Anda di halaman 1dari 15

Lembaga Pembentuk dan

Penegak Hukum

Galuh Praharafi Rizqia, SH., MH.


1. Pembuatan Undang-Undang
• Pada masyarakat tradisional dan sederhana, tidak
membutuhkan pembicaraan mengenai pembuatan UU.
➢ Kaidah hukum muncul dengan serta merta begitu saja dari
dalam masyarakat.
➢ Pembuat hukum atau aturan adalah anggota masyarakat
sendiri secara bersama-sama.

• Pada masyarakat modern, pembuatan UU mrpkn pekerjaan dan


bidang tersendiri.
➢ Pemisahan fungsi-fungsi besar dlm negara modern menampilkan bidang
besar pembuatan UU (legislation), pemerintahan (executive) dan peradilan
(judiciary).
➢ Hukum menjadi kaidah yg dibuat dengan sengaja oleh suatu badan khusus
yg diberi wewenang untuk itu.
➢ Institusionalisasi tersebut menundukkan pembuatan hukum ke bawah
suatu prosedur dan format tertentu, sehingga hampir tidak ada lagi
kemunculan kaidah yg serta-merta spt masa lalu.
• Legalitas atau keabsahan secara hukum dalam pembuatan UU
mjd tolak ukur utama mengalahkan legitimasi sosiologis.

• Cacat dalam prosedur pembuatan UU segera mengundang


pembatalannya, tetapi tidak dengan cacat/ kesalahan dlm
muatan sosiologisnya.

• Misal: pada Fakultas Hukum ada mata kuliah legal drafting,


namun tidak ada ilmu yang mengajarkan mengenai bagaimana
mengatur masyarakat
➢ seolah memilih untuk tidak salah dalam prosedur dan format
pembuatan UU, dan boleh melakukan kesalahan dlm mengatur
masyarakat.

• Apabila melihat pembuatan UU sbg suatu sosiologi pembuatan UU, maka


akan melewati proses pengajuan pertanyaan yg pada hakikatnya ingin
menempatkan pembuatan hukum dalam konteks sosial yg lebih luas ( dpt
dikatakan sbg upaya mengatur masyarakat).
➢ Dengan demikian tdk dapat lagi dibatasi semata-mata sbg suatu pekerjaan yg
bersifat teknis, namun sudah menyatu dg proses sosial yg lebih besar.
• Pembuatan UU tidak steril dan mutlak otonom.
➢ Memiliki asal-usul sosial, tujuan sosial, mengalami intervensi
sosial, mempunyai dampak sosial, dsb.
➢ Jeremy Bentham:
✓ Pembuatan UU adalah suatu seni, yaitu seni untuk menemukan
cara-cara untuk mewujudkan “the true good of the community”
✓ Tujuan yg harus diwujudkan melalui pembuatan UU (sbg suatu
aktivitas sosiologis) adalah “the greatest happiness of the
community”
✓ Ukuran dan format yang digunakan tidak semata-mata rasionalitas,
logika, prosedur , dsb namun entri sosiologis, diantaranya yaitu:
❖ Asal-usul sosial UU;
❖ Mengungkap motif dibalik pembuatan UU;
❖ Melihat pembuatan UU sbg endapan konflik kekuatan dan
kepentingan dalam masyarakat;
❖ Susunan dari badan pembuat UU dan implikasi sosiologisnya;
❖ Membahashubungan antara kualitas dan juimlah UU yg dibuat dg
lingkungan sosial dlm suatu periode ttt;
❖ Sasaran perilaku yg ingin diatur/ diubah;
❖ Akibat-akibat, baik yg dikehendaki maupun tidak.
• Roscoe Pound menyarankan untuk lebih memperhatikan
efektivitas UU daripada legalitas dan struktur logis UU
semata.
➢ Schyut: dlm hal perlindungan hukum, efektivitas tertinggi akan
dicapai oleh golongan dg tingkat pengorganisasian tertinggi,
prestise tertinggi, komunikasi tertinggi serta pendidikan tertinggi.

• Trubek menyatakan bahwa hukum adalah suatu “purposive


human action”
➢ Hukum sbg suatu instrumen kebijaksanaan (policy) dari suatu
badan/ satuan politik ttt.
➢ Pembuatan UU sarat dg kepentingan ttt.
➢ Sosiologi pembuatan hukum akan melacak dan membeberkan
kekuatan-kekuatan yg melahirkan suatu produk pembuatan UU.
➢ Pembuatan UU bukan suatu proses yg steril dari lingkungan sosial
dg kekuatan dan kepentingan yg memaksa masukke dlm UU shg
memperoleh legalitas dg semua akibatnya.
• Schyut melihat pembuatan UU sbg suatu pelembagaan konflik
sosial, shg UU sekaligus berfungsi sbg sarana penyelesaian
konflik.
➢ Secara sosiologis, UU mencerminkan suasana konflik antar kekuatan dan
kepentingan dlm masyarakat.
➢ Habitat/ lingkungan pembuatan UU relevan dimasukkan dlm pengkajian
sosiologi pembuatan UU.
➢ Kompleksitas keadaan suatu masyarakat menentukan derajad
kesulitan pembuatan UU, terkait dengan penyelesaian konflik.
➢ Kompleksitas masyarakat akan meningkatkan situasi konflik.
➢ UU secara sosiologis dikatakan memberikan struktur yuridis pada
kenyataan hidup di masyarakat.
✓ melakukan strukturisasi proses-proses dan keadaan sosial shg tercipta suatu
tatanan hukum.
✓ Posisi masing-masing pihak dlm konflik menjadi jelas, serta apa yang boleh
mereka lakukan.
➢ UU merupakan suatu endapan dari pertukaran antara kekuatan-
kekuatan politik dlm masyarakat.
➢ UU dapat berhasil mjd institusi penyelesaian konflik maupun tidak.
➢ UU dapat menyimpan potensi kriminogen.
• Sosiologi hukum mengamati dan menelusuri konteks
sosial dibuatnya UU.
➢ Mengapa terdapat perbedaan jenis UU yg dibuat pda
periode ttt?
➢ Mengapa ada kenaikan mencolok pada pembuatan UU dlm
kurun waktu tertentu dan penurunan tajam pada periode yg
lain?
➢ Bagaimanakah hubungan antara susunan dan keanggotaan
badan pembuat UU dengan produk UU yg dihasilkannya?
• Melalui optik sosiologis, maka badan pembuat UU tidak lagi
dilihat sbg pabrik UU atau hukum, melainkan medan laga
berbagai kepentingan dan kekuatan yg ada dalam masyarakat.
• Badan pembuat UU mencerminkan konfigurasi kekuatan dan
kepentingan dlm masyarakat.
• Kecenderungan pemikiran, pendidikan, asal-usul sosial, dll dr
anggota badan pembuat UU akan menentukan UU yg dibuat
2. Pengadilan
• Kajian pengadilan dalam konteks sosiologi hukum adl lebih
memperhatikan fungsi dari badan yg menjalankan fungsi tsb.
➢ dimana keadilan ditemukan?
➢ dimana keadilan diputuskan?
✓ Tidak harus di pengadilan formal
✓ Dapat ditemukan di rumah, perusahaan, kantor, sekolah, kelurahan, dll.

• Pengadilan di masa lampau: institusi untuk mengadili muncul


secara alami dari kebutuhan masyarakat yg tidak dibatasi oleh
berbagai pengaturan dan prosedur.
➢ Bangunan sosiologis yg bersifat total.
➢ Pengadilan sangat dekat dg masyarakat, bahkan masyarakat itu sendiri.
➢ Max Weber menyatakan tipe peradilan ini sbg: Khadi Justice yaitu
peradilan yg berorientasi pada hukum substantif yg bertolak dari
postulat etika, religi, politik, serta kemanfaatan (peradilan yg bersifat
total; SatciptoRahardjo), bukan “fixed rules of formally rational law”.
Tidak mengacu pada peraturan, tapi penilaian yg bebas thdp keunikan
perkara yg dihadapi.
• Pengadilan di masa sekarang: suatu bangunan modern yg dirancang
secara khusus sbg bagian dr rancangan organisasi kehidupan
masyarakat modern.
➢ Muncul bersamaan dg negara modern pada Abad XVIII
➢ Negara modern bertumpu: pembagian rasional legislatif, eksekutif,
yudikatif.
➢ Pengadilan dan pekerjaan mengadili mjd proses yg diatur dg prosedur yg
jelas dan transparan.
➢ Mewajibkan hakim memutus berdasarkan “fixed rules of rational formal
law”, tidak lagi hanya bersifat mengadili secara substansial.
➢ Mulai mengenal istilah keadilan substansial dan keadilan formal.

• Secara sosiologis dikatakan bahwa pengadilan yg dilakukan di luar


pengadilan formal adalah tempat yg lebih jujur, asli dan alami dlm
menjalankan peradilan.
➢ Dalam kepustakaan disebut sbg primary locations,
sebagaimana tempat asli untuk pengobatan dan penyembuhan
penyakit bukanlah di rumah sakit, melainkan di rumah.
• Marc Galanter: mengadili berlangsung di banyak
lokasi (justice in many rooms)
➢ melihat pada fungsi mengadili, bukan pada badan
resmi yg oleh hukum positif diberi kekuasaan utk
menjalankan fungsi tsb.
➢ apapun bentuk atau cara yg dipakai untuk
menyelesaikan perkara, diterima dan dicatat sbg
bentuk penyelesaian.

• Objek sosiologi hukum: semua hal, praktik, proses yg


terjadi di pengadilan.
➢ Termasuk bagaimana pengadilan dipakai sbg tempat utk
mencari keuntungan ekonomi.
➢ Bagaimana putusan pengadilan dijadikan komoditas ekonomi.
• Robert Mnookin dan Lewis Kornhauser:
pengadilan disebut sbg “bargaining
endowment” rangkaian aksi yg digunakan
untuk melakukan tawar-menawar oleh para
pihak yg berperkara.
➢para pihak membuat rembugan sendiri di luar
aturan yg disediakan oleh hukum. Disebut sbg in
the shadow of the law (di bawah bayangan
hukum).
➢ alternative dispute settlement : mengadopsi
praktik sosiologis utk melunakkan kekakuan dan
kekerasan pengadilan modern.
3. Advokat
• Tempat advokat dlm proses peradilan: bersama-sama/ berdampingan dg jaksa
dan hakim.
• Peran advokat:
 mengontrol jaksa dan hakim (shg kedudukannya berhadap-hadapan)
 menjaga hak-hak nasabahnya dg cara mengontrol jaksa dan hakim agar melakukan
tugasnya dlm batas-batas yg ditentukan oleh UU.

• Memberikan bantuan pertolongan kpda nasabah/ mengendalikannya utk


tujuan dan kepentingannya sendiri? Melindungi nasabah/ memperkuda
mereka?
• Memberikan pelayanan yg dibayar/ mjd pejuang keadilan?

• Kapitalisme menjadikan bantuan hukum oleh advokat sbg komoditas yg


diperjualbelikan di pasar bebas.
 Sbg penjual jasa, berada pda kedudukan pasif yg mengabdi pda kepentingan
konsumen.
 Konsumen adl raja dan apa yg diinginkannya mjd unsur utama dlm pelayanan.
 Fenomena megalawyering: kantor dan praktik advokat yg semula bersifat individual
berubah mjd perusahaan yg besar, diorganisir mjd lembaga bisnis yg besar, baik
secara nasional maupun internasional (Galanter)
4. Polisi
• Paling memperlihatkan sifat sosiologis dlm pekerjaannya dibanding
lembaga hukum lainnya.
• Pekerjaannya sangat intens dg masyarakat.

• 2 kutub dlm masyarakat: individu dan masyarakat (kehidupan


bersama)
• Masyarakat terdiri dari individu tapi individu tdk serta merta
membentuk masyarakat. Dibutuhkan sociability dari para individu.

• Terdapat sifat unsociability pada individu shg individu tdk serta merta
mjd makhluk masyarakat (social being), namun makhluk yg
dimasyarakatkan (socialised being) shg bersedia menyesuaikan diri
kepada tatanan yg ada.
• Diperlukan tindak paksaan: hakikat dari tindakan kepolisian/
perpolisian/ policing.
• Fungsi kepolisian melekat pada kehadiran masyarakat.
 Membantu memasyarakatkan individu.
• Pola militer dlm pekerjaan polisi: disiplin, pemakaian seragam,
penggunaan senjata api.

• Perilaku sipil polisi: dibutuhkan utk menjalankan tugasnya dg baik.


 Harus membaur & bergaul sepenuhnya dg masyarakat yg dilayaninya.
 Perpolisian yg protagonis, berada bersama-sama dg rakyat.

• Polisi: hukum yg hidup/ menghidupkan hukum.


 Law in the books menjadi law in action
 Tidak secara otomatis semua kejahatan memperoleh perlakuan yg sama
sesuai dg ketentuan hukum

• Menjalankan hukum vs memelihara ketertiban sosial.


 Terikat pada prosedur hukum yg jelas vs bersifat sosiologis, jauh lbh
kompleks dan informal, polisi akan melakukan apa yg dianggapnya perlu.
 Potensi benturan.
 Ex: penanganan kemacetan: mengesampingkan peraturan hukum dan
tanda-tanda lalu lintas yg dlm keadaan normal harus dipatuhi.
 Penafsiran hukum: jembatan ketentuan hukum dg tujuan sosial dari
hukum, shg konflik antara hukum dan ketertiban dpt diatasi.
• Melayani dan melindungi masyarakat.
Apa dan siapakah masyarakat?
Prasangka masy: pelayanan tidak adil kepada seluruh
masyarakat, perhatian tdk sama.

• Penggunaan “kekerasan” oleh polisi:


perlengkapan utk dapat menjalankan tugas.
Nampak dari penampilan: perlengkapan yg
digunakan: pentungan, borgol, pistol.
Pergeseran mjd kekejaman? Perbuatan sewenang-
wenang?
Ciri kejiwaan: keinginan membangkitkan rasa hormat
masyarakat kepadanya & percaya semua cara dapat
dipakai utk melakukan pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai