Anda di halaman 1dari 22

KANKER TIROID

Asal Sel varian agresif menjadi


sel epitel folikular kanker tiroid karsinoma tiroid papiler, karsinoma tall cell,
berdiferensiasi baik karsinoma tiroid folikular, karsinoma insular,
karsinoma sel Hurthle kanker tiroid berdiferensiasi buruk,
karsinoma anaplastik tiroid
kanker tiroid
berdiferensiasi buruk
karsinoma anaplastik
tiroid
sel parafolikular Karsinoma tiroid meduler
atau sel C
kelenjar tiroid

karsinoma tiroid papiler karsinoma tiroid folikular kanker tiroid karsinoma anaplastik
berdiferensiasi buruk tiroid
Prognosis Baik, kelangsungan hidup 20 Baik, kelangsungan hidup 20 kelangsungan hidup kelangsungan hidup
tahun ±85% tahun ±85% sekitar 15% sekitar <2%

FAKTOR-FAKTOR PROGNOSIS KANKER TIROID

Faktor-faktor prognosis Fungsi


Usia kanker tiroid adalah satu-satunya kanker yang prognosisnya Faktor-faktor prognosis ini dapat
dipengaruhi oleh usia secara independen pada analisis multivariat. memperkirakan respons pengobatan,
jenis kelamin perjalanan akhir penyakit, dan overall
ukuran tumor primer parameter prognosis yang utama prognosis. Selain itu, stratifikasi risiko juga
invasi ekstratiroid  parameter prognosis yang utama dapat dibuat berdasarkan faktor
 prediktor kuat dari perilaku selanjutnya kanker tiroid prognosis yang telah diteliti.

histologi
metastasis jauh
risiko rendah risiko sedang risiko tinggi
 pasien usia muda (<55 tahun);  pasien usia muda dengan tumor primer  pasien usia tua (>55 tahun);
 diameter tumor primer <4 cm; agresif; atau  memiliki ukuran tumor lebih besar dengan
 tidak ada invasi ekstratiroid;  pasien usia tua dengan tumor primer yang invasi ekstratiroid yang jelas;
 secara histologi termasuk dalam kanker memiliki karakteristik baik  secara histologi termasuk kanker
berdiferensiasi baik; dan berdiferensiasi buruk atau sudah ada
 tidak ada bukti metastasis jauh metastasis jauh pada saat diagnosis

SUBKLASIFIKASI KANKER TIROID

Biopsi aspirasi jarum halus atau fine-needle aspiration biopsy (FNAB) digunakan untuk memeriksa nodul tiroid dan menilai kemungkinan
keganasannya. Skema klasifikasi Bethesda mengelompokkan hasil FNAB ke dalam enam kategori yang memiliki estimasi risiko kanker untuk
setiap kategorinya. Kategori dalam klasifikasi Bethesda tersebut disarikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kategori klasifikasi Bethesda berdasarkan fine needle aspiration biopsy (FNAB)

Kategori Klasifikasi Karakteristik Resiko Keganasan Penatalaksanaan Klinis


I Nondiagnostic atau unsatisfactory - Hanya cairan kista 1-4% Ulangi FNAB dengan
- Spesimen aseluler panduan ultrasonografi
- Lain-lain (darah, artefak, &
sebagainya
II Benign - Konsisten dengan nodul folikular 0-3% Follow-up klinis
jinak (termasuk nodul
adematoid, nodul koloid, dan
sebagainya)
- Konsisten dengan tiroiditis
limfositik (Hashimoto) sesuai
dengan gejala klinisnya
- Sesuai dengan tiroiditis
granulomatosa (subakut)
- Lain-lain
III Atypia of undetermined 5-15% Ulangi FNAB
significance (AUS) atau follicular
lesion of undetermined significance
(FLUS)
IV Follicular neoplasm atau suspicious Disebutkan jika termasuk sel 15-30% Lobektomi
for a follicular neoplasm Hurthle (tipe onkositik)
V Suspicious for malignancy - Curiga karsinoma papiler 60-70% Tiroidektomi total atau
- Curiga karsinoma meduler lobektomi
- Curiga karsinoma metastasis
- Curiga limfoma
- Lain-lain
VI Malignant - Karsinoma tiroid papiler 97-99% Tiroidektomi total atau
- Karsinoma berdiferensiasi lobektomi
buruk
- Karsinoma tiroid meduler
- Karsinoma tak
berdiferensiasi (anaplastik)
- Karsinoma sel skuamosa
- Karsinoma dengan
karakteristik campuran
- Karsinoma metastasis
- Limfoma Non-Hodgkin
- Lain-lain

Kategori IV, V, dan VI memiliki risiko keganasan yang lebih tinggi, meski kategori ini tidak dapat menegakkan diagnosis varian dari karsinoma
tiroid berdiferensiasi. Secara umum, ketiga kategori ini memerlukan pembedahan dan diagnosis histologi akhir berdasarkan laporan patologi
anatomi. Pemeriksaan genetik dapat dilakukan karena memiliki nilai prediksi negatif (negative predictive value) yang tinggi demi menghindari
pembedahan yang sebenarnya tidak perlu. Selain itu, pemeriksaan geretik juga membantu menentukan luas pembedahan pada kasus
keganasan.
ASPEK GENETIK KANKER TIROID

Pemahaman biologi kanker tiroid terus berkembang seiring ditemukannya berbagai genetic pathways. Analisis mutasional memungkinkan
ilmuwan dan klinisi untuk memahami pola genetik pada pada kanker tiroid berdiferensiasi. Dua jalur utama receptor tyrosine kinase (RTK), yaitu
RAS-RAF-MEK-ERK (MAPK) dan PI3K-AKT-mTOR (P13K) ternyata dipengaruhi oleh mutasi somatik kanker tiroid berdiferensiasi. Jalur-jalur ini
dapat diaktifkan oleh perubahan genetik, seperti mutasi gen dan perubahan epigenetik. Akibatnya, pertumbuhan sel menjadi tidak terkontrol
dan usia hidup sel memanjang. Keduanya akan memicu tumorigenesis.

Terdapat beberapa mutasi yang terlibat dalam genetic pathways kanker tiroid berdiferensiasi, contohnya mutasi BRAF dan RAS Mutasi yang
paling sering terjadi dan diteliti adalah mutasi titik TI799A pada gen BRAF. Pada mutasi tersebut, terjadi perubahan timin menjadi adenin pada
nukleotida di posisi 1799. Akibatnya, terjadi penggantian asam amino valin menjadi glutamat pada kodon 600 di ekson 15 (V600E). Ekspresi
protein mutan BRAFV600E (BRAF) menyebabkan pengaktifan jalur MAPK secara terus-menerus. Mutasi yang bersifat gain-of-funtion tersebut
terjadi pada sekitar 45% karsinoma tiroid papiler.

Gen RAS merupakan dual activator dari jalur MAPK dan PI3K. Meskipun bisa mengaktifkan keduanya, mutasi RAS cenderung lebih memengaruhi
jalur PI3K. Mutasi RAS ditemukan pada 30-45% kanker tiroid folikular, 30-45%% kanker tiroid papiler varian folikular, dan 25% tumor jinak
adenoma folikular tiroid.

Analisis mutasional diduga dapat memperkirakan keagresifan tumor. Sebagai contoh, analisis mutasional BRAF telah digunakan untuk
mempelajari faktor-taktor prognosis yang berhubungan denan kanker tiroid. Ternyata, mutasi BRAF berhubungan dengan perjalanan penyakit
kanker tiroid berdiferensiasi yang lebih agresif. Terdeteksinya BRAF mutan meningkatkan risiko ditemukannya penyakit yang lebih agresif getah
(invasi ekstratiroid, metastasis kelenjar bening, dan stadium lebih tinggi) pada saat diagnosis. Mutasi BRAF juga berhubungan dengan rekurensi
penyakit. Selain itu, mutasi tersebut berkaitan dengan mortalitas yang lebih tinggi, meskipun masih terdapat pertentangan antara hasil
penelitian satu dengan lainnya.

Mutasi lain yang terlibat dalam biologi kanker tiroid adalah mutasi promoter telomerase reverse transcriptase (TERT). Mutasi ini menyebabkan
aktivitas promoter yang lebih tinggi pada kanker. Mutasi promoter TERT berhubungan dengan kemunculan mutasi lain, seperti mutasi BRAF dan
RAS. Selain itu, mutasi TERT berkaitan dengan timbulnya tumor agresit, metastasis jauh, serta prognosis pengobatan dan hasil akhir yang lebih
buruk. Mutasi TERT tidak ditemukan pada lesi tiroid yang jinak. Kombinasi mutasi TERT dan dengan subtipe yang lebih agresif dibandingkan BRAF
pada karsinoma tiroid papiler berkaitan dengan tumor yang hanya memiliki salah saru mutasi BRAF atau TERT saja. Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman profil mutasi yang mendasar untuk memperkirakan keagresitan, biologi, respons pengobatan, dan prognosis tumor.
PEMERIKSAAN KLINIS TIROID

Tiroid merupakan organ endokrin yang menghasilkan hormon triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Keduanya merupakan hormon oksidator
umum sel-sel tubuh. Kelainan kelenjar tiroid dapat berupa pembesaran, benjolan/nodul (baik tunggal ataupun multipel), gangguan fungsi
(hiperfungsi atau hipofungsi), dan pertumbuhain neoplasma (jinak atau ganas). Pemeriksaan klinis tiroid bertujuan untuk mencari adanya
kelainan-kelainan tersebut. Pemeriksaan ini terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada area leher.

Hal penting yang perlu digali melalui anamnesis adalah faktor risiko terjadinya tumor atau keganasan tiroid. Pada umumnya, pasien datang
dengan keluhan berupa pembesaran kelenjar tiroid atau yang dikenal sebagai "struma (goiter)". Pembesaran tiroid dapat terjadi secara difus
ataupun berupa nodul. Salah satu pertanyaan yang harus diajukan adalah daerah asal pasien. Informasi daerah asal pasien dan riwayat konsumsi
yodium dapat memberikan petunjuk mengenai jenis neoplasmna yang sering terjadi. Pada daerah endemis kekurangan yodium, lebih sering
dijumpai karsinoma folikular atau karsinoma anaplastik. Sebaliknya, karsinoma papiler lebih sering ditemukan pada daerah non-endemis atau
kelebihan yodium. Daerah endemis kekurangan yodium adalah daerah pegunungan atau yang disebut sebagai goiter belt. Sementara itu, daerah
yang kelebihan yodium adalah daerah pantai.

Riwayat keluarga dengan struma atau neoplasma ganas tiroid juga perlu digali. Jika keluarga tersebut mempunyai neoplasma ganas tiroid dan
telah menjalani pembedahan, tanyakan pula hasil patologinya. Karsinoma meduler merupakan tipe keganasan tiroid yang berasal dari sel
parafolikular. Karsinoma ini merupakan bagian dari sindrom kanker multiple endocrine neoplasia (MEN), terutama tipe IIb. MEN merupakan
kelainan endokrin yang diturunkan dalam keluarga (germline mutation). Sementara itu, karsinoma papiler dan folikular biasanya ditemukan
secara sporadis, meskipun terdapat clustering dalam keluarga dengan patofisiologi dan karsinogenesis yang masih belum diketahui secara jelas.

Kecepatan pertumbuhan tumor juga perlu ditanyakan. Sel-sel tirosit/folikel tiroid mempunyai " doubling time" yang panjang sehingga tumor
tiroid berdiferensiasi baik mempunyai waktu pertumbuhan (doubling time) yang lama. Informasi kecepatan pertumbuhan ini sangat penting
karena berhubungan dengan agresivitas tumor dan prognosis pasien. Jika terdapat pertumbuhan yang relatif cepat, perlu diperhatikan tumor
kemungkinan ke arah neoplasma ganas yang sangat agresif (karsinoma anaplastik atau neoplasma ganas berdiferensiasi buruk), neoplasma kistik
ganas (cyst adenocarcinoma papilliferum) yang tumbuh cepat akibat adanya komponen kistik, atau kista jinak.

Selain itu, informasi lain yang perlu ditanyakan adalah adanya gejala gangguan fungsi tiroid, seperti hiperfungsi atau hipofungsi. Salah satu gejala
hipotiroidisme yang dapat terlihat adalah penampakan kulit kering. Sementara itu, gejala hipertiroidisme yang perlu diperhatikan adalah
keringat berlebih, hiperaktif, thyroid acropachy (pembesaran tulang-tulang falang akibat penyakit Grave kronik), eritema palmar, kerontokan
alis, dan lain-lain. Ada beberapa skor klinis yang dapat digunakan untuk menentukan hipertiroidisme, seperti indeks New Castle atau Wayne
(Tabel 1). Jika indeks Wayne >19, berarti pasien mengalami hipertiroidisme.

Tabel 1. Indeks Wayne untuk diagnosis hipertiroidisme


Gejala dan Tanda Skor
Sesak napas ketika beraktivitas (dyspnea on effort) +1
Palpitasi atau berdebar +2
Letih +2
Lebih menyenangi tempat panas -5
Lebih menyenangi tempat dingin +5

Gejala
Berkeringat berlebihan +3
Gugup atau gelisah +2
Nafsu makan meningkat +3
Nafsu makan menurun -3
Berat badan meningkat -3
Berat badan menurun +3
Tiroid dapat diraba Jika ada +3, jika tidak ada -3

Bruit pada tiroid Jika ada +2, jika tidak ada -2


Eksoftalmus +2
Tanda

Retraksi kelopak mata +2


Lag kelopak mata +1
Hiperkinesis Jika ada +4, jika tidak ada -2
Tangan teraba panas Jika ada +2, jika tidak ada -2
Tangan teraba lembab Jika ada +1, jika tidak ada -1
Denyut nadi umum >80 kali/menit Jika tidak ada -3
Denyut nadi umum >90 kali/menit +3
Fibrilasi atrium +4
Keterangan:
Skor >19 = toksik
Skor 11-19 = ekuivokal
Skor <11 = eutiroid/tidak toksik
Hipertiroidisme primer atau penyakit Graves khas yang disebut Trias/Morbus Basedow, yaitu gejala merupakan penyakit autoimun dengan
gejala pembesaran tiroid (struma), gejala hipertiroidisme, dan oftalmopati (eksoftalmus). Selain menggunakan skor klinis, hipertiroid dan
penyakit Graves dapat diketahui melalui gejala-gejala kardinal, seperti pembesaran tiroid atau struma, tremor halus jari tangan, dan takikardia.
Pada penyakit Graves juga dijumpai adanya oftalmopati berupa eksoftalmus. Hipertiroidisme, terutama penyakit Graves, dapat mengenai semua
sistem pada tubuh. Pada anamnesis, perlu digali adanya gejala akibat penekanan tumor pada struktur-struktur di sekitar kelenjar tiroid. Hal ini
sering dijumpai pada keganasan tiroid stadium lanjut dan dapat memberikan informasi mengenai agresivitas atau derajat klinis keganasan tiroid.
Penekanan pada trakea dapat mengakibatkan sesak napas dan stridor. Sementara itu, penekanan nervus laryngeus recurrens akan menimbulkan
suara serak (hoarseness). Selain itu, dapat muncul sindrom Horner akibat trunkus simpatik pada paravertebralis penekanan servikal.

KARAKTERISTIK KARSINOMA TIROID

Karsinoma tiroid papiler & Karsinoma tiroid folikuler

Karsinoma tiroid papiler berbentuk padat, tidak reguler, ataupun kistik yang timbul dari epitel folikuler. Massa tumor tidak berkapsul, tetapi
berbatas tegas. Karsinoma tiroid folikuler merupakan keganasan tiroid kedua yang paling sering dijumpai, meliputi sekitar 10-20% dari seluruh
keganasan tiroid. Keganasan ini meningkat pada daerah dengan defisiensi yodium. Pemeriksaan sitologi sangat sulit dilakukan karena
gambarannya mirip dengan adenoma folikuler jinak. Perbedaan akan terlihat dengan blok parafin, yaitu ditemukannya invasi kapsul atau
vaskular. Metastasis KGB jarang ditemukan. Karsinoma tiroid folikuler cenderung bermetastasis secara hematogen, seperti ke tulang dan paru.
Angka ketahanan hidup 10 tahun pada karsinoma ini berkisar 70-95%.

Karsinoma tiroid meduler

Karsinoma tiroid meduler terjadi pada 59% dari seluruh keganasan tiroid. Sebesar 80% tumor bersifat sporadis dan 25% merupakan bagian dari
sindrom herediter dengan autosom dominan. Karsinoma meduler muncul pada dekade ke-4 sampai ke-5. Gambaran histologi karsinoma tiroid
meduler berbatas tidak jelas, tidak berkapsul, dan invasif. Selnya berbentuk spindle (kumparan) atau sel bulat yang dibatasi oleh septum fibrosa
dan deposit amiloid. Karsinoma ini tumbul lambat, namun memiliki kemampuan metastasis secara dini. KGB servikal dan mediastinum atas
merupakan tempat metastasis yang paling sering. Angka ketahanan hidup 10 tahun tergantung ekstensi tumor.

Karsinoma tiroid anaplastik

Karsinoma tiroid anaplastik sangat jarang ditemukan, namun bersifat agresif. Keganasan ini bersifat mematikan dengan insiden kurang dari 5%
kasus keganasan tiroid. Insiden tertirggi ditemukan pada dekade ke-7, dengan persentase yang sama antara laki-laki dan wanita. Karsinoma
arnaplastik tumbuh dengan cepat dan agresif, dengan ukuran 5 cm. Karsinoma ini terfiksasi pada jaringan sekitar sehingga gejala yang menonjol
adalah disfagia, dispnea, dan disfonia. Dari pemeriksaan patologis, ditemukan tumor yang tidak berkapsul, sering kali merupakan massa dengan
area nekrosis luas.

LESI JINAK

Sebagian besar nodul tiroid merupakan lesi non- neoplastik atau neoplasma jinak. Hampir 65% interpretasi FNAB tiroid merupakan lesi jinak.
Hasil sitologi jinak memiliki risiko keganasan sangat rendah. Biasanya, pasien disarankan untuk menjalani pemantauan rutin berupa pemeriksaan
klinis dan USG.

Hasil sitologi jinak dapat diklasifikasikan menjadi tiroiditis, nodul folikular jinak, dan lesi lain yang lebih jarang. Kelompok tiroiditis terdiri dari
tiroiditis Hashimoto/limfositik, tiroiditis granulomatosa (subakut, de Quervain's thyroiditis), tiroiditis akut, dan tiroiditis Riedel. Nodul folikular
jinak merupakan kelainan yang sering dijumpai. Kelompok ini terdiri dari beberapa kelainan, yaitu nodul goiter, nodul hiperplasia (adenomatoid),
nodul koloid, dan nodul pada penyakit Graves. Kelainan-kelainan tersebut memiliki gambaran sitologi yang mirip sehingga sulit dibedakan
melalui pemeriksaan FNAB. Meskipun demikian, kelainan-kelainan tersebut bersifat jinak dengan tata laksana yang sama. Secara sitomorfologi,
nodul folikular jinak ditandai dengan koloid yang jumlahnya bervariasi, sel folikular jinak, dan sel Hürthle. Gambaran struma adenomatosa dapat
dilihat pada Gambar 3.

Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk

Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk (poor differentiated thyroid carcinoma [PDTC]) berasal dari sel folikel. PDTC merupakan jenis karsinoma
yang jarang dijumpai, dengan prevalensi 0,3-6,7% dari seluruh karsinoma tiroid. Karsinoma ini lebih sering ditemukan pada perempuan,
terutama pada usia 18-63 tahun. Secara klinis, PDTC mempunyai sifat agresif menengah, yaitu di antara karsinoma tiroid berdiferensiasi baik
(karsinoma papiler, karsinoma folikular, karsinoma sel Hürthle) dan karsinoma tiroid tidak berdiferensiasi/anaplastik.

PDTC dapat dibedakan dengan karsinoma karena memiliki gambaran diterensiasi yang buruk, yaitu mitosis, nekrosis, dan sel-sel berinti kecil
(small convoluted nuclei). Secara morfologi, PDTC memiliki sel yang tersusun insular, solid, atau trabekula. Pada umiumnya, sel berukuran kecil,
relatif seragam, sitoplasma sedikit, serta rasio inti dan sitoplasma tinggi. Selain itu, dapat dijumpai sel dengan bentuk plasmasitoid dan onkositik.
Koloid biasanya sedikit.

Karsinoma tiroid tidak berdiferensiasi anaplastik

Karsinoma tiroid tidak berdiferensiasi/anaplastik (Undifferemtiated thyroid carcinoma [UTC]) sering disebut juga sebagai giant and spindle cell
carcinoma. Karsinoma ini bersifat sangat agresif. Prevalensinya sangat jarang, yaitu <5% dari seluruh keganasan tiroid. UTC berasal dari sel epitel
dengan sel berbentuk spindle dan pleomorfik.
Secara morfologi, sel ditemukan secara berkelompok atau individual dengan ukuran bervariasi. Sel dapat berbentuk epiteloid, bulat, poligonal,
spindle, plasmasitoid, dan rabdoid. Inti sel biasanya membesar, berbentuk ireguler atau pleomorfik, disertai clumping of chromatin with
parachromatin clearing: Inti sel terletak eksentrik dan multinukleasi. Anak inti berbentuk ireguler dan nyata. Dapat ditemukan intranuclear
pseudoinclusion. Gambaran mitosis yang abnormal juga sering dijumpai. Sel-sel tumor positif fokal terhadap pemeriksaan imunohistokimia
pankeratin, PAX8, dan vimentin, sementara TTF-1 dan tiroglobulin umumnya negatif. Selain itu, ditemukan mutasi pada HRAS (80%), KRAS (70%),
NRAS (50%), dan BRAFV600E (30%).

KARSINOMA TIROID PAPILER (KTP)

KTP merupakan keganasan tiroid yang paling sering ditemukan. Kanker ini merupakan tumor ganas epitel dengan diferensiasi sel epitel folikel
dan karakteristik inti sel yang khas. Ditemukannya struktur papiler, invasi, atau karakteristik inti yang khas penting untuk mendiagnosis KTP.
Keganasan ini dapat ditemukan pada anak maupun dewasa, dengan sebaran usia 20-74 tahun, dan lebih sering pada wanita (perbandingan
wanita dan pria adalah 3:1).

Dalam 30 tahun terakhir, insiden KTP meningkat tiga kali lipat. Peningkatan ini diperkirakan karena semakin membaiknya deteksi kanker melalui
pemeriksaan radiologi, terutama ultrasonografi (USG), dalam mendeteksi nodul tiroid; fine-needle aspiration biopsy (FNAB), dan peningkatan
kemampuan dokter spesialis PA dalam mendiagnosis KTP. Namun, faktor risiko timbulnya KTP, khususnya riwayat paparan radiasi, dan faktor
lain seperti obesitas, merokok, konsumsi alkohol, kelebihan yodium, dan genetik turut berperan dalam peningkatan insiden KTP.

GAMBARAN MAKROSKOPIS

Morfologi KTP bisa soliter atau multifokus, berkonsistensi padat, berwarna putih-kecoklatan, bersifat rapuh, dan berukuran bervariasi (rata-rata
2-3 cm).

GAMBARAN MIKROSKOPIS

Secara mikroskopis, dua tanda patognomonik KTP adalah struktur papiler dan ciri khas pada inti sel. Struktur papiler ditandai dengan adanya
tangkai fibrovaskular yang dilapisi oleh sel-sel neoplastik.

Sementara itu, karakteristik khas inti KTP ada tiga, yaitu (1) perubahan ukuran dan bentuk inti sel (ukuran inti sel membesar, bertumpuk, dan inti
memanjang); (2) membran inti sel tidak reguler (pseudoinklusi inti, nuclear grooves); dan (3) perubahan kromatin inti (inti jernih, ground glass
nuclei).

Varian-varian KTP memiliki pola morfologi yang berbeda-beda. KTP varian mikrokarsinoma berukuran <1 cm dan sering ditemukan secara
kebetulan. Karena ukurannya yang kecil, tumor ini sulit dideteksi secara makroskopis. Prognosisnya sangat baik, umumnya tidak kambuh, dan
tidak bermetastasis. Pasien dengan karsinoma varian ini umumnya memiliki mutasi gen BRAF.
KTP varian encapsulated mencakup 10% dari seluruh KTP dan memiliki prognosis baik. Gambaran mikroskopisnya adalah tumor dengan struktur
papiler dan dilapisi oleh sel dengan karakteristik inti yang khas, namun diliputi kapsul. Tumor ini jarang menyebar melalui pembuluh darah,
tetapi penyebaran ke KGB regional bisa ditemukan.

KTP varian folikular tersusun dalam struktur folikular. Varian ini terbagi menjadi dua subtipe, yaitu jenis infiltratilf dan encapsulated disertai
invasif (invasive encapsulated follicular variant of papillary thyroid carcinoma (invasive (EFVPTC]). Varian ini memiliki prognosis cukup baik.

KTP dianggap sebagai varian tall cells apabila >30% area tumor terdiri atas sel dengan tinggi 2-3 kali lebar sel, sitoplasma banyak, dan ditemukan
granula eosinofilik menyerupai onkosit. Sei tersebut memiliki inti yang khas dan sering ditemukan pseudoinklusi inti. Varian ini ditemukan pada
pasien usia lanjut dan memiliki perangai biologis agresif karena sering disertai ekstensi ekstratiroid dan metastasis. KTP varian ini juga resistan
terhadap terapi ablasi tiroid. Umumnya, KTP varian tall cell memiliki mutasi gen BRAF dan TERT.

KTP varian sel kolumnar tersusun atas sel kolumnar dengan gambaran pseudostratifikasi inti dan tidak memiliki karakteristik inti yang khas
seperti varian lainnya. Prognosis tumor ini bergantung dari adanya kapsul. Tumor yang diliputi kapsul utuh umumnya bersifat indolen,
sedangkan jenis infiltratif perangainya buruk karena sering menyebar ke ekstratiroid.

KTP varian solid/trabekular sering ditemukan pada pasien usia muda dan memiliki riwayat radiasi. Tumor ini didiagnosis apabila hampir
seluruhnya terdiri atas pola solid , trabekular, dan insular. KTP varian solid sering bermetastasis ke paru. Pasien pediatrik umumnya mengalami
fusi gen RET/PTC3. Mutasi gen ini tidak ditemui pada pasien dewasa.

PROFIL GENETIK
Secara umum, pasien KTP memiliki genom lebih stabil dan angka mutasi lebih rendah dibandingkan kanker pada organ lain. Mutasi pada BRAF
V600E paling sering ditemukan pada KTP terutama varian konvensional dan tall cells. Mutasi pada gen RAS sering ditemukan pada varian
folikular. Pada KTP agresif dengan rekurensi, metastasis, dan angka kematian tinggi, mutasi gen TERT sering ditemukan.

PROGNOSIS
KTP merupakan tumor dengan prognosis cukup baik dan 5-years survival rate sebesar 96%. Faktor risiko independen KTP adalah usia pasien
(angka kematian lebih tinggi pada pasien >45 tahun), ukuran tumor (risiko kematian tinggi pada tumor berukuran >3-4 cm), stadium, dan
ekstensi ekstratiroid. Faktor prognostik non-independen yang memperburuk prognosis adalah gender laki-laki, metastasis ke kelenjar getah
bening, batas sayatan tidak bebas tumor, pola pertumbuhan atau varian histologis tertentu (sel kolumnar, tall cells, solid, atau Hobnail), dan
mutasi TERT.
KARSINOMA TIROID FOLIKULAR (KTF)
Karsinoma tiroid folikular (KTF) adalah keganasan tiroid yang berasal dari sel epitel folikel berkapsul dengan invasi kapsul/vaskular dan tidak
menunjukkan karakteristik inti yang khas. Kurangnya konsumsi yodium dan tingginya paparan radiasi dianggap sebagai faktor risiko timbulnya
nodul goiter dan karsinoma folikular.

GAMBARAN MAKROSKOPIS
Morfologi KTF bervariasi, dapat berupa tumor padat yang diliputi kapsul tebal atau terkadang menyerupai adenoma folikular. Untuk membantu
menegakkan diagnosis, invasi tumor ke kapsul perlu dinilai.

GAMBARAN MIKROSKOPIS
Diagnosis KTF harus didukung dengan ditemukannya invasi kapsul atau pembuluh darah. KTF dibedakan menjadi tiga kelompok: (1) invasif
minimal (ke kapsul saja), (2) encapsulated angioinvasive, dan (3) invasi luas. Invasi vaskular dapat terjadi pada pembuluh darah dengan berbagai
ukuran. Selain itu, harus didapatkan perlekatan tumor ke dinding pembuluh darah. Tumor dapat diliputi endotel atau berbentuk trombus/fibrin.
Tumor dengan invasi pembuluh darah terbatas (<4) memiliki prognosis lebih baik dibandingkan tumor dengan invasi vaskular luas.
Imunohistokimia (CD34 dan CD31) dapat digunakan untuk menilai endotel pembuluh darah. Dikatakan sebagai invasi luas apabila terdapat invasi
tumor ke jaringan tiroid sehat dan jaringan lunak ekstratiroid.

Seperti tumor tiroid yang berasal dari sel folikular lainnya, KTF mengekspresikan antigen spesifik tiroglobulin dan thyroid transcription factor 1
(TTF1). Nilai diagnostik penanda untuk membedakan nodul jinak dan ganas masih dipertanyakan. Saat ini, beberapa penelitian tengah
mempelajari kegunaan kombinasi penanda tumor cytokeratin 19 (CK19), galectin 3, dan Hector Battifora Mesothelia 1 (HBME1).

PROFIL GENETIK
Mutasi somatik yang sering ditemukan pada karsinoma folikular adalah mutasi RAS dan PPARG. Mutasi TERT didapatkan pada sekitar 20% kasus
KTF.

PROGNOSIS DAN FAKTOR PREDIKTIF


Karsinoma tiroid folikular dengan invasi kapsul tanpa mengenai pembuluh darah memiliki prognosis sangat baik. Tumor dengan invasi vaskular
(vena) dapat disertai metastasis hematogen, meskipun hanya 1-2 pembuluh yang terlibat. Semakin banyak jumlah pembuluh yang terlibat,
semakin buruk prognosis KTF.

KARSINOMA BERDIFERENSIASI BURUK TIROID (POORL/DIFFERENTIATED THYROID CARCINOMA [PDTC])


Karsinoma ini memiliki perangai yang sifatnya di antara karsinoma berdiferensiasi baik (KTP dan KTF) dan karsinoma anaplastik. Kriteria diagnosis
PDTC mengikuti klasifikasi Turin.
Karsinoma ini lebih sering ditemukan pada usia tua (55-63 tahun). Defisiensi yodium merupakan salah satu faktor timbulnya neoplasma ini,
namun riwayat radiasi diketahui tidak berpengaruh.
Tumor ini biasanya menginvasi pembuluh darah dan jaringan ikat peritiroid. Metastasis ke KGB regional dan ke organ jauh sering ditemukan.

GAMBARAN MAKROSKOPIS
Morfologi tumor besar, padat, dengan pola pertumbuhan "mendorong", dan sering ditemukan nekrosis.

GAMBARAN MIKROSKOPIS
Tumor ini memiliki pola solid, insular, dan mikrofolikular. Sel tumor kecil, uniform, hiperkromatik, "convoluted", dan memiliki sitoplasma
eosinofilik. Mitosis dan nekrosis ditemukan.

PROFIL GENETIK
Karsinoma ini berhubungan dengan mutasi TP53 (10-35%), TERT (20-50%), RAS (20-50%), dan BRAFV600E (5-15%).

PROGNOSIS
Five-years survival rate karsinoma ini adalah 60-70%. Rekurensi umumnya terjadi pada tiga tahun pertama.
PEMBEDAHAN

Pembedahan tiroid kontemporer merupakan salah satu pencapaian terbesar dalam teknik bedah modern. Namun, latihan dan pengalaman
dalam pembedahan berperan besar bagi kemampuan seseorang untuk menentukan manfaat tindakan bedah bagi pasien dan jenis tindakan
bedah yang harus dilakukan. Pemahaman tentang biologi molekuler karsinoma tiroid dan patologi tiroid lainnya sangat penting dalam
manajemen pasien dengan penyakit tiroid. Adanya perubahan pemahaman tentang perkembangan alami kanker tiroid yang berdiferensiasi baik
dibandingkan dengan paradigma tiga dekade yang lalu menyebabkan pergeseran pendekatan bedah yang agresif dan seragam menjadi
manajemen bedah yang lebih bijaksana dan selektif.

Pada masa lalu, tiroidektomi total dengan terapi yodium radioaktif dianggap sebagai baku emas (gold standard) untuk semua pasien dengan
kanker tiroid. Namun, berdasarkan pengalaman beberapa dekade terakhir, observasi manajemen karsinoma tiroid di fasilitas kesehatan utama
tersier menunjukkan bahwa pembedahan agresif tidak memberikan perubahan angka overall survival. Sebagai contoh, ketika dilakukan program
skrining tiroid yang berjalan dengan baik di Korea Selatan, banyak kanker tiroid yang terdeteksi secara dini. Akan tetapi, tindakan operasi yang
dilakukan pada nodul tiroid tidak memberikan keuntungan dari segi overall survival. Miyauichi dan Ito melaporkan serangkaian pasien yang telah
menjalani pemeriksaan fine-needle aspiration biopsy (FNAB). Pasien-pasien tersebut kemudian diberikan pilihan untuk menjalani manajemen
nonoperatif, berupa pengamatan secara ketat, atau pembedahan. Kedua kelompok tersebut memiliki hasil onkologi yang serupa, namun
kelompok yang menjalani pembedahan memiliki risiko komplikasi lebih tinggi. Dari studi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa perlu
ditekankan adanya keseimbangan antara risiko perkembangan penyakit dan kematian dengan risiko operasi. "Pendulum” juga telah bergeser
dari penatalaksanaan tiroidektomi total dan yodium radioaktif pascaoperasi untuk semua pasien, menjadi pendekatan yang lebih bijaksana dan
selektif berdasarkan stratifikasi risiko. Ini terbukti dari pedoman American Thyroid Association (ATA) terbaru. Pedoman tersebut menyarankan
agar pasien dengan karsinoma tiroid dengan diferensiasi baik ditawarkan untuk menjalani surveilans aktif. Penting untuk diingat bahwa
guidelines telah berkembang menjadi skenario klinis, dimana pasien memiliki pilihan untuk surveilans, follow-up yang spesifik, dan
ultrasonografi (USG) berkala (daripada harus langsung menjalani operasi).

INDIKASI PEMBEDAHAN
Indikasi yang paling jelas untuk pembedahan adalah kanker, struma yang membesar secara progresif, hipertiroid yang tdak membaik dengan
terapi, sumbatan jalan napas, gejala akibat penekanan lokal o'eh tumor, dan alasan kosmetik pada pasien dengan struma yang sangat besar.
Adenoma yang berukuran kecil biasanya tidak memerlukan tindakan pembedahan dan jarang berkembang menjadi karsinoma tiroid. Adenoma
nontoksik (nodul dingin atau cold nodule) lebih mungkin berkembang menjadi keganasan. Pada banyak kasus, pembedahan diperlukan untuk
mengevaluasi nodul yang memiliki hasil biopsi neoplasma folikuler untuk melihat adanya invasi kapsul atau vaskular. Kista jinak dapat terbentuk
dari adenoma yang telah terdegenerasi atau perdarahan ke dalam tiroid. Penatalaksanaan kista dilakukan dengan FNAB dan pemantauan ketat
untuk memastikan bahwa kista tersebut bukan bagian dari nodul ganas.
Mengenai indikasi operasi untuk keganasan, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa karsinoma tiroid terdiri atas suatu spektrum, mulai dari
karsinoma berdiferensiasi baik hingga karsinoma anaplastik. Pemahaman tentang ciri khas masing-masing karsinoma penting untuk mengambil
keputusan pembedahan. Pada karsinoma yang berdiferensiasi baik, sebaiknya dilakukan stratifikasi risiko. Nodul-nodul yang memiliki risiko
keganasan lebih tinggi adalah nodul pada pasien berumur >55 tahun, nodul pada pasien pria, nodul pada penyakit Grave atau tiroiditis
Hashimoto, nodul pada pasien dengan riwayat terpapar radiasi, nodul pada pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan keganasan tiroid,
nodul tiroid yang nyeri, adanya gejala penekanan di sekitar nodul, nodul berukuran >4 cm, dan pertumbuhan nodul yang cepat. Sebagai catatan,
pada tahun 2016, cut-off usia untuk karsinoma tiroid berisiko tinggi mengalami peningkatan dari 45 tahun menjadi 55 tahun.

Karsinoma tiroid papiler (KTP)

Karsinoma tiroid papiler (KTP) adalah keganasan tiroid yang paling sering ditemukan (80%) dan memiliki prognosis yang paling baik. Walau
demikian, perlu ada stratifikasi risiko berdasarkan karakteristik tumor dan pasien. Sebuah kanker tiroid papiler berdiferensiasi baik unifokal yang
tidak menginvasi kapsul kelenjar tiroid, umumnya tidak memerlukan yodium radioaktif pascaoperasi; lobektomi tiroid biasanya sudah memadai.
Untuk kebanyakan nodul berukuran <1 cm tanpa adanya ciri-ciri risiko tinggi, biopsi sebaiknya dihindari. Jika biopsi dilakukan dan diagnosisnya
adalah KTP berdiferensiasi baik, klinisi dapat menawarkan pembedahan atau surveilans aktif pada pasien. Surveilans aktif membutuhkan USG
berulang dengan tujuan melihat pertumbuhan nodul setiap enam bulan untuk dua tahun pertama, dilanjutkan setiap satu tahun sekali untuk
berikutnya. Terdapat bukti-bukti kuat bahwa hanya sebagian kecil dari pasien kelompok ini yang akan mengalami progresivitas penyakit, dan
kalaupun ada pertumbuhannya sangat lambat. Jika tumor tersebut membesar, operasi yang dilakukan kemudian tetap efektif. Penting untuk
menjelaskan kepada pasien pengertian dari surveilans aktif, sehubungan dengan sifat indolen (lambat) kebanyakan PTC. Pada pasien yang
mungkin mengalami tekanan psikologis dengan adanya diagnosis karsinoma dan tidak ingin melakukan surveilans aktif, sebaiknya lobektomi
dilakukan. Surveilans aktif ini merupakan salah satu pilihan yang diberikan kepada pasien sehingga pasien dapat menghindari pembedahan
beserta risikonya yang sebenarnya belum diperlukan. Keputusan melakukan terapi agresif (misalnya tiroidektomi total dan ablasi yodium
radioaktif) untuk semua kanker tiroid akan menyebabkan meningkatnya komplikasi operasi (terutama hipoparatiroid), memburuknya kualitas
hidup dan sosial pasien, dan melonjaknya biaya kesehatan. Protokol ATA menyarankan agar pasien yang memiliki kriteria berikut agar menjalani
surveilans aktif: (1) pasien kanker tiroid dengan risiko sangat rendah; (2) pasien dengan risiko pembedahan tinggi akibat kondisi komorbidnya;
(3) pasien yang diperkirakan memiliki harapan hidup pendek; dan (4) pasien dengan kondisi medis atau pembedahan lain yang perlu
diprioritaskan dibandingkan dengan pembedahan tiroid.

Karsinoma folikular murni

Karsinoma folikular murni terdapat pada sekitar 10% dari keganasan tiroid. Lesi derajat rendah tidak dapat dibedakan melalui FNAB dengan
adenoma folikular tanpa eksisi bedah untuk mengevaluasi adanya invasi kapsul atau tumor folikular. Pentirg untuk diingat bahwa tumor kelenjar
tiroid yang paling sering adalah adenoma tumor folikular. Melakukan FNAB yang dipandu USG ulangan, ditambah uji molekuler, mungkin
bermanfaat bagi sekelompok pasien yang diagnosis neoplasma folikularnya ditegakkan saat FNAB awal. Karsinoma sel Hurthle (karsinoma
onkositik) adalah varian karsinoma tolikular yang lebih agresif. Untuk kasus tersebut, beberapa ahli bedah lebih memilih untuk melakukan
tiroidektomi total.

Neoplasma tiroid folikular non-invasif dengan fitur inti menyerupai papiler atau Non-invasive follicular thyroid neoplasm with papillary-like
nuclear features (NIFTP)

Neoplasma tiroid folikular non-invasif dengan fitur inti menyerupai papiler atau Non-invasive follicular thyroid neoplasm with papillary-like
nuclear features (NIFTP) adalah klasifikasi yang baru-baru ini dideskripsikan, mengubah diagnosis ini dari yang sebelumnya digolongkan sebagai
tumor ganas menjadi tumor jinak. Dahulu, kelompok ini diklasifikasikan sebagai karsinoma tiroid papiler varian folikular yang berkapsul dan
diterapi secara operatif. Dengan menggunakan data klinis dan histologi selama beberapa dekade, patologi dan klinisi menyadari bahwa
kelompok ini tidak agresif dan aman untuk diobservasi. Pengenalan histologi yang unik ini akan menghindarkan pasien dari tindakan
pembedahan yang sebenarnya tidak diperlukan.

EVALUASI PREOPERATIF

Pemeriksaan laboratorium preoperatif harus dilakukan pada semua pasien, meliputi free thyroxine (FT4), thyroid-stimulating hormone (TSH),
thyroglobulin, hitung darah lengkap, profil metabolik dasar, kalsium, dan albumin. Pemeriksaan kalsium dan albumin perlu dilakukan karena
dapat mengungkap keberadaan adenoma paratiroid yang tidak terdiagnosis sebelumnya.
Seperti nodul tiroid, adenoma paratiroid lebih sering terjadi pada pasien berusia lebih dari 55 tahun dan jenis kelamin wanita. Adenoma
paratiroid harus ditangani pada saat operasi tiroid dan tidak boleh terlewatkan dalam pemeriksaan preoperatif. Selain itu, pemeriksaan kadar
vitamin D preoperatif juga bermanfaat karena koreksi defisiensi vitamin D preoperatif akan membantu pengelolaan kalsium setelah tiroidektomi
total. Pada karsinoma meduler, pemeriksaan kalsitonin, carcinoembryonic antigen (CEA), dan onkogen RET harus dilakukan. Jika pasien memiliki
mutasi RET atau diduga memiliki neoplasia endokrin multipel (multiple endocrine neoplasia atau MEN), pemeriksaan ke arah hiperparatiroid dan
feokromositoma harus dilakukan.

CAKUPAN PEMBEDAHAN

Dengan adanya pengetahuan bahwa hampir semua karsinoma papiler intratiroid berisiko rendah untuk kambuh, lobektomi telah menjadi
prosedur pilihan untuk lesi unifokal. Lobektomi merupakan terapi yang tepat untuk pasien dengan nodul tiroid sepenuhnya berada dalam kapsul
(well encapsulated) tidak memiliki nodul lain pada lobus kontralateral, tidak mengalami metastasis kelenjar getah bening sentral maupun lateral,
dan tidak mempunyai faktor risiko lainnya (misalnya riwayat paparan penyakit Grave, dan penyebab hipertiroid lainnya lobus tiroid, dan lobus
piramidal. Seorang pasien kadar tiroglobulin pascaoperasi yang tidak terukur radiasi atau risiko tinggi mengalami mutasi).

Selama tidak ada diagnosis keganasan, tiroidektomi total atau subtotal dapat dilakukan pada pasien dengan struma multinodul simtomatis,
(nodul toksik) yang tidak berespons terhadap manajemen medis (jarang terjadi). Pada pasien yang hasil biopsinya positif keganasan, indikasi
tiroidektomi total meliputi nodul multifokal bilateral, riwayat radiasi sebelumnya, ekstensi ekstratiroid, tiroidektomi profilaksis untuk MEN,
karsinoma meduler, tumor lebih besar dari 4 cm, karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk, atau pasien yang akan membutuhkan yodium
radioaktif. Selain untuk kepentingan yodium radioaktif, tiroidektomi total memberikan keuntungan untuk pengukuran dan pemantauan
tiroglobulin pascaoperasi. Jika tiroidektomi total dilakukan untuk kanker, maka operasi yang dilakukan haruslah ekstraskapsul sehingga tidak ada
jaringan tiroid yang disisakan. Perhatian khusus harus diberikan untuk menghilangkan semua jaringan tiroid dari daerah membran krikotiroid,
kutub atas yang telah menjalani operasi tiroidektomi total ekstrakaspsul dengan baik seharusnya memiliki sehingga menghindari kebutuhan
untuk menjalani ablasi yodium radioaktif rutin.

TUJUAN PENGOBATAN KARSINOMA TIROID

Tujuan utama pengobatan karsinoma tiroid adalah memperpanjang kelangsungan hidup (overall survival); mengurangi risiko persistensi,
rekurensi, dan morbiditas; menentukan stadium dan stratifikasi risiko; dan meminimalkan morbiditas terkait pengobatan lain yang tidak
diperlukan. Tujuan tersebut dicapai melalui tiroidektomi, pemberian iodium radioaktif, dan supresi dengan levothyroxine.

ABLASI KARSINOMA TIROID BERDIFERENSIASI DENGAN IODIUM RADIOAKTIF

Secara tradisional, pengelolaan karsinoma tiroid berdiferensiasi (KTB) terdiri atas sebuah trias: tiroidektomi total, diikuti pemberian iodium
radioaktif I-131, dan terapi supresi dengan levothyroxine. Dalam perkembangannya, berbagai organisasi profesi menyusun sistem atau
stratifikasi risiko beserta pedoman (guidelines) pengelolaan KTB, termasuk indikasi pemberian iodium radioaktif. Sistem atau stratifikasi tersebut
terus disempurnakan agar pengelolaan KTB dan ablasi dengan iodium radioaktif dapat dilakukan secara tepat dan efektif.
Terdapat tiga kategori penggunaan iodium radioaktif untuk pengelolaan KTB, yaitu untuk ablasi sisa jaringan tiroid normal pascatiroidektomi,
terapi adjuvan, serta ablasi jaringan karsinoma tiroid yang persisten dan metastasis.
Terdapat empat kategori respons pengobatan KTB, yaitu respons sempurna, biokimiawi tidak sempurna, struktural tidak sempurna, dan
indeterminate (lihat Tabel 5).
Tabel 5. Kategori respons pengobatan karsinoma tiroid berdiferensiasi (KTB)
Jenis Respons Definisi
Respons sempurna Tidak ditemukan tanda penyakit, baik secara klinis, biokimiawi, maupun stuktural
Respon biokimiawi tidak sempurna Ditemukan kadar tiroglobulin (Tg) abnormal atau peningkatan kadar antibodi antitiroglobulin, tanpa
adanya lesi lokal
Respon struktural tidak sempurna Adanya jaringan lokoregional yang menetap, baru, atau metastasis jauh
Respon indeterminate Kelainan biokimiawi non-spesifik atau struktural yang tidak dapat diklasifikasikan dengan jelas sebagai
jinak atau ganas, termasuk pasien yang stabil atau dengan penurunan kadar antibodi antitiroglobulin
tanpa disertai kelainan struktural yang definitif

SURVEILANS KANKER TIROID BERDIFERENSIASI

Setelah pengobatan awal, pasien kanker tiroid harus menjalani surveilans yang tepat agar memiliki survival rate yang baik. Terlebih lagi,
mayoritas kanker tiroid merupakan tipe yang berdiferensiasi baik. Memahami surveilans pada pasien nodul tiroid sangat krusial bagi para ahli
bedah di Indonesia karena sistem yang ada membuat para ahli bedah tidak hanya perlu memiliki kemampuan membedah, tetapi juga mampu
melakukan surveilans yang baik dan benar.

Di samping kanker tiroid, ahli bedah juga harus mengetahui cara melakukan surveilans pada pasien nodul tiroid jinak, waktunya harus
melakukan observasi, saatnya memberikan terapi medikamentosa kepada pasien, tujuan surveilans yang ingin dicapai, dan waktunya
pembedahan harus dilakukan. Tanpa memahami pengetahuan tersebut, ahli bedah akan terjebak pada pemahaman bahwa seakan-akan setiap
nodul tiroid harus dioperasi. Padahal, tidak demikian seharusnya.

Pada pasien kanker tiroid berdiferensiasi, surveilans seumur hidup harus dilakukan. Alasannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Surveilans untuk kambuhnya penyakit sangat penting dilakukan. Surveilans tersebut didasarkan pada pemeriksaan klinis, thyroglobulin (Tg)
serum, pencitraan diagnostik dan FNAB (jika diindikasikan), serta dukungan dan konseling (terutama mengenai kehamilan).

SURVEILANS AKTIF UNTUK KANKER TIROID

Definisi surveilans aktif adalah penundaan operasi sembari melakukan observasi dengan ultrasonografi (USG) serial. Hal ini merupakan strategi
pengobatan yang menjanjikan bagi pasien mikrokarsinoma tiroid papiler atau papillary thyroid microcarcinoma (PTMC). Ketika hasil sitologi
menunjukkan adanya keganasan tiroid, surveilans aktif direkomendasikan dalam pedoman ATA 2015 sebagai pilihan pengobatan untuk sejumlah
pasien (Tabel 4).
Rekomendasi ATA tersebut didasarkan pada dua studi klinis prospektif tentang surveilans aktif pasien PTMC risiko rendah di Jepang yang dimulai
pada tahun 1990-an. Studi ini diikuti oleh 1.465 pasien PTMC yang dibuktikan melalui biopsi, kemudian kelenjar tiroidnya tidak diangkat melalui
operasi dan dilakukan surveilans hingga 15 tahun (rata-rata 5-6 tahun). Sebagian besar pasien menunjukkan ukuran tumor yang stabil setelah
surveilans rata-rata 5 tahun, sedangkan 5--7% pasien mengalami pembesaran tumor (>3 mm) berdasarkan USG. Pasien surveilans aktif yang
menunjukkan tanda-tanda perkembangan penyakit, seperti pembesaran tumor, dapat menjalani operasi tanpa peningkatan risiko kambuhnya
penyakit. Dalam penelitian ini, pasien PTMC tanpa gejala menjalani surveilans dengan USG serial, pengukuran Tg seruin teratur setiap 6 atau 12
bulan, dan rontgen toraks atau computed-tomography (CT). Dengan mengutip hasil penelitian tersebut, pedoman ATA 2015 menyarankan agar
surveilans aktif bisa menjadi pilihan pengobatan bagi pasien PTMC.

SURVEILANS KANKER TIROID BERDIFERENSIASI PASCATERAPI

Terdapat berbagai pedoman untuk tumor tiroid yang ada di dunia, masing-masing mempunyai beberapa perbedaan dalam manajemen dan
follow-up pascaoperasi. Pedoman Korean Thyroid Association (KTA) mengadopsi kriteria FNAB milik ATA. Perbedaan utama antara pedoman KTA
dan ATA: nodul kistik campuran dengan sifat mencurigakan diklasifikasikan sebagai kecurigaan sedang dalam pedoman KTA, sementara nodul
dengan kecurigaan sangat rendah dan kelompok jinak dalam pedoman ATA digabungkan, lalu dikategorikan sebagai jinak pada pedoman KTA.
Dalam pedoman KTA 2010, hipervaskularitas intranodul telah dikeluarkan dari pola “sangat mencurigakan” berdasarkan hasil penelitian yang
dilaporkan oleh ahli radiologi Korea. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa vaskularisasi intranodul lebih tinggi pada nodul jinak daripada pada
kanker tiroid papiler atau papillary thyroid carcinoma (PTC).

Di sisi lain, berdasarkan pendapat para ahli, pedoman dari British Thyroid Association (BTA) menyarankan agar Tg serum harus diperiksa pada
semua pasien kanker tiroid berdiferensiasi pasca enam minggu setelah operasi. Pedoman tersebut juga merekomendasikan agar Tg distimulasi
enam bulan setelah ablasi I131. Mereka juga menambahkan bahwa pemindaian seluruh tubuh pascaablasi, yang dilakukan setelah
menghentikan levothyroxine selama empat minggu, harus dipertimbangkan dalam 3-10 hari setelah ablasi I113. Namun, pada pasien berisiko
rendah, stimulasi pengukuran Tg tanpa I131 whole-body scan (WBS) diagnostik mungkin sudah adekuat. Dalam kasus tersebut, USG leher 6-12
bulan setelah tiroidektomi dianjurkan. Untuk rekurensi jangka panjang, pedoman BTA merekomendasikan pemeriksaan klinis sekali setahun,
pengukuran Tg dan TSH serum per tahun, serta pencitraan diagnostik dan FNAB sesuai indikasi.

Meskipun ada perbedaan dalam berbagai pedoman penanganan kanker tiroid, pemantauan yang tepat diperlukan berdasarkan stratifikasi risiko
pascaoperasi pasien. Ada banyak penelitian sedang berlangsung yang ditujukan untuk mencapai manajemen dan tindak lanjut kanker tiroid
berdiferensiasi baik secara optimal. Dengan pemilihan pasien yang tepat, lalu dilanjutkan pengorganisasian dan pemberian dukungan ke pasien,
maka surveilans aktif menjanjikan strategi manajemen yang aman dan lebih efektif untuk pasien PTMC.
Sebelum memberikan terapi supresi TSH pada kanker tiroid berdiferensiasi, klinisi harus memahami stratifikasi risikonya terlebih dahulu supaya
dapat memberikan terapi supresi yang tepat.

Selama surveilans, semua data klinis, biokimia, pencitraan (baik struktural maupun fungsional), dan sitopatologi harus digunakan dalam
menentukan status klinis pasien dan mengetahui respons individual terhadap terapi .

Terdapat empat respons terhadap terapi yang dideskripsikan oleh Tuttle dan dimodifikasi oleh Vaisman dalam ATA 2015, yaitu:
1. Respons baik (excelent response): tidak terdapat tanda-tanda keberadaan penyakit, baik secara klinis, biokimia, maupun struktural.
2. Respons inkomplet secara biokimia (biochemical incomplete response): kadar Tg abnormal atau kadar antibodi anti-Tg meningkat, tetapi tidak
ditemukan keberadaan penyakit.
3. Respons inkomplet secara struktural (structural incomplete response): ada penyakit persisten, penyakit yang baru teridentifikasi, atau
metastasis jauh.
4. Respons indeterminate (indeterminate response): temuan biokimia atau struktural yang tidak spesifik serta tidak dapat secara yakin
digolongkan sebagai jinak atau ganas. Dalam hal ini termasuk pasien-pasien dengan kadar antibodi anti-Tg stabil atau menurun tanpa ada bukti
penyakit secara struktural.

Dalam menilai respons terapi tersebut, tidak terdapat konsensus interval waktu yang baku. Penentuan waktu menilai respons terapi bergantung
pada institusi masing-masing. Di Memorial Sloan Kettering Head and Neck Cancer Center, umumnya Tg akan diperiksa setelah 6-8 minggu pasca
operasi. Jika angka Tg masih tinggi, maka akan dilakukan pemeriksaan pencitraan untuk melihat apakah secara struktural masih terdapat sisa
penyakit. Setelahnya (baik dilakukan ablasi radioaktif maupun tidak, tergantung pada risiko dan tipe operasi yang sudah dilakukan) dilakukan
penilaian ulang dalam periode 6-24 bulan untuk menilai respons terapi. untuk menilai efek ablasi radioactive iodine (RAI) surveilans Tg dan USG.
Walau demikian, tidak ada satu interval waktu khusus yang dinilai paling optimal untuk menilai respons terapi ini. Karena umumnya surveilans
kanker tiroid dilakukan setiap 6 bulan, periode ini dianggap cukup untuk menilai respons terapi. Adanya alasan tertentu sehingga periode
penilaian respons terapi diperpanjang hingga 24 bulan karena pertimbangan tertentu klinisi juga dapat dibenarkan, sekaligus dianggap sebagai
periode paling maksimal untuk melakukan stratifikasi risiko pascaoperasi.

Dengan memahami respons terhadap terapi kanker tiroid, (Bagan 1-4) di bawah menampilkan ringkasan rekomendasi pengambilan keputusan
klinis dan manajemen kanker tiroid berdiferensiasi berdasarkan risiko rekurensi dan tipe operasi dalam ATA 2015.

Glandula thyroidea
Glandula thyroidea terletak di anterior pada regio cervicalis di bawah dan lateral dari cartilago thyroidea. Struktur tersebut terdiri dari 2 lobus
lateral (yang menutup permukaan anterolateral trachea, cartilago cricoidea, dan bagian bawah cartilago thyroidea) dengan sebuah isthmus
glandulae thyroideae yang menghubungkan lobus lateral dexter dan sinister, dan menyilang permukaan anterior dari cartilagines tracheales
kedua dan ketiga.
Berada di profundus dari musculi sternohyoideus, sternothyroideus, dan omohyoideus, glandula thyroidea berada di kompartemen viscerale
dari regio cervicalis. Kompartemen tersebut juga berisi pharynx, trachea, dan esophagus dan dikelilingi oleh lamina pretrachealis dari fascia
cervicalis.
Glandula thyroidea berasal dari pertumbuhan kuncup median dari dasar pharynx dekat basis lingua. Foramen caecum linguae, mengindikasikan
tempat asal glandula ini dan ductus thyroglossus menandai jejak migrasi glandula thyroidea menuju lokasi akhirnya pada orang dewasa. Ductus
thyroglossus biasanya menghilang di awal perkembangan, tapi sisanya dapat tetap ada sebagai suatu kista atau suatu saluran dengan foramen
caecum (misalnya, fistula). Bisa juga terdapat suatu glandula thyroidea fungsional:
- berhubungan dengan lingua (suatu thyroidea lingualis);
- di manapun di sepanjang bagian perpindahan glandula thyroidea; atau
- meluas ke atas dari glandula di sepanjang jalannya ductus thyroglossus (lobus pyramidalis).

Suplai arterial
Dua arteriae utama menyuplai glandula thyroidea.

1. Arteria thyroidea superior.


Arteria thyroidea superior merupakan cabang pertama arteria carotis externa (Gambar 8.158). Arteria ini turun, berjalan di sepanjang tepi lateral
musculus thyrohyoideus, untuk mencapai polus superior lobus lateralis glandula thyroidea, di mana arteria ini terbagi menjadi ramus glandularis
anterior dan ramus glandularis posterior:
1.1 Ramus glandularis anterior berjalan di sepanjang
tepi superior glandula thyroidea dan beranastomosis dengan struktur yang sama dari sisi yang berlawanan dengan melintasi isthmus.
1.2 Ramus glandularis posterior berjalan ke sisi posterior dari glandula thyroidea dan dapat beranastomosis dengan arteria thyroidea inferior.

2. Arteria thyroidea inferior.


Arteria thyroidea inferior merupakan sebuah cabang dari truncus thyrocervicalis, yang berasal dari bagian pertama arteria subclavia. Arteria ini
berjalan naik di sepanjang tepi medial musculus scalenus anterior, berjalan posterior dari vagina carotica, dan mencapai polus inferior dari lobus
lateralis glandula thyroidea.
Pada glandula thyroidea arteria thyroidea inferior dibagi menjadi:
- ramus inferior, yang menyuplai bagian bawah glandula thyroidea dan beranastomosis dengan cabang posterior dari arteria thyroidea superior;
dan
- ramus ascendens, yang menyuplai glandula parathyroidea.

Kadang-kadang, arteria thyroidea ima yang kecil muncul dari truncus brachiocephalica atau arcus aortae dan berjalan naik pada permukaan
anterior trachea untuk menyuplai glandula thyroidea.

Drainase vena dan lymphatici


Tiga venae mengaliri glandula thyroidea:
- Vena thyroidea superior terutama mengaliri daerah yang disuplai oleh arteria thyroidea superior.
- Vena thyroidea media dan vena thyroidea inferior mengaliri sisa bagian dari glandula thyroidea.

Vena thyroidea superior dan vena thyroidea media mengalir ke dalam vena jugularis interna, dan berturut-turut, venae thyroidea inferior
bermuara ke dalam vena brachiocephalica dextra dan vena brachiocephalica sinistra.
Drainase lymphatici glandula thyroidea adalah menuju nodi di samping trachea (nodi lymphatici paratrachealis) dan nodi lymphatici cervicales
profundi di inferior dari musculus omohyoideus di sepanjang vena jugularis interna.

Nervus laryngeus recurrens


Glandula thyroidea berkaitan erat dengan nervus laryngeus recurrens. Setelah keluar dari nervus vagus [X] dan membelok di sekitar arteria
subclavia di sebelah kanan dan arcus aortae di sebelah kiri, nervus laryngeus recurrens berjalan naik di dalam suatu celah di antara trachea dan
esophagus pada tiap sisinya (Gambar 8.159). Nervi ini berjalan profundus dari permukaan posteromedial lobus lateralis glandula thyroidea dan
masuk larynx dengan berjalan profundus dari tepi bawah musculus constrictor pharyngis inferior.
Kelenjar tiroid merupakan organ terbesar dari sistem endokrin. Gangguan kelenjar tiroid memberikan manifestasi klinis tersering
dibandingkan dengan organ sistem endokrin lainnya.
Tumor tiroid merupakan pertumbuhan abnormal dari kelenjar tiroid, dimana dapat berupa tumor jinak ataupun tumor ganas seperti tipe
papiler, folikular, medular, atau tipe anaplastik.
Angka kejadian dari tumor tiroid cenderung meningkat, hampir 95% tumor kelenjar endokrin berasal dari tiroid, walaupun angka
kejadiannya hanya berkisar 2,5% dari seluruh kanker.

Karsinoma tiroid merupakan tumor ganas yang terjadi pada tiroid, yaitu organ endokrin terbesar pada manusia. Angka kejadian tumor
tiroid cenderung meningkat dengan cepat, bahkan pada studi yang dilakukan di Amerika merupakan salah satu tumor dengan angka
insiden yang paling cepat meningkat dibandingkan kanker lain. Alasan mengapa terjadinya peningkatan insidens dari kanker tiroid belum
sepenuhnya diketahui, tetapi dicurigai berhubungan dengan meningkatnya penggunaan peralatan diagnostik sebagai pemeriksaan
penunjang, yang akhir-akhir ini semakin banyak digunakan.

Tantangan yang dihadapi dalam menangani kasus tumor tiroid adalah bagaimana dapat memberikan terapi yang adekuat dan tidak
dilakukan tindakan yang berlebihan pada pasien dengan tumor tipe jinak. Selain itu bagaimana dokter dapat mengenali atau mendiagnosis
pasien dengan tipe tumor yang lebih berbahaya atau berisiko tinggi, yang membutuhkan penatalaksanaan yang lebih agresif.
Compared with thyroid neoplasms in adults, however, those in the pediatric population exhibit differences in pathophysiology, clinical
presentation, and long-term outcomes. Furthermore, therapy that may be recommended for an adult may not be appropriate for a child who is
at low risk for death but at higher risk for long-term harm from overly aggressive treatment. For these reasons, unique guidelines for children
and adolescents with thyroid tumors are needed. Unfortunately, recent studies with follow-up spanning several decades reveal an increase in all-cause
mortality for survivors of childhood DTC, predominately due to second malignancies in children treated with radiation.\

According to the Surveillance, Epidemiology and End Results (SEER) program, new cases of thyroid cancer in people age < 20 represent 1.8% of all thyroid
malignancies diagnosed in the United States (16). Unfortunately, the incidence appears to be increasing (17). Among 15- to 19-yearold adolescents, thyroid
cancer is the eighth most frequently diagnosed cancer and the second most common cancer among girls (8,18). Adolescents have a 10-fold greater incidence
than younger children, and there is a female to male preponderance (5:1) during adolescence that is not seen in young children (8,18–21). The most common
presentation for DTC in children is that of a thyroid nodule.

Anda mungkin juga menyukai