Anda di halaman 1dari 100

PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI;

Tinjauan Motivasi dan Kepuasan Kerja


Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
sebagaimana yang diatur dan diubah dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa:
Kutipan Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagai­mana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,
00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Peng­guna­an Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,
00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Peng­guna­an Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
1.000.000. 000, 00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000, 00 (empat miliar rupiah).
Reza Ahmadiansah, M.Si.

PSIKOLOGI
INDUSTRI &
ORGANISASI;
Tinjauan Motivasi dan
Kepuasan Kerja

Editor: Imam Subqi, M.S.I., M.Pd.


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI;
Tinjauan Motivasi dan Kepuasan Kerja

Penulis:
Reza Ahmadiansah, M.Si.

Editor:
Imam Subqi, M.S.I., M.Pd.

Tata Letak & Rancang Sampul:


Bang Joedin

Cetakan Pertama, Juli 2020


ISBN 978-602-1271-53-7

Penerbit:
Kreasi Total Media
Kauman GM I / 332 RT 46 RW 12, Yogyakarta 55122
Telp.: 0812.7020.6168
Email: omahjogja305@gmail.com

Anggota IKAPI No.065/DIY/09


KATA PENGANTAR

P
uji syukur alhamdulillah penulis
pan­jatkan kehadirat Allah SWT atas
berkat, rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga
pe­nulis dapat menyelesaikan tahapan demi tahapan
penulisan buku ini, sebagai salah satu bentuk sum­
bangsih pemikiran dalam perkembangan ilmu di
bidang psikologi khususnya psikologi organisasi
dan industri.
Buku berjudul PSIKOLOGI INDUSTRI &
ORGANISASI; Tinjauan Motivasi dan Kepuasan
Kerja yang ditangan anda ini merupakan salah
satu cabang dari ilmu psikologi. Psikologi industri
dan organisasi membahas psikologi dalam lingkup
orga­
nisasi atau aturan kerja. Bagi pelaku atau
pim­pinan di sebuah lembaga disarankan untuk

Reza Ahmadiansah, M.Si. v


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

bisa menguasai tentang PIO yang semestinya


akan men­ dapatkan nilai positif bagi organisasi.
Manfaat PIO secara langsung diantaranya adalah
(1) dapat membantu organisasi dan perusahaan
dalam mencapai tujuan, (2) mampu menjembatani
kebutuhan individu dan kebutuhan organisasi, (3)
dapat meningkatkan kemampuan individu dalam
setting kerja sehingga bukan saja meningkatkan
kompetensi individu tapi juga mengembangkan
perusahaan dan (4) akan menjamin kesejahteraan
tenaga kerja dengan memperhatikan kepuasan
kerja. Oleh sebab itu buku ini dapat memberikan
gambaran sebelum mengambil sebuah kebijakan
bagi seorang pimpinan di sebuah perusahaan.
Dari uraian di atas akan memberikan lebih
detail tentang psikologi organisasi dan industri yang
berkaitan dengan motivasi dan kinerja, kemudian
secara dirinci akan dibahas dengan beberapa bab
dalam buku ini agar mudah dipahami oleh pembaca.
Selanjutnya kepada penerbit diucapkan banyak
terimakasih yang telah memberikan kesempatan
dapat terpublikasinya buku ini, pada teman-
teman semua yang telah membantu baik dalam
diskusi-diskusi kecil serta semua pihak yang telah
membantu penyelesaian buku ini, kami ucapkan
terima kasih. Akhirnya penulis menyadari buku ini

vi Reza Ahmadiansah, M.Si.


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

jauh dari sempurna, maka masukan dan sanggahan


untuk penyempurnaan buku ini sangat penulis
harapkan. Semoga buku ini memberi kemanfaatan
bagi perkembangan ilmu khususnya bidang
psikologi organisasi dan industri. Aamiin.

Yogyakarta, Juni 2020

Penulis

Reza Ahmadiansah, M.Si. vii


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................... v


Daftar Isi................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN............................................ 1
A. Pendahuluan ................................................. 1
B. PIO dalam Motivasi dan Kepuasan
Kerja ............................................................... 12
BAB II GURU DAN KINERJA ............................... 15
A. Kinerja Guru................................................ 15
B. Aspek dan Indikator Kinerja Guru .... 19
BAB III TEORI KINERJA......................................... 25
A. Teori Kinerja............................................... 25
B. Kinerja Sebagai Konsep Multi
Dimensional................................................. 28
C. Kinerja Sebagai Konsep Dinamis........ 29
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kinerja............................................................ 31

Reza Ahmadiansah, M.Si. ix


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

BAB IV MOTIVASI KERJA...................................... 37


A. Motivasi Kerja............................................. 37
B. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja.40
C. Teori Motivasi............................................. 47
1. Teori Kebutuhan oleh Abraham H.
Maslow.................................................... 47
2. Teori Kebutuhan ERG Alderfer..... 49
3. Teori Dua Faktor oleh Frederick
Herzberg................................................. 50
4. Efek Motivasi Kerja............................ 51
BAB V KEPUASAN KERJA.................................... 55
A. Pengertian Kepuasan Kerja.................. 55
B. Aspek dan Indikator Kepuasan Kerja... 58
C. Efek Kepuasan Kerja................................ 60
D. Teori Kepuasan Kerja.............................. 64
1) Discrepancy Theory..............................64
2) Model dari Kepuasan Bidang/
Bagian (Facet Satisfaction)............. 65
3) Teori Proses Bertentangan
(Opponent-Pro­cess Theory)............. 66
BAB VI MOTIVASI & KEPUASAN KERJA .......... 67
DAFTAR PUSTAKA.................................................... 71
INDEKS......................................................................... 87

x Reza Ahmadiansah, M.Si.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

D
alam perkembangan di era glo­ba­
lisasi bangsa Indonesia diperhadap­
kan pada berbagai tantangan, hal ini ditandai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tek­­
no­­logi yang semakin canggih, kemudahan dalam
meng­­akses informasi, globalisasi dan pasar bebas
menjadikan Negara sebagai penyelenggara pen­
didik­ an, memiliki tanggung jawab yang besar
untuk menciptakan suatu bentuk pendidikan yang
ber­ mutu dan berkualitas pada semua jenjang
pen­didikan sehingga bermuara pada terciptanya
sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu
untuk menjawab persaingan global yang ada dalam

Reza Ahmadiansah, M.Si. 1


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

era 4.0. Agar terciptanya sumber daya manusia yang


berkualitas diperlukan diperlukan kemampuan
dan disiplin tenaga pendidikan yaitu guru dalam
bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimiliki
(Pratiwi, 2013).
Pendidik adalah sumber daya manusia yang
berada di sekolah, dalam hal ini kinerja guru di
sekolah mempunyai peran penting dalam pen­
capaian tujuan sekolah. Keberhasilan pendidikan
di Sekolah sangat ditentukan oleh kinerja guru­
nya. Seorang guru yang memiliki kinerja tinggi se­
harusnya memiliki sikap positif terhadap pe­kerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya, sikap tersebut
antara lain, disiplin, suka bekerja dengan sungguh-
sungguh, menjaga kualitas kerjanya, ber­tanggung
jawab, dan sebagainya. Kenyataan yang ada me­
nun­juk­kan adanya guru yang sering terlambat
dalam mengajar, tidak masuk kelas, kurangnya
per­siapan dalam mengajar, dan jarang mengikuti
kegiatan yang dapat menunjangnya dalam mengajar
(Pratiwi, 2013).
Kinerja guru merupakan perwujudan kerja
yang dilakukan oleh seorang guru. Kinerja guru
yang baik merupakan suatu langkah untuk menuju
ter­
capainya tujuan pendidikan. Mangkunegara

2 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab I _ Pendahuluan

(2001) mengemukakan kinerja adalah hasil kerja


secara kualitas dan kuantitas yang dicapai sese­
orang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Apabila
dikaitkan dengan guru, maka dapat dikatakan
bahwa kinerja guru adalah hasil kerja yang dicapai
guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang di­
beban­kan kepadanya. Kinerja guru yang optimal
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal
maupun eksternal, antara lain: pengalaman kerja,
ke­
terampilan teknis, tingkat pendidikan, gaya
kepe­mimpinan kepala sekolah, motivasi kerja,
dan kepuasan kerja. Sebagai-mana diungkapkan
oleh Robbins (2001), bahwa kinerja juga dapat di­
pengaruhi oleh kemangkiran, komitmen, kom­pe­
tensi, produktivitas, motivasi, dan kepuasan kerja.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
tanggal 05 November 2013 dengan 3 orang guru
me­nyangkut kinerja guru, mereka mengatakan
bahwa kinerja mereka baik dan atau tidak
buruk. Ini disebabkan oleh kinerja mereka selalu
dievaluasi oleh pimpinan sekolah melalui hasil
penilaian kondite guru yang dimiliki sekolah.
Mereka memaknai profesi guru sebagai sebuah
amanah yang harus disikapi dengan tanggung
jawab, dedikasi dan loyalitas. Namun tidak bisa

Reza Ahmadiansah, M.Si. 3


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

dipungkiri juga bahwa ada sebagian guru yang


tidak menyadari tugas dan tanggung jawabnya. Ada
sebagian guru yang mengajar tidak tepat waktu,
ada guru yang terlambat masuk mengajar di kelas
tetapi pulang lebih awal dari jadwal.
Guru SMK berusaha mengenal dan memahami
setiap karakteristik dan keunikan dari tiap anak
didik. Disinilah profesionalisme mereka teruji dalam
menyelenggarakan pendidikan yang tidak hanyua
sebatas mentranser ilmu pengetahuan kepada
siswa di kelas tetapi juga mampu menampilkan
dan me­ngembangkan kemampuan mengajar yang
optimal.
Dalam perilaku keroganisasian, fenomena
yang terungkap di atas berkaitan dengan kinerja
guru. Oleh karena itu kinerja guru perlu mendapat
perhatian khusus.
Menurut Mangkunegara (2001) menge­ mu­
kakan kinerja adalh hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai seseorang dalam melak­
sanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Berdasarkan pengertian
tersebut, masalah kinerja guru tidak terlepas
dari kualitas guru dalam menjalankan tugasnya,
khususnya dalam proses belajar mengajar.

4 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab I _ Pendahuluan

Menurut Gibson (dalam Cokroaminoto,


2007), kinerja individual karyawan dipengaruhi
oleh faktor motivasi, kemampuan dan lingkungan
kerja. Faktor motivasi memiliki pengaruh langsung
dengan kinerja individual karyawan. Sedangkan
faktor kemampuan individual dan lingkungan kerja
memiliki pengaruh yang tidak langsung dengan
kinerja. Kedua faktor tersebut keberadaannya akan
mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Apabila
hal ini dikaitkan dengan kinerja guru, maka motivasi
kerja mempunyai pengaruh langsung dengan
kinerja guru. Sedangkan Mangkuprawiro (2007)
men­jelaskan, bahwa kinerja individu dipengaruhi
oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri
adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya.
Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai
seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan
mampu memuaskan kebutuhannya.
Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh
Gibson dan Mangkuprawiro, Yudianto (2008) yang
melakukan penelitian tentang “Pengaruh Kepuasan
Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru
Di SMK Pangudi Luhur Tarcisius Semarang” me­
nemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan
antara motivasi kerja terhadap kinerja guru. Demi­
kian pula halnya dengan Varadila (2010) yang me­

Reza Ahmadiansah, M.Si. 5


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

lakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Motivasi


Kerja Guru dan Gaya Kepemimpinan Kepala Se­
kolah terhadap Kinerja Guru di SMK Ardjuna
1 Malang” menemukan bahwa motivasi kerja
guru ber­pengaruh terhadap kinerja guru di SMK
Ardjuna 1 Malang. Berbeda dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Yudianto dan Varadila,
Usman (2011) yang melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh kemampuan, motivasi kerja, ke­
pemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi dan
ke­
puasan kerja terhadap kinerja guru ekonomi
SMKN di Surabaya” menemukan bahwa motivasi
kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja guru
ekonomi SMK Negeri di Surabaya.
Guru yang memiliki motivasi kerja yang tinggi
biasanya akan melaksanakan tugasnya dengan
penuh semangat dan energik, karena ada motif-
motif atau tujuan tertentu yang melatarbelakangi
tindakan tersebut. Motif itulah sebagai faktor pen­
dorong yang memberi kekuatan kepadanya, se­
hingga ia mau dan rela bekerja keras. Motivasi adalah
dorongan yang mendorong sikap dan tingkah laku
individu dalam bekerja. Semakin tinggi moti­vasi
seseorang, akan semakin kuat dorongan yang timbul
untuk bekerja lebih giat sehingga pada gilirannya
akan meningkatkan kinerjanya. Guru yang memiliki

6 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab I _ Pendahuluan

motivasi tinggi akan memberikan upaya maksimal


guna menunjang tujuan pembelajaran sesuai
dengan tugasnya sebagai guru, sedangkan guru
yang tidak termotivasi akan memberikan upaya
minimum dalam proses pembelajaran. Se­ bagai­
mana tampak pada sebagian guru SMK Muhammad­
iyah Salatiga yang tidak pernah melaku­kan per­
siapan sebelum megajar. Tidak ada perubahan di
dalam memberikan materi pelajaran, guru tidak
mempunyai kreativitas dalam mengajar dan tidak
berusaha menggunakan suatu cara atau metode
yang memudahkan siswa memahami materi
pelajar­an yang diajarkan, sehingga proses belajar
me­ngajar menjadi membosankan. Guru terlihat
kurang termotivasi untuk membimbing siswa yang
menga­lami kesulitan dalam belajar. Semuanya itu
me­nunjukkan rendahnya motivasi kerja yang di­
miliki oleh beberapa guru di SMK Muhammadiyah
Salatiga.
Motivasi diartikan sebagai sesuatu yang men­
dasari individu dalam mencapai tujuan tertentu
yang diinginkan. Seperti yang diungkapkan oleh
Robin dan Judge (2008) yang menyatakan bahwa
motivasi sebagai suatu proses yang menjelaskan
intensitas, arah dan ketekunan seorang individu
untuk mencapai tujuannya. Dalam kaitannya dengan

Reza Ahmadiansah, M.Si. 7


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

kerja, Wijono (2007) memberikan pengertian moti­


vasi kerja sebagai suatu kesungguhan atau usaha
dari individu untuk melakukan pekerjaannya guna
mencapai tujuan organisasi di samping tujuannya
sendiri. Berdasarkan pengertian di atas dapat di­sim­
pulkan bahwa motivasi kerja merupakan doro­­ngan
atau usaha individu untuk melakukan pekerjaan
yang terarah guna mencapai suatu tujuan. Apabila
ini dikaitkan dengan guru, maka motivasi kerja guru
merupakan kondisi yang menggerakkan diri guru
yang terarah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam melakukan kegiatan sehari-hari,
guru dituntut untuk bekerja dengan memberikan
pelaya­nan sebaik-baiknya kepada pemakai sekolah
seperti siswa, orang tua, dan masyarakat. Salah satu
faktor yang menunjang guru untuk bekerja dengan
sebaik-baiknya adalah kepuasan kerja. Dengan kata
lain jika guru puas terhadap perlakuan organisasi
sekolah, mereka akan bekerja penuh semangat dan
bertanggung jawab. Koesmono (dalam Brahmasari
dan Suprayetno, 2008) mengemukakan bahwa ke­
puasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau
sikap karyawan terhadap pekerjaannya dan ber­
hubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan,
kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubu­
ngan sosial di tempat kerja, sehingga dapat dikata­

8 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab I _ Pendahuluan

kan bahwa kepuasan kerja dapat terpenuhi dari


be­­
berapa keinginan dan kebutuhannya melalui
kegiatan dalam bekerja. Sedangkan Colquitt, LePine,
dan Wesson (dalam Yohana, 2012) menjelaskan,
bahwa kepuasan kerja merupakan pernyataan
emosi yang menyenangkan yang dihasilkan oleh pe­
nilai­an terhadap pekerjaan atau pengalaman kerja.
Seperti yang diungkapkan oleh Tiffin (dalam
Mukhyi dkk. 2007) yang mengatakan bahwa
kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap
seseorang terhadap pekerjaannya sendiri. Semakin
tinggi tingkat kepuasan kerja seseorang akan
ter­cermin dari sikap kerja ke arah yang positif.
Sebalik­nya ketidakpuasan kerja akan menimbulkan
sikap kerja yang negatif. Positif dan negatifnya
sikap kerja seseorang mengikuti tingkat kepuasan
kerja yang dirasakan. Untuk mengukur kepuasan
kerja seseorang, biasanya dilihat dari besaran gaji
atau upah yang diberikan. Tetapi gaji atau upah
sebenarnya bukan merupakan satu-satunya faktor
yang menentukan tingkat kepuasan kerja sese­
orang. Masih ada faktor lain seperti suasana kerja,
hubungan atasan dan bawahan ataupun rekan
sekerja, pengembangan karier, pekerjaan yang
sesuai dengan minat dan kemampuan, serta fasilitas
yang ada dan diberikan. Keadaan ini juga terjadi di

Reza Ahmadiansah, M.Si. 9


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

SMK Muhammadiyah Salatiga, dimana ada guru


yang lambat masuk kelas tetapi keluar lebih awal,
atau datang mendekati jam kerja tetapi pulang
lebih awal, sering mengeluh soal penghasilan, dan
lain sebagainya. Hal ini menunjukkan rendahnya
kepuasan kerja yang dimiliki oleh beberapa guru di
SMK Muhammadiyah Salatiga
Kepuasan kerja merupakan cerminan sikap
dan perasaan seorang guru terhadap pekerjaannya
dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sikap
dan perilaku guru yang puas dengan pekerjaannya
ditandai dengan adanya rasa bangga dengan peker­
jaannya, menyenangi pekerjaan, bergairah dengan
pekerjaan, melaksanakan pekerjaan dengan penuh
tanggung jawab. Dengan adanya sikap dan perilaku
di atas, berarti seorang guru telah menunjukkan
rasa puas terhadap pekerjaannya. Hal ini sangat
pen­ting mengingat kepuasan kerja sangat ber­
pengaruh terhadap kinerja guru pada tugas yang di­
lakukan­nya. Sejalan dengan penelitian yang dilaku­
kan oleh Yohana (2012) yang menemukan bahwa
kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap
kinerja guru di SMP Negeri Pamulang, Tangerang
Selatan. Sementara itu penelitian yang dilakukan
oleh Usman (2011) menemukan bahwa variabel

10 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab I _ Pendahuluan

kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja


guru ekonomi SMK Negeri di Surabaya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kinerja guru berhubungan erat dengan moti­vasi
kerja dan kepuasan kerja. Koontz (1990) men­
jelas­kan bahwa motivasi mengacu pada dorongan
dan upaya untuk memuaskan suatu keinginan
atau tujuan, sedangkan kepuasan mengacu pada
pe­nga­laman yang menyenangkan pada saat ter­
penuhi­ nya suatu keinginan. Dengan kata lain
moti­ vasi merupakan dorongan kearah suatu
hasil sedang­kan kepuasan merupakan hasil yang
telah dicapai atau dialami. Oleh karena itu usaha
mening­ katkan kinerja guru perlu dikondisikan
oleh kepala sekolah atau lembaga penyelenggara
pen­didikan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Muhammadiyah Salatiga yang menyelenggarakan
pendidikan menengah kejuruan juga mempunyai
kewajiban untuk meningkatkan kinerja guru yang
melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Oleh karena itu penelitian ini diarahkan
untuk mengkaji lebih jauh tentang pengaruh moti­
vasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja guru
yang bekerja di Sekolah.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 11


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

B. PIO dalam Motivasi dan Kepuasan Kerja

Motivasi bekerja sangat berperan penting


dalam prestasi dan produktivitas kerja. Dikarenakan
tanpa adanya motivasi dalam diri eseorang yang
bekerja tidak bisa meningkatkan prestasi kerjanya
jika tidak disertai dengan usaha atau keahlian.
Menurut Tosi dan Carrol (1976) peran se­
orang manajer dslam sebuah pekerjaan sangat
ber­­peran penting, karena disitu karyawan dapat
meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja.
Motivasi merupakan dorongan dalam diri
sese­
orang yang timbul karena adanya faktor
internal dan eksternal, yang bertujuan untuk
men­­capai sesuatu yang ingin kan atau mendapat
ganjar­an yang memuaskan. Dorongan internal itu
seperti mengakibatkan seseorang untuk bergerak
atau bereaksi demi sebuah prestasi kerja yang di
inginkan dalam diri seseorang. Dorongan eksternal
yaitu adanya peran seorang manajer yang ada di
lingkungan pekerjaan .
Konsep dasar motivasi tidak dapat di­simpul­
kan hanya dengan satu tingkah laku saja, karena
tingkah laku itu bukan disebabkan oleh satu motif
saja dan motif yang sama juga ditunjukkan dalam
berbagai tingkah laku yang berbeda. Berbicara

12 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab I _ Pendahuluan

tentang Motivasi tak lepas dari kata prestasi yang


mana prestasi mempunyai konsekuensinya, karena
prestasi bergantung pada kemampuan indvidu dan
persepsi terhadap pekerjaan. Penjelasan tentang
individu juga terbatas karena masih dapat diper­
tanyakan baik individu dapat menangani secara
tepat atau tidak tentang bentuk atau ke­ kuatan
motifnya.
Konsep motivasi bermanfaat dalam meng­
analisis tingkah laku dalam suatu organisasi.
Konsep dasar motivasi menjelaskan manusia
melaku­ kan suatu kegiatan untuk meraih tujuan
yang ingin dicapainya. Selanjutnya Steers & Porter
(1975) memberi tiga komponen motivasi yaitu:
(1) apa yang membangkitkan energi, (2) apa yang
mengarahkan atau menghubungkan tingkah laku,
(3) bagaimana tingkah laku itu dipertahankan.
Konsep dasar yang memberi gambaran tentang
sifat-sifat motivasi, baik yang bersumber dari
dalam atau­pun dari luar adalah mewujudkan dan
membangkitkan atau menghidupkan suatu tingkah
laku yang mempunyai tujuan dan arah serta terus
berjalan sehingga berhasil. Proses ini terus berjalan
sebagai suatu perputaran dalam tingkah laku
seseorang.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 13


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

Berikut ini bagaimana proses tingkah laku


terjadi. Menurut Swift (1969). Adanya 3 ke­lompok
yaitu, pertama, jika seorang maka akan meng­
hasilkan tenaga, tenaga, tenaga tersebut akan di­
simpan dan dikeluarka dalam bentuk tindakan
(motivasi). Kedua, motivasi membangkitkan kea rah
tujuan. Ketiga, motivasi sianggap sebagai kebutuh­
an yang meneruskan dorongan. Motivasi adalah
proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong
sese­orang untuk melakukan sesatu mencapai
tujuan.
Kebutuhan dan harapan adalah keadaan se­
suatu yang tidak seimbang. Tercapainya kebutuhan
dan harapan akan menimbulkan kepercayaan dan
mengurangi ketidakseimbangan, baik ada sasaran
atau tujuan yang akan dicapai akan memberikan
informasi. Informasi tersebut akan membuat indi­
vidu menyesuaikan diri dengan keadaan []

14 Reza Ahmadiansah, M.Si.


BAB II
GURU DAN KINERJA

A. Kinerja Guru

K
inerja guru di dalam organisasi
sekolah pada dasarnya ditentukan
oleh kemampuan dan kemauan guru dalam ikut
serta mendukung proses belajar mengajar. Faktor
ini merupakan potensi guru untuk dapat me­lak­
sanakan tugas-tugasnya untuk mendukung ke­butu­
han sarana pendidikan di sekolah, (Sabrin 2010).
Berbicara tentang kinerja guru memang
erat kaitannya dengan standar kinerja guru yang
di­jadikan ukuran atau patokan untuk mengukur
kinerja yang ditunjukkan oleh para guru. Depdiknas
sampai saat ini belum melakukan perubahan yang

Reza Ahmadiansah, M.Si. 15


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

mendasar tentang standar kinerja guru, dan se­


cara garis besar masih mengacu pada rumusan
dua belas kompetensi dasar yang harus dimiliki
guru yaitu menyusun rencana pembelajaran,
me­­­lak­­sanakan pembelajaran, menilai prestasi
belajar, me­laksanakan tindak lanjut hasil penilaian
prestasi belajar peserta didik, memahami landasan
kepen­ didikan, memahami kebijakan pendidikan,
memahami tingkat perkembangan siswa, me­ma­
hami pendekatan pembelajaran sesuai dengan
materi pembelajaran, menerapkan kerjasama
dalam pekerjaan, memanfaatkan kemajuan IPTEK,
me­­­nguasai keilmuan dan keterampilan sesuai
materi pem­ belajaran, mengembangkan profesi
(Dep­dikbud, 2004).
Mangkunegara (2000) mendefinisikan ki­
nerja sebagai hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan. Lebih singkat, Sedarmayanti
(2001) merumuskan kinerja merupakan terjemahan
dari performance yang artinya adalah prestasi kerja
atau pelaksanaan kerja atau pencapaian kerja atau
hasil kerja. Sedangkan menurut Prawirosentono
(2008) Performance adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang

16 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab II _ Guru dan Kinerja

dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang


dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya
mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral etika. Lebih rinci Soeprihantono
(dalam Utamie, 2009) mengatakan bahwa kinerja
me­rupakan hasil pekerjaan seorang karyawan se­
lama periode tertentu dibandingkan dengan ber­
bagai kemungkinan, misalnya standard, target/
sasaran/kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama. Apabila hasil
yang dicapai lebih besar dari standar yang telah
ditetapkan, maka akan dikatakan kinerjanya baik.
Sebaliknya, apabila hasil yang dicapai lebih kecil
dari standar yang telah ditetapkan, maka akan
dikatakan kinerjanya tidak baik.
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa kinerja
berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan hasil yang
dicapai dari tugas tersebut dalam upaya mencapai
tujuan organisasi, seperti yang diungkapkan oleh
Amstrong (dalam Justine, 2011) yang menyatakan,
bahwa kinerja adalah aspek tingkah laku yang dapat
dijelaskan dengan cara dimana banyak orga­nisasi,
tim, dan individu dapat menyelesaikan pekerjaan
mereka. Kinerja dapat baik atau tidak baik. Kinerja
yang baik mencakup kualitas kerja, kuantitas kerja,

Reza Ahmadiansah, M.Si. 17


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

ketepatan waktu, keteraturan, dan ketaatan. Cole


(dalam Justine 2011) menyatakan bahwa kinerja
yang baik mencakup bersikap tepat waktu dalam
pekerjaan, bekerja sama dengan rekan sekerja,
komitmen dan teratur dalam pekerjaan, sedangkan
kinerja yang buruk antara lain adalah datang
terlambat ke tempat pekerjaan, pulang lebih awal,
kurang berkomitmen dalam pekerjaan, sering mem­
bolos, terlalu banyak mengeluh, keengganan untuk
menerima tugas-tugas yang didelegasikan, dan
tidak dapat mengendalikan emosi dan oleh karena
itu terlibat pertengkaran, bahkan per­kelahian.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dapat dicapai selama periode
tertentu oleh seseorang di dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan wewenang dan tangung-
jawab masing-masing secara sah dan tidak melang­
gar hukum yang dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target,
atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
dan telah disepakati bersama.
Berkaitan dengan kinerja guru, Puspitasari
(2011) memberikan pengertian kinerja guru sebagai
hasil kerja dari seorang guru dalam menjalankan

18 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab II _ Guru dan Kinerja

tugas pokoknya sebagai pendidik meliputi me­


ren­
canakan pembelajaran, melaksanakan pem­
belajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing
dan melatih peserta didik, serta melaksanakan
tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan
tugas pokok. Sedangkan Pujiyanti dkk. (2013)
mem­berikan pengertian kinerja guru sebagai hasil
kerja yang telah dicapai oleh seorang guru dalam
menjalankan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab dan tugas yang diberikan, yaitu menye­leng­
garakan pem-belajaran sesuai dengan prinsip-
prinsip profesionalitas serta mencapai tujuan pen­
didikan nasional.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat
dikatakan bahwa kinerja guru adalah hasil kerja
seorang guru dalam menjalankan tugas pokoknya
sebagai pendidik serta melaksanakan tugas tam­
bahan yang melekat pada pelaksanaan tugas pokok
sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas guna
mencapai tujuan pendidikan nasional.

B. Aspek dan Indikator Kinerja Guru

Kinerja seorang guru dikatakan baik jika


guru telah melakukan unsur-unsur yang terdiri
dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada

Reza Ahmadiansah, M.Si. 19


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan


bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan
tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pe­
ngajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah,
kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, ke­
pribadian yang baik, jujur, dan objektif dalam
membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap
tugasnya. Pada hakikatnya kinerja guru adalah
perilaku yang dihasilkan seorang guru dalam
melak­sanakan tugasnya sebagai pendidik dan pe­
ngajar ketika mengajar di depan kelas. Kinerja
seorang guru akan nampak pada situasi dan kondisi
kerja sehari-hari. Kinerja dapat dilihat dari aspek
kegiatan dalam menjalankan tugas dan cara yang
digunakan dalam melaksanakan kegiatan/tugas
tersebut.
Flippo (dalam Sariyathi, 2007) mengatakan
bahwa pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui
penilaian kualitas kerja, kuantitas kerja, dan sikap.
Ditambahkan oleh Dharma (dalam Sariyathi, 2007)
bahwa pengukuran kinerja mempertimbangkan
kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu. Dengan
demi­kian dapat dikatakan bahwa aspek-aspek ki­
nerja yang dapat dijadikan sebagai standar penilai­
an adalah:

20 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab II _ Guru dan Kinerja

1. Kualitas kerja yakni berkaitan dengan ke­


teram­pilan, ketelitian, kerapian, dan kese­
suaian hasil pekerjaan yang dihasilkan dalam
kurun waktu tertentu.
2. Kuantitas kerja yaitu jumlah pekerjaan yang
dihasilkan dalam kurun waktu tertentu,
berkaitan dengan pelaksanaan tugas reguler
dan tugas tambahan.
3. Sikap berkaitan dengan ketaatan mengikuti
perintah, kebiasaan mengikuti peraturan,
keselamatan, inisiatif, ketepatan waktu ke­
hadiran, dan dapat menunjukkan seberapa
jauh tanggung jawab terhadap pelaksanaan
tugas, serta bagaimana tingkat kerja sama
dengan teman dan atasan dalam menye­
lesaikan pekerjaan.
4. Ketepatan waktu yakni ketepatan waktu
dalam menyelesaikan tugas berdasarkan
standar kerja yang telah ditetapkan.

Menurut Pasal 21 Peraturan Bersama Men­


teri Pendidikan Nasional Dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2010
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Guru Dan Angka Kreditnya menyebutkan, bahwa
penilai­
an kinerja guru dilakukan dalam bentuk

Reza Ahmadiansah, M.Si. 21


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

paket kerja yang meliputi:


a. pembelajaran, mencakup aspek perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan
penilaian, analisis hasil penilaian, dan pelak­
sanaan tindak lanjut hasil penilaian.
b. pembimbingan, mencakup aspek perencanaan
dan pelaksanaan pembimbingan, evaluasi
dan penilaian hasil pembimbingan, analisis
hasil pembimbingan, dan pelaksanaan tindak
lanjut hasil pembimbingan.
c. tugas lain yang relevan, mencakup aspek
Guru menjadi kepala sekolah/madrasah,
wakil kepala sekolah/madrasah, ketua pro­
gram keahlian atau program studi atau yang
sejenisnya, kepala perpustakaan, kepala
labo­
ratorium, bengkel, unit produksi atau
yang sejenisnya, pembimbing khusus pada
satuan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan inklusi, pendidikan terpadu atau
yang sejenisnya, wali kelas, menyusun kuri­
kulum pada satuan pendidikannya, pengawas
penilaian dan evaluasi terhadap proses dan
hasil belajar, membimbing guru pemula dalam
program induksi, membimbing siswa dalam
kegiatan ekstrakurikuler, pembimbing-

22 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab II _ Guru dan Kinerja

an pada penyusunan publikasi ilmiah dan


karya inovatif, melaksanakan pembimbingan
pada kelas yang menjadi tanggungjawabnya
(khusus Guru Kelas).

Dalam penelitian ini, aspek dan indikator


me­nurut Pasal 21 Peraturan Bersama Menteri Pen­
didikan Nasional Dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru Dan Angka
Kreditnya yang akan digunakan sebagai alat ukur
untuk mengukur variabel kinerja guru.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 23


BAB III
TEORI KINERJA

A. Teori Kinerja

B
ernardin dan Russel (dalam Ruky,
2002:15)menjelaskan bahwa kinerja
sebagai berikut: “performance is defined as the record
of outcomes produced on a specified job function or
activity during time period. Prestasi atau kinerja
adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh
dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan
selama kurun waktu tertentu. Diungkapkan oleh
VanScotter, et.al. (dalam Sonnentag & Frese, 2002),
bahwa kinerja adalah suatu prasyarat utama walau­
pun bukanlah satu-satunya untuk per­kem­bangan
karier di masa yang akan datang dan keberhasilan
dalam pasar pekerja. Walaupun kemungkinan ada

Reza Ahmadiansah, M.Si. 25


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

pengecualian, individu-individu yang berkinerja


tinggi akan lebih mudah mendapatkan promosi
dalam sebuah organisasi dan secara umum mem­
punyai kesempatan kesempatan yang lebih baik
dalam karier daripada mereka yang mempunyai
kinerja rendah.
Campbell et.al. (dalam Sonnentag & Frese,
2002) menyatakan, bahwa kinerja adalah suatu
pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang yang
dipekerjakan oleh suatu organisasi, dan orang
tersebut melakukannya dengan baik. Oleh karena
itu, kinerja tidak hanya ditentukan oleh tindakan
saja, tetapi juga oleh proses-proses penilaian dan
evaluatif. Lebih dari itu, hanya tindakan–tindakan
yang dapat ditimbang atau diukur atau di­ buat
skalanya yang dianggap merupakan kinerja. Di­
tambahkan oleh Sonnentag et.al. (2002) bahwa
para penulis setuju ketika sedang meng­ konsep­
tualisasikan kinerja, seseorang harus membedakan
antara aspek tindakan (misalnya, tingkah laku)
dan aspek hasil dari kinerja. Aspek tingkah laku
menunjuk kepada apa yang dilakukan oleh individu
di dalam situasi pekerjaan, sedangkan aspek hasil
mengacu kepada konsekuensi atau hasil dari
tingkah laku individu. Tidak semua sikap/tingkah
laku diklasifikasikan sebagai konsep kinerja, tetapi

26 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab III _ Teori Kinerja

hanya tingkah laku yang relevan dengan tujuan-


tujuan organisasi.
Dalam berbagai situasi, aspek tingkah laku
dan hasil saling berhubungan secara empiris,
tetapi aspek-aspek ini tidak benar-benar saling
melengkapi. Aspek hasil juga bergantung kepada
factor-faktor lain selain tingkah laku individu. Se­
bagai contoh, bayangkan seorang guru yang sedang
mengajar pelajaran membaca yang sempurna
(aspek tingkah laku dari kinerja), tetapi satu atau
dua diantara murid-muridnya ternyata tidak me­
ngalami kemajuan dalam keterampilan membaca
karena kekurangan mereka dalam hal intelektual
(aspek hasil dari kinerja).
Dalam prakteknya, mungkin sulit untuk
meng­gambarkan aspek tindakan dari kinerja tanpa
menghubungkannya dengan aspek hasil. Karena
tidak semua tindakan seseorang memerlukan
kriteria untuk mengevaluasi sampai tingkatan mana
kinerja seseorang dapat memenuhi tujuan-tujuan
organisasi. Memang sulit untuk membayangkan
bagaimana cara mengkonsep-tualisasikan kriteria-
kriteria semacam itu tanpa secara simultan mem­
pertimbangkan aspek hasil dari kinerja pada saat
yang bersamaan. Oleh karena itu, penekanan pada

Reza Ahmadiansah, M.Si. 27


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

kinerja yang menjadi tindakan juga tidak benar-


benar memecahkan masalahnya.

B. Kinerja Sebagai Konsep Multi Dimensional

Kinerja adalah sebuah konsep yang multi-


di­
mensional. Pada tingkatan yang paling dasar,
Borman et.al. (dalam Sonnentag & Frese, 2002)
mem­ bedakan antara kinerja tugas dan kinerja
kontekstual. Kinerja tugas menunjuk kepada ke­
mampuan seorang individu yang dipergunakan
untuk mengerjakan aktifitas-aktifitas yang memberi
kontribusi pada ‘inti teknis’ dalam suatu organisasi.
Kontribusi ini bisa jadi secara langsung (misalnya,
dalam kasus pekerja pada bagian produksi), atau
secara tidak langsung (misalnya, dalam kasus para
manajer atau personil staff). Kinerja kontekstual
menunjuk kepada aktifitas-aktifitas yang tidak
mem­beri kontribusi pada inti teknis, tetapi yang
men­dukung lingkungan organisasi, sosial, dan
psikologis di mana tujuan-tujuan organisasi dicapai.
Kinerja kontekstual meliputi tidak hanya tingkah
laku seperti menolong rekan-rekan kerja atau
menjadi anggota yang dapat dipercaya dari suatu
organisasi, tetapi juga memberikan masukan saran-
saran untuk peningkatan prosedur pekerjaan.

28 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab III _ Teori Kinerja

Borman, et.al. (dalam Sonnentag & Frese,


2002) mengungkapkan tiga asumsi mendasar yang
dihubungkan dengan perbedaan antara kinerja
tugas dan kinerja kontekstual yaitu: (1) aktifitas-
aktifitas yang relevan untuk kinerja tugas pada
suatu pekerjaan berbeda dengan pekerjaan yang
lain, sedangkan pada aktifitas-aktifitas kinerja kon­
teks­tual relatif sama antara pekerjaan yang satu
dengan yang lain; (2) kinerja tugas berhubungan
dengan kemampuan, sedangkan kinerja kontekstual
berhubungan dengan kepribadian dan motivasi;
(3) kinerja tugas merupakan sesuatu yang sudah
ditentukan dan meliputi tingkah laku dalam peran
(sebagai pekerja/anggota organisasi), sedangkan
kinerja kontekstual tergantung pada kebijaksanaan
masing-masing karyawan dan meliputi tingkah
laku di luar peran.

C. Kinerja Sebagai Konsep Dinamis

Seiring berjalannya waktu, kinerja indi­


vidual tidak stabil. Dalam suatu rentang waktu,
ke­aneka­ragaman dalam kinerja seorang individu
me­ refleksikan (1) proses-proses pembelajaran
dan perubahan-perubahan jangka panjang yang
lain, dan (2) perubahan-perubahan temporer

Reza Ahmadiansah, M.Si. 29


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

dalam kinerja. Untuk mengidentifikasi proses yang


melatarbelakangi kinerja dalam pekerjaan, Murphy
(dalam Sonnentag & Frese, 2002) membedakan
antara tahap transisi dan tahap pemeliharaan.
Tahap transisi terjadi ketika individu-individu
masih baru dalam sebuah pekerjaan dan ketika ada
tugas baru yang dipercayakan. Tahap pemeliharaan
terjadi ketika pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan itu
dipelajari dan ketika penyelesaian tugas menjadi
otomatis. Untuk bekerja pada masa transisi, ke­
mampuan kognitif sangat relevan. Pada fase pe­
melihara­an, kemampuan kognitif jadi tidak terlalu
penting dan faktor-faktor disposisional (motivasi,
ketertarikan, nilai-nilai) meningkat sesuai dengan
relevansinya.
Selain itu, ada keanekaragaman jangka pendek
pada kinerja yang berhubungan dengan perubahan-
perubahan dalam tahap psikofisiologis termasuk
kapasitas proses lintas waktu (Kahnemann, 1973).
Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh jam
kerja yang panjang, gangguan pada ritme harian
tubuh (circadian), ekspos terhadap stress dan
mungkin mengakibatkan kelelahan atau penurunan
aktifitas. Tetapi tahap ini tidak selalu serta merta
menghasilkan penurunan kinerja. Individu-individu

30 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab III _ Teori Kinerja

bisa mendapatkan penggantian untuk kelelahan


yang mereka alami, melakukan semua tugasnya
dengan mengubah strategi mereka atau dengan
meningkatkan usaha.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja


guru diantaranya tingkat pendidikan guru, supervisi
pengajaran, program penataran, iklim yang kon­
dusif, sarana dan prasarana, kondisi fisik dan
mental guru, gaya kepemimpinan kepala sekolah,
jaminan kesejahteraan, kemampuan manajerial
kepala sekolah dan lain-lain.
Guru dianggap sebagai orang yang meme­
gang peranan penting dalam pencapaian tujuan
pen­didikan. Keberadaan guru dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya tidak lepas dari pengaruh
faktor internal maupun faktor eksternal yang
membawa dampak pada perubahan kinerja guru.
Secara umum faktor fisik dan non fisik sangat
mem­pengaruhi kinerja seseorang. Berbagai kondisi
lingkungan fisik sangat mempengaruhi kondisi sese­
orang dalam bekerja. Selain itu, kon­disi lingkungan
fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya faktor
lingkungan non fisik.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 31


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

Lingkungan fisik berupa suhu udara, kelem­


baban, ventilasi, suara gaduh, cahaya, dan warna,
dapat berdampak terhadap perencanaan suatu pe­
kerjaan. Lingkungan kerja secara langsung mau­
pun tidak langsung akan menentukan tingkat ke­
nyamanan dalam bekerja. Lingkungan merupakan
salah satu faktor yang penting dalam peningkatan
kinerja guru karena dengan lingkungan yang
mendukung, baik suasana maupun sarana dan pra­
sarana yang tersedia akan menjadikan guru lebih
giat untuk bekerja. Seorang guru yang merasa
senang dengan lingkungan kerja mereka, maka
per­hatian, imajinasi, dan keterampilan dalam
melak­­
sanakan pekerjaan akan meningkat pula.
Sebaliknya, jika mereka merasa tidak senang, maka
tidak mustahil kinerja mereka akan menurun pula.
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja
individu. Mathis dkk. (2001) menyebutkan faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja dari individu
antara lain: 1) kemampuan, 2) motivasi, 3) duku­
ngan yang diterima, 4) keberadaan pekerjaan yang
mereka lakukan, dan 5) hubungan mereka dengan
organisasi. Sedangkan Hariningsih dkk. (2008) juga
mengemukakan tentang faktor kinerja yaitu: 1)
karakteristik pribadi meliputi umur, pengalaman,
orien­tasi kerja, dan persepsi rugas/kerja, 2) moti­

32 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab III _ Teori Kinerja

vasi kerja, 3) pendapatan dan gaji, 4) keluarga, 5)


orga­nisasi, 6) supervisi, dan 7) pengembangan
karir.
Mangkunegara (2001) menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain: (1)
Faktor kemampuan. Secara psikologis kemampuan
(ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh
karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pe­
kerja­an yang sesuai dengan bidang keahlihannya.
(2) Faktor motivasi yang terbentuk dari sikap
(attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi (situation) kerja.
Selain faktor-faktor di atas, Arikunto (1990),
mengemukakan tiga faktor yang memengaruhi
kinerja guru, yaitu:
1. Kemampuan umum.
Seorang guru diharuskan mempunyai penge­
tahuan yang luas, sehingga dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan serta
dapat menerangkan pelajaran dengan jelas
dan juga bisa memberikan contoh-contoh
agar siswa dengan mudah menangkap ter­
hadap apa yang disampaikan.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 33


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

2. Persepsi terhadap profesi guru.


Seorang guru harus menekuni dan me­nye­
nangi profesi yang sudah dipilihnya sebagai
seorang guru. Karena apabila guru sudah me­
nyayangi dan menekuni pekerjaannya, maka
ia akan melaksanakan tugasnya dengan baik.
3. Sikap sebagai guru.
Seorang guru harus bersikap baik, terbuka
dan akrab dengan siapapun, terutama dengan
siswa, sehingga guru dapat menyikapi tugas­
nya sebagai seorang guru dengan baik.

Lebih lanjut Lower dan Poter (dalam Nisun,


2008) memerinci faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja sebagai berikut:
a. Faktor motivasi.
Motivasi adalah dorongan, baik dari dalam
maupun dari luar diri manusia untuk meng­
gerakkan dan mendorong sikap dan tingkah
lakunya dalam bekerja. Semakin tinggi moti­
vasi seseorang, akan semakin kuat dorongan
yang timbul untuk bekerja lebih giat sehingga
dapat meningkatkan kinerjanya.
b. Faktor kepuasan kerja.
Kepuasan kerja merupakan keadaan emo­

34 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab III _ Teori Kinerja

sio­nal yang menyenangkan atau tidak me­


nye­ nangkan karyawan yang berhubungan
dengan pekerjaannya. Semakin tinggi tingkat
kepuasan kerja maka semakin senang karya­
wan dalam melaksanakan pekerjaannya
yang pada akhirnya dapat meningkatkan ki­
nerjanya.
c. Faktor kondisi fisik pekerjaan.
Kondisi kerja yang kurang baik dapat menye­
babkan rendahnya prestasi kerja karyawan.
Lingkungan kerja yang secara fisik merupakan
bagian dari kondisi kerja hendaknya tertata
dengan baik sehingga tidak menyebabkan
adanya perasaan “was-was” karyawan dalam
melaksanakan tugasnya. Apabila karyawan
merasa terganggu dalam melaksanakan tu­
gas­nya, maka kinerjanya akan rendah. Se­
balik­nya, jika karyawan merasa tenang dan
nya­man dalam melaksanakan tugas, maka
kinerjanya akan meningkat.
d. Faktor kemampuan kerja karyawan.
Kemampuan kerja karyawan dalam melak­
sanakan tugas yang dibebankan sangat perlu
diperhatikan. Karyawan harus memiliki ke­
mampuan yang cukup baik kemampuan fisik

Reza Ahmadiansah, M.Si. 35


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

maupun kemampu-an non fisik (intelektual/


mental).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa


faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
guru adalah: 1) kemampuan, 2) motivasi, 3) orga­
nisasi, 4) pengembangan diri, 5) kondisi fisik pe­
kerjaan, dan 6) kepuasan kerja.

36 Reza Ahmadiansah, M.Si.


BAB IV
MOTIVASI KERJA

A. Motivasi Kerja

M
otivasi mempersoalkan bagaimana
cara mengarahkan daya dan potensi
bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif
dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan sumberdaya manusia agar tercipta
kinerja yang tinggi adalah faktor motivasi kerja,
karena kinerja yang tinggi tidak akan tercapai tanpa
adanya motivasi kerja yang tinggi. Motivasi kerja
adalah kondisi yang dapat menggerakkan individu
untuk melaksanakan pekerjaannya. Oleh karena itu,
untuk meningkatkan kinerja perlu diketahui lebih
dahulu faktor apa saja yang dapat memotivasi kerja

Reza Ahmadiansah, M.Si. 37


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

individu yang bersangkutan. Dengan mengetahui


faktor motivasi yang diinginkan individu, maka
akan me­mudahkan pengelolaannya, sehingga moti­
vasi dan kinerjanya dapat ditingkatkan atau se­
tidaknya dipertahankan.
Secara umum, Dinham dan Scott (dalam
Karavas, 2010) menyatakan, bahwa motivasi me­
nunjuk kepada sebuah stimulus terhadap tingkah
laku dan tindakan, sebuah dorongan dari dalam
yang menginspirasi untuk bertindak dalam jalur
sebuah konteks tertentu. Sedangkan menurut
Martoyo (2007) motivasi kerja adalah sesuatu
yang me­nimbulkan dorongan atau semangat kerja,
atau dengan kata lain pendorong semangat kerja.
Tidak berbeda dengan Martoyo, As’ad (2008) juga
men­definisikan motivasi kerja sebagai sesuatu
yang me­nimbulkan semangat atau dorongan kerja.
Pendapat lain diberikan oleh Wijono (2010), yang
me­ngatakan bahwa motivasi kerja adalah suatu ke­­
sungguhan atau usaha dari individu untuk melaku­
kan pekerjaannya guna mencapai tuju­ an orga­
nisasi di samping tujuannya sendiri. Sedangkan
McCormick (dalam Mangkunegara, 2011) meng­
ungkap­kan, bahwa motivasi kerja adalah kondisi
yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan
dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan

38 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

lingkungan kerja. Dengan demikian dapat di­ sim­


pulkan, bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang
me­nimbulkan dorongan untuk melakukan pe­kerjaan
yang mengarah pada tercapainya suatu tujuan.
Berdasarkan pengertian motivasi kerja di
atas dapat diketahui bahwa di dalam motivasi kerja
mempunyai dua unsur. Unsur pertama adalah doro­
ngan untuk melakukan pekerjaan dan unsur kedua
adalah adanya tujuan. Tujuan yang ingin dicapai
pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan pokok
manusia yang bersifat fisik dan non-fisik. Apabila
kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka motivasi
kerja dalam diri seseorang akan meningkat. Meng­
ingat kebutuhan seseorang berbeda dengan yang lain
maka cara untuk mendapatkan juga akan berbeda.
Dalam memenuhi kebutuhannya seseorang akan
berperilaku sesuai dengan dorongan yang dimiliki
dan apa yang mendasari perilakunya. Untuk itu
dapat dikatakan bahwa dalam diri seseorang ada
kekuatan yang mengarah kepada tindakan. Apa­
bila dikaitkan dengan pekerjaan sebagai guru,
maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
guru adalah suatu keinginan dan daya gerak yang
menye­ babkan seorang guru bersemangat dalam
mengajar guna mencapai tujuan pendidikan karena
kebutuhannya terpenuhi.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 39


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

B. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja

Untuk mencapai kinerja sebagaimana yang


diharapkan, diperlukan adanya motivasi dari
karyawan yang bersangkutan. Motivasi karyawan
yang dimaksud adalah dorongan kebutuhan seperti
yang dikemukakan oleh McClelland, yaitu ke­
butuhan akan prestasi (achievement), kebutuhan
akan afiliasi (affiliation), dan kebutuhan kekuasaan
(power). Ketiga kebutuhan tersebut dianggap
sangat relevan dengan karakteristik guru dalam
pencapaian kinerja sebagaimana yang diharapkan,
artinya kondisi riil yang ada pada diri seorang guru
sangat relevan dengan ketiga kebutuhan tersebut.
Diungkapkan oleh Stoner (1992) bahwa pe­
nelitian David McClelland telah mengindikasikan
bahwa suatu kebutuhan yang kuat akan prestasi-
keinginan yang besar untuk sukses dan ber­hasil
dalam situasi-situasi yang kompetitif– berhubungan
dengan seberapa tinggi individu-individu ter­
motivasi untuk mengerjakan dengan baik tugas-
tugas pekerjaan mereka. Individu yang mempunyai
kebutuhan yang tinggi akan prestasi suka me­ngam­
bil tanggung jawab dalam pemecahan masalah;
mereka cenderung menetapkan tujuan-tujuan yang
cukup sulit bagi diri mereka dan mengambil risiko

40 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

yang sudah diperhitungkan untuk mencapai tuju­an


tersebut; dan mereka benar-benar sangat meng­
hargai masukan tentang seberapa baik mereka
telah bekerja. Jadi, mereka yang mempunyai ke­
butu­han yang tinggi akan prestasi (need for
Achievement) cenderung sangat termotivasi oleh
situasi kerja yang menantang dan kompetitif; orang
yang mempunyai kebutuhan akan prestasi yang
rendah cenderung tidak bekerja dengan baik pada
situasi yang sama.
Para karyawan yang mempunyai kebutuhan
akan prestasi yang tinggi berkembang sangat cepat
dalam pekerjaan yang bersifat menantang, membuat
puas, memberi stimulasi, dan kompleks. Mereka
menyambut baik adanya otonomi, keanekaragaman,
dan banyak masukan dari pengawas/supervisor.
Karyawan-karyawan yang mempunyai kebutuhan
prestasi yang rendah lebih menyukai situasi-situasi
yang di dalamnya terdapat stabilitas, keamanan,
dan dapat diprediksi. Mereka akan memberi respon
yang lebih baik di bawah pengawasan yang tidak
terlalu ketat dibandingkan dengan pengawasan
yang bertekanan tinggi dan tidak pandang bulu, dan
mereka memperhatikan tempat kerja dan rekan-
rekan sekerja untuk kepuasan sosial.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 41


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

Ada bukti-bukti yang dapat menjadi bahan


pertimbangan dari korelasi antara kebutuhan
akan prestasi yang tinggi dan kinerja yang baik.
McClelland, misalnya, menemukan bahwa orang-
orang yang berhasil dalam lingkungan pekerjaan
yang kompetitif adalah mereka yang di atas rata-
rata dalam hal motivasi untuk berprestasi. Manajer-
manajer yang berhasil, yang kemungkinan bekerja
di salah satu lingkungan yang paling kompetitif,
mempunyai kebutuhan akan prestasi yang lebih
tinggi daripada orang-orang profesional yang lain.
Kemudian, McClelland melaporkan keberhasilan
yang besar dalam mengajar orang-orang dewasa
untuk meningkatkan motivasi mereka untuk ber­
prestasi dan, pada gilirannya, untuk mening­katkan
prestasi mereka dalam pekerjaan. Dia juga me­
nemukan kebutuhan untuk membentuk kelompok
atau need for affiliation (nAff) sebagai sebuah faktor
yang penting dalam kepuasan karyawan.
Penelitian McClelland juga menunjukkan
bahwa sampai pada tingkatan tertentu, para mana­
jer dapat meningkatkan kebutuhan prestasi dari
anak buahnya dengan menciptakan lingkungan
kerja yang layak –memberi kesempatan bagi bawa­
hannya untuk mengukur tingkat kemandirian,
meningkatkan rasa tanggung jawab dan otonomi,

42 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

secara bertahap membuat tugas-tugas jadi lebih


menantang, dan memuji serta menghargai prestasi
yang tinggi. McClelland menyebut aspek dari
motivasi manajerial ini sebagai kebutuhan akan
kekuasaan atau need for power (nPow).
Kebutuhan akan prestasi yang tinggi juga
dapat dipicu oleh rasa takut akan kegagalan dalam
diri se­seorang. Para manajer mungkin mempunyai
moti­vasi yang kuat untuk mengambil tindakan
karena ketakutan mereka akan kegagalan dalam
mencapai tujuan-tujuan pribadi maupun organisasi
dan ketakutan mereka terhadap kemungkinan
akan dipermalukan di depan banyak orang ketika
kegagalan-kegagalan mereka diketahui. Sebalik­
nya, bagi beberapa individu, ketakutan akan keber­
hasilan dapat menjadi motif. Beberapa orang
mungkin menyimpan rasa takut terhadap tekanan
dan beban dari kesuksesan dan juga kecemburuan
serta rasa tidak suka yang mungkin timbul pada
orang lain.
Mengacu hasil penelitian McClelland tersebut,
Royle et.al. (2012) mengemukakan adanya tiga
macam kebutuhan manusia:
1. Need for Achivement. Kebutuhan akan pres­
tasi menggambarkan dorongan dalam diri

Reza Ahmadiansah, M.Si. 43


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

seseorang untuk menjadi lebih unggul dengan


tetap menghargai beberapa rangkaian stan­
dard yang sudah ditetapkan. Individu-indi­
vidu yang mempunyai tingkat kebutuhan
yang tinggi pada dimensi ini membedakan
diri mereka dengan yang lain berdasarkan
keinginan yang besar untuk mengerjakan
pe­kerjaan pada tingkat yang lebih maju dari­
pada rekan-rekan mereka. Disamping itu,
individu-individu dengan kebutuhan pres­
tasi yang tinggi akan mencari situasi dimana
mereka dapat memperoleh tanggung jawab
pribadi untuk menemukan solusi yang baru
bagi permasalahan-permasalahan yang di­
hadapi. Salah satu dorongan yang men­dasari
tindakan-tindakan semacam ini adalah se­
bagian karena berkurangnya tingkat ke­ragu­
an mengenai masa depan mereka di dalam
orga­nisasi. Individu-individu ini adalah
orang-orang yang sangat tekun dan meng­
hargai pemecahan masalah.
2. Need for Affilition. Kebutuhan akan afiliasi ter­
cermin dari keinginan yang besar untuk mem­
punyai hubungan yang dekat dan bersahabat
dengan orang lain. Mereka yang mempunyai
kebutuhan yang tinggi dalam dimensi ini

44 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

cenderung menghabiskan waktu yang cukup


banyak untuk membangun interaksi dengan
orang lain. Bagi individu yang menghargai
per­sabatan dan lebih suka bekerja sama dari­
pada berkompetisi, menunjukkan sebuah
kemauan untuk memenuhi standard tingkah
laku yang telah ditetapkan dan menerima
tanggung jawab terhadap orang lain, mungkin
dapat dianggap sebagai tanda kesopanan
yang diinginkan dalam sebuah organisasi.
Tingkat kebutuhan akan afiliasi yang lebih
tinggi memotivasi individu-individu untuk
menaruh simpati dan bersikap baik terhadap
orang lain.
3. Need for Power. Kebutuhan akan kekuasa­
an merupakan keinginan yang besar dari
individu-individu untuk mendapatkan pe­
ngaruh. Kebutuhan ini dapat memani­ fes­
tasikan dirinya dalam usaha-usaha untuk
membuat orang lain bersikap sopan, seperti
yang akan dilakukan seseorang, atau sikap
yang sebaliknya yang belum pernah mereka
lakukan. Pusat dari kebutuhan seseorang akan
kekuasaan adalah mendapatkan pengaruh
atas orang lain. Kebutuhan akan kekuasaan
merupakan daya penggerak yang memotivasi

Reza Ahmadiansah, M.Si. 45


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

semangat kerja karyawan. Kekuasaan


akan merangsang dan memotivasi gairah
kerja karyawan serta mengerahkan semua
kemampuannya demi mencapai kekuasaan
atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia
ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya
akan menimbulkan persaingan. Persaingan
ditimbulkan secara sehat oleh manajer dalam
memotivasi bawahannya, supaya mereka
termotivasi untuk bekerja giat.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan


bahwa untuk mencapai kinerja yang diharapkan
diperlukan adanya motivasi dari guru yang ber­
sang­kutan. Motivasi kerja yang dimaksud adalah
dorongan kebutuhan seperti yang diungkapkan
oleh McClelland, yaitu kebutuhan akan prestasi,
kebutuhan akan afiliasi (berinteraksi dengan orang
lain), dan kebutuhan akan kekuasaan. Ketiga ke­
butuhan tersebut dianggap sangat relevan dengan
karakteristik guru dalam pencapaian kinerja se­
bagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu ketiga
dimensi dari teori kebutuhan McClelland yang akan
dijadikan sebagai alat ukur untuk variabel motivasi
kerja guru dengan rincian sebagai berikut: 1)
dimensi Need for Achivement dengan indikator suka

46 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

membuat rencana kerja dan menyukai pe­kerja­an


yang menunjukkan kemampuan; 2) dimensi Need
for Affilition dengan indikator suka bekerja sama
dan suka membantu rekan sekerja; dan 3) dimensi
Need for Power dengan indikator suka memimpin
dan berpengaruh.

C. Teori Motivasi

Secara garis besar, teori motivasi dikelom­


pokkan ke dalam tiga kelompok yaitu teori motivasi
dengan pendekatan isi/kepuasan (content theory),
teori motivasi dengan pendekatan proses (process
theory) dan teori motivasi dengan pendekatan
penguat (reinforcement theory).

1. Teori Kebutuhan oleh Abraham H. Maslow


Abraham Maslow (dalam Gibson, dkk. 1991),
mengatakan bahwa kebutuhan manusia tersusun
dalam satu hirarki. Tingkat kebutuhan yang paling
rendah ialah kebutuhan fisiologis (physiological
needs) dan tingkat yang tertinggi ialah kebutuhan
akan perwujudan diri (self actualization needs). Ke­
butuhan-kebutuhan didefinisikan sebagai berikut:
a) Kebutuhan fisilogis (Physiological); ke­butuh­
an akan makan, minum, tempat tinggal, dan

Reza Ahmadiansah, M.Si. 47


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

bebas dari rasa sakit.


b) Kebutuhan keselamatan dan keamanan (sa­
fety and security); kebutuhan akan kebebasan,
ancaman, yakni aman dari ancaman kejadian
atau lingkungan.
c) Kebutuhan rasa memiliki (belongingness),
social dan cinta; Kebutuhan akan teman,
afliasi, interaksi, dan cinta.
d) Kebutuhan harga diri (esteems); kebutuhan
akan penghargaan diri dan penghargaan dari
orang lain.
e) Perwujudan diri (self actualization); ke­
butuhan untuk memenuhi dirisendiri dengan
memaksimalkan kemampuan, keahlian dan
potensi.

Kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan


dan keamanan disebut dengan kebutuhan tingkat
rendah. Sedangkan kebutuhan rasa memiliki,
ke­butuhan akan harga diri dan kebutuhan per­
wujudan diri disebut dengan kebutuhan tingkat
tinggi. Teori maslow mengasumsikan bahwa orang
berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok
yaitu kebutuhan fisiologis sebelum mengarahkan
perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

48 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

2. Teori Kebutuhan ERG Alderfer


Gouzaly (2000), menjelaskan teori motivasi
ERG dari Clayton Alderfer, juga merupakan ke­
lanjutan dari teori Malow yang dimaksudkan untuk
memperbaiki beberapa kelemahannya. Teori ini
membagi tingkat kebutuhan manusia ke dalam 3
tingkatan yaitu.
a) Keberadaan (existence); yang tergolong dalam
kebutuhan ini adalah sama dengan tingkatan
1 dan 2 dari teori Maslow. Dalam pespektif
orga­nisasi, kebutuhan-kebutuhan yang di­
kate­gorikan kedalam kelompok ini adalah:
gaji, insentif, kondisi kerja, keselamatan
kerja, keamanan, dan jabatan.
b) Tidak ada hubungan (Relitedness); adalah
me­liputi kebutuhan-kebutuhan pada ting­
katan 2, 3 dan 4 dari teori Maslow, hubungan
dengan atasan, hubungan dengan kolega, hu­
bu­ngan dengan bawahan, hubungan dengan
teman, hubungan dengan orang luar orga­
nisasi.
c) Pertumbuhan (Growth); adalah meliputi
ke­butuhan pada tingkat 4 dan 5 dari teori
Maslow, bekerja kreatif, inovatif, bekerja
keras, kom­peten, pengembangan pribadi.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 49


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

3. Teori Dua Faktor oleh Frederick Herzberg


Teori ini dikemukakan oleh Frederick
Herzberg dengan asumsi bahwa hubungan seorang
individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan
bah­ wa sikap individu terhadap pekerjaan bias
sangat baik menentukan keberhasilan atau ke­
gagalan. (Robbins, 2007) Herzberg memandang
bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan
moti­vator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja
berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor eks­­
trinsik. Faktor-faktor ekstrinsik (konteks peker­
jaan) meliputi : (1) Upah, (2) Kondisi kerja, (3) Ke­
amanan kerja, (4) Status, (5) Prosedur perusahaan,
(6) Mutu penyeliaan, (7) Mutu hubungan inter­
personal antar sesama rekan kerja, atasan, dan
bawahan Keberadaan kondisi-kondisi ini terhadap
kepuasan karya­ wan tidak selalu memotivasi
mereka. Tetapi ketidak­beradaannya menyebabkan
ke­tidakpuasan bagi karyawan, karena mereka
perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat
”tidak ada kepuasan”, kondisi ekstrinsik disebut
ketidakpuasan,atau faktor hygiene. Faktor Intrinsik
meliputi : (1) Pencapaian prestasi, (2) Pengakuan,
(3) Tanggung Jawab, (4) Kemajuan, (5) Pekerjaan
itu sendiri, (6) Kemungkinan berkembang. Tidak

50 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti mem­bukti­


kan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan
membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan
prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu, faktor
ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas atau
motivator.

4. Efek Motivasi Kerja


Motivasi adalah dorongan dari dalam yang
mendorong individu untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Secara langsung, motivasi bersifat
proporsional terhadap kebutuhan-kebutuhan se­
orang individu. Kebutuhan harus dihasilkan dari
tingkah laku yang dapat diamati dan kemudian
dipelajari dalam konteks menjadi seseorang dalam
hubungannya dengan lingkungan. Setiap individu
diharapkan dapat menunjukkan kinerja yang
tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, tingkah laku
dari indi­vidu menjadi sangat penting. Tingkah laku
ini dipengaruhi oleh lingkungan tempat di mana
mereka berada.
Manfaat motivasi kerja yang utama adalah
menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas
kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang
diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang
termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan

Reza Ahmadiansah, M.Si. 51


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

dengan cepat dan tepat. Artinya pekerjaan dapat


diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam
rentang waktu yang sudah ditentukan. Karena
perilaku seseorang cenderung berorientasi pada
tujuan dan didorong oleh keinginan untuk mencapai
tujuan tertentu, maka sesuatu yang dikerjakan
karena ada motivasi yang mendorongnya akan
membuat individu merasa senang mengerjakan-
nya. Karena dikerjakan dengan perasaan senang,
maka individu tersebut akan bekerja dengan keras,
sehingga target yang ditetapkan dapat dicapai
seperti yang diharapkan.
Robbin (2008) menyatakan, bahwa motivasi
merupakan suatu proses yang menghasilkan suatu
intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam
usaha untuk mencapai suatu tujuan. Ketiga unsur
kunci dalam definisi ini adalah intensitas, tujuan,
dan ketekunan. Intensitas menyangkut seberapa
keras seseorang berusaha. Akan tetapi intensitas
yang tinggi tidak akan membawa hasil seperti yang
diharapkan kecuali upaya itu diarahkan ke suatu
tujuan yang menguntungkan. Tujuan, berkaitan
dengan apa yang ingin dicapai oleh seseorang,
dan ketekunan berkaitan dengan ukuran tentang
berapa lama seseorang dapat mempertahankan
usahanya. Individu-individu yang termotivasi tetap

52 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

bertahan pada pekerjaan dalam jangka waktu yang


cukup lama untuk mencapai tujuannya.
Tujuan yang ingin dicapai pada dasarnya
adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia
yang bersifat fisik dan non-fisik. Apabila kebutuhan
tersebut dapat terpenuhi, maka motivasi kerja
dalam diri seseorang akan meningkat. Mengingat
kebutuhan seseorang berbeda dengan yang lain
maka cara untuk mendapatkan juga akan berbeda.
Dalam memenuhi kebutuhannya seseorang akan
berperilaku sesuai dengan dorongan yang dimiliki
dan apa yang mendasari perilakunya, untuk itu dapat
dikatakan bahwa dalam diri seseorang ada kekuatan
yang mengarah kepada tindakan. Demikian pula
halnya dengan guru. Apabila kebutuhannnya seperti
gaji yang cukup, keamanan dalam bekerja, bebas
dari tekanan pimpinan maupun rekan sekerja, dan
kebutuhan lainnya telah terpenuhi, maka guru akan
bersemangat dalam mengajar.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 53


BAB V
KEPUASAN KERJA

A. Pengertian Kepuasan Kerja

M
artoyo (2007) mengemukakan
bahwa kepuasan kerja (job satis­
faction) adalah keadaan emosional karyawan,
di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu
antara nilai balas jasa kerja karyawan dari peru­
sahaan/organisasi dengan tingkat nilai balas jasa
yang memang diinginkan oleh karyawan yang ber­
sangkutan. Balas jasa karyawan dapat berupa uang
(financial) maupun bukan uang (non financial).
Sedangkan Robbins & Judge (2008), menjelaskan
bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan
suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang
yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karak­

Reza Ahmadiansah, M.Si. 55


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

teristiknya. Sementara itu Wijono (2011), menge­


mu­ ka­
kan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu
tingkat emosi yang positif dan menyenangkan
individu. Handoko (2012), juga memaparkan
bahwa ke­puasan kerja (job satisfaction) adalah ke­
adaaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan memandang pekerjaan
mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Munandar
(dalam Andri dkk., 2009) mengungkapkan, bahwa
kepuasan kerja dapat dijelaskan sebagai penilaian
seorang karyawan terhadap kesesuaian antara
keinginan dengan hasil yang didapat. Karyawan
akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara
yang diharapkan dengan persepsinya atas ke­
nyataan. Apabila yang didapat ternyata sama atau
lebih besar dari yang diharapkan maka orang akan
puas atau lebih puas. Sebaliknya, semakin jauh
kenyataan yang dirasakan oleh karyawan hingga
di bawah standar minimum, maka makin besar
pula ketidakpuasan seorang karyawan terhadap
pekerjaan yang dilakukannya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disim­pul­
kan bahwa, kepuasan kerja merupakan perasaan
positif atau keadaan emosi karyawan dalam melak­
sanakan pekerjaannya, sehingga secara umum akan

56 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

mencerminkan tingkat kepuasan terhadap apa yang


dilakukan. Hal ini dapat diartikan bahwa kepuasan
kerja adalah suatu respon yang menggambarkan
perasaan individu terhadap pekerjaannya. Ke­
puas­an kerja adalah kombinasi dari kepuasan
kognitif dan afektif individu dalam perusahaan.
Kepuasan afektif didapatkan dari seluruh penilaian
emosional yang positif dari pekerjaan karyawan.
Kepuasan afektif ini difokuskan pada suasana hati
mereka saat bekerja. Perasaan positif atau suasana
hati yang positif mengindikasikan kepuasan kerja.
Sedangkan kepuasan kerja kognitif adalah ke­
puasan yang didapatkan dari penilaian logis dan
rasional terhadap kondisi dan peluang yang ada.
Sejalan dengan hal itu Zembylas dan Papanastasiou
(dalam Karavas, 2010) mengungkapkan, bahwa ke­
puasan kerja pada guru menunjuk kepada hubu­
ngan afektif seorang guru dengan peranannya
sebagai seorang pengajar dan adalah sebuah fungsi
dari hubungan yang dirasakan antara apa yang
diinginkan seseorang dari pengajaran dan apa yang
dirasakan seseorang sebagai suatu sumbangan
kepada seorang guru.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa kepuasan kerja guru adalah perasaan senang
berdasarkan imbalan yang diterima, kondisi kerja,

Reza Ahmadiansah, M.Si. 57


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

memperoleh penghargaan, dukungan dari rekan


sekerja, dan keberhasilan menyelesaikan pekerjaan.

B. Aspek dan Indikator Kepuasan Kerja

Berkenaan dengan pekerjaan sebagai se­


orang guru, De Roche (dalam Imron, 1995) menge­
mukakan sumber-sumber kepuasan kerja guru
yaitu: keterlibatan guru dalam membuat keputusan
sekolah, pengakuan yang dirasakan guru, harapan
guru, hubungan antar personil yang terjadi dalam
lingkungan kerja dan otoritas yang diterima guru.
Sedangkan Wiles (dalam Sahertian, 2000) meng­
ungkapkan hal-hal yang diinginkan oleh seorang
guru melalui pekerjaannya adalah:
1) Rasa aman dan hidup layak. Merasa aman da­
lam melaksanakan pekerjaannya, dan da­pat
me­langsungkan kehidupannya dengan layak.
2) Kondisi kerja yang menyenangkan, meliputi:
tempat kerja yang menyenangkan, kebersihan
dan kerapian terjamin, perlengkapan kerja
yang memadai, cukup bimbingan dari atasan,
dan suasana yang penuh kekeluargaan.
3) Rasa diikutsertakan. Guru merupakan bagi­
an dari staf. Rasa ikut bergabung dapat men­
dorong setiap orang untuk mencapai prestasi

58 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

yang lebih tinggi. Ada kegiatan diluar kegiatan


formal dimana guru-guru dapat memperbaiki
hubungan-hubungan sosial dengan rekan
guru lain. Hubungan sosial yang baik ini me­
mungkinkan setiap orang merasa bahwa dia
diperlukan dan diikutsertakan. Hal ini me­
rupakan kebutuhan psikologis yang di­miliki
oleh seorang guru.
4) Perlakuan yang jujur dan wajar. Guru tidak
menghendaki adanya diskriminasi.
5) Pengakuan dan penghargaan atas prestasi.
Setiap individu guru menginginkan bahwa
mereka diakui mampu berprestasi.
6) Ikut ambil bagian dalam pembentukan ke­
bijakan sekolah.
7) Kesempatan untuk mengembangkan diri.

Berdasarkan uraian di atas dapat di­ sim­


pulkan bahwa aspek-aspek kepuasan kerja guru
me­liputi keterlibatan guru dalam membuat ke­
putusan sekolah, pengakuan yang dirasakan guru,
harapan guru, hubungan antar personil yang
terjadi dalam lingkungan kerja dan lingkungan
kerja yang menyenangkan. Aspek-aspek kepuasan
kerja guru ini akan dijadikan alat ukur untuk
mengukur variabel kepuasan kerja guru, dengan

Reza Ahmadiansah, M.Si. 59


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

pertimbangan bahwa aspek-aspek tersebut sesuai


dengan kebutuhan guru, dimana dalam melakukan
aktivitas kegiatan proses belajar mengajar, di
antara­nya berupa mempersiapkan materi pe­
ngajar­­an, mengajar di kelas, ataupun melakukan
evaluasi dari hasil belajar siswa, sudah barang
tentu seorang guru mempunyai harapan akan
mendapatkan imbalan dari pihak sekolah yang
menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Kepuasan
guru terhadap pekerjaan akan tumbuh bilamana
pekerjaan, gaji, peluang promosi, dan lingkungan
kerja di sekolah mampu memberikan rasa senang.
Dengan pekerjaan yang membanggakan, gaji yang
memadai, peluang promosi yang terbuka, dan
lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan
kepuasan bagi guru dalam menjalani profesinya.
Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi
bukan tidak mungkin akan memicu timbulnya
kinerja yang tinggi.

C. Efek Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja individu memiliki peran yang


cukup besar di dalam pencapaian tujuan organisasi.
Individu yang mempunyai kepuasan kerja yang
tinggi mempunyai sikap yang positif terhadap pe­

60 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

kerja­annya, sedangkan individu yang tidak berpuas


hati mempunyai sikap yang negatif terhadap
peker­jaannya. Kepuasan dan ketidakpuasan kerja
individu akan berpengaruh terhadap kinerja
individu yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap pencapaian tujuan organisasi. Menurut
Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001), individu
yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan
pernah mencapai kematangan psikologi dan pada
gilirannya akan menjadi frustasi. Individu akan
sering melamun, semangat kerja rendah, cepat
lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen
dan melakukan sesuatu yang tidak berhubungan
dengan pekerjaannya. Sedangkan individu yang
mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai
catatan kehadiran yang lebih baik.
Kepuasan kerja secara umum menyangkut
sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena
me­nyangkut sikap, pengertian kepuasan kerja men­
cakup berbagai hal seperti kondisi dan kecende­
rungan perilaku seseorang. Kepuasan itu tidak
tam­pak nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam
suatu hasil pekerjaan. Pada dasarnya kepuasan
atau ketidak­puasan kerja seseorang akan menjadi
umpan balik yang akan mempengaruhi kinerja
orang tersebut dimasa yang akan datang. Jadi

Reza Ahmadiansah, M.Si. 61


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja men­


jadi suatu sistem yang berlanjut. Oleh sebab itu,
kepuasan kerja diperlukan untuk meningkatkan
kinerja individu. Kepuasan kerja berkenaan dengan
ke­sesuaian antara harapan seseorang dengan im­
balan yang disediakan. Kepuasan kerja individu
berdampak pada prestasi kerja, disiplin, dan
kualitas kerja. Pada diri individu yang puas terhadap
pe­kerja­
annya kemungkinan akan berdampak
positif terhadap peningkatan mutu pekerjaannya.
Demi­kian sebaliknya, jika kepuasan kerja individu
rendah maka akan berdampak negatif terhadap
perkembangan mutu pekerjaannya. Individu yang
membolos, malas, mogok kerja, sering mengeluh,
merupakan tanda adanya ketidakpuasan dalam
bekerja.
Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai
pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika kar­
ya­wan tidak menyukai pekerjaan mereka. Robbins
& Judge (2008) menyodorkan sebuah ke­ rangka
teoretis, yaitu kerangka keluar-aspirasi-kesetiaan-
pengabaian dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Keluar: ketidakpuasan yang diungkapkan
melalui perilaku yang ditujukan untuk me­
ning­
galkan organisasi, termasuk mencari

62 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

posisi baru dan mengundurkan diri.


2. Aspirasi: ketidakpuasan yang diungkapkan
melalui usaha-usaha yang aktif dan kons­
truktif untuk memperbaiki kondisi, termasuk
menyarankan perbaikan, mendiskusikan ma­
salah dengan atasan, dan beberapa bentuk
aktivitas serikat kerja.
3. Kesetiaan: ketidakpuasan yang diungkapkan
secara pasif menunggu membaiknya kondisi,
termasuk membela organisasi ketika ber­
ha­dapan dengan kecaman eksternal dan
mempercayai organisasi dan manajemennya
untuk melakukan hal yang benar.
4. Pengabaian: ketidakpuasan yang diungkapkan
dengan membiarkan kondisi menjadi lebih
buruk, termasuk ketidakhadiran atau keter­
lambatan terus-menerus, kurangnya usaha,
dan meningkatnya kesalahan.

Ditambahkan oleh Robbins & Judge (2008),


bahwa karyawan yang puas cenderung berbicara
positif tentang organisasinya, membantu individu
lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan
mereka. Selain itu, karyawan yang puas cenderung
lebih ramah, ceria, dan responsif.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 63


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

D. Teori Kepuasan Kerja

1) Discrepancy Theory
Locke (dalam Wijono, 2007) melihat kepuasan
atau ketidakpuasan dari dua nilai (values) yaitu
(1) pertentangan yang dipersepsikan antara apa
yang diinginkan dengan apa yang diterima dalam
kenyataan, dan (2) apa pentingnya pekerjaan yang
diinginkan. Kepuasan kerja secara keseluruhan
bagi individu adalah jumlah dari kepuasan kerja
setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat
pentingnya aspek pekerjaan individu.
Individu akan terpuaskan jika tidak ada selisih
antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan
kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan
semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan,
se­makin besar ketidakpuasannya. Kesimpulan
yang dapat diambil adalah teori ketidaksesuaian
menekankan selisih antara kondisi yang diinginkan
dengan kondisi aktual (kenyataan), jika ada selisih
jauh antara keinginan dan kekurangan yang ingin
dipenuhi dengan kenyataan, maka orang menjadi
tidak puas. Tetapi jika kondisi yang diinginkan dan
kekurangan yang ingin dipenuhi ternyata sesuai
dengan kenyataan yang didapat maka akan timbul
rasa puas.

64 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab IV _ Motivasi Kerja

2) Model dari Kepuasan Bidang/Bagian (Facet


Satisfaction)
Kepuasan bidang menurut model Lawler
(dalam Wijono, 2007) mengatakan bahwa individu
akan merasa puas terhadap bidang tertentu dari
pekerjaan mereka (misalnya, hubungan antara
rekan sekerja, atasan dan bawahan, dan atau gaji).
Indi­vidu dapat menerima dan melaksanakan pe­
ker­­
jaannya dengan senang hati dalam bidang
yang dia persepsikan. Jumlah dari bidang yang
dipersepsikan oleh individu akan menjadi sesuai
tergantung dari bagaimana individu tersebut
mem­­­persepsikan nilai dari pekerjaan dan karak­
teristik pekerjaannya. Jumlah dari bidang yang
dipersepsikan orang terhadap apa yang individu
terima secara nyata tergantung dari hasil output
yang secara nyata individu terima dan hasil output
yang dipersepsikan dari orang dengan siapa
individu akan membandingkan dirinya.
Dengan kata lain kepuasan individu didasar­
kan pada persepsi individu terhadap keadilan atau
kewajaran imbalan yang diterima. Keadilan diarti­
kan sebagai per-bandingan antara input (misal­nya:
pendidikan guru, pengalaman mengajar, jumlah
jam mengajar, banyaknya usaha yang dicurahkan

Reza Ahmadiansah, M.Si. 65


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

pada sekolah) dengan output (misalnya, upah/


gaji, peng­hargaan, promosi, kenaikan pangkat) di­
bandingkan dengan guru lain di sekolah yang sama
atau di sekolah lain pada input dan output yang
sama.

3) Teori Proses Bertentangan (Opponent-Pro­


cess Theory)

Teori proses bertentangan oleh Landy
(dalam Wijono, 2007) memberi tekanan bahwa
indi­­
vidu ingin mempertahankan keseimbangan
emo­sional. Teori ini mengasumsikan bahwa kondisi
emosional yang berlebihan tidak akan mem­berikan
kemaslahatan. Teori ini menjelaskan bahwa jika
individu memperoleh keberhasilan dalam peker­
jaannya, maka individu tersebut akan merasa senang
sekaligus takut gagal atau tidak senang (yang lebih
lemah). Setelah beberapa saat perasaan senang dan
bangga akan berangsur-angsur turun dan semakin
melemah sehingga individu akan merasa takut
gagal sebelum kembali dalam kondisi yang normal.
Hal ini terjadi karena emosi tidak senang (emosi
yang berlawanan) berlangsung lama.

66 Reza Ahmadiansah, M.Si.


BAB VI
MOTIVASI & KEPUASAN
KERJA

M
enurut Gibson kinerja individu di­
pengaruhi oleh faktor motivasi, ke­
mampuan, dan lingkungan kerja. Faktor motivasi
me­miliki hubungan langsung dengan kinerja,
se­
dangkan faktor kemampuan dan lingkungan
kerja memiliki hubungan tidak langsung dengan
kinerja, sehingga untuk meningkatkan kinerja
sese­
orang sangatlah tepat apabila dimulai dari
pening­katan motivasi kerja (Cokroaminoto, 2007).
Motivasi dapat diartikan sebagai pendorong sese­
orang untuk melaksanakan tugas dengan baik.
Motivasi merupakan suatu bentuk reaksi terhadap
kebutuhan manusia yaitu keinginan terhadap
sesuatu yang belum terpenuhi sehingga terdorong

Reza Ahmadiansah, M.Si. 67


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

untuk melakukan tindakan guna memenuhi dan


me­muaskan kebutuhan tersebut. Motivasi guru
tidak lain adalah motivasi kerja guru yang mem­
bangkitkan, mengarahkan, dan mendorong seorang
guru untuk melakukan tindakan dan mengatasi
segala tantangan dan hambatan dalam upaya untuk
mencapai tujuan pendidikan. Guru yang mempunyai
motivasi kerja akan mempunyai tanggung jawab
yang tinggi untuk bekerja dengan sebaik mungkin
dengan mengerahkan segenap kemampuan dan ke­
terampilan untuk mencapai prestasi yang op­timal.
Motivasi kerja ini menyebabkan seorang guru
ber­­
semangat dalam menjalankan tugas se­ bagai
pen­didik terutama sebagai pengajar karena telah
terpenuhi kebutuhanannya. Kinerja guru dapat
diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh guru
setelah melaksanakan tugasnya sebagai pengajar.
Kinerja guru sangat erat kaitannya dengan keber­
hasilan tujuan pendidikan dimana guru sebagai
pelaku utamanya. Oleh Karena itu guru dituntut
untuk selalu meningkatkan kinerjanya agar tujuan
pendidikan dapat tercapai. Tanpa ada­nya kinerja
guru yang berhasil baik maka proses ke­ giatan
belajar mengajar tidak tercapai secara optimal.
Kinerja guru yang optimal akan tercapai jika guru
mempunyai motivasi kerja yang tinggi dalam

68 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Bab V _ Motivasi & Kepuasan Kerja

bekerja. Tanpa adanya motivasi kerja yang timbul


dari dalam diri guru itu sendiri, mustahil kinerja
guru akan tercapai. Karena dengan adanya motivasi
kerja ini akan mendorong seorang guru untuk
meningkatkan prestasi sebagai perwujudan dari
kebanggaan dan peningkatan karir.
Sementara itu, Donnelly, et.al. (dalam
Mangkuprawiro, 2007) mengungkapkan bahwa
kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh
faktor-faktor: (a) harapan mengenai imbalan, (b)
dorongan, (c) kemampuan, (d) persepsi terhadap
tugas, (e) imbalan internal dan eksternal, dan (f)
persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan
kerja. Kepuasan kerja secara umum menyangkut
sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena
menyangkut sikap, pengertian kepuasan kerja
men­cakup berbagai hal seperti kondisi dan kecen­
de­rungan perilaku seseorang. Kepuasan itu tidak
tampak serta nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam
suatu hasil pekerjaan. Pada dasarnya kepuasan
atau ketidakpuasan kerja seseorang akan menjadi
umpan balik yang akan mempengaruhi kinerja
orang tersebut dimasa yang akan datang. Jadi
hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja
menjadi suatu sistem yang berlanjut. Oleh sebab
itu, kepuasan kerja bagi guru sebagai pendidik

Reza Ahmadiansah, M.Si. 69


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya. Ke­


puasan kerja berkenaan dengan kesesuaian antara
h­arapan seseorang dengan imbalan yang di­sedia­
kan. Kepuasan kerja guru berdampak pada prestasi
kerja, disiplin, dan kualitas kerjanya. Pada guru
yang puas terhadap pekerjaanya kemungkinan
akan ber­ dampak positif terhadap peningkatan
mutu pen­ didikan. Demikian sebaliknya, jika ke­
puasan kerja guru rendah maka akan berdampak
negatif terhadap perkembangan mutu pendidikan.
Guru yang membolos, mengajar tidak te-rencana,
malas, mogok kerja, sering mengeluh, merupakan
tanda adanya ketidakpuasan guru dalam bekerja.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kinerja
ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, moti­
vasi, kesempatan, imbalan, dan kepuasan kerja.

70 Reza Ahmadiansah, M.Si.


DAFTAR PUSTAKA

Andri dan Waluyo, L.E.M. (2009) Harga diri, orientasi


kontrol, dan kepuasan kerja karyawan. Jurnal
Psikologi, 2(2).
Arikunto, S. (1990). Manajemen pengajaran secara
manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta.
Arnolds, C.A., & Boshoff, C. (2002). Compensation,
esteem valence and job performance: An em­
pirical assessment of Alderfer’s ERG theory.
Inter­national Journal of Human Resource
Mana­gement, 13(4), 697-719.
As’ad, M. (2008). Psikologi industri. Liberty: Yogya­
karta.
Azwar, S. (2010). Metode penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 71


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

----------(2012). Penyusunan skala psikologi. Yogya­


karta: Pustaka Pelajar.
Balser, D. B., & Harris, M. M. (2008). Factors
affecting employee satisfaction with disability
accommo­ dation: A field study. Employ
Respons Rights, 20(10), 13-28.
Davis, K., & Newstrom, J.W. (1993). Perilaku dalam
organisasi. Edisi Ketujuh, Alih Bahasa Agus
Dharma, Jakarta: Erlangga.
Dahrin, D. (2000). Memperbaiki kinerja pendidikan
nasional secara komprehensif: transformasi
pen­didikan. Komunitas, Forum Rektor Indo­
nesia. 1:24.
Gouzaly, S. (2000). Manajemen sumber daya manu­
sia. Jakarta: Bumi Aksara.
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., dan Donelly, Jr. J.H.
(1991). Organisasi: perilaku, struktur, proses.
Edisi Kelima. Alih Bahasa Djarkasih. Jakarta:
Erlangga.
Griffin, D.K. (2010). A Survey of Bahamian and
Jamaican Teachers’ Level of Motivation and
Job Satisfaction. Journal of Invitational Theory
and Practice, Nova Southeastern University,
16, 57-77.

72 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Daftar Pustaka

Gusti, M.M. (2012). Pengaruh kedisiplinan, moti­


vasi kerja, dan persepsi guru tentang kepe­
mimpinan kepala Sekolah terhadap kinerja
guru SMKN 1 Purworejo pasca sertifikasi.
Jurnal Penelitian Universitas Negeri Yogya­
karta. Diakses 28-11-13, dari http://eprints.
uny.ac.id.
Hadi, S. (2000). Analisa butir untuk instrumen,
angket, tes dan skala nilai. Yogyakarta, Andi
Offset.
Handoko, T.H. (2012). Manajemen personalia dan
sum­ber daya manusia. Yogyakarta, BPFE
Press.
Hariningsih, dan Simatupang. (2008). Faktor-
faktor yang mempengaruhi usaha pedagang
eceran. Studi kasus: pedagang kaki lima di
Kota Yogyakarta. Jurnal Bisnis & Mana­jemen
Universitas Andalas. 4(2). 1-19. Di­ akses
08/01/13, dari http://repository.unand.
ac.id/2514/1/ Faktor-Faktor_Yang Mem­
pengaruhi_Kinerja_Usaha_ Pedagang_Eceran.
docx.
Hasibuan, M.S.P. (2011). Manajemen: dasar, pe­
ngertian dan masalah. Jakarta: PT Bumi
Aksara.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 73


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

Hasibuan, M.S.P. (2005). Manajemen sumber daya


manusia, Edisi ke-7. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hasibuan, M.S.P.(2007). Manajemen sumber daya
manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Hastuti, P.C. (2011). Hubungan supervisi dan
motivasi kerja dengan kinerja guru di gugus
depan Ki Hajar Dewantara Kecamatan Pa­
be­lan. Tesis. Salatiga: PPs Magister Mana­je­
men Pendidikan Universitas Kristen Satya
Wacana.
Heidjrachman, R., dan Husnan, S. (2000). Manajemen
personalia. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE.
Ichsan. (2012). Pengaruh kepuasan kerja dan
motivasi kerja terhadap kinerja karyawan
pada PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk
Makassar. Skripsi. Makassar: Jurusan Mana­
jemen fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin Makassar.
Iskandar. (2012). Pengaruh motivasi dan lingkungan
kerja terhadap kinerja guru SMA Negeri se
Kabupaten Kendal. JURNAL. Educational
Management. Diunduh dari http://journal.
unnes.ac.id/sju/ index.php/eduman. Tanggal
25 Pebruari 2013.

74 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Daftar Pustaka

Ghozali, I. (2006). Aplikasi analisis multivariate


dengan program SPSS. Semarang: Badan
Pener­bit Universitas Diponegoro.
Jatman, D. (1980). Psikologi sosial, industri, ko­
mu­nikasi: kepemimpinan, hubungan ke­
manusiaan, dan keputusan kerja. Semarang:
Karya Aksara.
Joni, T.R. (1991). Mencari strategi pengembangan
pendidikan nasional menjelang abad XXI:
pokok-pokok pikiran mengenai pendidikan
guru. Jakarta: PT. Gramedia.
Justine, N., (2011). Motivational practices and
teachers performance in Jinja Municipality
Secondary Schools, Jinja District, Uganda.
Thesis. Master of arts in educational mana­
gement of Bugema University, Kampala,
Uganda.
Karavas, E., (2010). How satisfied are Greek EFL
teachers with their work? Investigating the
motivation and job satisfaction levels of Greek
EFL teachers. Porta Linguarum, National and
Kapodistrian University of Athens, 14, 59 – 78.
Kokasih, D.H. (2010). Hubungan antara sikap guru
terhadap Ujian Nasional (UN) dengan kinerja
guru SMA Kristen 1 Penabur Cirebon. Skripsi.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 75


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas


Kristen Satya Wacana.
Koh, H.C, & Boo, E.H.Y. (2001). The link between
organizational ethics and job satisfaction: A
study of managers in Singapore. Journal of
Business Ethics, 29, 309-324.
Kunandar. (2007). Guru profesional implementasi
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
dan persiapan menghadapi sertifikasi guru.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Lumbanraja, P. (2009). Pengaruh karakteristik
individu, gaya kepemimpinan dan budaya
orga­nisasi terhadap kepuasan kerja dan ko­
mitmen organisasi (studi pada Peme­rintahan
Daerah di Provinsi Sumatera Utara). Jurnal
Aplikasi Manajemen, 7(2), 450-468.
Luthans, F. (2011). Organizational behavior: an
evidence-based approach (12th ed.). New York:
McGraw-Hill, Inc.
Machmud. (2011). Pengaruh Implementasi Sistem
Administrasi Sekolah (SAS) Dan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Guru Sma Negeri
Jakarta Timur. Jurnal sistem informasi bisnis
magiter manajemen sistem informasi Uni­
versitas Gunadarma. Diakses 12-10-12, dari

76 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Daftar Pustaka

http://papers.gunadarma.ac.id/ index.php/
mmsi/article/viewFile/.../14129
Mamik. (2009). Pengaruh kedisplinan, motivasi
kerja dan komitmen organisasi terhadap
ke­puasan kerja. Jurnal Aplikasi Manajemen,
7(2), 370-379.
Mangkunegara, A.P. (2011). Manajemen sumber
daya manusia perusahaan. Bandung: PT. Re­
maja Rosdakarya.
Manulang, M. (1994). Management personalia.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mahesa, D. (2010). Analisis Pengaruh Motivasi Dan
Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Dengan Lama Kerja Sebagai Variabel Mode­
rating (Studi pada PT. Coca Cola Amatil
Indonesia (Central Java). Skripsi. Semarang:
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Mahmudi. (2005). Manajemen kinerja sektor publik.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Martoyo, S. (2007). Manajemen sumber daya manu­
sia. Edisi Kelima. Yogyakarta: BPFE.
Maryadi. (2012). Pengaruh budaya organisasi,
kom­ pensasi, dan kepuasan kerja terhadap
disiplin kerja guru SD di Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang. Jurnal Manajemen

Reza Ahmadiansah, M.Si. 77


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

Pendidikan, PPs IKIP PGRI Semarang, 1(2),


177-188.
Mathis, R.L. dan Jackson, J.H. (2002). Manajemen
sum­ber daya manusia. Buku 2 Jilid Pertama.
Alih Bahasa Benyamin Molari. Jakarta:
Salemba Empat
Munandar, A.S. (2006). Psikologi industri dan
organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Okejakarta. (2011). Kualitas manusia Indonesia
perlu ditingkatkan. Diakses 07-03-
2013, dari http://jakarta.okezone.com/
read/2011/11/15/20/529848/kualitas-
manu­sia-indonesia-perlu-ditingkatkan.
Parwanto, W. (2007). Pengaruh faktor-faktor ke­
pua­
san kerja terhadap kinerja karyawan
pusat pendidikan komputer akuntansi
IMKA di Surakarta. Jurnal PPs Universitas
Muhammad­iyah Surakarta. 1-11. Diakses
14-11-12, dari http://www.pdfport.com/
view/792264-pengaruh-kepuasan-kerja-ter­
hadap-kinerja.html.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor
16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi

78 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Daftar Pustaka

Akademik dan Kompetensi Guru.


Positivego. (2012). Masalah pendidikan di Indonesia
dan solusinya. Diakses 07-03-2013, dari
http://positivego.blogspot.com/2012/11/
masalah-pendidikan-di-indonesia.html.
Prabu, A., (2005). Pengaruh motivasi terhadap ke­
puasan kerja pegawai badan koordinasi ke­
luarga berencana nasional Kabupaten Muara
Enim. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya,
3(6), 1-25.
Pratama, R. (2012). Pengaruh motivasi dan ke­
puasan kerja terhadap kinerja karyawan hotel
Merdeka Pekanbaru. Repository university of
Riau: 1-15.
Prawirosentono, S. (2008). Manajemen sumberdaya
manusia: kebijakan kinerja karyawan kiat
mem­ bangun organisasi kompetitif era per­
dagangan bebas dunia. Yogyakarta: BPFE
Pujiyanti & Isroah. (2013). Pengaruh motivasi kerja
dan disiplin kerja terhadap kinerja guru SMA
Negeri 1 Ciamis. Journal UNY, Kajian Pen­
didikan Akuntansi Indonesia, 2(1), 184 – 207.
Puspitasari, N. (2011). Hubungan antara motivasi
berprestasi dengan kinerja guru di SMK
Negeri 1 Magelang. Skripsi. Salatiga: Fakultas

Reza Ahmadiansah, M.Si. 79


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.


Robbins, S.P. (1996). Perilaku organisasi, konsep,
kontroversi-aplikasi. Jilid 2 Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta : Prenhallindo.
Robbins, S.P. (2006). Perilaku organisasi. Jakarta:
Salemba Empat.
Robbins, S.P. (2001). Perilaku organisasi: konsep,
kontroversi, dan aplikasi. Alih bahasa:
Handayana Pujaatmika. Jakarta: Prenhalindo.
Robbins, S.P. & Judge, A.T. (2008). Perilaku orga­
nisasi (organizational behavior), Buku I. Alih
Bahasa: Diana Angelica, Ria Cahyani, dan
Abdul Rosyid. Jakarta: Salemba Empat.
Rochmawati dan Binarsih, S.R. (2009). Pengaruh
kepemimpinan, motivasi dan kepuasan
kerja terhadap kinerja guru di SMA Negeri 1
Mojolaban. Jurnal Manajemen Bisnis Syariah,
1(III). Diakses 7-11-2012, dari isjd.pdii.lipi.
go.id/admin/jurnal/ 5109346372.pdf.
Royle, T., Hall, M., and Angela, T. (2012). The
relationship between McClelland’s theory
of needs, feeling individually accountable,
and informal accountability for others.
Inter­
national Journal Of Management And
Marketing Research, 5, (1), 21-42.

80 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Daftar Pustaka

Ruky, A.S. (2002). Sistem manajemen kinerja.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Satria, Y.R.A. (2005). Hubungan antara iklim orga­
nisasi dan komitmen organisasi dengan
ke­­
puasan kerja karyawan Universitas
Muhammad­­iyah Surakarta. Benefit, 9(2),
120-128.
Sedarmayanti. (2001). Sumber daya manusia dan
produktivitas kerja. Bandung: Mandar Maju.
Seniati, L. (2006). Pengaruh masa kerja, trait ke­
pribadian, kepuasan kerja dan iklim psi­kologis
terhadap komitmen dosen pada universitas
Indonesia. Makara Sosial Humaniora, 10(2),
88-97.
Sekaran, U. (2006). Metodologi penelitian untuk
bisnis. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Setyawan, D. (2005). Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja dan rele­
van­sinya terhadap komitmen organisasi.
Tesis. Semarang: PPs Magister Manajemen
Universitas Diponegoro.
Sonnentag, S. & Frese,M. (2002) Performance
concepts and performance theory in Psy­
cho­
logycal Management of Individual Per­
formance. Online ISBN: 9780470013410.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 81


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

Wiley Online Library.


Subqi, I. (2016). Pola Komunikasi Keagamaan
dalam Membentuk Kepribadian Anak. INJECT
(Interdisciplinary Journal of Communication),
1(2), 165-180.
Subqi, I. (2019). Perilaku Agresif Remaja dalam
Tinjauan Pola Asuh Keagamaan Orang Tua di
Desa Baleadi Pati. IJIP: Indonesian Journal of
Islamic Psychology, 1(2), 186-214.
Subqi, I. (2016). Pemanfaatan Pusat Sumber Belajar
dalam Meningkatkan Hasil Belajar. Jurnal
Teknologi Pendidikan: Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pembelajaran, 1(1), 88-98.
Subqi, I. (2020). Psikologi Sosial Yogyakarta: Trus­
smedia
Subagyo, P., & Djarwanto. (1996). Statistik induktif.
Yogyakarta: BPFE.
Sudjana, N. (2002). Dasar-dasar proses belajar
mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Suharsaputra. (2010) Administrasi pendidikan.
Bandung: Refika Aditama.
Sunarso & Sumadi. (2007). Analisis faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja guru sekolah
menengah kejuruan. Jurnal Management
Sumber Daya Manusia, 2(1), 59-70.

82 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Daftar Pustaka

Sugiyono. (2006). Metodologi penelitian kuantitatif


dan kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sihombing, D. & Sihombing. (2010). Analisis kore­
lasi motivasi kerja dengan kinerja guru. 1-5.
Diakses 07-03-2013, dari http://uda.ac.id/
jurnal/files/14.pdf.
Santoso, S. (2004). SPSS statistik parametrik,
Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo,
Kelompok Gramedia.
Siregar, E. (2011). Pengaruh Motivasi Kerja, Kinerja
Individual dan Sistem Kompensasi Finansial
terhadap Kepuasan Kerja. Jurnal Pendidikan
Penabur, 10(16), 81-93.
Spector, P.E. (1997). Job satisfaction application
assessment, cause and consequences. Cali­
fornia: Sage Publication.
Thomas, A., Buboltz, W.C., & Winkelspecth. (2004).
Job characteristics and personality as
predictors of job satisfaction. Organizational
Analysis, 12(2), 205-219.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun
2005 Tentang Guru Dan Dosen.
Usman, M. (2011) Pengaruh kemampuan, motivasi
kerja, kepemimpinan kepala sekolah, iklim
organisasi dan kepuasan kerja terhadap

Reza Ahmadiansah, M.Si. 83


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

kinerja guru ekonomi SMKN di Surabaya.


Disertasi. Tidak dipublikasikan. Program
Studi Pendidikan Ekonomi, Program Pasca­
sarjana Universitas Negeri Malang.
Uzer, M. (2011). Menajadi guru profesional. Ban­ung:
PT Remaja Rosda Karya.
Usman, N. (2012). Manajemen peningkatan mutu
kinerja guru, konsep, teori dan model. Ban­
dung: Citapustaka media.
Utamie, P. (2009). Hubungan antara motivasi kerja
dan kepuasan kerja dengan kinerja guru YPE
GKI Salatiga. Tesis. Salatiga: PPs Magister
Sains Psikologi Universitas Kriten Satya
Wacana.
Widodo, J. & Yuliana, E. (2007). Pengaruh kemam­
puan intelektual dan motivasi kerja terhadap
kinerja guru mata diklat produktif penjualan
di SMK Bisnis dan Manajemen. Jurnal
Pendidikan Ekonomi UNNES. 2(3), 337-363.
Wijono, S. (2011). Psikologi industri dan organisasi:
da­lam suatu bidang gerak psikologi sumber
daya manusia. Kencana Prenanda Media
Group.
Rensa, V.V. (2010). Pengaruh motivasi kerja guru
dan gaya kepemimpinan kepala sekolah ter­

84 Reza Ahmadiansah, M.Si.


Daftar Pustaka

hadap kinerja guru di SMK Ardjuna 1 Malang.


Universitas Negeri Malang. Diakses 14-12-12,
dari http://karya-ilmiah.um.ac.id/ index.php/
manajemen/ article/view/5145
Yekta, Z.A., & Ahmad, Z.A. (2010). Relationship
between perceived organizational support,
leadership behavior, and job satisfaction: An
empirical study in Iran. Journal of Psychology,
6(2),162-184.
Yohana, C. (2012) Pengaruh profesionalisme,
kepuasan kerja dan komitmen organisasi
terhadap kinerja guru di SMPN Pamulang,
Tangerang Selatan. JURNAL Econo Sains, X(2),
131-143.
Yudianto, R. (2008). Pengaruh kepuasan kerja dan
motivasi kerja terhadap kinerja guru di SMK
Pangudi Luhur Tarcisius Semarang. Diakses
26-11-2012, dari http://fe.unnes.ac.id/lib/
index.php?menu=library_detail&ID= 12108.

Reza Ahmadiansah, M.Si. 85


INDEKS

A 18, 27, 46, 57, 58


Guru 6, 68
achievement 40
affiliation 40 I
C IPTEK 16
circadian 30 J
E job satisfaction 55, 56
era 4.0. 2 K
era globalisasi 1
kinerja 3, 5, 25
F Kinerja Guru 19
fisik 39 M
G Motif 6
motivasi 7, 8, 30
guru 2, 3, 4, 5, 7, 10, 15,
Motivasi 14

Reza Ahmadiansah, M.Si. 87


PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI

motivasi kerja 38, 39, 67, S


68
SMK Ardjuna 1 Malang 6
Motivasi Kerja 37
SMK Muhammadiyah
N Salatiga 7, 10
SMK Negeri di Surabaya
Need for Achivement 43
11
Need for Affilition 44
SMK Pangudi Luhur Tarci-
Need for Power 45
sius 5
non-fisik 39
SMP Negeri Pamulang 10
P sumber daya manusia 1
Pasal 21 21 T
Pendidik 2
teori motivasi 49
Performance 16
power 40 V
Prestasi 25
values 64

88 Reza Ahmadiansah, M.Si.

Anda mungkin juga menyukai