Kolaborasi Searchable
Kolaborasi Searchable
DAN MODEL
KOLABORASI
Sophie Yolanda & Diantha Soemantri
A. DEFINISI
Teamwork (kerja sama tim) adalah interaksi atau hubungan di antara dua
atau lebih profesi yang bekerja secara saling tergantung untuk mencapai
suatu tujuan bersama. Untuk mencapai suatu kerja sama tim dibutuhkan
suatu tim dan kolaborasi (Canadian Health Services Research Foundation,
2006). Terdapat beberapa definisi tim berdasarkan kepustakaan, salah
satunya adalah definisi tim menurut Salas, yaitu: "kelompok yang
terdiri dari dua ·orang atau lebih yang berinteraksi secara dinamis,
sating tergantung, dan adaptif menuju suatu tujuan/misi bersama,
di mana setiap anggota telah memiliki ... ·
peran/tugas dan fungsi spesifik, dengan
masa keanggotaan y~ng terbatas" (World
Health Organization, 2011 ). Deftnisi lain
dari tim adalah sejumlah kecil anggota dari
berbagai latar belakang keahlian untuk
menyelesaikan tugas tertentu, memiliki
komitmen yang kuat untuk mencapai
tujuan, serta adanya tanggung jawab
kolektif (Mickan dan Rodger, 2005).
--
b t tim pelayanan kesehatar
Be. rdasarkan definisi--definisi .terse u ' .
t'k sebagai benkut
(W ld H
or ealu
khususnya memiliki karaktens t
11
Organization, 20 ): .· _ . erannya dan peran anggota lain
1 setiap anggota t1m mengetahu1 p .
· , k ap· ai tujuan bersama;
saling berinteraksi untu menc ·
2. tim membuat keputusan; h d
3. tim memiliki peng~tahuan dan keterampilan k usus an serin;
bekerja dalam kondisi beban kerja yang berat; dan
4. tim bekerja sebagai unit yang kolektif, sebagai hasil satin;
ketergantungan (interdependensi) tugas antara anggota t im.
B. MODEL KOLABORASI
0
0
0
8
Saling be.rgantung
Praktik Paralet (lnterdepencjence) dalam
Mandiri Konsultasi / Rujukan
pemberian perawatan
f
Gambar 1.1. Spektrum Kolaborasi Tim Kesehatan
Dikutip dan dimodifikasi dari Mickan dan Rodger (2005)
6. Administrasi (Administration)
Merupakan pemimpin eksekutif dari' sebuah unit dan memiliki
tanggung jawab 24 j~m untuk keseluruhan fungsi dan manajemen
organisasi. Tugas tim ini adalah:
• menciptakan dan mensosialisasikan tujuan/visi,
• mengembangkan dan menegakkan kebijakan,
• menetapkan target kerja bagi staf,
-_·,. ·.<.,_..-~·;:-~:.:\ ',~v;~f'•\~::-..~r-:~ .
~ :H
1);
~-· '
stlk
1tuk
·Gambar 1.2. Sistem Tim Pelayanan Kesehatar, untuk Pasien menurut STEPPS™
:ung
Dikutip dan dimodifikasi dari Agency for Healthcare Research and Quality (2008)
ada_
lah beberapa pasien di-tuga~kan untuk satu tenaga kesehatan/
.manajer kasus yang_ m(=mtmpin dQlc::1m kolaborasi dengan anggota
tim lain untuk merencanakan perawatan yang komprehensif,
mengkoordinasikan kegiatan untuk memenuhi tujuan, dan
pemantauan pencapaian tujuan.
11
1/
Gambar 1. _
3. Alur Pelayanan Pasi.en pada Model Praktik lnterprofesi
Dikutip dan dimodifikasi dari Scotten et al. (2015)
~luruh a,
----------
2. Kepemimpinan Efektif
Pemimpin yang efektif akan- mencanangkan dan menjaga struktur
tim, menangani konflik, mendengarkan, mempercayai, dan
mendukung anggotanya.
3. Komunikasi Efektif
Tim yang baik membagi ide dan informasi secara cepat dan rutin,
menyimpan catatan tertulis, dan melua-ngkan waktu untuk retleksi
tim.
5. Saling Menghormati
Anggota tim yang efektif menghormati talenta dan kepercayaan
anggota tim yang lain, selain kontribusi profesional anggota
tersebut.
yang jelas.
5. Memastikan setiap an.ggota ~tm memiliki kesempatan untuk
mengutarakan masa.lahnya baik-.s~c?lra langsung dengan pimpinan
I I
dan/atau admin:istrasi serta datam pertemuan tim.
6. Memastikan semua anggota
' ,
tim terlibat sejak awal dalam
perencanaan, khususnya untuk kegiatan di mana mereka akan
terlibat.
7. Memberikan kesempatan bagi anggota tim untuk saling mengenal
satu sama lain.
8. Memastikan adanya vist bersama.
9. Memberikan ke~emp~tan bagi . anggota tim untuk melakukan
kegiatan bersama dt luar pekerjpan.
10. Mengakui kontribusi kolektif dan prestasi dari semua ang-gota tim.
I ~~
t 1. Mendiseminasikan informqsi secara rutin kepada -seluruh staf.
12. Mengidentifikasi dan mengatasi- potensi konfli-k antaranggota staf ~!
sedini mungkin. ~~
~Ui
I
Bila efektivitas sebuah kolaborasi tim telah tercapai, efektivitas ~et
terse9ut tetap perlu .dijaga dengan cara-cara sebagai berikut (Family ~Or
Health Teams, 2005):
llnt
1. Pemeliharaan fokus bersama '
2. Penilaian ulang tujuan tim secara rutin
3. Komunikasi rutin
4. Pemecahan masalah atau konflik bila muncul
5. Pertemuan rutin dimana -semua anggota terlibat
6. Pengakuan akan kontribusi semua anggota tim
7. Pengakuan akan dampak dari ada tidaknya seorang anggota tirn
a. Orientasi yang baik terhadap anggota tim baru
9. Kesempatan untuk anggota tim melakukan kegiatan bersama di
luar pekerjaan.
• I (professicm(Jf/occupational). Komponen
• Profes1ona t . d· t ·
. . k Pkebijakan dan pera uran 1 1ngkat Yan
profes1onc)l men ca u . . . g
lebih tinggi yang mempengaruh1 baga1mana organ1sasi dan
individu mengelola konflik di tempat kerj~, dan kompetensi
serta standar praktik yang mempengaruhi perilaku/budaya
anggota tim.
• Kognitif / psiko / sosi~l / budaya (~ognitive I psycho I social
I cultural). Faktor e:k~~ernal un~uk komponen kognitif /psiko/
sosial/buday~ adalah harapan klien, p~_r_ubahan peran dalam
keluarga, dan keberagaman paoa populasi maupun penyedia
layanan kesehatan.
Garnbar 1 6 .
• • Model K
onseptual unt
Dikutip d Tirr, K . Uk Membang .
an dimodifik esehatan y un dan Mempertahankan
asi dari R ang Efekt 'f
egistered N 1
urses' As .
soc 1ation of Ontario (2013)
D. PRINSIP KOLABORASI PELAYANAN KESEHATAN
. • · · kolaborasi pelayanan kesehatan adalah (Registered
Pnns1p-pnns1p ·
Nurses' Association of Ontario, 2013):
1. Pelayanan yang berpusat pada pasien (patient-centered care)
2. Terdapat hubungan dokter-pasien yang baik (recognition of
~0/ t~ patient-physician relationship)
ltlft~ 3. Terdapat pemimpin yang efektif (physician as the clinical leader)
·ran~ 4. Terdapat rasa sating rnenghormati (mutual respect and trust)
Scotten, M., E. L. Manos, A. Malicoat, dan A. M. Paolo. 2015. Minding The Gap:
lnterprofessional Cc>mmunic 9 tion During Inpatient and Post Discharge
Chasm Care. Patient Education and Counseling 98: 89.5-900.
University of Manitoba. 2011. Jnterprofessional Practice Education in Clinical
Settings: Immersion Learning Activities.
Virani, T. 2012. Jnterprofessional Collaborative Teams. Canadian Health Services
Research Foundation. Ottawa.
World Health Organization. 2011. Patient Safety Curriculum Guide: Muln-
Prbfessional Edition.
KOLABORASI DALAM
SISTEM KESEHATAN
NASIONAL (SKN)
INDONESIA
Diantha Soemantri & Sophie Yolanda
Secara lebih rinc;i, peqoman d~lam berkolaborasi dan bekerja sama dalam
tim . pelayanan
. kesehatan
• , kh ususnya pada level pelayanan di rumah
sak1t, d1atur dalam Standar Nasional Ak d.1 .
. . re tas1 Rumah Sakit (SNARS)
tahun 2017. Rmc1an yang lebih bersifat t k . . -
, . d. . e ms pada standar ini dapat
menJa 1 panduan bagi rumah sakit d l .
- a am meny1apkan t .
dan infrastruktur lain yang mend k a uran, sJstem,
. u ung penyele
kesehatan berbasis kolaborasi Ad . nggaraan pelayanan
, · , · anya s1stem d .
dilengkapi dengan pemahaman-menge . . an aturan yang jelas,
na1 peran set.
terbukti sebagai salah satu faktor lap Profesi kesehatan,
. . . . yang nriern .
pelayanan kesehatan (Setrndi et al., 2017 . Pengaruh1 kolaborasi
. ' Soernant .
- n et al. ' 2019).
Menurut SNARS tahun 2017, asuhan .
- Pas1en dib .k
kesehatan dalam hal ini disebut sebagai P en an oleh profes·
. . rof esionat
(PPA), yang bekerJa dalam t1m interd· . . Pernberi Asuhar
. is1plJn d
interprofesi, dan Dokter Penanggung Jawab p l engan kolaboras·
e ayana
sebagai ketu.a tim asuhan pasi~n (clinical leader) n (DPJP) b,e rperar
rumah •sakit diselenggarakan .dengan berpusat Pada · A~uhan Pasien d·
'b Pas1en d
terintegrasi, termasuk mell atkan dan memberd ayakan an bersifa t
keluarga. Ookter, PPA lain , dan case manager bekerJ· a sarn Pasien dar
kolaborasi interprofesi dengan· didukung adanya panduan a datan, tin-
. Praktik klinis
J
panduan asuhan PPA lainnya, clinical pathway terintegrasi, algoritme,
protokol, prosedur, standing order, dan Catatan Perkemb()ngan Pasien
Terintegrasi (CPPT).
(
.,-- . -----
.. . .,
, Pelayanan
. ...- -- -···--··--'\ ~Pi, ke~ehatan yang
i Tenaga kesehatan ! 1
optimal
· yang slap ..,__
berkolaborasl
Kebijakan Llngkungan
penyelesalan Proses · yang terbent~k
masalah pengambllan dalam tlm
keputusan
bersama
Ts?muan dari penelitian oleh Fin.dyartini et al. (in press) , yang juga
dilakukan dalam konteks petayanan primer (pl:,lskesmas) di kota Depo
Jawa BaFat, mengkonfirmasi bahwa hierarki atau perbedaan kekuasaafl'
(power differentials) antarprof esi kesehatan merupakan faktor
yang mempengaruhi berjalannya kolabor.asi . Serna kin sempit po ,er
differentials antarprofesi, kolaborasi akan semakin mudah terwujud.
, et at.
Selain itu, di dalam konteks rumah sakit pendidikan , Soemantn
(2019) juga mengidentiftkasi kebutuhan adanya panduan yang j elas .da~
. . rnas1ng
tertul1s dalam proses kolaborasi, khususnya mengena1 peran si
. g profe
masing profesi. Panduan yang jelas akan membuat masing-masm tau
mengetahL!i tugasnya dan meminimalisir tumpang tindih pekerjaan, ~kan
lebih buruknya, adanya pekerjaan yang akhirnya tidak tersetesat
karena tidak ada yang menganggap b h . ·
a wa pekerJaan ters b t d l h
tanggung jawabnya. e u a aa
Komisi Akreditasi Rum ah Sa kit. 2017. Standar Nasional Akredftasi Rumah Sakit.
./ ,·- . .,
_·;. ·: ~ . . : . . , .· ·-'.. -,.·· _l
..
'
•
C
.•
•
•
• •
... -.
.-
-
.
., .
•
•
•
•
,,,.
,
l~
'
• I
'
.- , ~
I
'4...
-., ,
- SEJARAH DAN
FllOSOf\
PROFtSI DOKTER
' ,_,- ~ :-
Estivana Felaza & Diantha Soemantri
. . pen d'd'k
lnst1tus1 1 1 an kemudian secara resmi menjadi Perguruan. Tinggi ..
Pada masa pendudukan Jepang, d1d1nkan
Kedokteran pada ta hun 1927 ·
. k S·swa dari sekolah l<edokteran yang telah
Djakarta lka Da1ga u. 1 · ·
. titusi tersebut. Setelah kemerdekaan
ada dimasukkan ke dalam ms
b h menjadi Perguruan Tinggi Kedokteran
Indonesia, nama tersebut beru a kemerdekaan insitusi
. 1976). Dalam masa '
Djakarta (Rad1opoetro, . akin bertambah jumlahnya
di lndones1a sem
pendidikan kedokteran . . dibuat lebih terstruktur
B t k pengaJaran Juga
di berbagai daerah. en u . . d'd 'kan kedokteran dilaksanakan
. 1. Saat ,m' pen 1 1 .
dan terstandard1sas · b •an dari universitas. Melalu1
merupakan ag1
dalam suatu f akultas yang . . kembangan ilmu kedokteran
. kan terJad1 per .
wadah universitas d1harap • linnya kolaborasi yang leb1h
emungkinkan terJa
yang lebih pesat dan m
,. dokteran dengan mahasiswa f akultas lai
baik antarmahas1sw ke . . n. ~al
. k na dalam member1kan pelayanan keseh
1m menjadi pentmg are , . a~n
yang berkual 1.tas d'b t hkan kerja sama llntas b1dang dan keu rtlua
1 u u
Radiopoe ro , 1976) .
Gambar 3. 2 Pond . d
• s1 an p·l
1
Da tp dan l ar Kompetensi Dokter
n l dokt
ran Indonesia (2012)
mp n i Pada . ·adi
P dan g rnbar d1 atas dijabarkan menJ
mampuan Ya tul<
· ng harus dimiliki oleh dokter un
·. '.. · ; .... .·. . .. -
:~.~-.. . : .. J(olabbrasi,_
. . '
da. .
dapat menja{ankan fu •
ngs,nya, antara lain (KonsH Kedokt
2012): eran lndonesfa,
3. Komunikasi efektif
aU dan bertukar inforrnasi secara verbal dan
Mampu mengg
nonverbal dengan pasien pada semua usia, anggota keluarga ,
olega dan profesi lain, meliputi:
masyara ka t , k '
·kasi denaan pasien dan keluarganya,
a) berkomun l ~ . .
'k · dengan mitra kerja (sejawat dan profes1 lain),
b) berkomun1 as1
dan
·kasi dengan rnasyarakat.
c) berkomun 1
7 (
Harden, R. M., J. R. Crosby, M. H. Davfs, dan M. Friedman. 1999. AMEE Guide No.
14: Outcome-Based Educatfon: From Competency to Meta-Competency:
A Model for The Specification of Learning Outcomes. Medical Teacher
21 (6): 546-552.
Lindgren, S. dan D. Gordon. 2011. The Doctor We Are Educating for A Future
Global Role in Health Care. Medical Teacher 33(7): 551-554.
Dokter gigi tidak hanya bertanggung jawab pada area gigi dan mulut,
tetapi juga memerhatikan area otot di daerah kepala, leher, rahang,
lid ah, kelenjar saliva, dan sis tern saraf di area kepala dan leher (Corcoran
et al., 2013). Dalam pemeriksaan lengkap dokter gigi juga meUhat
tanda-tanda adanya massa, pembengkakan, diskolorasi, ulserasi, atau
abnormalitas lainnya. Pada kasus-kasus tertentu, dokter gigi dapat
melakukan prosedur diagnosis seperti biopsi, uji diagnosis untuk penyakit
kronis atau penyakit menular, melihat fungsi kelenjar saliva, dan uji
penapisan kanker rongga mulut (American Dental Association, 2018).
. . . d'h k n mampu mengidentifikasi
Selain itu seorang dokter g1g1 Juga 1 arap a
. no merupakan manifestasi Pe
a rnulut ya ::> nyakit
tanda-tanda di rongg k kan rujukan yang diperlukan ke b'd
. dian rnela u 1 ang
sistemik lain, kemu lain (Corcoran et al., 2013).
. a kesehatan
spesialisas1 atau tenag
dokter gigi rnempunyai kompetensi di bida
Sebagai upaya agar lulusan . . . . ng
. l manajerial, komun1kas1, penel1t1an, da
pelayanan med1s denta , · n
. . fesional KonsH Kedokteran Indonesia (KKI)
kepem1mpman secara pro ' . . .
etensi Dokter G1g1 lndones1a (SKDGI) yang
mengesah kan Stan dar Komp •
menyatakan bahwa dokter gigi Indonesia harus memiliki kompetensi,
sebagai berikut (Konsil Kedokteran Indonesia, 2015):
Dalam tata nan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, pelayanan kesehatan
rint grasi dalam bentuk tim kolaborasi interprofesi telah lama
dfusulkan unt uk mencapai beberapa hal, diantaranya: meningkatkan
f kti vitas inte~vensi pencegahan, mengatasi berbagai hambatan akses
k p l yanan . kese hatan
· :; dan
giai . mulut , dan meningkatkan efisiensi
d l m sist -m pelayanan keseh atan (Boynes, 2015 ).
Peran d k
o ter gigi dal
kesehatan d' arn kotaborasi tirn
. ' i antaranya ad l
d1uraikan di bawah lni:
. a ah sePerti Yang
menj ari n p n
e e a,, ru ·u an re 1pr
a.
' n
I n
er g· . i h. ru
,l ni
. Se a
e a , se a fa as ·la u . n c r
n.ro in ~ n f , S t u, do e g g u a di enag
ya i s d·a e es , m erdi nosis
·dang
5. ln~egrasi perawatan kesehatan gigi dan m.ulut dengan b1
latnnya dapat menmgkatkan
.
, t .-vensi
keberhasifan suatu 1n e, ~
pencegahan.
no
~
lnfeksi dan . fl
menyebabk m amasi adalah sa lah sat u f aktor risikO ya 1
an kelahiran ba . · srud
rnenyirnputk b Y1 prematur. Berbagai .i
an ahwa te d h ran gig
dan mulut d r apat hubungan antara kese a
engan kel h. . . antara
a iran prematur. Komunikas1 dt
dokter gigi dengan dokter obstetri dan ginekologi bermanfaat
untuk merencanakan perawatan kesehatan gigi dan mulut sebelum
dan selama kehamilan. Hal ini dapat mengurangi risiko terjadinya
kelahiran prematur, kelahiran BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah),
dan ibu akan memiliki kesehatan gigi dan mulut yang lebih baik
(Boynes, 2015). Contoh kasus lain adalah ·kondisi higiene mulut
yang buruk terbukti memiliki hubungan dengan berbagai penyakit
saluran pernapasan, termasuk pneumonia, penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), dan asma. Dokter gigi dapat bekerja sama dengan
bidang spesialisasi paru untuk merencanakan perawatan terpadu
sesuai dengan kebutuhan pasien (Boynes, 2015).
REFERENSI
American Dental Association . 2018. Dentists: Doctors of Oral Heal th ' https: 11
www. ada. orgl en/ about-the-ado/ dentists-doctors-of-oral-health . , 2 M. i
,2018.
Barone, H. dan E. Eliav. 1985. Guest Editorial: Inter- and Multidisciplinary Oral
.Health Clinics Can Better Serve Patients with Special Needs and Cornple)(
o·seases. Quinte.ssence International 49(5): 347.
watt, R. G. , D. M. Williams, dan A. Sheiham. 2014. The role of the dental tea
in promoting health equity. British Dental Journal 216(1 ): 11 ·14.
FILOSOFI DAN
PERAN APOTEKER
Santi Purna Sari & Maksum Radji
Seorang apoteke~ h . g
pe arus marnpu memberikan informasi tentan
nggunaan obat pad dan
percaya dir' k . a masyarakat, serta berpengetahuan
l et1ka berint k51. . nya.
era dengan tenaga kesehatan la 1n
- -~~~a-•,......, -~•..;:.:., .
'/Kolalf.ora;t-
- : :- .
itdn_i<erja ,sciin:a ..iUn-Ke.s'~hat;'n.;_
. . . . ' ~: =.· w- - ,~ . . - ~· . -_., . ~ . . :·~ .:, -... '
~ ~ >,
..
I •
.. .
'· 1
>
'.
I
I
I ' '
,. • I
' .
'\ , I
,.
, . ·, :dan-,'i/0.\·is•·()hat:
• I
. '.
b t ' Y no~ I< mudi n ditu ngk n k _ dalam r · nc na
op r si n l d n -ngg r n.
,,
1 t '; I I
REFERENSI
t'cal Federation (FIP) . 2015. lnt erprofessionat
text: Global Report 2015. https:! / Www_ ~
1
International Pharrnaceu
Education in a Pharmacy Con ; JP.
. Education //PE_report I Fl PEd_l PE_report_io 15
org!fi lesl fi p!Pharmacy -
web_v3.pdf. 20 Mei 2018.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun
2016 5t0 hdar Pelayanan
Kefarmasfan di Rumah Sa kit. 2016b. Kementerian Kesehatan Republi
Indonesia . Jakarta.
Radji, M. 2017 • Arah Pendidikan Farmasi di Masa Depa·n . Medisina 27(7) : 46- 49 ·
-beturn
sepert1 yang di ena · · •
. . mlah tenaga pera t - - k . , np · P nd ·dikan
dun1a II, JU -
perang gang dan mencontoh "model p r ·n". Saat Perang
formal, dan hanya ma -
Krimea ( 185471856) munc;:ullah Florence Nightingale yang mengajarkan
pentingnya pendidikan untuk perawat, pengaturan jam kerja perawat,
dan m~mpertimbangkan pi;ndapatan perawat. Saat itu didirikan Sekolah
Perawatan dengan nama N;ghtingale Nurs;ng School (Hudiono, 2016).
rasa hormat terhadap harga diri klien. Hal-hal tersebut dilandasi oleh
asas perikemanusiaan, nilai ilmiah, etika dan profesionalitas , manfaat,
keadilan ' pel ind ungan, serta kesehatan dan keselamatan kl1en.
.
mempero~eh perawat~n yang sesuai (Rosdahl dan Kowalski, 2008). -_i... ·:r~_.,:
. ·-:
Potter, P. dan -A. Perry. 2009. Fundamental of Nursing. Edisi ke-7. Elsevier.
Singapore .
.n Inti keilmuan kesehatan masyarakat menu rut Bouldin (2010) ada lima,
1,
yaitu: d
. 'l yang mempelajari determinan an
• Epidemiologi, ya,tu 1 mu
terpaksa.
. bagi keberhasilan tujuan
d ak negat1f . . 'f . 'k
Konflik secara umum ber amp · . ikan dampak pos1t1 Jl . a
. . . at s.aJa member . .
kotaboras1 t1m. Kc:>nfl1k tugas dap . gota tim mend1skus1kan
. . . 'l 1'h membuat ang
pertentangan strateg1 yang d,p, ' · l bih mendalam. Namun
. tim secara e
fungsi masing-masmg anggota untuk meluas menjadi
'l 1'k'1 kecenderungan
demikian, konflik tugas meml b . dapat menjadi lebih
. . . p ses kola oras1 .
konfhk ret;is1 maupun proses. ro . . d peran anggota tim.
fk 'f d ft . d gan memast1kan f ungs1 - an
efe t1 . ?ln e s1en en . d l h konflik relasi
. .
Secara umum t1pe konfl1k yang tersu . . lit d1kelola a aa
(Greer et al., 2012).
1. Tahap 1: Kesepa~atan
2 • Tahap 2: Persiapan
Pada tahap ini, pihak yang berkonflik perlu menentukan sebab
dan jenis konflik yang terjadi, memahami poslsl masing-
masing, mengumpulkan data terkait konflik yang terjadi,
I' . '
mempertimbangkan mot' . d
1vas1
an sasaran yang ingin d' .
menentukan intensitas konflik dan d . 1capa1,
. . .- , menya an respons emosi yan
terJad1 pada pihak-pihak yang berkonflik. g
l seJati~ konf rontasi secara langsung. Gaya ini bersifat kontraproduktif dan
sering membuat stres serta menimbulkan konflik lebih jauh.
indi~aij,~
rkann~I t~
2. Gaya Bersaing (Competing)
lom~OKij~ Gaya ini mengedepankQ.n keinginan untuk memenangkan diri sendiri
untuK ~ dengan menggunakan berbagai cara. Gaya ini mengedepankan
sikap asertif tetapi tidak kooperatif. Orang dengan gaya ini
dalam mendapatkan tujuannya berusaha mengendalikan atau
memengaruhi orang lain. Gaya persaingan merupakan strategi
menang kalah. Secara umum, gaya persaingan lebih banyak
menimbulkan efek negatif dalam penanganan konflik.
D. PENCEGAHAN KONFLIK
Konflik dalam tim k0 l b . cara,
a oras1 dapat picegah melalui beberapa
antara lain (Har ld . 01 )·
°
1 · Menyertakan l s dan Wood, 2006; Andrew, 1999; Ramsay, 2°
.
·
2. Memb se uruh anggota tim dalam tahap perencanaan, ·a
·· uat Panduan . . · n KerJ
anggota tim· yang bens1 kebijakan dan pembagia
'
3. Menyelesaikan setiap masalah . .. .
menginformasikan kepad yang muncul sekecil apapun dan
· a anggota tim· ·
4. Membuka akses komunika . '
s1 antar angg 0 t d . .
5. Menjadwalkan pertemuan t· . a an pimpman tim.
· ru in t1m·
6. Melakukan pelatihan keterampila~
. pengelolaan masalah, kerJ·a
sama t1m, dan komunikasi efektif·
7. Mempertimbangkan dengan sek
'
.. . . sama perubahan anggota tf m;
8. Mem1llh med1a mteraksi yang sesuai untuk seluruh tim·
skan Ke~~ Cara yang cukup efektif untuk mencegah terjadinya konflik adalah
dengan memahami mekanisme terjadinya konflik. Jika dipandang dari
sisi anggota tim, konflik banyak dipicu oleh kurangnya komunikasi,
perundungan verbal, perbedaan pilihan penatalaksanaan pasien, kritlk
yang bersifat destruktif, ekspektasi yang tidak mendasar, SARA (suku ,
agama, ras, antargolongan), dan kurang menghargai satu sama lain.
Sedangkan dari sisi pimpinan, pemicu konflik sebagai besar adalah
terlalu mengandalkan anggota tim sehingga pengawasan berkurang,
gagal memenuhi janji, gagal memenuhi tanggung jawab, dan tindakan
tidak sesuai dengan perkataan (Ramsay, 2001 ).
Kemarahan sering kali terjadi juga dalam suatu kolaborasi tim kesehatan di 5
ternpat kerja. Meskipun budaya timur yang dianut Indonesia memandang ~
kemarahan sebagai suatu ekspresi yang perlu dihindari, tetapi tetap saja
kemarahan tidak dapat terelakkan . .Konflik antaranggota dapat den.gan p.
yang tidak efektif dapat memengaruhi pencapaian hasil tim. Oleh karena st
itu, anggota tim yang akan berkolaborasi perlu memiliki keterampilan 5,
dalam mengeLola kemarah.an. d,
lir
Menurut teori Deutsch, reaksi seseorang terhadap stimulus yang dapat Tu
menimbulkan kemarahan sangat terganit ung pada pemikiran orang
tersebut mengenai kej,adian dan pengalaman terdahulu tentang cara
bereaksi terhadap stimulus . Timbulnya kemarahan ditentukan pula
oleh persepsi seseorang terhadap tujuan tindakannya . Jika seseorang
bertujuan kooperatif, maka ia akan lebih terbuka terhaqap perbedaan
2
pandangan orang lain, sehingga dapat menganalisis suatu perbedaan
yang memprovokasi. Sebaliknya, sese.orang yang bertujuan kompetitif
akan sulit menerima pendapat orang lain yang berbeda dengan
pa nd angannya. Kemarahan lebih dapat dikelola dengan bersikap terbuka
(Tjosvold, 2002).
1. Hindari kemarahan
Salah satu cara rn~nghindari kemarahan adalah mengenali hal-
hal yang dapat rnenirnbulkan kemarahan dan mencari cara untuk
menghindari penyebab tersebut.
2. Redakan tanda-tanda fisik kema h •
. ra an yang terjadi
Mesk1pun telah berusaha dihindar'1 t k .
. . ' er adang kemarahan terjadi
' •. Jt,1ga. Pada saat terJadi kemarahan k
. . . ·
t·
, ena 1 tanda-tanda fisik yang
I
veq,
3. Berpikir logis
anan
Setelah meredakan tanda-tanda fisik berusahalah untuk
anan
berpikir logis. Sadarilah bahwa kemarahan dapat menyebabkan
ndal\
penyimpangan persepsi terhadap penyebab kemarahan itu sendiri.
iran~ Penyebab kemarahan perlu dianalisis secara lebih logis.
irani
akan 4. Ekspresikan perasaan secara efektif dan sesuai
1awa1 Untuk dapat mengekspresikan perasaan secara efektif, seseorang
harus mengetahui perasaan yang muncul, apa yang sebenarnya
terjadi, dan apa yang diinginkan. Oleh karena itu, untuk dapat
berekspresi secara efektif, seseorang harus dapat berptkir logis
dalam menganalisis penyebab kemarahan.
6. Let go
ebabkan kemarahan pergi dari pikiran.
Biarkan masalah yang me.ny .
akah masalah tersebut ada solusmya
Tidak menjadi rnasa l q1 h aP . .
ktu untuk dapat d1selesa1kan.
atau masih menunggu wa
. - · ji'~tx.;
2. K~mpulkan informasi
Pada langkah ini perlu dicari tahu penyebab kemarahan yang
terjadi. Jika memungkihkan cari informasi mengenai penyebab
kemarahan dari. s,etidaknya 2 (dua) orang yang IDerbeda.
3. Jadwalk_
an pertemuan
Sebaiknya pertemuan tidak dilakukan pada saat kemarahan
baru timbul. Perlu jeda waktu beberapa jam setelah munculnya
kemarahan, tetapi jangan terlalu lama. Pilih tempat yang
menenangkan untuk bertemu. Kemudia-n siapkan diri untu~
berkomunikasi dengan orang yang sedang marah dan bila perlL
lakukan latihan sebelumnya.
Wall, B., R. S. Solum, dan M. R. Sobol. 1992. The Visionary Leader: From Mission
Statement to a Thriving Organization, Here's Your Blueprint for Building
and Inspired, Cohesive, Customer-Oriented Team. Prima Publishing.
California.
KOMUNIKASI
INTERPROFESI
Rita D~mayanti & Hanny Handiyani
al
A. KOMUNIKASI INTERPROFESI
. . d· l h proses mengirimkan atau menerima pesan baik secara
Komun1kas1 a a a
. l melalui percakapan, pidato, maupun secara nonverbal
verbal, m1sa nya ,
. t· n· tanda (sf·gn) atau perilaku. Dalam komunikasi terJ'adi
m1salnya tu 1sa , '
11 r n pesan-pesan tertentu . Proses komu nikasi dimutai ·dan
pert u"a a
pengirim pesan yang menyampaikan pesan melalui saluran tert entu da
kemudian diterima oleh penerfma pesan dengan menginterpretasi .
pesan yang diberikan. lnterpretasi dapat keliru jika dalam penyampaia
pe.san terjadi noise atau gangguan (Potter dan Perry, 2009) . Agar pesa
yang diterima sama dengan pesan · yang sampaikan, maka penerima
pesan dapat menyampaikan unipan batik kepada pemberi pesan t entang
interpret~si pesan yang diterimanya. Komunikasi yang efekti f bertujuan
untuk menyamakan persepsi dan cara pikir, serta mendukung t erjadinya
pertukaran pesan (Uliweri, 2007). Gambar di bawah ini mer upakan
proses yang terjadi dalam komunikasi.
-·-
ro
.c
C
ro
C.
E
:::,
ini mero~~ pada umumnya, yaitu komunikasi yang terjadi baik antarprofesi
maupun antara prof esi dengan pasi.en atau masyarakat, yang dilakukan
secara terbuka, kolaboratif, cjan responsif (O'Daniel dan Rosenstein,
2008). Walaupun sejak lahir kita sudah melakukan komunikasi, tetapi
'k • tarprofesi tidaklah mudah. Hal tersebut terjadi karena
komum as1 an .
. . - ofesi memiliki budaya tersendiri. Sebagai contoh
masmg-masmg pr . . ,
dokter dididik secara mandiri, ringkas, dan beronentas1 pada solusi ,
. bih fokus pada detail, dan petugas administrasi
sementara perawat l e
. nya kerja kolaboratif dan hal-hal lain yang
lebih menekankan pen t mg .
. . . p bedaan tersebut berpotens1 menyebabkan
bersifat admm1strat1f · er
kegagalan komuni.kasi (Williams, 2016).
Tim yang efektif memiliki kara.k teristik salin~ percaya, saling mengharg~i,
dan berkolaborast Dengan demikian, pendekatan yang digunakan bukan
multidisiplin, m~lainkan interdisiplin. Berbeda dengan multidisiplin yang
mengandalkan keahlian masing-masing profesi untuk mengerjakan tugas
masing-masing, pendekatan interdisiplin bertujuan untuk menyatukan
upaya bersama atas nama pasien dengan tujuan bersama, dengan
melibatkan semua disiplin dalam rencana pengobatan dan perawatan
pasien.
im~11~
I
:ai1 ~
tat~~.
·~ :
ir~,l~l
ana~ ii. Dalam mempelajari pengambilan keputusan dq.lam suatu kelompok, Irving
cara~W Janis (1972) memunculkan istilah "groupth}nk;'. lstilah tersebut muncul
· fenomena _groupth;nk
,._ sering terjadi.
· 1;3erikut adalah sebuah 1
·tustras 1· yan g
menggambarkan f~Qomena groupth;nk. ·
' '
~.~:. ~
:-.,;; ...
afa .
~:~-~~ :~\.7'·.
0 ka.;'~
,~~~ ~--,:~. 'i
:an-.... ·
...
. ·b-:
]9.
i":,:
, . , ,'/jj
, -~..,,,.,
.~·
. _· -::· . ~
~ 1- • t
I •';• . .
.9.f :.
~;: -~,_,. l
·::,oj.;:/
. ,
·
·r,. ~>. ..
-~tj' t <
.-fi
•·l..:· ' '•
··,·tin·
-.·'.
-,~-- d . --.::
.r -
,\ ./-
...-:~, ~ .
.. / j'-\..-
\ • ' ,.
'.
,·
'
9,b.,
..: '~ , , ~ .
·p'zi-f~an·~
' . "'-
, - , ,
(O ,"yang _
;···: \ja'k~,
llustrasi kasus di atas memberikan contoh bagaiman9 groupthink
menyebabkan pembuatan keputusan yang tidak efektif karena tidak
menggunakan semua data yang ada. Keputusan hanya diambil berdasarkan
common sense seseorang yang kernudian disetujui oleh semua anggota
kelompok. Pelatihan pemasangan IUD dan lrnplan yang akan dilaksanakan
pada kasus tersebut tidak akan menyelesaikan masalah k.arena yang
dilatih hanya dokter puskesmas, bukan bidan. Bahkan pelatihan tidak
melibatkan sektor swasta lain yang juga memberikan pelayanan KB.
Masalan iii dengan nilai, ·norma, dan budaya masing-masing. Sebagai contoh ,
perawat dididik untuk lebih deskriptif dalam berkomunikasi, sedangkan
pasien ~a~
. dokter dididik untuk berkomunik9si dengan lebih ringkas. Perbedaan
•sama.
struktur dan gaya komunikasi dapat menyebabkan kesalahan interpretasi
ter s~e~ia\\1
dan kesatahpahaman antarprofesi (Stewart, 2017). Sejarah persaingan
:er s~esia\ 1 antarprofesi juga memberikan andil dalam pembenttJkan budaya dari
nganl ~a1i~ masing-masing profesi.
'nali~ I
1ngan1 r
ao~tf[ Gender bias juga berpotensi mengganggu efektivitas komunikasi
n ke
~ le~\~ interprofesi. Perempuan cenderung lebih kritis dalam menghadapi
sudah
lle111uKa~a'. konflik, sementara laki-laki cenderung menghindar jika terjadi konfli k.
ien, data11 Narnun demikian, jika masing-masing menyadari perbedaan ini maka pola
r,,en,
uK komunikasi dapat diperbaiki dengan mempelajari manajemen konflik.
, tanj~t•
Hierarki menjadi salah satu faktor penghambat komunikasi interprofesi.
Hierarki mendistorsi aktivitas kolaborasi sehingga orang yang berada
di ht' k' . d h memiliki kecenderungan untuk tidak berani
erar 1 leb1h ren a ·
rnen . tal,J pendapat yang mungkin saja tidak
Yampa1kan temuan a ·
bot h b daan hierarki ini menyebabkan perbedaan
e terlewatkan. Per e .
aku .. dan pada akhirnya akan berdarnpak pada
ntab1l1tas, penghargaan, ,
. . ang diterima. Mereka yang ber?lda di hierarki
adanya perbedaan gaJ 1 Y . .. . . .
· . . . d . _ g memberi kesan sebaga1 1nd1v1du yang t1dak dapat
lebih tmgg1 cen eFun .
. K •n 1· mengintimidasi mereka yang berada d1bawahnya
didekat1. esan 1 . , · · •
._ . . ·arak (O'Daniel dan Rosenste1n, 2015).
untuk rnenJaga J .
lepal a~!'
c) Hubungan Antaranggota
Jtil tim ~ .
Untuk mencapai komunikasi interprofesi yang efektif diperlukan
hubungan antaranggota yang terbuka di mana hal ini hanya dapat
terjadi jika sesama anggota tidak saling menghakimi dan memiliki
perasaan saling percaya. Untuk menjaga rasa sating percaya,
komunikasi rutin dan kebersamaan harus dipertahankan.
,.
.(-
#
, .~ ~
Illinois.
King, H. B., J. Battles, o. P. Baker, A. Alonso, E. Salas , J. Webster, L,
Toomey, dan M. Salisbury. 2008. TeamSTEPPS™ : Team Strategies
and Tools to Enhance Performance and Patient Safety. Volume 3.
Agency for Healthcare Research arid Quality (US). Rockville .
liliw • ar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Pustaka Pelajar.
en, A. 2007 . 0 as .
Yogyakarta.
Lin . . S Whyte G Regehr, G. R. Bake"r, R. Reznick, J.
gard, L., S. Esplll, • ' ·
Doran dan E. Grober. 2004. Communication
Sonnen B Orser, 0 . ' l Cl
· ' .· ting Room: An 0-bservationa assification
Failures tn Tt-le Opera
. -r. . and Effects. Qual Safety Health Care 13(5)·
of Recurrent ,ypes - ·
330-334.
. ll M M . Groves C. Mitchell, dan J~ Batkin. 2010. Innovation
M1tche , . , · ' ·
in Learning - An Inter-Professti(?n Approach to Improving
commu~ication. Nurse Education in Practice: 10-12.
A. DEFINISI KEPEMIMPINAN
IUP
S . t kepemimpinan di tatanan
ecara spesifik, clinical teadersh 7P a au .
kli . . yeluruh di mana profes1 kesehatan
n1s merupakan suatu konsep men .
m.engambil peran kepen;limpinan: mempersiapkan, menginspirasi dan
mempromosikan visi dan nilai yang harus dijaga, serta menggunakan
p~ngalaman klinis dan keterampilannya untuk memastikan tercapainy-a
pemenuhan kebutuhan pasien dan pelayanan kesehatan. Peran
kepemimpinan ini terjadi d.i b,erbag-ai sistem, level organisasi dan
tatanan klinisJ serta_dilakukan oleh berbagai profesi kesehatan sesuai
kemampuan dan kebutuhan (Jonas et al., 2011 ).
Aspek Manajemen
Kepemimpinan
Transaksional
Landasan kekuatan Transformasional
Otoriter
Karismatik
perspektif Jangka pendek·
Jangka panjang
Respons Reaktif
Proaktif
Lingkungan Stabilitas
Perubahan
0bjektif Mengelola ·beban kerja Mernimpin orang
Hal yang dibutuhkan Subordinat · Pengikut
Kon~~ Motivasi melalui
.,
-
Menawarkan in.sentif lnspirasi
nan ~i Kebutuhan 0bjektif Visi
. .
Excellence
Motivasi Finansial
Menetapkan target baru
Pencapaian Memenuhi target
B. GAYA KEPEMIMPINAN
Pertlaku mensarahkan
C. KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
Kel:)emimpinan transformasional makin diperlukan saat ini mengingat
lingkungan yang sangat dinamis dan adanya kebutuhan organisasi
terhadap perubahan. Konseg kep~mimpinan transformasional ters.ebut
dapat diringkas menjadi 4 'I' (Bass dan Avolio, 1994), yang terdi ri
atas ide.a lised i~fluen<::e (pengaruh yang ideal atau dicita-citakan),
inspirational motivation (motivasi yang inspiratif) , intelectual
stimulation (stimulasi intelektual), dan individual consideration
(pertimbangan individual).
Pemimpin dalam t· k
secara d" . 1m olaborasi pelayanan kesehatan dapat berada
mam,s di di antar k d
a e ua aksis di atas (Tabel 1 O.l).
• - ..: • ' • I • '. "'.: •/::-t:, ;: '.' }~l
. . . ·· ., ... I
149 r
rabel 10.3. Contoh Peran Sesuai Aksis K . .
Dikutip dan dimodifik . d .epemtmpman oalam Tim Kolaborasi
. as1 an Morgesc;,n et at. (2010)
~ti~ ·ormal
Manajer 1,1nit
li~ou Eksekutif
rlformal Perawat, petL,Jgas sosial (sering) Champion peningkatan kualitas
a~~h I
ierarKi
,umber
1dalam
nbantu
;ternal.
kona1)1
forrnal.
lata~ ~emij~ ir,1~ globalisasi ini mengharuskan suatu organisasi menilai juga
kekuatan dan kelemahan organisasinya serta daya dorongnya dat.am
nKOl~~~r~til,
menggerakkan perubahan l,mtuk mencapai visi yang diharapkan.
men~omel t~I
2. Fragmentasi terhadap proses pemberian manfaat (i.e 'val'ue
nem~er~ai~i ~ chain'). Penghasilan suatu barang dan jasa, termas.uk dalam
pelayanan kesehatan, sering memerlukan kontribusi berbagai·
pihak, dan tidak didominasi oleh pihak atau profesi tertentu.
3. Meningkatnya keahli.an anggota tim. Setiap anggota tim,
termasuk datam tim pelayanan kesehatan, memiliki kompetensi
· . · · m::is ·ng yang qapat meningkatkan kreativitas
dan keahl1an mas1ng- .,. 1 .
. . dalam kolaborasi pelayanan kesehatan.
dan 1novas1 · · · · .
asyarakat terhadap kuahtas pelayanan
4. Peningkatan kebutu han m · ·
kesehatan. d l m memenuhi kebutuhan
5 . . . serta masyerakat a a .
. Pemngkatan peran . arakat memiliki akses tuas
mengmgat masy
pelayanan kesehatan · d' . teknologi informasi.
.1 kesehatan . 1 era
terhadap informas . l nan kesehatan dalam bentuk
anisas1 pe aya
6. Perubahan struktur org kesehatan.
. . . k pelayanan . ..
JeJanng atau networ . hadap manaJemen ns1ko,
erhat1an ter .
7. Makin meningkatnya p I tan dan upaya menmgkatkan
nan kese1a
termasuk datarn pelaya l yanan kesehatan.
· dalarn pea
keselamatan pa.s,en
Peningkatan peran teknologi dan informasi dalam pelayanan kesehatan.
Berbagai perubahan yang diperlukan dalam suatu tim pelayanan
kesehatan, didasa.rkan at_
s3s visi yang disepakati dalam tim. Manajemen
peruba-han adalah pendekatan t~r,struktur yang mengubah individu,
tim, dan organisasi dari keadaan saat ini ke keadaan masa depan yang
diinginkan,. untuk m~menuhi visi dan strategi. Proses ini berjalan dalam-
·suatu organisasi dan b~rtuJL!an untuk meningkatkan kemampuaA anggota
tim untuk_ menerima dan mengh<3rgai perubahan yang terjadi dalam
organisa~i. Lebih j_auh. lagi, manajemen perubahan ditekankan sebagai
suatu proses sistemati-k yang eerarU mendefinisikan dan mengadopsi
strategi organisasi, struktur, prosedur, dan teknologi untuk mengelola
perubahan sesu_ai dengan kondisi internal dan eksternal (Benedict,
2007).
155 ,;
,·;J ,[ J:• I ·,
}tl-~•iJ!.f.-.•'j,J-1 h:it;. {1
S(i_,qj', '1 f-1 't);f.1•
I • •
untuk
'
difteri (DPT) rlengan menjangkau perumahan penduduk
. .
Day, D., P. Gronn, dan E. Salas. 2004. Leadership Capacity in Teams. Leadership
Grossman, s. dan T. yatiga. 2000. The New Leadership Challenge: Creating The
Future of Nursing, Edisi pertama. F. A. Davis Company. Philadelphia.
Hersey, P. dan K. H. Blanchard. 19'8'8. Management of Organizational Behavior.
Edisi ke-5. NJ: -Prentice Hall. Englewood Cliffs.
ari
Jonas, S;, L. McCp.y, dan s. B. Keogh. 2011. The Importance of Clinical
Lea~ership. Dalam ABC of Clinical Leadership~ Editor T. Swanwick dan J.
McKimm. Edisi pertam-a. John Wiley 8: Sons ltd. West Sussex, UK.
Kotter, J. dan D. Cohen. 2002. The Heart qf Change: Real-l-ife Stories of How
People Change Their Organizations. Harvard Business School Press.
Boston.