Anda di halaman 1dari 6

Menilik 3 Tips Koping Sederhana yang Konstruktif!

Intip, Yuk

Halo, Readers!

Manusia adalah makhluk yang tidak lepas dari tuntutan dan masalah. Terlebih pada era
sekarang, tuntutan pekerjaan, rumah tangga, kebutuhan finansial, pengasuhan anak adalah beberapa
hal yang dapat mencetuskan stress. Stress merupakan reaksi aktivasi imun di dalam tubuh terhadap
stimulus yang dapat dianggap sebagai tantangan (reaksi positif) dan bisa menjadi ancaman (reaksi
negatif).

Stress seringkali dipandang sebagai hal yang biasa dan umum terjadi pada siapapun. Stress
juga tidak menjadi fokus pengelolaan ketika perawatan di rumah sakit karena dianggap bukan
masalah darurat jika dibandingkan dengan masalah fisik (Kim & McKenzie, 2014). Akan tetapi, stress
sesungguhnya memberikan dampak yang sangat buruk bagi tubuhmu apabila dibiarkan terus menerus.
Hal ini diakibatkan oleh peran stress jangka panjang yang dapat mempengaruhi kesejahteraan fisik.
Dampak dari kejadian stress akan mengenai seluruh area kesehatan meliputi perubahan struktur otak
(Lucassen,et al., 2014)., gangguan sistem imunitas tubuh (Gu, et al., 2012)., gangguan sistem
kardiovaskular, gangguan aktivitas harian (Heidt, et al., 2014), bahkan atropi atau penyusutan syaraf
pada otak (Ota., et al., 2014).

Pict 1: The effects of psychological stress on brain periphery networks.

Komplikasi akibat stress jangka panjang dapat terjadi pada siapapun. Oleh sebab itu, kita
harus mampu menciptakan strategi koping stress yang sifatnya konstruktif. Dewasa ini, telah banyak
studi yang mengembangkan manajemen stress dan menilai efektifitasnya. Pada tulisan kali ini, kita
akan membahas tentang 4 cara sederhana dalam mengelola stress.

Bertha Tesma Wulandari


Health & Lifestyle
1. Mendengarkan Musik

Musik adalah salah satu bentuk seni yang memiliki fungsi untuk menurunkan tingkat stress.
Musik memiliki jenis suara yang bermacam-macam, mulai dari suara yang keras, mendayu, mellow,
ceria, klasik, dan sebagainya. Setiap individu memiliki referensi dan selera musik yang berbeda-beda.
Pemilihan jenis musik harus tepat dan disesuaikan dengan minat jika kamu ingin menggunakannya
sebagai terapi relaksasi. Berdasarkan American Psychological Association (2017) dan Australian
Psychological Society (2015) bahwa stress sangat berkaitan erat dengan banyak masalah fisik dan
emosional seperti penyakit kardiovaskular, nyeri kronis, masalah kecemasan, depresi, hingga burnout.
Mendengarkan musik memberikan hasil positif untuk mengurangi stress dan menurunkan potensi kita
mengalami masalah-masalah yang disebutkan diatas. Sebuah studi dari Sandstrom & Russo (2010)
telah menemukan sejak lama bahwa musik memberikan pengaruh terhadap pemulihan detak jantung
dan menormalkan suhu tubuh pasca paparan suatu stressor. Selain itu, musik juga mampu
mempengaruhi kestabilan emosional dengan menetralkan kecemasan, perasaan khawatir, gugup, dan
gelisah (Akin & Iskender, 2011).

Ilustrasi mendengarkan musik | Sumber : freepik

Secara medis, aktivitas mendengarkan musik memiliki kaitan terhadap penurunan regulasi
aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA), sehingga terjadi pengurangan konsentrasi dan jumlah
hormon kortisol yang merupakan hormon stress di dalam tubuh (Kreutz, et al., 2012). Ketika kadar
hormon kortisol menurun, maka akan memberikan perbaikan pada respon tubuhmu. Perbaikan yang
terjadi karena efek musik berupa penurunan tekanan darah dan detak jantung menjadi normal regular
(Witte, et al., 2020). Mendengarkan musik secara subjektif mampu memberikan ketenangan bagi
individu yang mengalami stress dalam keseharian mereka. Meskipun hingga saat ini penelitian terkait
efektifitas musik bagi stress masih belum konsisten, tidak ada salahnya kita menerapkan cara ini
disela-sela kesibukan. Jangan lupa untuk memilih jenis musik yang sesuai dengan seleramu, ya!

2. Writing Therapy

Tips lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola stress adalah dengan terapi menulis.
Terapi menulis yang pertama kali diperkenalkan oleh Pennebaker pada tahun 1986 adalah suatu
intervensi dimana kamu dapat mengungkapkan pikiran, gagasan, serta perasaan terhadap peristiwa
kehidupan yang penuh tekanan hingga kejadian-kejadian yang membahagiakan. Menulis secara
ekspresif dianggap dapat mengurangi perasaan negatif serta memperbaiki kesehatan fisik dan mental
(Smyth, 1998). Pikiran dan perasaan negatif yang dituangkan ke dalam tulisan dapat merelease stress.

Bertha Tesma Wulandari


Health & Lifestyle
Ilustrasi menulis | Sumber : freepik

Terapi menulis adalah jenis intervensi terapeutik yang sederhana dan murah yang dapat
digunakan untuk mengisi aktivitas kosong selama 15-30 menit atau lebih setiap harinya sesuai dengan
ketersediaan waktu. Kegiatan ini dapat kamu lakukan mandiri di rumah tanpa memerlukan
pendampingan ahli terapis. Aktif melakukan terapi menulis dapat memberikan ruang bagimu untuk
berekspresi, melakukan penerimaan, dan berpikir positif dalam menggali solusi terkait masalah yang
sedang dihadapi. Terapi menulis menjadi suatu pendekatan yang telah banyak diteliti manfaatnya
untuk membantu proses penyembuhan traumatis serta mengurangi stress atau kelelahan mental.
Selain itu, terapi ini memproduksi hal-hal positif terkait kesehatan tubuh seperti perbaikan tekanan
darah, fungsi imun, penyembuhan luka, peningkatan tidur, mengurangi depresi, dan mengurangi nyeri
(Nyssen, et al., 2016).

Keuntungan positif yang didapatkan dengan terapi menulis dijelaskan melalui teori
psikosomatis yang menghambat emosi bersama proses kognitif. Tindakan menghambat emosi selama
menulis merupakan bentuk kontrol emosi yang bersifat fisiologis untuk tubuh. Selama terapi menulis
dilakukan, akan ada peran dalam penguasaan dan pengelolaan emosi. Kemampuan dalam kontrol dan
regulasi emosi dapat meningkatkan persepsi positif dan efikasi diri atas pengalaman dan situasi yang
sedang dialami. Dampak positif yang didapatkan melalui terapi menulis dapat diaplikasikan sebagai
intervensi tambahan dalam area perawatan untuk kesehatan mental (Kupeli, et al, 2019).

Efisiensi terapi menulis akan semakin terasa dan semakin besar kesempatan mendapat
manfaatnya jika kamu menulis secara spesifik. Selain itu, dampak positif dari terapi ini akan lebih
baik jika sesi menulis dilakukan dalam waktu yang lebih lama (Reinhold, et al., 2018). Nah, bukti
studi diatas menjadi alasan yang sangat rasional dan jelas manfaatnya untuk kita terapkan sebagai
salah satu strategi koping stress yang konstruktif. Kamu tidak perlu bingung memikirkan bagaimana
tulisanmu. Kamu bisa memulai untuk menulis dengan topik yang sederhana dan ringan terlebih
dahulu.

3. Latihan Fisik

Tips selanjutnya adalah strategi koping stress dengan cara melakukan latihan fisik (physical
exercise). Tahukah kamu bahwa berdasarkan penelitian dari Zoman & Leur (2003) menemukan
adanya kestabilan mental yang lebih baik diantara para atlet. Melakuan latihan fisik ternyata memiliki
efek positif untuk menurunkan stress mental dan depresi. Latihan fisik seperti senam aerobik

Bertha Tesma Wulandari


Health & Lifestyle
dilaporkan dapat melindungi orang-orang dari tindakan suicidal atau tindakan menyakiti diri sendiri
akibat konsekuensi dari stress kronis. Hal ini terjadi karena latihan fisik yang regular berhubungan
erat dengan kemampuan perbaikan koping stress (Salmon, 2001; Edwards, 2006).

Ilustrasi latihan fisik lari | Sumber : freepik

Kamu bisa memulai kegiatan latihan fisik di rumah atau di pusat kebugaran jasmani. Durasi
latihan yang dianjurkan adalah 2-3 kali dalam seminggu agar mendapatkan hasil yang maksimal
dalam menurunkan level stress. Selain itu, kegiatan aktivitas fisik seperti contoh diatas akan mood,
meningkatkan kepuasan terhadap hidup, bahkan dapat memperbaiki kualitas hidup kita. Latihan dan
aktivitas fisik secara signifikan menurunkan gejala-gekala depresif dan mengubah emosional manusia
menjadi lebih positif. Emosi positif memberi perasaan bahagia dan nyaman. Seseorang dengan
kondisi emosi yang positif dan stabil tentu akan mengurangi Melalui sebuah studi kualitatif, bukti
manfaat dari kegiatan latihan fisik menunjukkan pula perasaan sejahtera, self esteem yang membaik,
dan adanya perilaku hidup yang lebih sehat (Jong-Ho & Larry, 2014).

Bagaimana? Tiga tips diatas sangat mudah sekali untuk diterapkan di rumah dan dimanapun.
Tips tersebut telah diteliti oleh banyak peneliti yang menjelaskan efektifitasnnya untuk kesehatan
psikis kita. Ayo pilih yang mana strategi koping konstruktif yang akan mulai aplikasikan?

Bertha Tesma Wulandari


Health & Lifestyle
References :

Akin, A., & Iskender, M. (2011). Internet addiction and depression, anxiety and
stress. International Online Journal of Educational Sciences, 3, 138–148. Retrieved
from http://mts.iojes.net/.

American Psychological Association. (2017). Stress in America: Coping with change.


Retrieved from https://www.apa.org/news/press/releases/stress/2016/coping-with-
change.pdf

Australian Psychological Society. (2015). Stress & wellbeing: How Australians are coping
with life: The findings of the Australian Psychological Society Stress and wellbeing in
Australia survey. Retrieved from https://www.headsup.org.au/docs/default-
source/default-document-library/stress-and-wellbeing-in-australia-report.pdf

Edwards S. (2006). Physical exercise and psychological well-being. South Afr J Psychol,
36:357–373.

Gu H, Tang C, Yang Y. (2012). Psychological stress, immune response, and


atherosclerosis. Atherosclerosis;223(1):69–77

Heidt T, Sager HB, Courties G, et al. (2014). Chronic variable stress activates hematopoietic
stem cells. Nat. Med, 20(7):754–758.

Jong-Ho Kim, Larry A. McKenzie. (2014). The impacts of physical exercise on stress coping
and well-being in university students in the context of leisure. Health; 6, 2570-2580.
http://dx.doi.org/10.4236/health.2014.619296.

Kreutz, G., Murcia, C.Q., Bongard, S. (2012). Psychoneuroendocrineresearch on music and


health: an overview. In: MacDonald,R.A.R., Kreutz, G., Mitchell, L. (Eds.), Music,
Health & Well-being. Oxford University Press, Oxford, pp. 457—476.

Kupeli, N., et al. 2019. Expressive writing as a therapeutic intervention for people with
advanced disease: a systematic review. BMC Palliative Care, 18:65.
https://doi.org/10.1186/s12904-019-0449-y.

Lucassen PJ, Pruessner J, Sousa N, et al. (2014). Neuropathology of stress. Acta


Neuropathol, 127(1):109–135.

Martina de Witte, Anouk Spruit, Susan van Hooren, Xavier Moonen & Geert-Jan
Stams. (2020) Effects of music interventions on stress-related outcomes: a systematic
review and two meta-analyses. Health Psychology Review, 14(2), 294-
324, DOI: 10.1080/17437199.2019.1627897.

Nyssen, OP., et al. (2016). Does therapeutic writing help people with long-term conditions?
Systematic review, realist synthesis and economic considerations. Health Technol
Assess, 20(27),vii-xxxvii, 1-367. doi: 10.3310/hta20270.

Ota KT, Liu RJ, Voleti B, et al. (2014). REDD1 is essential for stress-induced synaptic loss
and depressive behavior. Nat. Med, 20(5):531–535.

Bertha Tesma Wulandari


Health & Lifestyle
Reinhold, M., Bürkner, P. C., and Holling, H. (2018). Effects of expressive writing on
depressive symptoms-A meta-analysis. Clin. Psychol, 25, 1–13. doi: 10.1111/p.12224.

Salmon P. (2001). Effects of physical exercise on anxiety, depression, and sensitivity to


stress: a unifying theory. Clin Psychol Rev, 21:33–61.

Sandstrom, G.M., Russo, F.A. (2010). Music hath charms: the effects of valence and arousal
on recovery following an acute stressor. Music Med, 2, 137—143.

Smyth, J. M. (1998). Written emotional expression: effect sizes, outcome types, an


moderating variables. J. Consult. Clin. Psychol, 66, 174–184. doi: 10.1037/0022-
006X.66.1.174.

Zoman leur R. (2003). Effects of psychological and stress on organic disease: A critical
assessment of research on coronary heart disease. Ann Rev Psychol,53:341-369.

Bertha Tesma Wulandari


Health & Lifestyle

Anda mungkin juga menyukai