Anda di halaman 1dari 6

Makna Politik Bebas Aktif Indonesia

Setelah mengetahui definisi atau pengertian dari politik bebas aktif, tentunya
politik bebas aktif ini juga mempunyai tujuan. Tujuan politik bebas aktif tentu
saja seiring dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia yang terdapat
dalam alinea 4 UUD 1945.
Tujuan sekaligus contoh politik luar negeri bebas aktif tersebut, yaitu :

 Melindungi segenap Bangsa Indonesia, ini dapat disebut sebagai tujuan


pertahanan dan keamanan. Politik bebas aktif harus dalam rangka
melindungi segenap bangsa Indonesia, baik yang berada di Indonesia atau
yang sedang berada di wilayah negara lain.

 Memajukan kesejahteraan umum, merupakan tujuan secara ekonomi.


Yang berarti politik bebas aktif harus dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat.  Misalnya, dalam kegiatan ekspor dan impor yang
saling menguntungkan.

 Mencerdaskan kehidupan bangsa termasuk juga merupakan tujuan dari


politik bebas aktif dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Politik
bebas aktif yang meningkatkan kebudayaan dan pendidikan, misalnya
adanya pertukaran budaya dalam sesama anggota ASEAN.

 Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia, seperti telah dikemukakan


sebagai arti dari kata aktif bagi Indonesia. Dan salam perjalanannya
Indonesia sudah banyak berperan dalam hal ini.

Peranan Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia :

 Berperan aktif dalam organisasi PBB ( Perserikatan Bangsa - Bangsa )


 Indonesia merupakan salah satu pelopor dari Gerakan Non-Blok (GNB)
 Pengiriman Kontingen Garuda (KONGA)

2.
1. Masa Demokrasi Liberal
Masa Orde Lama : masa ini disebut masa liberal,
karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal.
Masa Orde Baru : pada masa krisis ekonomi,
ditandai dengan tumabngnya pemerintahan orde
baru kemudian disusul dengan era reformasi
yang dimulai oleh pemerintahan Presiden
Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal
ketatanegaraan yang mengalami perubahan,
namun juga kebijakan ekonomi. sehingga apa
yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun,
terpaksa mengalami perubahan guna
menyesuaikan dengan keadaan.
2.Masalah Pemanfaatan Kekayaan Alam
Masa Orde Lama : Konsep Bung Karno tentang
kekayaan alam sangat jelas. jika bangsa
Indonesia belum mampu atau belum punya iptek
untuk mengembangkan minyak bumi dsb biarlah
SDA tetap berada di dalam perut bumi Indonesia.
Masa Orde Baru : Konsepnya bertolak belakang
dengan Orde Lama. sehingga rakyat pun merasa
hidup berkecukupan pada masa orde baru. Beras
murah, padahal sebagian adalah beras import.
Beberapa gelintir orang mendapat rente ekonomi
yang luar biasa dari berbagai jenis monopoli
import komoditi bahan pokok, termasuk beras,
terigu, kedelai, dsb.
3.Sistem Pemerinatah
Orde Lama : kebijakan pada pemerintah,
berorientasu pada politik, semua proyek
diserahkan kepada pemerintah, sentralistil,
demokrasi terpimpin, sekularisme.
Orde Baru : Kebijakan masih pada pemerintah,
namun sektor ekonomi sudah diserahlan ke
swasta asong, fokus pada pembangunan
ekonomi, sentralustik, demokrai pancasial,
kapitalisme .
4. Orde Lama : Diskriminasi etnis Tionghas serta
kesenajngan sosial dan KKN
Orde Baru :Diskriminasi Ekonomi dan
Diskriminasi Etnis Tionghoa serta banyaknya
KKN ( Kolusi, koruosi, dan nepotisme.
5. Orde Lama : Pelanggaran HAM yaotu Tragedi
PKI dan pengahapusan Presiden seumur hidup
Orde Baru : Larangan kebebasan berpendapat
(ditolaknya HAM) pada Tragedi mei 1998
(Penculikan mahasiswa Trisakti)
6. Orde Lama : kebijakan pada pemerinatahn,
berorientasi pada politik, semua proyek
diserahkan kepada pemerinatah, sentralistik,
tidak menenal demokrasi.
Orde Baru : Kebijakan masih pada pemerintah,
namun sektor ekonomi sudah diserah kan ke
swasta/asing, fokus pada pembangunan
ekonomi, sentralistik, tidak menganal demokrasi

3.
GNB didirikan berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai hasil
kesepakatan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika yang dikenal
dengan sebutan dasasila Bandung. Terdapat keterkaitan yang erat antara
GNB dan dasasila Bandung tersebut.
Perkembangan terbaru

Baku, Azerbaijan - Delegasi Indonesia menghadiri Pertemuan Tingkat Menteri


(PTM) Gerakan Non-Blok (GNB) di Baku, Azerbaijan. Pertemuan telah
dihadiri oleh lebih dari 46 (empat puluh enam) negara anggota GNB yang
berasal dari wilayah Afrika, Asia-Pasifik, Eropa dan Amerika Latin. (23-
24/10). PTM merupakan pertemuan persiapan Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) GNB yang akan dilaksanakan pada 25-26 Oktober 2019 di Baku,
Azerbaijan.

Pada sesi pembukaan, Menlu Venezuela, Mr. Jorge Arreaza telah lakukan serah
terima keketuaan GNB kepada Menlu Azerbaijan, Mr. Elmar Mammadyarov.
Dalam sambutan pembukanya, Menlu Azerbaijan, sampaikan pentingnya
penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial negara berdaulat.
Lebih lanjut tekankan pentingnya tegakkan prinsip-prinsip Dasasila Bandung
sebagai dasar pergerakan GNB.
 
Isu-isu utama yang dibahas oleh negara anggota antara lain mengenai
perdamaian dan keamanan internasional dan regional, dukungan terhadap
kemerdekaan Palestina, pentingnya kerja sama internasional dan falsafah
multilateralisme, perubahan iklim, dan Agenda Pembangunan Berkelanjutan.
 
Mewakili Delegasi Indonesia, Duta Besar RI untuk Republik Azerbaijan, Prof.
Dr. H. Husnan Bey Fananie, MA tekankan pentingnya prinsip multilateralisme.
“Negara-negara GNB harus bersatu untuk mencari solusi atas isu-isu global,
ujar Dubes RI dalam pernyataannya pada sesi Debat Umum. Delegasi RI juga
serukan pentingnya reformasi GNB dalam memperkuat efektivitas kerja dan
respons GNB dalam tantangan dunia kontemporer.

Pertemuan berhasil menyetujui NAM Final Document yang selanjutnya akan


diadopsi pada pertemuan KTT GNB. Setelah lebih dari 5 tahun, ASEAN pada
akhirnya telah berhasil untuk memperbaharui paragraf mengenai Laut China
Selatan pada NAM Final Document. 

Di sela-sela KTM, diselenggarakan pula Pertemuan Komite Palestina pada


tanggal 23 Oktober 2019. Pertemuan mengesahkan dokumen Deklarasi Politik
terkait Palestina yang berisi perkembangan isu dan sejumlah upaya GNB dalam
mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina. (KBRI Baku)
4. latar belakang terbentuknya ASEAN di latar belakangi oleh beberapa
kesamaan yang dimiliki oleh negara-negara di Asia Tenggara.
Persamaan-persamaan tersebut antaralain:
1. persamaan geografis
2. persamaan budaya
3. persamaan nasib, yaitu pernah dijajah oleh negara asing kecuali
Thailand
4. persamaan kepentingan diberbagai bidang 

Konflik Internal ASEAN Sebagai suatu organisasi kerjasama regional,


ASEAN yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 oleh lima negara
yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand, terus
tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi yang semakin solid.
Dari suatu organisasi yang longgar, ASEAN tumbuh dan berkembang
menjadi organisasi yang berdasarkan hukum seperti tercermnin dari
diratifikasinya Piagam ASEAN pada akhir tahun 2008. Selain Piagam
ASEAN, negara-negara ASEAN juga memiliki Perjanjian Persahabatan
dan Kerjasama di Asia Tenggara (Treaty of Amity and Cooperation in
Southeast Asia) yang ditandatangani di Bali tahun 1976. Melalui
Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama negara anggota ASEAN
menyepakati code of conduct atau aturan perilaku dalam pelaksanaan
hubungan kerjasama antar negara anggota ASEAN yang meninggalkan
kekerasan dan mengedepankan cara-cara damai dalam penyelesaian
konflik di antara mereka. Sayangnya, Piagam ASEAN dan Perjanjian
Persahabatan dan Kerjasama belum pernah sekalipun digunakan untuk
menyelesaikan konflik antar negara-negara ASEAN. Bukan karena tidak
ada konflik di negara-negara ASEAN, melainkan karena masih
rendahnya rasa saling percaya di antara negara anggota. Negara-negara
ASEAN yang bekonflik lebih memilih penyelesaian secara bilateral atau
menyerahkan penyelesaian persoalan kepada lembaga internasional
seperti Mahkamah Internasional yang berkedudukan di Den Haag. Pada
tahun 1996, ketika Indonesia dan Malaysia bersengketa mengenai
masalah perbatasan di Sipadan dan Ligitan, keduanya membawa
permasalahan tersebut ke Mahkamah Internasional. Sementara itu
Filipina yang ditahun 1990-an tengah berupaya menyelesaikan konflik di
Mindanao Selatan, pihak yang diundang untuk menyelesaikan adalah
Organisasi Konperensi Islam (OKI). Langkah Indonesia, Malaysia dan
Filipina yang melibatkan lembaga internasional dalam penyelesaian
konflik pada akhrnya diikuti pula oleh Kamboja. Bahkan Kamboja tidak
perlu waktu lama unuk segera meminta bantuan DK PBB di New York.
Langkah cepat Kamboja melaporkan permasalahan perbatasannya ke DK
PBB tentu saja memunculkan kekhawatiran bahwa penyelesaian konflik
perbatasan Thailand dan Kamboja akan diselesaikan atas bantuan pihak
eksternal di luar ASEAN. Kalau sampai DK PBB mengabulkan
permintaan Kamboja agar PBB membantu penyelesaian konflik
perbatasannya dengan Thailand, maka muka ASEAN akan tercoreng dan
keberadaan ASEAN kembali dipertanyakan. Bagaimana mungkin
ASEAN bisa berperan di forum global seperti yang tercermin dalam tema
ASEAN 2011 “ASEAN Community in a Global Community of Nations”,
jika mengelola konflik internal saja tidak berhasil.

Anda mungkin juga menyukai