Anda di halaman 1dari 18

MODUL PENDIDIKAN

KEWARGENAGARAAN

DEMOKRASI
INDONESIA
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
5 U001700007

Abstract Kompetensi
Peranan negara dan masyarakat Setelah mempelajari materi ini,
tidak dapat dilepaskan dari telaahan mahasiswa diharapkan dapat:
tentang demokrasi dalam berbagai 1. Memahami pengertian demokrasi
aspeknya. dari berbagai aspek.
2. Memahami dan menjelaskan
prinsip-prinsip demokrasi.
3. Menemukan dan memahami
manfaat demokrasi.
4. Memahami dan menjelaskan nilai-
nilai demokrasi.
5. Memahami dan menjelaskan
tentang fase-fase demokrasi di
Indonesia.
6. Menjelaskan hubungan demokrasi
dan pendidikan demokrasi secara
utuh.
DEMOKRASI INDONESIA
1. Pengertian

2. Prinsip-prinsip Demokrasi

3. Manfaat Demokrasi

4. Nilai-nilai demokrasi.

5. Demokrasi di Indonesia.

6. Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi.

1. Pengertian

Setiap negara mempunyai ciri khas dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat atau
demokrasinya. Hal ini ditentukan oleh sejarah negara yang bersangkutan, kebudayaan,
pandangan hidup, serta tujuan yang ingin dicapainya. Dengan demikian pada setiap negara
terdapat corak khas demokrasi yang tercermin pada pola sikap, keyakinan dan perasaan
tertentu yang mendasari, mengarahkan, dan memberi arti pada tingkah laku dan proses
berdemokrasi dalam suatu sistem politik (PENDIDIKAN PANCASILA untuk Perguruan
Tinggi, Cetakan 1, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 2016:145). Indonesia adalah
negara demokrasi. Pada kalimat alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara menyatakan: “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat”, kemudian Bab I Bentuk dan Kedaulatan,
Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara, menetapkan: “Kedaulatan adalah di tangan
rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Dari dua
ketentuan tersebut sangat jelas bahwa negara kita adalah negara demokrasi. Kedaulatan
ada di tangan rakyat, dalam arti bukan seluruh rakyat yang memegang kedaulatan,
melainkan dipegang oleh wakil rakyat yang dilembagakan dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Wakil-wakil rakyat yang duduk dalam majelis tersebut dipilih
oleh rakyat dalam suatu pemilihan umum yang bebas. Dalam menjalankan kedaulatan
rakyat, baik majelis yang mendapat amanah dari rakyat maupun pemerintah negara yang
memperoleh mandat dari majelis, dibatasi secara konstitusional maupun dengan peraturan
perundang-undangan lainnya.

Pendidikan Kewarganegaraan
2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Menurut Budiardjo dalam buku Dasar- Dasar Ilmu Politik (2008), demokrasi yang
dianut di Indonesia adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila yang masih terus
berkembang dan sifat dan ciri-cirinya terdapat pelbagai tafsiran dan pandangan. Meskipun
demikian tidak dapat disangkal bahwa nilai-nilai pokok dari demokrasi konstitusional telah
cukup tersirat dalam UUD NRI 1945.
Dasar pelaksanaan demokrasi di Indonesia secara eksplisit tercantum dalam UUD 1945
Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi ”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD”. Selain itu juga tercantum dalam Pasal UUD 1945 hasil
amandemen dengan mewujudkan sistem penentuan kekuasaan pemerintahan Negara
secara langsung dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden Pasal 26 ayat (1). Makna
demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh, dan untuk rakyat. Kehidupan
masyarakat demokratis, di mana kekuasaan negara berada di tangan rakyat dan dilakukan
dengan sistem perwakilan, dan adanya peran aktif masyarakat dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan bangsa, negara, dan masyarakat. Artinya, bahwa rakyat selaku
mayoritas mempunyai suara menentukan dalam proses perumusan kebijakan pemerintah
melaui saluran-saluran yang tersedia.
Demokrasi berasal dari bahasa yunani dari kata Demokratia yang berarti
"kekuasaan rakyat". Demokratia terdiri dari dua kata yaitu demos yang berarti rakyat dan
kratos yang berarti kekuatan atau kekuasaan. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme
sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara
tersebut.Jadi seluruh perundang-undangan, aturan-aturan, tatanan kehidupan sosial di
bentuk, di atur atau di sepakati oleh masyarakat.
Untuk lebih memberikan pemahaman demokrasi secara luas dan mendalam, berikut ini
pendapat beberapa ahli:
a. Harris Soche menyatakan:
“Demokrasi adalah bentuk pemerintah rakyat, karena itu kekuasaan pemerintahan
melekat pada diri rakyat, diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang
banyak untuk mengatur, mempertahankan, dan melindungi dirinya dari paksaan dan
perkosaan orang lain tau badan yang diserahkan untuk memerintah”.

b. Henry B Mayo, menyatakan:


“Sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan
politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik”

c. Menurut International Commission of Jurist:

Pendidikan Kewarganegaraan
3 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
“Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat
keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil
yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu
proses pemilihan yang bebas”.

d. C.F. Strong mendefinisikan demokrasi sebagai:


“Suatu sistem pemerintahan dimana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik
ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya
mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan mayoritas itu”.

e. Samuel Huntington menyatakan:


“Demokrasi terjadi sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam
sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala dan di dalam
sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua
penduduk dewasa berhak memberikan suara”.

2. Prinsip-prinsip Demokrasi

Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodosi
dalam konstitusi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Prinsip-rinsip demokrasi jika
ditinjau dari pendapat Almadudi yang dikenal dengan "soko guru demokrasi". Menurut
Almadudui, prinsip-prinsip demokrasi adalah sebagai berikut:
 Kedaulatan rakyat
 Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah
 Kekuasaan mayoritas
 Hak-hak minoritas
 Jaminan hak asasi manusia
 Pemilihan yang bebas, adil dan jujur
 Persamaan di depan hukum
 Proses hukum yang wajar
 Pembatasan pemerintah secara konstitusional
 Pluralisme sosial, ekonomi dan politik
 Nilai-nilai toleransi, pramatisme, kerja sama, dan mufakat

Dalam implementasinya, prinsip-prinsip demokrasi yang ideal tercermin pada:


1. Prinsip Kedaulatan Rakyat
Rakyat adalah sumber kekuasaan tertinggi yang dilaksanakan oleh pemerintah. Hak
memerintah yang dimiliki pemerintah itu berasal dari rakyat. Jadi dalam negara
demokrasi rakyat mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada para anggota

Pendidikan Kewarganegaraan
4 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
badan legislatif, pejabat eksekutif, para hakim pelaksana kekuasaan yudikatif untuk
mengatur kehidupan bernegara. Walaupun rakyat mendelegasikan kekuasaanya
kepada para pejabat pemerintah namun rakyat tetap berdaulat. Karena rakyat tetap
berkuasa menentukan persoalan apa saja yang pengambilan keputusannya akan
didelegasikan, kepada siapa delegasi akan diberikan, syarat-syarat dan mekanisme
pertanggungjawaban seperti apa yang harus dilakukan wakil rakyat, serta berapa lama
delegasi kekuasaan itu diberikan.

2. Persamaan Publik
Dalam negara demokrasi setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama
untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik.

3. Konsultasi Kepada Rakyat


Prinsip ini juga merupakan konsekuensi logis dari prinsip kedaulatan rakyat. Jika
pejabat pemerintah hanya mengikuti kehendaknya sendiri bukan kehendak rakyat,
atau jika mereka dapat melakukan hal semacam itu tanpa merasa takut kehilangan
jabatannya, maka sesungguhnya yang berdaulat adalah para pejabat itu sendiri bukan
rakyat. Agar prinsip ini berjalan maka harus ada mekanisme kelembagaan agar para
pejabat pemerintah dapat mengetahui kebijakan-kebijakan apa yang diharapkan oleh
rakyat. Setelah kebijakan yang sesuai kehendak rakyat ditetapkan pemerintah wajib
melaksanakannya secara bertanggungjawab.

4. Majority Rule dan Minority Right


Dalam demokrasi berlaku prinsip Majority Rule, artinya bahwa keputusan pemerintah
tidak boleh bertentangan dengan kehendak mayoritas rakyat. Jika rakyat tidak
sependapat mengenai masalah tertentu maka pemerintah harus bertindak sesuai
dengan kehendak terbesar, bukan yang terkecil dari rakyat. Minority Right maksudnya
keputusan diambil sesuai kehendak mayoritas rakyat. Namun, keputusan tersebut
harus menghormati hak-hak minoritas (minority right).

Robert A. Dahl mengemukakan tujuh prinsip negara yang dikatakan demokrasi, yaitu:
1. Pejabat yang dipilih
2. Pemilihan umum yang bebas dan fair
3. Hak pilih yang mencakup semua
4. Hak untuk menjadi calon suatu jabatan
5. Kebebasan mengungkapkan diri secara lisan dan tulisan
6. Informasi alternatif
7. Kebebasan membentuk asosiasi

Pendidikan Kewarganegaraan
5 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Amin Rais mengukur negara demokratis berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan
2. Persamaan kedudukan di depan hukum
3. distribusi pendapat secara adil
4. kesempatan pendidikan
5. Kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan
kebebasan beragama
6. Kesediaan dan keterbukaan informasi
7. Mengindahkan fatsoen (tata karma) politik
8. Kebebasan individu
9. Semangat kerja sama
10. Hak untuk protes

3. Manfaat Demokrasi

Hingga sekarang ini kita masih menyaksikan sejumlah persoalan tentang kelemahan
praktik demokrasi kita. Beberapa permasalahan tersebut yang sempat muncul di berbagai
media jejaring sosial adalah (1) Buruknya kinerja lembaga perwakilan dan partai politik; (2)
Krisis partisipasi politik rakyat; (3) Munculnya penguasa di dalam demokrasi; dan 4)
Demokrasi saat ini membuang kedaulatan rakyat (BUKU AJAR MATA KULIAH WAJIB
UMUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN untuk Perguruan Tinggi, Cetakan 1,
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, 2016:155). Terjadinya krisis partisipasi politik rakyat
disebabkan karena tidak adanya peluang untuk berpartisipasi atau karena terbatasnya
kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Secara lebih spesifik penyebab rendahnya
partisipasi politik tersebut adalah: (a) Pendidikan yang rendah menyebabkan rakyat kurang
aktif dalam melaksanakan partisipasi politik; (b) Tingkat ekonomi rakyat yang rendah; dan
(c) Partisipasi politik rakyat kurang mendapat tempat oleh Pemerintah. Munculnya penguasa
di dalam demokrasi ditandai oleh menjamurnya “dinasti politik” yang menguasai segala segi
kehidupan masyarakat: pemerintahan, lembaga perwakilan, bisnis, peradilan, dan
sebagainya oleh satu keluarga atau kroni. Adapun perihal demokrasi membuang kedaulatan
rakyat terjadi akibat adanya kenyataan yang memprihatinkan bahwa setelah tumbangnya
struktur kekuasaan “otokrasi” ternyata bukan demokrasi yang kita peroleh melainkan oligarki
di mana kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil elit, sementara sebagian besar rakyat
(demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan (wewenang, uang, hukum, informasi,
pendidikan, dan sebagainya).

Pendidikan Kewarganegaraan
6 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Manfaat demokrasi di antaranya adalah :
1. Kesetaraan sebagai warga negara;
2. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan umum;
3. Pluralisme dan kompromi;
4. Menjamin hak-hak dasar;
5. Pembaruan kehidupan sosial.

Kesetaraan Sebagai Warga Negara :

Demokrasi bertujuan memperlakukan semua orang adalah sama dan sederajat. Prinsip
kesetaraan tidak hanya menuntut bahwa kepentingan setiap orang harus diperlakukan sama
dan sederajat dalam kebijakan pemerintah, tetapi juga menuntut perlakuan yang sama
terhadap pandangan-pandangan atau pendapat dan pilihan setiap warga
negara.Kedaulatan rakyat berdasarkan UUD 1945 dibangun berdasarkan kesetaraan
antarwarga negara dalam hukum dan pemerintahan Pasal 27 Ayat (1) .

Memenuhi Kebutuhan-Kebutuhan Umum :


Dibandingkan dengan pemerintahan tipe lain seperti sosialis dan fasis, pemerintahan yang
demokratis lebih mungkin untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat biasa. Semakin
besar suara rakyat dalam menentukan kebijakan, semakin besar pula kemungkinan
kebijakan itu mencerminkan keinginan dan aspirasi-aspirasi rakyat.Rakyat biasalah yang
merasakan pengaruh kebijakan-kebijakan pemerintah dalam praktiknya, dan kebijakan
pemerintah dapat mencerminkan keinginan rakyat hanya jika ada saluran-saluran pengaruh
dan tekanan yang konsisten dan efektif dari bawah.

Pluralisme dan Kompromi :

Demokrasi mengandalkan debat terbuka, persuasi, dan kompromi. Penekanan demokrasi


pada debat tidak hanya mengasumsikan adanya perbedaan-perbedaan pendapat dan
kepentingan pada sebagian besar masalah kebijakan, tetapi juga menghendaki bahwa
perbedaan-perbedaan itu harus dikemukakan dan di dengarkan. Dengan demikian,
demokrasi mengisyaratkan kebhinekaan dan kemajemukan dalam masyarakat maupun
kesamaan kedudukan di antara para warga negara. Dan ketika kebhinekaan seperti itu
terungkap, metode demokratis untuk mengatasi perbedaan-perbedaan adalah lewat diskusi,
persuasi, kompromi, dan bukan dengan paksaan atau pameran kekuasaan.

Menjamin Hak-Hak Dasar :


Demokrasi menjamin kebebasan-kebebasan dasar. Diskusi terbuka sebagai metode
mengungkapkan dan mengatasi masalah-masalah perbedaan dalam kehidupan sosial tidak
dapat terwujud tanpa kebebasan-kebebasan yang ditetapkan dalam konvensi tentang hak-

Pendidikan Kewarganegaraan
7 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
hak sipil dan politis : hak kebebasan berbicara dan berekspresi, hak berserikat dan
berkumpul, hak bergerak, dan hak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan diri.

Pembaruan Kehidupan Sosial :

Demokrasi memungkinkan terjadinya pembaruan kehidupan sosial. Penghapusan


kebijakan-kebijakan yang telah usang secara rutin dan penggantian para politisi dilakukan
dengan cara yang santun dan damai, menjadikan sistem demokratis mampu menjamin
pembaruan kehidupan sosial. Hal ini juga memuluskan proses alih generasi tanpa
pergolakan atau kekacauan pemerintahan yang biasanya mengiktui pemberhentian tokoh
kunci dalam rezim nondemokratis.

4. Nilai-nilai Demokrasi

Demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga negara dan perangkat pendukungnya
dan dijadikannya demokrasi sebagai pandangan hidup (way of life) dalam kehidupan
bernegara.
Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktikkan ide tentang demokrasi walau bukan
tingkat kenegaraan, masih tingkat desa. Disebut demokrasi desa. Contoh pelaksanaan
demokrasi desa pemilihan kepala desa dan rembug desa.Inilah demokrasi asli. Demokrasi
di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila ini oleh karena
Pancasila sebagai ideologi negara, pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar negara
Indonesia dan sebagai identitas nasional Indonesia. Sebagai ideologi nasional, Pancasila
sebagai cita-cita ma-syarakat dan sebagai pedoman membuat keputusan politik. Sebagai
pemersatu masyarakat yang menjadi prosedur penyelesaian konflik.
Sebuah pemerintahan yang baik dapat tumbuh dan stabil bila masyarakat pada
umumnya punya sikap positif dan proaktif terhadap norma-norma dasar demokrasi. Oleh
sebab itu, harus ada keyakinan yang luas di masyarakat bahwa demokrasi adalah sistem
pemerintahan yang terbaik dibanding dengan sistem lainnya. Untuk menumbuhkan
keyakinan akan baiknya sistem demokrasi, maka harus ada pola prilaku yang menjadi
tuntunan suatu norma/nilai-nilai demokrasi yang diyakini masyarakat.
Nilai-nilai dari demokrasi membutuhkan hal-hal berikut:
1. Kesadaran akan pluralisme;
2. Sikap yang jujur dan pikiran sehat;
3. Kerjasama warga dan itikad baik;
4. Sikap dewasa Pertimbangan moral .

Pendidikan Kewarganegaraan
8 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kesadaran akan pluralisme :

Masyarakat yang hidup demokratis harus menjaga keberagaman yang ada di


masyarakat. Demokrasi menjamin keseimbangan hak dan kewajiban setiap warga
negara.Maka kesadaran akan pluralitas sangat penting dimiliki bagi rakyat Indonesia
sebagai bangsa yang sangat beragam dari sisi etnis, bahasa, budaya, agama, dan potensi
alamnya.
Pluralisme adalah bentuk tertinggi dari kesadaran manusia, artinya disini manusia
sudah dapat mempunyai perasaan saling hormat-menghotmati antar sesama manusia,
mempunyai rasa kemanusiaan yang sama, mempunyai kepekaan terhdap ekologi dan
jaringan kehidupan dalam masyarakat. Jadi secara singkat pluralisme demokrasi belum
pada saatnya untuk di jadikan sebagai sistem demokrasi di Indonesia.
Dewasa ini nampak adanya usaha untuk memaksakan bentuk pluralisme dalam tatanan
demokrasi di Indonesia. Karena dipaksakan, maka dampaknya terjadilah situasi demokrasi
yang amburadul, anarkisme. Keadaan demikian itu tercermin dalam masyarakat kita dimana
antara orang-orang yang jujur dan bersih dari korupsi, penipu, preman, penjahat, koruptor,
para pelanggar HAM dan pelaksana KKN dicampur adukkan jadi satu (dianggap sebagai
suatu homoginitas) dengan alasan gotong royong dalam menjalankan pluralisme
demokrasi. Mencampuradukan antara baik dan buruk hanya sekedar unutuk memenuhi
romantisme perkataan pluralisme tanpa menyedari secara hakiki, telah menyebabkan
bangsa kita terjerumus pada kesalahan yang parah dan membahayakan keutuhan negara
kita. Selama pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia berada dalam keadaan krisis
kesadarannya, maka sukar diharapkan akan terjadinya demokrasi sejati di Indonesia.

Sikap yang jujur dan pikiran sehat :

Mungkin sejak kanak-kanak sampai hari ini, sudah ratusan bahkan ribuan kali kita
mendengar nasihat untuk bersikap dan bertindak jujur. Perjuangan untuk mempraktekkan
kejujuran memang tidak bisa lepas dari upaya kita secara sadar untuk mengalahkan
kepentingan diri pribadi.
Kita lihat bahwa kejujuran bukan sekedar berkata benar dan mempertimbangkan benar
salah, namun mempraktekkan kematangan, sehingga terbaca dalam gerak gerik maupun
mental seseorang. Semakin tinggi peran dan tanggung jawab yang kita emban, di kelompok,
lingkungan dan lembaga, kita perlu sepenuhnya menyadari bahwa semakin berat juga bobot
tuntutan untuk menunjukkan kedewasaan, menyadari tanggung jawab peran dan
mengedepankan kepentingan publik yang kita ‘layani’.
Kejujuran tampaknya perlu menjadi sasaran hidup seorang individu, apalagi pemimpin,
karena ini adalah modal utama dalam pengambilan keputusan dan menjadi perisai yang

Pendidikan Kewarganegaraan
9 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ampuh dalam kancah politik. Hanya dengan kekuatan inilah seorang pemimpin tidak bisa
tergoyah ‘self esteem’-nya dan akan dikenal luas dengan penuh respek.
Pengambilan keputusan dalam demokrasi membutuhkan kejujuran, logis atau
berdasarkan akal sehat dan tercapai dengan sumber daya yang ada. Demokrasi
membutuhkan sikap tulus setiap orang beritikad baik.

Demokrasi Membutuhkan Kerja Sama Antar Warga Masyarakat dan Sikap serta tikad
baik:
Demokrasi mengharuskan adanya kesadaran untuk dengan tulus menerima
kemungkinan kompromi atau kekalahan dalam pengambilan keputusan. Semangat
demokrasi menuntut kesediaan masyarakat untuk memberikan kritik yang membangun,
disampaikan dengan cara yang sopan dan bertanggungjawab untuk kemungkinan menerima
bentuk-bentuk tertentu.

Demokrasi Membutuhkan Pertimbangan Moral :


Demokrasi adalah permainan yang sangat elegan dan bermartabat, karena para
pemainnya diharapkan memegang aturan main yang sudah disepakati, harus selalu merujuk
pada konstitusi, serta menggunakan argumentasi berdasarkan akal sehat, bukannya
pemaksaan-pemaksaan dengan memamerkan kekerasan atau teror. Bahwa pekan-pekan
terakhir ini kita menyaksikan, proses pemerosotan moral demokrasi di negeri kita menukik
tajam hampir-hampir ke titik paling rendah.
Demokrasi mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara mencapai kemenangan haruslah
sejalan dengan tujuan dan berdasarkan moral serta tidak menghalalkan segala cara.
Demokrasi memerlukan pertimbangan moral atau keluhuran akhlak menjadi acuan dalam
berbuat dan mencapai tujuan.
Contoh Budaya Demokrasi :
- Pemilihan Umum
- Pemilihan Kepala Desa
- Pembagian kekuasaan
- Kebebasan pers
- Pluralisme
- Kesetaraan hukum

5. Demokrasi di Indonesia.

Sebagaimana telah dikemukakan Mohammad Hatta, demokrasi Indonesia yang bersifat


kolektivitas itu sudah berurat berakar di dalam pergaulan hidup rakyat. Sebab itu ia tidak

Pendidikan Kewarganegaraan
10 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dapat dilenyapkan untuk selama-lamanya. Menurutnya, demokrasi bisa tertindas karena
kesalahannya sendiri, tetapi setelah ia mengalami cobaan yang pahit, ia akan muncul
kembali dengan penuh keinsyafan. Setidak-tidaknya ada tiga sumber yang
menghidupkan cita-cita demokrasi dalam kalbu bangsa Indonesia. Pertama, tradisi
kolektivisme dari permusyawaratan desa. Kedua, ajaran Islam yang menuntut kebenaran
dan keadilan Ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan antarmanusia sebagai makhluk
Tuhan. Ketiga, paham sosialis Barat, yang menarik perhatian para pemimpin pergerakan
kebangsaan karena dasar-dasar perikemanusiaan yang dibelanya dan menjadi tujuannya
(BUKU AJAR MATA KULIAH WAJIB UMUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN untuk
Perguruan Tinggi, Cetakan 1, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 2016:156).

1. Sumber Nilai yang Berasal dari Demokrasi Desa

Demokrasi yang diformulasikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat merupakan fenomena baru bagi Indonesia ketika merdeka. Kerajaan-kerajaan
pra-Indonesia adalah kerajaan-kerajaan feudal yang dikuasai oleh raja-raja autokrat. Akan
tetapi, nilai-nilai demokrasi dalam taraf tertentu sudah berkembang dalam budaya
Nusantara, dan dipraktikkan setidaknya dalam unit politik terkecil, seperti desa di Jawa,
nagari di Sumatra Barat, dan banjar di Bali (Latif, 2011).
Di alam Minangkabau, misalnya pada abad XIV sampai XV kekuasaan raja dibatasi oleh
ketundukannya pada keadilan dan kepatutan. Ada istilah yang cukup tekenal pada masa itu
bahwa “Rakyat ber-raja pada Penghulu, Penghulu ber-raja pada Mufakat, dan Mufakat ber-
raja pada alur dan patut”. Dengan demikian, raja sejati di dalam kultur Minangkabau ada
pada alur (logika) dan patut (keadilan). Alur dan patutlah yang menjadi pemutus terakhir
sehingga keputusan seorang raja akan ditolak apabila bertentangan dengan akal sehat dan
prinsip-prinsip keadilan (Malaka, 2005). Seperti disebut dalam pepatah Minangkabau: “Bulek
aei dek pambuluah, bulek kato dek mufakat” (Bulat air karena pembuluh/bambu, bulat kata
karena mufakat). Tradisi musyawarah mufakat ini kemudian melahirkan institusi rapat pada
tempat tertentu, di bawah pimpinan kepala desa. Setiap orang dewasa yang menjadi warga
asli desa tersebut berhak hadir dalam rapat itu. Karena alasan pemilikan faktor produksi
bersama dan tradisi musyawarah, tradisi desa boleh saja ditindas oleh kekuasaan feodal,
namun sama sekali tidak dapat dilenyapkan, bahkan tumbuh subur sebagai adat istiadat.
Hal ini menanamkan keyakinan pada kaum pergerakan bahwa demokrasi asli Nusantara itu
kuat bertahan, “liat hidupnya”, seperti terkandung dalam pepatah Minangkabau “indak
lakang dek paneh, indak lapuak dek ujan”, tidak lekang karena panas, tidak lapuk karena
hujan (Hatta, 1992).

Pendidikan Kewarganegaraan
11 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Sumber Nilai yang Berasal dari Islam

Inti dari keyakinan Islam adalah pengakuan pada Ketuhanan Yang Maha Esa (Tauhid,
Monoteisme). Dalam keyakinan ini, hanya Tuhanlah satu-satunya wujud yang pasti. Semua
selain Tuhan, bersifat nisbi belaka. Konsekuensinya, semua bentuk pengaturan hidup sosial
manusia yang melahirkan kekuasaan mutlak, dinilai bertentangan dengan jiwa Tauhid (Latif,
2011). Pengaturan hidup dengan menciptakan kekuasaan mutlak pada sesama manusia
merupakan hal yang tidak adil dan tidak beradab. Sikap pasrah kepada Tuhan, yang
memutlakkan Tuhan dan tidak pada sesuatu yang lain, menghendaki tatanan sosial terbuka,
adil, dan demokratis (Madjid, 1992).
Sejarah nilai-nilai demokratis sebagai pancaran prinsip-prisip Tauhid itu dicontohkan
oleh Nabi Muhammad S.A.W. sejak awal pertumbuhan komunitas politik Islam di Madinah,
dengan mengembangkan cetakan dasar apa yang kemudian dikenal sebagai bangsa
(nation). Negara-kota Madinah yang dibangun Nabi adalah sebuah entitas politik
berdasarkan konsepsi Negara-bangsa (nation-state), yaitu Negara untuk seluruh umat atau
warganegara, demi maslahat bersama (common good). Sebagaimana termaktub dalam
Piagam Madinah, “negara-bangsa” didirikan atas dasar penyatuan seluruh kekuatan
masyarakat menjadi bangsa yang satu (ummatan wahidah) tanpa membeda-bedakan
kelompok keagamaan yang ada. Robert N. Bellah menyebutkan bahwa contoh awal
nasionalisme modern mewujud dalam sistem masyarakat Madinah masa Nabi dan para
khalifah. Robert N. Bellah mengatakan bahwa sistem yang dibangun Nabi itu adalah “a
better model for modern national community building than might be imagined” (suatu contoh
bangunan komunitas nasional modern yang lebih baik dari yang dapat dibayangkan).
Komunitas ini disebut modern karena adanya keterbukaan bagi partisipasi seluruh anggota
masyarakat dan karena adanya kesediaan para pemimpin untuk menerima penilaian
berdasarkan kemampuan. Lebih jauh, Bellah juga menyebut sistem Madinah sebagai bentuk
nasionalisme yang egaliter partisipatif (egalitarian participant nationalism). Hal ini berbeda
dengan sistem republic negara-kota Yunani Kuno, yang membuka partisipasi hanya kepada
kaum lelaki merdeka, yang hanya meliputi lima persen dari penduduk (Latif, 2011).
Stimulus Islam membawa transformasi Nusantara dari sistem kemasyarakatan
feodalistis berbasis kasta menuju sistem kemasyarakatan yang lebih egaliter. Transformasi
ini tercermin dalam perubahan sikap kejiwaan orang Melayu terhadap penguasa. Sebelum
kedatangan Islam, dalam dunia Melayu berkembang peribahasa, “Melayu pantang
membantah”. Melalui pengaruh Islam, peribahasa itu berubah menjadi “Raja adil, raja
disembah; raja zalim, raja disanggah”. Nilai-nilai egalitarianism Islam ini pula yang
mendorong perlawanan kaum pribumi terhadap sistem “kasta” baru yang dipaksakan oleh
kekuatan kolonial (Wertheim, 1956). Dalam pandangan Soekarno (1965), pengaruh Islam di

Pendidikan Kewarganegaraan
12 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Nusantara membawa transformasi masyarakat feodal menuju masyarakat yang lebih
demokratis. Dalam perkembangannya, Hatta juga memandang stimulus Islam sebagai salah
satu sumber yang menghidupkan cita-cita demokrasi sosial di kalbu para pemimpin
pergerakan kebangsaan (BUKU AJAR MATA KULIAH WAJIB UMUM PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN untuk Perguruan Tinggi, Cetakan 1, Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Republik Indonesia 2016:161).

3. Sumber Nilai yang Berasal dari Barat

Masyarakat Barat (Eropa) mempunyai akar demokrasi yang panjang. Pusat


pertumbuhan demokrasi terpenting di Yunani adalah kota Athena, yang sering dirujuk
sebagai contoh pelaksanaan demokrasi partisipatif dalam negara-kota sekitar abad ke-5
SM. Selanjutnya muncul pula praktik pemerintahan sejenis di Romawi, tepatnya di kota
Roma (Italia), yakni sistem pemerintahan republik. Model pemerintahan demokratis model
Athena dan Roma ini kemudian menyebar ke kotakota lain sekitarnya, seperti Florence dan
Venice. Model demokrasi ini mengalami kemunduran sejak kejatuhan Imperium Romawi
sekitar abad ke-5 M, bangkit sebentar di beberapa kota di Italia sekitar abad ke-11 M
kemudian lenyap pada akhir “zaman pertengahan” Eropa. Setidaknya sejak petengahan
1300 M, karena kemunduran ekonomi, korupsi dan peperangan, pemerintahan demokratis
di Eropa digantikan oleh sistem pemerintahan otoriter (Dahl, 1992).
Pemikiran-pemikiran humanisme dan demokrasi mulai bangkit lagi di Eropa pada masa
Renaissance (sekitar abad ke-14 – 17 M), setelah memperoleh stimuls baru, antara lain, dari
peradaban Islam. Tonggak penting dari era Renaissance yang mendorong kebangkitan
kembali demokrasi di Eropa adalah gerakan Reformasi Protestan sejak 1517 hingga
tercapainya kesepakatan Whestphalia pada 1648, yang meletakan prinsip co-existence
dalam hubungan agama dan Negara yang membuka jalan bagi kebangkitan Negara-bangsa
(nation-state) dan tatanan kehidupan politik yang lebih demokratis.
Kehadiran kolonialisme Eropa, khususnya Belanda, di Indonesia, membawa dua sisi dari
koin peradaban Barat: sisi represi imperialisme-kapitalisme dan sisi humanisme-demokratis.
Penindasan politik dan penghisapan ekonomi oleh imperialisme dan kapitalisme, yang tidak
jarang bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan feodal bumi putera, menumbuhkan sikap
antipenindasan, anti-penjajahan, dan anti-feodalisme di kalangan para perintis kemerdekaan
bangsa. Dalam melakukan perlawanan terhadap represi politik-ekonomi kolonial itu, mereka
juga mendapatkan stimulus dari gagasan-gagasan humanisme-demokratis Eropa (Latif,
2011).
Penyebaran nilai-nilai humanisme-demokratis itu menemukan ruang aktualisasinya
dalam kemunculan ruang publik modern di Indonesia sejak akhir abad ke-19. Ruang publik

Pendidikan Kewarganegaraan
13 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ini berkembang di sekitar institusi-institusi pendidikan modern, kapitalisme percetakan, klub-
klub sosial bergaya Eropa, kemunculan bebagai gerakan sosial (seperti Boedi Oetomo,
Syarekat Islam dan lan-lain) yang berujung pada pendrian partai-partai politik (sejak
1920-an), dan kehadiran Dewan Rakyat (Volksraad) sejak 1918. Sumber inspirasi dari
anasir demokrasi desa, ajaran Islam, dan sosiodemokrasi Barat, memberikan landasan
persatuan dari keragaman. Segala keragaman ideologi-politik yang dikembangkan, yang
bercorak keagamaan maupun sekuler, semuanya memiliki titik-temu dalam gagasan-
gagasan demokrasi sosialistik (kekeluargaan), dan secara umum menolak individualisme.
(BUKU AJAR MATA KULIAH WAJIB UMUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN untuk
Perguruan Tinggi, Cetakan 1, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 2016: 162).
Dalam kurun sejarah Indonesia merdeka sampai sekarang ini, ternyata pelaksanaan
demokrasi mengalami dinamikanya. Indonesia mengalami praktik demokrasi yang berbeda-
beda dari masa ke masa. Beberapa ahli memberikan pandangannya. Misalnya, Budiardjo
(2008) menyatakan bahwa dari sudut perkembangan sejarah demokrasi Indonesia sampai
masa Orde Baru dapat dibagi dalam empat masa, yaitu:
a. Masa Republik Indonesia I (1945-1959) yang dinamakan masa demokrasi konstitusional
yang menonjolkan peranan parlemen dan partai-partai, karena itu dinamakan Demokrasi
Parlementer,
b. Masa Republik Indonesia II (1959-1965) yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang banyak
penyimpangan dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan landasan
dan penunjukan beberapa aspek demokrasi rakyat.

c. Masa Republik Indonesia III (1965-1998) yaitu masa demokrasi Pancasila.


Demokrasi ini merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensiil.
d. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang) yaitu masa reformasi yang menginginkan
tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktik-praktik politik yang
terjadi pada masa Republik Indonesia III.

 Demokrasi Parlementer (Liberal)

Demokrasi Parlementer di pemerintahan kita telah dipraktikan pada masa berlakunya


UUD 1945 periode pertama (1945-1949) kemudian dilanjutkan pada masa berlakunya
Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 dan UUDS 1950. Pelaksanaan Demokrasi
Parlementer tersebut secara yuridis resmi berakhir pada tanggal 5 Juli 1959 bersamaan
dengan pemberlakuan kembali ke UUD 1945.

Pendidikan Kewarganegaraan
14 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pada masa berlakunya Demokrasi Parlementer (1945-1959), kehidupan politik dan
pemerintahan tidak stabil, sehingga program dari suatu pemerintahan tidak dapat
dilaksanakan dengan baik dan berkesinambungan. Salah satu penyebab ketidakstabilan
tersebut adalah sering bergantinya pemerintahan yang bertugas saebagai pelaksana
pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintahan sering diganti
dikarenakan dalam negara demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer,
kedudukkan negara berada di bawah DPR dan keberadaannya sangat tergantung pada
dukungan DPR, dan pemerintahan lain adalah timbulnya perbedaan pendapat yang sangat
mendasar di antara partai politik yang ada saat itu.

 Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin lahir karena keinsyafan, kesadaran, dan keyakinan terhadap


keburukan yang diakibatkan oleh praktik Demokrasi Parlementer (liberal) yang melahirkan
terpecahnya masyarakat, baik dalam kehidupan ekonomi.
Secara konsepsional, demokrasi terpimpin memiliki kelebihan yang dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi masyarakat. Hal ini dapat di lihat dari ungkapan Presiden
Soekarno ketika memberikan amanat kepada konstituante tanggal 22 April 1959 tentang
pokok-pokok Demokrasi Terpimpin antara lain:
1. Demokrasi Terpimpin bukanlah diktator.
2. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian dan dasar
hidup bangsa Indonesia.
3. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan
kemasyarakatan yang meliputi bidang poitik, ekonomi, dan sosial.
4. Inti daripada pimpinan dalam Demokrasi terpimpin adalah permusyawaratan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.
5. Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan yang membangun
diharuskan dalam Demokrasi Terpimpin.

Berdasarkan pokok pikiran di atas bahwa Demokrasi Terpimpin tidak bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945 serta budaya bangsa Indonesia. Namun dalam praktiknya,
konsep-konsep tersebut tidak direalisasikan sebagaimana mestinya, sehingga seringkali
menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan budaya bangsa Indonesia. Penyebab
penyelewenangan tersebut, selain terletak pada Presiden, juga karena kelemahan Legislatif
sebagai partner dan pengontrol Eksekutif, serta situasi politik yang tidak menentu saat itu.

 Demokrasi Pancasila Pada Era Orde Baru

Latar belakang munculnya demokrasi Pancasila adalah adanya berbagai


penyelewenangan dan permasalahan yang dialami bangsa Indonesia pada masa

Pendidikan Kewarganegaraan
15 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
berlakunya Demokrasi Parlementer dan demokrasi Terpimpin. Sejak lahirnya Ode Baru,
diberlakukan Demokrasi Pancasila, sampai saat ini. Secara konseptual, demokrasi
Pancasila masih dianggap dan dirasakan paling cocok diterapkan di Indonesia. Demokrasi
Pancasila bersumberkan pada pola pikir dan tata nilai sosial budaya bangsa Indonesia yang
menghargai hak individu yang tidak terlepas dari kepentingan sosial.
Dalam praktiknya demokrasi ini masih terdapat beberapa penyimpangan yang tidak
sejalan dengan ciri dan prinsip Demokrasi Pancasila. Di antara penyimpangan yang
dilakukan penguasaan Orde Baru, khususnya yang berkaitan dengan demokrasi Pancasila
yaitu:
a. Penyelenggaran pemilu yang tidak jujur dan tidak adil.
b. Pengekangan kebebasan berpolitik bagi PNS.
c. Kekuasaan kehakiman (yudikatif) yang tidak mandiri karena para hakim adalah anggota
PNS Departemen Kehakiman.
d. Kurangnya jaminan kebebasan mengeluarkan pendapat.
e. Sistem kepartaian yang tidak otonom.
f. maraknya prakrik kolusi, korupsi, dan nepotisme.
g. Menteri-menteri dan gubernur diangkat menjadi anggota MPR.

 Demokrasi Langsung Pada Orde Baru Reformasi

Orde Reformasi ini merupakan konsensus untuk mengadakan demokratisasi dalam


segala bidang kehidupan. Di antara bidang kehidupan yang menjadi sorotan utama untuk
direformasi adalah bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Demokrasi yang dijalankan pada masa reformasi ini masih tetap Demokrasi Pancasila.
Perbedaanya terletak pada aturan pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan. Berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat perubahan
pelaksanaan demokrasi pada Orde Reformasi sekarang ini, yaitu:
a. Pemilihan umum lebih demokratis.
b. Partai politik leboh mandiri.
c. Pengaturan HAM.
d. Lembaga demokrasi lebih berfungsi.
e. Konsep Trias Politika (3 pilar kekuasaan Negara) masing-masing bersifat otonom
penuh.

Kegagalan Demokrasi Pancasila zaman Orde Baru lebih kepada Praktik atau
pelaksanaannya yang mengkari keberadaan Demokrasi Pancasila.

6. Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi.

Pendidikan Kewarganegaraan
16 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Demokrasi akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika dilakukan oleh warga Negara
yang baik dan bertanggungjawab, terutama dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Oleh
karena itu, pendidikan demokrasi menjadi keniscayaan untuk terus dilakukan baik oleh
pemerintah, kelompok masyarakat dan institusi atau lembaga lain.
Menurut Juliardi (2014:101), pendidikan demokrasi dapat dilakukan melalui tiga cara,
yaitu:
1. Pendidian Demokrasi secara formal: pendidikan yang lewat tatap muka, diskusi
timbal balik, presentasi, serta studi kasus.
2. Pendidikan Demokrasi secara Informal: pendidikan yang lewat tahap pergaulan di
rumah maupunmasyarakat, sebagai bentuk aplikasi nilai demokrasi sebagai hasil
interaksi terhadap lingkungan sekitarnya dan langsung dapat dirasakan hasilnya.
3. Pendidikan Demokrasi secara nonformal: pendidikan yang melewati lingkungan
masyarakat secara lebih makro karena pendidikan luar sekolah memiliki parameter
yang signifikan terhadap pembentukan jiwa seseorang, seperti kelompok
masyarakat, lembaga swadaya, partai politik, pers, dan lain-lain.

Dalam pendidikan demokrasi menekankan pada pengembangan ketrampilan intelektual,


ketrampilan pribadi dan sosial. Pada hakekatnya, pendidikan demokrasi ini membimbing
peserta didik agar semakin dewasa dalam berdemokrasi yaitu dengan cara
mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi, agar perilakunya dapat mencerminkan kehidupan
yang demokratis. Dalam pendidikan demokrasi ada dua hal yang harus ditekankan,
demokrasi sebagai konsep dan demokrasi sebagai praksis:
1. Sebagai konsep berbicara mengenai arti, makna dan sikap perilaku yang tergolong
demokratis.
2. Sedang sebagai praksis sesungguhnya demokrasi sudah menjadi sistem. Sebagai
suatu sistem kinerja demokrasi terikat suatu peraturan main tertentu, apabila dalam
sistem itu ada orang yang tidak mentaati aturan main yang telah disepakati bersama,
maka aktiviatas itu akan merusak demokrasi dan menjadi anti demokrasi .

Pendidikan demokrasi sejak dini sangatlah baik, hal ini karena agar dapat membantu
masyarakat untuk berpikir kritis. Dengan pemikiran yang demokratis dapat membangun
Negara Indonesia yang lebih baik asalkan pemerintahaan nya berjalan dengan sistem
demokrasi yang bersih. Maka dari itu diperlukan pendidikan sejak usia muda.

Pendidikan Kewarganegaraan
17 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka

1. Arissetyanto Nugroho dkk, Etika Berwargawarganegara, Graha Ilmu, Yogyakarta,


2015.
2. BUKU AJAR MATA KULIAH WAJIB UMUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
untuk Perguruan Tinggi, Cetakan 1, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia 2016.
3. http://andi-chodetz.blogspot.co.id/2013/04/pendidikan-demokrasi.html

Pendidikan Kewarganegaraan
18 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai