217.131 jumlah penduduk Indonesia dan kematian per tahun akibat dari
polusi udara di dalam ruangan tertutup mencapai 15.300 jiwa (Colbeck,
2010). Hal ini disebabkan oleh peningkatan kadar gas CO yang
melebihi ambang batas di atmosfer mampu menyebabkan hemoglobin
dalam darah cenderung mengikat CO dibandingkan O2 sehingga
beracun bagi tubuh dan mampu menyebabkan kematian. Oleh
karena itu, perlu ditemukan suatu solusi untuk mengembangkan kompor
biomassa beremisi gas CO rendah sehingga permasalahan energi
nasional tentang ketersediaan bahan bakar fosil yang semakin menipis
dan bahaya polusi udara dalam ruangan terhadap kesehatan penduduk
Indonesia dapat diatasi.
Salah satu kompor gas-biomassa yang telah dirancang adalah
Wood-Gas Turbo Stove atau yang dikenal dengan Reed’s Wood-Gas
Campstove. Kompor tersebut memiliki efisiensi termal lebih besar dari
30% dan mampu menekan emisi gas CO yang tinggi hingga konsentrasi
gas CO pada ketinggian 80 cm di atas kompor mencapai 22 ppm. Pada
Wood-Gas Turbo Stove, aliran udara primer dan sekunder bergerak
secara konveksi alami pada rancangan awal, sedangkan pada rancangan
terbarunya, aliran udara primer dan sekunder bergerak secara konveksi
paksa namun daya berasal dari penggunaan satu fan yang sama (Reed,
et al., 2000).
Kemudian, SPRERI Gasifier Stove, kompor gas-biomassa yang
telah dievaluasi performanya dengan menggunakan biomassa dari jarak
pagar. Kompor tersebut mencapai efisiensi termal sebesar 31,10%, dan
emisi gas CO sekitar 3-6 ppm yang diukur dengan jarak 1 m dari
ketinggian kompor (Panwar, 2010).
Lalu, Anderson merancang Champion T-LUD ND (Natural Draft) Stove
yang memanfaatkan konveksi alami, baik untuk aliran udara primer
maupun udara sekunder. Kompor tersebut menghasilkan emisi gas CO
sebesar 3,5 g/L (Roth, 2011).
Adapun kompor-kompor gas-biomassa tersebut menggunakan
prinsip Inverted Down Draft (IDD) atau Top-Lit Up Draft (T-LUD)
Gasifier. Prinsip ini pada dasarnya adalah memproduksi gas-gas yang
dapat terbakar, terutama gas CO dan asap hidrokarbon, melalui proses
pirolisis pada suhu tinggi (udara primer yang diperlukan dalam jumlah
terbatas) untuk selanjutnya seluruh gas tersebut dibakar sempurna di
bagian atas dengan udara sekunder berlebih sehingga dihasilkan emisi
yang bersih. Jadi, bahan bakar dinyalakan mulai dari bagian atas
kompor sehingga timbul api di bagian atas (top lit). Api pada penyalaan
awal tersebut akan memicu pelet pada lapisan paling atas untuk
mengeluarkan volatile matter karena menerima panas dari api secara
radiasi dan konveksi. Volatile matter yang keluar terus-menerus dari
biomassa tersebut menghalangi oksigen (oksigen disuplai dari aliran
udara primer yang bergerak ke atas) untuk berpenetrasi ke partikel
biomassa sehingga terjadilah pirolisis yang memproduksi gas-gas
pirolisis dan panas. Panas tersebut akhirnya membentuk api pirolisis di
sekitar partikel pelet biomassa ketika oksigen berpeluang berpenetrasi
ke partikel pelet biomassa. Zona dimana api pirolisis berada itulah yang
disebut dengan zona flaming pyrolisis. Posisi zona ini bergerak turun,
sementara bahan bakar tetap (fixed bed). Dengan demikian, api pirolisis
tersebut akan bergerak ke bawah dan terus-menerus menyebabkan
biomassa mengeluarkan volatile matter-nya hingga habis dan hanya
tersisa char-nya saja. Sedangkan volatile matter yang keluar dari
biomassa tersebut selanjutnya akan bergerak ke atas, sama seperti aliran
udara primer (up draft), untuk dibakar dengan udara sekunder (Roth,
2011).
BAB
2 TINJAUAN
PUSTAKA
Biomassa
Definisi Biomassa dan Pelet Biomassa
Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang berasal
dari derivat ternak maupun tumbuhan (dapat ditanam ulang) dan dikenal
sebagai energi hijau (Kong, 2010). Biomassa merupakan istilah yang
digunakan untuk berbagai jenis bahan organik dalam bentuk padat yang
dapat digunakan sebagai bahan bakar, seperti kayu, arang, kotoran
hewan, limbah pertanian, dan limbah padat lainnya yang dapat
terbiodegradasi (Fisafarani, 2010).
Pelet telah diproduksi sejak seabad yang lalu dengan
menggunakan panas dan tekanan sehingga pelet berbentuk silindris,
dapat diproduksi dari berbagai macam materi untuk tujuan yang
berbeda-beda. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pelet adalah
densitasnya yang maksimal sekitar 40 lbs/ft3, mengalir seperti cairan
dan ideal dipergunakan untuk sistem yang otomatis, dapat digunakan
pada kompor dan boiler, dapat digunakan dalam aplikasi berskala kecil
maupun besar, mudah untuk ditangani, disimpan, dan ditransportasikan,
serta meningkatkan karakteristik pembakaran dari bahan baku yang
dipergunakan (www.pelheat.com). Penampilan fisik pelet biomassa
dapat dilihat pada Gambar
di bawah ini.