Anda di halaman 1dari 25

ANALISA JURNAL DENGAN DIAGNOSA

MEDIS CIDERA KEPALA RINGAN

Disusun Oleh :
1. Latar Belakang
Trauma atau lebih dikenal sebagai cedera kepala adalah gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik itu trauma tumpul ataupun trauma
tajam. Defisit neurologis terjadi diakibatkan karena adanya robekan dari
substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, dan serta
edema serebral di sekitar jaringan otak (Batticaca Fransisca, 2008). Cedera
kepala merupakan suatu gangguan trauma dari otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan intestinal dalam substansi otak, yang tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas dari otak tersebut (Nugroho, 2011). Jadi
berdasarkan definisi cedera kepala diatas penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan
oleh trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menibulkan
perlukaan kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa
perdarahan. Kejadian cidera kepala di Amerika Serikat setiap tahunnya
diperkirakan menngkat hingga mencapai 500.000 kasus pertahun, yang
terdiri dari banyaknya kasus cidera kepala ringan sebanyak 296.678 orang
(59,3%), kemudian yang menderita cidera kepala sedang sebanyak
100.890 orang (20,17%) dan yang menderita cidera kepala berat sebanyak
102.432 orang (20,4%). Dari sejumlah kasus dan kejadian tersebut 10%
diantara penderitanya meninggal dunia sebelum tiba di Rumah Sakit
(Haddad, 2012).
Di Indonesia, cedera kepala berdasarkan hasil Riskesdas 2013
menunjukkan hasil insiden cedera kepala dengan CFR sebanyak 100.000
jiwa yang meninggal dunia (Depkes RI, 2013). Di Jawa Tengah terdapat
kasus bahwa cedera kepala yang sebagian besar disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas dengan jumlah kasus yang diperoleh 23.628 dan dari
604 kasus diantaranya meninggal dunia. Pasien cidera kepala ringan akan
mengalami rasa nyeri dan membutuhkan beberapa penatalaksanaan yaitu
salah satunya adalah pemberian analgesik.
Analgesik adalah obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan
bertindak dalam sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer,
tanpa secara signifikan mengubah kesadaran. Analgesik menghilangkan
rasa sakit, tanpa mempengaruhi penyebabnya.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang bagaimana
penggunaan analgesik pada pasien cedera kepala ringan di RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui
obat-obat analgesik yang digunakan pada pasien cedera kepala di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan mengetahui pola penggunaan obat
analgesik pada pasien cedera kepala ringan.

2. Bukti Pencarian Jurnal

3. Judul Jurnal
Manajemen Nyeri Dengan Kombinasi Tehnik Relaksasi Napas Dalam Dan
Pemberian Analgetik Dalam Menurunkan Nyeri Pada Cedera Kepala
Ringan
4. Pengarang
1. Septy Nur Aini
2. Sudaryanto
3. Irena Nilasari

5. Tahun terbit, No, Volume


Tahun terbit : 2018
No :2
Volume :8
6. Abstrak
Trauma adalah luka, khususnya yang disebabkan oleh cedera fisik
yang tiba-tiba. Nyeri merupakan masalah yang serius yang harus direspons
dan di intervensi dengan memberikan rasa nyaman, aman dan bahkan
membebaskan nyeri tersebut. Manajemen nyeri adalah satu bagian dari
disiplin ilmu medis yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan
nyeri. Penanganan nyeri bisa dilakukan secara farmakologi yaitu dengan
pemberian analgesik. Sedangkan secara non farmakologi melalui distraksi,
relaksasi, kompres hangat atau dingin, aromaterapi, hypnotis, dll.
Pengkombinasian antara teknik non farmakologi dan teknik farmakologi
adalah cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri terutama nyeri yang
sangat hebat yang berlangsung berjam- jam atau bahkan berhari-hari.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Manajemen Nyeri dalam
Menurunkan Nyeri pada Asuhan Keperawatan Trauma : Cedera Kepala
Ringan (CKR) Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Sampel dalam penulisan ini Ny.
S, sedangkan proses pengumpulan datanya adalah dengan metode
observasi dan pemeriksaan, wawancara, metode pengukuran serta
dokumentasi. Intervensi studi kasus adalah manajemen nyeri. Hasil
Penelitian: Diagnosis utama adalah nyeri akut. Terdapat perubahan
penurunan nyeri sebelum dan sesudah pemberian manajemen nyeri,
dimana sebelum dilakukan manajemen nyeri didapatkan skala nyeri 5 dan
setelah dilakukan intervensi didapatkan skala nyeri 3. Simpulan:
Manajemen nyeri dengan menggunakan kombinasi tehnik napas dalam
dan pemberian analgetik dapat menurunkan nyeri pada pasien Cedera
Kepala Ringan (CKR).

7. Pendahuluan
Trauma menurut American Heritage Dictionary cit Morton et al
(2012) adalah luka, khususnya yang disebabkan oleh cedera fisik yang
tiba-tiba. Sedangkan cedera menurut definisi National Committee for
Injury Prevention and Control cit Morton et al (2012), adalah kerusakan
yang tidak disengaja atau disengaja pada tubuh yang disebabkan oleh
pejanan akut terhadap tenaga panas, mekanis, listrik, atau kimia atau
akibat tidak adanya kebutuhan esensial seperti panas atau
oksigen.Kejadian cedera kepala di Amerika Serikat setiap tahunnya
diperkirakan mencapai 500.000 kasus, yang terdiri dari cedera kepala
ringan sebanyak (59,3%), cidera kepala sedang sebanyak (20,17%) dan
cidera kepala berat sebanyak (20,4%). Dari sejumlah kasus tersebut 10%
penderitanya meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit (Haddad cit
Hariyani, 2012). Angka kejadian cedera di provinsi Jawa Tengah adalah
7,7% (Kemenkes, 2013). Angka kejadian cedera kepala ringan di RSUD
dr. Soehadi Prijonegoro Sragen tahun 2017 sebanyak 364 kasus, dan pada
Angka kejadian cedera di provinsi Jawa Tengah adalah 7,7% (Kemenkes,
2013). Angka kejadian cedera kepala ringan di RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen tahun 2017 sebanyak 364 kasus, dan pada Januari
2018 sebanyak 24 kasus (Rekam Medis RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Sragen, 2017, 2018).
Mubarak et al, (2015) mengatakan pada trauma mekanik rasa nyeri
timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan, misalnya
akibat benturan, gesekan, luka, dan lain-lain. Pada trauma termal nyeri
timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas dan
dingin, misal karena api dan air. Terjadinya nyeri pada trauma dikarenakan
pada saat sel saraf rusak maka terbentuklah zat-zat kimia seperti
bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat- zat tersebut
merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan
tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden.
Sedangkan di korteks nyeri akan di persiapkan sehingga individu
mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat
menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitive pada
termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri.
Perry dan Potter cit Syamsiah dan Endang (2015) menyatakan
bahwa nyeri seringkali merupakan tanda yang menyatakan ada sesuatu
yang secara fisiologis terganggu yang menyebabkan seseorang meminta
pertolongan. Nyeri juga merupakan masalah yang serius yang harus
direspons dan di intervensi dengan memberikan rasa nyaman, aman dan
bahkan membebaskan nyeri tersebut. Nyeri adalah salah satu alasan paling
umum bagi pasien untuk mencari bantuan medis dan merupakan salah satu
keluhan yang paling umum (Syamsiah dan Endang, 2015).
Black dan Hawk cit Syamsiah dan Endang (2015) mengatakan
perawat sebagai komponen tim kesehatan berperan penting untuk
mengatasi nyeri pasien. Perawat berkolaborasi dengan dokter ketika
melakukan intervensi untuk mengatasi nyeri, mengevaluasi keefektifan
obat dan berperan sebagai advocate pasien ketika intervensi untuk
mengatasi nyeri menjadi tidak efektif atau ketika pasien tidak dapat
berfungsi secara adekuat. Mereka juga mengemukakan bahwa
mendengarkan dengan penuh perhatian, mengkaji intensitas nyeri dan
distress, merencanakan perawatan, memberikan edukasi tentang nyeri,
meningkatkan penggunaan teknik nyeri nonfarmakologi dan
mengevaluasi hasil yang dicapai adalah tanggung jawab perawat.
Manajemen nyeri atau pain management adalah satu bagian dari
disiplin ilmu medis yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan
nyeri atau pain relief (Potter dan Perry cit Syamsiah dan Endang, 2015).
Penanganan nyeri bisa dilakukan secara farmakologi yaitu dengan
pemberian analgesik dan penenang. Sedangkan secara non farmakologi
melalui distraksi, relaksasi, kompres hangat atau dingin, aromaterapi,
hypnotis, dll (Rezkiyah cit Yusrizal et al 2012). Pengkombinasian antara
teknik non farmakologi dan teknik farmakologi adalah cara yang efektif
untuk menghilangkan nyeri terutama nyeri yang sangat hebat yang
berlangsung berjam-jam atau bahkan berhari-hari (Smeltzer dan Bare cit
Yusrizal, 2012). Pemberian analgesik narkotik seperti morfin dan kodein
dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini
membuat ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekan nyeri
endogen pada susunan saraf pusat. Analgesik nonnarkotik seperti aspirin,
asetaminofen, dan ibuprofen selain memiliki efek antiinflamasi dan
antipiretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan
menghambat produksi prostaglandin dari jaringan yang mengalami trauma
atau inflamasi (Smeltzer dan Bare cit Mubarak et al, 2015).
Selain penanganan secara farmakologi, cara lain adalah dengan
manajemen nyeri non farmakologi dengan melakukan teknik relaksasi,
yang merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal
individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi
mencakup relaksasi otot, nafas dalam, masase, meditasi dan perilaku.
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan,
yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara
melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal)
dan bagaimana mengembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah
(Smeltzer & Bare cit Yusrizal, 2012). Massase didefinisikan sebagai
tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya otot tendon
atau ligamen tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi
guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan atau meningkatkan
sirkulasi (Henderson, dikutip dari Yunita cit Yusrizal, 2012).
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Urip Rahayu et al
(2010) menunjukkan keefektifan intervensi keperawatan dari aplikasi
Guide Imagery Relaxation dimana 15 pasien yang mengalami cedera
kepala ringan diberikan teknik Guide Imagery Relaxation dan didapatkan
perubahan hasil rerata skala sebelum dilakukan teknik Guide Imagery
Relaxation yaitu 8,66 kemudian setelah dilakukan teknik Guide Imagery
Relaxation didapatkan hasil rerata yaitu 7,66. Walaupun pasien belum
terbebas dari rasa nyeri namun teknik Guide Imagery Relaxation dapat
membantu mengontrol nyeri yang dialami pasien dan akan efektif jika
dilakukan secara terus menerus (Kusumo, 2015). Berdasarkan uraian
tersebut, tujuan dilakukan Studi Kasus yaitu untuk menganalisis
Manajemen Nyeri dalam Menurunkan Nyeri pada Asuhan Keperawatan
Trauma : Cedera Kepala Ringan (CKR).

8. Tujuan
Untuk untuk menganalisis manajemen nyeri dalam menurunkan nyeri pada
asuhan keperawatan trauma : Cedera Kepala Ringan (CKR).
Metode
1. Desain : deskriptiv
2. Sample : Purposive sampling
3. Instrumen : lembar observasi, wawancara, pemeriksaan, metode
pengukuran serta dokumentasi

9. Hasil
Hasil pengkajian didapatkan: pasien mengatakan nyeri kepala
setelah kecelakaan dengan nyeri saat bergerak, nyeri seperti tertusuk-
tusuk, nyeri pada bagian kepala, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul. Dari
hasil observasi, pasien tampak menyeringai kesakitan dan pasien
tampak memegangi kepala.
Berdasarkan dari data tersebut, diagnosis yang muncul pada Ny. S
yaitu nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (trauma).
Perencanaan keperawatan terhadap Ny. S yaitu dengan pemberian
manajemen nyeri. Tujuan ditetapakan sesuai NOC yaitu tingkat nyeri
dengan diharapkan keparahaan dari nyeri yang diamati dan dilaporkan
dapat berkurang dengan kriteria hasil: Nyeri yang dilaporkan ringan (skala
nyeri 1-3) dan ekspresi nyeri wajah tidak ada.
Aktifitas-aktifitas pada manajemen nyeri yang dapat dilakukan
antara lain : a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus, b. Pilih dan implementasikan tindakan
yang beragam (misalnya., farmakologi, nonfarmakologi) untuk
memfasilitasi penurunan nyeri, sesuai dengan kebutuhan, c. Ajarkan
penggunaan teknik non farmakologi (seperti, biofeedback, TENS,
hypnosis, relaksasi, bimbingan antisipatif, terapi musik, terapi bermain,
terapi aktivitas, akupressur, aplikasi panas/dingin dan pijatan, sebelum,
sesudah dan jika memungkinkan, ketika melakukan aktivitas yang
menimbulkan nyeri; sebelum nyeri terjadi atau meningkat; dan bersamaan
dengan tindakan penurun rasa nyeri lainnya). Implementasi/ tindakan
keperawatan pada Ny. S yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Implementasi keperawatan

Hari,TanggalJa Implementasi Respon pasien terhadap


m tindakan
Selasa, 15/05/2018 Melakukan pengkajian
14.00 WIB keadaan umum pasien
Pre Intervensi 1
Selasa, 15/05/2018 Melakukan pengkajian S :
14.05 WIB nyeri secara - Pasien mengatakan nyeri
komprehensif (PQRST) kepala setelah kecelakaan
dengan :
P : Nyeri saat
bergerak Q : Nyeri
tertusuk-tusuk R :
Kepala
S : Skala
nyeri 5 T:
Hilang timbul
O:
- Pasien tampak menyeringai
kesakitan
- Pasien tampak memegangi
kepala

Intervensi 1
Selasa, 15/05/2018 Memberikan injeksi S:
14.30 WIB Ketorolac 30 mg / 8 Pasien mengatakan bagian tangan
jam yang disuntik terasa agak nyeri
O:
Tidak ada tanda-tanda alergi obat
Pre Intervensi 2
Selasa, 15/05/2018 Melakukan pengkajian S :
15.12 WIB nyeri secara - Pasien mengatakan nyeri
komprehensif (PQRST) kepala dengan :
P : Nyeri saat
bergerak Q : Nyeri
tertusuk-tusuk R :
Kepala
S : Skala nyeri 5
T : Hilang timbul

O:
 Pasien tampak memegangi
kepala
 Pasien tampak menahan sakit
Intervensi 2
Selasa, 15/05/2018 Mengajarkan teknik S:
15.15 WIB nafas dalam untuk
mengurangi nyeri - Pasien mengatakan merasa
agak lebih rileks setelah
diajarkan teknik nafas dalam
walaupun masih merasakan
nyeri
O:
- Pasien tampak lebih rileks
setelah diajarkan teknik
nafas dalam
Post Intervensi 2
Selasa, Memonitor keefektifan S:
15/05/20 teknik nafas dalam -Pasien mengatakan agak lebih
18 untuk nyeri pasien rileks setelah diajarkan teknik
15.20 WIB nafas dalam
P : Nyeri saat
bergerak Q : Nyeri
tertusuk-tusuk R :
Kepala
S : Skala
nyeri 4 T
:Hilang
timbul

O:
Pasien tampak lebih rileks
Post Intervensi 1
&2
Selasa, 15/05/2018 Melakukan pengkajian S :
16.20 WIB nyeri secara Pasien mengatakan masih
komprehensif (PQRST) merasakan nyeri kepala setelah
setelah diberikan kecelakaan dengan
injeksi analgetik dan :
latihan teknik nafas P : Nyeri saat
dalam bergerak Q: Nyeri
tertusuk-tusuk R:
Kepala
S : Skala
nyeri 4 T:
Hilang timbul
O:
Pasien tampak menyeringai
kesakitan saat bergerak

Post Intervensi 1
&2
Selasa, 15/05/2018  Melakukan S:
17.40 WIB pemeriksaan Pasien mengatakan nyeri kepala
terapi musik, terapi bermain, terapi aktivitas, akupressur, aplikasi panas/dingin dan
pijatan, sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, ketika melakukan aktivitas yang
menimbulkan nyeri; sebelum nyeri terjadi atau meningkat; dan bersamaan dengan
tindakan penurun rasa nyeri lainnya). Implementasi/ tindakan keperawatan pada Ny. S
yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Implementasi keperawatan

Hari,TanggalJa Implementasi Respon pasien terhadap


m tindakan
Selasa, 15/05/2018 Melakukan pengkajian
14.00 WIB keadaan umum pasien
Pre Intervensi 1
Selasa, 15/05/2018 Melakukan pengkajian S :
14.05 WIB nyeri secara - Pasien mengatakan nyeri
komprehensif (PQRST) kepala setelah kecelakaan
dengan :
P : Nyeri saat
bergerak Q : Nyeri
tertusuk-tusuk R :
Kepala
S : Skala
nyeri 5 T:
Hilang timbul

O:
- Pasien tampak menyeringai
kesakitan
- Pasien tampak memegangi
kepala
Intervensi 1
Selasa, 15/05/2018 Memberikan injeksi S:
14.30 WIB Ketorolac 30 mg / 8 Pasien mengatakan bagian tangan
jam yang disuntik terasa agak nyeri
O:
Tidak ada tanda-tanda alergi obat
Pre Intervensi 2
Selasa, 15/05/2018 Melakukan pengkajian S :
15.12 WIB nyeri secara - Pasien mengatakan nyeri
komprehensif (PQRST) kepala dengan :
P : Nyeri saat
bergerak Q : Nyeri
tertusuk-tusuk R :
Kepala
S : Skala nyeri 5
T : Hilang timbul

O:
 Pasien tampak memegangi
kepala
 Pasien tampak menahan sakit
Intervensi 2
Selasa, 15/05/2018 Mengajarkan teknik S:
15.15 WIB nafas dalam untuk
mengurangi nyeri - Pasien mengatakan merasa
agak lebih rileks setelah
diajarkan teknik nafas dalam
walaupun masih merasakan
nyeri
O:
- Pasien tampak lebih rileks
setelah diajarkan teknik
nafas dalam
Post Intervensi 2
Selasa, Memonitor keefektifan S:
15/05/20 teknik nafas dalam -Pasien mengatakan agak lebih
18 untuk nyeri pasien rileks setelah diajarkan teknik
15.20 WIB nafas dalam
P : Nyeri saat
bergerak Q : Nyeri
tertusuk-tusuk R :
Kepala
S : Skala
nyeri 4 T
:Hilang
timbul

O:
Pasien tampak lebih rileks
Post Intervensi 1
&2
Selasa, 15/05/2018 Melakukan pengkajian S :
16.20 WIB nyeri secara Pasien mengatakan masih
komprehensif (PQRST) merasakan nyeri kepala setelah
setelah diberikan kecelakaan dengan
injeksi analgetik dan :
latihan teknik nafas P : Nyeri saat
dalam bergerak Q: Nyeri
tertusuk-tusuk R:
Kepala
S : Skala
nyeri 4 T:
Hilang timbul
O:
Pasien tampak menyeringai
kesakitan saat bergerak
Post Intervensi 1
&2
Selasa, 15/05/2018  Melakukan S:
17.40 WIB pemeriksaan Pasien mengatakan nyeri kepala
ttv setelah kecelakaan berkurang
dengan :
 Melakukan
P : Nyeri saat
pengkajian nyeri bergerak Q: Nyeri
secara tertusuk-tusuk R:
komprehensif Kepala
(PQRST) setelah S : Skala nyeri
diberikan injeksi 3 T: Hilang
analgetik dan timbul
latihan teknik nafas O :
dalam
cedera kepala, secara umum tanda dan gejala dari pasien cedera kepala adalah
perubahan tingkat kesadaran serta peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Peningkatan TIK ditandai nyeri kepala, muntah, kejang, papil edem (Iskandar
cit Afrianti et al, 2015). Tanda gejala cedera kepala berupa nyeri kepala ditemukan
pada kasus Ny. S pada saat pengkajian dimana Ny. S mengeluhkan nyeri kepala
setelah kecelakaan.
Manifestasi nyeri kepala setelah cedera kepala dapat berupa jenisnya seperti
tegang, migren, neuralgia oksipital, atau sefalgia disotonomik tramautik, dan yang
paling sering ditemukan adalah nyeri kepala tipe tegang yang bersifat terus menerus,
nyeri seperti memakai ikat kepala yang terlalu kencang, tanpa adanya gejala
neurologis yang objektif, dapat disertai keluhan lain berupa vertigo, sempoyongan,
kecemasan, letih, lesu, lemah (Mansjoer cit Trisnanto, 2014).
Pada kasus Ny. S, keluhan nyeri kepala terasa seperti tertusuk- tusuk dan
hilang timbul. Hal ini dapat terjadi, karena seperti yang diketahui bahwa nyeri
adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat
terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan bahwa ia merasa nyeri (Internasional Association for Study of Pain
(IASP) cit Mubarak et al, 2015). Sehingga nyeri yang dirasakan setiap orang bisa
berbeda- beda jenisnya, intensitas maupun waktunya.
Menurut Gutman dalam Japardi cit Trisnanto (2014) nyeri kepala terdapat
lebih banyak pada minggu-minggu pertama sesudah cedera kepala ringan. Pada
kasus yang dialami Ny. S, keluhan nyeri kepala timbul <24 jam setelah kejadian
kecelakaan. Nyeri merupakan sensasi yang mengindikasikan bahwa tubuh sedang
mengalami kerusakan jaringan, inflamasi, atau kelainan yang lebih berat seperti
disfungsi sistem saraf. Oleh karena itu nyeri sering disebut sebagai alarm untuk
melindungi tubuh dari kerusakan jaringan yang lebih parah. Rasa nyeri seringkali
menyebabkan rasa tidak nyaman seperti rasa tertusuk, rasa terbakar, rasa kesetrum,
dan lainnya sehingga menggangu kualitas hidup pasien atau orang yang mengalami
nyeri (Ferdianto cit Chandra et al, 2016).
Pada kasus Ny. S ditemukan data subyektif bahwa Ny. S mengalami
kecelakaan dan mengeluhkan nyeri kepala setelah kecelakaan dengan nyeri saat
bergerak, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada bagian kepala, skala nyeri 5, nyeri
hilang timbul. Ditemukan pula data objektif berupa Ny. S yang tampak menyeringai
kesakitan dan Ny. S yang tampak memegangi kepala. Hal ini menjdi dasar
pemilihan nyeri sebagai masalah pada Ny. S.
Berdasarkan dari masalah keperawatan yang dialami Ny. S yaitu nyeri akut,
penulis memilih salah satu tujuan yang disarankan pada diagnosis nyeri akut yaitu
tingkat nyeri. Definisi dari tujuan tingkat nyeri adalah keparahan dari nyeri yang
diamati atau dilaporkan. Berdasarkan dari masalah keperawatan yang dialami Ny. S
yaitu nyeri akut, penulis memilih salah satu intervensi pada diagnosis nyeri akut
yaitu manajemen nyeri. Manajemen nyeri adalah pengurangan atau reduksi nyeri
sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien, sedangkan
pemberian analgetik adalah penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri (Bulecheck et al, 2013). Aktivitas-aktivitas intervensi yang
terdapat pada manajemen nyeri beragam, diantaranya dengan pemberian tindakan
farmakologi dan nonfarmakologi untuk memfasilitasi penurunan nyeri.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi nyeri adalah dengan
menggabungkan intervensi farmakologi dengan nonfarmakologi. Intervensi
farmakologi dapat berupa pemberian analgetik, sedangkan intervensi
nonfarmakologi meliputi masase, terapi es dan panas, teknik relaksasi, distraksi,
hipnosis, guided imagery and music (GIM) (Smeltzer et al cit Suarilah et al, 2013).
Intervensi keperawatan pemberian analgetik juga merupakan salah satu tindakan
yang direkomendasikan dalam mengurangi nyeri pada pasien cedera dimana
rangsangan nyeri dapat memicu peningkatan TIK dan harus ditangani, pada pasien
cedera otak terjadi peningkatan kadar prostaglandin dimana prostaglandin berperan
dalam proses rasa nyeri. NSAID seperti ketorolac, metamizol dan ketoprofen
bermanfaat mengurangi nyeri dengan menghambat sintesa prostaglandin melalui
blokade enzim Cyclooxigenase (COX) (Bajamal et al, 2014).
Menurut Burke et al cit Widodo (2011), ketorolac dimetabolisme
terutama oleh sitokrom P450 kemudian dikonjugasi asam glukoronat. Pada
pemberian dosis tunggal intravena waktu paruh 5,2 jam, puncak analgetik dicapai
dalam 2 jam. Lama analgetik 4-6 jam. Intervensi nonfarmakologi yang dapat
dilakukan adalah teknik nafas dalam. Menurut Huges cit Jona et al (2016) Teknik
relaksasi nafas dalam merupakan salah satu tindakan yang mampu merangsang tubuh
untuk mengeluarkan opoid endogen yaitu endorphin dan enkefalin, yang mana
kedua zat tersebut memiliki sifat yang sama seperti morfin dengan efek analgetik
yang membentuk suatu sistem penekan nyeri yang akhirnya akan menyebabkan ada
perbedaan penurunan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan teknik
relaksasi nafas dalam, dimana setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terjadi
penurunan intensitas nyeri.
Teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan secara berulang-ulang akan
menimbulkan rasa nyaman. Adanya rasa nyaman inilah yang akhirnya akan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Orang yang memiliki toleransi terhadap nyeri
yang baik akan mampu beradaptasi terhadap nyeri dan akan memiliki mekanisme
koping yang baik pula. Selain meningkatkan toleransi nyeri, rasa nyaman yang
dirasakan setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan
ambang nyeri sehingga dengan meningkatnya ambang nyeri, maka nyeri yang
sebelumnya pada skala sedang menjadi skala ringan setelah diberikan teknik
relaksasi nafas dalam (Kozier cit Jona et al, 2016).
Implementasi yang dilakukan adalah manajemen nyeri dengan
mengkombinasikan pemberian analgetik dan pemberian teknik nafas dalam. Hasil
pengkajian yang dilakukan penulis sebelum dilakukan pemberian analgetik, pasien
mengeluh nyeri skala 5. Setelah dilakukan pemberian analgetik, pasien tidak
langsung dilakukan pengkajian apakah nyeri yang dirasakan sudah berkurang atau
belum skalanya dikarenakan menurut Burke et al cit Widodo (2011), puncak
analgetik dicapai dalam 2 jam. Sehingga sembari menunggu kerja analgetik, penulis
memberikan latihan teknik nafas dalam. Pemberian intervensi teknik relaksasi dalam
mengontrol nyeri dimaksudkan untuk melengkapi atau mendukung pemberian terapi
analgetik agar pengendalian nyeri menjadi efektif (Black & Hawk cit Mustikarani et
al, 2017).
Setelah pasien diberikan latihan teknik nafas dalam, pasien langsung
dilakukan pengkajian nyeri apakah nyeri yang dirasakan sudah berkurang atau
belum. Pada saat dilakukan pengkajian nyeri setelah diberikan latihan nafas dalam
pasien mengatakan merasa lebih rileks dan skala nyeri berkurang menjadi skala 4.
Penelitian yang dilakukan Tarwoto (2012) pun menunjukkan bahwa pasien nyeri
kepala akut pada cedera kepala ringan yang diberikan latihan relaksasi Slow Deep
Breathing selama tiga kali pada hari pertama dan satu kali pada hari kedua dengan
durasi setiap latihan 15 menit memperlihatkan perbedaan yang bermakna rata-rata
intensitas nyeri kepala sebelum dan sesudah latihan Slow Deep Breathing.
Setelah 2 jam pemberian analgetik dilakukan pengkajian nyeri terhadap
intervensi pemberian analgetik dan pemberian teknik nafas dalam yaitu pasien
mengatakan masih merasakan nyeri kepala dengan skala nyeri 4. Kemudian sebelum
pasien dipindah ke ruangan, dilakukan pengkajian akhir tentang nyeri pasien dengan
hasil pasien mengatakan nyeri kepala setelah kecelakaan berkurang dengan nyeri
skala 3 dengan data objektif ekspresi wajah pasien tampak lebih rileks.
Penelitian yang dilakukan Meriwijanti pun menunjukkan bahwa ketorolak 30
mg IV memiliki efektifitas analgesik lebih baik dibanding dengan ketoprofen 100
mg 4. Penelitian yang dilakukan Tarwoto (2012) pun menunjukkan bahwa pasien
nyeri kepala akut pada cedera kepala ringan yang diberikan latihan relaksasi Slow
Deep Breathing selama tiga kali pada hari pertama dan satu kali pada hari kedua
dengan durasi setiap latihan 15 menit memperlihatkan perbedaan yang bermakna
rata-rata intensitas nyeri kepala sebelum dan sesudah latihan Slow Deep Breathing.
Setelah 2 jam pemberian analgetik dilakukan pengkajian nyeri terhadap
intervensi pemberian analgetik dan pemberian teknik nafas dalam yaitu pasien
mengatakan masih merasakan nyeri kepala dengan skala nyeri 4. Kemudian sebelum
pasien dipindah ke ruangan, dilakukan pengkajian akhir tentang nyeri pasien dengan
hasil pasien mengatakan nyeri kepala setelah kecelakaan berkurang dengan nyeri
skala 3 dengan data objektif ekspresi wajah pasien tampak lebih rileks.
Penelitian yang dilakukan Meriwijanti pun menunjukkan bahwa ketorolak 30
mg IV memiliki efektifitas analgesik lebih baik dibanding dengan ketoprofen 100
mg IV dalam mengatasi nyeri pasca tonsilektomi (Ekawati et al, 2015).

10. Kelemahan dan Kekurangan

1) Kelebihan
a. Desain penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan studi
kasus yang melibatkan pasien CKR dengan tujuan mengurangi skala nyeri
dengan menggunkan obat analgesik (ketorolac) dipadukan dengan teknik
relaksasi nafas dalam.
b. Penelitian ini melihat menghasilkan hasil yang signifikan pada pengurangan
skala nyeri pada pasien CKR dengan manajemen nyeri teknik farmakalogi dan
non farmakologi
2) Kelemahan
a. Pemantauan pada responden hanya melalui lembar observasi untuk
memastikan apakah responden penelitian benar-benar mengalami penurunan
skala nyeri

11. Kesimpulan

Pemberian analgetik dan teknik relaksasi nafas dapat menurunkan nyeri pada
pasien cedera kepala ringan dengan data nyeri Ny. S berkurang dari skala 5
menjadi skala 3 Diharapkan bagi Rumah Sakit karya tulis ini dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan perawatan langsung kepada
pasien dengan cedera kepala yang mengalami nyeri, khususnya dalam tindakan
memberikan latihan teknik nafas dalam.

12. Daftar Pustaka

Afrianti, Gamya Tri Utami dan Sri Utami. 2015. Efektifitas


Mendengarkan Asmaul Husna Terhadap Penurunan Nyeri Kepala
Pada Pasien Cedera Kepala. Universitas Riau.
https://media.neliti.om/media/p ubliations/184848-ID- efektifitas-
mendengarkan- asmaul-husna-te.pdf. (Diakses pada tanggal 18
Mei 2018).

Bajamal, Abdul Hafid, Nancy Margarita Rahatta, M. Arifin Parenrengi, Agus


Turchan, Hamzah , Wisnu Baskoro. 2014. Pedoman Tatalaksana Cedera
Otak (Guidline in Management of Traumatic Brain Injury). Edisi kedua.
RSUD dr. Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya

Bulechek, G.M, Howard, K. Butcher, Joanne M. Dochterman, Cheryl


M. Wagner. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi
ke 6. Diterjemahkan oleh: Nurjannah Intansari dan Roxsana D. Tumanggor.
CV.Mocomedia. Yogyakarta.

Chandra, Chrysario, Heedy Tjitrosantoso, Widya Astuty Lolo. 2016. Studi


Penggunaan Obat Analgesik Pada Pasien Cedera Kepala (Concussion). Di
RSUP Prof. Dr. R. D.Kandou Manado Periode Januari-Desember 2014.
JurnalIlmiah Farmasi-UNSRAT. 5(2). Mei. http://download.portalgaruda.or
g/article.php?article=432433& val=1015&title. (Diakses pada tanggal 18 Mei
2018).

Ekawati, Kiki, Diana Lalenoh, Lucky Kumaat. 2015. Profil Nyeri Dan Perubahan
Hemodinamik Pasca Bedah Perut Bawah Dengan Ketorolak 30 mg Intravena.
Jurnal e-linic (eCl). 3(1). Januari-April. http://download.portalgaruda.or
g/article. (Diakses pada tanggal 26 Mei 2018).

Hariyani, Vitri. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny.C Dengan Cidera Kepala Berat
(CKB) Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Karya Tulis Ilmiah. Program Profesi Ners.Universitas Muhammadiyah
Surakarta. (Diakses pada tanggal 31 Desember 2017).

Jona, Nirmala Resa, Sri Widodo dan Shobirun. 2016. Perbedaan Efektivitas
Teknik Relaksasi NafasDalam Dan Terapi Musik Klasik Terhadap Intensitas
Nyeri Pada Pasien Yang Mengalami Fraktur Dengan Nyeri Sedang.
http://download.portalgaruda.or g/artile.php?article. (Diakses pada tanggal
17 Mei 2018).

Kusumo, Dwi Listyanto Hari. 2015. Pemberian Guide Imagery Relaxation untuk
Menurunkan Nyeri Pada Nn.I dengan Kepala Cedera Kepala Ringan Di
Instalasi Gawat Darurat RS Dr. Moewardi Surakarta. Karya Tulis Ilmiah.
Program Studi DIII Keperawatan. Sekolah Tinggi Kesehatan Kusuma
Husada. (Diakses pada tanggal 28 Desember 2017).

Morton, Patricia Gonce, Dorrie Fontaine Carolyn M. Hudak, Barbara M. Gallo.


2012. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi ke 8.
Diterjemahkan oleh : Nike Budhi Subekti dkk. EGC. Jakarta.

Mubarak, Wahit Iqbal, Lilis Indrawati dan Joko Susanto. 2015. Buku Ajar Ilmu
Keperawatan Dasar. Salemba Medika. Jakarta.

Mustikarani, Innez Karunia, Yunita Wulandari, Zeni Dwi Setyowati dan Nur
Rakhmawati. 2017. Kombinasi Guided Imagery And Music(GIM) Dan
Relaksasi Autogenik Terhadap Nyeri Pada Cedera Kepala. Adi Husada
Nursing Journal. 3(2).
Desember.adihusasa.ac.id/repository/jurnal/ahnj322017/322017.8.pdf.
(Diakses pada tanggal 22 Mei 2018).

Syamsiah, Nita, dan Endang Muslihat. 2015. Pengaruh Terapi Relaksasi


Autogenik Terhadap Tingkat Nyeri Akut Pada Pasien Abdominal Pain di
IGD RSUD Karawang 2014. Jurnal Ilmu Keperawatan.
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/ index.php/jk/article/view/148 . III(I)..
(Diakses pada tanggal 15 November 2017).

Tarwoto. 2012. Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri
Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Jurnal Health Quality.
2(4):201. https://www.poltekkesjakarta1. ac.id/file/dokumen/212_Tarwot
o_211.docx. (Diakses pada tanggal 18 Mei 2018).

Widodo, Dimas Sigit. 2011. Perbandingan Efektivitas Antara Ketorolak Dan


Petidin Sebagai Obat Anti Nyeri PascaOperasi. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret.

Yusrizal, Zarni Zamzahar, dan Eliza Anas. 2012. Pengaruh Teknik Relaksasi
Nafas Dalam dan Masase Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Pasca
Apendiktomi di Ruang Bedah RSUD Dr. M. Zein Painan. Ners Jurnal
Keperawatan. 8 (2) : 138-146.http://ners.fkep.unand.ac.id/ind
ex.php/ners/article/view/77. (Diakses pada tanggal 20 November)

Anda mungkin juga menyukai