ID Perluasan Merek Strategi Jitu Peluncuran
ID Perluasan Merek Strategi Jitu Peluncuran
PRODUK BARU”
Michael Adiwijaya
PENDAHULUAN
Kegiatan pemasaran adalah kegiatan penawaran suatu produk sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan konsumen. Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi,
dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat kebutuhan dan
keinginan konsumen turut berkembang secara dinamis dari waktu ke waktu. Hal
tersebut berdampak besar dalam dunia pemasaran, dimana para pemasar berusaha
untuk selalu dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Bahkan dalam tahapan yang lebih tinggi seorang pemasar dapat menciptakan
kebutuhan dan keinginan konsumen melalui inovasi ataupun melalui kegiatan edukasi
pemasaran.
Di dalam era globalisasi pasar, dimana perusahaan nasional kini tidak bisa lagi
menganggap pasar domestik sebagai captive marketnya. Terbentuknya pasar global
memungkinkan para pemain dari seluruh dunia bebas bermain di pasar domestik
manapun. (Kartajaya;2002) Hasilnya adalah tersedianya banyak pilihan bagi konsumen
untuk membeli produk dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan keinginannya.
Di tengah maraknya persaingan dan membanjirnya penawaran produk dengan
ratusan bahkan ribuan merek di pasar baik dari dalam dan luar negeri maka bertambah
pula pekerjaan rumah bagi pemasar untuk dapat bertahan dan berhasil di pasar.
Tantangan tersebut dapat direspon dengan cara membentuk identitas produk yang kuat
atau yang lazim kita kenal dengan istilah ekuitas merek yang kuat.
Membangun ekuitas merek yang kuat adalah isu utama bagi pihak top
manajemen karena hal tersebut ikut menentukan nilai dari sebuah perusahaan. Salah
satu contoh efek dari ekuitas merek yang kuat adalah meningkatnya nilai harga saham
di pasar uang. Transaksi penjualan saham PT Handjaja Mandala Sampoerna Tbk
senilai Rp 18,58 triliun oleh PT Philip Morris Indonesia Tbk merupakan salah satu
contoh nyata. (KOMPAS, 19 Maret 2005)
Menurut Angky Camaro, CEO Bisnis Lokal PT H.M Sampoerna Tbk
menyatakan bahwa yang sebenarnya dibeli oleh Philip Morris adalah kultur yang
termasuk bagian dari ekuitas merek Sampoerna sebesar US$ 4 Milliar sedangkan nilai
buku aset Sampoerna seperti mesin, gedung, dan sebagainya hanya dihargai sekitar
US$ 1 Miliar. (SWAsembada, Juli 2005)
Jika suatu produk telah memiliki ekuitas merek yang kuat, maka dengan
mudahnya mereka dapat mengembangkan mereknya melalui berbagai macam strategi
seperti co-branding, brand extention, line extension serta beberapa strategi
pengembangan merek lainnya. Perluasan merek atau brand extension dewasa ini lazim
digunakan oleh perusahaan – perusahaan di Indonesia sejak adanya krisis ekonomi dan
moneter pada tahun 1997.
Menurut Yadi Budhisetiawan, Managing Director Force One ”Selling &
Distribution Consultant menyatakan bahwa untuk membangun brand awareness produk
baru sebelum krisis moneter dibutuhkan biaya iklan rata - rata Rp 2 – 3 Miliar,
sedangkan setelah krisis biaya iklan yang dibutuhkan meningkat menjadi rata – rata Rp
6 – 8 Miliar.
Kondisi ini tentunya membuat perusahaan berpikir dua kali dalam meluncurkan produk
baru dengan menggunakan merek yang benar – benar baru. Sehingga strategi perluasan
merek merupakan salah satu alternatif di dalam mensiasati kondisi tersebut.
Berikut beberapa contoh strategi perluasan merek yang digunakan oleh
perusahaan dalam meluncurkan produk barunya seperti merek Bodrex dari lini produk
obat sakit kepala yang diperluas variannya menjadi lini produk obat flu, merek
Lifebouy dari lini produk sabun yang diperluas variannya menjadi lini produk shampo.
Selain itu masih ada banyak contoh – contoh produk baru lainnya dengan strategi
perluasan merek yang dapat ditemui oleh konsumen.
TINJAUAN PUSTAKA
Merek
Definisi merek menurut Asosiasi Pemasaran Amerika (Kotler;2003) adalah suatu
nama, simbol, tanda, atau desain atau kombinasi diantaranya, dan ditujukan untuk
mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual dan
untuk membedakannya dari para pesaingnya.
Kotler menambahkan bahwa suatu merek adalah suatu simbol yang komplek yang
menjelaskan enam tingkatan pengertian, yaitu:
- Atribut produk
Merek memberikan ingatan pada atribut - atribut tertentu dari suatu produk,
misalnya jika kita mendengar merek Nutrisari, tentunya kita teringat akan
minuman rasa jeruk.
- Manfaat
Atribut - atribut produk yang dapat diingat melalui merek harus dapat
diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik secara fungsional dan manfaat secara
emosional, misalnya atribut kekuatan kemasan produk menterjemahkan manfaat
secara fungsional dan atribut harga produk menterjemahkan manfaat secara
emosional yang berhubungan dengan harga diri dan status.
- Nilai
Merek mencerminkan nilai yang dimiliki oleh produsen sebuah produk, misalnya
merek Sony mencerminkan produsen elektronik yang memiliki teknologi yang
canggih dan modern.
- Budaya
107 MODERNISASI, Volume 1, Nomor 2, Juni 2005
Identitas Merek
Identitas suatu merek adalah pesan yang disampaikan oleh suatu merek
melalui bentuk tampilan produk, nama, simbol, iklan, dsb. Identitas merek berkaitan
erat dengan citra merek (brand image) karena citra merek merujuk pada bagaimana
persepsi konsumen akan suatu merek.
Fakta di lapangan adalah seringkali dijumpai bahwa ada perbedaan persepsi
antara pesan yang hendak disampaikan oleh pemasar dengan pesan yang diterima oleh
konsumen Disinilah letak tantangan seorang pemasar di dalam merencanakan pesan
sebuah merek yang hendak dikomunikasikan kepada target pasar yang hendak dituju.
(Doyle;1998)
Brand
Core
Culture Brand
Style
Physical Reflection
Brand
Relationship Themes
Sumber:
Kapfferer J N.,1994 Strategic Brand Management, Free Press, New York
Sedangkan lapisan terakhir dalam piramida adalah brand themes, yaitu cara
bagaimana suatu merek dikomunikasikan melalui iklan, publikasi, kemasan, dsb. Tema
sebuah merek terdiri dari tampilan fisik dari suatu produk seperti warna, logo, dan
kemasan; refleksi dari merek, misalnya endoserser iklan; dan hubungan yang
diekspresikan,misalnya glamor, bersahabat.
Dengan mengerti dan memahami konsep piramida merek akan membantu
pemasar dalam menciptakan, merencanakan, memelihara, mengembangkan, serta
mengkomunikasikan identitas merek produk atau perusahaan.
Ekuitas Merek
Kotler dan Amstrong (2004) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek
pembeda positif dari respon konsumen atas suatu barang dan jasa sebagai akibat dari
pengetahuan konsumen atas nama merek dari barang dan jasa tersebut.
Hasil suatu studi konsumen di Amerika menyatakan bahwa 72 % dari
konsumen akan membayar harga premium sebesar 20 % lebih tinggi terhadap merek
yang dipilihnya dibandingkan dengan harga dari merek – merek pesaing produk yang
dipilihnya. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa sebuah produk yang
memiliki ekuitas merek yang tinggi memberikan keunggulan kompetitif untuk dapat
bertahan, bersaing dan bahkan menjadi market leader dalam era hypercompetition.
Product Category
Existing New
Multibrands New
New Brands
Source:
Kotler P & Amstrong G., 2004 “Principle of Marketing”, 10th edition / International
Edition, Prentice Hall, New Jersey
109 MODERNISASI, Volume 1, Nomor 2, Juni 2005
Dari hasil studi kasus tersebut, dapat diketahui bahwa penggunaan strategi
perluasan merek sudah banyak digunakan dan bahkan mendominasi dalam setiap
peluncuran produk – produk baru bukan hanya di Indonesia saja tetapi juga di negara –
negara lainnya. Selain itu sebagian besar dan bahkan hampir seluruh praktisi
pemasaran juga setuju dengan penggunaan strategi perluasan merek dalam peluncuran
produk baru.
Dengan adanya data – data serta informasi – informasi yang mendukung
strategi perluasan merek, bukan berarti strategi pengembangan merek ini tidak
memiliki kelemahan ataupun kekurangan.
Berikut ini beberapa kelemahan dari strategi perluasan merek yang terdapat dalam
jurnal marketing, ”Brand Extension Is Not A Low Risk Option That Firms Think It Is”
menyatakan:
1. Minat pembelian konsumen untuk produk dengan merek baru 10 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan perluasan merek. Hal ini disebabkan karena rasa ingin tahu
konsumen akan adanya merek baru membuat mereka berminat untuk mencoba
produk baru tersebut.
2. Pesan yang disampaikan merek dengan perluasan harus cukup berbeda dengan
merek induknya. Karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Milward
Brown menyatakan bahwa kegiatan periklanan yang dilakukan untuk perluasan
merek baru hanya mendapatkan tingkat awareness sebesar 65 %. Hal ini
disebabkan konsumen tidak melihat produk baru tersebut sebagai sesuatu yang
baru karena masih terpaku pada merek induknya.
Menyadari dan mempertimbangkan bahwa strategi perluasan merek juga
memiliki keterbatasan dan kelemahan dalam aplikasinya, maka perusahaan juga perlu
untuk mempelajari mengapa perluasan merek dapat gagal di pasar. Ada tiga faktor
utama penyebab kegagalan sebuah strategi perluasan merek (Wing,2004) yaitu:
a. Tidak adanya perbedaan dari merek induk
b. Kualitas produk kurang baik
c. Tidak adanya support pemasaran yang baik.
Dari ketiga faktor utama kegagalan tersebut diatas maka perusahaan harus
benar – benar mempersiapkan produk baru yang akan diluncurkan dimana atribut –
atribut produk harus berbeda dengan atribut – atribut produk merek induk. Pemasar
hendaknya tidak hanya mengandalkan ekuitas merek yang tinggi dari merek induk saja
tetapi juga harus menyediakan aktivitas – aktivitas pemasaran pendukung untuk
memperkuat posisi dari produk baru tersebut.
KESIMPULAN
Dari uraian penjelasan mengenai strategi perluasan merek, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa di dalam era hypercompetition ini perusahaan perlu cerdik dan jeli
dalam melihat kondisi pasar dan juga kondisi lingkungan pemasaran di dalam kaitan
apabila perusahaan hendak melakukan peluncuran produk baru.
Strategi perluasan merek memudahkan produk baru untuk segera meraih
pangsa pasar, tetapi yang harus diperhatikan bahwa tetap ada resiko karena produk
tersebut masih terkait dengan persepsi konsumen akan citra merek induk. Banyak
perdebatan yang muncul dari berbagai pihak dimana ada pihak – pihak yang setuju /
pro tetapi tidak sedikit juga pihak – pihak yang kontra dan meremehkan penggunaan
strategi ini.
Tidak ada peluncuran produk baru, baik dengan merek yang benar – benar
baru ataupun dengan menggunakan strategi perluasan merek yang tanpa beresiko.
Semuanya beresiko bahkan menurut Kotler professor pemasaran internasional dari
Northwestern Kellogg Graduate School of Management di Chicago menyatakan bahwa
90% dari produk baru biasanya gagal di pasar. Disini peran manajer pemasaran
sangatlah besar dalam mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk
mendukung sukses atau tidaknya suatu produk yang diluncurkan di pasar.
111 MODERNISASI, Volume 1, Nomor 2, Juni 2005
DAFTAR PUSTAKA
Dalrymple J D & Parsons L J., 2000 “Marketing Management: Text & Cases”, 7th
edition, John Wiley & Sons Inc, New York.
Doyle P., 1998 “Marketing Management & Strategy”, 2nd edition, Prentice Hall Inc –
Europe.
Gani E K, 2005 “Membeli Culture Senilai US$ 4 Miliar”, SWAsembada edisi bulan
Juli, PT Temprint, Jakarta
Kotler P., 2003 “Marketing Management”, 11th edition / International Edition, Prentice
Hall, New Jersey.
Kotler P & Amstrong G., 2004 “Principle of Marketing”, 10th edition / International
Edition, Prentice Hall, New Jersey
Wing H, 2005 “New Brand Versus Extensions”, Proquest Journal January, Centaur
Communication Limited, London
Wing H, 2004 “Brand Extension Is Not A Low Risk Option That Firm Think It Is”,
Proquest Journal August, Haymarket Business Publications Ltd, Hongkong