Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MATERI TENTANG PEMBAHASAN UJI PUNTIR

Disusun Oleh:
ERIKO BAGAS SETYAWAN
20508334002

D4 Teknik Mesin

Dosen:

Bapak Arianto Leman Soemowidagdo M.T.

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS


TEKNIK
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Tegangan geser terjadi pada bidang material, berbeda dengan tegangan normal yang tegak
lurus dengan bidang. Kondisi tegangan geser dapat terjadi dengan melakukan geseran
secara langsung (Direct Shear) dan tegangan puntir (torsional Stress). Fenomena geseran
secara langsung dapat dilihat pada saat kita menancapkan paku ke balok kayu. Pada setiap
permukaan di paku dan kayu yang bersinggungan langsung dengan paku akan mengalami
geseran secara langsung. Sedangkan fenomena tegangan puntiran, dapat terjadi apabila
suatu specimen mengalami torsi.
1.2 Tujuan Praktikum

a. Mengetahui standard dan prosedur Uji puntir

b. Mengetahui pengaruh tegangan geser terhadap sifat mekanik material

c. Mampu menghitung besaran- besaran sifat mekanik material dari uji punter

d. Memahami mekanisme terbentuknya patahan material oleh tegangan geser.


BAB II

Teori Dasar

Besaran yang terukur dari uji puntir adalah momen putar dan sudut putar specimen.
Untuk mengukur sudut putar digunakan alat yang disebut dengan troptometer

Momen putar didapatkan dari persamaan :


r=a r=a
τ
Mτ= ∫ τ rdA= ∫ r 2 dA
r=0 r r=0


tan φ=
Sedangkan sudut putar ( θ ) didapatkan dari tan  dimana L

Mτ = Momen Torsi ( Nm)

τ = Tegangan Geser (Pa)

r = jarak radial dihitung dari pusat (m)

L = Panjang Spesimen (m)

a = Jari – jari (m)

setelah mendapatkan hasil kurva yang berupa Momen Putar (M) dengan sudut putar (
θ ) seperti gambar dibawah, dapat dihitung regangan geser dan modulus elastisitas
gesernya.
Twisting Moment

Offset Angle of Twist


γ =tan φ=
Regangan geser adalah L

Modulus Elastisitas Geser (G) didapat dari τ =Gγ


Ketika regangan geser sudah semakin besar, sehingga hubungan antara tegangan dan
regangan elastis sudah tidak linier lagi, maka persamaan diatas sudah tidak berlaku lagi.
Ketika kondisi regangan begitu besar, dibuat kurva antara momen dengan sudut putar
perpanjang specimen. Dari kurva ini akan didapatkan kondisi regangan dan tegangan
geser yang sebenarnya.
θ
' θ '=
Regangan geser sebenarnya didapatkan dari γ=rθ dengan L sedangkan
untuk menghitung tegangan geser sebenarnya didapat dengan cara menurunkan
persamaan momen torsinya.
r=a r=a
Mτ= ∫ τ rdA=2π ∫ τ .r 2 dr
r=0 r=0

Karena sekarang tegangan geser merupakan fungsi dari regangan gesernya, τ =f ( γ )


sedangkan regangan geser merupakan fungsi dari sudut putar per panjang specimen.
Maka didapatkan persamaan sebagai berikut:

dM τ
3 Mτ (θ ' )2 +(θ ' )3 =2 πa3 (θ' )2 τ a
dθ'

Kemudian didapatkan pula


1 dM τ
τ a= (θ ' )+3 Mτ
2 πa 3 dθ '
Dari persamaan ini dapat dihitung tegangan gesernya dari kurva.

A
Twisting Moment

M
Mmax


Offset D Angle of Twist

Dari persamaan 7 kita dapat ubah persamaan itu dengan melihat dari gambar 3.5
menjadi:

1
τ a= ( BC +3 CD )
2 πa3

Setelah didapatkan tegangan geser dan regangan gesernya maka diubah kedalam tegangan dan
regangan sebenarnya dengan menggunakan lingkaran Mohr dan memasukkan ke dalam criteria
dari tresca dan Von Mises. Untuk mengubah dari tegangan dan regangan geser ke tegangan dan
regangan sebenarnya, harus diperhatikan kondisi tegangan uji puntir.

BAB III
Data dan Hasil Percobaan

 material : st-37
 Kekerasan awal : 37.5 HRA
 Kekerasan akhir : 46 HRA
 panjang spesimen : 66 mm
 diameter spesimen : 6.85 mm
 kecepatan putar mesin : 16 rpm
 jumlah putaran spesimen : 5.6
 diameter spesimen di tempat yang patah : 5.3 mm
 mesin uji yang digunakan : Tarno Grocki

Kurva dari mesin uji puntir:

Kurva Uji Puntir


45

40 39.92

35

30
Momen Puntir (Nm)

25

20

15

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Putaran (n)

PENGOLAHAN DATA
Dengan persamaan   2 n , maka diperoleh kurva  vs MT sebagai berikut:

 vs MT
45
40
Momen Puntir (Nm)

35
30
25
20
15
10
5
0
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00
-5

Untuk menentukan batas luluh geser material uji kita dapat melihat kelinearan
kurva. Selain itu kita dapat menentukan batas luluh gesernya dengan cara offset yaitu


'
0,04 rad/m dari gage length. Dengan persamaan L , dimana L adalah panjang

gage length. Maka didapat kurva  ' vs MT sebagai berikut:

' vs MT
45
40
35
30
25
MT

20
15
10
5
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
-5
'

Untuk memperoleh kurva tegangan – regangan geser, dilakukan perhitungan


dengan :
puntir MT
τ =Momen =
momen tahanan J
Dari perhitungan dengan formula di atas, didapatkan kurva tegangan – regangan
geser sebagai berikut:

 vs shear stress (N/mm2)


700
600
shear stress (N/mm2)

500
400
300
200
100
0
0 0 0 0 0 0 0
-100
(rad)



Dengan persamaan: 2 dan   2 , diperoleh kurva Tresca yaitu:

Tresca curve ( vs )
1400
1200
1000
933.79
800
600

400
200
0
0 0 0 0 0 0 0 0
-200

Dengan persamaan:



3 dan    3 , diperoleh kurva von Misces yaitu:
von miscesh
400
350
300
250
200

150
100
50
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
-50

Apabila disatukan, menjadi:

Tresca + Von Miscesh


1400

1200

1000

800
Von Miscesh
600

Tresca
400

200

0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
-200

Menentukan koefisien kekuatan (K) dan koefisien strain hardening (n):


o Pada kurva Tresca:

tresca
8
7.8
7.6
7.4
ln

7.2
f(x) = 0.22 x + 8.72 7
6.8
6.6
-8.5 -8 -7.5 -7 -6.5 -6

ln 

Diketahui persamaan tegangan alir:


σt =Ke n
ln σ t =ln K +n ln e
dengan cara regresi lineardidapat persamaan garis: y = 0.224x + 8.721
jadi: koefisien strain hardening (n) = 0,224
koefisien kekuatan (K)  ln K = 8.721
K = 6130 MPa
o Pada kurva von Misces:

von miscesh
6.4

6.2

6
f(x) = 0.22 x + 7.45 5.8
ln

5.6

5.4

5.2

5
-8.5 -8 -7.5 -7 -6.5 -6

ln 

Dengan cara sama didapat:

koefisien strain hardening (n) = 0.224

koefisien kekuatan (K)  ln K = 7.446

K = 1713 MPa
BAB IV
Analisis Data

Uji puntir dilakukan untuk menentukan tegangan alir (flow stress) dari material,
menentukan batas luluh geser, dan menentukan modulus elastisitas geser dari material. Flow
stress adalah ketahanan material terhadap perubahan bentuk. Jadi pada kurva , flow stress
dimulai dari batas luluhnya hingga titik fracture-nya.

Pada uji puntir ini digunakan penampang berbentuk lingkaran karena merupakan
geometri paling sederhana untuk perhitungan tegangan. Ketika material diberi beban puntir
didapat diameter dan panjang spesimen yang berubah. Seharusnya pengujian yang kita
lakukan tidak merubah dimensi geometris dari spesimen karena beban yang kita berikan
hanya beban puntir dan tidak ada beban tarik ataupun tekan. Perubahan dimensi ini dapat
diakibatkan karena mesin uji puntir dan spesimen tidak tepat sesumbu. Hal ini terlihat dari
spesimen hasil uji yang bengkok sehingga ada kemungkinan terjadi beban bending ataupun
beban lainnya pada spesimen tersebut. Walaupun demikian untuk mendapatkan flow stress
yang lebih baik kita menggunakan uji puntir ini karena pada uji puntir tidak terjadi necking
(pengecilan penampang setempat) dan barreling (pembesaran penampang setempat).

Dari kuva MT – n yang kita dapatkan melalui percobaan, dapat diolah menjadi

kurva MT - θ' . Lalu dengan cara membuat gradien regangan dan gradien tegangan gesernya
kita dapatkan kurva tegangan – regangan geser. Penentuan gradien pada beberapa titik ini
perlu dilakukan untuk didapatkan hasil yang merepresentasikan tegangan – regangan
gesernya. Setelah itu, kita dapat membuat kurva tegangan – regangan sebenarnya dengan
metode Tresca dan metode von Misces. Sesungguhya konversi-konversi grafik yang kita
lakukan adalah untuk meminimalisir kesalahn akibat geometri specimen.

Tujuan dari pembuatan kurva tegangan – regangan sebenarnya dengan metode


Tresca dan von Misces sesungguhnya sama yaitu untuk menunjukkan kapan tepatnya suatu
material terdeformasi plastis. Hanya saja peninjauannya yang berbeda. Menurut Tresca,
suatu material tepat terdeformasi plastis ketika tegangan gesernya sama dengan tegangan
geser maksimumnya. Sedangkan menurut von Misces, suatu material tepat terdeformasi
plastis ketika energi maksimum yang bekerja pada benda sama dengan energi distorsi
maksimumnya. Dari pengertian dan kurva yang diperoleh kita ketahui bahwa kurva yang
akan menggambarkan lebih dahulu suatu material terdeformasi plastis adalah kurva von
Misces. Hal ini disebabkan karena von Misces meninjau dari tiga energi yang bekerja pada
benda tersebut sedangkan Tresca hanya meninjau dari tegangan pada bendanya.

Setelah kita mendapatkan kurva alir (flow curve) melalui metode Tresca dan Von
Misces kita dapat menentukan koefisien tegangan dan koefisien strain hardening material
uji dengan membuatnya kedalam persamaan logaritma natural. Dari perhitungan yang telah
dilakukan, diperoleh nilai koefisien tegangan dan koefisien strain hardening yang sedikit
berbeda dengan data literatur. Hal ini bisa disebabkan karena adanya perubahan ukuran
geometri (panjang dan diameter) akibat gaya yang bekerja tidak murni gaya puntir saja.
Selain itu sulitnya membuat gradien tegangan dan regangan gesernya membuat kurva yang
didapat kurang tepat.
BAB V

Kesimpulan

1. Dari uji puntir ini, kita memperoleh :

a. Batas luluh geser dari material = 466.89 MPa

b. Koefisien kekuatan (K) = 6130 MPa (Tresca)

1713 MPa (Von Misces)

c. Koefisien strain hardening (n) = 0.224

2. Hasil percobaan jika dibandingkan dengan data literature sesuai bahan uji menunjukkan
nilai yang relative sama.

BAB VI

Daftar Pustaka

1. Callister, William ”Materials and Science Engineering”, McGraw-Hill Book Co.


2. Dieter, G.E “Mechanical Metallurgy”, McGraw-Hill Book Co.USA, 1978.

Anda mungkin juga menyukai