Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH KEBIASAAN BEROLAHRAGA TERHADAP

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA

Rosita

Program Studi Psikologi ,UIN Sunan Gunung Djati Bandung;


rosithaalvinozta@gmail.com

Abstrak

Latar belakang: masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan
rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu
pematangan fisik, maupun psikologis. salah satu kebutuhan jasmani, rohani dan social bagi seorang
remaja adalah Berolahraga. Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina,
serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan social. Olahraga merupakan unsur yang penting dalam
meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan manusia, melalui olahraga diharapkan akan mencapai
tingkat jasmani dan rohani yang lebih baik. Tujuan: Penelitian ini dilakukan guna untuk mengetahui
pengaruh kebiasaan berolahraga terhadap psychological well-being pada remaja. Metode: penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif, teknik samplingnya mengggunakan pendekatan random sampling
dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Data yang diperoleh diolah menggunakan Ms. Excel dan
SPSS. Uji statistik pada penelitian ini menggunakan Uji Mann-Whitney. Pada indikator kuesioner
penelitian ini peneliti mengguanakan pendekatan Needing, ini salah satunya terdapat teori psychological
well-being. Teori psychological well-being melihat kebahagiaan sebagai evaluasi individu terhadap
kehidupannya yang meliputi dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, personal growth, penguasaan
lingkungan, hubungan sosial yang positif dan otonomi (Ryff & Singer, 2008). Hasil: Pada hasil Uji
Mann-Whitney bahwa Terdapat perbedaan tingkat kebahagiaan antara remaja yang gemar berolahraga
dan remaja yang tidak gemar berolahraga (p value= 0.008). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan, bahwa golongan yang gembar berolahraga dengan frekuensi diatas 2 kali dalam seminggu
memiliki tingkat kebahagiaan yang paling tinggi di banding dengan yang tidak gembar berolahraga.
Saran: Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk mendapatkan sampel dengan validitas tinggi
sehingga dapat merepresentasikan populasi secara keseluruhan. Dan bagi pembaca di upayakan agar lebih
rutin dalam berolahraga agar terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani maupun rohani.

Kata Kunci: Olahraga, Kesejahteraan Psikologis, Remaja

Abstract

Background: adolescence is a period of transition from childhood to adulthood with an age range of 12-
22 years, during which time there is a process of maturation either physical or psychological maturation.
one of the physical, spiritual and social needs of a teenager is Exercise. Sports are all systematic activities
to encourage, nurture, and develop physical, spiritual, and social potential. Exercise is an important
element in promoting human development and growth, through exercise expected to reach better physical
and spiritual levels. Objective: This study was conducted to determine the effect of exercise habits on
psychological well-being in adolescents.
Method: This research uses quantitative approach, sampling technique using random sampling approach
with the number of samples of 100 people. The data obtained is processed using Ms. Excel and SPSS.
The statistical test in this study used Mann-Whitney Test. On the questionnaire indicator of this study
researchers mengguanakan approach Needing, this one there is a psychological well-being theory.
Psychological well-being theory sees happiness as an individual's evaluation of his life that includes the
dimensions of self-acceptance, life goals, personal growth, environmental mastery, positive social
relationships and autonomy (Ryff & Singer, 2008). Result: In the Mann-Whitney Test Result that there is
a difference of happiness level between people who likes exercise and people who are not fond of
exercise (pvalue = 0.008). Based on the results of this study can be concluded, that the group who play
sports with frequency above 2 times a week has the highest level of happiness in the appeal with the non-
sports gymnasium. Suggestion: Further research is expected to obtain samples with high validity so as to
represent the population as a whole. And for the readers in striving to be more routine in exercising for
the realization of a healthy society physically and spiritually.

Keywords: Sports, Psychological well-being, Adolescence

1. PENDAHULUAN

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.
Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional
sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena
tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Hal senada diungkapkan oleh
Santrock (2003: 26) bahwa adolescene diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak
dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Doty (2006: 1) menyatakan bahwa olahraga merupakan kebutuhan hidup manusia, karena apabila
seseorang melakukan olahraga dengan teratur akan membawa pengaruh yang baik terhadap
perkembangan dan kesehatan jasmaninya. Olahraga selain berguna bagi pertumbuhan perkembangan
jasmani juga berpengaruh kepada perkembangan rohani pelakunya. Olahraga dapat memberikan efisiensi
kerja terhadap alat-alat tubuh, sehingga peredaran darah, pernafasan, dan pencernaan menjadi teratur.
Selain itu, olahraga juga merupakan bagian utama dari kegiatan masyarakat dan budaya di seluruh dunia.

Olahraga merupakan salah satu tindakan yang mencerminkan gaya hidup yang sehat. Orang yang
gemar berolahraga akan memiliki kesehatan tubuh yang baik dibandingkan dengan orang-orang yang
jarang berolahraga. Selain meningkatkan kesehatan fisik, olahraga juga mampu meningkatkan sistem
kekebalan tubuh. Tidak hanya baik untuk fisik, olahraga juga memiliki banyak sekali manfaat untuk
kesehatan psikis atau mental. Berikut beberapa manfaat olahraga untuk kesehatan psikis dan psikologis
remaja

1. Mengurangi Depresi

Berdasarkan penelitian, olahraga mampu meningkatkan norepinephrine, dopamine dan serotonin di


dalam otak. Ketiganya berperan agar otak terhindar dari depresi. Banyak peneliti yang menyatakan
bahwa  norepinephrine, dopamine, dan serotonin di dalam otak sangat berhubungan pada tingkat
resiko depresi dan juga skrizofenia. Dengan berolahraga sudah tentu otak akan merasa lebih rileks dan
hidup terasa lebih tenang dan juga damai.
2. Meningkatkan Kepercayaan Diri

Orang yang rajin berolahraga pasti akan memiliki tubuh yang sehat dan juga kekuatan fisik prima.
Kondisi ini tentu akan meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Bahkan sebuah studi yang dilakukan
di Amerika menyebutkan bahwa remaja yang rajin berolahraga akan memiliki tingkat kepercayaan diri
yang sama besar dengan remaja-remaja lain yang memiliki fisik menarik.

3. Mengurangi Stres

Masyarakat di kota lebih rentan mengalami stres karena padatnya aktivitas. Tuntutan kerja dan
ekonomi juga membuat orang-orang di kota lebih rentan terhadap stres. Stres bisa dialami oleh
siapapun yang merasa khawatir, sedih, atau tertekan. Tingkat stres yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan berbagai gangguan fisik seperti meningkatnya kadar kolesterol dan juga meningkatnya
potensi gangguan pada kardiovaskuler (penyakit jantung). Karena itu, menghindari ataupun mengobati
stres merupakan suatu keharusan agar kesehatan fisik dan juga psikis tetap seimbang. Berolahraga
secara efektif mampu mengalihkan perhatian seseorang terhadap sesuatu hal yang membuatnya stres.

4. Meningkatkan Kemampuan Otak

Orang yang rajin berolahraga biasanya akan memiliki kemampuan otak dan konsentrasi lebih baik
dibandingkan orang-orang yang jarang berolahraga. Otak selalu membutuhkan pasokan oksigen yang
cukup agar dapat bekerja dengan optimal. Berolahraga akan membuat pasokan oksigen ke otak
menjadi lebih banyak. Saat berolahraga, aliran darah akan lebih lancar. Termasuk juga aliran darah
yang menuju otak. Darah berfungsi membawa oksigen untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Dengan
kata lain, semakin banyak aliran darah ke otak, maka pasokan oksigen ke otak juga lebih optimal.

5. Membuat Tubuh Rileks

Berolahraga dapat meningkatkan gelombang alfa di dalam otak. Gelombang alfa merupakan
gelombang di otak yang berhubungan dengan rasa rileks yang sering hadir ketika bermeditasi.
Melakukan jogging selama 20 hingga 30 menit per hari dapat meningkatkan gelombang alfa di dalam
otak. Gelombang alfa tersebut dapat menghindarkan diri dari depresi dan juga rasa cemas berlebih
sehingga stres dapat dihindari.

6. Memberikan Rasa Bahagia

Berolahraga dapat merangsang produksi hormon adrenalin, serotonin, dopamin, dan endorphin. Ketiga
hormon tersebut berperan sebagai hormon yang meimbulkan rasa bahagia pada seseorang.
Berdasarkan salah satu survei yang dilakukan di Inggris, sebanyak 83% penderita depresi bergantung
pada aktivitas olahraga untuk memberikan perasaan tenang dan juga mengurangi rasa cemas. Olahraga
dianggap sebagai pencegah alami penderita depresi tanpa harus menggunakan obat. Depresi tidak
hanya dialami oleh orang dewasa. Para remaja juga bisa mengalaminya. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa melakukan olahraga bisa membantu mengatasi masalah depresi pada remaja.
Olahraga berkaita dengan peningkatan mood sehingga menurunkan rasa tidak nyaman akibat depresi
hingga 63 persen.

7. Membangun Karakter

Remaja yang sering berolahraga akan lebih berpengalaman dan mengerti aturan fair play atau berlaku
adil kepada sesama. Pengalaman ini juga akan membentuk karakter remaja menjadi seseorang yang
tangguh, dapat diandalkan, memiliki komitmen dan motivasi yang baik, serta melatih anak menjadi
seseorang yang cerdik.

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN


2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Remaja

Masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa
kanak-kanak dengan masadewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan
esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual
(Kartono, 1995). Menurut Rice (dalam Gunarsa, 2004), masa remaja adalah masa peralihan,
ketika individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi individu yang memiliki kematangan. Pada
masa tersebut, ada dua hal penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua hal
tersebut adalah, pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan lingkungan, dan
kedua adalah hal yang bersifat internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang membuat
remaja relatif lebih bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya (storm and
stress period).
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan
psikis. Masa remaja, yakniantara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ
reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan
dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum; 2009).

2.1.2 Olahraga

Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta
mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial. Ada empat tujuan manusia melakukan
kegiatan olahraga yaitu: 1) rekreasi yaitu manusia melakukan olahraga hanya untuk mengisi
waktu senggang dan melakukan dengan gembira, santai tidak formal, baik tempat sarana
maupun peraturan yang digunakan. 2) pendidikan artinya olahraga yang dilakukan formal
tujuannya untuk mencapai sasaran pendidikan nasional melalui kegiatan olahraga yang telah
disusun melalui kurikulum tertentu. 3) mencapai tingkat kesegaran jasmani. 4) mencapai sasaran
prestasi tertentu.
Seseorang menyukai olahraga, tentunya mempunyai banyak alasan salah satunya adalah
ingin meningkatkan kebugaran jasmani, sementara itu bagi seseorang yang tidak mempunyai
kegiatan biasanya orang itu akan mencari hiburan atau refreshing salah satunya dengan olahraga.
Orang yang tidak melakukan olahraga mengemukakan berbagai alasannya, biasanya mereka
terlalu sibuk dengan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan yang menjadikan mereka tidak
mempunyai waktu untuk melakukan aktivitas olahraga.
Olahraga memberikan kesempatan yang sangat ideal untuk menyalurkan tenaga dengan
tujuan menuju kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang untuk mencapai kebahagiaan hidup
yang sehat. Olahraga merupakan unsur yang penting dalam meningkatkan perkembangan dan
pertumbuhan manusia, melalui olahraga diharapkan akan mencapai tingkat jasmani dan rohani
yang lebih baik.

2.1.3 Kesejahteraan psikologis


Sebelum memahami tentang kesejahteraan psikologis, terlebih dahulu perlu diketahui
tentang pengertian kata "sejahtera" dan "kesejahteraan" itu sendiri. Kata "sejahtera" dalam
kamus besar bahasa Indonesia berarti aman sentosa dan makmur, selamat (lepas dari segala
macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya). Sementara "kesejahteraan” berarti sejahtera,
aman, selamat, tentram, kesenangan hidup, makmur, dan sebagainya.
Kesejahteraan juga bisa dibedakan menjadi lahiriyah atau fisik dan batiniyah. Namun,
mengukur kesejahteraan, terutama kesejahteraan batin atau spiritual, bukanlah hal yang mudah.
Kesejahteraan yang bersifat lahir yang biasa dikenal dengan kesejahteraan ekonomi lebih mudah
diukur daripada kesejahteraan batin. Ukurankesejahteraan lebih kompleks dari kemiskinan.
Kesejahteraan harus dapat memenuhi fisik, psikologis, sosial, dan kerohanian.
Kesejahteraan psikologis pada individu tidak hanya digambarkan sebagai kondisi dimana
tidak adanya gangguan mentalyang terjadi pada diri seseorang, tetapi juga bagaimana individu
tersebut menyadari sumber daya psikologis yang ada di dalam dirinya serta mampu
mengaplikasikannya (Christopher, 1999; Huppert, 2009; Moeenizadeh & Sala-game, 2010)
Kesejahteraan psikologis menurut Ryff adalah keadaan perkembangan potensi nyata
seseorang yang ditandai dengan karakteristik ia dapat menghargai dirinya dengan positif
termasuk kesadaran terhadap keterbatasan diri pribadi (self-acceptance), mampu membangun
dan menjagahubungan baik dan hangat dengan orang lain (positive relation with others),
mampu menciptakan konteks lingkungan sekitar sehingga bisa memuaskan kebutuhan dan hasrat
diri mereka sendiri (environmental mastery), mampu membangun kekuatan individu dan
kebebasan personal (autonomy), memiliki dinamika pembelajaran sepanjang hidup dan
keberlanjutan mengembangkan kemampuan mereka (personal growth) dan memiliki tujuan
hidup yang menyatukan usaha dan tantangan yang mereka hadapi (purpose in life).
Kesejahteraan psikologis ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu faktor kepribadian dan
perbedaan individual,emosi, kesehatan fisik, kelekatan dan relasi, statussosial dan kekayaan dan
pencapaian tujuan (Ryan& Deci, 2001)

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Menurut
Sugiyono (2010:15) Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang di landaskan pada populasi
atau sampel tertentu, dikatan pendekatan kuantitatif karena data penelitian berupa angka-
angka dan analisis menggunakan statistika.
Penelitian ini di desain menggunakan SPSS (Statical Data Analysys). SPSS adalah
program computer yang digunakan untuk analisis statistika. Dalam jurnal ini, peneliti
menggunakan Uji Mann-Whitney untuk menguji perbedaan tingkat kebahagiaan antara
remaja yang gembar berolahraga dan remaja yang tidak gemar berolahraga.

3.2 Subjek Penelitian

Menurut Sugiyono (2010: 117), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang terdiri dari sebanyak 100 orang yang
terdiri dari 46 laki-laki dan 54 prempuan.

3.3 Teknik Sampling


Dalam menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan probability sampling. Sampel
dipilih secara random dengan menentukan kriteria sebagai berikut: mahasiswa aktif baik laki-
laki maupun prempuan, berusia remaja (12 sampai 21 tahun) yang gemar melakukan kegiatan
berolahraga maupun yang tidak gemar melakukan berolahraga, Sehingga jumlah populasi
mengerucut dan dijadikan sebagai sampel. Adapun jumlah sampel sebanyak 100 responden

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini mengambil data dengan menggunakan kusioner. Kuesioner dibagikan


kepada subjek secara random menggunakan google form. Pada google form, dijelaskan
maksud dan tujuan penelitian ini disertai dengan petunjuk pengisian. Kuesioner penelitian ini
menggunakan Skala Likert, yaitu 1-4 dengan jawaban SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS
(Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 11 sampai 12 Mei 2018 dengan melibatkan 100
responden mahasiswa/i aktif sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi karakteristik responden

Karakteristi Frekuensi Presentase


k
Jenis kelamin Tabel 1. Menunjukkan bahwa
Laki-laki 46 46% mayoritas responden dalam
penelitian adalah prempuan yaitu
Perempuan 54 54%
sebanyak 54 orang (54%) dan
semua usia responden berada
pada Umur kelompok remaja (13-21 tahun)
Remaja yang terdiri dari 100 remaja laki-
laki 13-21 100 100% dan prempuan.
Pada tahun 1974,
WHO (dalam Sarwono, 2003) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual
dan batasan usia menurut WHO adalah 10-20 tahun. Dalam definisi tersebut dikemukakan juga
kriteria yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut
berbunyi sebagai berikut: Remaja adalah suatu masa dimana:
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identity fiksasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif
lebih mudah Muangman (dalam Sarwono, 2003).
Tubuh yang bugar dan sehat merupakan dambaan setiap orang yang ingin tampil bugar
dan produktif. Tuntutan tersebut nampaknya sudah semakin disadari oleh sebagian masyarakat.
Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya orang melakukan kegiatan olahraga, apalagi pada
hari-hari libur seseorang cenderung melakukan kegiatan olahraga, baik secara sendiri-sendiri
maupun kelompok. Olahraga banyak digemari masyarakat dari yang berusia anak-anak, remaja,
sampai dewasa. Masyarakat bisa memilih olahraga yang ingin masyarakat lakukan sesuai dengan
keinginan.
Tabel 2. distribusi Frekuensi waktu olahraga responden

frekuensi Frekuensi Persentase


berolahraga
Sangat Rendah
0 kali 15 15%
Rendah
1-2 kali 74 74%
Sedang
3-4 kali 5 5%

Tinggi
5 kali 6 6%
Total 100 100%

Tabel 2. Menunjukan bahwa mayoritas responden yang sama sekali tidak pernah
berolahraga (0 kali) sebanyak 15 remaja, berolahraga 1-2 kali dalam seminggu terdapat 74
remaja, berolahraga 3-4 kali dalam seminggu sebanyak 5 remaja, dan 5 kali dalam seminggu
sebanyak 6 remaja. Jadi, dapat di simpulkan bahwa frekuensi berolahraga perminggu yang paling
dominan adalah 1- 2 kali dalam seminggu.
Seseorang menyukai olahraga, tentunya mempunyai banyak alasan salah satunya adalah
ingin meningkatkan kebugaran jasmani, sementara itu bagi seseorang yang tidak mempunyai
kegiatan biasanya orang itu akan mencari hiburan atau refreshing salah satunya dengan olahraga.
Orang yang tidak melakukan olahraga mengemukakan berbagai alasannya, biasanya mereka
terlalu sibuk dengan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan yang menjadikan mereka tidak
mempunyai waktu untuk melakukan aktivitas olahraga.

Tabel 3. Distribusi frekuensi tingkat kebahagiaan antara yang gemar berolahraga dengan
yang tidak

Kebiasaan berolahraga Mean


Tingkat Kesejahteraan psikologis
Gemar
Ya 86.28571

Tidak gemar
Tidak 81.68966

Tabel 3. Menunjukan bahwa rata-rata tingkat kesejahteraan psikologis antara yang gemar
berolahraga lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak gemar berolahraga. Rata-rata tingkat
kesejahteraan psikologis bagi yang gemar berolahraga sebesar 86.28571 sedangkan yang tidak
gemar memiliki rata-rata tingkat kebahagiaan sebesar 81.68966.
Rata-rata pada tingkat kesejahteraan psikologis diatas di ukur dengan menggunakan
pendekatan Needed dan menggunakan indicator yang di ambil dari teori psychologicall well-
being. Well-being menurut Ryff dan Singer (1996), adalah suatu konsep yang terbentuk dari
berbagai pengalaman dan fungsi-fungsi individu sebagai manusia yang utuh. Psychological well-
being tidak hanya merujuk pada kesehatan mental yang bersifat negative saja, akan tetapi juga
merujuk kepada bagaimana seorang individu mampu mengembangkan potensi dan kemampuan
yang dimilikinya secara optimal, sebagaimana individu yang berfungsi baik secara fisik,
emosional maupun psikologis (Ryff, 1995).
Kebahagiaan adalah salah satu bagian penting dalam kehidupan individu dan merupakan
suatu kondisi yang sangat ingin dicapai oleh semua orang dari berbagai umur dan lapisan
masyarakat (Argyle, 2001). Kebahagiaan bukan hanya berkisar pada fenomena perasaan senang,
baik atau luar biasa yang dialami, tetapi juga merasa baik secara keseluruhan yakni sosial, fisik,
emosional, dan psikologis (Froh, Bono, & Emmons, 2010).

Tabel 4. Uji Mann-Withney

Test Statisticsa

kebahagiaan

Mann-Whitney U 840.000
Wilcoxon W 2551.000
Z -2.643
Asymp. Sig. (2-tailed) .008

a. Grouping Variable: olahraga

Tabel 4. hasil Test Statistics Uji Mann-Withney diatas menunjukkan bahwa nilai sig. (2
tailed) nya (pvalue=0.008) Ho ditolak artinya diatas nilai α (alpha) yaitu terdapat perbedaan tingkat
kesejahteraan psikologis yang signifikan antara remaja yang gemar berolahraga dengan remaja
yang tidak gemar berolahraga.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan dan saran

Dari hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa berdasarkan data
kebiasaan berolahraga dalam perminggu dengan tingkat kesejahteraan psikologis yang diperoleh
dari kuesioner yang telah di isi oleh responden menunjukan bahwa rata-rata yang memiliki
kesejahteraan psikologis yang paling tinggi berada pada remaja yang gemar berolahraga.
Berdasarkan data yang di dapat, bahwa golongan yang gemar berolahraga dengan frekuensi 1 – 2
kali perminggu memiliki nilai kesejahteraan psikologis yang paling tinggi dibandingkan dengan
yang tidak gemar berolahraga.
Hasil Uji statistics diatas menunjukkan bahwa nilai sig. (2 tailed) sama dengan 0.008
artinya diatas nilai alpha yaitu terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis yag signifikan.
Jadi sudah jelas bahwa di dalam penelitian ini menghasilkan bahwa terdapat pengaruh kebiasaan
berolahraga terhadap psycholgical well-being pada remaja dan tedapat perbedaan tingkat
kesejahteraan psikologis yang signifikan antara remaja yang gemar berolahraga dengan remaja
yang tidak gemar berolahraga.
Anak-anak dan remaja disarankan untuk berolahraga sebanyak 35-60 menit setiap
harinya. Pilihlah jenis aktivitas yang bervariasi dan yang disukai agar tidak cepat bosan. Masa
remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat penting. Selain aktif
berolahraga, nutrisi yang lengkap dan seimbang juga penting untuk memaksimalkan proses
pertumbuhan dan perkembangan di masa remaja.
6. UCAPAN TERIMAKASIH

Saya mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. dr. Ambar Sulianti, M. Kes selaku dosen
pengampu mata kuliah Biopsikologi yang telah membimbing saya sehingga jurnal ini dapat
terselesaikan. Saya juga mengucapan terimakasih untuk orangtua yang selalu memberikan
dukungan moril bagi saya dan teruntuk semua pihak yang telah bersedia memberikan data
sehingga penelitian ini rampung. Tak lupa ucapan terimakasih untuk teman-teman yang sedia
menemani, menyemangati, membantu dan mendukung setiap penelitian ini sehingga berjalan
dengan baik.

REFERENSI

Agustin wahyuningsih, E. R. (februari 2013). Kesejahteraan psikologispada Orang dengan Lupus (Odapus)
Wanita Usia dewasa awal berstatus menikah. jurnal psikologi klinis dan kesehatan mental, hlm
3.
Akbar, A. (2014). Olahraga dalam Perspektif Hadist. Skripsi.
Fransisca Iriani, N. (Juni 2005). Gambaran Kesejahteraan Psikologis Pada Dewasa Muda Ditinjau Dari
Pola Attachment. Jurnal Psikologi.
fresh, s. (n.d.). Retrieved from Manfaat Olahraga untuk psikologis remaja:
http://www.sehatfresh.com/manfaat-olahraga-untuk-psikologis-remaja/
Kebudayaan, D. d. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Lukmana, R. C. (n.d.). HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS OLAHRAGA DENGAN KEMAMPUAN
MEMECAHKAN MASALAH . Jurnal Pendidikan Jasmani.
Moch Fahmi Abdulaziz, D. B. (2016). MOTIVASI MAHASISWA TERHADAP AKTIVITAS OLAHRAGA PADA.
Journal of Physical Education, Health and Sport.
Sativa, A. R. (2011). SYUKUR DAN HARGA DIRI DENGAN KEBAHAGIAAN REMAJA. Jurnal Psikologi
Universitas Gadjah Mada.
Sumaryanto. (2012). PERSPEKTIF FILSAFAT OLAHRAGA DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT SEHAT.
Medikora, Vol. 1.
Wardiyah, M. (2013). Group Positive psychoterapy untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis
remaja. Jurnal sains dan praktik psikologi, 139 - 125.

Anda mungkin juga menyukai