KANKER SERVIKS
Oleh :
Narita Trimar
NIM . 2014901110058
Kelompok 17
TAHUN 2020-2021
1. Konsep kanker serviks
1.1 Definisi/deskripsi
Kanker serviks adalah karsinoma pada leher rahim dan menempati urutan pertama
di dunia.(Sjamjuhidayat, 2005).Kanker serviks adalah keganasan nomor tiga paling
sering dari alat kandungan dan menempati urutan ke delapan dari keganasan pada
perempuan di Amerika (Yatim, 2005).Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor
ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan
yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 2011)
1.2 Etiologi
Etiologi kanker servik idiopatik atau belum diketahui pasti. Ada beberapa faktor
resiko dan faktor predisposisi yang menonjol yaitu :
1.2.1 Perilaku seksual
Banyak faktor yang disebut - sebut mempengaruhi terjadinya kanker
serviks. Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20
tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih berisiko
untuk menderita kanker serviks. Faktor risiko lain yang penting adalah
hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila (WTS) dan dari sumber
itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada isterinya. Data
epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap
kemungkinan adanya hubungan antara kanker serviks dengan agen yang
dapat menimbulkan infeksi. Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya
korelasi antara kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah
tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami
yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak wanita lain
menimbulkan konsep “Pria Berisiko Tinggi” sebagai vektor dari agen yang
dapat menimbulkan infeksi. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan
kanker serviks, tetapi penyakit ini sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit
akibat hubungan seksual (PHS). Penyakit kelamin dan keganasan serviks
keduanya saling berkaitan secara bebas, dan diduga terdapat korelasi non-
kausal antara beberapa penyakit akibat hubungan seksual dengan kanker
serviks.
1.2.2 Kontrasepsi
Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi oral
yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat
meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko relatif pada
pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan
lamanya pemakaian.
1.2.3 Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai
rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic
hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi
nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum.
Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status
imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
1.2.4 Nutrisi
Antioksidan dapat melindungi DNA atau RNA terhadap pengaruh buruk
radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia.
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan
berkhasiat mencegah kanker misalnya advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk,
anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi
asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol
dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin
C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Vitamin E
banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan
kacang - kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan
buah-buahan.
1.2.5 Paritas (jumlah kelahiran)
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan
jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada,
seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk
golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan
seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya
terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka
tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV)
sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
1.2.6 Usia > 35 tahun
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut
merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu
pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan
tubuh akibat usia.
1.2.7 Usia terlalu muda
Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan
hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10 - 12 kali lebih
besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks
idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran
kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum.
Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput
kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel - sel mukosa baru matang
setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin
hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia
16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks.
Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih
rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari
luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-
sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu
berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan,
sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya
tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi
sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20
tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.
1.3 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala stadium awal Ca Serviks jarang terdeteksi. Pada tahap lanjut,
tanda dan gejalanya lebih jelas terlihat, diantaranya adalah:
1.3.1 Perdarahan spontan
1.3.2 Hematuria
1.3.3 Nyeri pada pinggang bagian bawah
1.3.4 Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita
1.3.5 Amenorhea
1.3.6 Lemah
1.3.7 Hipermenorhea (Mardjikoen, 1999)
1.4 Komplikasi
Kanker serviks memiliki beberapa komplikasi yaitu :
Perdarahan yang berlebih
Penyempitan vagina
Kehilangan selera seksual
Nyeri yang hebat
Kemandulan
B. MEKANISME FISIOLOGIS
Etiologi
Perilaku seksual
Kontrasepsi
Merokok
Infeksi
Paritas
Usia > 35 tahun
Usia seksual terlalu muda
Proses Metalplasi
Dysplasia serviks
Pembedahan
Takut
Invasi ke Invasi ke
vaskuler serabut saraf Luka insisi
Ansietas
Perdarahan Resiko
Nyeri akut
spontan Infeksi
Kehilangan
Anemia
cairan aktif
Suplai oksigen ke
Defisit
jaringan menurun
volume
cairan
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang sebelumnya mengalami kanker.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengeluh nyeri, perdarahan yang berlebihan dan apakah mengeluarkan
cairan putih dari vagina ( keputihan ).
c. Riwayat Penyakit Dahulu.
Wanita dengan kehamilan dini, pemberian estrogen, atau steroid lainnya dapat
menimbulkan berkembangnya masalah fungsional genital pada keturunannya.
2. Pemeriksaan fisik
a. Vagina
Keluar darah seperti menstruasi dari vagina dan keputihan yang berbau, warna merah,
dan kental
b. Serviks
Ada nodul / pertumbuhan jaringan yang tidak normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
No Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Manfaat
1 Pemeriksaan HB Hb saat tidak hamil : 12- Untuk melihat
16gr/dl adanya defisit sel
Saat hamil : 10-14gr/dl darah merah
2 Pemeriksaan Leukosit Leukosit saat tidak hamil : Untuk mengetahui
5.000-10.000 sel per adanya infeksi yang
mikroliter darah terjadi pada serviks
Leukosit saat hamil :
6.000-13.000 sel per
mikroliter darah
F. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa pertama : Defisit volume cairan
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Menunjukan turgor kulit membaik
Menunjukan membran mukosa lembab
Tidak ada tanda dehidrasi
Tekanan darah normal
Menunjukan urine output sesuai dengan usia dan BB
b. Intervensi keperawatan
Berikan cairan pengganti nasogastrik yang diresepkan berdasarkan ouput ( untuk
menggantikan cairan yang hilang )
Timbang berat badan harian dan pantau gejala ( untuk mengetahui status cairan
dalam tubuh pasien )
Monitor tanda-tanda vital (tubuh yang mengalami defisit cairan cenderung
mengalami perubahan pada tanda-tanda vital, sehingga dalam hal ini TTV harus
dilakukan monitor )
Berikan air melalui selang sesuai kebijakan lembaga dan indikasi ( untuk membantu
mengembalikan cairan tubuh yang hilang )
Monitor tanda-tanda dehidrasi ( agar perawat dapat segera melaksanakan intervensi
untuk mencegah terjadinya dehidrasi )