Anda di halaman 1dari 23

1

BAB 1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Energi merupakan salah satu komoditi penting bagi tingkat kemajuan suatu
negara, karena energi merupakan salah satu aspek penggerak aktivitas di berbagai
sektor kehidupan. Sumber energi terbesar yang digunakan di dalam negeri saat ini
masih bertumpu pada bahan bakar minyak (BBM).Permintaan pasar terhadap BBM
akan terus meningkat dengan cepat akibat pertumbuhan penduduk dan perkembangan
industri, namun ketersediaannya semakin terbatas karena BBM tergolong sebagai
sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Berdasarkan Rencana Strategis (Renstra)
Kementeri-an ESDM Tahun 2015–2019, cadangan minyak bumiIndonesia sebesar 3,6
miliar barel diperkirakan akan habis dalam 13 tahun mendatang.
Bagi Indonesia, minyak sawit (palm oil) akan tampil sebagai minyak nabati
paling potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan mentah utama pembuatan green
diesel, paling tidak dalam tahap awal pengembangan industri bahan bakar terbarukan
dalam negeri karena Indonesia memiliki potensi produk minyak sawit dalam jumlah
besar. Minyak goreng kelapa sawit bekas merupakan salah satu bahan baku yang
memiliki peluang untuk pembuatan green diesel, karena minyak ini masih mengandung
trigliserida. Dari data statistik menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi kecenderungan
peningkatan produksi minyak goreng sawit.

Produksi minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil ( CPO) Indonesia
mencapai 38,17 juta ton, sementara produksi palm kernel oil (PKO) atau minyak
inti kelapa sawit mencapai 3,05 juta ton . Dengan demikian, total produksi kelapa
sawit Indonesia sepanjang tahun 2017 mencapai 41,98 juta ton. angka tersebut
mengalami peningkatan sebesar 18 persen dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (Sitanggang, 2017)

Selain ketersediaannya yang relatif berlimpah, minyak goreng kelapa sawit bekas
merupakan limbah sehingga berpotensi mencemari lingkungan berupa naiknya kadar
COD dan BOD dalam perairan, selain itu juga menimbulkan bau busuk akibat
degradasi biologi (Djaeni, 2002). Oleh karena perlu dilakukan usaha-usaha
pemanfaatan minyak kelapa sawit bekas tersebut. Salah satunya adalah sebagai bahan
baku yang digunakan untuk dijadikan sebagai bahan green diesel.
2

1.2. Rumusan Masalah


A. Bagaimana pengaruh kondisi operasi terhadap yield green diesel yang
dihasilkan ?
B. Apa saja yang mempengaruhi sintesis green diesel tersebut ?
C. Bagaimana pengaruh kondisi operasi terhadap jumlah oksigen dalam green
diesel tersbut

1.3. Tujuan
A. Mengetahui kondisi operasi yang bersesuaian untuk mendapatkan yiel
tertinggi
B. Mengetahui pengaruh kondisi operasi terhdap yield yang dihasilkan
C. Julah penurunan oksigen yang terjadi stelah reaksi berlangsung

1.4. Manfaat
A. Dapat memanfaatkan minyak jelantah sebagai bahan baku pembuatan green
diesel
B. Dapat mengurangi kadar pemakaian petrodiesel terhadap bahan bakar minyak.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Jelantah


Minyak jelantah adalah minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali
penggorengan. Minyak jelantah merupakan salah satu bahan baku yang potensial
untuk dimanfaatkan di Indonesia. Data Kuncahyo 2013, menyebutkan, produktivitas
minyak jelantah di Indonesia sebesar 6,43 juta ton per tahun. Ini memberi peluang besar
untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki ketahanan energi yang kuat.
Minyak Jelantah atau Minyak goreng yang berulang kali atau yang lebih
dikenal dengan minyak jelantah adalah minyak limbah yang berasal dari jenis-jenis
minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan
sebagainya yang merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga
umumnya, dapat digunakan lagi untuk keperluan lainnya, akan tetapi ditinjau dari
komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan (Ketaren, 2005).
Penggunaan minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu
tinggi (160180°C) disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses
penggorengan akan mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang komplek dalam
minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Minyak goreng juga
mengalami perubahan warna dari kuning menjadi gelap. Reaksi degradasi ini
menurunkan kualitas minyak dan akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi dan harus
dibuang. Produk reaksi degradasi yang terdapat dalam minyak ini juga akan
menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng dan menimbulkan pengaruh buruk
bagi kesehatan (Yustinah, 2011). Semakin sering digunakan tingkat kerusakan minyak
akan semakin tinggi. Penggunaan minyak berkali-kali mengakibatkan minyak menjadi
cepat berasap atau berbusa dan meningkatkan warna coklat serta flavor yang tidak
disukai pada bahan makanan yang digoreng.
Minyak jelantah memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi
bahan bakar karena memiliki asam lemak yang tinggi. Komposisi asam lemak minyak
jelantah dari minyak goreng sawit ditunjukkan pada tabel 1
4

Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Minyak Jelantah

Asam lemak bebas di dalam minyak goreng merupakan asam lemak berantai
panjang yang tidak teresterifikasi. Asam lemak bebas mengandung asam lemak jenuh
yang berantai panjang. Semakin banyak konsumsi asam lemak bebas, akan
meningkatkan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dalam darah yang merupakan
kolesterol jahat. Banyaknya asam lemak bebas dalam minyak menunjukkan penurunan
kualitas minyak (Adrian, 2005).

2.2. Minyak Diesel


Solar adalah salah satu jenis bahan bakar yang dihasilkan dari proses
pengolahan minyak bumi, pada dasarnya minyak mentah dipisahkan fraksi-fraksinya
pada proses destilasi sehingga dihasilkan fraksi solar dengan titik didih 250°C sampai
300°C. Kualitas solar dinyatakan dengan bilangan cetane (pada bensin disebut oktan),
yaitu bilangan yang menunjukkan kemampuan solar mengalami pembakaran di dalam
mesin serta kemampuan mengontrol jumlah ketukan (knocking), semakin tinggi
bilangan cetane ada solar maka kualitas solar akan semakin bagus. Karakteristik dan
jumlah Carbon dari minyak diesel dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.
5

Tabel 2. Spesifikasi Solar/BioSolar


6

Tabel 3. Fraksi Fraksi Minyak bumi Hasil destilasi

2.2.1. Karakteristik Solar

Sebagai bahan bakar, tentunya solar memiliki karakteristik tertentu sama halnya
dengan jenis bahan bakar lainnya. berikut karakteristik yang dimiliki fraksi solar:

1. Tidak berwarna atau terkadang berwarna kekuning-kuningan dan berbau.


2. Tidak akan menguap pada temperatur normal.
3. Memiliki kandungan sulfur yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bensin
dan kerosen.
4. Memiliki flash point (titik nyala) sekitar 40°C sampai 100°C.
5. Terbakar spontan pada temperatur 300°C.
6. Menimbulkan panas yang tinggi sekitar 10.500 kcal/kg.

Pada umumnya solar digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermesin diesel
ataupun peralatan-peralatan industri lainnya. Agar menghasilkan pembakaran yang
baik, solar memiliki syarat-syarat agar memenuhi standar yang telah ditentukan.
Berikut persyaratan yang menentukan kualitas solar:

 Mudah terbakar.
 Tidak mudah mengalami pembekuan pada suhu yang dingin.
 Memiliki sifat anti knocking dan membuat mesin bekerja dengan lembut.
 Solar harus memiliki kekentalan yang memadai agar dapat disemprotkan oleh
ejector di dalam mesin.
7

 Tetap stabil atau tidak mengalami perubahan struktur, bentuk dan warna dalam
proses penyimpanan.
 Memiliki kandungan sulfur sekecil mungkin, agar tidak berdampak buruk bagi
mesin kendaraan serta tidak menimbulkan polusi.

2.2.2. Jenis-Jenis Bahan Bakar Diesel

Bahan bakar diesel dapat digolongkan dalam berbagai macam jenis yang dibedakan
oleh kekentalan, jumlah cetane dan sebagainya. Tetapi walaupun memiliki perbedaan,
struktur utama pada diesel tersebut tidak memiliki perbedaan. berikut adalah jenis-
jenisnya:

1. High Speed Diesel (HSD)

HSD merupakan bahan bakar jenis solar yang digunakan untuk mesin diesel yang
memiliki performa untuk jumlah cetane 45. Umumnya mesin yang menggunakan
bahan bahar HSD merupaka mesin yang menggunakan sistem injeksi pompa dan
elektronik injeksi. Jadi pada dasarnya bahan bakar ini diperuntuhkan untuk kendaraan
bermotor dan bahan bakar peralatan industri.

2. Marine Fuel Oil (MFO)

MFO dihasilkan dari proses pengolahan minyak berat (residu) sehingga memiliki
kekentalan yang lebih tinggi. Jenis ini sering dugunakan sebagai bahan bakar langsung
pada sektor industri untuk mesin-mesin diesel yang memiliki kecepatan proses yang
rendah..

3. Minyak Bakar

Memiliki sifat dan bentuk yang tidak berbeda jauh dengan MFO, tetapi biasanaya
digunakan sebagai bahan bakar langsung untuk menghasilkan panas, contohnya saja
sebagai bahan bakar furnace pada proses pemanasan minyak mentah.

4. Industrial Diesel Oil (IDO)

IDO dihasilkan dari proses penyulingan minyak mentah pada temperatur rendah,
biasanya jenis ini memiliki kandungan sulfur yang tergolong rendah sehingga dapat
diterima oleh Medium Speed Diesel Engine.
8

5. Biodiesel
Bahan bakar biodiesel merupakan jenis bahan bakar yang cukup baik sebagai
pengganti solar yang berasal dari fraksi minyak bumi, hal ini disebabkan karena
biodiesel merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui karena berasal dari
minyak nabati dan hewani walaupun. Secara kimia, susunan biodiesel terdiri dari
campuran mono-alkyl ester dan rantai panjang asam lemak, Biodiesel merupakan
bahan bakar yang tidak memiliki kandungan berbahaya bila terlepas ke udara, karena
sangat mudah untuk terurai secara alami. Dalam proses pembakarannya, bahan bakar
jenis ini hanya menghasilkan karbon monoksida serta hidrokarbon yang relatif rendah
sehingga cukup aman bagi lingkungan sekitar, hal ini lah yang membuat biodiesel
memenuhi persyaratan sebagai bahan bakar

6. Diesel Performa Tinggi

Bahan bakar ini merupakan bahan bakar yang memiliki kualitas lebih tinggi jika
dibandingkan dengan jenis bahan bakar yang berasal dari petroleum lainnya. Jenis
bahan bakar telah mengalami proses peningkatan kualitas dari segi cetane number serta
pengurangan kandungan sulfur sehingga lebih di anjurkan bagi mesin diesel sistem
injeksi comonrail, untuk lebih jelasnya, sistem injeksi comonrail adalah sebuah tube
bercabang yang terdapat di dalam mesin dengan katup injektor yang dikendalikan oleh
komputer dimana masing-masing tube tersebut terdiri dari nozzle mekanis dan
pulunger yang dikedalikan oleh selenoid serta actuator piezoelectric. Pada solar jenis
ini memiliki jumlah bilangan cetane 53 serta kandungan sulfur dibawah 300 ppm
sehingga digolongkan sebagai diesel modern yang memiliki standar gas buang EURO
2.

2.3. Green Diesel


Green diesel adalah fraksi hidrokarbon rantai lurus yang serupa dengan yang
dihasilkan oleh hidrogenasi trigliserida dari minyak nabati. Seperti biodiesel, Green
Diesel merupakan bahan bakar transportasi generasi berikutnya yang muncul karena
kebutuhan akan penggantian bahan bakar terbarukan yang kompatibel dengan
powertrains otomotif yang ada. Namun, tidak seperti biodiesel, green diesel dapat
diproduksi dalam volume besar di kilang minyak bumi terpusat yang ada. Green diesel
atau diesel terbarukan adalah campuran hidrokarbon seperti-diesel yang dihasilkan
melalui reaksi katalitik yang melibatkan hydroprocessing dan / atau dekarboksilasi/
decarbonylation dari trigliserida dari berbagai feedstocks pertanian. Namun,
penggunaan langsung minyak nabati sebagai bahan bakar tidak kompatibel dengan
mesin pembakaran saat ini karena viskositasnya yang tinggi. Berbagai jenis minyak
sayur digunakan sebagai bahan baku untuk biofuel tetapi sampai saat ini, hanya bunga
matahari, biji kapas, minyak kacang tanah, kedelai, palem, sa'wer, dan rapeseed telah
menunjukkan potensi produksi untuk biofuel
9

Meskipun biodiesel dan green diesel adalah biofuel transportasi cair lipid yang
turunan, ada perbedaan signifikan di antara mereka. Perbedaan pertama adalah antara
struktur molekul dari dua bahan bakar. Sementara biodiesel terdiri dari molekul alkil
ester, konstituen hijau diesel adalah hidrokarbon. Oleh karena itu, tidak seperti
biodiesel, diesel hijau tidak memiliki molekul berbasis oksigen. Karakteristik green
diesel ini menghasilkan nilai panas yang tinggi dan kepadatan energi yang tinggi.
Kedua, diesel hijau memiliki angka cetane yang sangat tinggi (80-90), sementara
biodiesel memiliki angka setana pada urutan 50. Ketiga, diesel hijau memiliki emisi
NOx yang lebih rendah dibandingkan untuk biodiesel. Selain itu, hydroprocessing
adalah proses umpan-fleksibel yang tidak sensitif terhadap konten FFA dari bahan baku
sementara transesterifikasi sangat sensitif terhadap tingkat FFA. Dalam hal produk
samping mereka, hydroprocessing menghasilkan propana yang merupakan bahan bakar
gas itu sendiri dan dapat digunakan dalam sistem. Selain itu, sifat bahan bakar diesel
hijau dibandingkan dengan Ultra Low Sulphur Diesel (ULSD), dan Fatty Acid Methyl
Ester (FAME) yang dikenal sebagai biodiesel ditunjukkan pada Tabel 4 (Hoekman,
2009).

Tabel 4. Perbandingan Sifat bahan bakar Green Diesel, Petrodiesel dan Biodiesel

Selanjutnya, kerapatan energi hidrokarbon yang luar biasa sebagai bahan bakar
membuatnya menjadi pilihan bahan bakar transportasi yang kuat
10

Gambar 2.1 Energy Density Of Various Fuels

Komersialisasi green diesel telah dimulai dibeberapa negara. Saat ini green diesel
diproduksi secara industri di Finlandia oleh Neste Oil memiliki dua pabrik dengan
kapasitas gabungan sebesar 170 000 ton / tahun. Selain itu, Neste Oil mengumumkan
bahwa mereka akan memulai produksi diesel hijau di Singapura pada tahun 2010 dan
di Rotterdam pada tahun 2011 dengan tanaman yang memiliki kapasitas 800.000 ton /
tahun. Dan di Indonesia sendiri kilang Green diesel ini baru akan dibangun pada tahun
2021. Menurut Ignasius Jonan pada tahun 2018 menyatakan bahwa Pemerintah
memberikan target ke PT Pertamina (Persero) untuk memproduksi green diesel melalui
Kilang Plaju dan Dumai mulai 2021.

2.4 Proses Sintesis Green Diesel

2.4.1 Proses Deoksigenasi Green Diesel


Produksi Diesel Hijau dari Trigliserida Feedstock- Deoksigenasi Green diesel
atau renewable diesel adalah campuran hidrokarbon seperti-diesel yang dihasilkan
melalui reaksi katalitik yang melibatkan hydroprocessing dan / atau dekarboksilasi /
decarbonylation dari trigliserida dari berbagai bahan baku pertanian. Bahan baku yang
berasal dari biomassa mengandung senyawa beroksigen yang menurunkan stabilitas
kimia dan kandungan energi bahan bakar. Oleh karena itu, oksigen harus dikeluarkan
dari bahan baku untuk mencapai bahan bakar cair dengan stabilitas termal yang tinggi
dan sifat pembakaran yang mirip dengan bahan bakar minyak bumi. Proses di mana
oksigen dikeluarkan dari bahan baku disebut deoksigenasi yang meliputi
hidrodeoksigenasi, dekarboksilasi dan dekarbonilasi.
11

2.4.1.1 Dekarboksilasi Asam Lemak


Dekarboksilasi adalah reaksi kimia di mana gugus karboksil (-COOH)
dikeluarkan dari molekul sebagai karbon dioksida (CO2), sedangkan reaksi kimia di
mana gugus karbonil (C = O) dipisahkan dari molekul disebut dekarbonilasi. Banyak
asam karboksilat dapat mengalami dekarboksilasi dengan panas dengan cara
menangguhkan asam dalam cairan titik didih dan titik didih tinggi:

Karena asam lemak adalah asam karboksilat, mereka dapat diproses dengan cara yang
sama untuk membentuk hidrokarbon rantai lurus (n-hidrokarbon). Untuk asam lemak,
ester asam lemak, dan trigliserida, dekarboksilasi berlangsung dengan reaksi berikut:

Telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian bahwa adalah mungkin untuk


menghasilkan terutama n-heptadecane sebagai produk ketika senyawa asam stearat, etil
stearat, atau tristearin terdeoksigenasi menggunakan karbon aktif yang didukung
komersial paladium (5% berat Pd, Aldrich) katalis. Selama dekarboksilasi menjadi,
heptadecenes
Karboksilasi asam stearat pada 300 oC dan 17 bar, bagaimanapun, menunjukkan
bahwa efisiensi konversi terbaik (62%) ketika 5 volume% hidrogen dan 95% volume
argon digunakan sebagai atmosfer reaksi dibandingkan dengan 100% helium (41%
konversi) atau 100% hidrogen (49%). Selama deoksigenasi, etil stearat pertama kali
diubah menjadi asam stearat, dan selanjutnya dekarboksilasi ke n-heptadecane. Pada
kondisi reaksi yang sama (5 vol.% H2 - 95 vol.% Ar) dengan dekarboksilasi asam
stearat, konversi etil stearat dekarboksilasi terbaik dicapai. Selektivitas untuk n-
heptadecane menurun ketika aromatik, yang tidak diinginkan dalam bahan bakar
diesel, mulai terbentuk pada 300-360 C. Dalam satu studi, kinetika reaksi untuk etil
stearat dan dekarboksilasi asam stearat untuk produksi hidrokarbon bahan bakar diesel
12

dipelajari di atas katalis paladium / karbon (Pd / C) dalam reaktor semi-batch.37


Menurut penelitian, etil stearat telah ditutup. dengan kinetika orde pertama untuk
intermediet asam stearat, yang selanjutnya dikonversi n-heptadecane mengikuti tingkat
reaksi orde nol pada 300 C. Pada konsentrasi produk antara tinggi ditemukan bahwa
katalis telah dinonaktifkan oleh jalur dekarboksilasi

Penelitian lebih lanjut untuk lebih memahami efek katalis dalam dekarboksilasi
heterogen dilakukan tanpa katalis versus satu set katalis yang berbeda. Ditemukan
bahwa dekarboksilasi termal tanpa katalis hanya menyebabkan konversi 5% dalam
reaktor semibatch di bawah atmosfer helium pada 300 C dan 6 bar. Serangkaian katalis
termasuk tembaga oksida yang dibantu katalis oksida Ir, Mo, Ni, Os, Pd, Pt, Rh dan
Ru, serta katalis nikel Raney, dicoba di bawah kondisi reaksi yang sama. Disimpulkan
bahwa dekarboksilasi asam stearat dengan katalis karbon yang didukung umumnya
mengarah ke tingkat yang lebih tinggi paling mungkin karena interaksi metalupport.
Tingkat reaksi awal adalah yang tertinggi untuk 5% Pd / C (1,9 mmol / s / gmet) yang
menunjukkan kinerja terbaik. Dengan katalis Ru / C dan Rh / C diamati bahwa
selektivitas mereka terhadap produk samping tak jenuh lebih tinggi, yang
mengakibatkan penonaktifan mereka. Studi lain deoksigenasi katalis untuk
menghasilkan hidrokarbon bahan bakar diesel dilakukan dalam reaktor semi-batch
menggunakan asam lemak tidak jenuh termasuk asam lemak tak jenuh tunggal, asam
oleat, asam lemak tak jenuh, asam linoleat, dan ester asam lemak tak jenuh tunggal,
metil oleat. .Dalam studi ini, katalis Pd / C digunakan pada tekanan antara 15–27 bar
dan suhu 300–360 C. Studi selanjutnya menunjukkan bahwa untuk produksi diesel
hijau melalui dekarboksilasi asam stearat lebih dari 4% berat. % Pd katalis didukung
pada sibunit (kelas baru dari bahan komposit karbon-karbon mesopori menggabungkan
keuntungan dari stabilitas kimia dan konduktivitas listrik grafit dan tinggi luas
permukaan spesifik dan kapasitas adsorpsi batubara aktif) adalah mungkin. Proses ini
dilakukan dalam reaktor semi batch dengan volume 300 mL pada 17 bar helium dan
300 oC, menggunakan dodekana sebagai pelarut. Di bawah kondisi ini, dekarboksilasi
katalitik asam stearat menghasilkan pembentukan n-pentadekana serta n-heptadecane
sebagai produk utama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa distribusi produk
dalam dekarboksilasi katalitik asam stearat berubah tergantung pada jenis dukungan
13

dan sifat dari kelompok permukaan dalam bahan karbon. Beberapa reaksi
dekarboksilasi yang diuji untuk konversi asam lemak.

2.4.1.2.Hidrodeoksigenasi
Hydroprocessing adalah istilah umum yang digunakan untuk reaksi katalitik
yang menggunakan hidrogen untuk menghilangkan heteroatom seperti sulfur, nitrogen,
oksigen, dan logam, dan juga untuk menjenuhkan olefin dan aromatik. Reaksi
hidroprosesing yang khas termasuk hidrodesulfurisasi (HDS) di mana sulfur
dihilangkan dengan memecah ikatan C-S dan hidrogen sulfida terbentuk;
hidrodenitrogenasi (HDN) yang menargetkan penghilangan nitrogen sebagai amonia;
hydrodeoxygenation (HDO) yang menghilangkan oksigen sebagai air; dan
hidrodemetalisasi (HDM) untuk menghilangkan logam seperti sulfida logam. Produksi
renewable diesel (HDRD) yang berasal dari hidrogenasi berfokus pada penghilangan
oksigen dari bio-minyak / lemak, yang sesuai dengan reaksi HDO, untuk mendapatkan
hidrokarbon dalam rentang bahan bakar diesel . Reaksi HDO dari minyak-minyak /
lemak beroperasi pada suhu sedang, antara 300-600 ° C, dan di bawah tekanan hidrogen
tinggi dengan adanya katalis heterogen. Namun, kondisi reaksi seperti suhu dan
tekanan harus disesuaikan tergantung pada bahan baku. Katalis yang digunakan untuk
HDO pada kenyataannya sama dengan yang digunakan untuk HDS dan HDN seperti
Co-Mo sulfida atau Ni-Mo karena proses hidrogenasi sangat mirip dalam kilang
minyak bumi.
14

gambar 2.2 penguraian oksigen dari trigliseraldehid mengunakan hidrogenasi

Telah ditunjukkan bahwa adalah mungkin untuk menghasilkan bahan bakar


diesel alternatif (green diesel) melalui hidrogenasi trigliserida, yang dapat juga disebut
HDRD. Karena HDRD dicirikan oleh angka cetane yang tinggi, lebih disukai
penggunaan aditif bahan bakar diesel untuk meningkatkan pengapian bahan bakar.
Craig dan Soveran menunjukkan dalam Paten AS No. 4.992.605 bahwa
hydroprocessing minyak nabati seperti kanola, bunga matahari, kedelai, dan minyak
rapeseed, akan menghasilkan hidrokarbon dalam rentang didih diesel (terutama parafin
C15-C18) yang dapat bertindak sebagai bahan bakar pengapian . Mereka melakukan
proses pada suhu 350°-450°C dan 4,8-15,2 Mpa dengan menggunakan katalis
hidroprosesing yang tersedia secara komersial seperti Co-Mo dan Ni-Mo33. Dalam
penelitian mereka, mereka menentukan suhu dan tekanan optimal untuk hidrogenasi
Selain itu, dapat dilihat bahwa hydroprocessing dari minyak nabati tidak hanya
menghasilkan air, tetapi juga produk samping gas termasuk metana (CH4), etana
(C2H6), propana (C3H8), propilena (C3H6), butana (C4H10), karbon dioksida (CO2),
karbon monoksida (CO), dan dalam beberapa kasus hidrogen sulfida (H2S) dalam
berbagai derajat tergantung pada sumber feedstock. Menurut Monnier et. al., adalah
mungkin untuk menghasilkan HDRD dengan jumlah setana lebih dari 90 dan hasil 80%
berat. Dalam pekerjaan mereka, mereka memproses bahan baku biomassa pada tekanan
hidrogen 8,3 MPa dan 370 oC. Katalis yang digunakan dalam proses ini adalah katalis
nikel-molibdenum / alumina komersial (Ni-Mo / Al) dengan silikon karbida (SiC). )
dalam rasio volume 1: 2. Proses hidrogenasi biasanya diikuti oleh reaksi
hidrodeoksigenasi (HDO), dekarboksilasi (DCO), dan dekarbonilasi (DCN) atau
kombinasi dari keduanya.
15

Gambar 2.3 stoikiometri konversi hidrokarbon dari trigliserida menjadi green diesel

Persiapan katalis logam yang didukung adalah salah satu area terpenting dalam
proses yang menggunakan reaksi kimia. Biasanya logam Golongan 8-11 dari tabel
periodik didukung pada karbon seperti platinum, paladium, rodium, rutenium dan
iridium.40 Katalis yang didukung karbon-karbon dapat dibuat dengan adsorpsi dari
larutan, impregnasi, pengendapan, dan deposisi fasa uap. Dalam kilang minyak bumi,
katalis logam sulfida logam mulia seperti sulfida Ni-Mo / Al2O3 digunakan untuk
aplikasi hydrotreating. Ini karena keberadaan sulfur dalam katalis ini mencegah
deaktivasi di mana katalis logam mulia akan rentan terhadap keracunan dari hadir
sulfur dalam bahan baku. Pada tahun 1976, telah terbukti bahwa bahkan katalis sulfida
pada dukungan karbon dapat berhasil digunakan untuk hidroprosing. Namun,
pekerjaan di masa depan dalam deoksigenasi bahan bakar minyak / lemak rendah sulfur
akan fokus pada pengembangan katalis berbasis nonsulfur dengan peningkatan
stabilitas yang tidak memerlukan tinggi -tekanan hidrogen
Teknologi produksi diesel hijau komersial saat ini didasarkan pada hidrogenasi
minyak nabati / lemak hewani atau campurannya dengan minyak nabati. Selama
hidroprosesing trigliserida menjadi hidrokarbon, reaksi berurutan berlangsung dalam
rangkaian. Gambar 2.4 menunjukkan reaksi selama konversi TAG atas katalis NiMo /
Al2O3 dalam atmosfer tekanan tinggi H2. Reaksi pertama adalah hidrogenasi molekul
trigliserida di mana semua ikatan rangkap dijenuhkan. Reaksi kedua melibatkan
penghilangan atom-atom oksigen yang dapat berupa hidrodeoksigenasi, dekarboksilasi
dan / atau dekarbonilasi. Selain reaksi samping yang terjadi seperti hidrocracking TAG,
reaksi pergeseran gas-air, metanisasi, siklisasi, dan aromatisasi yang disebut sebagai
reaksi ketiga. Reaksi keempat adalah isomerisasi n-parafin. Menurut proses
hidrotreating, gugus yang mengandung O2 dalam TAG dihilangkan dengan
mereaksikan dengan H2 untuk menghasilkan hidrokarbon. Selain itu, reaksi
hidrogenasi harus dilanjutkan dalam atmosfir H2 yang berlebihan untuk menghindari
16

reaksi samping yang tidak diinginkan seperti polimerisasi, ketonisasi, siklisasi dan
aromatisasi. Tidak cukup H2 menghasilkan pembentukan kokas pada permukaan
katalis dan deaktivasi katalis. Akibatnya, hasil solar hijau menurun dan profil spesies
diesel hijau berubah

Gambar 2.4 konversi TAG menjadi Green Diesel dari hydrogen dan NiMo/Al2O5

Oleh karena itu, untuk menghindari masalah kokas dan deaktivasi katalis, operasi
tekanan H2 tinggi lebih disukai.

2.4.1.3 Perbedaan antara penggunaan hodrogenasi dan dekarboksilasi


/Decarbonylasi
Meskipun hidrogenasi dan dekarboksilasi berhasil menghasilkan n-hidrokarbon
yang terdeoksigenasi (diesel hijau), ada beberapa manfaat dekarboksilasi di atas
hidrodeoksigenasi. Dekarboksilasi membutuhkan hidrogen hanya untuk menjenuhkan
olefin, sementara hidrogenasi menggunakan hidrogen tidak hanya untuk menjenuhkan
olefin tetapi juga untuk menghilangkan oksigen sebagai air. Dengan demikian,
konsumsi hidrogen lebih rendah untuk reaksi dekarboksilasi. Konsumsi hidrogen yang
lebih sedikit menyebabkan lebih sedikit biaya modal dan operasional karena
berkurangnya ukuran kompresor hidrogen dan pembelian hidrogen. Selain itu, biaya
modal dan operasional lebih rendah karena dekarboksilasi disukai pada tekanan yang
lebih rendah daripada hidrogenasi. Keuntungan lain dari proses dekarboksilasi melalui
hidrogenasi adalah bahwa stabilitas katalitik meningkat karena air tidak terbentuk
dalam reaksi. Meskipun kedua reaksi memiliki tambahan. Potensi produksi CO2, CO2
17

dari dekarboksilasi dapat ditangkap dalam keadaan yang relatif murni, yang
memberikan manfaat tambahan untuk proses dekarboksilasi.
18

BAB III
METODE

Prosedur dalam penelitian ini termasuk 10 gram katalis NiMo / -Al2O3


melewati 200 mesh, 3 gram serbuk belerang dan 200 gram minyak jelantah ke reaktor
autoclave. Kemudian proses HDO bervariasi pada waktu, suhu, tekanan, dan jumlah
tahap reaksi dengan kecepatan rotasi 800 rpm. Setelah proses HDO selesai, produk
disaring dan dipisahkan antara cairan dan gas untuk langkah analisis. Namun, dalam 2
tahap, setelah tahap pertama selesai, gas di dalam reaktor diganti dengan hidrogen
segar, kemudian reaksi dilanjutkan pada tahap kedua dengan tekanan dan variasi waktu
yang sama tetapi dengan suhu yang berbeda. Setelah proses reaksi selesai, gas produk
dianalisis menggunakan GC-TCD Shimadzu GC-2014. Produk cair dipisahkan dari
bahan padat dengan menyaring. Produk cair dianalisis menggunakan GC-FID. Lebih
dari sifat fisik dan kimia dari produk cair juga harus dianalisis sesuai dengan ASTM
Standard seperti viskositas, titik nyala dan analisis unsur. Kondisi operasi dari setiap
percobaan diikuti di bawah ini:

Gambar 3.1 skema sintesis green


diesel. a. satu tahap . b. dua tahap

Gambar 3.2. Skema dan peralatan eksperimen


19

Tabel 6. Kondisi Operasi


20

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Dampak temperature terhadap yield Green diesel

Gambar 4.1 efek temperature terhadap yield green Diesel

Pada kondisi tekanan awal 30 bar dan waktu reaksi 1 jam, hasil tertinggi
diperoleh pada suhu operasi 400C dari 98,72% mempertimbangkan diesel hijau
C13-C22. Ini karena ketika suhu meningkat maka proses cracking akan terjadi
lebih mudah dan optimal. Ini juga disebabkan oleh penambahan energi panas
yang lebih besar

4.2. Pengaruh tekanan awal terhadap yield green diesel


Pada 400 ° C dan waktu reaksi 1 jam, diesel hijau yang dihasilkan pada tekanan
60 bar lebih rendah dari tekanan 30 bar. Diperkirakan bahwa pada tekanan yang
lebih tinggi penggabungan alkil dalam rantai karbon pendek menghasilkan
hidrokarbon rantai panjang C23 + yang bukan diesel hijau tetapi itu adalah bagian
kecil dari lilin

.
Gambar 4.2 Efek tekanan Awal terhadap yield hasil reaksi green diesel
21

4.3. Dampak waktu rekasi terhadap yield green diesel

Gambar 4.3. Dampak waktu rekasi terhadap yield green diesel

Hasil pada 4 jam waktu operasi lebih tinggi dari waktu operasi 1 jam saja.
Semakin lama waktu reaksi, proses perengkahan juga terjadi lebih optimal karena
kontak antara reaktan dan katalis lebih lama menghasilkan lebih banyak produk
yang juga menyebabkan solar hijau meningkat.

4.4. Pengaruh jumlah tahapan rekasi terhadap yield green diesel

Gambar 4.4Pengaruh jumlah tahapan rekasi terhadap yield green diedel

Hasil pada 2 tahap lebih tinggi dari hasil reaksi hanya 1 tahap. Hal ini disebabkan
proses cracking pada 2 tahap terjadi lebih lama dimana setiap 1 tahap diberikan
1 jam sehingga jika 2 tahap maka terjadi reaksi 2 jam dari cracking. Selain itu,
penggantian dengan hidrogen segar membuat proses cracking lebih optimal
22

4.5. Pengaruh Suhu Reaksi terhadap Penurunan Kandungan Oksigen

Gambar 4.5. Pengaruh Suhu Reaksi terhadap Penurunan Kandungan Oksigen

Dalam reaksi yang berlangsung 1 jam, minyak jelantah yang awalnya


mengandung 14,25% oksigen dapat direduksi menjadi 13,5 dan 13,35% oksigen
pada suhu reaksi 300 dan 400oC. Meskipun hanya kurang dari 1% tetapi dengan
meningkatnya suhu reaksi, adalah mungkin untuk menghilangkan oksigen yang
terkandung dalam rantai asam lemak dalam minyak goreng limbah.
23

Bab 5
Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan


diantaranya

1. Hasil tertinggi diperoleh di bawah kondisi operasi dengan 2 tahap reaksi, di mana
T1 = 300 C, T2 = 400 C, P1 = P2 = 30 bar, t1 = t2 = 1 jam itu sama dengan
98,93%
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil diesel hijau adalah tekanan, suhu, jumlah
tahapan dan waktu.
3. Tingkat oksigen menurun dari 14.25% menjadi 13.35% pada T = 400C, P1 = 30
bar, t = 1 jam.

Anda mungkin juga menyukai