Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

Halaman Sampul---------------------------------------------------------------------1

Daftar Isi ------------------------------------------------------------------------------2

Bab I Pendahuluan-------------------------------------------------------------------3

1.1 Latar Belakang----------------------------------------------------------3

1.2 Rumusan Masalah------------------------------------------------------3

1.3 Tujuan----------------------------------------------------------------------3

Bab II Pembahasan

A. Pengertian Gugatan Class Action ------------------------------ 4

B. Tujuan Class Action----------------------------------------------------5

C. Penerappan Liberal Atau Restriktif-----------------------------------5

D. Konsep Hak Gugatan Lsm Berbeda Dengan Class Action--------6

E. Syarat Formil Class Action--------------------------------------------7

F. Formulasii Ggugatan---------------------------------------------------7

G. Proses Pemeriksaaan Awal--------------------------------------------8

H. Penyelesaian Melalui Perdmaian-------------------------------------8

I. Pemberitahuan Kepada Anggota Kelompok------------------------9

J Pernyataan Keluar----------------------------------------------------11

Bab III Penutup

Daftar Pustaka--------------------------------------------------------------12

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam perkembangan sejarah perlindungan hukum di Indonesia, khusus
mengenai perlindungan hukum melalui gugatan perwakilankelompok (class actions)
dan hak gugat organisasi (legal standing/ius standi) sedang hangat-hangatnya
dibicarakan baik dalam kalangan akademi, maupun di kalangan penasehat hukum,
lembaga swadaya masyarakat dan di kalangan badan peradilan sendiri Oleh karena
baru mengenal konsep gugatan perwakilan (class actions), maka masih banyak
kalangan praktisi hukum memberikan pengertian gugatan perwakilan kelompok (class
actions). Melalui tulisan ini kami ingin memberikan gambaran tentang gugatan
perwakilan kelompok (class actions).
1.2 RUMUSAN MASALAH
-pengertian
-tujuan
-penerapan liberal atau restriktif
-konsep hak gugata LSM berbeda dengan class action
-syarat formil class action
-formulasi gugatan
-proses pemeriksaan awal
-penyelesaian melalui perdamaian
-pemberitahuan kepada anggota kelompok
-pernyataan keluar

1.3 TUJUAN

Untuk memahami pengertian gugatan perwakilan kelompok (class action), dan untuk
mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan gugatan perwakilan
kelompok (class action)

2
BAB II
2.1 PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GUGATAN CLASS ACTION


Gugatan Perwakilan Kelompok (gugatan Class Action) adalah suatu tata cara
pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok
mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus
mewakili kelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta
atau dasar hokum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud.
Sementara itu yang dimaksud dengan Wakil kelompok adalah satu orang atau
lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili
kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya. Misal: Dalam kegiatan PPK telah
disepakati bahwa suatu desa akan mendapatkan dana PPK apabila kelompok di
desa tersebut yang sudah mendapatkan pinjaman telah melunasi pinjamannya.
Akan tetapi kelompok tersebut menunggak pengembalian pinjaman sehingga
masyarakat desa tidak bisa memanfaatkan dana PPK. Karena merasa dirugikan,
anggota masyarakat dapat bersama-sama mengajukan gugatan kepada kelompok
tersebut dalam satu gugatan.
Istilah class action berasal dari bahasa Inggris, yaitu gabungan dari kata class dan
action. Pengertian class adalah sekumpulan orang, benda, kualitas, atau kegiatan
yang mempunyai kesamaan sifat atau ciri. Sementara itu, action dalam dunia
hukum berarti tuntutan yang diajukan ke pengadilan

Di Indonesia, class action diperkenalkan melalui konsideran Peraturan Mahkamah


Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002. Dalam menimbang butir e,
disebutkan ”bahwa telah ada berbagai undang-undang yang mengatur dasar-dasar
gugatan perwakilan kelompok, dan gugatan yang mempergunakan perwakilan
kelompok, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tetapi
belum ada ketentuan yang mengatur acara memeriksa mengadili, dan memutus
gugatan yang diajukan. ” Dalam ketiga undang-undang tersebut, hanya ditentukan
tentang hak untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok, tetapi tidak diatur
tentang tata cara atau prosedur yang harus diikuti apabila ada pengajuan gugatan
perwakilan kelompok. Agar tidak terjadi kekosongan hukum, sambil menunggu
dikeluarkannya undang-undang yang secara khusus mengatur tata cara beperkara
apabila ada gugatan perwakilan kelompok; dengan memperhatikan wewenang
Mahkamah Agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh
perundang-undangan, demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam
memeriksa, mengadili, dan memutus gugatan perwakilan kelompok,5 pada 26
April 2002 Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor
1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok

3
Pasal 1 huruf a Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2002 menyatakan
bahwa gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan
untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang
yang jumlahnya banyak yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara
wakil kelompok dan anggota kelompok. Wakil kelompok adalah satu orang atau
lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili
kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya (Pasal 1 huruf b Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2002). Adapun yang dimaksud dengan anggota
kelompok adalah sekelompk orang dalam jumlah banyak yang menderita kerugian
yang kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di pengadilan (Pasal 1 huruf c
Praturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002). Subkelompok adalah
pengelompokan anggota kelompok ke dalam kelompok yang lebih kecil dalam
suatu gugatan berdasarkan perbedaan tingkat penderitaan dan atau jenis kerugian
(Pasal 1 huruf d Praturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2002).

B. PENERAPAN LIBERAL ATAU RESTRIKTIF


Dalam sejarah class actions, muncul sikap dan penerapan yang agak berbeda. Ada
yang menerapkan dengan sikap liberal dan ada pula yang bersikap restriktif.

C. TUJUAN GUGATAN CLASS ACTION DIGUNAKAN


Class action bisa merupakan suatu metode bagi orang perorangan yang
mempunyai tuntutan sejenis untuk bergabung bersama mengajukan tuntutan agar
lebih efisien, dan seseorang yang akan turut serta dalam class action harus
memberikan persetujuan kepada perwakilan. Hal ini berarti bahwa kegunaan class
action secara mendasar antara lain adalah efisiensi perkara, proses berperkara
yang ekonomis, menghindari putusan yang berulang-ulang yang dapat berisiko
adanya putusan inkonsistensi dalam perkara yang sama.

D. KONSEP HAK GUGATAN LSM BERBEDA DENGAN CLASS ACTION


1.      Konsep CA Berdasarkan Commonality
Landasan untama konsep CA adalah asas atau syarat commonality,
yaitu prinsip kesamaan yang berkenaan dengan fakta atau dasar hokum dan
kesamaan tuntutan hokum.
a.      Wakil kelompok (Class Representatif)
Bertindak mengambil inisiatif sebagai penggugat mengajukan gugatan
untuk dan atas nama diri sendiri serta sekaligus untuk dan atas nama seluruh
anggota kelompok yang jumlahnya banyak.
b.      Anggota Kelompok (Class Members)
Diwakili oleh wakil kelompok tanpa memerlukan surat kuasa dari
mereka, dengan hak option out (opt out) yaitu menyatakan keluar sebagai
anggota kelompok
c.       Wakil kelompok dan anggota kelompok mengalami permasalahan yang
sama
Hal tersebut meliputi:
·         Fakta dan dasar hokum yang sama, dan
·         Tuntutan penyelesaian dang anti rugi yang sama.

4
2.      Konsep Gugatan LSM Berdasarkan Pemberian Hak oleh Undang-
Undang
LSM bertindak mengajukan gugatan bukan sebagai pihak yang
mengalami kerugian nyata. LSM berada di luar kelompok (class) yang
mengalami penderitaan dan kerugian yang ditimbulkan tergugat.

E. SYARAT FORMIL MENGAJUKAN GUGATAN PERWAKILAN


KELOMPOK
Syarat Formil Syarat formil adalah syarat yang diberikan hukum formil (hukum
acara) yang harus dipenuhi jika seseorang hendak mengajukan gugatan
sebagaimana diatur dalam hukum acara perdata. Hal tersebut terdiri atas berikut.
a. Memenuhi ketentuan bentuk dan isi surat gugat (baca uraian tentang syarat
bentuk dan isi surat gugat di bawah). b. Memenuhi ketentuan di mana gugatan
harus diajukan (baca tentang di mana gugatan diajukan di bawah). c. Membayar
biaya perkara. Sebelum gugatan ditulis ke dalam daftar (register) perkara oleh
bagian kepaniteraan, penggugat terlebih dahulu harus membayar biaya perkara
yang telah ditetapkan oleh pengadilan, kecuali apabila diperbolehkan beperkara
secara cuma-cuma sebagaimana diatur dalam Pasal 237 HIR

F. FORMULASI GUGATAN
Mengenai formulasi GPK, merujuk kepada ketentuan pasal 3 dan pasal 10
PERMA. Menurut kalimat pertama pasal 3 dikatakan, persyaratan-persyaratan
formal GPK:
·         Tetap tunduk kepada ketentuan yang diatur dalam Hokum Acara Perdata,
dalam hal ini HIR dan RBG
·         Harus memiliki ketentuan yang diatur dalam pasal 3 PERMA. Penerapan yang
seperti itu secara umum ditegaskan juga dalam pasal 10, yang berbunyi:
Ketentuan-ketentuan lain yang telah diatur dalam Hukum Acara Perdatatetap
berlaku, disamping ketentuan-ketentuan dalam PERMA ini.
Sehubungan degan itu, ada dua sisi formulasi guagatan yang perlu
diperhatikan agar GPK yang diajukan tidak cacat formil.
1.      Persyaratan Umum Berdasarkan Hokum Acara
Sebenarnya jika diperhatikan ketentuan pasal 3 PERMA, hamper
terdapat persamaan syarat-syarat formulasi gugatan dengan yang diatur dalam
HIR atau RBG.

2.      Persyaratan Khusus Berdasarkan Pasal 3 PERMA


Seperti yang dikatakan, di antara syarat umum yang diatur dalam
Hukum Acara, ada yang sama dengan ketentuan yang disebut pada pasal 3
PERMA. Namun demikian, persyaratan tersebut akan disebutka satu persatu,
yaitu:
a.       Identitas lengkap dan jelas wakil kelompok

5
b.       Definisi Kelompok secara Rinci dan Spesifik, walaupun Tanpa Menyebut
Nama Anggota Kelompok Satu persatu
c.        Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan
dengan kewajiban melakukan pemberitahuan
d.       Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota
kelompok yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi dikemukakan
secara jelas dan rinci
e.        Penegasan tentang beberapa bagian kelompok atau subkelompok
f.          Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi

G. PEMERIKSAAN AWAL
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan
Peraturan Kelompok mengatur bahwa sebelum hakim memeriksa pokok perkara,
dilakukan pemeriksaan pemenuhan syaratsyarat suatu gugatan perwakilan
kelompok. Pada pemeriksaan awal, hakim memeriksa syarat/kriteria

gugatan antara lain :


a. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah
efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri
atau secara bersama-sama dalam satu gugatan;
b. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum
yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan
jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya;
c. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk
melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya;
d. Hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan
penggantian pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan
yang bertentangan dengan kewajiban membela dan melindungi
kepentingan anggota kelompoknya.
Selain kriteria di atas, hakim juga harus memperhatikan syarat-syarat formal
gugatan pada umumnya. PERMA tersebut mengatur bahwa jika suatu gugatan
memenuhi syarat untuk disidangkan dengan mekanisme perwakilan kelompok
maka majelis hakim akan mengeluarkan penetapan untuk mengesahkan
penggunaan mekanisme gugatan perwakilan kelompok. Sebaliknya, jika gugatan
tidak memenuhi kriteria maka majelis hakim akan mengeluarkan putusan.
H. PENYELESAIAN MELALUI PERDAMAIAN
Penyelesaian Melalui Perdamaian diatur dalam pasal 6 PERMA yang
berbunyi : hakim berkewajiban mendorong para pihak untuk menyelesaikan
perkara dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal persidangan maupun
selama berlangsungnya pemeriksaan perkara.

6
Bertitik tolak dari ketentuan pasal dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Hakim wajib mendamaikan
Pasal ini berisikan perintah pada hakim, wajib mendamaikan para pihak.
Namun dalam praktik kewajiban itu, bersifat performa saja. Kewajiban itu hanya
tertulis saja, tetapi isinya dalam praktek sangat berbeda.
2.      Perdamaian dituangkan dalam putusan perdamaian
Bertitik tolak dari ketentuan pasal 10 PERMA, tata cara pemeriksaan
perdamaian yang diatur dalam pasal 6 tunduk kepada pasal 130 HIR, dengan
acuan sebagai berikut :
·         Para pihak menyepakati sendiri materi perdamaian,
·         Kesempatan (agreement) dibuat dan dirumuskan diluar persidangan tanpa
campur tangan hakim.
·         Persetujuan dituangkan dalam bentuk tertulis, dan ditandatangani para
pihak
·         Selanjutnya para pihak meminta pada agar terhadap kesempatan itu,
dijatuhkan putusan perdamaian, atas permintaan itu, hakim menjatuhkan
putusan yang memuat diktum “menghukum para pihak memenuhi dan
melaksakan isi perdamaian”.
Putusan perdamaian menurut pasal 130 HIR, dianggap sama dengan
putusan yang berkekuatan hukum tetap :
·         Tertutup terhadapnya upaya banding dan kasasi,
·         Langsung final dan mengikat (final and binding) kepada para pihak,
·         Langsung melekat padanya kekuatan eksekutorial (executorial kracht)
sehingga apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, dapat dijalankan eksekusi
melalui PN.
3.      Kelemahan pasal 6 PERMA
a.       Tidak Mengatur Unfair settlement
b.      Tidak Memberi Hak mengajukan keberatan.

I. PEMBERITAHUAN KEPADA ANGGOTA KELOMPOK


Diatur dalam pasal 7 yang berisi ketentuan tentang tata cara, dan tahap
serta isi pemberitahuan.
1.      Cara Pemberitahuan
Diatur dalam pasal 7 ayat (1) berbunyi :

7
Cara pemberitahuan kepada anggota kelompok dapat dilakukan melalui
media cetak dan/atau elektronik, kantor-kantor pemerintahan seperti
kecamatan, kelurahan atau desa, kantor pengadilan atau secara langsung
kepada anggota kelompok yang bersangkutan sepanjang yang dapat
diidentifikasi berdasarkan persetujuan hakim.
Ketentuan pasal 1 huruf e dihubungkan dengan pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat
(1) PERMA, dijelaskan :
a.       Pemeberitahuan dilakukan wakil kelompok
Pasal 8 ayat (1) harus memenuhi ketentuan :
1.      Pemberitahuan dilakukan penggugat atau para penggugat sebagai wakil
kelompok,
2.      Disampaikan kepada seluruh anggota kelompok,
3.      Cara pemberitahuan yang harus ditaati menurut pasal 1 huruf e melalui
berbagai cara yang mudah dijangkau anggota kelompok.
b.      Cara Pemberitahuan
Diatur dalam pasal 7 ayat (1) dengan alternatif yang dianggap efektif dan
efisien yaitu :
1.      Melalui media cetak dan/atau elektronik,
2.      Melalui kantor pemerintah, seperti :
·         Kecamatan
·         Kelurahan atau
·         desa
3.      secara langsung kepada anggota kelompok yang bersangkutan dengan syarat
:
·         sepanjang anggota kelompok dapat diidentifikasi, dan
·         ada persetujuan hakim tentang itu.
2.      Kewajiban pemeberitahuan
Menurut pasal 7 ayat (2) bersifat imperatif karena tercantum kata
wajib, digantungkan pada tahap proses pemeriksaan perkara.
a.       Pada tahap GPK dinyatakan sah
b.      Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti rugi
3.      Isi pemberitahuan
Diatur dalam pasal 7 ayat (4) PERMA.

8
a.       Nomor gugatan dan identitas penggugat atau para penggugat sebagai wakil
kelompok serta pihak tergugat atau para tergugat.
b.      Penjelasan singkat kasus perkara
c.       Penjelasan tentang pendefinisian kelompok
d.      Penjelasan dari implikasi keturutsertaan sebagai anggota kelompok
e.       Penjelasan tentang kemungkinan anggota kelompok yang termasuk dalam
definisi kelompok untuk keluar dari keanggotaan kelompok
f.       Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam pemberitahuan
pernyataan keluar dapat diajukan ke pengadilan
g.      Penjelasan tentang alamat yang ditujukan untuk mengajukan pernyataan
keluar
h.      Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa dan tempat yang
tersedia bagi penyediaan imformasi tambahan
i.        Formulir isian tentang pernyataan keluar dari anggota kelompok
sebagaimana diatur dalam lampiran PERMA
j.        Penjelasan tentang jumlah ganti rugi yang akan diajukan.
a.       Isi pemberitahuan bersifat enumeratif atau secara rinci
b.      Pemberitahuan perlu memuat kemungkinan tergugat mengajukan gugatan
rekonvensi
Dengan demikian, sejak pemberitahuan GPK dinyatakan sah, anggota
kelompok yang memperoleh imformasi yang jelas tentang itu, dapat
menentukan sikap apakah dia memilih keluar (option out) atau tetap bertahan
dengan segala resiko apapun.

J. PERNYATAAN KELUAR
Diatur dalam pasal 8 PERMA. Dikemukakan dalam pasal 1 huruf f mengenai
pengertiannya yang berbunyi:
Pernyataan keluar adalah suatu bentuk pernyataan tertulis yang ditanda tangani dan
diajukan kepada pengadilan dan/atau pihak penggugat, oleh anggota kelompok.
Dari ketentuan itu dapat dikemukakan bebrapa hal penerapan pernyataan keluar dari
kelompok :
1)      Bentuknya tertulis (in writing), tidak dibenarkan dalam bentuk lisan (oral),
2)      Pernyataan ditandatangani oleh pembuat,

9
3)      Pernyataan ditujukan kepada pengadilan dan/atau kepada pihak penggugat.
1.      Cara Pemberitahuan Pernyataan Keluar
Sudah dijelaskan dalam pasal 7 ayat (4) huruf e, kemudian pasal 8 ayat (1) mengatur
tata caranya :
a.       Dilakukan dalam batas waktu yang disebut dalam pengumuman,
b.      Apabila lewat dari waktu itu, pernyataan keluar tidak sah,
c.       Pernyataan dituangkan dalam bentuk formulir yang dilampirkan dalam PERMA,
d.      Dapat diisi dan ditandatangani sendiri oleh anggota kelompok atau kuasanya, dan
e.       Supaya pernyataan keluar tidak salah sasaran, harus ditujukan kepada pengadilan
dan/atau penggugat.
2.      Akibat Hukum Pernyataan Keluar
Diatur dalam pasal 8 ayat (2) yang berbunyi :
Pihak yang telah menyatakan diri keluar dari keanggotaan gugatan perwakilan
kelompok, secara hukum tidak terikat dengan putusan atas gugatan perwakilan
kelompok.
3.      Res Juducata Gugatan perwakilan dengan Ne Bis In Idem
Diatur dalam pasal 1917 KUH Perdata. Menurut asas ini, suatu perkara yang
telah putus, dan berkekuatan hukum tetap, tidak boleh dituntut dan diadili untuk
kedua kali.

10
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Saliswijaya, Aa Dani. 2004. Himpunan Peraturan tentang Class Action. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.
Riyanto, R. Benny. 2009. Hukum Acara Perdata, Permulaan Proses di Pengadilan.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
E. Sendari, Pengajuan Gugatan Secara CA, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002
http://rangkumanhukumperdata.blogspot.com/2015/09/hukum-perdata-gugatan-
perwakilan.html?m=1

11

Anda mungkin juga menyukai