Halaman Sampul---------------------------------------------------------------------1
Bab I Pendahuluan-------------------------------------------------------------------3
1.3 Tujuan----------------------------------------------------------------------3
Bab II Pembahasan
F. Formulasii Ggugatan---------------------------------------------------7
J Pernyataan Keluar----------------------------------------------------11
Daftar Pustaka--------------------------------------------------------------12
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
Untuk memahami pengertian gugatan perwakilan kelompok (class action), dan untuk
mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan gugatan perwakilan
kelompok (class action)
2
BAB II
2.1 PEMBAHASAN
3
Pasal 1 huruf a Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2002 menyatakan
bahwa gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan
untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang
yang jumlahnya banyak yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara
wakil kelompok dan anggota kelompok. Wakil kelompok adalah satu orang atau
lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili
kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya (Pasal 1 huruf b Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2002). Adapun yang dimaksud dengan anggota
kelompok adalah sekelompk orang dalam jumlah banyak yang menderita kerugian
yang kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di pengadilan (Pasal 1 huruf c
Praturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002). Subkelompok adalah
pengelompokan anggota kelompok ke dalam kelompok yang lebih kecil dalam
suatu gugatan berdasarkan perbedaan tingkat penderitaan dan atau jenis kerugian
(Pasal 1 huruf d Praturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2002).
4
2. Konsep Gugatan LSM Berdasarkan Pemberian Hak oleh Undang-
Undang
LSM bertindak mengajukan gugatan bukan sebagai pihak yang
mengalami kerugian nyata. LSM berada di luar kelompok (class) yang
mengalami penderitaan dan kerugian yang ditimbulkan tergugat.
F. FORMULASI GUGATAN
Mengenai formulasi GPK, merujuk kepada ketentuan pasal 3 dan pasal 10
PERMA. Menurut kalimat pertama pasal 3 dikatakan, persyaratan-persyaratan
formal GPK:
· Tetap tunduk kepada ketentuan yang diatur dalam Hokum Acara Perdata,
dalam hal ini HIR dan RBG
· Harus memiliki ketentuan yang diatur dalam pasal 3 PERMA. Penerapan yang
seperti itu secara umum ditegaskan juga dalam pasal 10, yang berbunyi:
Ketentuan-ketentuan lain yang telah diatur dalam Hukum Acara Perdatatetap
berlaku, disamping ketentuan-ketentuan dalam PERMA ini.
Sehubungan degan itu, ada dua sisi formulasi guagatan yang perlu
diperhatikan agar GPK yang diajukan tidak cacat formil.
1. Persyaratan Umum Berdasarkan Hokum Acara
Sebenarnya jika diperhatikan ketentuan pasal 3 PERMA, hamper
terdapat persamaan syarat-syarat formulasi gugatan dengan yang diatur dalam
HIR atau RBG.
5
b. Definisi Kelompok secara Rinci dan Spesifik, walaupun Tanpa Menyebut
Nama Anggota Kelompok Satu persatu
c. Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan
dengan kewajiban melakukan pemberitahuan
d. Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota
kelompok yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi dikemukakan
secara jelas dan rinci
e. Penegasan tentang beberapa bagian kelompok atau subkelompok
f. Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi
G. PEMERIKSAAN AWAL
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan
Peraturan Kelompok mengatur bahwa sebelum hakim memeriksa pokok perkara,
dilakukan pemeriksaan pemenuhan syaratsyarat suatu gugatan perwakilan
kelompok. Pada pemeriksaan awal, hakim memeriksa syarat/kriteria
6
Bertitik tolak dari ketentuan pasal dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Hakim wajib mendamaikan
Pasal ini berisikan perintah pada hakim, wajib mendamaikan para pihak.
Namun dalam praktik kewajiban itu, bersifat performa saja. Kewajiban itu hanya
tertulis saja, tetapi isinya dalam praktek sangat berbeda.
2. Perdamaian dituangkan dalam putusan perdamaian
Bertitik tolak dari ketentuan pasal 10 PERMA, tata cara pemeriksaan
perdamaian yang diatur dalam pasal 6 tunduk kepada pasal 130 HIR, dengan
acuan sebagai berikut :
· Para pihak menyepakati sendiri materi perdamaian,
· Kesempatan (agreement) dibuat dan dirumuskan diluar persidangan tanpa
campur tangan hakim.
· Persetujuan dituangkan dalam bentuk tertulis, dan ditandatangani para
pihak
· Selanjutnya para pihak meminta pada agar terhadap kesempatan itu,
dijatuhkan putusan perdamaian, atas permintaan itu, hakim menjatuhkan
putusan yang memuat diktum “menghukum para pihak memenuhi dan
melaksakan isi perdamaian”.
Putusan perdamaian menurut pasal 130 HIR, dianggap sama dengan
putusan yang berkekuatan hukum tetap :
· Tertutup terhadapnya upaya banding dan kasasi,
· Langsung final dan mengikat (final and binding) kepada para pihak,
· Langsung melekat padanya kekuatan eksekutorial (executorial kracht)
sehingga apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, dapat dijalankan eksekusi
melalui PN.
3. Kelemahan pasal 6 PERMA
a. Tidak Mengatur Unfair settlement
b. Tidak Memberi Hak mengajukan keberatan.
7
Cara pemberitahuan kepada anggota kelompok dapat dilakukan melalui
media cetak dan/atau elektronik, kantor-kantor pemerintahan seperti
kecamatan, kelurahan atau desa, kantor pengadilan atau secara langsung
kepada anggota kelompok yang bersangkutan sepanjang yang dapat
diidentifikasi berdasarkan persetujuan hakim.
Ketentuan pasal 1 huruf e dihubungkan dengan pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat
(1) PERMA, dijelaskan :
a. Pemeberitahuan dilakukan wakil kelompok
Pasal 8 ayat (1) harus memenuhi ketentuan :
1. Pemberitahuan dilakukan penggugat atau para penggugat sebagai wakil
kelompok,
2. Disampaikan kepada seluruh anggota kelompok,
3. Cara pemberitahuan yang harus ditaati menurut pasal 1 huruf e melalui
berbagai cara yang mudah dijangkau anggota kelompok.
b. Cara Pemberitahuan
Diatur dalam pasal 7 ayat (1) dengan alternatif yang dianggap efektif dan
efisien yaitu :
1. Melalui media cetak dan/atau elektronik,
2. Melalui kantor pemerintah, seperti :
· Kecamatan
· Kelurahan atau
· desa
3. secara langsung kepada anggota kelompok yang bersangkutan dengan syarat
:
· sepanjang anggota kelompok dapat diidentifikasi, dan
· ada persetujuan hakim tentang itu.
2. Kewajiban pemeberitahuan
Menurut pasal 7 ayat (2) bersifat imperatif karena tercantum kata
wajib, digantungkan pada tahap proses pemeriksaan perkara.
a. Pada tahap GPK dinyatakan sah
b. Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti rugi
3. Isi pemberitahuan
Diatur dalam pasal 7 ayat (4) PERMA.
8
a. Nomor gugatan dan identitas penggugat atau para penggugat sebagai wakil
kelompok serta pihak tergugat atau para tergugat.
b. Penjelasan singkat kasus perkara
c. Penjelasan tentang pendefinisian kelompok
d. Penjelasan dari implikasi keturutsertaan sebagai anggota kelompok
e. Penjelasan tentang kemungkinan anggota kelompok yang termasuk dalam
definisi kelompok untuk keluar dari keanggotaan kelompok
f. Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam pemberitahuan
pernyataan keluar dapat diajukan ke pengadilan
g. Penjelasan tentang alamat yang ditujukan untuk mengajukan pernyataan
keluar
h. Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa dan tempat yang
tersedia bagi penyediaan imformasi tambahan
i. Formulir isian tentang pernyataan keluar dari anggota kelompok
sebagaimana diatur dalam lampiran PERMA
j. Penjelasan tentang jumlah ganti rugi yang akan diajukan.
a. Isi pemberitahuan bersifat enumeratif atau secara rinci
b. Pemberitahuan perlu memuat kemungkinan tergugat mengajukan gugatan
rekonvensi
Dengan demikian, sejak pemberitahuan GPK dinyatakan sah, anggota
kelompok yang memperoleh imformasi yang jelas tentang itu, dapat
menentukan sikap apakah dia memilih keluar (option out) atau tetap bertahan
dengan segala resiko apapun.
J. PERNYATAAN KELUAR
Diatur dalam pasal 8 PERMA. Dikemukakan dalam pasal 1 huruf f mengenai
pengertiannya yang berbunyi:
Pernyataan keluar adalah suatu bentuk pernyataan tertulis yang ditanda tangani dan
diajukan kepada pengadilan dan/atau pihak penggugat, oleh anggota kelompok.
Dari ketentuan itu dapat dikemukakan bebrapa hal penerapan pernyataan keluar dari
kelompok :
1) Bentuknya tertulis (in writing), tidak dibenarkan dalam bentuk lisan (oral),
2) Pernyataan ditandatangani oleh pembuat,
9
3) Pernyataan ditujukan kepada pengadilan dan/atau kepada pihak penggugat.
1. Cara Pemberitahuan Pernyataan Keluar
Sudah dijelaskan dalam pasal 7 ayat (4) huruf e, kemudian pasal 8 ayat (1) mengatur
tata caranya :
a. Dilakukan dalam batas waktu yang disebut dalam pengumuman,
b. Apabila lewat dari waktu itu, pernyataan keluar tidak sah,
c. Pernyataan dituangkan dalam bentuk formulir yang dilampirkan dalam PERMA,
d. Dapat diisi dan ditandatangani sendiri oleh anggota kelompok atau kuasanya, dan
e. Supaya pernyataan keluar tidak salah sasaran, harus ditujukan kepada pengadilan
dan/atau penggugat.
2. Akibat Hukum Pernyataan Keluar
Diatur dalam pasal 8 ayat (2) yang berbunyi :
Pihak yang telah menyatakan diri keluar dari keanggotaan gugatan perwakilan
kelompok, secara hukum tidak terikat dengan putusan atas gugatan perwakilan
kelompok.
3. Res Juducata Gugatan perwakilan dengan Ne Bis In Idem
Diatur dalam pasal 1917 KUH Perdata. Menurut asas ini, suatu perkara yang
telah putus, dan berkekuatan hukum tetap, tidak boleh dituntut dan diadili untuk
kedua kali.
10
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
11