Anda di halaman 1dari 12

Artikel 1

Wajib Tahu! Ini Dia Langkah Penyelamatan Diri Saat Terjadi Bencana

HAI-Online.com - Indonesia memang salah satu negara yang punya kerentanan bencana cukup tinggi dibanding
negara lainnya.

Hal itu lantaran Indonesia masuk area cincin api dan pertemuan tiga lempeng dunia bro.

Nah, untuk itu ada baiknya nih kita tahu langkah penyelamatan diri kalau sewaktu-waktu terjadi bencana.

Dilansir dari Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, ini dia nih langkah-langkah tersebut:

Saat terjadi gempa bumi

1. Jangan panik, bersikap tenang agra bisa melakukan tindakan penyelamatan diri dan keluarga dengan baik.

2. Kalau berada di rumah, segera keluar dan cari tempat lapang supaya nggak tertimpa pohon atau bangunan yang
mungkin runtuh.

3. Kalau berada di gedung, berlindung di bawah meja atau tempat yang bisa menahan diri dari reruntuhan atau benda
yang jatuh. Ini lantaran untuk keluar mungkin sulit dan butuh waktu lama sob.

4. Kalau berada di jalan raya dan dalam kendaraan, segera kurangi kecepatan kendaraan dan cara tempat aman untuk
menepi yang jauh dari pohon, benda, atau bangunan di sekitar jalan.

5. Saat di pusat keramaian, hindari berdesak-desakan untuk keluar pintu. Lebih baik cari tempat berlindung yang aman
dari reruntuhan benda. 

Saat terjadi tsunami

1. Saat terjadi gempa bumi dan secara tiba-tiba air lau surut, segera lari menjauhi pantai dan cari tempat lebih tinggi
karena ada kemungkinan tsunami bakal terjadi
2. Saat terjadi gempa malam hari dengan getaran yang cukup tinggi yang bisa menyebabkan aliran listrik dan telepon
terpusut, segera cari bangunan bertingkat dan naik ke atas

3. Perhatikan alat pemantau dini tsunami di pantai. Apabila terdengar bunyinya, segera lari menjauh dari pantai dan
cari tempat tinggi.

Saat terjadi banjir

1. Mengungsi ke tempat yang lebih aman

2. Selalu perhatikan kebersihan tempat makanan dan minuman

3. Waspada lingkungan agar terhindari dari hal-hal tidak diinginkan, misal tersengat listrik.
Artikel 2

Jangan Panik, Begini Upaya penyelamatan diri Saat Terjadi Bencana Alam, Termasuk Gempa dan Tsunami

iNSulteng - Akhir- akhir ini, bencana alam sedang melanda sebagian wilayah Indonesia.

Dari bencana banjir Kalimantan Selatan, gempa bumi Sulawesi Barat bahkan malam tadi ombak besar dikabarkan
menerjang wilayah pesisir Manado Sulawesi Utara, dan longsor dibeberapa wilayah.

Dengan adanya bencana alam, tentunya kita harus sigap dan mengerti upaya-upaya untuk menyelamatkan diri sendiri
dan orang yang berada disekitar kita.

Dilansir melalui laman BPBD, bahwa bencana alam sering menimbulkan korban, maka dari itu diperlukan langkah –
langkah penyelamatan pada saat bencana, seperti :

Tindakan penyelamatan yang harus diambil Jika bencana alam sudah terjadi , langkah pertama yang harus diambil
adalah penyelamatan diri . Beberapa langkah penyelamatan pada saat bencana , antara lain sebagai berikut:

a. Penyelamatan saat terjadi gempa bumi

Bersikap tenang dan jangan panik agar dapat melakukan tindakan penyelamatan diri dan keluarga dengan baik

Segera keluar rumah jika berada di dalam rumah. Carilah tempat yang agak lapang agar tidak tertimpa pohon atau
bangunan yang mungkin runtuh.

Saat berada di dalam gedung bertingkat atau bangunan yang tinggi , kemungkinan untuk keluar sangat sulit dan
membutuhkan waktu yang lama, tindakan yang harus diambil adalah berlindung di bawah meja atau tempat yang
dapat menahan diri dari reruntuhan atau jatuhnya benda – benda.

Saat berada di jalan raya, kurangilah kecepatan kendaraan atau berhentilah di pinggir jalan , namun usahakan tempat
pemberhentian jauh dari pohon, papan reklame, atau bangunan yang ada di sekitar jalan.
Saat berada di pusat keramaian, hindarkan diri dari berdesak-desakan untuk keluar pintu. Lebih baik cari tempat
berlindung yang aman dari reruntuhan atau jatuhnya benda – benda.

b. Cara menghadapi tsunami

Apabila terjadi gempa, kemudian air laut surut secara tiba – tiba, segeralah lari menjauh dari pantai dan cari tempat
yang lebih tinggi karena kemungkinkan tsunami akan terjadi

Jika gempa terjadi pada malam hari dengan kekuatan yang besar dan kemungkinan aliran listrik dan saluran
telekomunikasi akan terputus. Jika hal itu terjadi dalam keadaan darurat segeralah mencari bangunan bertingkat dan
naik keatas

Pemerintah memasang alat pemantau dini tsunami di pantai. Jika terjadi gempa dan disertai dengan tsunami, atat itu
akan membunyikan suara sirine. Saat terdengar suara sirine segeralah menjauh dari pantai dn mencari tempat yang
tinggi

c. Saat terjadi banjir

Saat banjir dudah memasuki rumah, lebih baik mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Perhatikan kebersihan tempat, makanan, dan minuman. Saat terjadi banjir mudah sekali kuman penyakit tersebar dan
berjangkit.

Waspada terhadap lingkungan sekitar agar terhindar dari hal – hal yang tidak diinginkan. Misal tersengat listrik.

d. Penanggulangan Akibat Kebakaran Hutan,

Usahakan tidak terlalu banyak keluar rumah untuk menghindari asap.

Jika keluar rumah, gunakanlah masker untuk mengurangi pengaruh buruk asap terhadap pernapasan kita

2. Evakuasi Korban Luka – Luka ke Rumah Sakit

Bencana alam terjadi secara tiba – tiba terkadang menimbulkan korban luka – luka maupun meninggal dunia. Korban
yang mengalami luka – luka harus segera dievakuasi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Bagi
korban yang selamat dievakuasi ke tempat yang aman, sedangkan korban yang meninggal dunia, dievakuasi, dan
dimakamkan. Evakuasi dilakukan oleh masyarakat sekitar yang tidak terkena bencana, sukarelawan, tim SAR atau
dari TNI

3. Pemberian Bantuan yang Dibutuhkan Korban

Korban bencana sangat membutuhkan bantuan. Bantuan yang sangat dibutuhkan, antara lain berupa makanan,
minuman, pakaian, selimut, tenda – tenda, atau alat – alat sekolah. Bantuan tersebut bisa berasal dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah, masyarakat sekitar, masyarakat yang berasala dari daerah lain, lembaga swadaya
masyarakat, lembaga sosial atau dari negara lain. Bantuan dapat berupa barang – barang maupun bantuan kejiwaan
atau mental untuk dapat menghadapi bencana tersebut dengan sabar dan tegar agar dapat kembali menata hidupnya.
Bantuan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, misalnya

a. Secara langsung diberikan kepada korban

b. Melalui lembaga sosial

c. Melalui lembaga – lembaga lain yang membuka posko bantuan, misal stasiun televisi
Artikel 3

Begini Cara Menghadapi Gempa Bumi

Rumah “Ramah” Gempa Bumi

Mengajak keluarga untuk mempelajari dan menyiapkan diri sebelum gempa terjadi diharapkan dapat membuat semua
lebih siap dalam menghadapi bencana ini, apalagi jika Bunda dan keluarga tinggal di daerah yang rawan gempa.

Beberapa hal yang bisa Bunda dan keluarga lakukan untuk membuat rumah lebih aman terhadap gempa adalah:

1. Menata perabot dengan baik

Bunda dan Ayah bisa menata rumah sehingga lebih aman jika terjadi gempa. Misalnya dengan menaruh benda-benda
yang rawan pecah di bagian bawah dan menjauhkan pajangan berat, seperti lukisan dan cermin, dari tempat-tempat di
mana orang duduk atau tidur.

Tujuannya agar benda-benda tersebut tidak menjatuhi penghuni rumah ketika gempa terjadi. Saat berlindung,
usahakan untuk melindungi kepala dan wajah dengan bantal atau barang lainnya agar kepala dan wajah benar-benar
terlindungi.

2. Menyiapkan tas siaga bencana

Siapkan tas siaga bencana yang berisi perlengkapan darurat, seperti makanan, pakaian, dan kotak P3K, yang mungkin
akan dibutuhkan selama setidaknya 3 hari hingga bantuan datang.

Pastikan semua anggota keluarga tahu letak tas ini agar dapat dibawa dengan mudah. Bunda dan Ayah juga bisa
menyiapkan tas serupa di tempat kerja dan kendaraan pribadi.

3. Kenali tempat berlindung

Identifikasi tempat mana saja di setiap ruangan yang aman untuk digunakan sebagai tempat berlindung saat gempa
terjadi. Beri tahu keluarga untuk berlindung di tempat-tempat tersebut, seperti berlindung di bawah perabot yang kuat
seperti meja dan kursi yang kokoh.

Selain berlindung di tempat yang aman, bersandarlah di dinding yang ada di sudut bangunan juga disarankan.
Sebaliknya, hindari berlindung di dekat lemari atau furnitur lain yang berpotensi jatuh.
4. Melakukan simulasi untuk menghadapi bencana

Tidak ada salahnya melakukan simulasi evakuasi sederhana di rumah. Mulai dari cara berlindung di dalam rumah,
melakukan evakuasi ke luar ruangan, hingga belajar melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan. Ini merupakan
bagian penting dalam mempersiapkan diri menghadapi gempa bumi.

5. Menyimpan daftar nomor-nomor penting

Catat nomor-nomor penting seperti rumah sakit, ambulans, polisi, pemadam kebakaran, atau instansi pemerintah.
Ajari anak-anak untuk melakukan hal ini dan beri tahu mereka bagaimana cara menghubungi nomor-nomor tersebut.
Tujuannya agar mereka tahu apa yang harus dilakukan saat berada di kondisi darurat.

Cara Melindungi Diri dari Gempa

Selain menciptakan lingkungan rumah yang “ramah” terhadap gempa, penting pula untuk memberikan pengetahuan
kepada anggota keluarga tentang cara melindungi diri dari gempa bumi. Di antaranya:

1. Mencari tempat yang aman

Jika terjadi gempa, cobalah untuk menunduk, berlindung, dan bertahan hingga guncangan berhenti. Ambil posisi
jongkok atau tengkurap. Lindungi kepala dan leher dengan tangan. Secara perlahan, merangkaklah ke arah furnitur
yang kokoh seperti meja dan berlindunglah di bawahnya.

Jika Bunda atau keluarga sedang berada di gedung yang tinggi, jauhkan diri dari jendela dan dinding. lakukan
perlindungan yang sama, yaitu mencari furnitur yang kokoh yang bisa digunakan sebagai tempat untuk berlindung.

2. Memberikan kabar ke orang yang bisa diandalkan

Apabila terperangkap di dalam rumah atau bangunan lainnya, usahakan untuk memberikan kabar keberadaan kepada
orang terdekat. Kalau sedang membawa ponsel, kirim pesan singkat ke orang yang dapat diandalkan.

Selain mengirim pesan singkat, cobalah untuk memukul pipa atau dinding, atau jika membawa peluit, tiup pluit
tersebut agar regu penyelamat segera memberikan pertolongan dan mengevakuasi.

3. Menjauhi bangunan dan cari tempat terbuka

Jika gempa terjadi saat berada di luar rumah, cari tempat yang terbuka dan jauhi bangunan, pohon, jembatan, jalan
layang, atau kabel. Apabila berada di dalam kendaraan, menepi dan berhentilah. Tetap berada di tempat yang aman
selama gempa. Waspadai gempa susulan yang terkadang guncangannya lebih kuat.

4. Menentukan titik pertemuan

Jika perlu, tentukan tempat di mana sekeluarga dapat bertemu setelah menyelamatkan diri. Hal ini berguna jika
Bunda, Ayah, dan anggota keluarga sedang tidak berada di tempat yang sama atau terpisah saat gempa.

Cara-cara ini mungkin terlihat mudah, tapi pasti sulit dikerjakan saat bencana tiba-tiba datang. Namun, dengan
mengetahui cara menghadapi gempa bumi, Bunda dan keluarga diharapkan bisa selamat dari bahaya bencana.
Artikel 1

1. Mengenali lokasi rawan banjir dan longsor

Mengenali lokasi-lokasi yang rawan banjir dan rawan longsor di suatu wilayah merupakan tahap paling awal untuk
mengurangi risiko bencana alam. Kondisi lingkungan fisik alami perlu dipahami oleh masyarakat yang bertempat
tinggal di suatu kawasan. Identifikasi kawasan rawan bencana banjir dan longsor memegang peran penting dalam
mengurangi risiko bencana banjir dan longsor tersebut.

Citra penginderaan jauh maupun peta topografi atau peta rupa bumi Indonesia dapat membantu untuk mengenali dan
memetakan kawasan-kawasan yang rawan banjir dan longsor. Kawasan ledokan atau dataran yang berdekatan dengan
sungai dapat dipastikan merupakan daerah rawan banjir luapan sungai. Jika kawasan ledokan atau dataran terletak di
dekat laut, maka kawasan tersebut rawan terhadap banjir genang pasang (rob).

Banjir perkotaan biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan sistem drainase, sehingga air limpasan permukaan
banyak yang menggenang karena tidak tertampung oleh saluran air yang tersedia. Banjir bandang mungkin terjadi di
daerah yang relatif datar atau landai yang berbatasan langsung dengan lereng curam di kawasan berbukit atau
bergunung. Banjir bandang ini biasanya terjadi karena adanya pembendungan alami di daerah hulu, kemudian
bendung tersebut jebol.

Pembendungan alami tersebut disebabkan adanya material di tepi sungai yang mengalami longsor kemudian menutupi
saluran sungai di daerah hulu. Kawasan tebing sungai, lereng perbukitan atau pegunungan, yang tersusun oleh
material lepas-lepas atau material lapuk yang sangat tebal, merupakan kawasan yang rawan terhadap longsor.

Setelah mengenali lokasi-lokasi yang rawan banjir dan longsor, pengembangan permukiman padat di kawasan tersebut
sebaiknya dihindari. Selain itu, pembangunan infrastruktur penting seperti jalan dan jembatan, juga harus
mempertimbangkan potensi banjir dan longsor di kawasan tersebut.

Hal yang juga perlu dipahami bahwa banjir dan longsor termasuk proses alamiah, yang tidak akan menimbulkan
bencana kalau tidak berinteraksi dengan kehidupan manusia di lokasi banjir atau longsor tersebut.

2. Mitigasi bencana

Mitigasi merupakan upaya jangka menengah dan jangka panjang untuk mengurangi atau menghilangkan dampak
bencana sebelum kejadian bencana. Mitigasi dapat dilakukan secara struktural maupun nonstruktural. Mitigasi
struktural dilakukan dengan membuat atau memperkuat sarana untuk mengurangi dampak banjir atau longsor, baik itu
secara alami maupun dengan rekayasa teknis.

Mitigasi struktural untuk banjir, misalnya, dengan membangun tanggul penahan banjir, meninggikan fondasi
bangunan (rumah), membuat sumur resapan, dan menanam pohon-pohon di tebing-tebing sungai. Mitigasi struktural
untuk longsor dapat dilakukan, antara lain, dengan membuat tanggul penahan longsor, mengurangi beban pada lereng,
penguatan lereng, memperlancar drainase di lereng, dan penghijauan kawasan lereng perbukitan.
Penghijauan sebaiknya menggunakan spesies alami atau asli kawasan tersebut. Penggunaan spesies yang berbeda
dapat meningkatkan beban massa lereng, yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya longsor.

Adapun mitigasi non-struktural dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran maupun kapasitas masyarakat
menghadapi ancaman bencana. Mitigasi non-struktural untuk banjir dan longsor dilakukan, antara lain, dengan
regulasi penataan ruang kawasan, sosialisasi kebencanaan, dan simulasi bencana.

Sosialisasi dan simulasi bencana secara teratur penting untuk dilakukan, dengan harapan masyarakat akan memiliki
budaya sadar bencana.

3. Siap mengantisipasi bencana dengan skenario kasus terburuk

Untuk keperluan ini, analisis evolusi risiko bencana dapat dilakukan dengan memadukan informasi potensi banjir atau
longsor terbesar dan potensi dampak yang dihasilkannya. Evolusi risiko bencana dianalisis dengan mengidentifikasi
perkembangan proses alamiah yang terjadi dan elemen berisiko (misalnya bangunan, penduduk, dan lahan produktif)
secara temporal.

Setelah memahami potensi risiko bencana, upaya pencegahan, mitigasi, dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap
banjir dan longsor dapat dilakukan dengan lebih terarah dan tepat sasaran. Data sejarah kejadian bencana banjir
maupun longsor dapat digunakan sebagai pedoman awal, tapi untuk antisipasi skenario kasus terburuk sebaiknya
dilakukan pemodelan.

Analisis hasil pemodelan banjir dan longsor kemudian dapat diverifikasi dengan identifikasi bukti-bukti empirik di
lapangan, sehingga model hipotetik yang telah dibuat setidaknya dapat mendekati kenyataan.

Meminimalkan risiko

Dengan ketiga langkah tersebut, risiko yang timbul saat terjadi bencana dapat diminimalkan serendah mungkin. Kasus
Siklon Tropis Cempaka di Yogyakarta dan Pacitan setidaknya telah memberikan pelajaran kepada kita bahwa skenario
kasus terburuk bencana dapat terjadi sewaktu-waktu.

Cuaca ekstrim menyebabkan terjadinya banjir yang sangat ekstrim. Selain itu, longsor pun juga terjadi di beberapa
tempat dalam waktu yang hampir bersamaan. Kejadian-kejadian tersebut sebenarnya dapat diantisipasi dampaknya
jika kita sudah siap dengan skenario tersebut.

Manusia yang bijak adalah manusia yang dapat belajar dari pengalaman. Pengalaman bencana banjir dan longsor yang
terjadi sebagai akibat dampak Siklon Tropis Cempaka yang lalu dapat menjadikan kita lebih siap lagi dalam
mengantisipasi peristiwa serupa di masa yang akan datang.

Artikel 2
Empat Tindakan Prioritas Pengurangan Risiko Bencana

Bisnis.com, JAKARTA – Pengurangan risiko bencana (PRB) di Indonesia saat ini masih belum maksimal,
ini menjadi salah satu kenyataan dan catatan yang dirasakan oleh para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Para peneliti LIPI mengungkapkan keinginan mereka untuk berperan aktif dengan
memanfaatkan hasil penelitian dalam upaya pengurangan risiko bencana. Menurut Kepala Pusat Penelitian
Geoteknologi LIPI Eko Yulianto, terdapat empat tindakan prioritas pengurangan risiko, dua tindakan
diantaranya memerlukan peran LIPI. Berikut empat tindakan prioritas pengurangan risiko bencana: 1.
Memahami risiko bencana

Kebijakan dan praktek harus didasarkan pada pemahaman kerentanan, kapasitas, karakteristik bahaya dari
lingkungan. 2. Penguatan tata kelola risiko Tata kelola yang diperlukan untuk mendorong kerjasama
kemitraan mekanisme, lembaga, untuk pelaksanaan PRB dan sumber daya

3. Investasi PRB untuk Resiliensi Investasi publik dan swasta dalam tindakan struktural dan non-struktural
untuk meningkatkan ketahanan sebagai pendorong inovasi, pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. 4.
Meningkatkan manajemen risiko Memperkuat kesiapsiagaan, respon dan pemulihan di semua tingkatan
sebagai kesempatan penting untuk PRB dan integrasinya ke dalam pembangunan. Menurut Eko, pada poin
pertama dan keempat LIPI bisa meningkatkan perannya, agar makin bisa menekan risiko bencana yang akan
dihadapi. Selain itu Eko juga mengungkapkan perlunya membangun komunikasi yang baik antara peneliti,
pembuat kebijakan dan juga publik.

Artikel 3
Pengurangan risiko bencana ada di ujung jari kita: transformasi digital mencegah korban jiwa

Informasi dapat mencegah jatuhnya korban jiwa. Mengetahui apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana
membuat perbedaan.

Pada tahun 2004, penduduk Pulau Simeulue, di lepas pantai selatan Sumatera, merasakan gempa, melihat air
laut surut, dan mengetahui berdasarkan kearifan lokal bahwa tsunami akan datang dan mereka melarikan diri
ke tempat yang lebih tinggi. Pengetahuan telah menyelamatkan nyawa mereka.

Sejak bencana tersebut, Indonesia telah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan mitra
lokal untuk menanggulangi bencana dan membangun sistem peringatan dini nasional. Masyarakat di seluruh
Indonesia sekarang tahu langkah-langkah yang harus diambil ketika terjadi bencana dan siswa sekolah dan
penduduk desa telah melakukan latihan kesiapsiagaan bencana di sekolah dan desa masing-masing.

Ini adalah contoh pengurangan risiko bencana; menyiapkan berbagai kerangka pengaman untuk berbagai
risiko bencana yang dihadapi Indonesia untuk melindungi masyarakat dan mengurangi potensi kerugian.
Ketika bencana seperti gempa bumi, tsunami, badai, penyakit melanda, akses ke informasi mencegah
jatuhnya korban jiwa.

Dan hari ini, hampir 16 tahun kemudian, teknologi yang ada sudah lebih maju. Pemanfaatan teknologi
digital adalah cara untuk melindungi masyarakat di masa depan.

Bertepatan dengan peringatan Hari Pengurangan Risiko Bencana Internasional hari ini di tengah pandemi
COVID-19, kita diingatkan tentang perlunya meningkatkan investasi teknologi digital untuk
mengembangkan sistem pengurangan risiko bencana yang dapat mencegah jatuhnya korban jiwa ketika
terjadi bencana alam dan krisis kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Bencana baru-baru ini di Indonesia, seperti tsunami yang dipicu gempa di Sulawesi Tengah atau pandemi
COVID-19 saat ini, mengingatkan kita untuk menggunakan analisis data dan pemetaan wilayah yang
inovatif untuk menguatkan sistem pengurangan risiko bencana. Dan di negara di mana 8 dari 10 orang
memiliki akses ke ponsel, jawaban untuk penilaian risiko di masa depan terletak pada teknologi digital dan
aplikasi ponsel.

UNDP, melalui proyek Program Bantuan Rekonstruksi Infrastruktur Gempa dan Tsunami/Programme for
Earthquake and Tsunami Infrastructure Reconstruction Assistance (PETRA), bekerja sama dengan Bank
Pembangunan Jerman (KfW) dan Badan Penanggulangan Bencana Indonesia (BNPB) untuk membangun
kembali sarana dan prasarana penting, serta menguatkan ketahanan masyarakat. Kami juga telah
memperluas dukungan terhadap aplikasi seluler "InaRISK" BNPB untuk membantu pemantauan selama
pandemi COVID-19.

Alat tersebut, yang dikembangkan bermitra dengan BNPB, menginformasikan pengguna tentang risiko
bencana alam yang akan datang, dan menyebarkan penilaian risiko bencana kepada pemerintah dan
pemangku kepentingan lainnya.

Melalui proyek Partnerships for Strengthening School Preparedness for Tsunamis in the Asia Pacific
Region, UNDP bersama BNPB, Kementerian Pendidikan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan
UNESCO bekerja sama dengan Pemerintah Jepang mengembangkan aplikasi STEP-A untuk menilai
kesiapsiagaan sekolah terhadap gempa bumi dan tsunami.

Aplikasi STEP-A ini melengkapi latihan kesiapsiagaan tsunami yang diselengarakan UNDP secara berkala
di sekolah-sekolah di wilayah berisiko tinggi di Indonesia. Sistem STEP-A juga telah diintegrasikan dalam
platform daring “InaRISK” BNPB. Sistem STEP-A direncanakan akan menyediakan dashboard informasi
risiko tsunami untuk sekolah di 17 negara, didukung oleh Proyek Regional untuk tata kelola data
kebencanaan (GCDS and Data Digitalization). Dalam hal ini, Indonesia juga memberikan bantuan teknis
kepada negara-negara tersebut bekerja sama dengan Fujitsu.

Analisis data sangat dibutuhkan saat ini dan ketersediaan data dapat membantu pemerintah memahami
kebutuhan terbesar untuk mengurangi risiko bencana di masa depan. Dengan risiko bencana alam dan
pandemi yang semakin besar, kita harus meningkatkan investasi untuk mengembangkan sistem yang dapat
mencegah jatuhnya korban jiwa.

Mekanisme tanggap bencana yang didukung sistem digital dalam bentuk sistem peringatan dini dapat
memastikan upaya rekonstruksi bencana yang lebih efektif. Hal ini dapat mengurangi korban jiwa dan
kerugian akibat bencana. Dengan berinvestasi dalam berbagai platform digital dan menciptakan sistem
analitik data terpusat, kita dapat membantu mengurangi risiko bencana di masa depan dan pada saat yang
sama membangun ketahanan masyarakat.

Berinvestasi dalam teknologi digital tentunya merupakan jalan ke depan dan akan membantu menciptakan
unsur yang diperlukan untuk membangun ketahanan masyarakat melalui mitigasi risiko. Teknologi digital
dapat membantu pemerintah, pembuat kebijakan - dan organisasi kemanusiaan mengatasi kekurangan
manajemen risiko dan mengatasi tantangan sebelum bencana terjadi.

Selain itu, juga terbuka peluang untuk mengatasi kesenjangan gender. Solusi digital menyediakan platform
untuk pendekatan yang inklusif karena dikembangkan untuk memastikan kebutuhan perempuan juga
dipertimbangkan dalam rencana mitigasi risiko bencana.

Inovasi digital tentunya menuntut peningkatan infrastruktur telekomunikasi dan peningkatan akses internet
secara nasional. Penggunaan teknologi digital di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia.
Pengembangkan program untuk meningkatkan literasi digital - ditambah dengan perluasan konektivitas -
akan memberi lebih banyak orang kesempatan untuk melindungi diri mereka sendiri dan meningkatkan
kewaspadaan terhadap risiko bencana. Teknologinya telah tersedia; sekaranglah waktunya untuk
memanfaatkan teknologi tersebut.

Kita juga harus memastikan tidak seorangpun tertinggal. Pandemi COVID-19 telah memperparah
kesenjangan, dan kemajuan teknologi pengurangan risiko bencana tidak boleh memperluas kesenjangan
digital. Kita harus memastikan bahwa mereka yang paling tertinggal juga memiliki akses ke opsi digital,
terutama untuk membantu mitigasi bencana. Perempuan dan kelompok masyarakat miskin adalah mereka
yang paling terkena dampak bencana dan mereka harus dilindungi.

Kita harus memastikan pengurangan risiko bencana dan upaya adaptasi iklim yang lebih komprehensif;
menyediakan akses ke informasi risiko bencana dan sistem peringatan dini; dan menguatkan kesiapsiagaan
bencana. Digitalisasi adalah salah satu solusi untuk mengurangi risiko perubahan iklim, ketidakstabilan
ekonomi, resistensi antibiotik, dan risiko bencana lainnya.

Berbagai upaya diatas harus dilakukan secara bersama untuk menguatkan ketahanan masyarakat perkotaan
dan pedesaan dan membantu Indonesia membangun dengan lebih baik di masa depan.

Oleh Sophie Kemkhadze, Deputy Resident Representative UNDP Indonesia

Anda mungkin juga menyukai