Dokumen - Tips Komplikasi Anestesi Pada Blok Mandibular

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Anestesi merupakan suatu fase dimana terjadi hilang kesadaran dan memori, tidak
adanya sensasi nyeri, dan peregangan otot-otot, yang diinduksi oleh obat-obatan
tertentu sebelum melakukan suatu tindakan pembedahan atau operasi yang bersifat
sementara.
Anestesi dibagi menjadi dua, yakni anestesi umum dan anestesi lokal, pada kasus-
kasus pembedahan gigi, biasanya digunakan anestesi lokal. Anestesi lokal sendiri
dibagi menjadi dua yakni dengan teknik blok atau infiltrasi. Anestesi infiltrasi adalah
anestesi yang bertujuan untuk menimbulkan rasa anestesi atau mati rasa pada ujung
saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga
mengakibatkan hilangnya rasa dikulit dan jaringan yang terletak lebih dalam misalnya
mukosa atau gingiva (pencabutan gigi). Sedangkan teknik blok merupakan anestesi
dimana daerah yang dianestesi perlu cukup luas, seperti pada waktu pencabutan gigi
posterior rahang bawah atau pencabutan beberapa gigi pada satu kuadranAnestesi blok
didefinisikan sebagai kehilangan sensasi pada area tertentu yang dipersarafi oleh
nervus tertentu pada tubuh akibat depresi eksitasi pada serabut saraf maupun akibat
inhibisi pada proses konduksi nervus perifer. Anestesi lokal timbul melalui
penghambatan eksitasi ujung-ujung saraf atau melalui pemblokiran konduksi saraf-
saraf perifer.
.
Meskipun diperlukan dalam prosedur operasi, anestesi sendiri jika tidak dilakukan
dengan teliti dan hati-hati dapat menimbulkan beberapa komplikasi, misalnya adalah
cedera saraf, hematoma, infeksi, paralisis berkepanjangan dan lainnya.

1.2 Epidemiologi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi

2.1.2 Anatomi dan persarafan mandibula


Memahami anatomi saraf mandibula sangat penting dalam keberhasilan untuk
memblok saraf ini. Persarafan mandibula terdiri dari saraf sensorik yang lebih banyak
dijumpai daripada motorik. Saraf motorik terdiri dari saraf pterigoid eksterna, maseter dan
temporalis. Nervus trigeminus muncul dipertengahan bagian lateral pons sebagai akar
sensoris dan akar motorik.

1. Somato sensoris umum


a. Eksteroseptif
Neuron sensoris pertama terdapat didalam ganglion semilunar gaseri. Menerima
rangsang dari kulit dan selaput lender muka. Akson-aksonnya masuk sebagai akar
sensorik ke nukleus sensibilis pontis N. V dan ke nucleus spinalis N. V. Dari kedua
nukleus ini, impuls kemudian diteruskan ke thalamus.
Cabang pertama dan cabang kedua akar sensoris, yaitu N. Optalmikus dan N.
maksilaris, juga melalui dinding lateralis sinus kavernosus.

b. Proprioseptif
Nukleus sensoris pertama terletak dalam nukleus mesensepalon nervus
trigeminus. Menerima rangsang melalui cabang-cabang N. V dan juga dari N. III,
IV, VI, dan VII. Serabut-serabut eferen dari nucleus mesensepalikus berhubungan
dengan cerebellum dan juga dengan nukleus motorik N. V untuk refleks mengunyah.

2. Brakio motoris
Nukleus mastikatorius atau nukleus motoris N. V terdapat dibagian rostral pons,
medial terhadap nukleus sensibilia pontis N. V. Aksonnya muncul dipermukaan pons
sebagai akar motorik dan kemudian bersama N. mandibularis melalui foramen ovale di
basis kranii menuju ke otot-otot pengunyah.
Bersama dengan saraf motorik, saraf sensorik bukal bercabang untuk menginervasi
kulit dan membran mukosa pipi, mukosa dan gingiva pada daerah bukal molar dan
mukosa pada daerah trigonum retromolar. Saraf bukal yang panjang melintasi ramus
anterior kira-kira pada level dataran oklusal gigi molar. Sampai pada level tersebut saraf
ini kemudian menurun ke arah anterior dan lateral di antara otot-otot pterigoid eksternal
dan bergerak di bawah tepi anterior otot maseter menyilang ke posisi lateral ke tepi
anterior ramus, syaraf ini menjadi aksesibel untuk blok intra oral.
Persarafan mandibula, memiliki kelompok percabangan yang mensarafi divisi
posterior yaitu saraf aurikulotemporal dan saraf lingual. Saraf aurikulotemporal adalah
saraf sensorik dan memiliki ujung cabang yang menginervasi kelenjar parotis, sendi
temporomandibula, bagian anterior telinga, meatus auditorius eksternus, membran
timpani dan kulit kepala pada daerah temporal.

Teknik blok intraoral tidak dapat menganestesi saraf ini dan hanya dapat dicapai
dengan blok ekstraoral. Sebaliknya, cabang saraf lingual pada umumnya dianestesi
dengan jalur intraoral. Saraf lingual berjalan ke bawah medial menuju otot pterigoid
eksternal dan lateral menuju otot pterigoid internal tetapi diantara kduanya dan ramus
mandibula ada suatu daerah yang dinamakan ruang pterigomandibular. Hal ini berarti
daerah tersebut paling aksesibel untuk blok anestesi lokal. Dari ruang
pterigomandibular, saraf bergerak lebih dalam ke posisi di samping dasar lidah (di
bawah dan belakang molar ketiga), dimana saraf melintas di anterior dan medial.
Distribusinya adalah sensorik pada 2/3 anterior lidah, mukosa dasar mulut serta mukosa
dan gingiva permukaan lingual mandibula.
Selanjutnya saraf mandibula bergerak dalam arah menurun, mencapai ruang
pterigomandibular dimana saraf ini terletak di antara ligamen spenomandibular dan
permukaan medial ramus. Pada titik ini, saraf memasuki foramen mandibula ke kanalis
mandibula, dan saraf ini menjadi nervus alveolaris inferior. Sebelum memasuki saluran
ini, saraf melepaskan cabang motorik yang menginervasi otot milohioid.
Saraf mandibula merupakan cabang terbesar dari N. trigeminal, saraf ini berjalan
dari kepala keluar melalui foramen ovale dan menginervasi regio mandibula, faring, 2/3
anterior lidah dan regio posterior aurikula. Nervus mandibularis terbagi atas cabang
yang kecil anterior dan cabang yang besar posterior. Cabang anterior adalah saraf
motoris utama. Kedalamnya hampir seluruh bagian yang asli yaitu N. maseterikus, N.
temporalis profundi, dan N. pterigoideus eksternus, yang mengandung hanya beberapa
serabut yang tidak motoris, yaitu saraf sensori sejati N. bukinatorius.
Cabang-cabang dari bagian anterior N. mandibularis ini adalah:

a. N. Maseterikus dan N. pterigoideus lateralis biasanya keluar bersama-sama N.


temporalis profundus posterior, melalui bagian horizontal lateral fasial infra
temporalis dari tulang spenoid dan kemudian terus kebagian lateral dan bawah melalui
insisura mandibula ke permukaan medial m. masseter dan memberikan 1-2 hubungan
untuk persendian rahang.

b. N. Temporalis profundi, biasanya 3 buah yaitu posterior, intermedius dan anterior yang
kadang-kadang timbul bersama dengan N. maseterikus. Nervus ini mula-mula berjalan
horizontal lateral seperti N. masentrikus dan kemudian membelok vertikal keatas dan
akhirnya terpencar beranastomose dengan yang lain dalam m. temporalis.

c. N. Bukinatorius berjalan kebawah, ke depan dan ke lateral. Nervus ini berada diantara
kedua kepala M. pterigoideus atau diantara kedua mm. pterigoideus tiba diatas
permukaan lateral m. bukinator dan disana ia beranastomose dengan cabang bukalis
N. fasialis. nervus ini memberikan cabang-cabangnya melalui m. bukinator kepada
membrana mukosa daripada pipi, kekulit sudut mulut dan kulit yang menutupi m.
bukinator. ini adalah saraf sensoris yang asli.

Cabang dari bagian posterior N. mandibularis adalah :


1. N. Aurikulotemporalis  muncul agak di bawah foramnen ovale dari pinggir
posterior N. mandibularis. Nervus ini mula-mula berjalan ke belakang dan agak ke
bawah pada permukaan medial N. pterigoideus eksternus dan prosesus kondiloideus
mandibula di atas arteri maksilaris interna, membengkok (melengkung) di sekeliling
kolum prosesus kondiloideus, mula-mula ke bagia lateral kemudian ke atas melalui
kelenjar parotis atau tertutup oleh kelenjar parotis di depan kartilago akustikus
eksternus dan akhirnya menuju bersama-sama dengan arteri temporalis superfisialis,
ke atas ke kulit pelipis, bergabung dengan ganglion optikum dalam beberapa
hubungan dengan membawa ke jaringan sekret dari kelenjar parotis.

2. N. Lingualis  berjalan pada sisi medial dari M. pterigoideus eksternus dan arteri
maksilaris interna, kemudian diantara M. pterigoideus internus dan ramus
mandibularis, sedikit membelok, ke bawah dan ke depan melalui bagian bawah M.
miloparingeus dan di bawah membrana mukosa dasar mulut, berjalan ke depan diatas
M. milohioideus dan kelenjar submaksilaris, mengelilingi duktus submaksilaris
(Wartoni) sebelah lateral dan kebawah, kemudian berpencar menjadi cabang-cabang
terminalnya. Diatas M. Pterigoideus bergabung dengan khorda timpani yang
menghampiri nervus ini dengan membuat sudut yang tajam dari belakang dan atas.
Nervus lingualis merupakan serabut-serabut sensoris yang asli dan serabut-serabut
perasa dari 2/3 anterior lidah dan juga menginervasi bagian lingual mandibula.

3. N. alveolaris inferior  merupakan cabang terbesar, mula-mula melalui permukaan


medial dari M. pterigoideus eksternus dan dari arteri maksilaris interna, kemudian
diantara ramus mandibula dan M. pterigoideus internus sedikit membelok ke bawah
menuju foramen mandibula kemudian ke bagian depan di dalam kanalis mandibula
bersama artei dan vena.
Nervus ini mengadakan cabang-cabang:
a. N. milohioideus, berasal dari N. alveolaris inferior tepat sebelum masuk ke foramen
mandibularis dan turun kebawah dan kedepan didalam sulkus milohioideus
mandibula, mula-mula lateral dari m. pterigoideus internus, kemudian dibawah M.
milohioideus dan akhirnya mensuplai venter anterior m. digastrikus.
b. Rami dentalis inferior dan rami ginggivalis inferior, yang berjalan didalam kanalis
mandibula dan masuk ke tiap-tiap akar gigi yang akhirnya ke alveolus dan masuk ke
gingiva, mereka membentuk pleksus diatas N. mandibularis.
c. N. mentalis, adalah cabang yang terbesar meninggalkan kanalis mandibula melalui
foramen mentalis, ditutupi M. triangularis. Nervus ini membelah menjadi rami
mentalis, yang menerobos otot-otot tersebut pergi kekulit dagu dan rami labialis
inferior yang berjalan kebagian atas untuk kulit dan membrana mukosa bibir bawah.
2.2 Teknik Anestesi

Anestesi blok mandibula merupakan anestesi yang penting dalam kedokteran gigi.

Beberapa teknik anestesi blok mandibula :

1. Blok nervus inferior alveolar  gigi-gigi mandibular di sekitar lokasi injeksi,


palatum durum aspek buccal dan lingual.
Teknik ini merupakan teknik yang paling sering dilakukan pada anestesi
lokal mandibula. Teknik ini sangat berguna ketika beberapa gigi pada satu kuadran
memerlukan terapi. Meski efektif, teknik ini juga memiliki tingkat kegagalan yang
tinggi meskipun sudah dilakukan sesuai protokol standar.

Tahapan penyuntikan anestesi blok Fischer’s adalah :

Jari telunjuk diletakkan di


belakang gigi molar ketiga
kemudian digeser ke lateral
untuk mencar linea oblique
eksterna lalu digeser ke
median untuk mencari linea
oblique interna melalui
trigonum retromolar.
Punggung jari harus menyentuh bucooklusal gigi yang terakhir, lalu jarum
dimasukkan kira- kira pada pertengahan lengkung kuku dari sisi rahang yang tidak
dianestesi yaitu region premolar sampai terasa kontak dengan tulang.
Syringe kemudian digeser kea rah sisi yang akan dianestesi, harus sejajar dataran
oklusal, jarum ditusukkan lebih lanjut sedalam 6mm lalu lakukan aspirasi. Bila
aspirasi negative, larutan anestesi lokal dikeluarkan ½ cc untuk menganestesi N.
Lingualis.
Syringe digeser lagi kea rah posisi pertama namun tidak peuh, sampai region
caninus, kemudian jarum ditusukkan lebih dalam menyusuri tulang kurang lebih 10-
15 mm sampai terasa konta jarum dengan tulang terlepas. Lakukan kebali aspirasi,
bila negative, larutan anestetikum dikeluarkan 1cc untuk menganestesi N. Alveolarius
inferior.

2. Blok nervus buccalis  jaringan lunak buccal pada regio molar buccal

Blok N. Buccinatorius ditujukan untuk menganestesi daerah pipi dan membrane


mukosa bukal pada region gigi molar.
Saraf yang teranestesi pada blok ini adalah N. Buccal yang merupakan cabang dari
N. V3 yang mempersarafi jaringan lunak dan periosteum buccal sampai gigi molar
mandibular.
Anestesi blok N. Buccinatorius diindikasikan untuk prosedur dental pada region gigi
molar rahang bawah. Namun blok ini merupakan kontraindikasi untuk infeksi atau
terdapat inflamasi akut pada area injeksi.

3. Blok nervus mandibular Gow-Gates  gigi-gigi mandibular teeth hingga ke


tengah, jaringan lunak dan keras pada aspek buccal dan lingual lidah, FOM (floor
of the mouth), skin over zygoma posterior aspect of cheek, and regio temporalis
pada area injeksi.

4. Vazirani-Akinosi closed mouth  gigi-gigi mandibular hingga midline, jaringan


keras dan lunak pada aspek buccal, 2/3 anterior lidah, FOM.

Keuntungan teknik Vazirani-Akinosi ini antara lain :

- daerah bukaan operasi minimal karena trismus


- ankylosis pada sendi temporomandibular
- resiko trauma minimal pada nervus inferior alveolar, arteri, vena, dan muskulus
pterygoid
- tingkat komplikasi rendah dan meminimalisir ketidaknyamanan akibat injeksi
Kontra indikasi :

 inflamasi dan infeksi akut pada ruang pterygomandibular


 deformitas atau tumor pada regio maxilar
 kesulitan untuk memvisualisasikan aspek medial ramus

5. Blok nervus mentalis  jaringan lunak buccal pada anterior foramen mentalis, bibir
bawah, dagu.

Indikasi : prosedur yang memerlukan manipulasi pada jaringan buccal lunak anterior
hingga ke foramen mentalis. Kontraindikasi : inflamasi atau infeksi pada area injeksi.
6. Blok nervus insisivus  premolar, caninus dan insisivus, bibir bawah, kulit dagu,
jaringan lunak buccal sisi anterior foramen mentalis. Teknik ini sangat berguna pada
prosedur terbatas hanya pada aspek anterior mandibula dan tidak memerlukan
anesthesia kuadran total.

Teknik ini hampir sama persis dengan blok nervus mentalis dengan satu langkah
tambahan. Nervus mentalis dan insisivus dianestesi menggunakan teknik ini.

Indikasi penggunaan teknik anestesi blok mandibular yaitu :


1. Diperlukannya daerah anestesi yang luas, misalnya pencabutan gigi posterior
rahang bawah atau pencabutan beberapa gigi pada satu kuadran,
2. Pada saat diperlukannya anestesi pada jaringan lunak bagian bukal dan juga lingual.

Adapun kontra indikasi penggunaan teknik anestesi ini yaitu adanya inflamasi pada
daerah suntikan dan pada pasien yang tidak kooperatif.

Petunjuk penyuntikan intra oral :

a. Krista buksinatoria
b. Margo anterior ramus asendens
c. Fosa retro molaris

Gejala bahwa anestesi berhasil adalah bibir (N. alveolaris inferior) dan lidah
sampai ujung (N. lingualis) pada area penyuntikan terasa kebas. Bila N. alveolaris
inferior dan N. lingulis telah lumpuh, maka pencabutan gigi pada setengah rahang
bawah dapat dilakukan tanpa rasa sakit. Namun adakalanya pada ginggiva regio molar
masih terasa sakit karena adanya N. buksinatorius yang menginervasi pipi sampai
dengan mukosa regio molar satu dan terkadang sampai molar dua atau molar tiga.
Untuk menghilangkan rasa sakit ini biasanya cukup dengan infiltrasi anestesi mukosa
bagian bukal dari gigi yang akan dicabut.

2.3 Komplikasi Anestesi

Pada pemberian anestesi lokal, terdapat komplikasi yang mungkin saja terjadi.
Komplikasi yang disebabkan pemberian anestesi lokal dibagi menjadi dua, komplikasi
lokal, dan komplikasi sistemik. Komplikasi lokal merupakan komplikasi yang terjadi
pada sekitar area injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan komplikasi yang
melibatkan respon sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi lokal.

2.3.1 Komplikasi Lokal


a. Jarum Patah
Penyebab utama jarum patah adalah kondisi jarum yang fatig akibat dibengkokkan.
Jarum patah dapat pula disebabkan oleh kesalahan teknik saat administrasi, kelainan
anatomi pasien, serta jarum yang disterilkan berulang. Apabila kondisi ini terjadi,
pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak dan tangan operator jangan dilepaskan dari
mulut pasien dan pasang bite block bila perlu. Jika patahan dapat terlihat, patahan dapat
dicoba diambil dengan arteri klem kecil. Namun, apabila jarum tidak terlihat, insisi dan
probing tidak boleh dilakukan dan segera konsultasikan ke spesialis bedah mulut untuk
diambil secara surgical.
b. Rasa sakit
Rasa sakit saat administrasi anestesi lokal disebabkan oleh penggunaan jarum yang
tumpul, pengeluaran anestetikum dengan terlalu cepat, serta tidak menguasai teknik
anestesi lokal. Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan anestesi topikal sebelum
insersi jarum dan mengeluarkan anestetikum secara perlahan, serta anestetikum yang
digunakan lebih baik jika suhunya sama dengan suhu tubuh.

c. Parestesi atau Anestesi Berkepanjangan


Parestesi atau anestesi yang berkepanjangan dapat terjadi akibat trauma saraf,
anestetikum bercampur alkohol, serta adanya perdarahan pada sekitar saraf. Parestesi
berkepanjangan dapat menyebabkan trauma pada bibir yang tergigit dan apabila
mengenai N. Lingualis dapat menyebabkan mati rasa kecap. Sebagai upaya
pencegahan, operator harus berhati- hati saat administrasi dan menggunakan spuit
sekali pakai sehingga tidak perlu mensterilkan dengan larutan alkohol. Penanggulangan
parestesi yang berkepanjangan dapat dilakukan dengan penjelasan pada pasien bahwa
hal tersebut akan terjadi dalam waktu lama, control setiap dua bulan, dan apabila
berlangsung lebih dari satu tahun maka konsultasi neurologis diperlukan.

d. Paralisis Fasial
Paralisis fasial disebabkan oleh insersi jarum yang terlalu dalam saat blok N.
Alveolaris Inferior sehingga masuk ke kelenjar parotis dan mengenai cabang saraf
wajah, biasanya N. Orbicularis oculi. Penanggulangan hal tersebut dilakukan dengan
memberitahu pasien bahwa hal tersebut akan berlangsung selama beberapa jam dan
mata pasien harus dilindungi selama refleks berkedip belum kembali.

e. Trismus
Trismus merupakan salah satu komplikasi pemberian anestesi akibat adanya trauma
pada M. Mastikatorius atau pembuluh darah pada intra temporal fossa. Trismus dapat
pula disebabkan oleh anestesi lokal yang bercampur alkohol dan berdifusi ke jaringan
sehingga mengiritasi M. Mastikatorius. Penangulangan trismus dilakukan dengan cara
pemberian analgetik, kompes air panas selama 20 menit, latihan buka tutup mulut
selama 5 menit setiap 3-4 jam, dapat pula diberikan permen karet untuk melatih gerakan
lateral. Bila trismus berlanjut lebih dari 7 hari, maka konsulkan pada spesialis bedah
mulut.
f. Hematom
Hematom sering terjadi pada komplikasi blok N. Alveolaris Inferior, N. Alveolaris
Superior Posterior, dan N. Mentalis/ Insisif. Pencegahan hematom dapat dilakukan
dengan mengetahui anatomi sehingga tidak terjadi penyebaran darah ke ronga
ekstravaskuler. Penggunaan jarum pendek pada anestesi N. Alveolaris superior
posterior juga dapat dilakukan sebagai upaya meminimalisasi hematom.
Penanggulangan hematom akibat administrasi anestesi lokal adalah dengan menekan
perdarahan dan jangan mengompres panas selama 4-6 jam setelah kejadian, namun
setelah satu hari dapat dikompres hangat 20 menit per jam. Kompres dingin dapat
dilakukan segera setelah terjadi hematom untuk mengurangi perdarahan dan rasa sakit.

g. Infeksi
Infeksi terjadi akibat kontaminasi jarum dan dapat menyebabkan trismus. Bila
infeksi berlanjut sampai lebih dari hari ketiga, maka antibiotik diindikasikan untuk
pasien tersebut.

h. Edema
Edema disebabkan oleh trauma selama anestesi lokal, infeksi, alergi, perdarahan,
dan penyuntikan anestetikum yang terkontaminasi alkohol. Penanggulangan edema
dilakukan dengan observasi bila edema disebabkan oleh trauma injeksi atau iritasi
larutan, biasanya akan hilang 1- 3 hari tanpa terapi. Sedangkan bila lebih dari 3 hari dan
disertai rasa sakit atau disfungsi mandibula, antibiotik sebaiknya diberikan untuk pasien
tersebut.

i. Trauma jaringan lunak


Pada pasien anak- anak, atau pasien dengan cacat mental, rasa baal setelah
pemberian anestesi lokal dapat menyebabkan pasien tersebut mengigit bibir maupun
jaringan lunak lainnya. Penanggulangan trauma jaringan lunak di sekitar area yang
dianestesi dilakukan dengan pemberian salep untuk mengurangi iritasi, analgesic, serta
antibiotik jika diperlukan.
j. Lesi intraoral
Lesi intraoral umumnya disebabkan oleh trauma jarum pada jaringan saat insersi.
Penanggulangan lesi ini dilakukan dengan pemberian topikal anestesi praanestesi,
pemberian obat kumur, dan pemberian antibiotik jika terjadi infeksi.
2.3.2 Komplikasi Sistemik
a. Reaksi psikis
Reaksi psikis yang sering terjadi sebagai komplikasi sistemik akibat pemberian
anestesi lokal adalah sinkop atau serangan vasovagal. Hal ini merupakan gangguan
emosional sebelum penyuntikan. Pada saat terjadi reaksi psikis, arteri mengalami
vasodilatasi sehingga menyebabkan volume darah ke jantung berkurang sehingga
menyebabkan penurunan umpan balik kardiak yang menyebabkan hilang kesadaran
mendadak. Tanda- tanda reaksi psikis ini adalah pucat, mual, pusing, keringat dingin,
dan jika tidak ditangani cepat kesadaran akan hilang, pupil membesar, denyut nadi
lemah dan tidak teratur. Perawatan reaksi psikis ini adalah dengan penaganan emergensi
sinkop.

b. Reaksi toksik
Reaksi toksik pada administrasi anestesi lokal jarang terjadi bila penyuntikan
dilakukan sesuai dengan prosedurnya. Apabila aspirasi tidak dilakukan sebelum
penyuntikan, maka anestetikum akan masuk ke dalam intravaskuler sehingga
menyebabkan overdosis. Tanda- tanda reaksi toksik adalah terjadi konvulsi, gangguan
pernafasan, dan syok.

c. Reaksi alergi
Riwayat alergi pasien harus ditanyakan praanestetikum sehingga meminimalisasi
terjadinya reaksi alergi. Reaksi alergi yang terjadi berbeda- beda dengan tingkat
keparahan yang juga berbeda. Tingkat reaksi alergi yang paling ringan adalah localized
skin reaction dengan gejala lokal eritema, edema, dan pruritus. Untuk tingkatan lesi
yang lebih parah yaitu reaksi pada kulit yang tergeneralisasi, antihistamin perlu
diberikan. Pada kasus alergi yang melibatkan traktus respiratorius, diberikan epinefrin
secara intramuscular kemudian melakukan prosedur emergensi. Tingkat reaksi alergi
yang paling parah adalah syok anafilaktik yag perlu ditangani dengan segera dengan
pemberian epinefrin IM atau IV, serta penaganan emergensi syok.

d. Interaksi obat
Interaksi obat dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat sistemik. Secara
umum, interaksi obat dengan anestesi lokal sangat jarang. Namun, obat anestesi yang
mengandung adrenaline tidak dianjurkan pada pasien yang mengonsumsi trisiklik
antidepresan karena dapat menyebabkan hipertensi.

BAB III
PENANGANAN

Pada umumnya penanganan dilakukan sesuai dengan komplikasi yang timbul


setelah dilakukannya prosedural anestesi. Jika komplikasi yang timbul adalah paralisis
nervus fasialis, cukup di informasikan kepada pasien bahwa kondisi ini hanya bersifat
sementara dan akan kembali normal. Pasien disarankan untuk melatih otot wajahnya
seperti membuka menutup mata, tersenyum, tertawa, dan berbagai ekspresi.

Jika pasien merasa parestesi setelah injeksi dilakukan, maka perlu observasi pasien
(lamanya parestesia), pemeriksaan ulang sampai gejala hilang, dan jika masih bertahan
maka perlu untuk dikonsulkan ke ahli bedah mulut atau neurologi. Apabila gejala yang
ditimbulkan pasien adalah trismus, maka harus dikompres selama 15-20 menit setiap jam,
pemberian analgetik, obat relaksasi otot, fisioterapi dengan membuka mulut selama 5-10
menit tiap 3 jam, dan bisa juga dengan mengunyah permen karet.

Hematoma terjadi karena adanya robekan pembuluh darah arteri/vena akibat


penyutikan. Penanganan antara lain harus dilakukan penekanan pada pembuluh darah yang
terkena, pemberian analgetik bila nyeri dan aplikasi dapat dilakukan jika belum mengalami
perbaikan. Infeksi juga dapat menjadi salah satu komplikasi yang terjadi akibat
penyuntikan jarum yang tidak steril, infeksi mukosa ke dalam jaringan. Prinsip tatalaksana
dengan pemberian medikasi penurun demam, analgesik, dan antibiotik.

Edema dapat juga terjadi akibat trauma injeksi, infeksi, alergi, pendarahan, iritasi
akibat larutan analgesik. Jika edema timbul, maka harus dikurangi pembengkakan tersebut
dengan pemberian kortikosteroid, epinefrin 8.3mg IV/IM, antihistamin, posisikan pasien
supinasi, evaluasi jalan nafas, bila perlu trakeostomi pada saat darurat.

Kelanjutan daripada tindakan yang dilakukan dapat timbul lesi intra oral seperti
oral stomatitis aphtous rekuren atau herpes simpleks. Pengobatan bersifat simtomatik,
dengan obat kumur yang mengandung difenhidramin dan magnesium. Komplikasi yang
dikhawatirkan lainnya adalah sinkop atau pingsan sebagai akibat shock neurogenik karena
terjadi penurunan aliran darah ke otak. Penanganan dengan memosisikan kepala pasien
lebih rendah dari tubuh dengan elevasi kaki, dan rangsang kesadaran dengan memanggil,
respon nyeri, atau wangi-wangian.

BAB IV
KESIMPULAN

Anestesi merupakan suatu fase dimana terjadi hilangnya sensasi nyeri, kesadaran
dan memori, yang diinduksi oleh obat-obatan tertentu sebelum melakukan suatu tindakan
pembedahan atau operasi yang bersifat sementara.

Anestesi dibagi menjadi dua, yakni anestesi umum dan anestesi lokal, pada kasus-
kasus pembedahan gigi, biasanya digunakan anestesi lokal. Anestesi lokal sendiri dibagi
menjadi dua yakni dengan teknik blok atau infiltrasi. Anestesi blok pada mandibula adalah
teknik anestesi yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk
melumpuhkan n. alveolaris inferior, n. lingualis, n. mentalis, dan n. insisivus. Anestesi ini
sering digunakan dokter gigi untuk pencabutan gigi posterior dan untuk pencabutan lebih
dari satu gigi di regio mandibula serta daerah anestesi yang dihasilkan cukup luas meliputi
satu kuadran. Akan tetapi, anestesi ini juga memiliki beberapa komplikasi walaupun dalam
melakukannya telah mengikuti petunjuk yang benar. Adapun komplikasi tersebut antara
lain adalah parestesi berkepanjangan, kolaps, infeksi, efek toksik obat, trismus, hematoma
dan lainnya.

Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah tidak memakai
jarum anestesi lokal yang telah diberikan larutan disinfektan, penetrasi jarum seminimal
mungkin (tidak seluruhnya masuk), memakai anestetik lokal yang memiliki pH 5,
memakai jarum yang tajam dan hindari penyuntikan berulang.

Anda mungkin juga menyukai