam. Sementara
obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Obligasi konvensional merupakan
suatu jenis produk keuangan yang tidak dibenarkan dalam Islam karena menggunakan
bunga sebagai daya tariknya. Menurut Muhammad al-Amin, intrumen obligasi syariah
dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istisna’,
salam, dan murabahah sehingga dari prinsip ini nama obligasi syariah tergantung pada
prinsip yang mana yang digunakan emiten (Al-Bashir, 2001). Di Indonesia penerbitan
obligasi syariah ini dipelapori oleh Indosat dengan menerbitkan Obligasi Syariah
Mudharabah Indosat senilai Rp 100 milyar pada Oktober 2002 yang lalu. Obligasi ini
mengalami oversubribed dua kali lipat sehingga Indosat menambah jumlah obligasi yang
ditawarkan menjadi Rp 175 milyar. Langkah Indosat ini diikuti Bank Muamalat dan Bank
Syariah Mandiri (BSM) pada tahun ini. Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri Ramadhan) 205
Dalam konsep Obligasi Syariah Mudharabah, emiten menerbitkan surat berharga jangka
panjang untuk ditawarkan kepada para investor dan berkewajiban membayar pendapatan
berupa bagi hasil atau margin fee serta pokok utang obligasi pada waktu jatuh tempo
kepada para pemegang obligasi tersebut. Dalam hal ini pihak emiten berfungsi sebagai
mudharib sedangkan investor pemegang obligasi sebagai shahibul mal. Sementara emiten
yang menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan
emiten yang masuk dalam kriteria indeks Islam. Instrumen ketiga yang diperdagangkan
dalam pasar modal syariah adalah Reksa Dana Syariah. Reksa Dana Syariah merupakan
sarana investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu
produk yang dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi menawarkan Reksa Dana
Syariah kepada para investor yang berminat, sementara dana yang diperoleh dari investor
tersebut dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi
syariah yang dinilai menguntungkan. c. Mekanisme transaksi Dalam konteks pasar modal
syariah, menurut Alhabshi, idealnya pasar modal syariah itu tidak mengandung transaksi
ribawi, transaksi yang meragukan (gharar), dan saham perusahaan yang bergerak pada
bidang yang diharamkan. Pasar modal syariah harus bebas dari transaksi yang tidak
beretika dan amoral, seperti manipulasi pasar, transaksi yang memanfaatkan orang dalam
(insider trading), menjual saham yang belum dimiliki dan membelinya belakangan (short
selling). Sementara itu Obaidullah mengemukakan etika di pasar modal syariah, yaitu
setiap orang bebas melakukan akad (freedom contract) selama masih sesuai syariah,
bersih dari unsur riba (freedom from al-riba), gharar (excessive uncertainty), al-qimar/judi
(gambling), al-maysir (unearned income), manipulasi dan kontrol harga (price control and
manipulation), darar (detriment) dan tidak merugikan kepentingan publik (unrestricted
public interest), juga harga terbentuk secara fair (entitlement to transact at fair price) dan
terdapat informasi yang akurat, cukup dan apa adanya (entitlement to equal, adequate,
and accurate infromation) (Obaidullah, 2001). Irfan Syauqi menjelaskan perihal spekulasi
ini, pertama, spekulasi hakikatnya bukanlah kegiatan investasi, kedua, spekulasi
menyebabkan peningkatan pendapatan bagi sekelompok masyarakat tanpa memberikan
konstribusi apapun baik yang bersifat positif maupun produktif, ketiga, spekulasi
merupakan sumber penyebab krisis keuangan, dan keempat, spekulasi datang dari mental
“ingin cepat kaya”. Dalam mekanisme transaksi produk pasar modal syariah, Irfan Syauqi
mengemukakan wacana bahwa transaksi pembelian dan penjualan saham tidak boleh
dilakukan secara langsung. Dalam pasar modal konvensional investor dapat membeli atau
menjual saham secara langsung dengan menggunakan jasa broker atau pialang. Keadaan
ini memungkinkan bagi para spekulan untuk mempermainkan harga. Akibatnya perubahan
harga saham 206 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan-Volume 1, Nomor 2,
Juli-Desember 2016 ditentukan oleh kekuatan pasar bukan karena nilai intrinsik saham itu
sendiri. Menurut Irfan Syauqi hal ini dilarang dalam Islam. Untuk itu dalam proses
perdagangan saham, emiten memberikan otoritas kepada agen di lantai bursa, selanjutnya
agen tersebut bertugas untuk mempertemukan emiten dengan calon investor tetapi
bukan untuk menjual dan membeli saham secara langsung. Kemudian saham tersebut
dijual/dibeli karena sahamnya memang tersedia dan berdasarkan prinsip first come - first
served. Dalam perdagangan obligasi syariah, menurut Muhammad Gunawan tidak boleh
diterapkan harga diskon atau harga premium yang lazim dilakukan pada obligasi
konvensional. Prinsip transaksi obligasi syariah adalah alhawalah (transfer service atau
pengalihan piutang dengan tanggungan bagi hasil), sehingga jual beli obligasi syariah
hanya boleh pada harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi. Sedangkan untuk
perdagangan Reksa Dana Syariah, manajer investasi menawarkan kepada pembeli Reksa
Dana Syariah yang bersifat jangka pendek di pasar uang dan Reksa Dana Syariah jangka
panjang di pasar saham. Misalnya Danareksa Syariah mengalokasikan 80% investasinya di
saham dan 20% di pasar uang atau surat utang. Keuntungan yang diperoleh investor dalam
Reksa Dana Syariah ini sangat bergantung pada bagaimana manajer investasi
menginvestasikan dana yang dikelolanya. Pasar Modal Syariah dari Sisi Syari’at Islam
Untuk menilai pasar modal syariah, adalah sangat penting bagi kita menelaah institusi
(badan usaha) yang bernama perseroan terbatas (PT) karena perseroan terbataslah yang
menerbitkan saham dan sebagai emiten mencatatkannya di bursa efek untuk
diperdagangkan, juga saham merupakan instrumen yang paling utama diperdagangkan
dalam pasar modal. Meskipun dalam konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa
saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor
yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur riba, serta transaksi saham
dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi, hal itu tetap tidak
membedakan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional secara menyeluruh.
Bagaimana kegiatan bisnis dilakukan dan bagaimana bentuk perseroan adalah dua
masalah yang berbeda. Sepakat bahwa suatu badan usaha harus bergerak pada sektor-
sektor dan mekanisme transaksi yang dibolehkan syariat Islam. Hanya saja kita tidak
sepakat dengan bentuk badan usaha berupa perseroan terbatas, apalagi permasalahan ini
tidak disentuh dalam perkembangan wacana pasar modal syariah karena memang
instrumen utama yang diperdagangkan di pasar modal syariah adalah saham sedangkan
penerbitan saham itu sendiri merupakan metode manajemen suatu perseroan terbatas
untuk memperoleh pendanaan atas kegiatan usahanya. a. Syarat perseroan (syirkah)
dalam Islam Perseroan (syirkah) dari segi bahasa memiliki makna penggabungan dua
bagian atau lebih Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri Ramadhan) 207 sehingga tidak bisa
dibedakan lagi satu bagian dengan bagian yang lain. Sedangkan menurut syara’,an-
Nabhani mengungkapkan bahwa perseroan adalah transaksi antara dua orang atau lebih
yang bersepakat untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari
keuntungan (An-Nabhani, 2000). Transaksi perseroan tersebut mengharuskan adanya ijab
dan qabul sebagaimana yang dilakukan dalam transaksi lainnya di mana salah satu di
antara mereka mengajak yang lain untuk mengadakan kerjasama dalam suatu masalah,
sehingga kesepakatan tersebut belum cukup hanya dengan kesepakatan untuk melakukan
perseroan saja atau memberikan modal untuk perseroan saja, tetapi harus mengandung
makna bekerjasama dalam suatu urusan (An-Nabhani, 2000). Dalam Islam perseroan yang
dibolehkan dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu perseroan inan, abdan,
mudharabah, wujuh, dan mufawadhah. b. Tanggung jawab terbatas dalam perseroan
terbatas Sementara itu kebatilan perseroan terbatas dalam ekonomi konvensional terletak
pada tanggung jawab terbatas. Jika perusahaan rugi atau bangkrut para kreditur dan
pemilik hak lainnya tidak dapat menuntut para persero perusahaan sedikitpun, berapapun
kewajiban perusahaan terhadap mereka. Mereka hanya bisa menuntut atas haknya
sebatas aset perusahaan yang tersisa. Dengan demikian sistem perseroan ini merupakan
suatu perlindungan sistematis bagi para pemilik modal dan pengelola perusahaan. Sistem
perseroan dengan tanggung jawab terbatas bertentangan dengan hukum syara’ yang
menuntut ditunaikannya seluruh kewajiban mereka terhadap pihak lain di dunia ini,
sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu
Hurairah: “Siapa saja yang mengambil harta orang dan bermaksud untuk melunasinya,
maka Allah akan menolongnya untuk melunasinya. Dan siapa saja yang mengambil harta
orang dan bermaksud merusaknya, maka Allah akan merusak orang itu.” Juga dalam
hadits yang lain: “Sungguh hak-hak itu pasti akan ditunaikan kepada para pemiliknya pada
hari kiamat nanti, hingga seekor domba betina tak bertanduk akan mendapat kesempatan
membalas karena pernah ditanduk oleh domba betina bertanduk.” (HR. Imam Ahmad dari
Abu Hurairah). “Perbuatan orang kaya menunda-nunda pembayaran utangnya adalah
suatu kezhaliman.” (HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah). “…sebaik-baik orang di antara
kalian, adalah yang paling baik dalam penunaian hak (pembayaran utang, dan lain-lain).”
(HR. Imam Bukhari). c. Perseroan terbatas tidak memenuhi syarat perseroan dalam Islam
Kebatilan perseroan terbatas yang lain adalah bahwa pihak-pihak yang ikut serta dalam
perseroan terbatas meleburkan dirinya dengan jalan pembagian komposisi kepemilikan
saham oleh para pendiri pada saat perseroan terbatas tersebut pertama kali didirikan,
kemudian pihak yang datang belakangan dengan jalan membeli saham yang dijual
manajemen perseroan terbatas pada saat IPO atau di pasar perdana, dan pihak yang
membeli saham dari pihak lain di pasar sekunder. Dengan demikian di dalam perseroan
terbatas tidak terdapat dua pihak atau lebih yang melakukan akad serta ijab dan qabul
tetapi yang ada berupa pembelian 208 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan
Perbankan-Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2016 saham oleh siapa saja sebagai
kehendak pribadinya yang bersifat sepihak. Artinya untuk menjadi rekanan/patner bagi
seseorang dalam suatu perseroan terbatas maka cukup baginya dengan membeli saham
perseroan terbatas tersebut (An-Nabhani, 2000). Jelaslah kebatilan dalam perseroan
terbatas tersebut karena tidak memenuhi adanya akad serta ijab dan qabul yang
disyaratkan dalam Islam. Mereka yang ikut serta dalam perseroan terbatas hanyalah
rekanan dalam modal (syarikul mal) saja (An-Nabhani, 2000). Masalah perseroan terbatas
inilah yang terlewatkan dalam pembahasan konsep dan aplikasi pasar modal syariah. d.
Perdagangan saham bertentangan dengan syara’ . Karena perseroan terbatas merupakan
suatu bentuk perseroan yang batil, maka saham yang diterbitkan perseroan terbatas
dengan tujuan menambah modal dan diperdagangkan dalam pasar modal menjadi batil
pula. Adapun pembahasan pembelian saham di pasar modal syariah harus dilakukan
dengan tujuan berinvestasi bukan berspekulasi – artinya seseorang atau suatu badan
usaha yang membeli saham berniat melakukan investasi jangka panjang – di mana fokus
keuntungan yang ingin dia peroleh hanya dari pembagian deviden dan keikutsertaannya
dalam perseroan terbatas dengan hak suara yang dimilikinya, maka itupun tidak
menghilangkan kebatilan dalam pasar modal syariah. Karena apa yang dia lakukan dengan
membeli saham tersebut sehingga berdasarkan hukum yang berlaku di negara yang
bersangkutan dia memiliki hak milik terhadap suatu perseroan terbatas atau sebagai
bagian dari orang yang turut andil dalam perseroan terbatas, namun tidak memenuhi
syarat sah seseorang yang bergabung dalam suatu perseroan menurut hukum syara’.
Apalagi dalam prakteknya jual beli saham di pasar modal syari’ah sekalipun sangat sulit
untuk menghindarkan dari kegiatan spekulasi, maksudnya sesuatu hal yang sulit untuk
dicapai jika semua transaksi dalam pasar modal syariah didasarkan pada investasi jangka
panjang. Karena perdagangan reguler yang dominan dalam pasar modal syariah bukan di
pasar perdana tetapi di pasar sekunder. Di pasar sekunder inilah sangat terbuka bagi
setiap pihak untuk ambil untung dengan melakukan transaksi jangka pendek dan di sinilah
biasanya terjadi spekulasi. Seandainya seluruh perdagangan saham baik di pasar primer
maupun di pasar sekunder dilakukan atas dasar investasi maka kecepatan transaksi dan
nilai kapitalisasi saham yang diperdagangkan akan sangat jauh berbeda dengan apa yang
terjadi di pasar modal konvensional selama ini. Dengan asumsi ini maka dalam kacamata
ekonomi sekarang pasar modal yang seperti itu tidak akan menarik minat banyak orang.
Karena perdagangan saham terjadi dengan sangat lambat. Para investor yang ingin masuk
dalam suatu perseroan harus menunggu suatu perseroan terbatas yang diminatinya
menjual sahamnya di pasar perdana. Kemudian di pasar sekunder para investor harus
menunggu dengan lama pihak pemegang saham suatu perseroan terbatas melepaskan
sahamnya di lantai bursa. Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri Ramadhan) 209 Permasalahan
muncul lagi dari emiten yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal syariah. Meskipun
pengelola pasar modal syariah sudah membersihkan emiten mana saja yang berhak masuk
dalam pasar modal syariah melalui seleksi ketat. Akan tetapi ada satu yang bolong dari
proses seleksi tersebut, yakni pembatasan suatu emiten tidak boleh terlibat transaksi dan
utang piutang ribawi dalam batas-batas maksimal tertentu. Biasanya batasan aset yang
mengandung riba adalah 30% dari total aset emiten. Muncul pertanyaan apakah terjamin
aset suatu emiten yang mengandung unsur riba tidak lebih dari 30%. Di sini
permasalahannya bukan pada berapa persentasi unsur ribawi, sebab sedikit atau banyak
yang namanya riba tetap haram. Dengan demikian saham yang diterbitkan dan
diperdagangakan dari suatu emiten yang terlibat unsur ribawi menjadi haram. Sebab
terjadi percampuran antara modal yang halal dengan modal yang haram, sehingga tidak
bisa dipilah-pilah lagi mana modal murni dengan bunganya (An-Nabhani, 2000). Saat ini di
Indonesia dan di belahan dunia lainnya, sangat sulit untuk menemukan suatu perseroan
terbatas yang terbebas dari unsur-unsur ribawi. KESIMPULAN Dari paparan dan analisis di
atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan pasar modal syariah dengan pasar modal
konvensional dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya. Sedangkan
perbedaan indeks saham Islam dengan indeks saham konvensional terletak pada kriteria
saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip syariah. Penerbitan indeks saham
Islam ini dapat dilakukan oleh pasar modal syariah dan pasar modal konvensional. Hanya
saja secara menyeluruh konsep pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional
tidak jauh berbeda. Karena instrumen utama yang diperdagangkan dalam pasar modal
syariah dan pasar modal konvensional adalah saham. Meskipun dalam pasar modal
syariah emiten yang sahamnya diperdagangkan harus bergerak pada sektor yang tidak
bertentangan dengan Islam, tetapi hal tersebut tidak membedakan zat dan sifat saham
dalam pasar modal konvensional. Selanjutnya mengenai penilaian terhadap konsep pasar
modal syariah itu sendiri, yakni yang berkaitan dengan saham sebagai instrumen utama di
dalam pasar modal syariah, maka syara’ tidak membolehkan perdagangan saham. Begitu
pula menerbitkan saham dengan tujuan menambah permodalan perusahaan, membeli
saham dengan tujuan investasi dan memperdagangkannya untuk mengambil keuntungan
(capital gain) dari selisih harga (margin) merupakan kegiatan batil dalam Islam. a.
Interpretasi Penelitian 1. Suatu perusahaan yang memerlukan modal harus bergerak pada
sektor yang tidak bertentangan dengan Islam dan tidak terkait dengan riba. 2. Untuk
melakukan investasi pada suatu perusahaan, seorang investor muslim harus memilih
perusahaan-perusahaan

BAB 17
 SUMBER PENDANAAN JANGKA PANJANG:
SAHAM DAN MODAL VENTURA

Jurnal 1
Sektor non riil atau sektor moneter secara garis besar dapat dibagi dalam dua katagori
yakni pasar uang dan pasar modal. Pasar uang adalah bertemunya permintaan dan
penawaran terhadap mata uang lokal dan asing atau dengan kata lain pasar yang
memperdagangkan valas, sedangkan pasar modal adalah transaksi modal antara pihak
penyedia modal (investor) dengan pihak yang memerlukan modal (pengusaha) dengan
menggunakan instrumen saham, obligasi, reksa dana dan instrumen turunannya (derivatif
instrument). Pada masa sekarang arus uang dan modal jarang dihubungkan dengan
keperluan transaksi perdagangan internasional dan kebutuhan modal untuk investasi
jangka panjang. Tetapi perekonomian konvensional melihat pasar uang dan pasar modal
sebagai sarana investasi jangka pendek yang bersifat spekulatif guna mendapatkan
keuntungan (gain) yang cepat dan besar (Al-Adnani, 1984). Di tengah kemerosotan,
skandal dan resiko yang menimpa pasar modal dan uang konvensional tersebut, kini dunia
mulai melirik Islam sebagai alternatif. Didahului oleh pendirian bank syariah dan lembaga
asuransi syariah di negeri-negeri Islam termasuk di Barat sendiri, kini upaya untuk
menerapkan dan mensosialisaikan pasar modal syariah semakin gencar. Pada 14 Maret
2003 yang lalu, pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan, Bapepam dan MUI secara
resmi meluncurkan pasar modal syariah. Sebelumnya pada tahun 2000 PT Bursa Efek
Jakarta (BEJ) bekerjasama dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) telah
meluncurkan Jakarta Islamic 198 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan-
Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2016 Index, sementara itu reksa dana syariah pertama
sudah ada pada tahun 1997, serta diterbitkannya Obligasi Syariah Mudharabah Indosat
pada tahun 2002. Yang lebih menarik lagi, di pusat keuangan kapitalis dunia Wall Street,
Dow Jones pada Februari 1999 telah meluncurkan Dow Jones Islamic Market Indexes
(DJIMI). Perkembangan tersebut disambut gembira oleh banyak pihak. Merupakan suatu
hal yang menggembirakan ketika dunia khususnya negeri-negeri Islam mulai melirik Islam
sebagai sistem alternatif. Akan tetapi kita harus bersikap kritis atas konsep baru yang
ditawarkan tersebut. Yakni apakah pasar modal syariah tersebut secara prinsip tidak jauh
berbeda dengan pasar modal konvensional? Atau apakah konsep dan aplikasi pasar modal
syariah sudah sesuai dengan syari’at Islam? PEMBAHASAN Pasar Uang dan Modal Istilah al
sharf yang berarti jual beli valuta asing dapat ditemukan dalam beberapa kamus. Al-
Adnani mendefinisikan al sharf dengan tukar-menukar uang (Al-Adnani, 1984). Dalam
Kamus al Munjid fi al Lugah (Ma’luf, 1986) disebutkan bahwa al sharf berarti ‫)بنقود النقود بيع‬
menjual uang dengan uang lainya). Yang dalam istilah inggris adalah money changer (Al-
Baklabaki, 1984). An-Nabhani mendefinisikan al sharf dengan pemerosotan harga dengan
harta lain, dalam bentuk emas dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara
emas yang satu dengan emas yang lain, atau antara perak yang satu dengan perak yang
lain (atau berbeda sejenisnya) semisal emas dan perak, dengan menyamakan atau
melebihkan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain (An-Nabhani, 1996). Dari
beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa al sharf merupakan suatu
perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya, transaksi jual beli mata uang yang
sejenis seperti rupiah dengan rupiah, maupun yang tidak sejenis seperti rupiah dengan
dolar atau sebaliknya. Dalam literatur klasik, ditemukan dalam bentuk jual beli dinar
dengan dinar, dirham dengan dirham atau dinar dengan dirham. Tukar menukar seperti ini
di dalam hukum Islam termasuk salah satu cara jual beli, dan dalam hukum perdata Barat
disebut dengan barter. An-Nabhani (1996) menyatakan bahwa jual beli mata uang atau
pertukaran mata uang merupakan transaksi jual beli dalam bentuk finansial yang
menurutnya mencakup: 1. Pembelian mata uang dengan mata uang yang serupa seperti
pertukaran uang kertas dinar baru Irak dengan uang kertas dinar lama. 2. Pertukaran mata
uang dengan mata uang asing seperti pertukaran dolar dengan Pound Mesir. 3. Pembelian
barang dengan uang tertentu serta pembelian mata uang tersebut dengan mata uang
asing seperti membeli pesawat dengan dolar, serta pertukaran dolar dengan dinar Irak
dalam suatu kesepakatan. 4. Penjualan barang dengan mata uang, misalnya dengan dolar
Australia serta pertukaran dolar dengan dolar Australia. Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri
Ramadhan) 199 5. Penjualan promis (surat perjanjian untuk membayar sejumlah uang)
dengan mata uang tertentu. 6. Penjualan saham dalam perseroan tertentu dengan mata
uang tertentu. Dewasa ini jual beli uang biasanya terjadi di bursa valuta asing (valas).
Bursa valas ini diartikan dengan mekanisme, di mana orang dapat mentransfer daya beli
antar negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan
internasional dan meminimalkan kemungkinan resiko kerugian akibat terjadinya fluktuasi
kurs suatu mata uang (Siamat, 1999). Transaksi di pasar valuta asing terdiri dari dua jenis
tingkatan, yaitu antar bank (wholesale market) dan klien (retail market). Transaksi individu
dalam pasar antar bank biasanya berjumlah sangat besar, misalnya dalam kelipatan jutaan
dolar. Sedangkan kontrak antar bank dengan nasabah biasanya dibuat dalam jumlah
tertentu dan bisa dalam jumlah yang relatif kecil. Peserta yang aktif melakukan transaksi
pada tingkat pasar tersebut terdiri dari empat golongan, yaitu: Dealer Valuta Asing baik
bank ataupun non-bank, perusahaan dan individu (importir, investor internasional,
perusahaan-perusahaan multinasional), spekulator dan arbitrase dan bank sentral. Praktek
al sharf hanya terjadi dalam transaksi jual beli, di mana praktek ini diperbolehkan dalam
Islam berdasarkan hadits Rasulullah: ‫ال تبيعوا الذهب باالذهب إالسواء بسواء والفضة باالفضة إال سواء‬
‫ ”بسواء وبيعوا الذهببالفضةوالفضةبالذهبكيفشئتم‬Janganlah engkau menjual emas dengan emas,
kecuali seimbang, dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali seimbang. Juallah
emas dengan perak atau perak dengan emas sesuka kalian” Ĕ ‫ي النبي ص م عن الفضة باالفضة‬
‫ ”والذب بالذهب إال سواء بسواء وأمرنا أن نبتاع شئنا بالفضةكيف الذهب‬Nabi melarang menjual perak
dengan perak, emas dengan emas, kecuali seimbang. Dan Nabi memerintahkan untuk
menjual emas dengan perak sesuka kami, dan menjual perak dengan emas sesuka kami”
‫ فسأله‬.‫ أمرنا أن نشتري الفضة بالذهبكيف شئنا ونشتري الذهب بالفضةكيف شئنا‬dengan perak membeli untuk
diperintahkan telah Kami “‫ رجل فقال يدا بيد فقال هكذا سمعت‬dengan emas sesuka kami dan
membeli emas dengan perak sesuka kami. Lalu seorang laki-laki bertanya, kemudian
beliau menjawab: Harus tunai. Dan (perawi) berkata: demikianlah yang aku dengar”. Dari
beberpa hadits di atas dapat dipahami bahwa hadis pertama dan kedua merupakan dalil
tentang diperbolehkannya al sharf serta tidak boleh adanya penambahan antara suatu
barang yang sejenis (emas dengan emas atau perak dengan perak), karena kelebihan
antara dua barang yang sejenis tersebut merupakan riba al fadl yang jelas-jelas dilarang
oleh Islam. Sedangkan Hadits ketiga, selain bisa dijadikan dasar diperbolehkannya al sharf,
juga mengisyaratkan bahwa kegiatan jual beli tersebut harus dalam bentuk tunai, yaitu
untuk menghindari terjadinya riba nasi’ah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
jual beli mata uang harus dilakukan 200 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan
Perbankan-Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2016 sama-sama tunai serta tidak
melebihkan antara satu barang dengan barang lain dalam mata uang yang sejenis. Begitu
juga pertukaran antara dua jenis mata uang yang berbeda, hukumnya mubah. Bahkan
tidak ada syarat harus sama atau saling melebihkan, namun hanya disyaratkan tunai dan
barangnya samasama ada An Nabhani (1996). Penciptaan mata uang adalah dalam rangka
untuk diedarkan di masyarakat dan menjadi penyeimbang bagi semua harta benda dengan
adil dan sebagai perantara benda-benda yang lain. Sekalipun uang memiliki nilai, tetapi
yang diperlukan bukanlah bendanya. Uang mempunyai nilai yang sama terhadap semua
benda, bahkan Al Gazali seperti yang dikutip Karim (2002) dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin
mengibaratkan uang agaikan cermin. Cermin tidak punya warna namun dapat
merefleksikan semua harga. Uang bukan komoditi dan oleh karenanya tidak dapat
diperjual belikan. Uang merupakan modal serta salah satu faktor produksi yang penting,
tetapi “bukan terpenting”. Manusia menduduki tempat di atas modal disusul sumber daya
alam. Pandangan ini berbeda dengan pandangan sementara pelaku ekonomi modern yang
memandang uang sebagai segala sesuatu, sehingga tidak jarang manusia atau sumber
daya alam dianiaya atau ditelantarkan. Modal tidak boleh disalahgunakan. Manusia harus
mengunakanya dengan baik agar ia terus produktif dan tidak habis digunakan. Oleh karena
itu, modal tidak boleh menghasilkan “keuntungan” dari dirinya sendiri, tetapi harus
dengan usaha manusia melalui sektor yang “riil”. Inilah salah satu sebab mengapa
membungakan uang, dalam bentuk riba dan perjudian dilarang. Salah satu sebab
pelarangan riba, serta pengenaan zakat sebesar 2,5 % terhadap uang adalah untuk
mendorong aktivitas ekonomi, perputaran dana, serta sekaligus mengurangi spekulasi
serta penimbunan. Secara normatif huum Islam, jual beli valuta asing yang dilakukan saat
sekarang tidaklah merubah fungsi uang dalam Islam. Karena al sharf yang dijadikan
sebagai salah satu jasa perbankan tidaklah sama dengan perdagangan uang atau
memperjual-belikan uang yang dalam banyak hal telah merugikan masyarakat banyak,
terutama dalam kasus Indonesia. Perbedaan antara al sharf dengan perdagangan uang
atau jual beli uang, terletak pada hukum yang diterapkan pada al sharf. Walaupun al sharf
itu merupakan salah satu variasi dari jual beli, akan tetapi tidak dihukumi dengan konsep
jual beli secara umum, karena dalam konsep jual beli boleh untuk ditangguhkan.
Sedangkan dalam variasi jual beli mata uang denagn mata uang lain memakai hukum
khusus yang tidak terdapat dalam bai’ al muthlaq (jual beli barang dengan uang) dan bai’
al muqayyadah (jual beli barang dengan barang) yaitu dalam time setlement-nya. Artinya
dalam akad al sharf ini harus dilakukan secara tunai (tidak boleh ditanguhkan).
Sebagaimana diketahui, bahwa jual beli itu bisa berupa ayn (good dan service) yang berarti
barang dan jasa, atau juga berupa dayn (financial obligation). Obyek jual beli berupa dayn
dengan Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri Ramadhan) 201 dayn, hukumnya adalah
hukumnya tidak sah karena hal tersebut telah menjadikan dayn dengan ayn. Akan tetapi,
ketika kedua bentuk dayn itu adalah berupa mata uang, maka ia adalah al sharf yang
hukumnya boleh (mubah) dengan syarat kedua mata uang tersebut harus diserahkan
secara langsung (tunai) sebelum para pihak berpisah. Sehingga aqad al sharf ini bisa
disebut sebagai pengecualianvdari akad lain yang obyeknya berupa dayn. Tujuan dari
keharusan tunai dalam akad al sharf adalah untuk menghindari adanya garar yang
terdapat dalam riba fadl. Garar dalam akad sharf ini akan lenyap karena time of setlment-
nya dilaksanakan secara tunai. Sedangkan dalam akad yang obyeknya berupa barang,
maka selain masa penyerahannya yang harus tunai, juga harus sama dalam hal kualitas
dan kuantitasnya. Justeru merupakan hal yang tepat, ketika Ibnu Taimiyah mensyaratkan
harus dilakukan secara simultan (taqabud) dalam transaksi perdagangan uang
(Abdurrahman, 1963). Sebagai salah satu variasi jual beli, al sharf juga tentu saja harus
memenuhi persyaratan sebagaimana halnya variasi jual beli yang lain seperti bai’ al mutlak
dan muqayyadah. Karena, agar akad jual beli itu terbentuk dan sah, diperlukan sejumlah
syarat, yaitu syarat adanya akad jual beli dan syarat sah-nya jual beli. Sehingga akad jual
beli itu tidak saja ada dan terbentuk, akan tetapi juga sah secara hukum. Dengan demikian
hukum tentang al sharf yang biasa diartikan dengan jual beli valuta asing tidak diragukan
lagi kebolehannya dari sudut hukum Islam. Aktivitas perdagangan valuta asing harus
terbebas dari unsur riba, maisir, dan gharar. Dalam pelaksanaannya haruslah
memperhatikan beberapa batasan. Mengacu pada hadis-hadis yang dijadikan dasar
diperbolehkannya kegiatan jual beli valuta asing, maka batasan-batasan yang perlu
diperhatikan dalam melakukan transaksi tersebut adalah: 1. Pertukaran tersebut harus
dilakukan secara tunai (bai’ naqd), artinya masing-masing pihak harus menerima atau
menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan. 2. Motif pertukaran
adalah dalam rangka mendukung transaksi komersil, yaitu transaksi perdagangan barang
dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi. 3. Harus dihindari jual beli
bersyarat. Misalnya A setuju membeli barang dari B hari ini, dengan syarat B harus
membelinya kembali pada tangal tertentu di masa mendatang. Hal ini tidak diperbolehkan
karena selain untuk menghindari riba, juga karena jual beli bersyarat itu membuat hukum
jual beli menjadi belum tuntas. 4. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak
yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan. 5. Tidak dibenarkan
menjual barang yang belum dikuasai, atau dengan kata lain tidak dibenarkannya jual beli
tanpa kepemilikan (bai’ inah) (Antonio, 1999). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa pertukaran uang dengan cara qabadh 202 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan
Perbankan-Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2016 (penerimaan barang ditempatkan)
merupakan syarat sah jual beli mata uang, baik emas dengan emas atau perak dengan
perak. Hanya saja disyaratkan hulul dan qabadh. Dibenarkan adanya kurang tau lebih, tapi
tidak dibenarkan adanya tangguh atau bertempo. Dengan demikian, maka dibenarkan
bank untuk memperdagangkan uang yang berlainan, asalkan memenuhi syarat di atas dan
boleh memperjual-belikannya dengan selisih harga. Seperti suatu bank menjual 1 dolar
dengan 10 real, sedangkan bank lain menjual 3 dolar dengan 11 real. Transaksi seperti ini
diperbolehkan selama tidak ada unsur pemerasan dan sesuai dengan keadaan
masingmasing negara, sebab pemerasan adalah haram. Pasar modal identik dengan
sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan
modal (investor) dengan orang yang membutuhkan modal (issuer) untuk mengembangkan
investasi. Dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasar modal didefinisikan
sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek,
Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan Efek”. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pasar modal
adalah: 1. Emiten 2. Perantara Emisi yang meliputi: a. Penjamin Emisi b. Akuntan Publik c.
Perusahaan Penilai 3. Badan Pelaksana Pasar Modal 4. Bursa Efek 5. Perantara
Perdagangan Efek Efek yang diperdagangkan dalam bursa hanya boleh ditransaksikan
melaui perantara, yaitu makelar (broker) dan komisioner. a. Makelar adalah pihak yang
melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan orang lain dengan
memperoleh imbalan. b. Komisioner adalah pihak yang melakukan pembelian dan
penjualan efek untuk kepentingan sendiri atau orang lain dengan memperoleh imbalan. 6.
Investor Di dalam pasar modal proses perdagangan efek (saham dan obligasi) melalui
tahapan pasar perdana kemudian pasar sekunder. Pasar perdana adalah penjualan
perdana saham dan obligasi oleh emiten kepada para investor. Kedua pihak yang saling
memerlukan ini tidak bertemu secara langsung dalam bursa, tetapi melalui pihak
perantara. Dari penjualan saham dan efek di pasar perdana ini, pihak emiten memperoleh
dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya (Anoraga dan Pakarti, 2001).
Sedangkan pasar sekunder adalah pasar yang terjadi sesaat atau setelah pasar perdana.
Maksudnya setelah saham dan obligasi yang dibeli investor dari emiten, maka investor
tersebut menjual kembali saham dan obligasi kepada investor lainnya, baik dengan tujuan
mengambil untung dari kenaikan harga Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri Ramadhan) 203
(capital gain) maupun untuk menghindari kerugian (capital loss). Perdagangan di pasar
sekunder inilah yang secara reguler terjadi di bursa efek setiap harinya. Perbedaan Pasar
Modal Syariah dengan Konvensional Ada dua hal utama dalam pasar modal syariah yaitu
indeks Islam dan pasar modal syariah itu sendiri. Indeks Islam menunjukkan pergerakan
harga-harga saham dari emiten yang dikatagorikan sesuai syariah, sedangkan pasar modal
syariah merupakan institusi pasar modal sebagaimana lazimnya yang diterapkan
berdasarkan “prinsip-prinsip syariah.” a. Indeks Saham Konvensional dan Indeks Saham
Islam Indeks Islam tidak hanya dapat dikeluarkan oleh pasar modal syariah saja tetapi juga
oleh pasar modal konvensional. Bahkan sebelum berdirinya institusi pasar modal syariah
di suatu negeri, bursa efek setempat yang tentu saja berbasis konvensional terlebih dahulu
mengeluarkan indeks Islam. Di Bursa Efek Jakarta misalnya, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ)
bekerja sama dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM) meluncurkan Jakarta
Islamic Index (JII) sebelum pasar modal syariah sendiri diresmikan. Perbedaan mendasar
antara indeks konvensional dengan indeks Islam adalah indeks konvensional memasukkan
seluruh saham yang tercatat di bursa dengan mengabaikan aspek halal haram, yang
penting saham emiten yang terdaftar (listing) sudah sesuai aturan yang berlaku (legal).
Akibatnya bukanlah suatu persoalan jika ada emiten yang menjual sahamnya di bursa
bergerak di sektor usaha yang bertentangan dengan Islam atau yang memiliki sifat
merusak kehidupan masyarakat. Misalnya pada awal tahun 2003 yang lalu, di Australia
ada rumah bordir (pelacuran) yang masuk ke bursa efek setempat. Pada Bursa Efek Jakarta
(BEJ), menurut Karim (2002) dari 333 emiten yang tercatat 236 saham di antaranya
tergolong sesuai syariah. Sedangkan sisanya 59 saham tergolong “haram” atau tidak sesuai
dengan prinsip syariah, seperti saham perbankan, minuman keras dan rokok. Sisanya 34
saham tergolong subhat seperti saham industri perhotelan dan empat saham mudharat.
Dari uraian di atas dapat ditarik garis pemisah antara indeks Islam dan indeks
konvensional. Pertama, jika indeks Islam dikeluarkan oleh suatu institusi yang bernaung
dalam pasar modal konvensional, maka perhitungan indeks tersebut berdasarkan kepada
saham-saham yang digolongkan memenuhi kriteria-kriteria syariah sedangkan indeks
konvensional memasukkan semua saham yang terdaftar dalam bursa efek tersebut.
Kedua, jika indeks Islam dikeluarkan oleh institusi pasar modal syari’ah, maka indeks
tersebut didasarkan pada seluruh saham yang terdaftar di dalam pasar modal syariah yang
sebelumnya sudah diseleksi oleh pengelola. b. Instrumen Dalam pasar modal konvensional
instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham,
204 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan-Volume 1, Nomor 2, Juli-
Desember 2016 obligasi, dan instrumen turunannya (derivatif) opsi, right, waran, dan
reksa dana. Saham merupakan surat tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau
badan terhadap perusahaan yang menerbitkan saham tersebut, sedangkan obligasi
merupakan bukti pengakuan utang dari perusahaan kepada para pemegang obligasi yang
bersangkutan (Anoraga dan Pakarti, 2001). Opsi merupakan produk turunan (derivatif)
dari efek (saham dan obligasi). Opsi sebagai produk efek yang akan memberikan hak
kepada pemegangnya (pembeli) untuk membeli atau menjual sejumlah tertentu dari aset
finansial tertentu, pada harga tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu (Anoraga dan
Pakarti, 2001). Adapun right adalah efek yang memberikan hak kepada pemegang saham
lama untuk membeli saham baru yang akan dikeluarkan emiten pada proporsi dan harga
tertentu (Anoraga dan Pakarti, 2001). Waran merupakan turunan dari saham biasa yang
bersifat jangka panjang dan memberikan hak kepada para pemegangnya untuk membeli
saham atas nama dengan harga tertentu (Anoraga dan Pakarti, 2001). Sedangkan reksa
dana (mutual fund) adalah perusahaan investasi yang mengelola investasi saham, obligasi,
dan lain-lainnya, dengan menerbitkan surat berharga tersendiri yang ditujukan kepada
para investor, sehingga para investor tersebut tidak perlu lagi melakukan investasi
langsung terhadap berbagai surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek tetapi
cukup membeli surat berharga yang diterbitkan reksa dana tersebut (Anoraga dan Pakarti,
2001). Dalam pasar modal syariah, instrumen yang diperdagangkan adalah saham, obligasi
syariah dan reksa dana syariah, sedangkan opsi, waran dan right tidak termasuk instrumen
yang dibolehkan. Adapun yang dimaksud saham dalam pasar modal syariah sama dengan
saham dalam pasar modal konvensional. Hanya bedanya saham yang diperdagangkan
dalam pasar modal syariah harus datang dari emiten yang memenuhi kriteria-kriteria
syariah sebagaimana yang disebutkan dalam pembahasan indeks Islam. Sementara
obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Obligasi konvensional merupakan
suatu jenis produk keuangan yang tidak dibenarkan dalam Islam karena menggunakan
bunga sebagai daya tariknya. Menurut Muhammad al-Amin, intrumen obligasi syariah
dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istisna’,
salam, dan murabahah sehingga dari prinsip ini nama obligasi syariah tergantung pada
prinsip yang mana yang digunakan emiten (Al-Bashir, 2001). Di Indonesia penerbitan
obligasi syariah ini dipelapori oleh Indosat dengan menerbitkan Obligasi Syariah
Mudharabah Indosat senilai Rp 100 milyar pada Oktober 2002 yang lalu. Obligasi ini
mengalami oversubribed dua kali lipat sehingga Indosat menambah jumlah obligasi yang
ditawarkan menjadi Rp 175 milyar. Langkah Indosat ini diikuti Bank Muamalat dan Bank
Syariah Mandiri (BSM) pada tahun ini. Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri Ramadhan) 205
Dalam konsep Obligasi Syariah Mudharabah, emiten menerbitkan surat berharga jangka
panjang untuk ditawarkan kepada para investor dan berkewajiban membayar pendapatan
berupa bagi hasil atau margin fee serta pokok utang obligasi pada waktu jatuh tempo
kepada para pemegang obligasi tersebut. Dalam hal ini pihak emiten berfungsi sebagai
mudharib sedangkan investor pemegang obligasi sebagai shahibul mal. Sementara emiten
yang menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan
emiten yang masuk dalam kriteria indeks Islam. Instrumen ketiga yang diperdagangkan
dalam pasar modal syariah adalah Reksa Dana Syariah. Reksa Dana Syariah merupakan
sarana investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu
produk yang dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi menawarkan Reksa Dana
Syariah kepada para investor yang berminat, sementara dana yang diperoleh dari investor
tersebut dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi
syariah yang dinilai menguntungkan. c. Mekanisme transaksi Dalam konteks pasar modal
syariah, menurut Alhabshi, idealnya pasar modal syariah itu tidak mengandung transaksi
ribawi, transaksi yang meragukan (gharar), dan saham perusahaan yang bergerak pada
bidang yang diharamkan. Pasar modal syariah harus bebas dari transaksi yang tidak
beretika dan amoral, seperti manipulasi pasar, transaksi yang memanfaatkan orang dalam
(insider trading), menjual saham yang belum dimiliki dan membelinya belakangan (short
selling). Sementara itu Obaidullah mengemukakan etika di pasar modal syariah, yaitu
setiap orang bebas melakukan akad (freedom contract) selama masih sesuai syariah,
bersih dari unsur riba (freedom from al-riba), gharar (excessive uncertainty), al-qimar/judi
(gambling), al-maysir (unearned income), manipulasi dan kontrol harga (price control and
manipulation), darar (detriment) dan tidak merugikan kepentingan publik (unrestricted
public interest), juga harga terbentuk secara fair (entitlement to transact at fair price) dan
terdapat informasi yang akurat, cukup dan apa adanya (entitlement to equal, adequate,
and accurate infromation) (Obaidullah, 2001). Irfan Syauqi menjelaskan perihal spekulasi
ini, pertama, spekulasi hakikatnya bukanlah kegiatan investasi, kedua, spekulasi
menyebabkan peningkatan pendapatan bagi sekelompok masyarakat tanpa memberikan
konstribusi apapun baik yang bersifat positif maupun produktif, ketiga, spekulasi
merupakan sumber penyebab krisis keuangan, dan keempat, spekulasi datang dari mental
“ingin cepat kaya”. Dalam mekanisme transaksi produk pasar modal syariah, Irfan Syauqi
mengemukakan wacana bahwa transaksi pembelian dan penjualan saham tidak boleh
dilakukan secara langsung. Dalam pasar modal konvensional investor dapat membeli atau
menjual saham secara langsung dengan menggunakan jasa broker atau pialang. Keadaan
ini memungkinkan bagi para spekulan untuk mempermainkan harga. Akibatnya perubahan
harga saham 206 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan-Volume 1, Nomor 2,
Juli-Desember 2016 ditentukan oleh kekuatan pasar bukan karena nilai intrinsik saham itu
sendiri. Menurut Irfan Syauqi hal ini dilarang dalam Islam. Untuk itu dalam proses
perdagangan saham, emiten memberikan otoritas kepada agen di lantai bursa, selanjutnya
agen tersebut bertugas untuk mempertemukan emiten dengan calon investor tetapi
bukan untuk menjual dan membeli saham secara langsung. Kemudian saham tersebut
dijual/dibeli karena sahamnya memang tersedia dan berdasarkan prinsip first come - first
served. Dalam perdagangan obligasi syariah, menurut Muhammad Gunawan tidak boleh
diterapkan harga diskon atau harga premium yang lazim dilakukan pada obligasi
konvensional. Prinsip transaksi obligasi syariah adalah alhawalah (transfer service atau
pengalihan piutang dengan tanggungan bagi hasil), sehingga jual beli obligasi syariah
hanya boleh pada harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi. Sedangkan untuk
perdagangan Reksa Dana Syariah, manajer investasi menawarkan kepada pembeli Reksa
Dana Syariah yang bersifat jangka pendek di pasar uang dan Reksa Dana Syariah jangka
panjang di pasar saham. Misalnya Danareksa Syariah mengalokasikan 80% investasinya di
saham dan 20% di pasar uang atau surat utang. Keuntungan yang diperoleh investor dalam
Reksa Dana Syariah ini sangat bergantung pada bagaimana manajer investasi
menginvestasikan dana yang dikelolanya. Pasar Modal Syariah dari Sisi Syari’at Islam
Untuk menilai pasar modal syariah, adalah sangat penting bagi kita menelaah institusi
(badan usaha) yang bernama perseroan terbatas (PT) karena perseroan terbataslah yang
menerbitkan saham dan sebagai emiten mencatatkannya di bursa efek untuk
diperdagangkan, juga saham merupakan instrumen yang paling utama diperdagangkan
dalam pasar modal. Meskipun dalam konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa
saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor
yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur riba, serta transaksi saham
dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi, hal itu tetap tidak
membedakan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional secara menyeluruh.
Bagaimana kegiatan bisnis dilakukan dan bagaimana bentuk perseroan adalah dua
masalah yang berbeda. Sepakat bahwa suatu badan usaha harus bergerak pada sektor-
sektor dan mekanisme transaksi yang dibolehkan syariat Islam. Hanya saja kita tidak
sepakat dengan bentuk badan usaha berupa perseroan terbatas, apalagi permasalahan ini
tidak disentuh dalam perkembangan wacana pasar modal syariah karena memang
instrumen utama yang diperdagangkan di pasar modal syariah adalah saham sedangkan
penerbitan saham itu sendiri merupakan metode manajemen suatu perseroan terbatas
untuk memperoleh pendanaan atas kegiatan usahanya. a. Syarat perseroan (syirkah)
dalam Islam Perseroan (syirkah) dari segi bahasa memiliki makna penggabungan dua
bagian atau lebih Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri Ramadhan) 207 sehingga tidak bisa
dibedakan lagi satu bagian dengan bagian yang lain. Sedangkan menurut syara’,an-
Nabhani mengungkapkan bahwa perseroan adalah transaksi antara dua orang atau lebih
yang bersepakat untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari
keuntungan (An-Nabhani, 2000). Transaksi perseroan tersebut mengharuskan adanya ijab
dan qabul sebagaimana yang dilakukan dalam transaksi lainnya di mana salah satu di
antara mereka mengajak yang lain untuk mengadakan kerjasama dalam suatu masalah,
sehingga kesepakatan tersebut belum cukup hanya dengan kesepakatan untuk melakukan
perseroan saja atau memberikan modal untuk perseroan saja, tetapi harus mengandung
makna bekerjasama dalam suatu urusan (An-Nabhani, 2000). Dalam Islam perseroan yang
dibolehkan dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu perseroan inan, abdan,
mudharabah, wujuh, dan mufawadhah. b. Tanggung jawab terbatas dalam perseroan
terbatas Sementara itu kebatilan perseroan terbatas dalam ekonomi konvensional terletak
pada tanggung jawab terbatas. Jika perusahaan rugi atau bangkrut para kreditur dan
pemilik hak lainnya tidak dapat menuntut para persero perusahaan sedikitpun, berapapun
kewajiban perusahaan terhadap mereka. Mereka hanya bisa menuntut atas haknya
sebatas aset perusahaan yang tersisa. Dengan demikian sistem perseroan ini merupakan
suatu perlindungan sistematis bagi para pemilik modal dan pengelola perusahaan. Sistem
perseroan dengan tanggung jawab terbatas bertentangan dengan hukum syara’ yang
menuntut ditunaikannya seluruh kewajiban mereka terhadap pihak lain di dunia ini,
sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu
Hurairah: “Siapa saja yang mengambil harta orang dan bermaksud untuk melunasinya,
maka Allah akan menolongnya untuk melunasinya. Dan siapa saja yang mengambil harta
orang dan bermaksud merusaknya, maka Allah akan merusak orang itu.” Juga dalam
hadits yang lain: “Sungguh hak-hak itu pasti akan ditunaikan kepada para pemiliknya pada
hari kiamat nanti, hingga seekor domba betina tak bertanduk akan mendapat kesempatan
membalas karena pernah ditanduk oleh domba betina bertanduk.” (HR. Imam Ahmad dari
Abu Hurairah). “Perbuatan orang kaya menunda-nunda pembayaran utangnya adalah
suatu kezhaliman.” (HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah). “…sebaik-baik orang di antara
kalian, adalah yang paling baik dalam penunaian hak (pembayaran utang, dan lain-lain).”
(HR. Imam Bukhari). c. Perseroan terbatas tidak memenuhi syarat perseroan dalam Islam
Kebatilan perseroan terbatas yang lain adalah bahwa pihak-pihak yang ikut serta dalam
perseroan terbatas meleburkan dirinya dengan jalan pembagian komposisi kepemilikan
saham oleh para pendiri pada saat perseroan terbatas tersebut pertama kali didirikan,
kemudian pihak yang datang belakangan dengan jalan membeli saham yang dijual
manajemen perseroan terbatas pada saat IPO atau di pasar perdana, dan pihak yang
membeli saham dari pihak lain di pasar sekunder. Dengan demikian di dalam perseroan
terbatas tidak terdapat dua pihak atau lebih yang melakukan akad serta ijab dan qabul
tetapi yang ada berupa pembelian 208 Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan
Perbankan-Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2016 saham oleh siapa saja sebagai
kehendak pribadinya yang bersifat sepihak. Artinya untuk menjadi rekanan/patner bagi
seseorang dalam suatu perseroan terbatas maka cukup baginya dengan membeli saham
perseroan terbatas tersebut (An-Nabhani, 2000). Jelaslah kebatilan dalam perseroan
terbatas tersebut karena tidak memenuhi adanya akad serta ijab dan qabul yang
disyaratkan dalam Islam. Mereka yang ikut serta dalam perseroan terbatas hanyalah
rekanan dalam modal (syarikul mal) saja (An-Nabhani, 2000). Masalah perseroan terbatas
inilah yang terlewatkan dalam pembahasan konsep dan aplikasi pasar modal syariah. d.
Perdagangan saham bertentangan dengan syara’ . Karena perseroan terbatas merupakan
suatu bentuk perseroan yang batil, maka saham yang diterbitkan perseroan terbatas
dengan tujuan menambah modal dan diperdagangkan dalam pasar modal menjadi batil
pula. Adapun pembahasan pembelian saham di pasar modal syariah harus dilakukan
dengan tujuan berinvestasi bukan berspekulasi – artinya seseorang atau suatu badan
usaha yang membeli saham berniat melakukan investasi jangka panjang – di mana fokus
keuntungan yang ingin dia peroleh hanya dari pembagian deviden dan keikutsertaannya
dalam perseroan terbatas dengan hak suara yang dimilikinya, maka itupun tidak
menghilangkan kebatilan dalam pasar modal syariah. Karena apa yang dia lakukan dengan
membeli saham tersebut sehingga berdasarkan hukum yang berlaku di negara yang
bersangkutan dia memiliki hak milik terhadap suatu perseroan terbatas atau sebagai
bagian dari orang yang turut andil dalam perseroan terbatas, namun tidak memenuhi
syarat sah seseorang yang bergabung dalam suatu perseroan menurut hukum syara’.
Apalagi dalam prakteknya jual beli saham di pasar modal syari’ah sekalipun sangat sulit
untuk menghindarkan dari kegiatan spekulasi, maksudnya sesuatu hal yang sulit untuk
dicapai jika semua transaksi dalam pasar modal syariah didasarkan pada investasi jangka
panjang. Karena perdagangan reguler yang dominan dalam pasar modal syariah bukan di
pasar perdana tetapi di pasar sekunder. Di pasar sekunder inilah sangat terbuka bagi
setiap pihak untuk ambil untung dengan melakukan transaksi jangka pendek dan di sinilah
biasanya terjadi spekulasi. Seandainya seluruh perdagangan saham baik di pasar primer
maupun di pasar sekunder dilakukan atas dasar investasi maka kecepatan transaksi dan
nilai kapitalisasi saham yang diperdagangkan akan sangat jauh berbeda dengan apa yang
terjadi di pasar modal konvensional selama ini. Dengan asumsi ini maka dalam kacamata
ekonomi sekarang pasar modal yang seperti itu tidak akan menarik minat banyak orang.
Karena perdagangan saham terjadi dengan sangat lambat. Para investor yang ingin masuk
dalam suatu perseroan harus menunggu suatu perseroan terbatas yang diminatinya
menjual sahamnya di pasar perdana. Kemudian di pasar sekunder para investor harus
menunggu dengan lama pihak pemegang saham suatu perseroan terbatas melepaskan
sahamnya di lantai bursa. Pasar Uang dan Pasar Modal (Sri Ramadhan) 209 Permasalahan
muncul lagi dari emiten yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal syariah. Meskipun
pengelola pasar modal syariah sudah membersihkan emiten mana saja yang berhak masuk
dalam pasar modal syariah melalui seleksi ketat. Akan tetapi ada satu yang bolong dari
proses seleksi tersebut, yakni pembatasan suatu emiten tidak boleh terlibat transaksi dan
utang piutang ribawi dalam batas-batas maksimal tertentu. Biasanya batasan aset yang
mengandung riba adalah 30% dari total aset emiten. Muncul pertanyaan apakah terjamin
aset suatu emiten yang mengandung unsur riba tidak lebih dari 30%. Di sini
permasalahannya bukan pada berapa persentasi unsur ribawi, sebab sedikit atau banyak
yang namanya riba tetap haram. Dengan demikian saham yang diterbitkan dan
diperdagangakan dari suatu emiten yang terlibat unsur ribawi menjadi haram. Sebab
terjadi percampuran antara modal yang halal dengan modal yang haram, sehingga tidak
bisa dipilah-pilah lagi mana modal murni dengan bunganya (An-Nabhani, 2000). Saat ini di
Indonesia dan di belahan dunia lainnya, sangat sulit untuk menemukan suatu perseroan
terbatas yang terbebas dari unsur-unsur ribawi. KESIMPULAN Dari paparan dan analisis di
atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan pasar modal syariah dengan pasar modal
konvensional dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya. Sedangkan
perbedaan indeks saham Islam dengan indeks saham konvensional terletak pada kriteria
saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip syariah. Penerbitan indeks saham
Islam ini dapat dilakukan oleh pasar modal syariah dan pasar modal konvensional. Hanya
saja secara menyeluruh konsep pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional
tidak jauh berbeda. Karena instrumen utama yang diperdagangkan dalam pasar modal
syariah dan pasar modal konvensional adalah saham. Meskipun dalam pasar modal
syariah emiten yang sahamnya diperdagangkan harus bergerak pada sektor yang tidak
bertentangan dengan Islam, tetapi hal tersebut tidak membedakan zat dan sifat saham
dalam pasar modal konvensional. Selanjutnya mengenai penilaian terhadap konsep pasar
modal syariah itu sendiri, yakni yang berkaitan dengan saham sebagai instrumen utama di
dalam pasar modal syariah, maka syara’ tidak membolehkan perdagangan saham. Begitu
pula menerbitkan saham dengan tujuan menambah permodalan perusahaan, membeli
saham dengan tujuan investasi dan memperdagangkannya untuk mengambil keuntungan
(capital gain) dari selisih harga (margin) merupakan kegiatan batil dalam Islam. a.
Interpretasi Penelitian 1. Suatu perusahaan yang memerlukan modal harus bergerak pada
sektor yang tidak bertentangan dengan Islam dan tidak terkait dengan riba. 2. Untuk
melakukan investasi pada suatu perusahaan, seorang investor muslim harus memilih
perusahaan-perusahaan yang bentuknya memenuhi kriteria 210 Al Masraf: Jurnal
Lembaga Keuangan dan Perbankan-Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2016 Islam seperti
syirkah inan, abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah. Memang bentuk-bentuk
syirkah Islam tersebut kurang dikenal dalam masyarakat dan peraturannya di Indonesia
belum ada. Karena itu pasar modal syariah harus mengembangkan dan mensosialisasikan
bentuk-bentuk syirkah Islam ke masyarakat, serta bersama masyarakat mendesak
pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengayomi syirkah Islam, bukannya merubah
sebagian konsep pasar modal konvensional saja sehingga kesan yang didapat pada pasar
modal syariah selama ini adalah labelisasi Islam pada lembaga perekonomian kapitalis
yang telah eksis. 3. Sarana-sarana investasi yang dikembangkan dalam pasar modal
syariah haruslah yang telah memenuhi kriteria Islam dan mengikuti/ disesuaikan dengan
bentuk-bentuk syirkah Islam, sehingga nantinya tidak terdapat keraguan sedikitpun pada
pasar modal syariah. Dengan mengembangkan pola di atas, diharapkan pasar modal
syariah benar-benar merupakan tempat pertemuan antara orangorang yang
membutuhkan modal dengan para investor yang ingin menanamkan modalnya di sektor
produktif, sehingga kedua-duanya dapat melakukan kerja sama ataupun sama-sama
meleburkan diri dalam suatu syirkah Islam dalam mengelola dan mengembangkan harta.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, 1963. Majmu’ Fatawa Taqiyuddin Ibn Aimiyah. Riyadh:
Maktabah al Riyadh. Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. 2001. Pengantar Pasar Modal.
Jakarta: Rineka Cipta, 2001. Antonio, Syafei. 1999. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum.
Jakarta: Tazkia Institute dan BI. Al-Adnani, Muhammad. 1984. Mu’jam al Aghlat al
Lugawiyah al Mu’ashirah. Beirut: Maktabah Libanon. Al-Baklabaki, Munir. 1984. Al Mawrid
A Modern English-Arabic Dictionar. Beirut: Dar al Ilmi Li al Malayin. An-Nabhani,
Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Surabaya:
Risalah Gusti. An-Nabhani, Taqyuddin. 2000. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif;
Perspektif Islam (An-Nidlam Al-Iqtishadi Fil Islam). Surabaya: Risalah Gusti. Karim,
Adiwarwan. 2002. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: The International Institute of
Islamic Thought (IIIT). Ma’luf, Louis. 1986. Al Munjid fi al Lugah wa al a’lam. Beirut:
Maktabah Al Syarqiyah. Obaidullah, Muhammad. 2001. Ethics and Efficiency in Islamic
Stock Markets, International Journal of Islamic Financial Services, 3 (2) 3-6.

Jurnal2

Pasar keuangan merupakan pasar yang menyediakan produk keuangan baik berupa ativa

fisik surat berharga atau valuta asing. Beberapa ahli menyebutkan bahwa, pasar keuangan

adalah seluruh institusi dan prosedur untuk menjembatani pembeli dan penjual instrumen

keuangan. Artinya, pasar keuangan merupakan penghubung antara pihak yang ingin
menjual

dengan pihak yang ingin membeli produk keuangan.

Produk yang diperjualbelikan dalam pasar keuangan adalah produk-produk keuangan,

baik bagi yang membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana. Oleh karena itu,
pasar

keuangan sering juga didefinisikan sebagai tempat bertemunya para pihak yang

membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana.

Pihak yang membutuhkan dana memerlukan dana untuk membiayai aktivitas usahanya,

sedangkan pihak yang kelebihan dana mengharapkan adanya keuntungan dari dana yang

ditanamkan atau dibeli pihak lain. Keuntungan dari pasar keuangan ini dapat berupa
bunga,

biaya administrasi, selisih kurs, atau selisih antara harga jual dengan harga beli.
D

D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n | 134

Universitas Gunadarma | PTA 2015/2016 Dosen : Ardiprawiro, S.E., MMSI

2. Jenis-jenis Pasar Keuangan

Untuk melakukan transaksi keuangan, kita lakukan di berbagai pasar keuangan yang

tersebar dalam berbagai jenis, tergantung dari jenis produk keuangan yang ada antara
lain,

yaitu (Kasmir, 2013: 51-52):

(1) Pasar Modal (capital market), merupakan pasar diperjualbelikannya modal jangka

panjang dalam bentuk surat berharga seperti obligasi dan saham. Jangka waktu surat

berharga yang ditawarkan biasanya berumur lebih dari 1 tahun.

(2) Pasar Uang (money market), merupakan pasar diperjualbelikannya modal jangka
pendek

dalam bentuk surat berharga, seperti deposito berjangka, wesel, atau promes di mana

jangka waktunya kurang dari 1 tahun.

(3) Pasar Valuta Asing (foreign exchange market), yaitu pasar yang melakukan kegiatan

transaksi valuta asing (mata uang asing), baik spot transaction, forward transaction, dan

swap transaction.

(4) Pasar Kredit Konsumen (consumer credit market), yaitu pasar yang melayani

pembiayaan pinjaman untuk pembiayaan konsumen atas produk tertentu baik barang

maupun jasa, seperti pembelian mobil, motor, perlengkapan rumah tangga, pendidikan,

atau liburan.

(5) Pasar Hipotek (mortgage market), yaitu pasar yang melayani pinjaman untuk lahan real

estate/perumahan, komersial, industri, dan pertanian.


(6) Pasar Komoditas (future market), yaitu pasar yg melakukan kegiatan jual beli
komoditas

tertentu seperti produk pertanian.

Semua jenis pasar keuangan ini melakukan kegiatan yang berhubungan dengan

penghimpuan dana, penyaluran dana, transaksi tukar menukar mata uang. Artinya, pasar

keuangan melibatkan pembiayaan keuangan baik melalui surat berharga maupun


pembiayaan

atau pinjaman.

3. Tujuan Pasar Keuangan

Dalam menjalankan kegiatan di pasar keuangan masing-masing pihak yang terlibat

memiliki tujuan tertentu. Secara umum banyak ahli keuangan menyatakan bahwa tujuan

pasar keuangan adalah untuk mengalokasikan tabungan secara efisien bagi pemakainya,
baik

bagi pihak penjual, pembeli, maupaun bagi pihak perantara.

Pihak yang membeli atau pihak yang membutuhkan dana adalah mereka yang

menginginkan sejumlah dana untuk membiayai aktivitas usahanya, baik untuk investasi

maupun untuk modal kerja. Tujuan bagi pihak yang membutuhkan dana atau pembeli

melakukan kegiatan di pasar keuangan terbagi dalam:

a. Jangka pendek yaitu:

 Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas perusahaan, artinya untuk menutupi kewajiban

yang sudah jatuh tempo, sementara waktu karena jumlah uang kas yang tersedia tidak

atau belum mencukupi.

D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n | 135

Universitas Gunadarma | PTA 2015/2016 Dosen : Ardiprawiro, S.E., MMSI

 Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja, artinya untuk menjalankan aktivitas


perusahaan, seperti pembelian bahan baku, atau membayar biaya operasional lainnya.

 Untuk berdagang, artinya untuk membeli produk pada saat harga tertentu kemudian

menjual kembali produk tersebut jika harga jual tinggi dari harga beli sehingga

memperoleh dari selisih keuntungan harga tersebut.

 Mengharapkan keuntungan dari suku bunga yang ditawarkan, yaitu dengan

menanamkan uang dalam bentuk surat berharga tentu akan memperoleh sejumlah

penghasilan dalam bentuk bunga atau hasil atas investasi yang ditanamkan dalam

jangka waktu tertentu.

 Memperoleh capital gaint, terutama untuk surat berharga jangka panjang seperti

saham.

b. Jangka panjang, yaitu:

 Untuk melakukan investasi, yaitu perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar,

misalnya untuk pendirian pabrik baru atau pembelian sejumlah peralatan atau

perluasan usaha yang sudah ada.

 Untuk menguasai suatu perusahaan dengan cara membeli sebagian besar saham suatu

perusahaan, sehingga berangsur-angsur atau sekaligus dapat menguasai perusahaan

tersebut.

 Mengharapkan dividen, artinya dengan menanamkan saham di perusahaan yang

memiliki pertumbuhan dan laba yang baik, tentu akan memperoleh dividen yang

memuaskan seperti yang diharapkan.

 Melakukan kegiatan spekulasi terhadap kemungkinan kenaikan harga kurs tertentu

pada saat tertentu biasanya untuk valuta asing.

Pihak yang kelebihan dana atau penjual adalah pihak-pihak yang menawarkan dananya

untuk digunakan atau menawarkan produknya untuk dibeli konsumen. Tujuan bagi pihak
yang kelebihan dana (penjual) melakukan kegiatan di pasar uang antara lain adalah:

a. Dalam jangka pendek

 Mencari keuntungan dari suku bunga yang ditawarkan kepada pembeli dan biaya lain

yang dibebankannya.

 Membantu perusahaan atau individu yang membutuhkan dana guna membiayai

usahanya.

b. Dalam jangka panjang

 Khusus untuk perusahaan yang melakukan emisi di bursa saham adalah untuk

memperoleh dana (modal) guna melakukan investasi baru perluasan usaha.

 Membagi kepemilikan agar saham perusahaan juga dapat dinikmati masyarakat

umum.

Tujuan bagi lembaga perantara keuangan (lembaga keuangan) melakukan kegiatan di

pasar uang antara lain adalah:

a. Memperoleh keuntungan dari selisih bunga dari bunga yang diberikan kepada pihak
yang

menyimpan uang dengan bunga yang dibebankan kepada peminjam (debitur) dalam

D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n | 136

Universitas Gunadarma | PTA 2015/2016 Dosen : Ardiprawiro, S.E., MMSI

bentuk kredit. Selisih bunga simpanan dengan pinjaman ini dikenal dengan nama spread

based.

b. Keuntungan dari biaya yang dibebankan ke nasabah atas jasa keuangan yang

diperolehnya, misalnya biaya administrasi, biaya iuran, biaya kirim, biaya tagih, denda,

biaya provisi dan komisi, serta biaya lainnya. Keuntungan dari biaya ini dikenal dengan

nama fee based.

4. Lembaga Keuangan
Berikut ini menurut Kasmir (2013, 55-56) beberapa lembaga (institusi) atau perantara

pasar keuangan yang ada di Indonesia khususnya, yakni:

(1) Perbankan

Bank, merupakan lembaga keuangan yang menawarkan baik jasa simpanan, pinjaman

(kredit) atau jasa keuangan lainnya yang dapat dilayani oleh Bank Umum (komersil)
maupun

Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Jenis bank dilihat dari segi mencari keuntungan dewasa ini

terdiri dari bank yang beroperasi berdasarkan prinsip konvensional (barat) dan syariah

(Islam). Bank menyediakan berbagai produk keuangan, baik dalam bentuk simpanan

(rekening), pinjaman (kredit), valuta asing, maupun jasa keuangan lainnya. Perbankan

merupakan lembaga keuangan yang menjual produk keuangan paling lengkap


dibandingkan

dengan lembaga keuangan lainnya, baik yang bersifat jangka pendek, maupun jangka

panjang. Bahkan perbankan juga dapat menjadi perantara antara lembaga keuangan
untuk

melakukan transaksi keuangan.

(2) Bursa efek

Bursa efek, merupakan tempat diperjualbelikannya modal jangka panjang seperti saham

dan obligasi. Dalam bursa efek terdiri dari dua pasar, yaitu pasar primer (primary market)
dan

pasar sekunder (secondary market). Pasar primer (primary market), yaitu pasar yang

menangani pertama kali emisi sekuritas suatu perusahaan. Pasar sekunder (secondary
market)

yaitu pasar yang melayani sehari-sehari transaksi perdagangan sekuritas yang telah
beredar,

setelah masa penjualan pasar primer berakhir.


(3) Asuransi

Asuransi merupakan usaha pertanggungan terhadap suatu risiko yang akan terjadi.

Pertanggungan ini terdiri dari perusahaan asuransi sebagai penanggung dengan nasabah

sebagai tertanggung. Perusahaan asuransi menerima premi yang dibayarkan oleh


tertanggung

dan apabila tertanggung menderita kerugian seperti yang telah diperjanjikan, maka

perusahaan asuransi sebagai penanggung akan menggantikannya. Perusahaan asuransi


juga

memberikan asuransi untuk beasiswa di mana nasabah menyetor sejumlah uang dan uang

tersebut dapat diambil setelah janga waktu tertentu. Dana yang terkumpul di perusahaan

asuransi biasanya diinvestasikan kembali bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n | 137

Universitas Gunadarma | PTA 2015/2016 Dosen : Ardiprawiro, S.E., MMSI

(4) Dana pensiun

Dana pensiun, merupakan perusahaan yang memungut dana bagi karyawan suatu

perusahaan. Artinya, perusahaan memotong dana (gaji karyawan suatu perusahaan)


dengan

jumlah tertentu yang kemudian disetorkan ke perusahaan dana pensiun. Dana yang
terkumpul

oleh perusahaan digunakan atau diinvestasikan kembali. Setelah memasuki pensiun, maka

perusahaan dana pensiun di karyawan dapat mengambil uangnya kembali sesuai


perjanjian

yang telah dibuat.

5. Suku Bunga dan Biaya Modal

Dalam praktiknya terutama di dunia perbankan (bunga simpanan dan kredit), obligasi

atau saham yang ditawarkan ada dua macam, yaitu:


(1) Suku bunga yang ditawarkan bagi penyimpan; yaitu kepada pemegang rekening giro,

tabungan, dan deposito.

(2) Bunga yang ditawarkan terhadap pinjaman atau kredit.

Tingkat suku bunga yang dibayarkan kepada penabung maupun kepada peminjam

tergantung pada:

(1) Tingkat pengembalian yang diharapkan produsen dari modal yang diinvestasikan.

(2) Preferensi waktu konsumen dan penabung untuk konsumsi sekarang atau di masa
depan.

(3) Kondisi internal bank apakah sedang membutuhkan dana atau tidak. Jika dana

menumpuk sementara penyaluran dana sulit, maka dana simpanan kemungkinan akan

turun, demikian pula sebaliknya jika bank kekurangan dana, maka kemungkinan dana

simpanan akan meningkat.

(4) Tingkat inflasi dan suku bunga berfluktuasi sepanjang waktu. Dalam jangka panjang

suku bunga dipengaruhi tingkat inflasi yang diperkirakan inflasi berdampak

meningkatnya suku bunga, apabila inflasi tinggi secara seharusnya suku bunga juga

meningkat, walaupun dalam praktiknya tidak selalu begitu, sedangkan sebaliknya

pendapatan atau daya beli investor menurun.

(5) Struktur suku bunga, misalnya laba yang diinginkan cadangan wajib, pajak, cadangan

kredit macet atau biaya operasional yang dibebankan ke setiap peminjam.

(6) Jangka waktu, sangat berpengaruh terhadap suku bunga yang ditawarkan, makin
panjang

jangka waktu maka makin tinggi suku bunga pinjaman yang ditawarkan, hal ini

disebabkan besar risiko yang dihadapi di masa yang akan datang, namun untuk simpanan

sebaliknya suku bunga yang ditawarkan cukup tinggi dibandingkan dengan jangka waktu

yang rendah.
(7) Loyalitas nasabah, di dunia perbankan nasabah biasanya diklasifikasikan menjadi dua

macam yaitu nasabah biasa dan nasabah primer, nasabah biasa adalah mereka yang

jarang atau tidak terlalu sering melakukan kegiatan pembelian di bank tersebut,

sedangkan nasabah primer adalah nasabah yang aktif dan loyal untuk membeli dan

menggunakan produk bank yang ditawarkan. Perlakuan tingkat suku bunga agak berbeda

dengan nasabah biasa. Ada semacam special rate yang diberikan kepada nasabah yang

loyal terhadap lembaga.

D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n | 138

Universitas Gunadarma | PTA 2015/2016 Dosen : Ardiprawiro, S.E., MMSI

(8) Kebijakan pemerintah melalui bank sentral, baik berupa pembatasan tingkat suku
bunga

atau dengan cara menurunkan atau menaikkan suku bunga SBI (Sertifikat Bank

Indonesia) ikut memengaruhi bunga di pasar uang.

(9) Tingkat persaingan, artinya tingkat suku bunga pasar lokal maupun global ikut

memengaruhi tingkat suku bunga suatu perusahaan. Yang lebih besar pengaruhnya

adalah tingkat suku bunga global.

Untuk menentukan suku bunga pinjaman atau saham atau obligasi maka suku bunga

dasar harus ditambahkan:

(1) Premi inflasi (inflation premium), yang mencerminkan inflasi sepanjang umur
pinjaman.

Tingkat inflasi ini perlu dipertimbangkan dalam menentukan suku bunga pinjaman.

(2) Agio risiko gagal (default risk premium), yang mencerminkan kemungkinan pinjaman

tidak dilunasi kembali. Artinya, kemungkinan pinjaman atau kredit yang dibiayai macet

dengan berbagai sebab.

(3) Agio likuiditas (liquidity premium), yang mencerminkan derajat likuiditas (atau
kemudahan pemasaran) suatu sekuritas.

(4) Premi risiko maturitas (maturity risk premium), yang merupakan kompensasi jatuhnya

harga saham karena naiknya suku bunga dan tambah panjangnya jangka waktu sekuritas

akan bertambah besar penurunan harganya.

(5) Tingkat keuntungan, artinya bagi bank yang menyalurkan kredit ada komponen

keuntungan yang dimasukkan dalam bunga kredit yang ditawarkan yang besarnya

tergantung kebijakan pimpinan.

(6) Biaya operasional, utamanya bagi bank yang menyalurkan kredit biaya operasional
juga

dimasukkan dalam bunga kredit yang ditawarkan.

(7) Cadangan kredit, juga bagi bank yang menyalurkan kredit komponen cadangan kredit

macet juga dimasukkan dalam bunga kredit yang ditawarkan.

BAB 18
 SUMBER PENDANAAN JANGKA PANJANG:
HUTANG DAN SAHAM PREFEREM

1. Kegiatan Utama dalam Akuntansi

Sebagai sebuah proses, maka dasar akuntansi terbagi menjadi tiga kegiatan utama yang
harus dilakukan secara berurutan agar tidak ada tahapan yang terlewat, antara lain:

Identifikasi, yaitu aktivitas untuk mengidentifikasikan transaksi-transaksi ataupun arus


keuangan yang terjadi dalam perusahaan untuk menghasilkan data yang komprehensif.

Pencatatan, yang dilakukan setelah seluruh transaksi-transaksi diidentifikasi kemudian


dicatat dalam bentuk laporan keuangan.

Komunikasi, yaitu upaya mengomunikasikan hasil catatan keuangan kepada pihak-pihak


yang membutuhkan laporan informasi komunikasi, baik dari pihak internal ataupun
eksternal perusahaan.

2. Bidang-bidang Akuntansi
Di Indonesia, kegiatan dasar akuntansi tersebut dibedakan lagi sesuai dengan spesialisasi
atau bidang-bidang akuntansi yang meliputi:

Akuntansi keuangan, secara khusus mempelajari tentang transaksi-transaksi


keuangan seperti utang (kewajiban), modal (ekuitas) ataupun perubahan aset perusahaan.

Akuntansi manajemen, memberikan data real kepada pihak internal perusahaan


(manajemen) sehingga diperlukan untuk menentukan kebijakan perusahaan selanjutnya.

Sistem akuntansi, proses pembuatan prosedur akuntansi atau alat-alat pendukungnya.


Serta diikuti oleh penentuan langkah-langkah yang akan diambil di masa mendatang.

Akuntansi biaya, proses yang bertujuan untuk mengefisiensi biaya produksi ataupun biaya-
biaya yang lain.

Akuntansi pajak, proses yang bertujuan untuk meminimalisir pajak yang harus dibayarkan
perusahaan tanpa menyalahi aturan yang berlaku.

Bidang akuntansi pemeriksaan, berupa pemeriksaan atas laporan pencatatan akuntansi


atau laporan keuangan yang dilakukan oleh akuntan independen tanpa adanya tekanan
dari pihak manapun. Jenis akuntansi ini biasa pula disebut dengan audit, dan orang yang
mengaudit disebut auditor.

Akuntansi anggaran, mempelajari penyusunan budgeting atau pengeluaran dari sebuah


perusahaan, kemudian membandingkannya dengan pengeluaran yang aktual.

Akuntansi pemerintahan, proses mempelajari penyajian data laporan keuangan


atau financial statement yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan, baik lembaga daerah
atau pusat.

Bidang akuntansi pendidikan, proses yang output-nya diarahkan khusus di bidang


pendidikan, misalkan untuk menjadi pengajar akuntansi, peneliti, atau pekerjaan lain yang
berhubungan dengan edukasi akuntansi.

Akuntansi internasional, mempelajari masalah-masalah internasional seperti pedagangan


internasional yang umum terjadi di perusahaan multinasional atau internasional.

Nah, untuk memulai bisnis, ada beberapa bidang dasar akuntansi yang sebaiknya Anda
kuasai, yakni akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, akuntansi biaya, akuntansi
pajak, dan akuntansi anggaran. Berbagai bidang akuntansi ini dapat memberi kemudahan
kepada Anda dalam mengelola bisnis.
Kegiatan dasar akuntansi terbagi menjadi beberapa jenis sesuai bidang masing-masing.
(Source: Pixabay)

1. Dasar Akuntansi Keuangan dan Penggolongannya

Pada skala besar, akuntansi bermanfaat untuk mengetahui status dan kondisi keuangan
perusahaan, mendapatkan gambaran dari tingkat laba perusahaan, dasar penentuan
pajak, dan peraturan perusahaan. Akuntansi dibuat secara kualitatif dengan satuan ukuran
uang, sehingga sering kali disebut sebagai bahasa bisnis. Dasar akuntansi dan
penggolongannya secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Harta

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan harta/aktiva adalah keseluruhan kekayaan yang
dimiliki perusahaan yang mencakup aktiva lancar maupun aktiva tetap. Adapun bagian
dari aktiva lancar/current asset meliputi kas, piutang, persediaan, perlengkapan,
pendapatan yang masih diterima, wesel tagih dan prive, sementara aktiva tetap/fix
asset meliputi peralatan, gedung atau bangunan, tanah, mesin, hak cipta maupun hak
paten.

Utang

Sementara itu, yang dimaksud dengan utang adalah semua kewajiban yang dimiliki
perusahaan, baik utang jangka panjang maupun pendek. Untuk kategori utang pendek,
yaitu utang dengan jangka waktu tidak lebih dari satu tahun dan harus segera dilunasi,
seperti utang dagang, utang wesel, utang gaji maupun upah, utang biaya, utang pajak,
pendapatan yang sudah diterima di muka, dan kewajiban lainnya yang harus dilunasi.

Modal/ekuitas

Sedangkan modal/ekuitas merupakan hak atas si pemilik terhadap kekayaan perusahaan


yang jumlahanya sama dengan jumlah kekayaan secara keseluruhan, dikurangi total utang
atau kewajiban perusahaan.
Pendapatan

Dalam hal ini, pendapatan mencakup semua penghasilan yang diterima perusahaan
melalui kegitan usahanya maupun di luar kegiatan usahanya selama satu periode
akuntansi.

Beban

Sedangkan, beban adalah semua yang ditanggung perusahaan, meliputi harga pokok


produksi dan penjualan, biaya pemasaran, biaya administrasi, maupun biaya umum
lainnya.

Persamaan dasar akuntansi tersebut dilakukan untuk mendapatkan keseimbangan antara


sisi aktiva dan dengan sisi pasiva. Jika perubahan muncul akibat kejadian transaksi
keuangan, maka keseimbangannya juga harus selalu dipertahankan. Hal ini merupakan
dasar untuk bisa mengerjakan akuntansi seperti mencatat jurnal hingga penyajian laporan
keuangan.

Proses akuntansi akan menghasilkan output berupa laporan laba rugi, laporan perubahan


modal, dan laporan neraca pada suatu perusahaan. Sebelum berbentuk sebuah laporan,
Anda perlu menuliskan aktivitas keuangan pada sebuah buku atau jurnal yang dibuat
berdasarkan siklus akuntansi, yaitu proses pengolahan data yang terdiri dari pencatatan
dan penggolongan serta pembuatan ikhtisar laporan keuangan, sehingga dapat disajikan
sebagai informasi laporan keuangan.

2. Langkah-langkah Membuat Jurnal Akuntansi

Hal yang penting untuk dicermati dalam membuat jurnal akuntansi adalah memastikan
bahwa Anda dapat menguasai konsep laporan keuangan dengan baik. Dengan demikian,
Anda akan lebih mudah menguasai dan memahami prosedur pencatatan jurnal, yaitu
prosedur untuk menganalisis sebuah transaksi yang dikategorikan di sisi kredit atau debet.

Apabila nilai aktiva bertambah, maka pencatatan jurnal berada di sisi debit. Sebaliknya,
ketika nilai aktiva berkurang, maka pencatatan berada di sisi kredit. Pada elemen utang,
apabila nilainya bertambah, maka catatlah di sisi kredit. Namun, jika nilai berkurang, maka
catatlah di sisi debit. Sedangkan, pada elemen modal, jika nilai modal bertambah, maka
tempatkan di sisi kredit. Sebaliknya, apabila nilai modal berkurang, maka catatlah di sisi
debit.

Selanjutnya, Anda bisa melanjutkan pembuatan jurnal akuntansi dengan mengidentifikasi


secara teliti dari mana transaksi itu berasal dan memahami prosedur debit-kredit pada
transaksi tersebut. Terakhir, hitung nominal dari masing-masing transaksi yang dilakukan
di dalam buku laporan keuangan.

3. Contoh kasus:

Misalnya, Anda memiliki bisnis agen penjualan tiket pesawat. Anda melakukan
pembayaran deposit ke maskapai penerbangan X sebesar Rp10.000.000. Lalu, Anda
mendapat pemasukan dari penjualan tiket maskapai penerbangan X sebesar Rp2.000.000
secara kredit. Untuk transaksi ini, saldo seposit Anda dipotong sebesar Rp1.000.000
sehingga jumlahnya menjadi Rp9.000.000. Nah, potongan tersebut merupakan harga
penjualan pokok (HPP) atas tiket. Penulisan jurnalnya bisa seperti ini:

Pencatatan jurnal akuntansi untuk deposit ke maskapai penerbangan X Rp10.000.000

(D) Deposit (maskapai penerbangan X): Rp10.000.000

(K) Kas/bank: Rp10.000.000

Perusahaan menjual piutang, tiket maskapai penerbangan X sebesar Rp2.000.000

(D) Piutang usaha (tiket): Rp2.000.000

(K) Penjualan tiket: Rp2.000.000

Pengurangan saldo deposit pada maskapai penerbangan X sebesar Rp1.000.000


(pengakuan HPP tiket)

(D) HPP tiket: Rp1.000.000

(K) Deposit (maskapai penerbangan X): Rp1.000.000

Jurnal 2

unia industri telah mengalami pasang surut. Perkembangan industri juga diikuti kebutuhan
dana yang besar sehingga industri harus mencari sumber dana guna melakukan
operasionalisasinya. Kebutuhan sumber dana tersebut dapat dipenuhi dengan mela kukan
go publik atau menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal. Alternatif ini
merupakan altenatif yang lebih mudah dan murah jika dibandingkan sumber pendanaan
lain misalnya mela - kukan peminjaman atau utang pada pihak lain. Pasar modal
merupakan tempat bertemunya para pemodal dan pencari modal. Ada tiga tujuan utama
diadakannya pasar modal; Pertama, mempercepat proses perluasan pengikutsertaan
masya - rakat dalam pemilikan saham perusahaan. Kedua, pemerataan pendapatan bagi
masyarakat dan Ketiga, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penghimpunan dana
secara produktif. Satu upaya agar masyarakat mau melakukan investasi adalah: investasi
tersebut aman dan transparansi. Indikator yang dapat dijadikan pertimbangan bagi
investor dalam investasi yaitu informasi tentang keberhasilan perusahaan dalam
mengelola kekayaan perusahaan. Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar
yang sedang berkembang (emerging market) yang dalam perkembangannya sangat rentan
terhadap kondisi makro ekonomi secara umum. Krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998
merupakan awal runtuhnya pilar-pilar perekonomian nasional Indonesia. Badai krisis ini
mengakibatkan inflasi yang tinggi sehingga berakibat runtuhnya sektor ekonomi terutama
pada pasar modal. Inflasi berpe - ngaruh sangat besar terhadap pasar modal yaitu terjadi
penurunan yang dratis terhadap harga saham perusahaan yang ada di Bursa. Selain itu
timbul krisis kepercayaan dalam dunia perbankan Indonesia yaitu dalam bentuk penarikan
dana besarD besaran (rush) oleh deposan untuk kemudian disimpan di luar negeri ( capital
flight). Sebagai akibat tingkat suku bunga yang mencapai 70 % dan depresiasi nilai tukar
rupiah (kurs) terhadap dolar AS sebesar 500 % mengakibatkan hampir semua kegiatan
ekonomi terganggu. Harga -harga saham menurun secara tajam sehingga menimbulkan
kerugian yang cukup signifikan bagi investor. Bagi calon investor dalam melakukan
investasi dapat meng - gunakan harga saham sebagai sinyal investasi. Harga saham
merupakan cerminan dari kegiatan pasar modal secara umum. Peningkatan harga saham
menunjukkan kondisi pasar modal sedang bullish, sebaliknya jika menurun menunjukkan
kondisi pasar modal sedang bearish. Untuk itu, seorang investor harus memahami pola
perilaku harga saham di pasar modal. Ada beberapa teori yang dapat digunakan untuk
memprediksi tentang perubahan harga saham dengan kurs valuta asing, suku bunga dan
inflasi. Frederic Miskhin (2008:231) menyatakan dalam teori porto - folionya bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi permintaan surat berharga adalah: kekayaan, suku bunga, kurs
, dan tingkat inflasi, sedangkan penawaran surat berharga dipengaruhi oleh profitabilitas
perusahaan, inflasi yang diharapkan dan aktivitas pemerintah. Inflasi merupakan kenaikan
harga barang dan jasa yang mempunyai pengaruh luas demikian juga terhadap harga
saham di pasar modal. Dengan inflasi maka akan terjadi naik turunnya harga saham. Kurs
valuta asing adalah salah satu alat pengukur lain yang digunakan dalam menilai kekuatan
suatu perekonomian . Kurs menunjukkan banyaknya uang dalam negeri yang diperlukan
untuk membeli satu unit valuta asing tertentu. Kurs valuta asing dapat dipandang sebagai
harga dari suatu mata uang asing. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kurs
valuta asing adalah neraca perdagangan nasional. Neraca perdagangan nasional yang
menga - lami defisit cenderung untuk menaikkan nilai valuta asing. Dan sebaliknya, apabila
neraca pembayaran kuat (surplus dalam neraca keseluruhan) dan cadangan valuta asing
yang dimiliki negara terus menerus bertambah jumlahnya, nilai valuta asing akan
bertambah murah. Maka perubahanperubahan kurs valuta asing dapat dipergunakan
sebagai salah satu ukuran untuk menilai kestabilan dan perkembangan suatu
perekonomian. Tingkat suku bunga merupakan daya tarik bagi investor menanamkan
investasinya dalam bentuk deposito atau SBI sehingga investasi dalam bentuk saham akan
tersaingi. Menurut Cahyono (2000: 117) terdapat 2 penjelasan mengapa kenaikan suku
bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga
mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku bunga a kan memotong laba
perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan
beban bunga emiten, sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga
tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga
konsumen mungkin akan menunda pernbeliannya dan menyimpan dananya di bank.
Akibatnya penjualan perusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba
akan menekan harga saham Terkait dengan hal tersebut diatas dalam penelitiannya, Lee
(1992:1592) telah ditemukan bahwa perubahan tingkat bunga (interest rate) mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham. Sementara itu dalam artikel yang
ditulis oleh Moradoglu, et al. (2000), dikemukakan bahwa penelitian tentang perilaku
harga saham telah banyak dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan variabel makro
ekonomi, diantaranya Chen et al. (1986), Geske and Roll (1983), dan Fama (1981). Hasil
penelitian mereka mengatakan bahwa harga saham dipengaruhi oleh fluktuasi
makroekonomi. Beberapa variabel makroekonomi yang digunakan antara lain; tingkat
inflasi, tingkat bunga, nilai tukar, indeks produksi industri, dan harga minyak. Ajayi dan
Mougoue (1996) juga menggunakan variabel makroekonomi nilai tukar dan harga saham.
Mereka meneliti hubungan dinamis antara harga saham dan nilai tukar pada “Delapan
Besar” pasar saham, yaitu kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris, dan
Amerika Serikat dengan menggunakan bivariate error correction model. Hasil penelitian
mereka menunjukkan hubungan yang signifikan antara nilai tukar dan harga saham (pasar
modal dan pasar uang). Hasil ini kemudian didu - kung juga oleh Sudjono (2002) serta
Sitinjak dan Kurniasari (2003) bahwa nilai tukar rupiah (kurs) mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap IHSG. Selanjutnya Gupta (2000:453) yang mengadakan penelitian di
Indonesia dengan menggunakan data periode 1993- 1997 menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan kausalitas antara tingkat bunga, nilai tukar, dan harga saham. Hasil ini bertolak
belakang dengan Sitinjak dan Kurniasari (2003:46) yang menemukan bahwa nilai tukar dan
tingkat bunga SBI berpengaruh terhadap IHSG. Namun Saadah dan Panjaitan (2006:44-46)
kembali menunjukkan bahwa tidak ada interaksi dinamis yang signifikan antara harga
saham dan nilai tukar. II. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, perumusan
masalah dalam penelitian ini ini adalah : 1. Apakah ada pengaruh antara inflasi terhadap
harga saham di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2009 ? 2. Apakah ada pengaruh antara
nilai kurs rupiah terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2009 ? 3.
Apakah ada pengaruh antara tingkat suku bunga terhadap harga saham di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2007-2009 4. Apakah ada pengaruh antara inflasi, nilai tukar rupiah , dan
tingkat suku bunga terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2009 secara
simultan ? III. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah untuk : a. Untuk mengetahui
pengaruh antara inflasi terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007 - 2009.
b. Untuk mengetahui pengaruh antara nilai kurs rupiah terhadap harga saham di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2007-2009. c. Untuk mengetahui pengaruh antara tingkat suku
bunga terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2009. d. Untuk
mengetahui pengaruh antara inflasi, nilai tukar rupiah , dan tingkat suku bunga terhadap
harga saham di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007 - 2009 secara simultan IV. Manfaat
Penelitian Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut 1.Manfaat Teoritis a. Sebagai bahan kajian dan memberikan sumbangan
secara konseptual, khususnya mengenai harga saham. b. Sebagai dasar untuk
mengembangkan penelitian lebih lanjut bagi kalangan akademisi maupun para peneliti
yang berminat terhadap studi pasar modal. 2.Manfaat Praktis a. Memperluas cakrawala
pandangan seorang mahasiswa terhadap berbagai pokok permasalahan yang terdapat
pada dunia kerja khususnya di pasar modal. b. Memperoleh umpan balik dari dunia kerja
untuk pemantapan dan pengembangan program pendidikan. c. Bagi para peneliti,
penelitian ini bisa diharapkan membantu seorang pemimpin perusahaan dalam
menentukan kebijakan usahanya khususnya dalam hal – hal yang berkaitan dengan harga
saham. V. Kerangka Teori dan Penelitian terdahulu I. Inflasi Inflasi adalah kenaikan harga
secara umum, atau inflasi dapat juga dikatakan sebagai penurunan daya beli uang. Makin
tinggi kenaikan harga makin turun nilai uang. Defenisi diatas membe - rikan makna bahwa,
kenaikan harga barang tertentu atau kenaikan harga karena panen yang gagal misalnya,
tid ak termasuk inflasi. Ukuran inflasi yang paling banyak adalah digunakan adalah:
Consumer price indeks” atau “ cost of living indeks”. Indeks ini berdasarkan pada harga
dari satu paket barang yang dipilih dan mewakili pola pengeluaran konsumen. Kuncoro
(1998:46) adalah: kecen derungan dari harga untuk meningkat secara umum dan terus
menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila
kenaikan tersebut meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada barang lainnya. Menurut
Boediono (1994 : 155) definisi singkat dari inflasi adalah kecen - derungan dari harga-harga
untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang
saja tidak disebut inflasi. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus men erus juga
perlu digaris-bawahi. Kenaikan harga-harga karena, misalnya, musiman, menjelang hari
raya, bencana, dan seba - gainya, yang sifatnya hanya sementara tidak disebut inflasi.
A.W. Phillips dari London School of Economics berhasil menemukan hubungan yang erat
antara tingkat pengangguran dan tingkat peru - bahan upah nominal (Samuelson dan
Nordhaus, 1997 : 327). Penemuan tersebut diperoleh dari hasil pengolahan data empirik
perekonomian Inggris periode 1861-1957 dan kemudian menghasilkan teori yang dikenal
dengan Kurve Phillips II. Nilai kurs/tukar rupiah Menurut Fabozzi dan Franco
(1996:724)nilai kurs adalah: “an exchange rate is defined as the amount of one currency
that can be exchange per unit of another currency, or the price of one currency in items of
another currency”. Gregory Mankiw (2003: 123) menge - mukakan bahwa kurs (exchange
rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara
untuk saling melakukan perda - gangan. Sedangkan Tucker (1995:445) menyatakan bahwa:
“the exchange rate is the number of units one nation’s currency that equals one unit of
another nation’s currency,” Kalau kita bicara tentang nilai tukar rupiah atas dolar adalah
jumlah mata uang rupiah yang disepakati sama dengan satu unit mata uang asing yaitu
satu dolar. Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar rupiah adalah harga
rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu
mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar
rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dsb. Kurs inilah sebagai salah
satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena
investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah
terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap
ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003). III. Suku bunga Pengertian
tingkat suku bunga (interest rate) menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:482) adalah
sebagai berikut : "The interest rate is the amount of interest paid per unit of time. In other
words, people must pay for the opportunity to borrow money. The cost of borrowing
money, measured in dollar per year per dollar borrowed, is the interest rate". Sedangkan
menurut Bernstein dan Wild (1998:292): “Interest is composition for use money. It is the
excess cah paid or collected beyond the money (peicipal) borrowed or loaned”. Penentuan
tingkat bunga haruslah memperhatikan tingkat inflasi yang terjadi. Hal ini diungkapkan
oleh Fisher dalam Mankiw (2003;86) bahwa: “tingkat bunga nominal akan berubah karena
dua alasan yaitu karena tingkat bunga riil berubah atau karena tingkat inflasi berubah jadi
tingkat bunga nominal besarnya adalah penjumlahan dari tingkat bunga riil ditambah
tingkat inflasi”. Tingkat bunga nominal yang terdiri dari tingkat inflasi plus tingkat bunga
riil dinyatakan pula oleh Taylor(1998;521) : “Real interest rate is the interest rate minus
the expected rate of inflation,it adjust the nominal interest rate for inflation. Nominal
interest rate is the interest rate uncorrected for inflation”. Menurut Keynes, dalam
Kuncoro (2001:38), menyatakan bahwa: Tingkat bunga terjadi karena adanya permintaan
dan penawaran akan uang dari masyarakat,sedangkan perubahan naik-turunnya tingkat
suku bunga mempengaruhi keinginan untuk menga dakan investasi, misalnya pada surat
berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat
bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan
pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau gain. Suku bunga dibedakan
menjadi dua, yaitu: 1) Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku
bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan
sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan. 2) Suku bunga riil adalah
suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku
bunga nominal dikurangi laju inflasi. Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa
Interest (bunga, kepentingan, hak) merupakan: [1] beban atas penggunaan uang dalam
suatu periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan,
usaha dagang, atau sumber daya. IV. Harga Saham Saham merupakan salah satu sekuritas
yang diperdagangkan di BEI selain obligasi dan sertifikat. Saham menurut Zaki Baridwan
(1992 : 393) adalah: ”Merupakan setoran sejumlah uang dari pemilik sebagai tanda bukti
kepe - milikan yang diserahkan pada pihak - pihak yang mengelola setoran modal, dan
mempunyai hak sesuai dengan jenis saham yang dimiliki”. Sedangkan menurut Simamora
(2000:408) juga mendefinisikan saham sebagai unit kepemilikan dalam sebuah
perusahaan. Saham adalah hak atas sebagian dari suatu perusahaan, misalnya saham
dalam suatu Perusahaan Terbatas (PT), atau suatu bukti penyertaan atau partisipasi dalam
modal suatu peru - sahaan. Pemegang saham suatu perusahaan turut memiliki sebagian
dari perusahaan tersebut. Saham dimiliki oleh mereka yang telah membelinya, yaitu yang
telah menyerahkan sejumlah dana atau uang ke dalam peru - sahaan agar perusahaan bisa
bekerja, sebagai bukti pemilikan diterbitkan surat saham. Mereka ini kemudian disebut
“Pemegang Saham“, dalam pembicaraan sehari – hari seringkali istilah “surat” pada surat
saham dilupakan, dan orang menyebutnya hanya saham saja. Saham merupakan surat
bukti penyertaan modal dari investor terhadap perusahaan yang melakukan penjualan
saham atau melakukan emisi saham. Tujuan utama bagi perusahaan melakukan penjualan
saham kepada masyarakat adalah untuk memperoleh dana dengan relatif lebih murah.
Ada beberapa jenis saham yang dapat dikeluarkan oleh perusahan antara lain : saham
biasa dan saham preferen. Saham biasa merupakan jenis saham yang mempunyai hak
kontrol, hak pembagian keuntungan, hak suara, sedangkan saham preferen merupakan
saham yang mempunyai hak istimewa seperti pembagian keuntungan terlebih dahulu,
pembagian hak setelah likuidasi dan hak komulatif. a. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Harga Saham Penentuan harga saham di pasar sekuritas pada dasarnya ditentukan oleh
kekuatan permintaan dan penawaran terhadap saham di bursa efek, sehingga harga
saham bergerak naik turun setiap saat tergantung kekuatan mana yang lebih besar antara
permintaan dan penawaran. Berdasarkan studi empiris menunjukkan bahwa terhadap tiga
faktor yang berpengaruh dalam harga saham menurut Jogiyanto (2000:88), terdapat dua
analisa untuk menentukan nilai saham (fundamental atau intrinsik) yaitu analisa sekuritas
fundamental (fundamental security analysis)atau analisa perusahaan (company analysis)
dan analisa tehnis (technikal analysis) VI. Penelitian yang relevan Penelitian tentang teknik
meng evaluasikan nilai suatu saham yang beredar di bursa banyak dilakukan. 1.Lee (1992)
melakukan penelitian dengan judul Causal Relations Among Stock Return, Interest Rate,
Real Activity, and Inflation yang dimuat Journal Of Finance, 47:1591-1603 telah
menemukan bahwa perubahan tingkat bunga (interest rate) mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap indeks harga saham. 2.Ajayi dan Mougoue (1996) mela - kukan
penelitian dengan judul : On The Dynamic Relation Between Stock Prices and Exchange
Rate. Yang dimuat pada Journal Of Finance Research. 19:193-207. Mereka meneliti
hubungan dinamis antara harga saham dan nilai tukar pada “Delapan Besar” pasar saham,
yaitu Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat
dengan menggunakan bivariate error correction model. Hasil penelitian mereka
menunjukkan hubungan yang signifikan antara kedua pasar tersebut (pasar modal dan
pasar uang). 3.Gupta (2000) dan kawan-kawan yang mengadakan penelitian di Indonesia
dengan judul The Causality Between Interest Rate, Exchange Rate and Stock Price in
Emerging Market: The Case Of The Jakarta Stock Exchange. Data yang digunakan data
periode 1993-1997 menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara tingkat
bunga, nilai tukar, dan harga saham. 4.Sitinjak dan Kurniasari (2003 melakukan penelitian
dengan judul : Indikator indikator Pasar Saham dan Pasar Uang Yang Saling Berkaitan
Ditinjau Dari Pasar Saham Sedang Bullish dan Bearish yang dimuat Jurnal Riset Ekonomi
dan Manajemen. Vol. 3 No. 3, menyimpulkan bahwa jika kurs (nilai tukar dolar terhadap
rupiah) naik satu satuan berarti akan terjadi penurunan indikator pasar (IHSG) saham
sebesar satu satuan. Terutama sekali pada saat kondisi pasar sedang bearish. Sedangkan
pada pasar sedang bullish, indikator pasar saham dan indikator pasar uang secara
bersama-sama berpengaruh positif. Terutama pada indikator pasar uang SBI, signifikan
positif untuk mempengaruhi pasar saham. 5.Sa'adah dan Panjaitan (2006) melakukan
penelitian dengan judul Interaksi Dinamis Antara Harga Saham Dengan Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Dollar Amerika Serika dimuat pada Jurnal Ekonomi dan Bisnis. pp : 46-62
Berdasarkan hasil penelitian dengan metode VAR (Vector Auto Regression) menunjukkan
bahwa tidak ada interaksi dinamis yang signifikan antara harga saham dengan nilai tukar.
VII. Kerangka Berfikir Atas dasar uraian diatas maka pengaruh dari masing-masing variabel
tersebut terhadap Harga saham maka dapat digambarkan dalam model paradigma seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2.1: Gambar 2.1. Kerangka pemikiran Keterangan: Variabel
independen (X) terdiri dari : inflasi (X1) , nilai kurs rupiah(X2) , dan tingkat suku bunga(X3).
Variabel dependen (Y) : harga saham VIII. Hipotesis Hipotesis adalah sebuah dugaan
sementara yang akan dibuktikan kebe - narannya (Hadi, 219). Berdasarkan uraian yang
dipaparkan didepan maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada pengaruh
signifikan antara inflasi terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007- 2009 2.
Ada pengaruh signifikan antara nilai kurs rupiah terhadap harga saham di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2007-2009. 3. Ada pengaruh signifikan antara tingkat suku bunga
terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2009 4. Ada pengaruh
signifikan antara inflasi, nilai tukar rupiah, dan tingkat suku bunga terhadap harga saham
di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2009 secara simultan IX. Metode Penelitian 1. Tempat
dan Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia pada periode 2007
sampai dengan 2009 2. Populasi dan teknik pengampilan sampel Harga saham Nilai kurs
rupiah Inflasi Suku bunga Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil
menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik
tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat –
sifatnya (Sudjana, 2006 6). Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah perusahaan
di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009. Sampel adalah sebagian / wakil populasi yang
diteliti (Arikunto, 1996: 117). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perusahaan - perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejumlah 19 perusahaan
dengan beberapa kriteria tertentu. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah
metode (purposive) judgement sampling. Adapun kriteria dalam pemilihan sampel terdiri
dari: a. Perusahaan yang listed pada Bursa Efek Indonesia paling tidak pada tahun 2007
dan tetap terdaftar sampai dengan tahun 2009. b. Mempunyai data - data yang
dibutuhkan dalam penelitian. 3. Variabel Penelitian Variabel adalah gejala yang bervariasi
yang menjadi obyek penelitian (Arikunto, 1998: III). Sedangkan variabel adalah suatu
kuantitas homogen yang nilainya dapat berubah pada setiap waktu yang berbeda, variabel
dalam penelitian ini meliputi a. Independen Variabel / Variabel Bebas (X), berupa : X1:
Inflasi merupakan tingkat inflasi yang terjadi pada penutupan tahun. Data inflasi
merupakan data dari BPS, atau bank Indonesia X2 : Nilai tukar rupiah terhadap US$
Merupakan nilai tukar rupiah yang terjadi pada penutupan tahun. Data ini diperoleh dari
Bank Indonesia X3 : Suku bunga Setifikat bank Indonesia Merupakan suku bunga Setifikat
bank Indonesia yang terjadi pada periode penelitian. Data ini diperoleh dari bank
Indonesia. b. Dependen Variabel / Variabel terikat (y) Dalam penelitian ini variabel terikat
yaitu harga saham merupakan harga pada saat penutupan akhir tahun. 4. Teknik Analisis
Data a. Iji Asumsi Kalsik Metode regresi berganda akan dapat dijadikan alat estimasi yang
tidak bisa jika telah memenuhi persyaratan Best Liniear Unbiased Estimation (BLUE). Oleh
karena itu diperlukan adanya uji asumsi klasik terhadap model yang telah diformulasikan
yang mencakup pengujian sebagai berikut: b. Uji Normalitas Uji ini bertujuan untuk
menguji apakah variabel berdistribusi normal atau tidak, dapat dilihat dari Uji
KolmogorovSmirnov. Dasar pengambilan keputusan yaitu jika probabilitas lebih besar dari
0,05 maka Ho diterima yang berarti variabel berdistribusi normal dan jika probabilitas
kurang dari 0,05 maka Ho ditolak yang berarti variabel tidak berdistribusi normal (Santoso,
2003: 393) c. Multikolinier Salah satu asumsi klasik adalah tidak terjadi multikol diantara
variabel independen yang ada dalam satu model dalam bentuk model regresi linier
berganda hendaknya dihindari terjadinya multikoliniear. Multikolinier berarti ada
hubungan linier yang sempurna atau pasti di antara beberapa atau semua variabel
penjelas. Apabila sebagian atau seluruh variabel independen berkorelasi kuat maka terjadi
multikolinear. Konsekuensi terjadinya multikolinieritas adalah koefisien korelasi variabel
tidak tertentu dan kesalahan menjadi sangat besar atau tidak terhingga. Salah satu cara
untuk mendeteksi kolinieritas adalah dengan melihat nilai tolerance dan lawan Variance
Inflation Factor (VIF). Model regresi bebas dari multikol apabila nilai variance dan VIF di
sekitar nilai 1 (Santoso,2004:2006) d. Auto Korelasi Pengujian autokorelasi digunakan
untuk mengetahui apakah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan
menurut waktu (data time series) atau ruang data (data cross section). Beberapa faktor
yang menyebabkan adalah tidak dimasukkannya variabel bebas dan satu variabel terikat,
dalam pembuatan model hanya memasukkan 3 variabel bebas. Untuk mendiagnosis
adanya autokorelasi dalam satu model regresi dilakukan melalui pengujian Durbin-Waston
(Uji DW). (Algifari,2000:89) Untuk mendiagnosis adanya autokorelasi dalam suatu model
regresi dilakukan pengujian terhadap uji DW dengan ketentuan sebagai berikut : Tabel 1
Uji Durbin - Waston DW Kesimpulan < 1,10 Ada autokorelasi 1,10 dan 1,54 Tanpa
kesimpulan 1,55 dan 2,46 Tidak ada autokorelasi 2,46 dan 2,90 Tanpa kesimpulan > 2,91
Ada autokorelasi e. Heterokedastisitas Penyimpangan asumsi klasik ini adalah adanya
Heterokedastisitas, artinya varian variabel dalam model tidak sama. Konsekuensi adanya
Heterokedastisitas dalam model regresi adalah penaksir yang diperoleh tidak efisien, baik
dalam sampel kecil maupun besar, walaupuin penaksir yang diperoleh menggambarkan
populasinya dalam arti tidak bias. Bertambahnya sampel yang digunakan akan mendekati
nilai sebenarya (konsisten). Hal ini disebabkan oleh varian yang tidak efisien. untuk
mendeteksi ada tidaknya Heterokedastisitas dapat dilakukan dengan uji Scatterplot. a.
Analisis Regeresi Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi berganda. Analisis regresi berganda dalam penelitian ini digu nakan untuk
mengetahui pengaruh inflasi, nilai kurs rupiah, dan tingkat suku bunga mempunyai
pengaruh terhadap harga saham Adapun bentuk model yang akan diuji dalam penelitian
ini adalah : Y = a +b1X1+b2X2 +b3X3 +e Keterangan: Y = Harga saham a = Konstanta b =
Koefisien persamaan regresi prediktor X1 = Inflasi X2 = Nilai tukar X3 = Suku bunga e =
Faktor Pengganggu (error) b. Uji Parsial (Uji t) Keterandalan regresi berganda sebagai alat
estimasi sangat ditentukan oleh signifikansi parameter-parameter yang dalam hal ini
adalah koefisien regresi. Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari
variabel independensinya. Untuk menentukan nilai t-statistik tabel digunakan tingkat
signifikansi 5% derajat kebebasan (degree of fredoom) df= (n-k) dan (k-1) dimana n adalah
jumlah observasi, kriteria uji yang digunakan adalah : Jika nilai signifkansi > 0,05 , maka Ho
ditolak Jika nilai signifikansi < 0,05 , maka Ho diterima Adapun hipotesisnya adalah: Ho :
b1,b2,b3  0 Artinya tidak terdapat pengaruh parsial dari seluruh variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y). Ha : b1,b2,b3 > 0 Artinya tidak terdapat pengaruh yang
signifikan secara parsial dari seluruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). c. Uji
Simultan (Uji F-statistik) Uji F-statistik digunakan untuk menguji besarnya pengaruh dari
seluruh variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel
dependen. Pembuktian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F kritis (Ftabel )
dengan nilai Fhitung yang terdapat pada tabel analysis of variance. Untuk menentukan
nilai Ftabel, tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 5% dengan derajat kebebasan
(degree of fredoom) df= (n-k) dan (k-1) dimana n adalah jumlah observasi, kriteria uji yang
digunakan adalah: Jika nilai signfikansi > 0,05 maka Ho ditolak Jika nilai signfikansi < 0,05,
maka Ho diterima Adapun hipotesisnya adalah: Ho: b1b2,b3,b4  0 Artinya tidak terdapat
pengaruh positif yang signifikan secara bersama-sama dari seluruh variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y). Arti secara statistik data yang digunakan membuktikan
bahwa variabel bebas (X) berpengaruh terhadap variabel terikat(Y). Ha: b1b2,b3,b4 > 0
Artinya tidak terdapat pengaruh positif yang signifikan secara bersama-sama dari seluruh
variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Arti secara statistik data yang digunakan
membuktikan bahwa variabel bebas (X) berpengaruh terhadap variabel terikat(Y). d.
Koefisien Determinasi Dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda, maka
masing – masing variabel independen yaitu inflasi, nilai tukar dan suku bunga secara
parsial dan secara simultan mempengaruhi variabel dependen yaitu Harga saham (Y), yang
dinyatakan dengan R2 untuk menyatakan koefisien determinasi atau seberapa besar
pengaruh inflasi , nilai kurs rupiah, dan tingkat suku bunga terhadap harga saham secara
simultan terhadap harga saham (Y). Sedangkan r2 untuk menyatakan koefisien
determinasi parsial variabel independen terhadap variabel dependen. J. Hasil dan
Pembahasan Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Tabel 1 Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual N 57 Normal Parameters Mean 1.084177E-05 Std. Deviation
4362.9428711 Most Extreme Differences Absolute .300 Positive .300 Negative -.249
Kolmogorov-Smirnov Z .680 Asymp. Sig. (2-tailed) .128 Sumber : Print out SPSS Hasil
pengujian normalitas seperti tabel di atas menunjukkan bahwa variabel tersebut diatas
mempunyai nilai asymp. Sig masing – masing variabel di atas 0,05. Data tersebut diatas
dinyatakan mempunyai distribusi normal sehingga pengujian selanjutnya dapat digunakan
dengan statistika para - metrik. b. Uji autokorelasi Pengujian autokorelasi dimaksudkan
untuk menguji apakah terjadi korelasi antar variabel independen. Melihat ada tidaknya
autokorelasi digunakan angka Durbin Watson (DW). Hasil uji yang telah dilakukan
menunjukan bahwa nilai DW sebesar 1.862 angka ini berada di bawah 2 (lihat lampiran).
Kesimpulan dari uji ini menya - takan bahwa tidak autokorelasi antar variabel independen.
c. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui bahwa variabel
independen terbebas dari gejala multikolinearitas. Hasil dari uji ini dapat dilihat dari angka
VIF. Angka VIF ke lima variabel tersebut nampak sebagai berikut ini Tabel 2 Uji
Multikolinearitas Nama Variabel Angka VIF Inflasi 1,782 Nilai tukar 2.892 Suku bunga 2,162
Sumber : Print out SPSS Hasil uji multikolinearitas seperti nampak pada tabel 2 diatas
menun jukkan bahwa angka VIF untuk ketiga variabel tersebut dibawah 10, hal ini berarti
tidak terdapat multikolinearitas. d. Uji Heteroskedastisitas Tabel 3 Uji Heteroskedastisitas
Nama Variabel Nilai sig Sig Inflasi 0,651 0,05 Nilai tukar 0,845 0,05 Suku bunga 0,181 0,05
Sumber : Print out SPSS Hasil uji heteroskedastisitas yang telah dilakukan nampak seperti
nampak pada tabel 3 diatas menun jukkan bahwa ketiga variabel tersebut mempunyai
nilai signifykansi di atas 0,05. Hal ini berarti tidak signifikan sehingga dinya - takan tidak
terdapat heteroske - dastisitas. Pengujian Hipotesis a. Analisis Regresi Linier Berganda
Tabel 4. Hasil Analisa Regresi Linier Berganda Variabel Unstandardized Coefficients t Sig. B
(Constant) 2276,064 0,111 0,912 Inflasi 252,679 6,790 0,000 Nilai tukar 0,394 0,244 0,808
Suku bunga 170,710 1,999 0,054 Sumber: Print out SPSS Hasil analisa regresi dari tabel
diatas maka dapat diketahui: Persamaan regresi dari perhitungan tabel diatas adalah
sebagai berikut : Y = 2276,064 + 252,679X1+ 0,394X2 + 170,710X3 + e Interprestasi dari
persamaan regresi adalah sebagai berikut : 1)  = 2276,064 artinya apabila variabel
independen sama dengan nol atau konstan, maka harga saham positif. 2) 1 = 252,679
artinya dengan adanya perubahan inflasi sebesar 1% maka harga saham saham menga
lami perubahan positif dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. b. Uji Statistik t Uji t
merupakan pengujian signifikansi pengaruh variabel inflasi, nilai tukar dan suku bunga
terhadap harga saham pada perusahaan di BEI secara parsial. Berdasarkan uji regresi yang
telah dilakukan diperoleh kesimpulan berikut: a. Tingkat inflasi mempunyai nilasi
signifikansi tingkat signifikansi sebesar 0.000 < 0,05 berarti Ho berhasil ditolak. Hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa inflasi berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap harga saham b. Nilai tukar rupiah terhadap dollar mempunyai tingkat signifikansi
sebesar 0,808 > 0,05 berarti Ho tidak berhasil ditolak. Hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar tidak berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap harga saham c. Suku bunga SBI mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,054 >
0,05 berarti Ho tidak berhasil ditolak. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Suku bunga
SBI tidak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap harga saham c. Uji F Uji F
digunakan untuk menguji signifikan pengaruh variabel Inflasi, nilai tukar rupiah terhadap
dollar, dan suku bunga terhadap harga saham secara bersamasama. Hasil selengkapnya uji
F dengan program SPSS nampak seperti pada tabel berikut ini: Tabel 5 Uji F (Anova)
Keterangan Df F hitung Sig Regresion 3 52, 890 0,000 Residual 53 Total 56 Sumber: Print
out SPSS Nilai F hitung yang diperoleh dari Perhitungan dengan Komputer sebesar 52,890
dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 berarti dapat disimpulkan
bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen . d. Koefisien Determinasi (R2 ) Analisis ini digunakan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan variabel independen yaitu: inflasi,
nilai tukar dan suku bunga terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur di BEI
dalam bentuk prosentase. Hasil perhitungan selengkapnya nampak pada tabel berikut
Tabel 6 Uji R2 Model R R square 1 0,625 0,391 Sumber: Print out SPSS Perhitungan R2 pada
tabel tersebut sebesar 0,391 berarti diketahui bahwa pengaruh yang diberikan oleh
variabel independen terhadap varibel dependen sebesar 39,1% sedangkan sisanya (100% -
39,1% ) = 69,9 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel independen. K.
Kesimpulan dan Keterbatasan Hasil penelitian dan analisis data yang telah dilaksanakan
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis Uji t Uji statistik yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa: a. Inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap harga saham karena
nilai signifikansi 0,000 < 0,05. b. Nilai tukar tidak mempunyai pengaruh positif terhadap
harga saham karena nilai signifikansi 0,808 > 0,05. c. Suku bunga tidak mempunyai
pengaruh positif terhadap harga saham karena nilai signifikansi 0,054 > 0,05. 2. Uji F Nilai F
hitung yang diperoleh dari uji anova diperoleh nilai signifikansi 0,000. Nilai ini lebih kecil
dari 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen . 3. Koefisien Determinasi
Perhitungan R2 pada tabel tersebut sebesar 0,391 berarti diketahui bahwa pengaruh yang
diberikan oleh variabel independen terhadap varibel dependen sebesar 39,1% sedangkan
sisanya (100% - 39,1% ) = 60,9 % dipengaruhi oleh faktorfaktor lain diluar variabel
independen L. Keterbatasan Hasil penelitian ini dapat berperan sebagai sumber inspirasi
untuk melakukan penelitian lebih lanjut, dengan memperhatikan
keterbatasanketerbatasan yaitu : 1. Periode pengamatan merupakan periode yang banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, dalam hal ini adalah kondisi negara yang tidak
stabil seperti ekonomi makro, kondisi politik, kebijakan pemerintah, tingkat inflasi, dan
lain-lain. 2. Penelitian ke depan sebaiknya digunakan informasi selain informasi akuntansi
juga, mengingat bahwa keberhasilan perusahaan juga dipengaruhi oleh faktor lain diluar
informasi akuntansi 3. Penelitian dilakukan dalam kondisi perekonomian dan kondisi
negara yang tidak normal, sebaiknya untuk penelitian selanjutnya dilakukan pada saat
perekonomian Indonesia sudah mulai stabil. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, Sri dkk. 1998.
Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Inves-tasi di Pasar Modal Indonesia. Jakarta : P.T.
Bursa Efek Jakarta. Ajayi, R.A dan M. Mougoue. 1996. On The Dynamic Relation Between
Stock Prices and Exchange Rate. Journal Of Finance Research. 19:193-207. Algifari. 2000.
Analisis Statistik Untuk Bisnis Dengan Regresi, Korelasi, dan Non Parametrik. Edisi
Pertama. Yogya: STIE YKPN. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Pene - litian Suatu
Pendekatan Praktek, Jakarta : Rieneka Cipta Boediono, (1994). Ekonomi Makro. Penerbit
BPFE. Yogyakarta Djarwanto. Ps. 1999. Pokok-Pokok Analisa Laporan Keuangan,
Yogyakarta : BPFE Fabozzi, Frank J. 1995. Investment Management. Prentice Hall Inc. - New
Jersey. Fabozzi, Frank J., Modigliani, Franco, Ferry, Michael G. 1998. Foundation of
Financial Market and Institutions. 2nd edition. Prentice Hall. New Jersey Elefn, 2005,
Indonesia Capital Market Directory 2004, Jakarta : The Jakarta Stock Echange Gupta, Jyoti
P., Alain Chevalier and Fran Sayekt. 2000. The Causality Between Interest Rate, Exchange
Rate and Stock Price in Emerging Market: The Case Of The Jakarta Stock Exchange.
Working Paper Series. EFMA 2000.Athens. Hasan, M. Iqbal. 2003. Pokok-Pokok Materi
Statistik 2 (Statistik Inferensif). Jakarta: Bumi Aksara. Harahap, Syafri Sofyan. 2002.
Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Husnan, Suad.
2001 Dasar – Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta :UPP AMP YKAPN
Kuncoro, Mudrajad. 2001. Manajemen Keuangan Internasional. Yogya : BPFE. Lee, SB.
1992. Causal Relations Among Stock Return, Interest Rate, Real Activity, and Inflation.
Journal Of Finance,47:1591-1603. Madura, Jeff. 1993. Financial Management. Florida
University Express. Mankiw, Gregory, 2003, Teori Makro Ekonomi, Alih bahasa Imam
Nurmawan, Edisi Kelima, Jakarta Erlangga. Jogiyanto. 1998. Analisis Sekuritas dan Analisis
Portofolio Yogyakarta : BPFE Mpaata, K.A dan Sartono. A. 1998. Factor Determining Price
Earning Ratio, Kelola, Vol. VI, No.15, hal 133-150 Munawir. 1995. Analisa Laporan
Keuangan. Yogyakarta : Liberty Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter Buku I. Yogyakarta: BPFE.
---------. 2000. Ekonomi Moneter Buku II. Yogyakarta: BPFE. Sa’adah, Siti dan Yunia
Panjaitan. 2006. Interaksi Dinamis Antara Harga SahamDengan Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Dollar Amerika Serikat. Jurnal Ekonomi dan Bisnis.pp:46-62. Santoso, Singgih
dan Flandy Tjiptono. 2004 . Riset Pemasaran: Konsep dan Aplikasi Dengan SPSS. Jakarta:
PT. Elex Media Komputer. Samuelsons, Paul A., Nordhaus, William D. 1995. Economics.
15st edition. McGraw- Hill. Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari. 2003.
Indikatorindikator Pasar Saham dan Pasar Uang Yang Saling Berkaitan Ditijau Dari Pasae
Saham Sedang Bullish dan Bearish. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. Vol. 3 No. 3.
Simamora, Henry. 2000. Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis Jilid II. Jakarta:
Salemba Empat. Sudjana. 2001. Metode Statistika, Bandung : Tarsito Suwardjono. 2003.
Pengantar Akuntansi. Yogyakarta : BPFE

BAB 19
 SUMBER PENDANAAN:
LEASING, PEGADAIAN DAN BANK ISLAM

Jurnal 1

ahuluan Dunia perbankan merupakan salah satu institusi yang sangat berperan dalam
bidang perekonomian suatu negara, khususnya di bidang pembiayaan perekonomian.
Bank dalam menjalankan fungsinya membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan
perbankan. Penyaluran kredit yang dilakukan sebagai salah satu sumber utama
pendapatan bank, tidak semata-mata akan selalu memperoleh keuntungan. Penyaluran
kredit juga tidak menutup kemungkinan akan mengalami suatu risiko kredit yang dapat
merugikan pihak bank. Besarnya jumlah kredit yang diberikan, akan mengakibatkan
besarnya risiko yang ditanggung oleh pihak bank yang bersangkutan akibat dari besarnya
kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Tingkat terjadinya kredit bermasalah
biasanya dicerminkan oleh rasio non performing loan (NPL) yang terjadi pada bank
tersebut yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mengatasi risiko
kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. Hal yang dilakukan untuk mengurangi
tingginya tingkat non performing loan (NPL) yang terjadi akibat dari adanya masalah
kredit, maka pihak bank menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan
menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank yang
disebut capital adequacy ratio (CAR). Besar kecilnya dana yang dimiliki pihak bank akan
dapat memberikan keuntungan maupun dapat menimbulkan risiko yang harus ditanggung
pihak bank. Dana merupakan hal yang paling penting dalam Bisma: Jurnal Manajemen,
Vol. 4 No. 1, Bulan Maret Tahun 2018 P-ISSN: 2476-8782 Bisma: Jurnal Manajemen | 35
kegiatan operasional bank. Semakin tinggi CAR, maka semakin besar kemampuan bank
dalam meminimalisir risiko kredit yang terjadi sehingga kredit bermasalah yang terjadi
dalam bank akan semakin rendah dengan besarnya cadangan dana yang diperoleh dari
perbandingan modal dan aktiva tertimbang menurut risiko (Ali, 2004). Soebagio (2005)
melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa capital adequacy ratio (CAR)
berpengaruh negatif terhadap terjadinya non performing loan (NPL). Hal tersebut
bertentangan dengan penelitian dari Chang (2006) yang menyatakan bahwa terdapat
pengaruh positif antara capital adequacy ratio (CAR) dengan non performing loan (NPL).
Semakin besar jumlah kredit yang disalurkan, maka akan memberikan konsekuensi
semakin besarnya risiko yang harus ditanggung oleh pihak bank. Loan to deposit ratio
(LDR) menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan
oleh nasabah dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.
Besarnya LDR sebuah bank, mampu menggambarkan besar peluang munculnya risiko
kredit. Artinya semakin tinggi LDR sebuah bank, maka semakin tinggi pula peluang risiko
kredit bermasalah yang akan terjadi (Dendawijaya, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh
Kurniasari (2007) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara loan deposit
ratio (LDR) dengan non performing loan yang bertentangan dengan penelitian dari
Wimboh (2004) yang mengemukakan bahwa LDR berpengaruh tidak signifikan terhadap
non performing loan. Tinggi rendahnya tingkat NPL yang terjadi diduga dapat disebabkan
oleh bank size. Semakin besar aktiva atau asset yang dimiliki suatu bank maka semakin
besar pula volume kredit yang dapat disalurkan oleh bank tersebut. Dendawijaya (2005)
mengemukakan, semakin besar volume kredit memberikan kesempatan bagi pihak bank
untuk menekan tingkat spread, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat bunga kredit
sehingga bank akan lebih kompetitif dalam memberikan pelayanan kepada nasabah yang
membutuhkan kredit sehingga dapat memperlancar pembayaran kredit dan menekan
angka kredit bermasalah. Penelitian yang dilakukan Achyar (2012) yang menunjukkan
adanya pengaruh positif antara bank size dengan non performing loan. Diyanti (2012)
menujukkan hal lain yaitu adanya pengaruh negatif antara bank size dengan non
performing loan. Berdasarkan studi pendahuluan peneliti, ditemukan bahwa terdapat
beberapa bank yang memiliki tingkat NPL melebihi batas maksimal yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia pada tahun 2011 - 2012, seperti PT. Bank ICB Bumiputera, Tbk NPL sebesar
9,25%, PT. Bank Mutiara, Tbk sebesar 6,24%, PT. Bank Pundi Indonesia, Tbk sebesar 9,12%,
dan PT. Bank CIMB Niaga memiliki tingkat NPL sebesar 5,10%. Sedangkan besarnya rata –
rata CAR, LDR, dan bank size terhadap NPL pada lembaga perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia selama periode 2011 – 2012 dapat dilihat pada tabel 01 sebagai
berikut. Table 01 Rata-rata LDR, CAR, bank size terhadap NPL pada lembaga perbankan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011-2012. Tahun CAR LDR Bank
Size NPL 2011 16,94% 81,93% 19,23% 2,43% 2012 16,83% 87,57% 18,92% 2,19% Sumber:
Laporan Keuangan Tahunan Lembaga Perbankan tercatat pada Bursa Efek Indonesia (data
diolah). Dari table 01 dapat terlihat pada terjadi penurunan NPL pada tahun 2012 sebesar
0,24%, namun tidak diikuti dengan loan to deposit ratio (LDR), capital adequacy ratio (CAR)
dan bank size. Terlihat pada tahun 2012, LDR mengalami kenaikan sebesar 5,64% namun
NPL mengalami penurunan. Selain itu CAR mengalami penurunan sebesar 0,11% dan bank
size sebesar 0,31% tetapi NPL mengalami penurunan. Hal ini berbeda dengan teori yang
ada. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan pokok yang dikaji adalah: (1) Apakah
ada pengaruh simultan dari CAR, LDR, dan bank size terhadap NPL pada lembaga
perbankan yang terdaftar di BEI periode tahun 2011 – 2012?; (2) Apakah ada pengaruh
parsial dari CAR terhadap NPL pada lembaga perbankan yang terdaftar di BEI periode
tahun Bisma: Jurnal Manajemen, Vol. 4 No. 1, Bulan Maret Tahun 2018 P-ISSN: 2476-8782
Bisma: Jurnal Manajemen | 36 2011 – 2012?; (3) Apakah ada pengaruh parsial dari LDR
terhadap NPL pada lembaga perbankan yang terdaftar di BEI periode tahun 2011 – 2012?;
dan (4) Apakah ada pengaruh parsial dari bank size terhadap NPL pada lembaga perbankan
yang terdaftar di BEI periode tahun 2011 – 2012?. Manfaat secara teoritis artikel ini
diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu ekonomi,
khususnya pada bidang manajemen keuangan. Manfaat secara praktis artikel ini
diharapkan dapat memberikan masukan pada pimpinan atau manajer pada lembaga
perbankan yang terdaftar di BEI terutama dalam mempertimbangkan CAR, LDR dan bank
size untuk menjaga tingkat NPL perusahaan sehingga kontinuitas dari perusahaan tetap
bisa terjaga. Menurut Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (dalam
Kasmir, 2012: 24) “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk – bentuk yang lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.” Hasibuan (2007: 87) menyatakan “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati.” Sedangkan menurut Suyatni, (2002: 12) memberikan definisi
“kredit bahwa pihak kesatu memberikan prestasi baik berupa barang, uang atau jasa
kepada pihak lain, sedangkan kontra prestasi akan diterima kemudian dalam jangka waktu
tertentu.” Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kredit
adalah suatu penyerahan atas dasar kepercayaan sejumlah uang atau barang yang
dipersamakan dan wajib dikembalikan atau dibayar kembali beserta bunganya sesuai
dengan syarat-syarat yang disepakati bersama dengan jangka waktu yang tertentu.
Pemberian kredit juga memiliki tujuan dan fungsi. Tujuan dari pemberian kredit menurut
Hasibuan (2009: 88) adalah: (1) Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit; (2)
Memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada; (3) Melaksanakan kegiatan
operasional bank; (4) Memenuhi permintaan kredit dari masyarakat; (5) Memperlancar
lalu lintas pembayaran; (6) Menambah modal kerja perusahaan; (7) Meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dan fungsi dari kredit menurut Kasmir (2012:
89) adalah: (1) Untuk meningkatkan daya guna uang; (2) Untuk meningkatkan peredaran
dan lalu lintas uang; (3) Untuk meningkatkan daya guna barang; (4) Meningkatkan
peredaran barang; (5) Sebagai alat stabilitas ekonomi; (6) Untuk meningkatkan kegairahan
berusaha; (7) Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan; (8) Untuk meningkatkan
hubungan internasional. Modal merupakan salah satu faktor yang penting bagi bank
dalam mengembangkan usahanya dan menampung risiko kerugian (Taswan, 2006). Modal
yang dimiliki oleh suatu bank pada dasarnya harus cukup untuk menutupi seluruh risiko
usaha yang dihadapi oleh bank. Modal bank diwakilkan dengan rasio capital adequacy
ratio (CAR). CAR memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang
mengandung risiko, yang dibiayai dari modal sendiri. Menurut Dendawijiaya (2005)
mengungkapkan bahwa, “CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh
aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada
bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari
sumber-sumber di luar bank.” Sedangkan Ali (2004) mengemukakan “CAR adalah rasio
permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk
keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan
oleh kegiatan operasi bank.” Jadi berdasarkan pendapat ahli diatas dapat disimpulkan
capital adequacy ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal
yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko
yang dibiayai dari dana modal sendiri atau sumber dana yang berasal dari luar bank.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 CAR dapat
dirumuskan sebagai berikut : (1) Bisma: Jurnal Manajemen, Vol. 4 No. 1, Bulan Maret
Tahun 2018 P-ISSN: 2476-8782 Bisma: Jurnal Manajemen | 37 Kasmir (2011) menyatakan
“loan to deposit ratio (LDR) merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit
yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang
digunakan.” Menurut Taswan (2006), menyebutkan “LDR adalah perbandingan antara
kredit yang diberikan terhadap volume dana yang diterima atau dana pihak ketiga (Giro,
Tabungan, Deposito, dan kewajiban jangka pendek lainnya).” Jadi dari beberapa ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa LDR merupakan rasio keuangan perusahaan perbankan yang
digunakan untuk mengukur perbandingan antara kredit yang diberikan pada masyarakat
dengan dana yang diterima bank seperti giro, tabungan, deposito dan kewajiban jangka
pendek lainnya. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14
Desember 2001 LDR dapat dirumuskan sebagai berikut. (2) Bank Size atau ukuran
perusahaan pada dasarnya merupakan hal yang penting dalam suatu perusahaan. Hal
tersebut dikarenakan ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu
perusahaan dapat ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata tingkat
penjualan dan rata-rata total aktiva (Ferri and Jones dalam Tri kumala, 2012: 17).
Sedangkan bank size merupakan besarnya total assets yang dimiliki perusahaan. Pada
neraca bank, aktiva menunjukkan posisi penggunaan dana (Kuncoro dan Suhardjono,
2002). Jadi dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa bank size merupakan suatu
skala perusahaan mengenai besar kecilnya perusahaan yang dilihat dari :total aktiva, log
size, nilai pasar saham, jumlah penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan rata-rata total
aktiva . Rasio bank size diperoleh dari total assets yang dimiliki bank yang bersangkutan
jika dibandingkan dengan total assets dari bank-bank lain atau dirumuskan sebagai
berikut. (Ranjan dan Dahl, 2003) (3) Perkembangan pemberian kredit yang menjadi
pertimbangan bagi pihak bank adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata menjadi
kredit bermasalah yang mengakibatkan besarnya risiko yang ditanggung oleh pihak bank.
non performing loan (NPL) disebut juga sebagai kredit bermasalah atau risiko kredit yang
merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja bank. Kredit bermasalah ialah
kredit yang tidak lancar atau kredit dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang
diperjanjikan (Suhardjono, 2002). Sedangkan menurut Slamet Riyadi (2006), “non
performing loan merupakan perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan
tingkat kolektibilitas yang merupakan kredit bermasalah dibandingkan dengan total kredit
yang diberikan oleh bank.” Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP 2004,
Rasio non performing loan (NPL) dapat dihitung dengan rumus. (4) 2. Metode Penelitian ini
menggunakan desain kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah lembaga perbankan
yang di BEI tahun 2011 -2012 dan objek penelitiannya adalah CAR, LDR, bank size dan NPL.
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kuantitatif. Data
yang dikumpulkan menggunakan teknik pencatatan dokumen dan dianalisis dengan
analisis regresi linear berganda. 3. Hasil Dan Pembahasan Hasil analisis regresi berganda
dengan bantuan program komputer SPSS 16.0 for windows maka diperoleh hasil penelitian
seperti nampak pada Tabel 02. Bisma: Jurnal Manajemen, Vol. 4 No. 1, Bulan Maret Tahun
2018 P-ISSN: 2476-8782 Bisma: Jurnal Manajemen | 38 Tabel 02. Ringkasan Hasil
pengolahan data menggunakan analisis regresi berganda dengan bantuan SPSS Parameter
Koefisien p-value α = 0,05 Keputusan Simpulan RyX1X2X3 0,966 0,000 0.05 Menolak Ho
Ada hubungan pengaruh simultan antara X1X2X3 terhadap y R2 yX1X2X3 0,934 0,000 0,05
Menolak Ho Ada pengaruh secara simultan antara X1X2X3 terhadap y Py X1 -0,384 0,043
0,05 Menolak Ho Ada hubungan pengaruh parsial antara X1 terhadap y Py X2 0,569 0, 002
0,05 Menolak H0 Ada hubungan pengaruh parsial antara X2 terhadap y PyX3 0,966 0,000
0,05 Menolak H0 Ada hubungan pengaruh parsial antara X3 terhadap y Py ε 0,036 - - - - α
22,412 0,002 0,05 Signifikan Dapat digunakan untuk memprediksi β1 -0,102 0,043 0,05
Signifikan Dapat digunakan untuk memprediksi β2 0,245 0,002 0,05 Signifikan Dapat
digunakan untuk memprediksi β3 1,024 0,000 0,05 Signifikan Dapat digunakan untuk
memprediksi Hasil analisis regresi pada Tabel 02 menunjukkan bahwa variabel CAR, LDR
dan bank size secara simultan berpengaruh terhadap NPL lembaga perbankan yang
terdaftar di BEI periode 2011 – 2012 karena p-value 0,000 < α (0,05). Temuan ini
memberikan implikasi bahwa CAR, LDR dan bank size secara serempak berpengaruh
terhadap jumlah NPL yang terjadi pada lembaga perbankan yang terdaftar di BEI. Hasil dari
penelitian ini terlihat bahwa hubungan pengaruh dari CAR, LDR, dan bank size terhadap
NPL adalah 96,6% dengan besar pengaruh 93,4% CAR, LDR, dan bank size dan 6,6%
dipengaruhi oleh variabel diluar CAR, LDR, dan bank size yang harus diteliti lebih lanjut lagi
seperti tingkat inflasi dan GDP. Berdasarkan Tabel 02 dapat dilihat bahwa CAR memiliki
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap NPL karena p-value 0,043 < α (0,05). Hasil
ini mengindikasikan hipotesis alternatif (Ha) diterima yakni terdapat pengaruh yang
signifikan secara parsial dari CAR terhadap NPL pada lembaga perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2011- 2012. Nilai koefisien yang diperoleh negatif
menunjukkan bahwa CAR memiliki pengaruh berlawanan terhadap NPL, maksudnya jika
semakin kecil jumlah CAR maka tingkat NPL yang terjadi akan semakin besar. Berdasarkan
Tabel 02 dapat dilihat bahwa LDR memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
NPL karena p-value 0,002 < α (0,05). Hasil ini mengindikasikan hipotesis alternatif (Ha)
diterima yakni terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial dari LDR terhadap NPL
pada lembaga perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011- 2012. Nilai
koefisien yang diperoleh positif menunjukkan bahwa LDR memiliki pengaruh searah
terhadap NPL, maksudnya jika semakin besar jumlah LDR maka tingkat NPL yang terjadi
akan semakin besar pula. Berdasarkan Tabel 02 dapat dilihat bahwa bank size memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap NPL karena p-value 0,000 < α (0,05). Hasil ini
mengindikasikan hipotesis alternatif (Ha) diterima yakni terdapat pengaruh yang signifikan
secara parsial dari bank size terhadap NPL pada lembaga perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2012. Nilai koefisien yang diperoleh positif menunjukkan
bahwa bank size memiliki pengaruh searah terhadap NPL, maksudnya jika semakin besar
jumlah bank size maka tingkat NPL yang terjadi akan semakin besar pula. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel CAR, LDR dan bank size berpengaruh positif dan signifikan
terhadap NPL pada Lembaga Perbankan yang Terdaftar di BEI. Hal ini berarti variabel CAR,
LDR dan bank size secara bersama-sama berpengaruh terhadap jumlah NPL yang terjadi
pada Lembaga perbankan yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian ini memberikan dukungan
terhadap temuan empirik dari Almilia, dkk (2006) dan Achyar (2012) yang dalam
penelitiannya menemukan bahwa CAR, LDR dan bank size berpengaruh positif dan
signifikan terhadap NPL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap NPL yang terjadi pada lembaga perbankan yang terdaftar di BEI.
Hasil penelitian ini Bisma: Jurnal Manajemen, Vol. 4 No. 1, Bulan Maret Tahun 2018 P-
ISSN: 2476-8782 Bisma: Jurnal Manajemen | 39 mengindikasikan bahwa permodalan bank
yang terdaftar di BEI yang diwakilkan oleh rasio CAR harus mampu menutupi seluruh risiko
usaha yang dihadapi oleh bank, termasuk risiko kerugian yang terjadi akibat terjadinya
kredit bermasalah. Hasil temuan penelitian ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh
Ali (2004) yang menjelaskan bahwa semakin tinggi CAR maka semakin besar kemampuan
bank dalam meminimalisir risiko kredit yang terjadi sehingga kredit bermasalah yang
terjadi dalam bank akan semakin rendah dengan besarnya cadangan dana yang diperoleh.
Hasil penelitian ini memperkuat temuan empirik yang dilakukan oleh Soebagio (2005) dan
Wimboh (2004) menunjukkan variabel CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
terjadinya NPL. Penelitian yang dilakukan saat ini tidak mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Chang (2006) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dari CAR
terhadap NPL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan
terhadap terjadinya NPL. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi rasio LDR maka
akan menyebabkan meningkatnya rasio NPL yang terjadi pada bank, sebaliknya semakin
rendah rasio LDR akan menyebabkan menurunnya rasio NPL. Hasil penelitian ini sejalan
dengan teori yang diungkapkan oleh Dendawijaya (2005) yang mengatakan bahwa LDR
secara penuh akan meningkat dan risiko terjadinya NPL pada bank tersebut semakin tinggi
pula. Jadi semakin tinggi LDR sebuah bank, maka semakin tinggi pula peluang munculnya
NPL. Hal ini disebabkan karena apabila bank memiliki LDR yang tinggi, maka bank akan
mempunyai risiko tidak tertagihnya pinjaman yang tinggi yang nantinya akan
mengakibatkan terjadinya kredit bermasalah dan bank akan mengalami kerugian. Hasil
penelitian ini mendukung temuan empirik dari Kurniasari (2007) yang menyimpulkan LDR
berpengaruh signifikan terhadap NPL. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Wimboh (2004) yang mengemukakan bahwa LDR berpengaruh tidak
signifikan terhadap NPL. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
Wimboh, karena besarnya LDR pada penelitian ini menggunakan LDR rata-rata dari seluruh
bank yang terdaftar di BEI, sedangkan penelitian Wimboh hanya menggunakan jumlah LDR
pada satu bank. Hal ini akan memberikan pengaruh sehingga LDR tidak berpengaruh
signifikan terhada NPL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank size berpengaruh positif
dan signifikan terhadap NPL yang terjadi pada lembaga perbankan yang terdaftar di BEI.
Hal ini memberikan indikasi bahwa semakin tinggi bank size suatu perbankan, maka akan
menyebabkan meningkatnya jumlah NPL yang terjadi, sebaliknya semakin rendah bank
size menyebabkan menurunnya jumlah NPL yang terjadi. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan teori yang dikemukakan oleh Dendawijaya (2005) yang mengungkapkan bahwa
besarnya bank size akan mempengaruhi rendahnya NPL atau kredit bermasalah. Hal ini
disebabkan karena, semakin besar aktiva atau asset yang dimiliki suatu bank maka volume
kredit yang disalurkan oleh bank semakin besar pula. Besarnya volume kredit akan
memberikan kesempatan bagi pihak bank untuk menekan tingkat spread, sehingga dapat
memperlancar pembayaran kredit dan menekan angka kredit bermasalah. Hasil penelitian
ini juga tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Diyanti (2012) yang
menyimpulkan bahwa bank size berpengaruh negatif terhadap non performing loan. Hasil
penelitian ini mendukung temuan penelitian empirik dari Achyar (2012) yang
menyimpulkan bahwa bank size berpengaruh positif terhadap non performing loan (NPL).
4. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil dari pembahasan, maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut: (1) Secara simultan ada pengaruh signifikan dari CAR, LDR dan bank size
terhadap NPL pada lembaga perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
tahun 2011 – 2012. Hal ini berarti CAR, LDR, dan bank size secara serempak berperan
dalam upaya terjadinya tingkat NPL pada lembaga perbankan yang terdaftar di BEI periode
2011 – 2012; (2) Secara parsial ada pengaruh negatif dan signifikan dari CAR terhadap NPL
pada lembaga perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011 –
2012; (3) Secara parsial ada pengaruh positif dan signifikan dari LDR terhadap NPL pada
lembaga perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011 – 2012; (4)
Secara parsial ada Bisma: Jurnal Manajemen, Vol. 4 No. 1, Bulan Maret Tahun 2018 P-ISSN:
2476-8782 Bisma: Jurnal Manajemen | 40 pengaruh positif dan signifikan dari bank size
terhadap NPL pada lembaga perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia peride
tahun 2011 – 2012. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan adalah : (1) Bagi lembaga perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
untuk meminimalisir terjadinya tingkat NPL, hendaknya pihak bank berfokus pada tiga hal
yaitu besarnya CAR, LDR dan bank size. Jika CAR dan bank size dapat ditingkatkan dan
tingkat LDR dapat diminimalisir maka lembaga perbankan yang terdaftar di BEI akan
mampu mencapai tingkat NPL yang rendah; dan (2) untuk peneliti berikutnya disarankan
untuk menggunakan faktorfaktor luar lain yang mempengaruhi NPL yang lebih variatif dan
lebih banyak agar mendapatkan hasil yang relevan dan lebih baik seperti tingkat inflasi
dan GDP . Daftar Pustaka Almilia, Luciana Spica dan Anton Wahyu. 2006. “ Pengaruh
Capital adequacy Ratio (CAR) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) Terhadap Non Performing
Loan (NPL) (Studi kasus pada Bank Persero, Bank BPD, Bank Umum Swasta dan Bank Asing
Campuran”. Skripsi Ali, Masyhud. 2004. Asset Liability Management, “Menyiasati Risiko
Pasar dan Risiko Operasional”. Jakarta : PT. Gramedia. Achyar, Atassya. 2012. Pengaruh
Struktur Aktiva dan Ukuran Perusahaan Terhadap Non Performing Loan pada Perusahaan
Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Bandung: Skripsi Chang,
Yoonhee Tina. 2006. “ Role of Non Performing Loan (NPLs) and Capital Adequacy Banking
Structure and Competition”. ISSN 1745 – 9648. Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen
Perbankan. Ghalia Indonesia: Jakarta. Diyanti, Anin. 2012. Analisis Pengaruh Faktor
Internal dan Eksternal Terhadap Terjadinya Non Performing Loan (Studi Kasus pada Bank
Umum Konvensional yang Menyediakan Layanan Kredit Kepemilikan Rumah periode 2008-
2011. Jurnal of management, Volume 1, Nomor 2, Tahun 212, Halaman 290-299. Hasibuan,
H. Melayu S. P. 2007. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
---------------------------. 2009. Dasar-dasar Perbankan. Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Bumi
Aksara. Juliana. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Non Performing Loan
(NPL) Pada Bank BUMN di Indonesia. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Jurusan
Manajemen Universitas Hasanuddin, Makassar. Kasmir. 2011. Manajemen Perbankan.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. Kuncoro, Mudrajad dan Suharjono. 2002. Manajemen Perbankan
Teori DanAplikasinya. Yogyakarta: BPFE Kurniasari. 2007. “Analisis pengaruh efisiensi dan
penyaluran kredit terhadap kredit bermasalah pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa
di Indonesia (Rasio BOPO, LDR dan NPL). Skripsi Bisma: Jurnal Manajemen, Vol. 4 No. 1,
Bulan Maret Tahun 2018 P-ISSN: 2476-8782 Bisma: Jurnal Manajemen | 41 Ranjan, Rajiv
dan Sarat Chandra Dahl. 2003. Non-Performing Loan and Terms of Credit of Public Sector
Banks in India : An Emperical Assessment. Reserve Bank of India Occasional Papers, Vol.
24, No. 3, h. 81-121. Riyadi, Slamet. 2004. Banking Assets and Liability Management.
Jakarta: Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Soebagio, H. 2005.
Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Non Performing Loan (NPL) Pada
Bank Umum Komersial. Universitas Dipenogoro, Semarang. Skrips

Jurnal 2

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah. ondisi sosial ekonomi masyarakat suatu


negara yang semakin tumbuh seiring dengan keberhasilan pembangunan menyebabkan
tingkat kesejahteraan meningkat sehingga menyebabkan adanya pergeseran akan
kebutuhan yang harus dipenuhi.Macam kebutuhan yang semula hanya merupakan
kebutuhan – kebutuhan primer (kebutuhan pokok) akhirnya meningkat ke kebutuhan
sekunder bahkan kebutuhan tertier atau kebutuhan produk jasa. Dengan demikian
industri jasa seperti jasa pendidikan, rumah, sakit, perhotelan, perbankan dan sektor
industri jasa lainnya mempunyai peluang bisnis yang semakin luas dalam memenuhi
keinginan dan kebutuhannya. Masyarakat yang semakin disibukan dengan berbagai
kegiatan sehingga dalam mendapatkannya produk maupun pelayanan dalam memenuhi
kebutuhannya cenderung praktis dan K juga tidak mau terlalu banyak menyita waktu
didalam melakukan transaksinya. Perusahaan dalam hal ini bank harus melakukan upaya
pemasaran melalui penciptaan produk yang lebih inovatif dan terintegrasi sehingga
nasabah akan terlayani setiap transaksi yang diperlukan degan harga yang kompetitif,
bentuk promosi yang tidak menjebak, dan tempat yang strategis dan yang terjangkau serta
kualitas pelayanan yang baik. Pelayanan yang berkualitas ukurannya ada lima dimensi
yaitu dimensin bukti fisik (wujud/ tangibles), dimensi keadalan (reliabilitas), dimensi
ketanggapan (responsif), dimensi Keterjaminan (Kepastian) dan dimensi Empati
(Empathy). (Lupiyoadi, 2006:236) . Bisnis Perbankan untuk dapat memenangkan pesaingan
bukan hanya ditutut untuk memberikan kualitas pelayanan yang prima saja tetapi yang
lebih utama adalah bagaimana bank yang bersangkutan memperoleh kepercayaan dari
masyarakat. Secara umum fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai
financial intermediary. Secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust,
agent ofdevelopment, dan agent of services (Triandaru, 2005:9).. Bank yang dapat
memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada nasabahnya dan mendapat tingkat
kepercayaan yang tinggi dari masyarakat diharapkan bank yang bersangkutan mampu
membangun loyalitas pelanggan. Signifikansi loyalitas pelanggan sangat terkait dengan
kelangsungan perusahaan dan terhadap kuatnya pertumbuhan perusahaan dimasa
datang.Studi terdahulu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas pelanggan
biasanya fokus pada kepuasan pelanggan dan hambatan pindah. (Lee dan Cunningham,
2001, Lupiyoadi, 2006:195) Mendasarkan pada kondisi yang dihadapi para pelaku usaha
pada umumnya dan kususnya pelaku usaha di sektor perbankan maka perlu melakukan
pengkajian terhadap para nasabahnya tentang apa yang diharapkan dan dikehendaki dari
aktivitas bisnisnya dari produk dan jasa yang ditawarkan sehingga bank yang bersangkutan
mampu mewujudkan dan memenuhi harapan nasabah. Dengan melakukan kajian maka
perusahaan akan lebih dini mengetahui permasalahan yang dihadapi sehingga hal tersebut
dapat diantisipasi dengan berbagai upaya untuk dapat meminimalkan jumlah pelanggan
yang tidak puas dan menjadi tidak percaya. Berdasarkan konsep–konsep dan kontek yang
digambarkan pada latar belakang sebelumnya peneliti ada keinginan untuk melakukan
kajian kususnya kepada para konsumen (nasabah) mengenai kualitas jasa,kepuasan dan
perilaku setelah melakukan transaksi atau setelah menggunakan jasa dengan judul tesis:
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS NASABAH DENGAN KEPUASAN
DAN KEPERCAYAAN NASABAH SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (STUDI EMPIRIS
NASABAH PD.BANK PERKREDITAN RAKYAT BKK BOYOLALI KOTA). 2. Perumusan Masalah
Mendasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut ,maka masalah yang ingin
diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan nasabah pada PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali
Kota? b. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap Kepercayaan
nasabah pada PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota? c. Apakah kepuasan
nasabah berpengaruh signifikan terhadap loyalitas nasabah pada PD.Bank Perkreditan
Rakyat BKK Boyolali Kota? d. Apakah kepercayaan nasabah berpengaruh signifikan
terhadap loyalitas nasabah pada PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota? e.
Apakah kualitas pelayanan berpengaruh siignifikan terhadap loyalitas nasabah pada
PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota? 3. Tujuan Penelitian a. Mengetahui dan
menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan nasabah pada PD.Bank
Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota. b. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas
pelayanan terhadap kepercayaan nasabah pada PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali
Kota. c. Mengetahui dan menganalisis kepuasan nasabah terhadap loyalitas nasabah pada
PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota. d. Mengetahui dan menganalisis pengaruh
kepercayaan nasabah terhadap loyalitas nasabah pada PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK
Boyolali Kota. e. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap
loyalitas nasabah pada PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota. B. Kajian Teori : 1.
Perilaku Konsumen Manusia mempunyai sifat aquisitve yang artinya manusia selalu ingin
lebih dalam mendapatkan keaneka ragaman barang dan jasa yang dibutuhkan. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut konsumen harus memutuskan kapan membeli,berapa
jumlah yang harus dibeli dan kapan melakukan pembelian bukan hal yang mudah, oleh
karena itu konsumen dalam melakukan pembelian dipengaruhi oleh beberapa
pertimbangan atau pendekatan diantaranya adalah pendekatan ekonomi, pendekatan
psikologis dan pendekatan sosiokultural. Motivasi konsumen melakukan aktivitas
pembelian relevansinya dengan pendekatan ekonomi misalnya tentang pendapatan, harga
dan pendistribusiannya, sedangkan relevansinya pendekatan psikologis adalah bagaimana
konsumen belajar tentang produk, pengaruh kebutuhan dan rangsangan individual atas
perilaku pembelian dan persepsi yang dimiliki oleh konsumen tentang diri sendiri dan
produk yang dibeli sedangkan relevansinya pendekatan sosiokultural dimungkinkan ada
pengaruh perilaku konsumen secara kelompok atas perilaku konsumen secara individual
difusi ide-ide antara berbagai kelompok dan pengaruh kultur anggota-anggotanya.
Pemasar hendaknya tidak hanya mempelajari tentang apa yang dibeli, kapan membeli dan
berapa banyak mereka membeli tetapi yang lebih harus dipelajari adalah mengenai alasan
tingkah laku membeli konsumen (Kottler 1997: 143). Menurut Kottler (1997:162) Proses
pembelian dimulai jauh sebelum tindakan pembelian dilakukan dan berlanjut lama setelah
pembelian dilakukan, sehingga pemasar tidak hanya memperhatikan pada keputusan
membeli tetapi harus memperhatikan keseluruhan proses pembelian. Gambar 1 : Proses
keputusan membeli (Kottler 1997 :162) 2. Pengertian Loyalitas Secara harfiah loyal berarti
setia, atau loyalitas dapat diartikan sebagai suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa
adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri pada masa lalu. Usaha yang
dilakukan untuk menciptakan kepuasaan konsumen lebih cenderung mempengaruhi sikap
konsumen. Sedangkan konsep loyalitas konsumen lebih menekankan kepada perilaku
pembeliannya. Loyalitas pelanggan merupakan salah satu tujuan inti yang diupayakan
dalam pemasaran modern. Karena dengan adanya loyalitas pelanggan perusahaan akan
mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang. Selanjutnya (Griffin, 2003:223)
mengemukakan keuntungan–keuntungan pengenalan kebutuhan evaluasi alternatif
keputusan membeli perilaku pasca pembelian pencarian informasi yang akan diperoleh
perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal antara lain: a. Mengurangi biaya
pemasaran (karena biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal) b. Mengurangi biaya
transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan, dll.) c. Mengurangi biaya
turnover pelanggan (karena pergantian pelanggan yang lebih sedikit) d. Meningkatkan
penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan. e. Word of mouth
yang lebih positif dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti yang merasa
puas. Ciri – ciri Pelanggan yang Loyal: a. Makes regular repeat purchase (melakukan
pembelian ulang secara teratur) b. Purchases across product and service lines (melakukan
pembelian lini produk yang lain dari perusahaan yang bersangkutan) c. Refers others
(memberikan referensi kepada orang lain) d. Demonstratres in immunity to the pull of the
competition (menunjukkan kekebalan terhadap tarikkan pesaing) Indikator dari loyalitas
pelanggan (Kottler & Keller, 2006:57) adalah Repeat Purchase (Kesetiaan terhadap
pembelian produk); Retention (Ketahanan terhadap pengaruh yang negatip mengenai
perusahaan); Referalls (Mereferensikan secara total eksistensi perusahaan). 3. Pengertian
Trust Trust merupakan pondasi dari bisnis. Suatu transaksi bisnis antara dua pihak atau
lebih akan terjadi apabila masing-masing saling mempercayai. Kepercayaan (trust) ini tidak
begitu saja dapat diakui oleh pihak lain/mitra bisnis, melainkan harus dibangun mulai dari
awal dan dapat dibuktikan. Mayer et al. (1995) mendefinisikan trust adalah kemauan
seseorang untuk peka terhadap tindakan orang lain berdasarkan pada harapan bahwa
orang lain akan melakukan tindakan tertentu pada orang yang mempercayainya, tanpa
tergantung pada kemampuannya untuk mengawasi dan mengendalikannya. Gefen (2000)
mendefinisikan trust adalah kemauan untuk membuat dirinya peka pada tindakan yang
diambil oleh orang yang dipercayainya berdasarkan pada rasa kepercayaan dan tanggung
jawab. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dinyatakan bahwa trust adalah
kepercayaan pihak tertentu terhadap yang lain dalam melakukan hubungan transaksi
berdasarkan suatu keyakinan bahwa orang yang dipercayainya tersebut akan memenuhi
segala kewajibannya secara baik sesuai yang diharapkan. Dimensi Trust Menurut Mayer et
al. (1995) faktor yang membentuk kepercayaan seseorang terhadap yang lain ada tiga
yaitu kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan integritas (integrity). Ketiga
faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kemampuan (Ability) Kemampuan
mengacu pada kompetensi dan karakteristik penjual/organisasi dalam mempengaruhi dan
mengotorisasi wilayah yang spesifik. Dalam hal ini, bagaimana penjual mampu
menyediakan, melayani, sampai mengamankan transaksi dari gangguan pihak lain. Artinya
bahwa konsumen memperoleh jaminan kepuasan dan keamanan dari penjual dalam
melakukan transaksi. b. Kebaikan hati (Benevolence) Kebaikan hati merupakan kemauan
penjual dalam memberikan kepuasan yang saling menguntungkan antara dirinya dengan
konsumen. Profit yang diperoleh penjual dapat dimaksimumkan, tetapi kepuasan
konsumen juga tinggi. Penjual bukan semata-mata mengejar profit maksimum semata,
melainkan juga memiliki perhatian yang besar dalam mewujudkan kepuasan konsumen. f.
Integritas (Integrity) Integritas berkaitan dengan bagaimana perilaku atau kebiasaan
penjual dalam menjalankan bisnisnya. Informasi yang diberikan kepada konsumen apakah
benar sesuai dengan fakta atau tidak. Kualitas produk yang dijual apakah dapat dipercaya
atau tidak 4. Kepuasan Pelanggan Kottler (1997:186) mendefinisikan kepuasan pelanggan
adalah tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan antara kinerja
produk (jasa) yang diterima dengan yang diharapkan. Faktor utama penentu kepuasan
pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. (Zeithamal dan Bitner, 1996).
Pencapaian, Kepuasan Pelanggan melalui Kualitas Pelayanan dapat ditingkatkan dengan
beberapa pendekatan (Lupiyoadi, 2006: 193) a. Memperkecil kesenjangan yang terjadi
antara pihak manajemen dan pelanggan. b. Perusahaan harus mampu membangun
komitmen bersama untuk menciptakan visi di dalam perbaikkan proses pelayanan. c.
Memberi kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan lewat saran dan
kritik dengan sarana yang disediakan perusahaan. d. Mengembangkan dan menerapkan
accountable, proactive, dan partnership marketing sesuai dengan situasi pemasaran. 5.
Kualitas Pelayanan Pengertian Jasa Kata ”Jasa” (Service) dapat diartikan pelayan pribadi
(personal service) dan jasa seagai suatu produk (Lupiyoadi, 2006 :5). A services is any
activity of benefit that one party can offer to another that is essentially intangible and
does not result in the ownership of anything.Its productions may or may not be tied to a
physical product (Kotler, 1988). Valarie A. Zethaml dan Mary Jo Bitner (1996) memberikan
batasan tentang jasa sebagai berikut: Services is all economic activities whose output is
not physical product or contructions is generlly consumed at that time it is produced, and
provides added value in forms (such as convinience, amusement, comfort and health . Jadi
pada dasarnya jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukan berbentuk
produk fisik atau kontruksi, yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan
serta memberikan nilai tambah (misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau
kesehatan) konsumen. Karakteristik Jasa Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda
dengan produk barang. (Kotler, 1997:277) menyebutkan karakteristik jasa sebagai berikut:
a. Service Intangibelity (jasa tidak berwujud). b. Service inseparability (tidak terpisahkan).
c. Service Variability (keanekaragaman jasa). d. Service perishability (jasa tak tahan lama).
Definisi Kualitas Jasa Upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan, serta
ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Harapan Pelanggan
a. Will expectation, yaitu tingkat kinerja yang diprediksi atau diperkirakan konsumen akan
diterimanya, berdasarkan semua informasi yang diketahuinya. b. Should expectation,
yaitu tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya diterima konsumen. c. Ideal
expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima
konsumen Dimensi Kualitas Jasa a. Reliabilitas (reliability), yakni kemampuan memberikan
layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. b. Daya tanggap
(responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan
memberikan layanan dengan tanggap. c. Jaminan (assurance), mencakup
pengetahuan,kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf;
bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. d. Empati (empathy), meliputi kemudahan
dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas
kebutuhan individual para pelanggan. e. Bukti fisik (tangibles), meliputi fasilitas
fisik,perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan
penelitian terdahulu dan mendasarkan tinjaun teori maka dikembangkan kerangka
pemikiran yang mendasari penelitian ini model yang dikonstruksikan sebagai berikut:
Gambar 3 : Model Penelitian Gefen (2002), Ainur Rofiq ( 2007 ) D. Hipotesis Berdasarkan
pada permasalahan dan tujuan penelitian yang diuraikan sebelumnya maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah : H1 : Ada pengaruh yang signifikan antara kualitas
pelayanan terhadap kepuasan nasabah pada PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali
Kota . H2 : Ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan terhadap kepercayaan
nasabah pada PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota . H3 : Ada pengaruh yang
signifikan antara kepuasan nasabah terhadap Loyalitas nasabah pada PD.Bank Perkreditan
Rakyat BKK Boyolali Kota . H4 : Ada pengaruh yang signifikan antara kepercayaan nasabah
terhadap loyalitas nasabah pada PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota . H5 : Ada
pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan terhadap loyalitas nasabah pada
PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota. E. Metodologi Penelitian 1. Lokasi dan
Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Boyolali dan yang menjadi obyek
penelitian adalah masyarakat yang menjadi nasabah pada PD. Bank Perkreditan Rakyat
BKK Boyolali Kota . 2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel a. Variabel
Penelitian 1) Kualitas Pelayanan. 2) Kepuasan Nasabah. 3) Kepercayaan Nasabah 4)
Loyalitas Nasabah. b. Definisi Operasional Variabel 1) Kualitas Pelayanan (Service Quality)
adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan nasabah, serta ketepatan Kualitas
pelayanan Loyalitas pelanggan Kepuasan pelanggan Kepercayaan pelanggan H1 H2 H3 H4
H5 penyampaiannya untuk mengimbangi harapan nasabah pada PD.Bank Perkreditan
Rakyat BKK Boyolali Kota. Dimensi kualitas pelayanan terdiri dari: a. Bukti fisik (tangibles),
meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Indikatornya adalah
1) peralatan kantor, 2) tempat parkir dan ruang tunggu serta 3) seragam pegawai. b.
Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan
segera, akurat, dan memuaskan. Indikatornya adalah 1) keandalan dalam menangani
transaksi, 2) keandalan dalam pengadministrasian dokumen 3) keandalan dalam menepati
janji. c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para
nasabah dan memberikan layanan dengan tanggap. Indikatornya adalah 1) pemberian
informasi dalam pelayanan nasabah, 2) kesediaan membantu kesulitan nasabah, 4)
kesediaan meluangkan waktu untuk nasabah. d. Jaminan (assurance), mencakup
pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf;
bebas dari bahaya, risiko atau keraguraguan. Indikatornya adalah 1) menciptakan
perasaan aman dalam bertransaksi,2) kesabaran dalam pelayanan, 3) dukungan
manajemen kepada pegawinya dalam pelaksanaan tugas. e. Empati (empathy), meliputi
kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan
pemahaman atas kebutuhan individual para nasabah. Indikatornya adalah 1) perhatian
secara personil karyawan kepada nasabah, 2) mau memahami atas kebutuhan nasabah 3)
ada kesungguhan pelayanan sesuai kepentingan nasabah. 2) Kepuasan Nasabah (Customer
Satisfaction) adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan nasabah, serta ketepatan
penyampaiannya untuk mengimbangi harapan nasabah pada PD.Bank Perkreditan Rakyat
BKK Boyolali Kota. Indikatornya adalah 1) selalu dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan nasabah, 2) selalu melayani tepat waktu, 3) selalu melayani sesuai harapan
nasabahnya, 4) selalu dapat memberikan solusi. 3) Kepercayaan Nasabah (Customer trust)
adalah kepercayaan pihak tertentu terhadap yang lain dalam melakukan hubungan
transaksi berdasarkan suatu keyakinan bahwa orang yang dipercayainya tersebut akan
memenuhi segala kewajibannya secara baik sesuai yang diharapkan nasabah PD.Bank
Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota, faktor yang membentuk kepercayaan seseorang
terhadap yang lain ada tiga yaitu kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan
integritas (integrity). 4) Loyalitas Nasabah (Customer Loyality) adalah kelekatan nasabah
pada suatu merek, toko, pabrikan, pemberi jasa, atau entitas lain berdasarkan sikap yang
menguntungkan dan tanggapan yang baik, seperti transaksi ulang oleh Nasabah PD.Bank
Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota. Indikatornya adalah: 1. melakukan pembelian ulang
secara teratur, 2. Melakukan pembelian lini produk yang lain dari perusahaan yang
bersangkutan, 3. memberikan referensi kepada orang lain, 4. menunjukkan kekebalan
terhadap tarikkan pesaing 3. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh nasabah PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota yang sudah
melakukan transaksi minimal 2(dua) tahun, yang jumlah populasinya 1620 nasabah. b.
Sampling dan sampel Sampling dalam penelitian ini sampel ditentukan secara sampling
acak (random sampling), sampel berdasarkan ancer – ancer dapat ditentukan kurang lebih
25-30% dari jumlah subjek dalam populasi, dalam penelitian ini diambil sampel sebesar
100 responden atau nasabah. 4. Jenis dan Sumber Data Data Primer Data Primer adalah
data yang diperoleh dari objek atau responden secara langsung dalam peneltian ini adalah
data tentang persepsi dari 100 responden sebagai nasabah PD.Bank Perkreditan Rakyat
BKK Boyolali Kota 5. Tenik Pengumpulan Data Teknik atau cara menggali dan melakukan
pengumpulan data dalam penelitian ini melalui penggunaan angket daftar pertanyaan
yang disampaikan kepada responden. 6. Teknik Analisa Data Analisis Jalur Analisa jalur
merupakan teknik analisis statistik yang merupakan pengembangan dari analisa regresi
berganda. Untuk menguji hubungan variabel independen dengan variabel dependen
dalam penelitian ini akan digunakan model regresi jalur. Gambar. 1. Model Analisis Jalur
Secara umum model ini dirumuskan sebagai: Persamaan I Y1 = β0 + β1 X1 + е1 Persamaan
II Y2 = β0 + β2 X1 + е2. Persamaan III Y3 = β0 + β5 X1 + β3 X2 + β4 X3 + е3 Keterangan: Y1 =
Kepuasan Nasabah Y2 = Kepercayaan Nasabah Y3 = Loyalitas Nasabah β0 = Konstanta 1 =
Koefisien variabel independen X1 β2 = Koefisien variabel independen X1 3β45 =
Koefisien variabel independen X1 X2 X3 X1 Y X2 X3 β1 β2 β3 β4 β5 e1 e2 e3 X1 = Kualitas
Pelayanan X2 = Kepuasan Nasabah X3 = Kepercayaan Nasabah. e1 e2 e3 = Error (Widayat,
2004:177) 7. Uji Hipotesis a. Uji t Uji t ini digunakan untuk menguji pengaruh masing –
masing variabel independen. Untuk menyimpulkan hasil uji yang dilakukan akan dilihat
dari nilai signifikansi. Apabila nilai signifikansi < α = 5% maka ada pengaruh antara variabel
indepeden terhadap variabel dependen, dan sebaliknya bila nilai sig > sig α = 5% maka
tidak ada pengaruh antara variabel indepeden dengan variabel dependen. b. Uji F . Uji ini
digunakan untuk menguji keberartian koefisien regresi secara bersama – sama / serentak
Untuk menyimpulkan hasil uji yang dilakukan akan dilihat dari nilai signifikansi. Apabila
nilai signifikansi < α = 5% maka ada pengaruh antara variabel indepeden terhadap variabel
dependen, dan sebaliknya bila nilai sig > sig α = 5% maka tidak ada pengaruh antara
variabel indepeden dengan variabel dependen c. Uji R2 Analisa koefisien determinasi
digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan pengaruh variabel Kualitas pelayanan,
Kepuasan Nasabah, Keper cayaan Nasabah terhadap Loyalitas Nasabah pada PD. BPR BKK
Boyolali Kota. F. Hasil Analisa dan Pembahasan 1. Analisis Jalur (Path Analysis) Dalam
penelitian ini digunakan analisis regresi jalur dengan menggunakan tiga persamaan
sebagai berikut: Persamaan 1 : Y1 = β0 + β1X1 + ε1 Persamaan 2 : Y2 = 0 + 2X1 + ε2
Persamaan 3 : Y3 = 0 + β5X1 + β3X2 + β4X3 + ε2 Hasil pengolahan data untuk analisis
regresi jalur sebagai berikut: a. Persamaan 1 Tabel IV.12. Hasil regresi persamaan 1
Coefficients a 1.877 1.138 1.650 .102 .240 .019 .795 12.976 .000 (Constant) Kualitas
Pelayanan Model 1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients
t Sig. Dependent Variable: Kepuasan a. Y1 = 0,795 X1 + ε1 (0,000)** b1 = 0,795, dari hasil
analisa menunjukkan bahwa Kualitas Pelayanan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Kepuasan Nasabah. b. Persamaan 2 Tabel IV.13 Hasil regresi persamaan 2
Coefficients a 11.408 4.223 2.701 .008 .496 .069 .589 7.221 .000 (Constant) Kualitas
Pelayanan Model 1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients
t Sig. Dependent Variable: Kepercayaan a. Y2 = 0,589X1 + ε2 (0,000)** b2 = 0,589, dari hasil
analisa menunjukkan bahwa Kualitas Pelayanan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Kepercayaan Nasabah. c. Persamaan 3 Tabel IV.14 Hasil regresi persamaan 3
Coefficients a 1.483 1.445 1.026 .307 .131 .040 .412 3.278 .001 .251 .123 .239 2.050 .043 .
059 .033 .155 1.774 .079 (Constant) Kualitas Pelayanan Kepuasan Kepercayaan Model 1 B
Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig. Dependent
Variable: Loyalitas a. Y3 = 0,412 X1 + 0,239 X2 + 0,155 X3 + ε3 (0,001)** (0,043)** (0,079) 1)
b5 = 0,412 dari hasil analisa menunjukkan bahwa Kualitas Pelayanan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Loyalitas Nasabah 2) b3 = 0,239 dari hasil analisa menunjukkan
bahwa Kepuasan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loyalitas 3) b4 = 0,155 dari
hasil analisa menujukkan bahwa Kepercayaan nasabah berpengaruh positif tidak signifikan
terhadap Loyalitas pelanggan artinya apabila ada upaya pihak manajemen meningkatkan
dimensi kepercayaan akan menyebabkan peningkatan loyalitas pelanggan walaupun tidak
signifikan. 2. Uji Hipotesis Parsial (uji – t) Tabel IV. 15 Hasil Persamaan Regresi jalur Pers
Hub antar Variabel Beta t Sig ket I Kualitas pelayanan ke Kepuasan 0,795 12,796 0,000
Signifikan II Kualitas pelayanan ke Kepercayaan 0,589 7,221 0,000 Signifikan III Kualitas
pelayanan terhadap loyalitas Kepuasan terhadap Loyalitas Kepercayaan terhadap loyalitas
0,412 0,239 0,155 3,78 2,050 1,774 0,001 0,043 0,079 Signifikan Signifikan Tidak Signifikan
Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kualitas Pelayanan berpengaruh
signifikan terhadap Kepuasan Nasabah Pada PD. Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali
Kota, dapat dilihat dari nilai signifikansi adalah 0,000 < 0,05. H1. (hipotesis terbukti). b.
Kualitas Pelayanan berpengaruh signifikan terhadap Kepercayaan Nasabah Pada PD.Bank
Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota, dapat dilihat dari nilai signifikansi adalah 0,000 <
0,05. H2. (hipotesis terbukti). c. Kepuasan berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas
Nasabah Pada PD. Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota, dapat dilihat dari nilai
signifikansi adalah 0,043 < 0,05. H3. (hipotesis terbukti). d. Kepercayaan berpengaruh tidak
signifikan terhadap Loyalitas Nasabah Pada PD.Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota,
dapat dilihat dari nilai signifikansi adalah 0,079 > 0,05. H4. (hipotesis tidak terbukti). e.
Kualitas Pelayanan berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Nasabah Pada PD.Bank
Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota, dapat dilihat dari nilai signifikansi adalah 0,001 <
0,05. H5. (hipotesis terbukti). 3. Uji Serempak (Uji – F) Hasil uji F dapat di lihat pada tabel
di bawah ini: Tabel IV.16. Hasil Uji F ANOVA b 216.040 3 72.013 34.684 .000 a 199.320 96
2.076 415.360 99 Regression Residual Total Model 1 Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Kepercayaan, Kepuasan, Kualitas Pelayanan a. Dependent Variable:
Loyalitas b. Sumber: Data primer diolah, 2012 Berdasarkan Tabel IV.16, hasil uji secara
serempak (Uji F) diketahui besarnya nilai F sebesar 34,684 dan nilai signifikansi 0,000 <
0,05 sehingga dapat disimpulkan Kualitas Pelayanan, Kepuasan dan Kepercayaan secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Nasabah Pada PD.Bank Perkreditan
Rakyat BKK Boyolali Kota. 4. Koefisien determinasi (R2 ) Nilai R square total sebesar 0,884
artinya Loyalitas Nasabah dijelaskan oleh Kualitas pelayanan, Kepuasan nasabah dan
Kepercayaan Nasabah sebagai variabel intervening sebesar 88,4% dan sisanya sebesar
11,6% dijelaskan variabel lain di luar model penelitian. 5. Pengaruh Langsung, Pengaruh
Tidak Langsung dan Total Pengaruh Tujuan analisis jalur adalah memperhitungkan
pengaruh langsung dan tidak langsung, berdasarkan hasil analisis di atas dapat disusun
kesimpulan analisis secara menyeluruh pada tabel berikut: Tabel IV.21 Hasil Kesimpulan
Analisis Regresi Jalur Variabel Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung Total Kualitas
Pelayanan terhadap Loyalitas 0,412 Kualitas pelayanan ter hadap loyalitas melalui
Kepuasan 0,795 x 0,239 = 0,190 0,412 + 0,190 = 0,602 Kualitas pelayanan ter hadap
loyalitas melalui Kepercayaan 0,589 x 0,155 = 0,091 0,412 + 0,091 = 0,503 Sumber : data
primer diolah, 2012 Dari tabel di atas dapat disimpulkansikan sebagai berikut: Pengaruh
langsung Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas sebesar 0,412 lebih besar dari pengaruh
tidak langsung Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas nasabah dengan mediasi Kepuasan
nasabah sebesar 0,190, sehingga untuk meningkatkan Loyalitas Nasabah sebaiknya dipilih
jalur langsung. Dapat dikatakan Kepuasan Nasabah tidak dapat berfungsi secara efektif
sebagai pemediasi antara Kualitas Pelayanan dan Loyalitas Nasabah. Pengaruh langsung
Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas sebesar 0,412 lebih besar dari pengaruh tidak
langsung Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas nasabah dengan mediasi Kepercayaan
nasabah sebesar 0,091, sehingga untuk meningkatkan Loyalitas Nasabah sabaiknya dipilih
jalur langsung. Dapat dikatakan Kepercayaan Nasabah tidak dapat berfungsi secara effektif
sebagai variabel intervening antara Kualitas Pelayanan dan Loyalitas Nasabah. Total
pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas melalui Kepuasan sebesar 0,602 dan Total
pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas melalui Kepercayaan sebesar 0,503.
Berdasarkan hasil total pengaruh tersebut untuk meningkatkan Loyalitas akan lebih efektif
apabila melalui peningkatan Kepuasan nasabah. Hasil analisis jalur secara lengkap dalam
penelitian ini dapat dijelaskan secara terperinci pengaruh dan hubungan antar variabel
penelitian pada gambar dibawah ini: Gambar IV. 1 :.Hasil Analisis Jalur Kualitas Pelayanan
Loyalita s Kepuasan Kepercayaa n 0.795 0.589 0.239 0.155 * 0.412 0.61 0.81 0.69 G.
Kesimpulan dan Saran . 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data dan pengujian
hipotesis menunjukkan hasil sebagai berikut : a. Kualitas Pelayanan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Kepuasan Nasabah Pada PD. Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali
Kota. b. Kualitas Pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepercayaan
Nasabah Pada PD. Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota. c. Kepuasan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Loyalitas Nasabah Pada PD. Bank Perkreditan Rakyat BKK
Boyolali Kota, d. Kepercayaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Loyalitas
Nasabah Pada PD. Bank Perkreditan Rakyat BKK Boyolali Kota, e. Kualitas Pelayanan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loyalitas Nasabah Pada PD. Bank Perkreditan
Rakyat BKK Boyolali Kota. f. Hasil uji R square sebesar 0,884 artinya Loyalitas Nasabah
dijelaskan oleh Kualitas pelayanan, Kepuasan nasabah dan Kepercayaan Nasabah sebagai
variabel intervening sebesar 88,4% dan sisanya sebesar 11,6% dijelaskan variabel lain di
luar model penelitian. g. Pengaruh langsung Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas lebih
besar dari pengaruh tidak langsung Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas nasabah dengan
mediasi Kepuasan h. Pengaruh langsung Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas lebih besar
dari pengaruh tidak langsung Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas nasabah dengan
mediasi kepercayaan. i. Berdasarkan hasil total pengaruh tersebut untuk meningkatkan
Loyalitas akan lebih efektif apabila melalui peningkatan Kepuasan nasabah j. Mendasarkan
hasil uji analisa hubungan antar variabel dengan hasil uji analisa jalur Total Pengaruh
hasilnya menunjukkan bahwa varia-bel kepuasan dan kepercayaan nasabah belum mampu
memediasi sebagai variabel intervening. 2. Saran. Dari kesimpulan penelitian ,peneliti
menyarankan kepada pihak manajemen PD. BPR.BKK Boyolali Kota dalam menentukan
kebijaksanaan sebagai berikut : a. Peningkatan kualitas pelayanan dari dimensi tangible
misalnya menyempurnakan tempat parkir motor yang beratap dan menyediakan payung
agar nasabah lancar bertransaksi karena sebagian besar nasabahnya adalah golongan
ekonomi menegah; b. Pihak manajemen supaya lebih inovatif dalam menciptakan bentuk
pelayanan misalnya membuka atau menambah pos – pos pelayanan kas dipusat – pusat
kegiatan ekonomi dan bila dimungkinkan transaksi melalui ATM. c. Pihak manajemen
supaya membuat kalender kegiatan rutin yang melibatkan semua stakeholders khususnya
nasabah berikut keluarga dengan pihak manajemen dan karyawan (misal, Saat ulang
tahun PD. BPR BKK diadakan kegiatan Olah raga dan Kesenian (ORKES)) sehingga
menciptakan suasana kekeluargaan. d. Dari hasil penelitian ternyata masih belum
sempurna, maka perlu memprogramkan penelitian lebih lanjut dengan menambah
variabel yang dipandang perlu. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2004, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta. Jakarta. Agus Necholase. Pengaruh
Trust dan Loyality Terhadap Pelayanan I – Banking pada Bank BCA dan Bank MANDIRI,
Universtas Guna Darma, Jakarta. Ainur Rofiq. 2007, Pengaruh Demensi Kepercayaan(Trust)
Terhadap Partis- ipasi Pelanggan E- Commerce UNBRA, Malang. Basu Swastha dan Hani
Handoko, 2000, Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen, BPEE, Yogyakarta.
Boyd, Harper W. et al, 2000, Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan Strategis Dengan
Orientasi Global, Erlangga, Jakarta Dominika Sura Harini. 2010, Pengaruh Personil
Interaction, Problem Solving dan Policy Terhadap Loyalitas Dengan Kepuasan Pelanggan
Sebagai Variabel Intervening, STIE AUB, Surakarta. Fatrio, N. 2006, Analisa Faktor–faktor
yang mempengaruhi Kepuasan Nasabah dalam Meningkatkan Loyalitas Nasabah (Studi
Kasus: Pada PT.Bank Bukopin Kantor Cabang Tegal. Universitas Diponegoro, Semarang.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS. Semarang : Badan
Penerbit : Undip Semarang Imawati. 2008, Metode Survey Dalam Mengukur Kualitas Jasa,
Journal Manajemen/Tahun XII, No.02. Kim, E., dan Tadisina, S., 2003. Customer’s Initial
Trust in E-Business: How to Measure Customer’s Initial Trust, Proceedings of Ninth
Americas Conference on Information Systems, pp. 35-41 Lupiyoadi R, Hamdani A. 2006,
Manajemen Pemasaran Jasa, Salemba Empat, Jakarta. Mudrajad Kuncoro. 2001, Metode
Kuantitatif, Teori dan Applikasi untuk Bisnis dan Ekonomi, UPP AMP YKPN, Jogyakarta.
Mudrajad Kuncoro. 2002, Manajemen Perbankan, Teori dan Applikasi, BPFE UGM,
Jogyakarta. Mukherjee, A., dan Nath, P., 2003. A Model of Trust in Online Relationship
Banking, International Journal of Bank Marketing, 21 (1): 5-15. Nachrowi, D Nachrowi,
2006, Pendekatan Populer dan Praktis: Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi Dan
Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Palilati
Alida, 2009, Pengaruh Nilai Pelanggan, Kepuasan terhadap Loyalitas Nasabah Tabungan
Perbankan di Sulawesi Selatan Pavlou, P. A., dan Gefen, D., 2002. Building Effective Online
Marketplaces with Institution-based Trust, Proceedings of Twenty-Third International
Conference on Information Systems, pp. 667-675. Perry Warjiyo. 2004, Bank Indonesia
Bank Sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar, PPSK, Jakarta. Philip Kotler, AB
Susanto. 2001, Manajemen Pemasaran di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta. Philip Kotler,
Amstrong. 2001, Prinsipprinsip Pemasaran, Erlangga, Jakarta. Rachmad Hidayat. 2009,
Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kualitas Produk dan Nilai Nasabah Kepuasan dan Loyalitas
Nasabah Bank MANDIRI, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol.11, No.1 59 – 72.
Suharyadi dan Purwanto, 2004, Statitistika Untuk Ekonomi & Keuangan Modern, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelangg

Anda mungkin juga menyukai