Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan kebutuhan utama bagi semua manusia untuk

menjalani aktivitas sehari-hari dengan baik. Menurut UU kesehatan no. 36 tahun

2009, kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial dan tidak

hanya bebas dari penyakit dan cacat serta produktif secara ekonomi dan sosial.

Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya yang

bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat

kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha

preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang

diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum

(Suma’mur, 1996). Sikap tubuh saat bekerja juga mempengaruhi kesehatan

seorang pekerja.

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian

tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh

dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja

tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan

kemampuan pekerja (Grandjen, 1993). Harianto (2010), mengatakan bahwa rasa

nyeri di daerah leher, bagian atas punggung, bahu, lengan atau tangan merupakan

gejala yang sering dirasakan oleh pekerja.

1
2

Nyeri kepala adalah salah satu keluhan yang paling umum ditemui di

Internal Medicine dan Anak dan Neurology klinik Dewasa. Berdasarkan

klasifikasi IHS (International Headache Society) Edisi 2 dari yang terbaru tahun

2004, nyeri kepala terdiri atas migren, nyeri kepala tipe-tegang (tension-type

headache), nyeri kepala klaster dan other trigeminal-autonomic cephalalgias, dan

other primary headaches. Telah dilaporkan bahwa sebagian besar dari sakit

kepala adalah sakit kepala tipe tegang (Tension-Type Headache) dan migrain

(Abu-Arafeh, 2001, dikutip oleh Kandil et al., 2014). Dalam pembahasan ini,

kami akan membahas tentang salah satu jenis nyeri kepala yakni nyeri kepala tipe-

tegang otot (tension-type headache).

Klasifikasi International Headache Society membedakan antara tiga

bentuk tension-type headache (TTH) berdasarkan frekuensi nyeri kepala: (1)

Infrequent episodic TTH (<12 hari per tahun), (2) Frequent episodic TTH (antara

12 dan 180 hari per tahun), (3) Chronic TTH (minimal 180 hari per tahun)

(Bendtsen, 2009). Jenis dan karakteristik dari tension-type headache (TTH)

termasuk dalam sakit kepala primer oleh International Headache Society (IHS)

pada tahun 2004.

Prevalensi satu tahun tension-type headache episodik dan kronis masing-

masing adalah 38% dan 2-3% (Moraska et al., 2015). Menurut penelitian Waldie

et al. (2015) di New Zealand, wanita dua kali lebih berisiko dibanding laki-laki.

Nyeri kepala tegang otot atau tension-type headache (TTH) adalah bentuk sakit

kepala yang paling sering dijumpai dan sering dihubungkan dengan jangka waktu

dan peningkatan stress (Akbar, 2010). Berdasarkan hasil penelitian multisenter


3

berbasis rumah sakit pada 5 rumah sakit di Indonesia, didapatkan prevalensi

Episodik Tension type Headache 31%, Chronic Tension type Headache (CTTH)

24% (A S, 2012).

Penyebab tension-type headache sendiri belum begitu jelas, tetapi ada

bukti yang menunjukkan bahwa beberapa kondisi mungkin berasal dari kontraksi

isometrik otot berkelanjutan yang berhubungan dengan kepala dan leher.

Kontraksi otot yang berlebih dapat mengakibatkan kekurangan gizi lokal karena

iskemia, yang dapat menghasilkan trigger poin (titik pemicu) dalam otot. Regio

trigger poin otot yang berkontraksi begitu ketat dapat tetap berkontraksi untuk

jangka waktu yang cukup panjang bahkan tanpa aktivasi simpatik, hal tersebut

dapat mengakibatkan tension-type headache (Quinn et al., 2002). Adanya trigger

poin mencirikan Myofascial Pain Syndrome (MPS), yang merupakan gangguan

neuromuskuler yang ditandai dengan ketegangan grup otot dimana juga terjadi

pemendekan atau kontraktur grup otot tersebut. Grup otot yang dirujuk dan

lokalisasi trigger poin terutama yaitu m. upper trapezius,

m.sternokleidomastoideus, m. suboksipital, m. spleneus capitis dan m.spleneus

servicis, dimana pola nyeri rujukan tersebut biasanya konstan dan mirip, tidak

mengikuti dermatom atau persarafan (Sousa, 2014). Tension-type headache secara

khas ditandai dengan adanya nyeri penekanan bilateral yang terjadi pada area

frontal atau occipital, dengan intensitas ringan hingga sedang (Waldie et al.,

2015).

Sekitar 20% pasien TTH mencari perawatan farmakologis daripada

pendekatan non-farmakologis untuk penyakit mereka. Pendekatan farmakologis


4

meliputi obat analgesik, antianxiety dan antidepresan. Kajian sistematis yang

dilakukan oleh Silver menyelidiki pengaruh pendekatan farmakologis dan non

farmakologis pada TTH kronis. Hasilnya menunjukkan keefektifan dan keamanan

beberapa intervensi, seperti jarum kering, pijat kepala dan relaksasi sebagai

pengobatan alternatif. Meskipun tidak ada bukti ilmiah untuk mendukung

kemanjuran pendekatan non-farmakologis seperti terapi perilaku dan

psikoanalisis, namun secara luas digunakan pada pasien ini. Tiga metode

psikoterapi didukung oleh bukti: relaksasi, biofeedback dan terapi kognitif. Terapi

fisik, sebagai bagian penting dari perawatan non-farmakologis, terdiri dari koreksi

postur, terapi olahraga, relaksasi, pijat, jarum kering, hot pack, ice pack,

ultrasound dan rangsangan listrik (Hosseinifar, 2017).

Salah satu perawatan terbaik untuk sakit kepala adalah pijat yang tidak

memiliki efek samping. Puustjärvi dkk. mengaplikasikan10 sesi terapi pijat pada

pasien TTH selama dua minggu. Hasilnya menunjukkan peningkatan yang

signifikan dari nyeri leher pada kelompok perlakuan. Pijat juga mempengaruhi

sirkulasi darah, menghilangkan spasme pada otot, dan memberikan efek relaksasi.

Olahraga teratur sangat membantu dalam rehabilitasi sakit kepala untuk

mengurangi rasa sakit dalam jangka panjang (Hosseinifar, 2017). Dalam

penelitian Rayssilane Cardoso de Sousa (2014) mengatakan bahwa myofascial

release (MFR) merupakan salah satu terapi manual yang banyak digunakan untuk

mengembalikan normalitas neuromuskuler, pelepasan ketegangan otot dan fasia,

mengurangi nyeri kepala dalam jangka pendek dan jangka panjang, mengurangi
5

frekuensi episode, meningkatkan lingkup gerak sendi leher dan mengurangi

penggunaan obat, karena memiliki teknik dasar untuk menonaktifkan trigger poin.

Dari beberapa literatur yang peneliti dapat, menunjukkan hasil yang

signifikan terhadap penurunan nyeri. Seperti pada penelitian Rayssilane Cardoso

de Sousa dan Ludmilla Karen Brandao Lima de Matos “The Myofascial Release

and the Treatment of Tension Headache Induced by Trigger Points” yang

dipublikasikan pada tahun 2014, menunjukkan hasil yang signifikan. Pada

penelitian lain “Comparison of Efficacy of Myofascial Release and Positional

Release Therapy in Tension Type Headache” oleh Dr. L.Rameshor Singh dan Dr.

Vivek Chauhan tahun 2014, yang menunjukkan hasil bahwa teknik myofascial

release merupakan pilihan intervensi yang lebih baik dalam mengurangi nyeri dan

keterbatasan, pada subyek dengan trigger poin pada otot suboccipital pada

tension-type headache.

Intervensi lain yang dapat memperbaiki MPS yaitu taping dengan metode

Kinesio Taping (KT). Metode ini populer digunakan pada cedera olahraga,

komplikasi post operative dan berbagai masalah nyeri, tetapi sedikit penilitan

yang benar-benar fokus pada MPS dengan metode KT (Wu, 2015). Pada

penelitian Wei-Ting Wu et al. 2015 yang berjudul “The Kinesio Taping Method

for Myofascial Pain Control” menunjukkan bahwa metode KT memberikan efek

yang lebih baik dan dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan

mengurangi faktor kimia yang menyebabkan nyeri pada area trigger poin dengan

pengaplikasian sebagai terapi tambahan dengan terapi lain.


6

Berdasarkan uraian di atas myofascial release dengan myofascial release

yang dikombinasi dengan metode kinesio taping memiliki manfaat yang baik.

Meskipun pada kenyataan tidak banyak penelitian yang mengkaji perbandingan

pengaruh dari kedua intervensi tersebut. Padahal sudah diuraikan diatas bahwa

terapi kombinasi dengan taping menunjukkan efek yang lebih baik terhadap

penurunan nyeri (Wu, 2015), sehingga peneliti sangat tertarik untuk melakukan

penelitian tentang perbandingan pengaruh pemberian myofascial release dengan

myofascial release dan Taping terhadap penurunan nyeri pada tension-type

headache.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut: (1) Apakah ada pengaruh pemberian myofascial release

terhadap penurunan nyeri pada tension-type headache? (2) Apakah ada pengaruh

pemberian myofascial release dan taping terhadap penurunan nyeri pada tension-

type headache? (3) Apakah ada perbedaan pengaruh pemberian myofascial

release dengan myofascial release dan taping terhadap penurunan nyeri pada

tension-type headache? (4) Manakah pengaruh yang lebih baik antara pemberian

myofascial release dengan myofascial release dan taping terhadap penurunan

nyeri pada tension-type headache?


7

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh

pemberian myofascial release terhadap penurunan nyeri pada tension-type

headache, (2) pengaruh pemberian myofascial release dan taping terhadap

penurunan nyeri pada tension-type headache, (3) perbedaan pengaruh pemberian

myofascial release dengan myofascial release dan taping terhadap penurunan

nyeri pada tension-type headache, (4) pengaruh yang lebih baik antara pemberian

myofascial release dengan myofascial release dan taping terhadap penurunan

nyeri pada tension-type headache.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) memberikan

pengalaman berharga bagi penulis dalam melakukan penelitian, serta

meningkatkan pemahaman penulis tentang tension-type headache beserta

efektifitas modalitas yang digunakan, (2) bagi fisioterapis dan institusi pelayanan,

sebagai pedoman jangka panjang untuk meningkatkan pengetahuan mengenai

intervensi (myofascial release) yang lebih baik dengan penambahan metode

kinesio taping dan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memilih

intervensi yang tepat terhadap kasus tension-type headache, (3) pendidikan, hasil

penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau bahan bacaan

tambahan untuk memperluas ilmu pengetahuan tentang perbandingan pengaruh

myofascial release dengan myofascial release dan kinesio taping pada kasus-

kasus nyeri kepala dan nyeri leher.

Anda mungkin juga menyukai