Anda di halaman 1dari 10

Pengembangan Bahasa Indonesia di Era Revolusi 4.

Oleh Hurip Danu Ismadi1 dan Novi Sylvia2

Latar Belakang

Beberapa waktu lalu para ilmuwan di Pusat Penelitian di Almaden telah berhasil
menjalankan kalkulasi komputer kuantum yang paling rumit hingga saat ini. Mereka berhasil
membuat seribu triliun molekul yang didesain khusus dalam sebuah tabung menjadi sebuah
komputer kuantum 7-qubit yang mampu memecahkan sebuah versi sederhana perhitungan
matematika yang merupakan inti dari banyak di antara sistem kriptografis pengamanan
data (data security cryptographic system). Hal itu memberi peluang akan terjadinya
pengklonaan (cloning) berbagai objek ilmu pengetahuan, tidak terkecuali dalam
pengembangan bahasa, khususnya pengayaan kosakata (Korpus Indonesia). Oleh karena
itu, diperlukan pemikiran baru, yaitu pengembangan pengklonaan kosakata dari bahasa
resmi yang digunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu Tionghoa, Inggris,
Prancis, Rusia, Arab, dan Spanyol, ke dalam bahasa Indonesia. Ini akan menjadi lompatan
baru dalam kosakata bahasa Indonesia. Dengan aplikasi baru berkecepatan komputasi
kuantum seperti di atas, perlu adanya terobosan ekperimentasi. Ahli teknologi informasi
perlu diajak berpikir untuk merancang dan menangkap miliaran kosakata yang melayang di
dunia siber ini: bagaimana kosakata yang melayang tersebut dapat ditangkap melalui
aplikasi tertentu. Pengembangan bahasa perlu diarahkan ke berbagai aplikasi baru. Ini
merupakan sebuah pemikiran di era Revolusi Industri 4.0.

Welsch and Fischer (2016) menyatakan bahwa Revolusi Industri 4.0 berdampak pada
berkembangnya berbagai bidang sebagai konsekuensi dari adanya penemuan teknologi
terbaru seperti desain perangkat lunak tertentu. Schwab (2016) menambahkan bahwa
dampak tersebut terjadi pada semua aspek bukan hanya apa yang kita kerjakan melainkan
juga siapa diri kita. Bahasa, termasuk di dalamnya, merupakan aspek yang berkenaan
dengan identitas diri kita.

Pengembangan Korpus Indonesia: Sebuah Pengklonaan Bahasa


Kita bisa mengambil jutaan buku, jurnal internasional, majalah, koran, artikel, dan
sebagainya dalam suatu aplikasi Klona Bahasa (nama yang saya berikan). Namun, para
ahli bahasa menamakannya Korpus Indonesia. Berbagai negara sudah mengembangkan
ini sampai dengan 150 juta kosakata. Mengapa kita tidak mempercepat? Kosakata bahasa
resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terdiri atas enam bahasa tersebut sudah
sangat luar biasa banyaknya. Seandainya kosakata tersebut saling silang dimuat dalam
kamus besar, hal itu akan mempercepat dan memperkaya kosakata bahasa Indonesia.
Dunia mengalami disrupsi, tetapi era ini (Revolusi Industri 4.0) juga menyediakan berbagai
kemungkinan, antara lain:  

1. terhubungnya jutaan manusia melalui perangkat bergerak;

2. adanya daya proses yang sangat cepat dan masif;

3. adanya kemampuan penyimpanan yang hampir tak terbatas;

4. adanya akses pengetahuan, hiburan, bisnis, edukasi, dsb. yang hampir tak terbatas;

5. terjadinya berbagai terobosan baru yang sangat luas.

Aplikasi Klona Bahasa merupakan aplikasi yang dikembangkan untuk merekam dan
mendokumentasikan kosakata yang dipakai oleh pengguna internet dari semua bahasa.
Kosakata yang terekam tersebut didokumentasikan untuk mengembangkan kosakata yang
terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan melakukan peminjaman kosakata
dari bahasa lain. Sejarahnya, pola tipologi suatu bahasa berkembang dengan cara
meminjam kosakata dari bahasa lain. Contoh kosakata yang sudah dipinjam
adalah railway, airport, jetlag, turbo, servo, shampoo, chutney atau bungalow yang menjadi
item leksikal karena adanya inovasi teknologi pada era Revolusi Industri 1.0 (Welsch dan
Fischer, 2016).

Peminjaman kosakata dari bahasa lain juga terjadi pada pengembangan kosakata bahasa
Inggris. Shampoo, chutney atau bungalow merupakan kosakata yang berasal dari bahasa
India melalui perdagangan kolonial. Sementara itu, kosakata dalam bahasa Jerman
seperti fesch, dressman, smoking, handy, controlling, dan beamer dipengaruhi oleh adanya
kosakata bahasa Inggris. Menurut Welsch dan Fischer (2016), tiga alasan utama dalam
peminjaman kosakata tersebut adalah (1) kosakata yang belum ada seperti laser, (2)
kosakata yang secara konvensional dan internasional digunakan seperti computer, key
account, dan CEO, serta (3) kosakata dan frasa yang menjadi lebih “canggih” jika diambil
dari bahasa Inggris seperti last not least, just-in-time, dan state-of-the-art. Inovasi teknologi
seperti internet diprediksi akan mengakibatkan adanya back-translations atau kosakata
yang telah dipinjam kembali ke bahasa sumbernya dengan makna yang terpisah dari
makna aslinya. Peminjaman kosakata dari bahasa lain akan tetap ada dengan hipotesa:
makin tinggi level pendidikan atau status sosial, makin banyak peminjaman kosakata yang
dilisankan seseorang.

Perkembangan internet pada era Revolusi Industri 4.0 dapat mempercepat adanya
peminjaman kosakata dari bahasa lain. Gee dan Hayes (2016) menyatakan bahwa media
digital dengan cepat memengaruhi penggunaan bahasa yang bervariasi antarragam: formal
dan informal, small talk dan big talk, social bonding dan social distance. Namun, untuk
benar-benar mengetahui arti dari suatu kosakata, seseorang harus memiliki pengalaman
terhadap kata tersebut. Definisi/makna yang terdapat di dalam kamus tidak cukup untuk
menjelaskan arti sebuah kata. Di tambah lagi, satu individu dengan individu lainnya dapat
memiliki pengalaman yang berbeda terhadap suatu kata. Meskipun demikian, makna/arti
suatu kata tetap dianggap sama karena adanya kelompok sosial dengan interaksi antar-
individu di dalamnya. Pada era digital, setiap individu memiliki kesempatan yang sama
untuk membagi pengalaman mereka.

Ananiadou, McNaught, dan Thompson (2016) mengungkapkan bahwa teknologi bahasa


yang berbasis aplikasi, alat, dan layanan dapat menjadi solusi komunikasi antar-individu
yang terhalang oleh adanya perbedaan bahasa. Kualitas aplikasi terjemahan yang sudah
dikembangkan, sayangnya, tidak selalu sesuai dengan apa yang seharusnya. Kuantitas
penerjemahan bahasa Inggris ke bahasa lain juga masih sedikit. Sebaliknya, penerjemahan
bahasa lain ke bahasa Inggris sudah cukup memadai. Hal itu dapat dipengaruhi fakta
bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling umum digunakan oleh
pengguna internet, diikuti oleh bahasa Jerman dan bahasa Spanyol.

Dalam era digital, teknologi bahasa membantu manusia dalam berkolaborasi, berbisnis,
berbagi pengetahuan, dan berpartisipasi dalam perdebatan sosial dan politik terlepas dari
permasalahan bahasa dan keahlian menggunakan komputer. Contoh keterlibatan bahasa
dalam penggunaan teknologi adalah (1) menemukan informasi dengan mesin pencari, (2)
mengecek ejaan dan tata bahasa dengan prosesor kata, (3) mengikuti petunjuk lisan dari
sebuah sistem navigasi, dan (4) menerjemahkan halaman (web) melalui layanan daring.
Kekurangan yang masih ada dalam perkembangan teknologi bahasa yang sekarang adalah
penggunaan pendekatan statistik yang tidak tepat serta pengetahuan dan metode linguistik
yang tidak diterapkan secara lebih mendalam. Ananiadou, McNaught, dan Thompson
(2016) menekankan bahwa bahasa manusia bersifat ambigu. Ambiguitas menciptakan
tantangan pada berbagai level pengembangan mesin penerjemahan. Makna kata dalam
level leksikal, misalnya, dapat berbeda lagi pada level sintaks. Selain itu, popularitas
aplikasi media sosial seperti Twitter dan Facebook mengusulkan adanya kebutuhan akan
teknologi bahasa yang canggih yang dapat memonitor postingan, menyimpulkan diskusi,
menyarankan tren pendapat, mendeteksi respon emosional, atau mengidentifikasi
pelanggaran hak cipta.

Potensi Pengembangan Aplikasi Klona Bahasa

Srinivasa Iyengar Ramanujan (SIR) adalah seorang ahli matematika asal India yang


terkenal dengan kontribusinya dalam pengembangan analisis matematika, teori
bilangan, barisan takterhingga, dan pecahan berkelanjutan.

Dia adalah seorang autodidak. Oleh ahli matematika Inggris, G.H.Hardy, Ramanujan


dikatakan sekelas dengan ahli matematika seperti Euler, Newton, Gauss, dan Archimedes.
Sumbangannya yang tak terhingga adalah dalam pengembangan matematika kuantum,
yang juga memberikan dasar pengembangan pada algoritma yang digunakan dalam
superkomputer, termasuk komputasi kuantum. Selain itu, yang paling indah adalah teorinya
(SIR) menghiasi teori fisika kuantum yang digunakan oleh Stephen Hawking dalam
menemukan lubang hitam (black holes).

Komputasi kuantum telah lama terasa seperti salah satu teknologi yang 20 tahun datang
lebih cepat, dan akan selalu demikian. Akan tetapi, saat ini menjadi pijakan tahun yang di
dalamnya terjadi pengembangan komputasi kuantum yang berlaku tidak hanya dalam
penelitiannya saja. Komputasi kuantum saat ini sudah menjadi aplikasi bagaikan raksasa,
menjelma menjadi raksasa baru dalam aplikasi Google dan Microsoft. Ambisi mereka
mencerminkan transisi yang sangat luas dan kompleks yang terjadi di laboratorium
penelitian dan pengembangan akademis: bergerak dari sains murni menuju rekayasa.

Google mulai mengerjakan sebuah bentuk komputasi kuantum yang memanfaatkan


superkonduktivitas dan melakukan perhitungan yang berada di luar jangkuan
superkomputer ‘klasik’ paling kuat—sebuah tonggak yang sulit dipahami yang dikenal
sebagai supremasi kuantum. Saingannya, Microsoft, bertaruh pada konsep yang menarik,
tetapi belum terbukti, yaitu komputasi kuantum topologi, dan berharap bisa melakukan
demonstrasi teknologi tersebut. Bayangkan sebuah superkomputer, komputer tercanggih,
berkecepatan lebih besar ribuan kali dari komputer rumah atau kantor. Komputer ini tidak
hanya berada di pusat-pusat teknologi tinggi dunia, seperti di Silicon Valley, NASA, kantor
pusat IBM, pusat riset nuklir, dan mungkin, di markas besar CIA. Komputer biasa
berkecepatan miliaran instruksi per detik (seperti Intel Core). Superkomputer berkecepatan
triliunan instruksi per detik.

Apa hubungannya dengan bahasa? Menarik untuk dibahas. Bahasa adalah aksentuasi
pemikiran dalam wujud kata dan kalimat. Makin kompleks pemikiran yang ada, makin
kompleks juga aksentuasi kata atau kalimat yang akan digunakan dalam menyatakan
pemikiran tersebut. Berbagai penemuan baru membutuhkan kosakata baru dalam
menguraikannya. Oleh karena itu, bahasa mempunyai fungsi intrinsik, sebagai suatu sistem
pengacuan yang menghubungkan dunia konsep dengan lambang verbal.

Demikian pula, bahasa memiliki fungsi sosial yang sifatnya komunikatif, ekspresif, dan
integratif. Walaupun diakui bahwa fungsi komunikatif itu merupakan fungsi sosial bahasa
yang primer, pada hakikatnya bahasa adalah aksentuasi pemikiran dalam simbol dan
lambang bunyi. Pemikiran yang tak terbatas perlu dijelaskan dalam bahasa yang kaya akan
makna.

Ketika William Shakespeare (WS) mencipta Hamlet, kosakata dalam bahasa Inggris sangat
terbatas untuk mewadahi pemikiran karyanya tersebut. WS akhirnya menciptakan kosakata
berdasarkan insting dan bunyi di alam raya yang dia saksikan. Tercetuslah berbagai
kosakata baru tersebut. Di situlah James Murray (penyusun pertama Oxford English
Dictionary) mengambil pelajaran, bahwa dunia alam ini memberikan pelajaran berharga
akan kosakata (words). Itulah yang akhirnya memberikan gagasan/ide baru tentang
menjemput kosakata yang dimiliki oleh masyarakat dunia, khususnya dalam bahasa
Inggris. Masyarakat dunia diminta menyumbang kosakata baru dengan sistem manual,
yaitu kartu kata (katalog kata). Era RVI 4.0 menghamparkan seluas samudra dan sejembar
galaksi kosakata yang bertebaran di dunia maya. Tinggal siapa yang mau menjemputnya
dengan perangkat yang lebih canggih. Sebuah program tentu berangkat dari suatu
ide/gagasan, kemudian diuraikan melalui deskripsi/pemaparan, dan yang lebih nyata perlu
rencana aksi. Siapa lagi kalau bukan kita?

Program yang sudah dikembangkan yang berkaitan dengan penghimpunan kosakata


adalah Kamus 4.0. Kamus 4.0 merupakan platform kamus multibahasa daring yang
dikembangkan untuk mendokumentasikan bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Kamus
tersebut menggunakan 100 daftar kata Leipzig-Jakarta yang berasal dari bahasa Inggris
dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, Madura, Bima, Ternate,
Tidore, Melayu Palembang, Batak Mandailing, Melayu, dan Minangkabau. Kamus yang
dikembangkan pada era Revolusi Industri 4.0 ini akan terus dikembangkan dengan
menghimpun data dari kamus cetak bahasa daerah. Targetnya adalah 707 bahasa daerah
yang masih aktif digunakan di Indonesia. Pengembangan program kecerdasan buatan
(artificial intelligence) seperti ini memungkinkan dapat dihasilkannya Aplikasi Klona Bahasa
yang menghimpun kosakata yang tersebar di internet dari berbagai bahasa yang berbeda.

Tim Pengembangan Bahasa

Berkembangnya ide pohon kamus dan Korpus Indonesia yang sudah dan akan
dilaksanakan perlu dipercepat. Lima juta kosakata dalam Korpus harus cepat
dikembangkan. Tahap selanjutnya adalah apa yang dinamakan Klona Bahasa. Dengan
pengklonaan ini pengembangan bahasa bisa lebih cepat, asalkan kita bisa memasukkan
semua kosakata dari buku, jurnal, dsb. yang ada di dunia maya ini dengan cara berkerja
sama dengan berbagai lembaga di seluruh dunia untuk saling tukar buku elektronik/e-
books dan jurnal elektronik/e-journal terutama berkasnya. Ide dasarnya seperti Facebook
yang mengeluarkan bitcoin atau uang kripto yang dapat mensejajarkan seluruh mata uang
di dunia. Di dalam dunia Bahasa, aplikasi Klona Bahasa menyejajarkan kosakata di seluruh
dunia. Bahasa yang tidak ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diambil dari
Webster, Oxford atau kamus yang lain. Setidaknya ada enam bahasa PBB. Senyampang
Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asailex (Asia Lexicography) tahun 2020 nanti di
Yogyakarta, ini kesempatan emas untuk menggelar gagasan ini.

Itulah ide pohon kamus. Terinspirasi dari kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan dulu. Ada pohon
filsafat. KBBI dengan dukungan kamus bahasa daerah yang sudah ratusan jumlahnya,
kamus bidang ilmu sekitar 400 ribuan lema, belum lagi ditambah lema kamus bahasa PBB
tersebut. Indah sekali rasanya membayangkan kekuatan kosakata yang meledak di kamus
dunia maya tersebut.

Kata Kunci: Memadankan kosakata, aplikasi klona bahasa, pengembangan bahasa


Indonesia

Referensi:    

Ananiadou, Sophia, John McNaught, dan Paul Thompson. 2016. The English Language
in The Digital Age. White Paper Series. Springer Nature.

Gee, James Paul dan Elisabeth Hayes. 2011. Language and Learning in The Digital
Age. Routledge.

        Schwab, Klaus. 2016. The Fourth Industrial Revolution. Switzerland: World Economic


Forum.

Welsh, Dominic dan Clemens Fischer. 2016. Social and Linguistic Change in The Era
of The Digital Economy (I4.0).

1
 Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan Bahasa dan
Perbukuan.

2
 Subbidang Pemasyarakatan Sastra, Bidang Pemasyarakatan, Pusat Pembinaan Bahasa
dan Sastra.
Sumber dari :
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/2987/pengembangan-bahasa-
indonesia-di-era-revolusi-40 Diakses tanggal 13 oktober 2020
Esensi dan Eksistensi Penggunaan Bahasa
Indonesia di Era Globalisasi
Jumat, 21 Agustus 2020 | 16:35

Bahasa merupakan gerbang utama bagi manusia agar bisa mendapatkan  pemahaman
dan ilmu pengetahuan. Menurut Plato, seorang filsuf dan matematikawan asal Yunani
“Bahasa adalah pernyataan yang ada pada pikiran seseorang dengan memakai
perantara rhemata (ucapan) serta onomata (nama benda) yang merupakan cerminan
ide seseorang dalam arus udara dengan melalui suatu media yaitu mulut.” Secara
sederhana, bahasa merupakan sebuah alat untuk dapat terhubung dengan manusia
lainya. Namun,  jika dikaji lebih  jauh, bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat
untuk berkomunikasi, dalam hal ini bahasa merupakan media untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan
sebagai sebuah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat arbitrer, produktif, dinamis,
beragam dan manusiawi.

BACAJUGA
Omnibus Law dalam Pemerintahan Omnipotent
Cari Ibumu, Minta Doanya agar Corona Menjauh
Bahasa mempunyai beberapa fungsi tertentu yang dapat digunakan berdasarkan
kebutuhan seseorang. Karena fungsinya yang sangat beragam, sehingga bahasa bisa
digunakan sebagai media ekspresi diri, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan
sebagai alat untuk beradaptasi sosial dalam lingkungan. Melalui bahasa kita juga dapat
menilai bagaimana karakteristik seseorang, sebab dari tutur kata yang diucapkan akan
terlihat kualitas diri dari seseorang tersebut. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, bahasa merupakan suatu hal yang fundamental. Hal tersebut diperkuat
dengan adanya  UU no 24 tahun 2009 tentang “Bendera, bahasa, dan lambang
negara.” Sejatinya, bahasa menjadi alat ucap yang digunakan oleh sesama masyarakat
pada suatu negara, dengan bahasa masyarakat dapat berinteraksi satu sama lain dan
bersosialisasi.

Saat ini kita telah memasuki era globalisasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
menyatakan bahwa “Globalisasi adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia.”
Globalisasi dapat mempengaruhi semua aspek dalam kehidupan, termasuk bahasa.
Seiring berjalanya waktu, bahasa terus mengalami perkembangan serta mengalami
adaptasi dengan lingkungan di era globalisasi. Di dalam ruang lingkup kecil yaitu di
dalam keluarga, masyarakat Indonesia mayoritas  menggunakan bahasa daerah untuk
berkomunikasi, sementara pada ruang lingkup yang lebih luas dan bersifat resmi,
masyarakat Indonesia lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan. Dengan dicetuskannya Bahasa Melayu-Riau sebagai bahasa Indonesia
pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 lalu, perkembangan bahasa Indonesia terus
meningkat. Di balik arus permasalahan kebahasaan yang terjadi di Indonesia, bahasa
daerah tetap dijaga eksistensinya dan esensinya, sesuai dengan trigatra bangun
bahasa .

Menilik pada pemakaian bahasa Indonesia yang terjadi di kalangan masyarakat, terjadi
banyak fenomena negatif di tengah masyarakat Indonesia, misalnya banyak orang
Indonesia yang merasa bangga memperlihatkan kemahiran nya menggunakan bahasa
Inggris meskipun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Fenomena
seperti ini jika tidak cepat ditanggapi dan dicari solusinya maka akan menyebabkan
eksistensi serta esensi bahasa Indonesia memudar, sehingga hal tersebut perlu
ditanggapi sedari dini. Namun, usaha pemerintah untuk mewujudkan cita-cita sumpah
pemuda yang menjunjung tinggi bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia pantas
diberi acungan jempol. Di tengah era globalisasi ini usaha masyarakat Indonesia untuk
tetap mempertahankan bahasa Indonesia dengan cara menjadikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa formal yang tetap digunakan walaupun hanya pada situasi formal. Hal
tersebut merupakan salah satu upaya pelestarian bahasa Indonesia yang bak dan
benar di tengah perkembangan globalisasi.

Globalisasi juga dapat ditandai dengan munculnya serta berkembangannya teknologi.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “Teknologi adalah keseluruhan sarana
untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan hidup dan
kenyamanan manusia.” Perkembangan globalisasi pada abad ke-21 ini sangat pesat
jika dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh
perkembangan teknologi yang sangat cepat, sehingga komunikasi antar manusia di
negara-negara yang terpisah jauh pun dapat dilakukan dengan praktis tanpa perlu
memakan waktu yang lama. Percepatan serta perpindahan informasi ini kemudian juga
mempercepat proses keterkaitan dan ketergantungan antar manusia di dunia.
Hubungan-hubungan langsung seperti perdagangan pun semakin kuat dengan adanya
berbagai metode untuk berinteraksi, misalnya dengan memanfaatkan jaringan internet,
gawai, ataupun pos elektronik. Selain mendorong adanya keterbukaan informasi di
berbagai belahan dunia, teknologi informasi pada abad ke-21 ini juga mendukung
kebebasan masyarakat untuk menyuarakan pendapat, opini, dan ideologi yang
terkadang membahayakan budaya dan bahasa di suatu negara. Hal seperti ini
merupakan salah satu dampak negatif dari era globalisasi, karena nilai-nilai luhur yang
terdapat pada suatu bangsa dapat luluh dan dapat dengan mudah terkikis oleh arus
globalisasi yang relatif lebih kuat, seperti mempengaruhi budaya berbahasa. Fenomena
globalisasi yang semakin kuat sehingga menghadirkan tren-tren bahasa yang
berkembang di dalam maupun luar negeri. Tren-tren bahasa tersebut bisa langsung
berkembang  menjadi bahasa sehari-hari oleh masyarakat Indonesia seperti
penggunaan kata download dan upload yang sangat mendarah daging pada kalangan
masyarakat Indonesia. Hal tersebut tentu tidak dapat dihindari, karena bahasa-bahasa
lain di dunia juga banyak yang dipengaruhi oleh bahasa asing maupun
bahasa slang dari negara mereka sendiri.
Bahasa Indonesia merupakan jati diri bangsa Indonesia, bahasa Indonesia juga
merupakan identitas bangsa. Pada era globalisasi sekarang ini bahasa Indonesia perlu
dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini sangat
diperlukan agar eksistensi serta esensi dari bahasa Indonesia tidak semakin memudar
penggunaanya khususnya di ruang publik. Melalui ajang Pemilihan Duta Bahasa
Sumatera barat 2020, saya hadirkan Basindo Mendunia. Basindo Mendunia merupakan
singkatan dari Bahasa Indonesia Mendunia. Basindo Mendunia hadir untuk
mengembalikan eksistensi serta esensi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar secara bertahap dan berkelanjutan. Program Basindo Mendunia juga mempunyai
visi untuk melakukan internasionalisasi bahasa Indonesia dengan sasaran utama anak-
anak. Meningkatkan kecintaan serta pemahaman akan bahasa Indonesia yang baik dan
benar ke ranah publik khususnya kepada anak-anak merupakan salah satu langkah
pasti untuk mewujudkan cit-cita bangsa Indonesia untuk melakukan internasionalisasi
bahasa Indonesia. Dengan konsep dwi bahasa (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris),
diharapkan anak-anak tersebut mampu untuk membawa bahasa Indonesia ke kancah
dunia melalui forum tingkat internasional. (*)
Oleh Yola Angela/Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris’18 UNP

https://hariansinggalang.co.id/esensi-dan-eksistensi-penggunaan-bahasa-indonesia-di-era-globalisasi/

Di akses 13 oktober 2020

Anda mungkin juga menyukai