Anda di halaman 1dari 26

JURNAL ILMIAH

“CARCINOMA OF THYROID GLAND”


OLEH : LAMBERTUS JOSEF F. BUGA
PENDAHULUAN

 Carcinoma Thyroid adalah keganasan kelenjar endokrin yang paling sering terjadi  terjadi peningkatan kasus
dari tahun 1990 sampai 2016 (>5% kasus pada laki-laki maupun perempuan tiap tahunnya)
 Papillary Thyroid Carcinoma (PTC)  kanker terbanyak urutan ke-5 pada wanita  dapat didiagnosa lebih awal
dengan ukuran tumor <1cm (microcarcinoma)  meningkat >40% pada tahun 2009
 90% Thyroid cancer berdiferensiasi baik dan pertumbuhannya lambat
 Pasien dengan Differentiated Thyroid Cancer (DTC) prognosis jangka panjangnya baik dengan harapan hidup 5
tahun dan 100% bersifat lokal tumor
 Evaluasi, skrining, dan managemen keganasan pada kelenjar thyroid terus berkembang dengan guideline terbaru
untuk reseksi/pembedahan cancer, peranan lymphadenectomy, dan terapi adjuvant untuk carcinoma thyroid.
PATOLOGY CLASIFICATION

 Carcinoma Thyroid dibagi menjadi 2 kategori :


 Well differentiated thyroid carcinoma termasuk papillary (PTC) dan follicular thyroid carcinomas (FTC)
 Poorly differentiated carcinoma termasuk medullary thyroid carcinoma (MTC) dan anaplastic thyroid carcinoma (ATC)

 Tumor primer kelenjar thyroid yang jarang terjadi adalah lymphoma, squamous cell carcinoma, sarcoma dan metastasis
dari keganasan lain (Paling sering berasal dari sel renal, paru-paru atau payudara)
 PTC (Papillary Thyroid carcinoma)  80% dari seluruh keganasan kelenjar thyroid  terlihat secara histologi pada
hasil PA pasien dengan paparan radiasi
 Insiden rata-rata pada usia 30-40 tahun,
 Paling sering pada wanita dibanding laki-laki dengan ratio 2:1
 Secara makroskopis terlihat batas tegas, warna putih dan permukaan rata
 Penegakan diagnosis dengan evaluasi
mikroskopik seperti FNAB, diagnosis defenitif
dengan karakteristik gambaran sel berbentuk
cuboidal dan inti beralur dan inklusi sitoplasma
disebut sebagai “Orphan Annie” nuclei.
 Psammoma bodies nampak pada 50% specimen
 Multifokal pada 80% pasien dan berhubungan
dengan metastasis ke limfanodus
 30-80% Metastasis ke kelenjar limfonodus
cervical dengan ukuran kecil
 Harapan hidup 95% rata-rata sekitar 10 tahun
 Kanker Thyroid terbanyak kedua adalah FTC (follicular thyroid carcinoma)  6-10% dari seluruh keganasan kelenjar
Thyroid
 Sering ditemukan di daerah dengan defisiensi Iodin
 Paling sering pada wanita dibanding laki-laki dengan ratio 3:1
 Sering ditemukan berhubungan dengan gangguan thyroid tipe jinak seperti goiter endemic, dan berhubungan dengan stimulasi
TSH dan carcinoma follicular
 Insiden rata-rata pada usia 50-60 tahun
 Pasien sering datang dengan keluhan riwayat nodul soliter yang ukurannya bertambah dengan cepat
 Bersifat unifocal, lesi berkapsul yang terdiri dari banyak folikel sel
 Diagnosis patologik berdasarkan potongan permanen yang menunjukkan adanya kapsul dan invasi vascular
 FTC dibagi menjadi Invasi luas (gross invasive) dan Invasi minimal
 FTC jarang metastasis ke kelenjar limfonodus servikal (5-10%)
 70-95% bertahan hidup selama 10 tahun  lebih buruk dari PTC
 Variasi subtype dari kanker Thyroid
berhubungan dengan syndrome Hereditary
(genetic)  ec. MTC (Medullary Thyroid
Carcinoma) 4-5% MEN2 (Multiple
Endocrine Neoplasia 2)
 75% MTC bersifat sporadic dan
berhubungan dengan familial syndrome
 Insiden rata-rata MTC usia 30-40 tahun
 Lesi MTC tidak berkapsul dan tidak jelas
batasnya, terdiri dari campuran sel
heterogen berbentuk poros atau bulat, sel
dipisahkan oleh septa fibrous dan amyloid
 untuk diagnosis menggunakan
immunohistochemical (IHC)
staining
 ATC (Anaplastic Thyroid Carcinoma) adalah keganasan
Thyroid yang paling agresif dan paling mematikan
 Tumor MTC tumbuh lambat namun cenderung
 Jarang terjadi sekitar 1-2% kasus
metastasis lebih awal  biasanya sebelum ukuran
 Puncak insiden pada usia 70 tahun
tumor mencapai 2cm sudah terjadi metastasis di
 Harapan hidup sangat rendah 25% pada tahun pertama dan 5%
kelenjar limfonodus cervical dan mediastinum
untuk 5 tahun berikutnya
superior
 Pasien datang dengan keluhan massa yang cepat bertambah
 50% pasien dengan MTC mempunyai regional besar, gejala disfagia, disfonia dan dyspneu sebagai akibat
metastasis saat diagnose adanya kompresi massa pada struktur dibawahnya dan tidak
dapat diangkat (jika ini terjadi)
 Harapan hidup bergantung pada metastasis, jika
 Tumor tidak berkapsul dan terdiri dari area nekrosis, selnya
hanya di sekitar kelenjar Thyroid  10 tahun besar dan multinuclear dengan polimorfik nuclear dan aktivitas
survival rate (90%) mitosis yang tinggi

 Jika metastasis jauh  10 tahun survival rate (20%)  25% kasus terjadi invasi ke trachea, 90% metastasis regional
dan 50% kasus metastasis jauh (paling sering ke paru-paru)
 Diagnosis pasti dengan Biopsi insisi
DIAGNOSIS

 Kelainan Thyroid sering didiagnosa secara incidental


 Pemeriksaan Fisik : Nyeri pada saat palpasi massa,
lewat pemeriksaan rutin (baik pemeriksaan fisik palpasi
maupun imaging (CT Scan, USG Colli)
diarea  MTC
 Teraba Adenopathy cervical terutama dari bagian tengah
 Anamnesis : pasien datang dengan keluhan teraba massa
sampai bawah rantai jugular
di leher, gejala sindroma kompresi seperti perubahan
suara, disfagia, disfonia, dispneu atau hemoptisis   Pemeriksaan Penunjang :
akibat invasi local dan pertumbuhan agresif  USG resolusi tinggi pada kelenjar thyroid
 Riwayat paparan radiasi
 Lab : kadar TSHs dan FT4
 Riwayat keluarga dengan keganasan kelenjar Thyroid
 Biopsi FNA  berdasarkan The 2015 American
 Riwayat keganasan Thyroid sebelumnya
Thyroid Association Guidelines
 Riwayat pembedahan di daerah leher
 Penanda genetik dan molekuler
TREATMENT
 Saat keganasan Thyroid sudah didiagnosa pasti  Reseksi
Pembedahan harus dipikirkan  Pasien dengan 1-4cm well-differentiated cancers dengan factor tambahan
seperti nodul thyroid kontralateral, ekstensi extra-thyroidal yang kotor dan
 Tujuan dari penanganan adalah membersihkan penyakit sampai ada atau tidaknya metastasis jauh atau lokoregional  Perluasan
tuntas dengan morbiditas atau kehilangan fungsi minimal Thyroidectomy
 Penanganan pembedahan yang sesuai akan menentukan skrining  Diseksi Limfonodus profilaktik untuk mencegah kekambuhan lokal,
post operatif, terapi adjuvant jika perlu dan mengurangi akurasi staging dan meningkatkan harapan hidup  masih kontroversi
kekambuhan penyakit tersebut  Diseksi Limfonodus profilaktik pada kasus PTC  tergantung pada dokter
bedahnya
 Pasien dgn PTC dgn ukuran >1cm  total thyroidectomy
 Diseksi Central neck ipsilateral profilaktik dilakukan pada tumor primer
 ATA guidelines 2015  1-4 cm Well-Differentiated Thyroid dengan ukuran >4cm atau ada perluasan extra-thyroidal
Cancers (WDTC) tanpa perluasan extra-thyroidal atau  Diseksi limfonodus sentral bilateral terapeutik dilakukan jika pada biopsy
metastasis ke limfonodus  Lobectomy atau total preoperative ditemukan adanya lateral atau sentral compartement disease
thyroidectomy atau central compartement nodal disease
 Insiden RLN injury (Recurrent Laryngeal Nerve) dan permanent  Pada pasien dengan biopsy terbukti ada metastasis ke limfonodus servikal
hypoparathyroidism post total thyroidectomy rendah (2%)  Diseksi limfonodus lateral terapeutik (Level IIa, IV dengan penambahan
level Iib, V dan VII)
 PTC, FTC dan Hürthle cell carcinoma dengan ukuran <1cm 
 MTC  total thyroidectomy dan diseksi sentral neck bilateral profilaktik
Thyroid Lobectomy
SURGICAL TECHNIQUE – LOBECTOMY & TOTAL
THYROIDECTOMY

 Setelah induksi general (endotracheal) anastesi, kedua tangan pasien dilipat dan pasien posisi semi fowler dengan
hiperekstensi leher menggunakan shoulder roll dan penyangga belakang kepala
 Lapangan operasi dipersempit dengan duk steril meliputi daerah dagu, leher dan dada
 Insisi transversal (mengikuti garis lipatan kulit secara kosmetik) dua jari di atas cekungan suprasternal
 Dengan elektrocauter, pisahkan platysma dan flap, membuat area subplatysmal baik superior maupun inferior ke
level cekungan thyroid dan suprasternal
 Otot-otot yang diikat dipisahkan secara vertical di sepanjang median raphe, otot yang melekat pada kelenjar atau
tumor harus di reseksi en bloc dengan specimen
 Pisahkan otot sternothyroid dari jaringan di sekitar thyroid dan lobus thyroid ditarik ke tengah agar dapat
diidentifikasi vena thyroid medial untuk diligasi
 Lobus bagian medial ditarik agar terlihat jalur traheoesofageal sehingga bisa terlihat RLN (Recurrent Laryngeal
Nerve) yang berjalan di caudal ke cephal. 1% pasien non recurrent RLN terletak pada sisi kanan dekat dengan
bagian proksimal nervus vagus
 Dengan Kittner dissector, lakukan diseksi tumpul dengan gentle dari medial ke arteri carotid untuk melihat alur
paratracheal yang berada di bagian inferior dari pintu masuk cavum thoracic ke arah superior dari bagian superior
pembuluh darah
 Pada bagian superior, cabang eksternal dari superior laryngeal nerve dapat terluka saat masuk ke otot cricothyroid yang
dapat menyebabkan gangguan suara bernada tinggi. Saraf ini memiliki banyak rute dan secara khusus berhubungan dengan
pembuluh darah Thyroid superior sekitar 58% kasus, selain itu adapula yang berjalan di antara cabang artery thyroid
superior, berjalan dekat kira-kira <1cm superior dari pembuluh darah atau melewati posterior dari pembuluh darah dan
bagian superior dari kelenjar thyroid.
 Bagian superior dari pembuluh darah harus dipotong dengan cermat dekat dengan kelenjar thyroid menjadi dua bagian
 RLN (Recurrent Laryngeal Nerve) terbaik ditemukan di bagian bawah dari jalur paratracheal yaitu dari caudal ke cephal.
RLN sering berada di bagian posterior dari arteri thyroidal inferior atau cabang dari arteri ini atau bagian anterior dari arteri
ini.
 Cabang-cabang arteri thyroidal inferior seperti cabang superior harus diligasi pada bagian kelenjar thyroid untuk mencegah
terjadinya cedera pada RLN. Diseksi yang hati-hati dari arteri thyroid inferior bukan hanya untuk mencegah cedera RLN
tetapi juga untuk menjaga suplai darah ke kelenjar parathyroid. Alasan paling sering dari terjadinya hypoparathyroidism
post operasi karena gangguan aliran darah selama pembedahan.
 Kelenjar Parathyroid superior biasanya terletak di antara fascia thyroid dan 1cm berada di antara persimpangan
RLN dan arteri thyroid inferior pada 80% kasus. Kelenjar Parathyroid inferior memiliki lebih banyak variasi
lokasi tetapi secara khusus berada di bagian posterior dan medial dari RLN dekat dengan bagian inferior dari
kelenjar thyroid dalam tractus Thyrothymic.
 Kelenjar parathyroid secara hati-hati dibedah bebas dari thyroid, secara special perhatiannya untuk menjaga
pedikel lateral pembuluh darah.
 Untuk reseksi lobus thyroid kontralateral jika ada indikasi, lakukan dengan cara yang sama seperti di atas.
SURGICAL TECHNIQUE – LYMPH
NODE DISSECTION

 Diseksi limfonodus kompartemen sentral (Level VI) dilakukan


untuk mengangkat jaringan limfatik berbatasan secara superior
dengan tulang hyoid, bagian inferior berbatasan dengan arteri
innominate dan bagian lateral berbatasan dengan arteri carotis,
dengan perhatian khusus untuk mengangkat semua limfatik dan
jaringan aerolar yang terletak posterior dari RLN.
 Tujuannya adalah membersihkan seluruh jaringan linfatik
prelaryngeal, pretracheal, dan paratracheal pada bagian tumor.
 Jika secara makroskopik, terdapat gangguan limfatik pada leher
kontralateral, maka diseksi kompartemen sentral kontralateral
harus juga dilakukan
 Jika limfonodus lateral diangkat saat terjadi metastasis, maka
diseksi leher radikal modifikasi harus dilakukan dengan
mengangkat semua jaringan limfatik pada level II sampai V
sambil mengamankan otot sternokleidomastoideus, nervus
spinal assesorius, nervus vagus, nervus phrenicus dan vena
jugular interna jika memungkinkan.
 Batas dari diseksi kompartemen leher lateral adalah posterior
dengan batas anterior dari otot trapezius (posterior aspect dari
level V), batas inferior dengan klavikula (inferior aspect dari
level IV dan V), bagian medial berbatasan dengan batas
lateral otot sternohyoid (medial aspect level III dan IV) dan
superior berbatasan dengan batas bawah dari corpus
mandibula dan tulang cranium (superior aspect level II)
STAGING

 Carcinoma Thyroid staging paling


sering menggunakan AJCC
(American Joint Committee on
Cancer) sistem staging.
 AJCC staging membagi pasien dalam
4 stage berdasarkan kalsifikasi TNM
kecuali ATC dibagi dalam 5 stage
 Pada umumnya, prognosis pasien dengan carcinoma
thyroid well-differentiated berdasarkan usia, jenis
kelamin, perkembangan penyakit dan ukuran dari
tumor primer.
 Klasifikasi staging untuk keterlibatan limfonodus
hanya untuk pasien usia > 55 tahun.
 Walaupun stage 1 FTC dan PTC sama,
harapan hidup PTC lebih baik dibandingkan
FTC
 ATC adalah salah satu malignansi dengan
harapan hidup sangat kecil, 1 tahun harapan
hidup sekitar 17% dan 5 tahun harapan hidup
sekitar 6% saja.
ADJUVANT THERAPY
 Tujuan dari terapi adjuvant termasuk
memperpanjang harapan hidup dan
mengurangi kekambuhan kanker thyroid yang
akan datang.
 ATA menciptakan dan memperbaharui system
stratifikasi resiko awal dalam memanfaatkan
tipe histologi, karakteristik patologi dan status
mutasi DTC untuk membantu membuat
keputusan inisiasi terapi adjuvant  table 17.6
 Terapi adjuvant andalan yang digunakan untuk
Carcinoma thyroid yang berdiferensiasi baik
adalah menggunakan radioaktif 131I (RAI) dan
supresi TSH.
 Penggunaan terapi radioaktif 131I (RAI) setelah
thyroidectomy meningkatkan perbaikan klinis
termasuk kekambuhan dan mampu bertahan
pada beberapa pasien dengan DTC.
 Terapi radioaktif 131I (RAI) dilakukan dengan melalui pengambilan kembali hormone thyroid atau menggunakan TSH human recombinant
(rhTHS).
 Kebanyakan pasien dengan DTC pada MD Anderson Cancer Center (MDACC) menjalani pengambilan kembali hormone thyroid selama 3
s/d 6 minggu dengan diet low iodine selama 1 s/d 2 minggu sebelum terapi 131I . Atau alternatif lain dengan menggunakan bantuan terapi
rhTHS pada pasien dengan resiko yang signifikan untuk efek samping terjadi hipothyroidisme seperti pada pasien lansia, pasien dengan
gangguan jantung, pasien metastasis pada tulang belakang dan otak atau pada pasien dengan hipothyroidisme sentral yang tidak dapat
memproduksi cukup TSH
 Sementara dilakukan pengambilan kembali hormone thyroid dalam 2 s/d 3 minggu biasanya cukup untuk mencapai level TSH yang
diinginkan agar terapi 131I dapat dilakukan (TSH > 25 to 30 µIU/mL)
 Pasien yang menjalani pengambilan kembali hormone thyroid dalam waktu yang lebih lama yaitu 4 s/d 6 minggu  dapat menggunakan
short acting T3 (liothyronine) dalam 2 minggu pertama untuk memperbaiki gejala/tanda hiprothyroid
 Pada kebanyakan pasien dengan ATA Low risk (intrathyroidal DTC without evidence of lymphovascular invasion, extrathyroidal extension or
metastases) tidak berespon baik dengan 131I . Terapi RAI hanya digunakan untuk pasien ATA intermediet risk (microscopic extrathyroidal
extension, cervical lymph node metastasis, vascular invasion, or aggressive tumor histology) dan high risk (gross extrathyroidal extension,
incomplete tumor resection, distant metastasis, or inappropriate postoperative serum thyroglobulin (Tg) levels) pasien saja.
 Dosis terapi RAI pada pasien ATA low risk yang direkomendasikan adalah 30 mCi sedangkan untuk pasien ATA high risk dosis ditingkatkan
sampai 150 mCi
 Sesudah menjalani pembedahan dan terapi ablasi I pasien menjalani terapi pergantian hormone (hormonal
131

replacement treatment)  levothyroxine sodium dengan dosis 2µg/kg/hari.


 Pasien dengan DTC resiko tinggi (high risk) dosis awal yang direkomendasikan untuk supresi hormone TSH
adalah <0.1mU/L;
 Pasien DTC resiko sedang (intermediate risk) dosis yang direkomendasikan adalah 0.1 to 0.5 mU/L;
 Sedangkan untuk pasien DTC resiko rendah (low risk) dengan level Tg serum yang tidak terdeteksi
direkomendasikan dengan range dosis paling rendah 0.5 to 2 mU/L.
 Perluasan dan durasi terapi supresi TSH bergantung pada stadium penyakit, status kekambuhan, dan factor
komorbiditas (aritmia jantung, PJK, osteoporosis, atau gangguan psikologi).
 External-beam radiation therapy (EBRT) untuk pasien DTC  masih kontroversi
 Kemoterapi sitotoksik tradisional tidak efektif untuk terapi carcinoma thyroid
 Multitarget tyrosine kinase inhibitors (TKIs)  disetujui untuk terapi carcinoma thyroid  menghambat reseptor
endothelial growth factor
 Multitarget tyrosine kinase inhibitors (TKIs) seperti Pazopanib, sorafenib, dan sunitinib.
 Pada tahun 2013 sorafenib (Nexavar) disetujui untuk mengobati iodine-refractory DTC  tahun 2015 digunakan
lenvatinib (Lenvima)  efek samping yang timbul antara lain hipertensi, reaksi kulit kaki dan tangan, diare,
kemerahan, kelelahan, penurunan berat badan dan stomatitis
 Vandetanib (Caprelsa) dan cabozantinib (Cometriq) disetujui untuk mengobati MTC
SURVEILLANCE

 Kekambuhan DTC paling sering setelah 5 tahun pertama terapi, akan tetapi dapat juga terjadi pada beberapa tahun
kemudian
 Pasien dengan PTC sering kambuh locoregional pada leher sedangkan pasien dengan FTC sering kambuh pada
lokasi yang jauh
 Pasien dengan MTC dapat kambuh secara locoregional atau lokasi jauh
 Lokasi paling sering dari metastasis jauh kanker thyroid adalah paru-paru, tulang, jaringan lunak, otak, hati dan
kelenjar adrenal.
 Metastasis paru-paru paling sering terjadi pada pasien usia muda sedangkan metastasis tulang paling sering pada
pasien usia lanjut
DISEASE RECURRENCE

 Resiko kekambuhan penyakit bergantung pada besarnya biologi tumor, perluasan pembedahan awal, dan variabel
prognostic lainnya.
 Sekitar 30% pasien dengan DTC akan mengalami kekambuhan penyakit sekitar 66% dalam 10 tahun pertama
sesudah terapi definitive.
 80% kekambuhan terjadi pada bagian leher dan 74% kasus melibatkan kelenjar limfonodus servikal;
 Kekambuhan juga terjadi pada kelenjar thyroid lagi (20%), trachea dan otot disekitarnya (6%), 20% pasien
lainnya mengalami kekambuhan metastasis tempat yang jauh, paling banyak pada paru-paru (60%)  setengah
dari jumlah pasien yang mengalami metastasis meninggal dunia.
DAFTAR PUSTAKA

 Long Kristin L., Grubbs Elizabeth G. Carcinoma of the Thyroid Gland and Neoplasms of the Parathyroid
Glands on The MD Anderson Surgical Oncology Handbook. 6th edition. 2019 : Chap.17:p746-76

Anda mungkin juga menyukai