Anda di halaman 1dari 25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Produksi Produk Kerupuk


Proses produksi merupakan suatu cara, metode maupun teknik bagaimana
kegiatan penciptaan faedah baru atau penambahan faedah tersebut dilaksanakan
(Ahyari, 2005:12). Pengamatan yang dilakukan adalah mengenai proses produksi
kerupuk ikan berwana putih. CV. Kerupuk Saputra melakukan kegiatan
produksinya dengan tipe produksi make to stock yaitu hanya membuat produk
sesuai dengan stok yang tersedia di gudang bahan baku. Produk kerupuk ikan
berwarna putih adalah salah satu jenis kerupuk yang permintaannya lebih tinggi
dan perusahaan juga memproduksi lebih banyak dibandingkan dengan kerupuk
ikan yang berwarna coklat.

Perbedaan kerupuk ikan berwarna putih dengan yang kerupuk ikan


berwarna coklat adalah dari bahan yang digunakan. Kerupuk ikan berwarna putih
menggunakan tepung tapioka sedangkan kerupuk ikan berwarna coklat
menggunakan tepung terigu. Perbedaan lainnya yaitu dari segi bentuknya.
Kerupuk ikan berwarna putih memiliki bentuk yang umum atau standar yaitu
berbentuk bulat mawar sehingga diminati oleh banyak banyak orang. Lain halnya
dengan kerupuk ikan berwarna coklat yang memiliki bentuk oval. Berikut
merupakan produk kerupuk ikan berwarna putih dan coklat yang ditunjukkan pada
Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Kerupuk Ikan Berwarna Putih Dan Coklat


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

IV-1
IV-2

Produksi kerupuk selain memiliki bahan baku utama yaitu berupa tepung
dan ikan juga memiliki bahan baku tambahan yaitu seperti bumbu, minyak
goreng dan bawang. Bahan baku tambahan tersebut digunakan sebagai
pendukung bahan baku utama dalam membuat produk kerupuk ikan. Proses
produksi kerupuk ikan secara keselurahan atau umum ditunjukkan pada Gambar
4.2.

Gambar 4.2 Flowchart Proses Produksi


IV - 3

Proses pertama yang dilakukan setelah diperintah dari atasan untuk


memproduksi kerupuk ikan yaitu penerimaan bahan baku dari supplier. Bahan
baku yang digunakan perusahaan pada produknya adalah berupa tepung tapioka,
ikan kemasan kaleng, bumbu dan minyak. Bahan baku yang diterima dari supplier
selanjutnya dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk memastikan apakah
kuantitas dan jenis bahan baku sudah sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika sudah
sesuai dalam segi kuantitas dan jenis bahan bakunya, maka dilanjutkan ke proses
berikutnya dan jika belum sesuai maka diberi tanda atau di perbaiki oleh supplier,
kemudian melakukan pengambilan bahan baku kembali yang sesuai di gudang
bahan baku. Gambar 4.3. menunjukkan gudang bahan baku pada CV. Kerupuk
Saputra.

Tabel 4.1. Kriteria Pemeriksaan Bahan Baku


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)
Kriteria Pemeriksaan Penerimaan Bahan Baku
No Kriteria Penerimaan Bahan Baku
1 Kadarluwarsa ikan kaleng yang lama
2 Kondisi kemasan ikan kaleng yang baik
3 Tepung tidak berkutu
4 Tepung tidak berbau apek
5 Tepung tidak menggumpal
6 Tepung berwarna putih kekuningan
7 Tepung tidak berkutu
8 Minyak berwarna kuning bening
9 Minyak tidak mudah beku
10 Memiliki aroma minyak yang segar

Gambar 4.3 Gudang Bahan Baku


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)
IV-4

Proses berikutnya yang dilakukan yaitu proses pencampuran bahan baku.


Proses pencampuran bahan baku merupakan proses mencampurkan atau
menyatukan dua bahan atau lebih. Proses pencampuran yang dilakukan disini
adalah mencampurkan tepung tapioka, bumbu, dan ikan kemasan kaleng yang
dimasukkan kedalam wadah besar atau tong dengan menggunakan tenaga uap.
Setelah semua bahan tercampur rata hingga menjadi seperti bubur, Langkah
selanjutnya dimasukkan kedalam mesin molen atau mesin pengaduk. Di dalam
mesin molen ini semua bahan tadi diaduk terus-menerus supaya tercampur rata
hingga menjadi adonan kerupuk yang kalis. Maksud dari adonan sampai kalis
adalah apabila adonan tersebut diangkat maka tidak melekat pada tangan dan
tekstur adonannya eslastis saat ditarik. Waktu yang dibutuhkan hingga adonan
tersebut menjadi kalis adalah 20 menit. Gambar 4.4. menunjukkan proses
pencampuran bahan baku menggunakan mesin molen.

Gambar 4.4 Proses Pencampuran Bahan


Menggunakan Mesin Molen
(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)
IV - 5

Tahapan ketiga adalah penghalusan adonan kerupuk. Pada proses


penghalusan ini dilakukan dengan menggunakan mesin roll. Adonan kerupuk
harus memiliki ketebalan yang sesuai agar mengembang dengan sempurna, oleh
karena itu adonan perlu dipipihkan terlebih dahulu. Mesin roll akan membuat
adonan kerupuk menjadi lebih halus serta membentuk adonan jadi memanjang
dan tipis.

Gambar 4.5 Proses Pengahlusan Adonan


Menggunakan Mesin Roll
(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

Tahapan keempat adalah proses pencetakkan kerupuk. Adonan kerupuk


yang sudah siap, langkah selanjutnya adalah proses pencetakkan. Proses ini
dilakukan dengan menggunakan mesin cetak kerupuk. Langkah pertama
masukkan adonan kerupuk tersebut kedalam wadah yang ada di bagian atas mesin
cetak kemudian nyalakan mesin tersebut. Secara otomatis, mesin akan mencetak
kerupuk dengan model mawar yaitu berbentuk bunga-bulat. Kemudian letakkan
wadah anyaman bambu sebagai tempat untuk hasil cetakkan kerupuk. Wadah
anyaman bambu ini juga digunakan untuk memudahkan dalam proses pengukusan
dan pengeringan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk
memastikan apakah bentuk atau model kerupuk tersebut sudah sesuai dengan
yang diinginkan. Jika sudah sesuai dalam segi bentuk atau model, maka
dilanjutkan ke proses berikutnya dan jika belum sesuai maka diperbaiki kembali
dengan memasukkan adonan yang cetakkannya tidak sesuai kedalam mesin
pencetak.
IV-6

Tabel 4.2. Kriteria Pemeriksaan Proses Pencetakkan


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

Kriteria Pemeriksaan Proses Pencetakkan


No Kriteria Pemeriksaan Proses Pencetakkan
1 Ketebalan Adonan 1 cm
2 Bentuk kerupuk tidak pudar
3 Hasil cetakkan kerupuk tidak saling berhimpit
4 Warna hasil cetakkan tidak menguning

Gambar 4.6 Proses Pencetakkan Kerupuk


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

Tahapan kelima adalah proses pengukusan kerupuk yang sudah dicetak.


Pengukusan kerupuk ini dilakukan dengan menggunakan tenaga uap. Lama
pengukusan tergantung dari ketebalan lembaran adonan kerupuk tersebut.
Pengukusan kerupuk dilakukan sampai lembaran adonan menjadi bening. Pada
proses pengukusan biasanya tidak lama yaitu sekitar kurang lebih 5 menit.
IV - 7

Gambar 4.7 Proses Pengukusan Kerupuk


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

Tahapan selanjutnya adalah proses pengeringan kerupuk yang sudah


dikukus. Proses ini dapat dilakukan secara alami yaitu menggunakan sinar
matahari. Letakan wadah anyaman bambu yang telah terisi dengan kerupuk
tersebut di tanah lapang agar penjemuran lebih maksimal. Proses ini juga dapat
dilakukan dengan menggunakan mesin oven pengering. Hal ini dilakukan apabila
sedang musim hujan atau kita ingin melakukan proses produksi kerupuk di malam
hari. Selain untuk mengurangi kadar air penjemuran ini juga akan membuat awet
kerupuk. Apabila tanpa dijemur kerupuk tidak akan mengembang dengan
sempurna saat digoreng. Kerupuk yang sudah benar-benar kering ditandai dengan
warna kerupuk yang berubah semakin cerah. Bila kadar airnya masih tinggi
kerupuk cenderung berwarna gelap.

Gambar 4.8 Proses Pengeringan Kerupuk


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)
IV-8

Tahapan keenam yaitu penggarangan kerupuk. Sebelum proses


penggorengan kerupuk yang telah kering, kerupuk harus digarang terlebih dahulu
selama kurang lebih satu jam. Proses penggarangan ini berfungsi untuk
menghangatkan kerupuk karena jika digoreng dalam keadaan hangat kerupuk
akan jadi lebih mengembang. Proses penggarangan menggunakan panas api yang
berasal dari gas elpiji dan kayu bakar.

Gambar 4.9 Proses Penggarangan Kerupuk


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

Tahapan ketujuh yaitu penggorengan dengan menggunakan 2 buah wajan.


Setelah kerupuk digarang, maka dapat dilakukan proses penggorengan.
Menggoreng kerupuk pun ada caranya tak bisa sembarangan, kerupuk memang
harus dipanaskan perlahan, jika langsung digoreng diminyak yang kurang panas
kerupuk tidak dapat mengembang dengan sempurna. Proses pemanasan minyak
ini berlangsung selama 3 sampai 5 menit pada wajan pertama, jika kerupuk sudah
mulai mengembang dipermukaan minyak itu tandanya kerupuk sudah siap
dipindahkan kewajan kedua yang lebih panas, setelah dipindahkan kerupuk
langsung mengembang dengan sempurna, agar kerupuk tidak gosong maka
kerupuk tidak boleh digoreng lebih dari 1 menit. Selanjutnya dilakukan
IV - 9

pemeriksaan terlebih dahulu untuk memastikan apakah tingkat kematangan dan


warna kerupuk setelah digoreng sesuai dengan yang diinginkan. Jika sudah sesuai
dalam segi tingkat kematangan dan warna kerupuk setelah digoreng, maka
dilanjutkan ke proses berikutnya dan jika belum sesuai maka diperbaiki kembali.

Tabel 4.3. Kriteria Pemeriksaan Proses Penggorengan


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

Kriteria Pemeriksaan Proses Penggorengan


No Kriteria Pemeriksaan Proses Penggorengan
1 Warna kerupuk yang putih tidak terlalu kecoklatan
2 Renyah setelah digoreng
3 Kerupuk mngembang dengan baik

Gambar 4.10 Proses Penggorengan Kerupuk


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

Proses selanjutnya yaitu pengemasan. Kerupuk yang sudah digoreng


didiamkan terlebih dahulu hingga dingin, kemudian barulah kerupuk dimasukkan
kedalam kaleng kerupuk. Satu kaleng kerupuk kecil biasanya berisi 30 kerupuk,
sedangkan untuk satu kaleng kerupuk besar biasanya berisi 1000 kerupuk.
IV-10

Tabel 4.4. Kriteria Pemeriksaan Proses Pengemasan


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

Kriteria Pemeriksaan Proses Pengemasan


No Kriteria Pemeriksaan Proses Pengemasan
1 Bentuk kaleng tidak rusak
2 Kerupuk tidak hancur
3 Plastik pengemasan harus rapat
4 Kerupuk harus renyah (tidak melempem)

Gambar 4.11 Proses Pengemasan Kerupuk


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra

Tahapan terakhir adalah proses pengiriman. Setelah kerupuk selesai


dilakukan pengemasan maka kerupuk siap untuk dikirim kepada pelanggan,
biasanya CV. Kerupuk Saputra mengirimkan 10 buah kaleng besar dengan
kapasitas kurang lebih 10000 kerupuk putih.
IV - 11

Gambar 4.12 Proses Pengemasan Kerupuk


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

4.2 Proses Pencetakkan Kerupuk


Proses pencetakkan kerupuk ikan berwarna putih pada CV. Kerupuk
Saputra merupakan proses yang dilakukan dengan menggunakan mesin pencetak
kerupuk model mawar atau bunga-bulat. Hasil pencetakkan ini akan menentukan
kualitas dari kerupuk ikan tersebut. Berikut ini merupakan Gambar 4.13 proses
pencetakkan produk kerupuk ikan berwarna putih.

Gambar 4.13 Proses Pencetakkan Kerupuk


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)
IV-12

Berdasarkan Gambar 4.13 proses pencetakkan kerupuk ikan berwarna putih


dapat diketahui dengan gambar alur proses pencetakkan kerupuk ikan berwarna
putih. Berikut ini merupakan gambar alur proses pencetakkan kerupuk ikan
berwarna putih di CV. Kerupuk Saputra.

=
Gambar 4.14 Flowchart Proses Pencetakkan Kerupuk Putih

Flowchart proses pencetakkan kerupuk putih diatas merupakan penjelasan


dari pencetakkan kerupuk putih, dimana adonan tersebut diterima dari proses
penghalusan, setelah dari proses tersebut akan diteruskan ke proses pencetakkan
yang memiliki 2 kriteria yaitu model cetakkan dan ketebalan kerupuk. Jika
kerupuk putih belum sesuai dengan kriteria maka akan di proses kembali pada
tabung proses pencetakkan. jika kerupuk putih sudah sesuai dengan kriteria maka
akan dilanjutkan pada proses pengukusan.

Proses pencetakkan kerupuk tersebut menggunakan mesin cetak dengan


tipe MMI-CKM yang memiliki kapasitas 1 sampai 2 ton per hari. Mesin cetak ini
digerakkan dengan dinamo listrik 1.500 Watt yang bermaterial baja dan besi yang
kuat dan tahan lama. Mesin cetak memiliki dimensi ukuran (220x100x245) cm.
Fungsi dari mesin tersebut adalah untuk mencetak kerupuk berbentuk mawar bulat
dengan cepat dan efisien. Cara kerja dari mesin cetak ini cukup sederhana yaitu
IV - 13

Adonan siap dicetak, kemudian ditempatkan pada lubang yang ada di alat cetak
kerupuk tersebut. Setelah itu, hidupkan tombol daya untuk menghidupkan alat.
Dan secara otomatis, buram akan terbentuk langsung di atas wadah anyaman
bambu yang bergerak di alat ini.

Gambar 4.15 Mesin Pencetakkan Kerupuk


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

Proses pencetakkan kerupuk ikan berwarna putih yang dilakukan dengan


menggunakan mesin cetak dapat menghasilkan satu kali cetakkan 15 kerupuk
yang diletakan pada dua wadah anyaman bambu. Sedangkan, tugas dari operator
pada proses pencetakkan kerupuk adalah mengatur wadah anyaman bambu
dengan benar. Operator harus meletakkan dengan tepat wadah anyaman bambu
tersebut diatas buram mesin cetak yang akan membentuk cetakkan kerupuk.
Apabila mesin telah selasai melakukan pencetakkan, maka tugas dari operator
adalah memindahkan hasil cetakkan tersebut ke dalam baki yang nantinya akan
dilanjutkan ke proses selanjutnya yaitu pengukusan.
IV-14

Gambar 4.16 Kegiatan Operator Proses Pencetakkan


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

4.3 Pengukuran Waktu Kerja


Pengukuran waktu (time study) adalah usaha yang dapat menentukan lama
kerjanya operator dalam melaksanakan pekerjaannya secara spesifik dengan
tingkat kecepatan kerja yang normal untuk menentukan waktu kerja terbaik pada
saat itu. Pengukuran waktu adalah penelitian kerja dan metode-metode kerja pada
dasarnya memusatkan perhatiannya tentang bagaimana suatu pekerjaan akan
diselesaikan (Wignjosoebroto, 2003). Pengukuran kerja dilakukan untuk dapat
mengetahui waktu siklus, waktu normal dan waktu baku yang dibutuhkan opetaor
untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan.
Proses pengamatan pengukuran waktu ini menggunakan metode jam henti
dengan alat bantu stopwatch yang dilakukan di CV. Kerupuk Saputra. Berikut ini
Profil singkat beserta foto operator pencetakkan kerupuk ikan berwarna putih
yang diamati oleh penulis dalam melakukan kerja praktek.
IV - 15

Gambar 4.17 Operator Proses Pencetakkan


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

Nama Operator : Alan

Umur : 19 tahun

Massa Kerja : 3 tahun

Operator ini adalah operator yang bekerja pada saat melakukan proses
pencetakkan yang dijadikan sebagai objek penelitian. Penulis melakukan
pengamatan berupa perhitungan waktu kerja operator dalam melakukan proses
kerja pencetakkan kerupuk ikan berwarna putih. Penulis melakukan pengamatan
waktu kerja operator dengan alat bantu stopwatch yaitu dengan cara mengklik
start pada saat operator mulai meletakkan wadah anyaman bambu diatas buram
mesin cetak yang akan membentuk cetakkan kerupuk dan klik stop pada saat
operator memindahkan hasil cetakkan tersebut ke dalam baki yang nantinya akan
dilanjutkan ke proses selanjutnya yaitu pengukusan. Berikut adalah data
pengamatan pengukuran waktu kerja dalam proses pencetakkan kerupuk dengan
menggunakan metode jam henti yang dilakukan di CV. Kerupuk Saputra pada
tanggal 13 Oktober 2020.
IV-16

Tabel 4.5 Lembar Pengamatan


(Sumber : CV. Kerupuk Saputra)

Lembar Pengamatan
Nama Operator : Alan Nama Pengukur :Ghina Farhah Azizah
Umur Operator : 19 tahun Tanggal Pengukuran : 13 Oktober 2020
Massa Kerja Operator : 3 tahun Jam : 10.00 - 11 WIB
Stasiun Kerja : pencetakan
Elemen Kerja Elemen Kerja
Pengamatan Ke- Pengamatan Ke-
Waktu Aktual (Detik) Waktu Aktual (Detik)
1 30.18 16 32.24
2 35.61 17 28.5
3 29.58 18 30.14
4 27.21 19 30.47
5 25.63 20 31.27
6 42.58 21 47.07
7 26.14 22 37.57
8 27.66 23 30.88
9 33 24 28.83
10 24.91 25 30.2
11 30.9 26 28.88
12 34.43 27 25.47
13 30.47 28 27.93
14 25.63 29 25.69
15 27.63 30 30
Ʃ 916.7
Rata-Rata 30.56

Berdasarkan tabel 4.5 lembar pengamatan yang diambil sebanyak 30 data


di CV. Kerupuk Saputra pada proses pencetakkan dengan satu operator untuk
produk kerupuk ikan berwarna putih. Pengamatan yang dilakukan dengan
menggunakan metode pengukuran waktu Repetitive timing, yaitu mengulang
perhitungan waktu dari 0 (nol) setiap akhir elemen kerja. Pengamatan pada
elemen pertama dihitung mulai dari nol sampai pemindahan hasil cetakkan
selesai, kemudian hentikan perhitungan waktu, dan saat mulai melakukan
pekerjaan elemen kedua, mulai lagi dari 0 (nol) dan seterusnya seperti itu sampai
percobaan sebanyak 30 kali.
IV - 17

4.3.1 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data


Pengujian keseragaman dan kecukupan data sangat diperlukan dalam
melakukan analisis data waktu standar berdasarkan dari data yang diperoleh hasil
pengamatan.
1. Uji Keseragaman Data
Uji keseragaman data merupakan proses analisis keseragaman untuk
mengontrol data yang diperoleh dari pengamatan. Pengamatan yang
dilakukan pada proses pencetakkan kerupuk ikan berwarna putih dengan
seorang operator dan seorang timer. Berikut ini adalah uji keseragaman
data.
a. Rata-rata waktu aktual

detik

b. Standar deviasi

Standar deviasi merupakan petunjuk seberapa jauh penyimpangan

yang terjadi pada waktu hasil pengamatan. Nilai n merupakan banyak data

yang diambil.

c. Standar deviasi dari distribusi harga rata-rata

Standar deviasi rata-rata merupakan hasil perhitungan standar deviasi

dibagi dengan akar dari n atau banyak data yang diambil.

d. Batas kontrol atas [BKA] dan batas kontrol bawah [BKB]


IV-18

BKA dan BKB merupakan batas kontrol kegiatan operasi seorang

operator dengan kecepatan atau tempo kerja yang masuk dalam rata-rata

kecepatan agar tidak terlalu cepat ataupun terlalu lama.

BKA =

BKB =

Hasil uji keseragaman yang dilakukan, seluruh sampel data yang ada
berada dalam range antara 28,74 sampai 32,38 sehingga dapat disimpulkan
bahwa data yang diambil telah seragam atau lolos uji keseragaman data.
2. Uji kecukupan data
Uji kecukupan digunakan untuk menentukan bahwa jumlah sampel data
yang diambil telah cukup untuk dilakukan pengolahan data pada proses
selanjutnya. Dimana nilai N’ merupakan banyaknya data yang diambil
untuk mencapai tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95%. Berikut
ini adalah uji kecukupan data pada proses pencetakkan kerupuk ikan
berwarna putih.

= 28,72
Menggunakan Tingkat Ketelitian 5% dan Tingkat Keyakinan 95%, karena
pada umumnya penelitian menggunakan tingkat keberhasilan 95% dan
ketelitian 5% maksudnya, rata-rata hasil pengukuran data menyimpang
sebesar 5% dari rata-rata sebenarnya dan kemungkinan keberhasilannya
IV - 19

sebesar 95%. Semakin tinggi ketelitian maka semakin besar pula tingkat
keyakinan dan semakin banyak pengukuran yang harus dilakukan.

Mendapat nilai 40 dari "k" /"s", k = keyakinan, s = ketelitian. Keberhasilan


95% maka k = 2 (termasuk tingkat kedua), s = 0,05. Maka "2" /"0,05" =40.
‘ N ’ yang gunakan itu banyak data sebanyak 30 banyak data percobaan,
Hasil dari uji kecukupan yang telah didapat yaitu bahwa jumlah
pengukuran yang diperlukan adalah N’ 28,72. Apabila N’ ≤ N maka data
dianggap cukup, namun jika N’ ≥ N data dianggap tidak cukup (kurang).
Dari hasil yang ada N’ ≥ N, sehingga dapat dipastikan data yang telah
diamati dari pengukuran waktu yang digunakan telah memenuhi syarat
dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%.

4.3.2 Penyesuaian Waktu Kerja


Penyesuaian waktu kerja merupakan aktivitas untuk menilai atau
mengevaluasi kecepatan kerja operator pada saat pengukuran kerja berlangsung.
biasanya penyesuaian dilambangkan dengan huruf (p). jika operator bekerja
dengan cepat dari yang biasa maka nilai (p>1). jika lambat dari biasanya maka
(p<1). dan jika operator bekerja dengan normal maka (p=1). Ada dua metode
untuk menentukan faktor penyesuaian yaitu Metode Shumard dan Metode
Westinghouse.

1. Metode Shumard
Memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas kinerja kerja
dengan setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Disini pengukur diberi
patokan untuk menilai performansi kerja operator menurut kelas-kelas superfast,
fast+, fast, fast-, excellent, dan seterusnya.

a. Waktu siklus

Waktu siklus merupakan suatu cara untuk menyelesaikan waktu saat


produksi dimulai dari bahan baku sampai mulai diproses di tempat
kerja. Waktu siklus juga merupakan waktu penyelesaian rata-rata
selama pengukuran.
IV-20

b. Waktu normal

Waktu pekerja yang diselesaikan dengan kondisi wajar atau biasa juga
dengan kecepatan waktu yang tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama,
dan dengan kemampuan rata-rata operator.

Tabel 4.6 Tabel Penyesuaian Metode Shumard

Kelas Penyesuaian Kelas Penyesuaian

Superfast 100 Good- 65


Fast + 95 Normal 60
Fast 90 Fair+ 55
Fast- 85 Fair 50
Excellent 80 Fair- 45
Good+ 75 Poor 40
Good 70

P =

=1

Wₙ

= 30,56 × 1
= 30,56 detik

Perhitungan pada metode Shumard diatas didapatkan nilai sebesar


30,56 detik. Pada perhitungan waktu normal dengan metode Shummard
sebesar 30,56 detik dengan nilai penyesuaian (p) sebesar 1, nilai tersebut
didapat dari dari tabel kelonggaran Shummard pada kelas Normal dan nilai
IV - 21

penyesuaian sebesar 60, karena operator melakukan operasi dengan kerja yang
normal atau wajar dengan kecepatan mengoperasikan mesin cetak tidak terlalu
cepat maupun terlalu lambat.

2. Metode Westinghouse
Mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan
kewajaran atau ketidakwajaran. Keempat faktor tersebut adalah keterampilan
(skill), usaha (effort), kondisi kerja (condition), dan konsistensi (consistency).
Setiap faktor terbagi dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing.
Keterampilan didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang
ditetapkan. Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator
ketika melakukan pekerjaannya. Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungannya
seperti keadaan pencahayaan, suhu, dan kebisingan ruangan. Konsistensi adalah
salah satu faktor yang harus diperhatikan karena pada pada setiap pengukuran
waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama.
a. Waktu siklus

Waktu siklus merupakan suatu cara untuk menyelesaikan waktu saat


produksi dimulai dari bahan baku sampai mulai diproses di tempat
kerja. Waktu siklus juga merupakan waktu penyelesaian rata-rata
selama pengukuran.

b. Waktu normal

Waktu pekerja yang diselesaikan dengan kondisi wajar atau biasa juga
dengan kecepatan waktu yang tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama,
dan dengan kemampuan rata-rata operator.
Tabel 4.7 Tabel Penyesuaian Metode Westinghouse
IV-22

Faktor Ke las Lambang Pe nye suaian


A1 +0,15
Superskill
A2 +0,13
B1 +0,11
Excellent
B2 +0,08
C1 +0,06
Good
KETERAMPILAN C2 -0,03
Average D 0
E1 -0,05
Fair
E2 -0,1
F1 -0,16
Poor
F2 -0,22
A1 +0,13
Excessive
A2 +0,12
B1 +0,1
Excellent
B2 +0,08
C1 +0,05
Good
USAHA C2 +0,02
Average D 0
E1 -0,04
Fair
E2 -0,08
F1 -0,12
Poor
F2 -0,17
Ideal A +0,06
Excellent B +0,04
Good C +0,02
KONDISI KERJA
Average D 0
Fair E -0,03
Poor F -0,07
Perfect A +0,04
Excellent B +0,03
Good C +0,01
KONSISTENSI
Average D 0
Fair E -0,02
Poor F -0,04

Keterampilan :0
Usaha : 0,05
Kondisi Kerja : -0,03
Konsistensi : 0,01 +
Jumlah = 0,03
P = (1 + 0,03 ) = 1,03
Waktu Normal = Ws × p
= 30,56 × 1,03 = 31,48 detik

Pada metode Westinghouse untuk perhitungan waktu siklus didapatkan


hasil sebesar 30,56 detik. Pada perhitungan waktu normal didapatkan
hasil sebesar 31,48 detik dengan nilai penyesuaian (p) sebesar 1,03.
Nilai penyesuaian didapat dari tabel penyesuaian Westinghouse yang
terdapat 4 faktor dengan kelas dan nilai penyesuaian yang berbeda.
Nilai faktor keterampilan pada kelas Average Skill sebesar 0. Nilai
IV - 23

faktor usaha pada kelas good sebesar 0,05. Nilai faktor kondisi kerja
pada kelas Fair sebesar -0,03. Nilai faktor konsistensi pada kelas good
sebesar 0,01. Pasa faktor keterampilan diberikan nilai 0 karena
operator melakukan gerakan-gerakannya tidak cepat tetapi tidak lambat
serta gerakan-gerakannya pun juga cukup menunjukkan tiadanya
keragu-raguan. Pada faktor usaha diberikan nilai sebesar 0,05 karena
operator melakukan tugasnya penuh dengan perhatian, tempat kerjanya
diatur dengan baik dan rapih oleh operator dan kecepatan bekerjanya
cukup baik serta berirama. Faktor kondisi kerja diberikan nilai sebesar
-0,03 karena kondisi yang kurang nyaman untuk operator dan suhu
ruangan kerja yang cenderung panas. Pada faktor konsistensi diberikan
nilai sebesar 0,01 karena tidak memerlukan banyak pengawasan serta
kualitas hasil yang baik.

4.3.3 Kelonggaran Waktu Kerja


Dalam hal ini waktu longgar dapat diklarifikasikan menjadi tiga macam,
yaitu personal allowance, fatigue allowance dan delay allowance. Personal
Allowance adalah jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil dapat
ditetapkan dengan jalan melaksanakan aktivitas time study sehari kerja penuh atau
dengan metode sampling kerja. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang relatif ringan
dimana operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi
sekitar 2 sampai 5% (atau 10 sampai 24 menit) setiap jari akan dipergunakan
untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat personil ini (Wignjosoebroto S, 2006).
Tabel 4.8 Tabel Kelonggaran
IV-24

Faktor Kondisi Kelonggaran


Sangat ringan - Bekerja di
Tenaga yang Dikeluarkan 6%
meja, berdiri
Berdiri diatas dua kaki -
Sikap Kerja Badan tegak, ditumpu dua 1%
kaki
Normal - Ayunan bebas
Gerakan Kerja 0%
dari palu

Pandangan yang hampir


Kelelahan Mata terus menerus – pekerjaan 2%
pekerjaan yang teliti

Keadaan Tempratur
Normal 0%
Tempat Kerja
Kurang Baik – adanya
Keadaan Atmosfer debu-debu yang tidak 5%
beracun tetapi banyak
Keadaan Lingkungan yang Keadaan-keadaan yang
5%
Baik luar biasa (kebersihan)
Kebutuhan Pribadi Pria 2%
Kelonggaran Tak Mati lampu, mesin tidak
5%
Terhindarkan menyala
L (Allowance) 26%

Faktor kelonggaran (I) yang diperoleh yaitu :


I = ( 0,06 + 0,01 + 0 + 0,02 + 0 + ,005 + ,005 + 0,02 + 0,05 ) = 0,26
a. Waktu baku (Metode Shumard)

Wb = Wn (1+l)
= 30,56 (1 + 0,26 )
= 38,50 detik
b. Waktu baku (Metode Westinghouse)

Wb = Wn (1 + I)
= 31,48 (1 + 0,26)
= 39,66 detik
Setelah didapat waktu siklus dan waktu normal dari tiap metode,
menghitung waktu baku didapat dari perkalian antara nilai waktu normal dan
faktor kelonggaran, nilai faktor kelonggaran sebesar 5% atau 0,05. Pada metode
Shummard hasil waktu baku yang didapat sebesar 38,50 detik dan pada metode
Westinghouse hasil waktu baku yang didapat sebesar 39,66 detik. Sehingga dapat
IV - 25

disimpulkan bahwa operator pada proses pencetakkan kerupuk termasuk


keadalam kategori melakukan pekerjannya dengan cepat karena nilai rata-rata data
pengamatan lebih kecil daripada hasil perhitungan waktu baku.

Anda mungkin juga menyukai