Anda di halaman 1dari 60

Karakteristik Adsorpsi Eriochrome Black T (EBT) pada

Zeolit Alam Terfosfatasi yang Diamobilisasi dalam


Ca-Alginat

SKRIPSI

oleh:
DIAN ARLANTIKA
155090201111050

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
Karakteristik Adsorpsi Eriochrome Black T (EBT) pada
Zeolit Alam Terfosfatasi yang Diamobilisasi dalam
Ca-Alginat

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Sains dalam bidang Kimia

oleh:
DIAN ARLANTIKA
155090201111050

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

i
ii
iii
Karakteristik Adsorpsi Eriochrome Black T (EBT) pada
Zeolit Alam Terfosfatasi yang Diamobilisasi dalam
Ca-Alginat

ABSTRAK

Penelitian tentang adsorpsi Eriochrome Black T (EBT) pada zeolit


alam terfosfatasi yang diamobilisasi dalam Ca-alginat (Z/P-alginat)
telah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
pH, waktu kontak, dan konsentrasi adsorbat terhadap adsorpsi EBT
pada Z/P-alginat. Adsorben Z/P-alginat dibuat melalui tiga tahapan,
yaitu aktivasi zeolit alam, fosfatasi zeolit aktif, dan amobilisasi zeolit
terfosfatasi. Aktivasi zeolit alam dilakukan menggunakan larutan HCl
0,4 M. Fosfatasi zeolit aktif dilakukan dengan cara memanaskan
campuran homogen zeolit aktif dan NH4H2PO4 dengan berbagai rasio
Si/P dalam tanur pada suhu 235oC selama 5 jam. Adsorben zeolit
terfosfatasi yang mempunyai daya adsorpsi tertinggi diamobilisasi
dalam Ca-alginat untuk memperoleh Z/P-alginat. Keberhasilan
fosfatasi zeolit aktif dievaluasi berdasarkan interpretasi spektra FTIR.
Percobaan adsorpsi dengan metode batch dilakukan menggunakan 0,1
g adsorben Z/P-alginat dan 25 mL larutan EBT dengan variasi pH 1-
8, waktu kontak 15-90 menit, dan konsentrasi adsorbat 50-300 mg/L.
Jumlah EBT yang teradsorpsi diperoleh secara tidak langsung dengan
menentukan konsentrasi adsorbat sisa secara spektrofotometri pada
panjang gelombang 545 nm. Hasil interpretasi spektra FTIR
menunjukkan adanya pita serapan baru vibrasi P-O (1137,92 cm-1,
960,48 cm-1, dan 653,82 cm-1) dan pergeseran bilangan gelombang
vibrasi Si-O/Al-O dari 1222,79 cm-1 menjadi 1205,43 cm-1 dan dari
1047,27 cm-1 menjadi 1083,92 cm-1 yang menandakan terjadinya
substitusi SiO4 atau AlO4- pada kerangka zeolit oleh PO4+. Adanya
PO4+ dalam kerangka zeolit meningkatkan daya adsorpsi zeolit
terfosfatasi terhadap EBT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH,
waktu kontak, dan konsentrasi adsorbat berpengaruh nyata terhadap
adsorpsi EBT pada Z/P-alginat. Kondisi optimum adsorpsi tercapai
pada pH 2 dan waktu kontak 60 menit. Kapasitas adsorpsi Z/P-alginat
terhadap EBT pada kondisi optimum adsorpsi adalah sebesar 25,25
mg/g.

Kata kunci: EBT, zeolit alam, fosfatasi, amobilisasi

iv
Adsorption Characteristics of Eriochrome Black T (EBT) on
Phosphated Natural Zeolite Immobilized in
Ca-Alginate

ABSTRACT

Research about Eriochrome Black T (EBT) adsorption on phosphated


natural zeolite immobilized in Ca-alginate (Z/P-alginate) has been
done. The purpose of this study were to determine the effect of pH,
contact time, and concentration of adsorbate to EBT adsorption on
Z/P-alginate. Z/P-alginate adsorbent was prepared through three
stages, i.e. natural zeolite activation, active zeolite phosphatation, and
phosphated zeolite immobilization. Natural zeolite was activated by
using 0,4 M HCl solution. Active zeolite phosphatation was conducted
by heating a homogeneous mixture of active zeolite and NH 4H2PO4
with various Si/P ratios in the furnace at temperature 235oC for 5
hours. The phosphated zeolite adsorbent which had the highest
adsorption power was immobilized in Ca-alginate to obtain Z/P-
alginate. The success of active zeolite phosphatation was evaluated
based on FTIR spectra interpretation. Batch adsorption experiments
using 0.1 g of Z/P-alginate adsorbent and 25 mL of EBT solution were
carried out with variations in pH 1-8, contact time of 15-90 minutes,
and adsorbate concentration of 50-300 mg/L. The amount of adsorbed
EBT was obtained indirectly by determining the residual adsorbate
concentration spectrophotometrically at wavelength of 545 nm. The
results of FTIR spectra interpretation showed the presence of new
P-O absorption bands (1137.92 cm-1, 960.48 cm-1, and 653.82 cm-1)
and shifts of Si-O/Al-O vibrational wave numbers of 1222.79 cm-1 to
1205.43 cm-1 and from 1047.27 cm-1 to 1083.92 cm-1 which indicated
the substitution of SiO4 or AlO4- in the zeolite framework by PO4+.
The presence of PO4+ in the zeolite framework increased the
adsorption power of phosphate zeolite toward EBT. The results
showed that pH, contact time, and adsorbate concentration
significantly affected EBT adsorption on Z/P-alginate. The optimum
condition of adsorption was reached at pH 2 and contact time of
60 minutes. The adsorption capacity of Z/P-alginate toward EBT at
optimum adsorption conditions was 25.25 mg/g.

Keywords: EBT, natural zeolite, phosphatation, immobilization

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah,


dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Karakteristik Adsorpsi Eriochrome Black T (EBT) pada Zeolit Alam
Terfosfatasi yang Diamobilisasi dalam Ca-Alginat” dengan baik.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan skripsi yang ditujukan kepada:
1. Drs. Danar Purwonugroho, M.Si selaku dosen pembimbing I
dan Dr. Tutik Setianingsih, M.Si selaku dosen pembimbing II
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan, saran, perhatian, dan doa selama penyusunan
naskah skripsi.
2. Dr.rer.nat Rachmat Triandi Tjahjanto, S.Si., M.Si selaku
dosen penasehat akademik yang telah memberikan saran
selama masa rencana studi dan dukungan terhadap skripsi.
3. Masruri, S.Si.,M.Si.,Ph.D selaku ketua Jurusan Kimia yang
telah menyediakan fasilitas laboratorium untuk melaksanakan
penelitian.
4. Aprial Jastirbah selaku PLP laboratorium kimia anorganik,
Hadi Kurniawan, A.Md selaku PLP laboratorium instrumen,
serta para staf pengajar yang lain yang turut memberikan
waktunya hingga akhir penelitian untuk melayani kegiatan
penelitian di laboratorium.
5. Kedua orang tua, Dwi Tatak Subagiyo dan Unik Lestari
Ernaningsih, dan kakak tercinta Lorensia Resda Gestora, serta
seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan,
motivasi, dan doa
6. Teman-teman penelitian bidang kimia anorganik (Anor
Friends Group) yang terdiri dari Silvia Rahmawati, Fahmi
Firdaus Amrullah, Filipus Adimas, Darun Nikmah, Dieska
Ayuna Fatimah, Alfian Nuris Shafar, Mahardiaz Pandhu
Zharfanio, Muhammad Alwy, Ryan Baghaskara, Laili
Amalia, Aisyah Zahrotul Rachma, Amandhangi Resja
Salsabila, Mery Apriyeni, Sindy Rahma Dewanty, Afdhal
Junaidi, Azizah Noor Rahman, dan Ilham Sidik yang telah
memberikan dukungan penuh, kekompakan, kebersamaan,
kegemberiaan, serta kenangan selama kegiatan penelitian di
laboratorium.

vi
Penulis menyadari bahwa naskah skripsi ini masih belum
sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca guna penyempurnaan naskah ini.
Demikian naskah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Malang, 24 Juni 2019

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ii
HALAMAN PERNYATAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Adsorpsi Eriochrome Black T (EBT) 4
2.2 Karakteristik Zeolit Alam 5
2.3 Zeolit Aktif 7
2.4 Fosfatasi Zeolit Alam 7
2.5 Amobilisasi Zeolit dalam Ca-Alginat 8
2.6 Karakterisasi Zeolit Terfosfatasi yang Diamobilisasi
dalam Ca-Alginat Menggunakan Fourier Transform
Infrared (FTIR) 9
2.7 Isoterm Adsorpsi 12
2.8 Analisa Kuantitatif EBT Secara Spektrofotometri 13
BAB III METODE PENELITIAN 15
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 15
3.2 Alat dan Bahan Penelitian 15
3.3 Tahapan Penelitian 15
3.4 Prosedur Penelitian 15
3.4.1 Aktivasi zeolit alam 15
3.4.2 Fosfatasi zeolit aktif 16
3.4.3 Uji daya adsorpsi pada adsorben 16
3.4.4 Amobilisasi zeolit terfosfatasi dalam Ca-alginat 16

viii
3.4.5 Karakterisasi adsorben dengan FTIR 17
3.4.6 Penentuan pH optimum adsorpsi EBT 17
3.4.7 Penentuan waktu kontak optimum adsorpsi EBT 17
3.4.8 Penentuan konsentrasi optimum adsorpsi EBT 18
3.4.9 Penentuan konsentrasi EBT secara spektrofotometri 18
3.5 Analisa Data 19
3.5.1 Penentuan konsentrasi EBT secara spektrofotometri 19
3.5.2 Penentuan daya adsorpsi 19
3.5.3 Penentuan isoterm adsorpsi 20
3.5.4 Analisa statistik 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24
4.1 Aktivasi Zeolit Alam 24
4.2 Fosfatasi Zeolit Aktif 24
4.3 Uji Daya Adsorpsi pada Adsorben 25
4.4 Amobilisasi Zeolit Terfosfatasi dalam Ca-Alginat 26
4.5 Karakterisasi Adsorben dengan FTIR 26
4.6 Pengaruh pH Terhadap Adsorpsi EBT 30
4.7 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Adsorpsi EBT 31
4.8 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Adsorpsi EBT 32
4.9 Isoterm Adsorpsi 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 36
5.1 Kesimpulan 36
5.2 Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 46

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Skema disosiasi senyawa EBT 5


Gambar 2.2: Kerangka dasar struktur zeolit 6
Gambar 2.3: Reaksi aktivasi zeolit pembentukan situs
asam Bronsted 7
Gambar 2.4: Reaksi substitusi isomorfik 8
Gambar 2.5: Struktur kimia alginat dan struktur
“kotak telur” 9
Gambar 2.6: Spektra FTIR klinoptilolit 10
Gambar 2.7: Spektra FTIR aluminofosfat 11
Gambar 2.8: Spektra FTIR Na-alginat 12
Gambar 2.9: Kurva baku larutan standar EBT 14
Gambar 3.1: Grafik hubungan q dan pH 20
Gambar 3.2: Grafik hubungan q dan waktu kontak 20
Gambar 3.3: Grafik hubungan q dan konsentrasi 20
Gambar 4.1: Diagram perbandingan hasil uji daya
adsorpsi pada adsorben 25
Gambar 4.2: Spektra FTIR zeolit aktif, Z/P (1/6),
Z/P (1/6)-alginat, dan Ca-alginat 27
Gambar 4.3: Grafik pengaruh pH terhadap adsorpsi EBT 31
Gambar 4.4: Grafik pengaruh waktu kontak terhadap
adsorpsi EBT 32
Gambar 4.5: Grafik pengaruh konsentrasi terhadap
adsorpsi EBT 33
Gambar 4.6: Grafik kesetimbangan adsorpsi isoterm
Langmuir 34
Gambar 4.7: Grafik kesetimbangan adsorpsi isoterm
Freundlich 35

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1: Kapasitas adsorpsi EBT pada variasi adsorben 5


Tabel 3.1: Larutan deret standar EBT 18
Tabel 3.2: Data perlakuan analisa statistik 21
Tabel 3.3: Analisa anova satu arah 22
Tabel 3.4: Uji BNT 23
Tabel 4.1: Interpretasi spektra FTIR zeolit aktif, Z/P (1/6),
Z/P (1/6)-alginat, dan Ca-alginat 28
Tabel 4.2: Nilai parameter isoterm adsorpsi 35

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Diagram Alir Penelitian 46


Lampiran B. Perhitungan Komposisi Zeolit Aktif
dan NH4H2PO4 46
B.1 Z/P (1/3) 47
B.2 Z/P (1/6) 47
B.3 Z/P (1/9) 47
B.4 Z/P (1/12) 47
Lampiran C. Preparasi Larutan 48
C.1 Larutan HCl 0,4 M (250 mL) 48
C.2 Larutan Induk EBT 1000 mg/L (250 mL) 48
C.3 Larutan HCl 0,01 M (250 mL) 48
C.4 Larutan NaOH 0,01 M (250 mL) 48
C.5 Larutan Standar EBT 50 mg/L pH 6 (100 mL) 49
C.6 Larutan Mg(NO3)2 0,1 M (100 mL) 49
C.7 Larutan NaCl 0,85% (100 mL) 49
C.8 Larutan CaCl2 3% M (100 mL) 49
Lampiran D. Data Hasil Penelitian 50
D.1 Kurva Baku EBT 50
D.2 Uji Daya Adsorpsi pada Adsorben 51
D.3 Pengaruh pH Terhadap Adsorpsi EBT 52
D.4 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Adsorpsi EBT 53
D.5 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Adsorpsi EBT 54
Lampiran E. Perhitungan Analisa Statistik 55
E.1 Analisa Statistik Uji Daya Adsorpsi pada Adsorben 55
E.2 Analisa Statistik Pengaruh pH Terhadap Adsorpsi EBT 57
E.3 Analisa Statistik Pengaruh Waktu Kontak Terhadap
Adsorpsi EBT 59
E.4 Analisa Statistik Pengaruh Konsentrasi Terhadap
Adsorpsi EBT 61
Lampiran F. Perhitungan Parameter Isoterm Adsorpsi 62
Lampiran G. Data Karakterisasi Adsorben 64
G.1 Spektra FTIR Zeolit Alam 64
G.2 Spektra FTIR Z/P (1/6) 64

xii
G.3 Spektra FTIR Z/P (1/6)-alginat 65
G.4 Spektra FTIR Ca-alginat 65
Lampiran H. Dokumentasi 66

xiii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG

Simbol/Singkatan Keterangan
% persentase
a slope
A545 absorbansi pada 545 nm
b intersep
EBT Eriochrome Black T
FTIR Fourier Transform Infrared
g gram
M molar
mg/g miligram per gram
mg/L miligram per liter
mL mililiter
nm nanometer
p.a. pro analyst
rpm rotasi per menit
Z/P zeolit/fosfat
Z/P-alginat zeolit/fosfat-alginat
Z/P (1/6)-alginat zeolit/fosfat (1/6)-alginat

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Senyawa azo secara kimia didefinisikan sebagai senyawa yang
mempunyai rumus molekul R−N=N−R’, dimana gugus –N=N−
disebut sebagai gugus azo, dan gugus R atau R’ berupa gugus aril atau
alkil. Organisasi International Union of Pure and Applied Chemistry
(IUPAC) mendefinisikan senyawa azo sebagai turunan dari diazena
(diimida) HN=NH, dimana kedua hidrogen tersubstitusi oleh gugus
hidrokarbil, seperti PhN=NPh azobenzena atau difenildiazena [1].
Pewarna azo menyerap cahaya spektrum visible karena struktur
kimianya yang mengandung satu atau lebih gugus azo. Gugus azo
tersubstitusi dengan gugus benzena atau naftalena yang dapat
mengandung banyak substituen berbeda, seperti klor (−Cl), metil
(−CH3), nitro (−NO2), amina (−NH2), hidroksil (−OH), dan karboksil
(−COOH), yang memberikan berbagai jenis pewarna azo yang
berbeda. Pewarna azo merupakan mayoritas dari semua pewarna
tekstil yang diproduksi karena kemudahan dan efektivitas biaya
sintesisnya, serta kestabilan yang tinggi dan banyaknya variasi warna
yang tersedia dibandingkan dengan pewarna alami [2].
Zat warna banyak digunakan oleh industri tekstil, kertas,
percetakan, farmasi, dan kosmetik. Saat ini, terdapat 10.000 macam
zat warna yang berbeda dengan berat sekitar 0,7 juta ton diproduksi
setiap tahunnya untuk berbagai proses industri [3]. Dari jumlah ini,
sekitar 10-15% zat warna tercemar ke lingkungan selama proses
pembuatan dan penggunaan [4]. Ekosistem air yang tercemar oleh
limbah pewarna azo dapat menurunkan penetrasi sinar matahari dalam
air, menurunkan aktivitas fotosintesis, konsentrasi oksigen terlarut,
dan kualitas air, serta memiliki efek toksik terhadap flora dan fauna
akuatik [5]. Oleh karena itu, diperlukan metode untuk mengurangi
kadar limbah zat warna dalam air.
Metode adsorpsi merupakan salah satu teknik yang efektif
untuk mengurangi zat warna dari air limbah secara fisika dan kimia.
Banyak adsorben yang telah diuji untuk mengurangi konsentrasi zat
warna dalam larutan, seperti karbon aktif, kitin, silika, fosfat alam, dan
hidroksiapatit. Penelitian ini fokus pada adsorpsi senyawa azo
Eriochrome Black T (EBT) karena pewarna azo ini mewakili lebih dari
setengah produksi zat warna secara global. Pewarna ini dianggap

1
sebagai pewarna yang paling bermasalah dalam limbah karena tahan
terhadap pemudaran dari paparan cahaya, air, dan bahan kimia akibat
struktur kimianya yang kompleks [6].
Adsorpsi zat warna menggunakan zeolit telah banyak dilakukan
karena biayanya yang relatif murah. Selain itu, permukaan dan
struktur kerangkanya dapat dimodifikasi untuk meningkatkan
kapasitas dan selektivitas adsorpsinya. Penelitian Aguila dan Ligaray
(2015) telah berhasil melakukan adsorpsi EBT dengan zeolit terlapisi
MnO2 yang menghasilkan persentase adsorpsi sebesar 79,24% dalam
waktu kontak 12 jam [7].
Zeolit alam mempunyai sifat penukar anion yang rendah dan
EBT merupakan jenis pewarna anionik mono-azo [8]. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini zeolit alam dimodifikasi menjadi bersifat penukar
anion yang tinggi untuk meningkatkan adsorpsi EBT. Modifikasi
zeolit alam sebagai penukar anion telah dilaporkan oleh Endrayana,
dkk. (2017) dengan meningkatkan situs positif dalam kerangka zeolit
melalui proses fosfatasi. Fosfatasi zeolit dilakukan dengan
menambahkan amonium dihidrogen fosfat (NH4H2PO4) kemudian
dipanaskan pada temperatur 235oC selama 5 jam. Adsorben zeolit
alam terfosfatasi mampu meningkatkan kapasitas adsorpsi Cr(VI)
sebagai anion CrO42- menjadi 35,336 mg/g dibandingkan dengan
zeolit aktif sebesar 15,601 mg/g [9].
Qiusheng, dkk. (2015) menyatakan bahwa proses setelah
adsorpsi, zeolit dalam larutan akan membentuk suspensi koloid yang
stabil, sehingga sulit untuk dipisahkan dari larutan [10]. Hal ini dapat
diatasi dengan memperbesar ukuran partikel zeolit melalui amobilisasi
dalam Ca-alginat. Selain itu, amobilisasi zeolit dalam alginat juga
dapat meningkatkan stabilitas, regenerasi, dan kapasitas adsorpsi [11].
Uji daya adsorpsi zeolit termodifikasi bergantung pada pH
larutan adsorbat, waktu kontak adsorpsi, dan konsentrasi awal
adsorbat [12]. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dipelajari
karakteristik adsorben berdasarkan spektra FTIR, pengaruh variasi
pH, waktu kontak, dan konsentrasi, serta kapasitas adsorpsi zeolit
alam terfosfatasi yang diamobilisasi dalam Ca-alginat terhadap EBT.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana karakteristik adsorben zeolit alam terfosfatasi
yang diamobilisasi dalam Ca-alginat berdasarkan spektra
FTIR?

2
2. Bagaimana pengaruh pH, waktu kontak, dan konsentrasi EBT
terhadap daya adsorpsi EBT pada zeolit alam terfosfatasi yang
diamobilisasi dalam Ca-alginat?
3. Berapa kapasitas adsorpsi zeolit alam terfosfatasi yang
diamobilisasi dalam Ca-alginat terhadap EBT?

1.3 Batasan Masalah


1. Zeolit alam yang digunakan berasal dari Blitar, Jawa Timur
dengan ukuran antara 150−200 mesh.
2. Sumber fosfat yang digunakan dalam proses fosfatasi zeolit
berasal dari NH4H2PO4.
3. Fosfatasi zeolit dilakukan selama 5 jam dengan temperatur
235oC.
4. Limbah yang digunakan adalah larutan Eriochrome Black T.
5. Kondisi optimum yang dikaji didasarkan pada pengaruh pH
dan waktu kontak.
6. Jumlah adsorben yang digunakan dalam proses adsorpsi
sebanyak 0,1 g.
7. Proses adsorpsi menggunakan metode batch pada temperatur
ruang laboratorium (25±2oC).

1.4 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui karakteristik adsorben zeolit terfosfatasi yang
diamobilisasi dalam Ca-alginat berdasarkan spektra FTIR.
2. Mengetahui pengaruh pH, waktu kontak, dan konsentrasi EBT
terhadap daya adsorpsi pada adsorben zeolit terfosfatasi yang
diamobilisasi dalam Ca-alginat.
3. Mengetahui kapasitas adsorpsi zeolit terfosfatasi yang
diamobilisasi dalam Ca-alginat terhadap EBT.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini memberikan informasi tentang pembuatan dan
karakteristik adsorben zeolit alam terfosfatasi yang diamobilisasi pada
Ca-alginat. Selain itu, informasi lain juga diberikan mengenai
pengaruh variasi pH, waktu kontak, dan konsentrasi, serta kapasitas
adsorpsi zeolit alam terfosfatasi yang diamobilisasi pada Ca-alginat
terhadap EBT.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adsorpsi Eriochrome Black T (EBT)


Istilah adsorpsi mengacu pada akumulasi suatu zat di permukaan
antara dua fase, yaitu permukaan cair-padat atau gas-padat. Zat yang
terakumulasi pada permukaan disebut adsorbat dan padatan yang
menjadi tempat terjadinya adsorpsi disebut adsorben [13]. Adsorpsi
dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi kimia dan
fisika. Adsorpsi kimia digambarkan dengan pembentukan ikatan
kimia yang kuat antara molekul atau ion yang teradsorpsi pada
permukaan adsorben, yang umumnya disebabkan oleh pertukaran
elektron dan adsorpsi secara kimia biasanya ireversibel. Adsorpsi
fisika ditandai dengan adanya ikatan lemah van der Waals antara
adsorbat dan adsorben, sehingga pada umumnya reversibel. Teknik
adsorpsi telah diketahui lebih unggul daripada teknik yang lain dalam
hal fleksibilitas, kesederhanaan metode, biaya, tidak sensitif terhadap
polutan beracun, dan kemudahan preparasi [14].
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi adsorpsi
antara lain, luas permukaan adsorben, jumlah rasio adsorben terhadap
adsorbat, ukuran partikel adsorben, temperatur, pH, dan waktu kontak.
Efisiensi adsorpsi bergantung pada pH larutan, sebab variasi pH dalam
larutan menentukan tingkat ionisasi molekul adsorbat dan sifat
permukaan adsorben. Kemampuan adsorpsi permukaan dan situs aktif
permukaan didasarkan oleh faktor titik nol muatan (the point of zero
charge), yaitu pH dimana permukaan bermuatan nol (pHpzc). Nilai pH
larutan menentukan populasi ion H+/OH- pada permukaan adsorben
[15]. Jumlah adsorpsi untuk mengadsorpsi zat warna juga sangat
tergantung pada konsentrasi awal dan situs aktif yang tersedia pada
permukaan adsorben. Secara umum, persentase adsorpsi zat warna
menurun dengan meningkatnya konsentrasi awal zat warna [16].
Selain itu, faktor penting lainnya yang mempengaruhi adsorpsi adalah
waktu kontak. Persentase adsorpsi semakin meningkat seiring
lamanya waktu kontak hingga mencapai kesetimbangan [17].
Penelitian tentang adsorpsi larutan EBT dengan menggunakan
berbagai variasi adsorben adalah sebagai berikut.

4
Tabel 2.1: Kapasitas adsorpsi EBT pada variasi adsorben.
Adsorben qm (mg/g) Referensi
Eucalyptus bark 52,37 [3]
Scolymus hispanicus L. 167,77 [6]
Karbon aktif 178,2 [18]
Grafena 102,04 [19]
NiFe2O4 nanopartikel 47 [20]

EBT merupakan pewarna triprotik dimana dalam larutan, EBT


terdisosiasi menjadi senyawa ionik yang tergantung pada nilai pH,
seperti pada Gambar 2.1. Nilai pK1 6,6 menunjukkan disosiasi gugus
sulfonat dari bentuk netral EBT. Namun, nilai pK 2 9,76 menunjukkan
disosiasi gugus hidroksil dari naftalena tersubstitusi –NO2 karena
gugus penarik elektron, yaitu nitro dan sulfonat menurunkan nilai
pKa. Nilai pK3 lebih dari 12 menunjukkan disosiasi gugus hidroksil
dari gugus naftalena yang lain [21].

Gambar 2.1: Skema disosiasi senyawa EBT [21].

2.2 Karakteristik Zeolit Alam


Zeolit merupakan kristal aluminosilikat dengan struktur
mikropori tiga dimensi yang berukuran antara 0,3-2 nm. Zeolit biasa
dimanfaatkan sebagai penukar ion, katalis, dan adsorben di berbagai
bidang industri, seperti penyulingan minyak, pertanian, dan
pengolahan air limbah maupun air minum. Kerangka zeolit tersusun
atas tetrahedral kation silikon (Si4+) dan kation aluminium (Al3+) yang
masing-masing dikelilingi oleh empat anion oksigen (O 2-). Setiap ion
oksigen dalam ikatan Si-O dan Al-O menghubungkan dua kation dan
terbagi antara dua tetrahedron, sehingga menghasilkan kerangka tiga
dimensi makromolekul dari bangunan tetrahedral SiO 2 dan AlO2.
5
Dalam susunan atom ini, setiap tetrahedron terdiri dari empat atom O
yang mengelilingi kation Si atau Al, menghasilkan struktur tiga
dimensi tetrahedral silikat dengan rasio Si:O (1:2). Beberapa ion Si 4+
disubstitusi oleh ion Al3+ menghasilkan muatan negatif dalam
kerangka tektosilikat. Muatan negatif ini dihasilkan dari perbedaan
muatan valensi antara tetrahedron (AlO4)5- dan (SiO4)4- dan biasanya
terletak pada salah satu anion oksigen yang terhubung ke kation
aluminium. Situs negatif yang dihasilkan, diseimbangkan oleh kation
biasanya logam alkali atau alkali tanah, seperti Na+, K+, Mg2+, Sr2+,
Ba2+, atau Ca2+. Kation-kation tersebut ditemukan pada permukaan
eksternal zeolit yang diikat dengan struktur aluminosilikat oleh ikatan
elektrostatik yang lebih lemah [22].

Gambar 2.2: Kerangka dasar struktur zeolit [23].

Molekul H2O juga terdapat dalam rongga-rongga zeolit yang


terikat diantara kerangka ion dan berfungsi sebagai jembatan
pertukaran kation. Persamaan kimia zeolit secara umum adalah
𝑀𝑥/𝑛 [𝐴𝑙𝑥 𝑆𝑖𝑦 𝑂2(𝑥+𝑦) ]. 𝑝𝐻2 𝑂 dimana M adalah logam alkali atau
alkali tanah (Na, K, Li, Ca, Mg, Ba, dan Sr), n adalah muatan kation
dengan rasio y/x = 1−6, p/x = 1−4. Sifat pertukaran ion zeolit alam
bergantung pada beberapa faktor antara lain, struktur kerangka,
ukuran dan bentuk ion, kerapatan muatan kerangka anionik, muatan
ion, dan konsentrasi larutan elektrolit luar. Karena kondisi lingkungan
pembentukannya, zeolit alam mempunyai komposisi kimia dan
kapasitas tukar kation yang bervariasi [24].
Kondisi lingkungan juga menyebabkan struktur kristal zeolit
alam menjadi kurang baik serta mengandung banyak pengotor seperti
Na, K, Ca, Mg, dan Fe. Keberadaan pengotor tersebut dapat
mengurangi aktivitas zeolit alam sebagai katalis, adsorben, atau
aplikasi lainnya, sehingga untuk memperbaiki sifat zeolit biasanya
dilakukan aktivasi atau modifikasi terlebih dahulu [25].

6
2.3 Zeolit Aktif
Proses aktivasi zeolit dalam penelitian ini dilakukan melalui
aktivasi fisika dan kimia. Aktivasi secara fisika dilakukan dengan
pemanasan yang bertujuan untuk menguapkan molekul air dan
senyawa organik yang terperangkap dalam pori-pori zeolit, sehingga
luas permukaan pori-pori zeolit meningkat [26].
Aktivasi secara kimia dilakukan dengan penambahan HCl.
Penambahan asam akan menghilangkan pengotor anorganik melalui
pertukaran kation dengan H+. Aktivasi zeolit dengan penambahan
asam juga menyebabkan terjadinya dealuminasi, yaitu pemutusan Al
dalam kerangka (Al framework) menjadi Al luar kerangka (Al non-
framework) yang mengakibatkan rasio Si/Al menjadi semakin
meningkat. Proses dealuminasi akan meningkatkan situs asam pada
permukaan zeolit karena meningkatnya rasio Si/Al menyebabkan
berkurangnya situs asam Bronsted [25]. Selain itu, proses dealuminasi
juga meningkatkan luas permukaan zeolit akibat berkurangnya logam
pengotor yang menutupi pori-pori zeolit, sehingga kapasitas adsorpsi
menjadi semakin besar [27].

Gambar 2.3: Reaksi aktivasi zeolit pembentukan situs asam Bronsted


[28].

2.4 Fosfatasi Zeolit Alam


Sintesis zeolit aluminophosphate (AlPO) dan
silicoaluminophospate (SAPO) pertama kali dilaporkan oleh Flanigen
dan Grose pada tahun 1974. Penelitian ini membuka pandangan baru
terhadap penggantian unit tetrahedral dalam struktur zeolit atau biasa
dikenal dengan istilah substitusi isomorfik. Flanigen dan Grose
berhasil mensintesis zeolit yang mengandung tetrahedral fosfat (PO4+)
dengan cara menambahkan fosfor dalam proses kristalisasi gel pada
temperatur rendah, yakni 80−210oC [29]. Substitusi isomorfik atom
fosfor dalam penggantian struktur kerangka zeolit dapat
menggantikan beberapa atom Si pada tetrahedral SiO 4 dan atom Al
7
pada tetrahedral AlO4-. Substitusi isomorfik Si4+ maupun Al3+ oleh P5+
akan membentuk tetrahedral PO4+ dalam kerangka zeolit sesuai
dengan reaksi substitusi isomorfik pada Gambar 2.4 [30].
Modifikasi zeolit alam terfosfatasi telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya melalui proses fosfatasi dengan menambahkan amonium
dihidrogen fosfat (NH4H2PO4) yang dipanaskan pada temperatur
235oC selama 5 jam. Zeolit alam terfosfatasi meningkatkan situs
positif dalam kerangka zeolit, sehingga kapasitas adsorpsi Cr(VI)
semakin besar, yaitu menjadi 35,33 mg/g dibandingkan dengan zeolit
aktif sebesar 15,6 mg/g [9].

Gambar 2.4: Reaksi substitusi isomorfik [30].

2.5 Amobilisasi Zeolit dalam Ca-Alginat


Alginat merupakan kopolimer yang tersusun atas unit asam β-
D-manuronat (M) dan asam α-L-guluronat (G) yang dihubungkan oleh
ikatan glikosidik β-1,4 dan α-1,4, dengan adanya residu M dan G
dalam berbagai ukuran dan urutan. Alginat diperoleh dari ekstraksi
alga coklat atau rumput laut. Kopolimer ini bersifat biokompatible,
biodegradasi, dan berkemampuan dalam pembentukan gel secara
cepat. Gel alginat terbentuk ketika kation divalen (Ca2+, Fe3+, Al3+,
Zr4+) berinteraksi dengan unit residu asam α-L-guluronat. Ion divalen
akan berdifusi ke dalam larutan natrium-alginat dan menggantikan
Na+ dengan cepat dan membentuk gel yang ireversibel [31]. Alginat
mengandung gugus hidroksil dan asam karboksilat dimana kedua

8
gugus tersebut dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen
silang (cross-links) dengan kation divalen, seperti kalsium [32].
Interaksi silang antara kalsium dengan alginat blok G menghasilkan
struktur kaku yang disebut struktur “kotak telur” (egg-box) [33].

Gambar 2.5: Struktur kimia alginat dan struktur “kotak telur” [33].

Amobilisasi merupakan suatu metode untuk mempertahankan


material agar tetap berada dalam matriks polimer, sehingga dapat
meningkatkan aktivitas material tersebut. Amobilisasi zeolit dalam
kalsium alginat berfungsi untuk mempermudah pemisahan adsorben
dengan adsorbat setelah proses adsorpsi [34]. Selain itu, alginat juga
efektif dalam meningkatkan adsorpsi terhadap logam berat dan zat
warna dalam larutan [35].

2.6 Karakterisasi Zeolit Terfosfatasi yang Diamobilisasi dalam


Ca-Alginat Menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spektroskopi inframerah atau Fourier Transform Infrared
(FTIR) merupakan metode analisis untuk identifikasi suatu senyawa
yang berdasarkan spektra absorbsi sinar infra merah. Metode ini
digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi penyusun kerangka
zeolit. Spektra yang dihasilkan berupa pita-pita serapan yang letaknya
dalam spektra IR dinyatakan dengan bilangan gelombang (cm -1),
sedangkan intensitas pita serapan dinyatakan dengan persen
transmitansi (%T) [36].
9
Spektra FTIR zeolit alam jenis klinoptilolit ditunjukkan seperti
pada Gambar 2.6. Daerah bilangan gelombang yang dianalisa adalah
antara 420 dan 3980 cm-1. Pita serapan ganda dan lebar pada bilangan
gelombang antara 2900 hingga 3750 cm-1 menunjukkan banyaknya air
yang teradsorpsi. Secara spesifik, pita serapan lebar pada bilangan
gelombang 3408 cm-1 menunjukkan karakter ikatan hidrogen gugus
O−H terhadap ion oksigen, pita tajam vibrasi ulur gugus O−H pada
bilangan gelombang 3620 cm-1, dan serapan lemah vibrasi tekuk H2O
teramati pada 1627 cm-1. Pita serapan kuat tampak pada bilangan
gelombang 1013 cm-1 yang dianggap sebagai penentu jumlah atom Al
per unit karena serapan ini tergantung pada rasio Si/Al. Puncak
serapan pada bilangan gelombang 593 cm -1 menunjukkan fasa kristal
heulandite (HEU) dan pita yang terletak antara 420−500 cm -1
menunjukkan vibrasi tekuk T-O (T = Si atau Al) [37].

Gambar 2.6: Spektra FTIR klinoptilolit [37].


Spektra FTIR aluminofosfat ditunjukkan seperti pada Gambar
2.7. Pita serapan lebar pada bilangan gelombang ~3500 dan 1632 cm -
1
menunjukkan vibrasi ulur asimetris gugus OH dan vibrasi tekuk
molekul air. Pita serapan pada bilangan gelombang 1100 cm -1
merupakan vibrasi ulur P−O dan serapan pada ~2317 cm -1 disebabkan
oleh adanya vibrasi ulur P−OH. Pita serapan yang lain muncul pada
bilangan gelombang 660 cm-1 yang menunjukkan vibrasi ulur O−P−O.
Serapan pada 515 cm-1 merupakan deformasi P−O−H [38].

10
Gambar 2.7: Spektra FTIR aluminofosfat [38].
Spektra FTIR Na-alginat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.8.
Pita serapan lebar dan kuat pada bilangan gelombang 3421,05 cm -1
menunjukkan vibrasi ulur ikatan hidrogen O−H. Vibrasi ulur C−H
tampak pada bilangan gelombang 2942,16 cm -1 dengan intensitas
serapan yang lemah. Pita serapan dengan intensitas kuat pada bilangan
gelombang 1611,57 dan 1416 cm-1 berturut-turut menunjukkan
vibrasi ulur asimetris dan simetris gugus karboksilat O−C−O. Pita
serapan lemah pada bilangan gelombang 1316,79, 1125,53, dan
1094,66 cm-1 berturut-turut menunjukkan keberadaan gugus C−C−H
dan O−C−H, regangan C−O, serta vibrasi ulur C−O dan C−C dari
cincin piranosa. Karbon anomerik pada daerah sidik jari (950−750 cm -
1
) merupakan serapan gugus fungsi dalam karbohidrat. Serapan pada
bilangan gelombang 948,2 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C−O dari
residu asam uronat dan pada bilangan gelombang 902,83 dan 818,76
cm-1 menunjukkan vibrasi C1−H dan karakter residu asam β-
manuronat [39].

11
Gambar 2.8: Spektra FTIR Na-alginat [39].

2.7 Isoterm Adsorpsi


Isoterm adsorpsi dideskripsikan sebagai hubungan antara
konsentrasi kesetimbangan fasa teradsorpsi dan jumlah adsorbat pada
permukaan adsorben pada temperatur konstan. Kesetimbangan
adsorpsi digambarkan melalui persamaan isoterm yang parameternya
menunjukkan sifat permukaan dan afinitas adsorben. Persamaan
isoterm adsorpsi yang biasa digunakan untuk menunjukkan
kesetimbangan adsorpsi adalah persamaan Langmuir dan Freundlich
[40].
Isoterm adsorpsi Langmuir mengasumsikan bahwa permukaan
adsorben bersifat homogen, energi adsorpsi seragam untuk setiap situs
adsorpsi, dan penyerapan zat terlarut terjadi pada lapisan tunggal
(monolayer). Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dituliskan
sebagai berikut [41]:

1 1 1 1
=( ) + (2.1)
q KL qm Ce qm

dimana q = jumlah adsorbat yang teradsorpsi per massa adsorben


(mg/g), Ce = konsentrasi larutan adsorbat (mg/L), q m = kapasitas
adsorpsi (mg/g), K L = konstanta Langmuir (L/mg). Plot hubungan
1 1
antara terhadap , maka dapat ditentukan nilai q m dari intersep dan
q Ce
K L dari kemiringan (slope) kurva. Persamaan Langmuir dapat

12
dinyatakan dalam istilah dimensi parameter kesetimbangan atau faktor
pemisahan dengan persamaan sebagai berikut [42]:
1
RL = (2.2)
1+KL Co

dimana Co adalah nilai konsentrasi awal zat warna tertinggi (mg/L).


R L menunjukkan jenis isoterm: ireversibel (R L = 0), favourable (0 <
R L < 1), linier (R L = 1), atau unfavourable (R L > 1).
Model isoterm Freundlich didasarkan pada asumsi permukaan
heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben memiliki
kemampuan adsorpsi dan terbentuknya adsorpsi pada banyak lapisan.
Persamaan isoterm Freundlich dituliskan sebagai berikut [42]:
1
log q = log K f + log Ce (2.3)
n

1
dimana K f adalah konstanta Freundlich (L/mg) dan adalah faktor
n
heterogenitas. Plot hubungan log q terhadap log Ce , maka dapat
1
ditentukan nilai dari kemiringan (slope) dan K f dari intersep kurva.
n

2.8 Analisa Kuantitatif EBT Secara Spektrofotometri


Konsentrasi sisa EBT dalam larutan pasca adsorpsi dapat
ditentukan dengan metode spektrofotometri. Prinsip kerja metode
spektrofotometri didasarkan pada penyerapan cahaya atau energi
radiasi oleh larutan uji. Jumlah energi radiasi yang diserap
memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara
kuantitatif [43]. Serapan maksimum larutan EBT terukur di daerah
sinar tampak pada panjang gelombang 545 nm [44].
Penentuan konsentrasi sisa EBT secara spektrofotometri
didasarkan pada hukum Lambert-Beer yang menyatakan bahwa
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi larutan adalah linier
sesuai dengan persamaan berikut [45]:
A=εbc (2.4)
dimana A adalah absorbansi, ε adalah absorptivitas molar (L.mol-1.cm-
1
), b adalah tebal medium (cm), dan c adalah konsentrasi larutan
(mol.L-1).

13
Gambar 2.9: Kurva baku larutan standar EBT [46].

14
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Mei 2019
di laboratorium kimia anorganik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain,
peralatan gelas, mortar, bola hisap, tabung alat suntik, neraca analitik,
kertas saring, cawan porselin, pengaduk magnet, pemanas listrik, pH
meter (pH-009), shaker (Wise Shake), oven (Memmert), tanur
(Furnace Carbolite RHF 16/8), sentrifugator (Fisher Scientific),
ayakan 150 dan 200 mesh, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV
Mini 1240), dan Fourier Transform Infrared (FTIR) 8400S.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain, zeolit alam, akuades,
akuadem, Eriochrome Black T (p.a.), Na-alginat (p.a.), NH4H2PO4
(p.a.), Mg(NO3)2.6H2O (p.a.), HCl 37% (p.a.), NaOH (p.a.), NaCl
(p.a.) dan CaCl2 (p.a.).

3.3 Tahapan Penelitian


Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan prosedur,
antara lain:
1. Aktivasi zeolit alam.
2. Fosfatasi zeolit aktif.
3. Uji daya adsorpsi pada adsorben.
4. Amobilisasi zeolit terfosfatasi dalam Ca-alginat.
5. Karakterisasi adsorben dengan FTIR.
6. Penentuan pH optimum adsorpsi EBT.
7. Penentuan waktu kontak optimum adsorpsi EBT.
8. Penentuan konsentrasi optimum adsorpsi EBT.
9. Penentuan konsentrasi EBT secara spektrofotometri.

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Aktivasi zeolit alam
Zeolit alam yang sudah halus diayak hingga diperoleh ukuran
antara 150-200 mesh. Sebanyak 20 g zeolit alam yang telah diayak
ditambahkan dengan 250 mL akuades dan diaduk dengan pengaduk

15
magnet selama 1 jam. Larutan zeolit disaring dan residu zeolit
dikeringkan dalam oven pada temperatur 105oC kemudian ditimbang.
Zeolit kering dicampur dengan larutan HCl 0,4 M dengan rasio 1 g
zeolit/10 mL HCl dan diaduk dengan pengaduk magnet selama 4 jam.
Zeolit yang telah diaktivasi, disaring, dan dicuci dengan akuadem
hingga diperoleh filtrat pH 7 untuk menghilangkan sisa asam dan
dikeringkan dalam oven pada temperatur 105oC selama 1 jam hingga
diperoleh massa konstan [9].

3.4.2 Fosfatasi zeolit aktif


Sebanyak 1 g zeolit aktif dicampurkan NH4H2PO4 dengan
variasi rasio mol Si/P: 1/3, 1/6, 1/9, dan 1/12 kemudian dipanaskan
dalam tanur pada temperatur 235oC selama 5 jam. Perhitungan
komposisi zeolit aktif dan NH4H2PO4 masing-masing rasio mol Si/P
terdapat dalam Lampiran B. Campuran padatan dicuci dengan
akuadem hingga diperoleh filtrat pH 7 dan bebas ion fosfat. Untuk uji
kualitatif ion fosfat, diteteskan larutan Mg(NO3)2 0,1 M ke dalam
filtrat (positif terkandung ion fosfat, jika terbentuk endapan putih).
Residu dikeringkan dalam oven pada temperatur 105oC hingga
diperoleh massa konstan, sehingga diperoleh padatan zeolit
terfosfatasi yang selanjutnya digunakan dalam penentuan rasio Si/P
optimum melalui uji daya adsorpsi terhadap larutan EBT [9].

3.4.3 Uji daya adsorpsi pada adsorben


Zeolit aktif dan zeolit terfosfatasi dengan rasio mol Si/P (Z/P):
1/3, 1/6, 1/9, 1/12 masing-masing dengan massa 0,1 g ditambahkan 25
mL larutan EBT 50 mg/L pada pH 3 dalam Erlenmeyer 250 mL dan
dikocok menggunakan shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 30
menit. Larutan EBT pH 3 dan waktu kontak 30 menit dipilih karena
merupakan kondisi optimum dari penelitian sebelumnya [6,42].
Larutan dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan disentrifugasi
dengan kecepatan 5200 rpm selama 20 menit untuk pemisahan
suspensi. Supernatan dianalisa secara spektrofotometri untuk
penentuan konsentrasi EBT yang tersisa. Tahapan ini dilakukan triplo.

3.4.4 Amobilisasi zeolit terfosfatasi dalam Ca-alginat


Na-alginat sebanyak 2 g ditambahkan 100 mL akuades dalam
gelas kimia dan diaduk dengan pengaduk magnet hingga mengental
disertai pemanasan pada temperatur 40 oC selama 1 jam. Zeolit

16
terfosfatasi dengan variasi Si/P optimum sebanyak 6 g dicampurkan
ke Na-alginat yang telah mengental dan dilanjutkan pengadukkan
hingga homogen tanpa pemanasan selama 1 jam. Campuran zeolit
terfosfatasi dan Na-alginat dimasukkan ke dalam tabung alat suntik
kemudian dibiarkan menetes ke dalam gelas kimia yang berisi larutan
CaCl2 3% dan didiamkan selama 1 jam, sehingga granul yang
mengembang. Granul tersebut dicuci dengan larutan NaCl 0,85% dan
akuades secara berurutan. Granul yang telah dicuci kemudian
dikeringkan dalam oven pada temperatur 70 oC selama 3 jam hingga
diperoleh massa konstan, sehingga diperoleh adsorben zeolit
terfosfatasi yang diamobilisasi dalam Ca-alginat (Z/P-alginat) [47].

3.4.5 Karakterisasi adsorben dengan FTIR


Adsorben Z/P-alginat sebanyak 0,1 g dicampurkan dengan 0,4
g bubuk pelet KBr. Campuran dihaluskan dengan mortar dan
dimasukkan ke dalam pellet press dan dimampatkan. Campuran yang
telah dimampatkan, diletakkan ke dalam instrumen FTIR kemudian
dianalisis pada rentang bilangan gelombang 4000−400 cm -1. Analisis
juga dilakukan pada zeolit aktif, Z/P, dan Ca-alginat sebagai
pembanding.

3.4.6 Penentuan pH optimum adsorpsi EBT


Adsorben Z/P-alginat sebanyak 0,1 g ditambahkan 25 mL
larutan EBT 50 mg/L dengan variasi pH 1−8 (diatur dengan larutan
HCl 0,01 M dan NaOH 0,01 M) ke dalam Erlenmeyer 250 mL dan
dikocok menggunakan shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 30
menit. Larutan dianalisa secara spektrofotometri untuk penentuan
konsentrasi EBT yang tersisa. Tahapan ini dilakukan triplo.

3.4.7 Penentuan waktu kontak optimum adsorpsi EBT


Adsorben Z/P-alginat sebanyak 0,1 g ditambahkan 25 mL
larutan EBT 50 mg/L pada pH optimum ke dalam Erlenmeyer 250 mL
dan dikocok dengan shaker dengan kecepatan 150 rpm dengan variasi
waktu kontak selama 15, 30, 45, 60, 75, dan 90 menit. Larutan
dianalisa secara spektrofotometri untuk penentuan konsentrasi EBT
yang tersisa. Tahapan ini dilakukan triplo.

17
3.4.8 Penentuan konsentrasi optimum adsorpsi EBT
Adsorben Z/P-alginat sebanyak 0,1 g ditambahkan 25 mL
larutan EBT dengan variasi konsentrasi 50, 100, 150, 200, dan 250
mg/L pada pH optimum masing-masing ke dalam Erlenmeyer 250 mL
dan dikocok menggunakan shaker dengan kecepatan 150 rpm selama
waktu kontak optimum. Larutan dianalisa secara spektrofotometri
untuk penentuan konsentrasi EBT yang tersisa. Tahapan ini dilakukan
triplo.

3.4.9 Penentuan konsentrasi EBT secara spektrofotometri


Larutan stok EBT 1000 mg/L diambil 5 mL dan dimasukkan ke
dalam gelas kimia. Larutan tersebut diatur pH 6 dengan menggunakan
larutan NaOH 0,01 M. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 100
mL kemudian ditambahkan pelarut pH 6 hingga tanda batas dan
dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh larutan stok EBT 50
mg/L pH 6. Larutan stok EBT 50 mg/L pH 6 diambil 0, 1, 2, 3, 4, dan
5 mL dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
kemudian ditambahkan pelarut pH 6 hingga tanda batas dan dikocok
hingga homogen, sehingga diperoleh larutan standar EBT sesuai
dengan Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1: Larutan deret standar EBT.


Volume EBT Konsentrasi Volume Volume
50 mg/L EBT pelarut pH 6 Total
0 mL 0 mg/L 25 mL 25 mL
1 mL 2 mg/L 24 mL 25 mL
2 mL 4 mg/L 23 mL 25 mL
3 mL 6 mg/L 22 mL 25 mL
4 mL 8 mg/L 21 mL 25 mL
5 mL 10 mg/L 20 mL 25 mL

Panjang gelombang maksimum ditentukan melalui pengukuran


absorbansi larutan standar EBT 6 ppm pada rentang panjang
gelombang 300-600 nm. Larutan deret standar EBT diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-vis pada panjang
gelombang maksimum yang telah ditentukan. Data absorbansi dan
konsentrasi larutan standar SCN- diplot dalam grafik sebagai sumbu y
dan x, sehingga diperoleh persamaan garis.

18
Analisis larutan EBT pasca adsorpsi dilakukan dengan
pengambilan larutan sampel EBT (pengenceran disesuaikan
konsentrasi awal) kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia dan pH
larutan diatur dengan larutan HCl 0,01 M dan NaOH 0,01 M hingga
diperoleh pH 6. Larutan sampel EBT pH 6 dipindahkan ke dalam labu
ukur 25 mL dan ditambahkan pelarut pH 6 hingga tanda batas
kemudian dikocok hingga homogen. Absorbansi larutan diukur
menggunakan spektrofotometri UV-vis pada panjang gelombang
maksimum yang telah ditentukan dan konsentrasi EBT dihitung
menggunakan persamaan garis y = ax+b yang diperoleh dari kurva
baku, dimana nilai x adalah konsentrasi EBT.

3.5 Analisa Data


3.5.1 Penentuan konsentrasi EBT secara spektrofotometri
Hasil pengukuran absorbansi larutan standar EBT dari
spektrofotometer diplot dalam grafik hubungan antara absorbansi dan
konsentrasi larutan standar EBT untuk memperoleh persamaan kurva
baku y = ax+b. Konsentrasi akhir EBT pasca adsorpsi dihitung melalui
persamaan kurva baku, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut.

y−b
Cs = × fp (3.1)
a

Dimana, Cs = konsentrasi EBT sisa pasca adsorpsi (mg/L), y =


absorbansi, a = slope kurva, b = intersep kurva, dan fp = faktor
pengenceran.

3.5.2 Penentuan daya adsorpsi


Jumlah EBT yang teradsorpsi pada adsorben dihitung
berdasarkan persamaan berikut [23].

(C0 −Cs )V
q= (3.2)
W

Dimana q (daya adsorpsi) = jumlah EBT yang teradsorpsi pada


adsorben (mg/g), V = volume larutan (L), C0 = konsentrasi awal EBT
(mg/L), C0 konsentrasi akhir EBT (mg/L), dan W adalah massa
adsorben (g). Daya adsorpsi dihubungkan dengan variasi parameter
melalui grafik untuk menentukan kondisi optimum, yaitu sebagai
berikut.
19
a. Hubungan antara daya adsorpsi q (mg/g) dan pH larutan EBT.

q (mg/g)
pH
Gambar 3.1: Grafik hubungan q dan pH.

b. Hubungan antara daya adsorpsi q (mg/g) dan waktu kontak.


q (mg/g)

waktu kontak
(menit)
Gambar 3.2: Grafik hubungan q dan waktu kontak.

c. Hubungan antara daya adsorpsi q (mg/g) dan konsentrasi


awal.
q (mg/g)

[EBT] (mg/L)
Gambar 3.3: Grafik hubungan q dan konsentrasi.

3.5.3 Penentuan isoterm adsorpsi


Isoterm adsorpsi ditentukan melalui persamaan Langmuir dan
Freundlich. Persamaan Langmuir digambarkan sebagai grafik
1 1
hubungan antara (sumbu y) dan (sumbu x) sesuai dengan
q Ce
persamaan berikut [41].
1 1 1 1
=( ) + (3.3)
q KL qm Ce qm

20
Persamaan Freundlich digambarkan sebagai grafik hubungan antara
log q (sumbu y) dan log Ce (sumbu x) sesuai dengan persamaan
berikut [42].
1
log q = log K f + log Ce (3.4)
n

3.5.4 Analisa statistik


Analisa statistik diperlukan untuk mengetahui adanya
perbedaan signifikan dari setiap perlakuan melalui uji anova satu arah
pada taraf nyata 5% (𝛼 = 0,05). Apabila ada perbedaan signifikan,
maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk
mengetahui perlakuan mana yang memberikan nilai optimum, serta
mengetahui nilai rata-rata antarperlakuan berbeda satu sama lain. Data
perlakuan diolah dalam bentuk tabel seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2: Data perlakuan analisa statistik.


Ulangan 2
Perlakuan ∑xij (∑xij) ∑xij2
1 2 3
A x11 x12 x13
B x21 x22 x23
.... x…. x…. x….
Total

Uji anova dilakukan melalui tahapan perhitungan berikut ini.


1. Derajat Bebas Perlakuan (dbp)
dbp = p − 1 (3.5)
2. Derajat Bebas Galat (dbg)
dbg = p(n − 1) (3.6)
3. Derajat Bebas Total (dbt)
dbt = p × n − 1 (3.7)

4. Faktor Koreksi (FK)

21
2
(∑ xij )
FK = (3.8)
p×n

5. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)


2
∑p n
i=1(∑j=1 xij )
JKP = − FK (3.9)
n
6. Jumlah Kuadrat Total (JKT)
JKT = ∑ xij2 − FK (3.10)
7. Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
JKG = JKT − JKP (3.11)
8. Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP)
JKP
KTP = (3.12)
dbp

9. Kuadrat Tengah Galat (KTG)


JKG
KTG = (3.13)
dbg

10. Nilai F
KTP
Fhitung = (3.14)
KTG

Dimana p = banyaknya perlakuan, n = banyaknya pengulangan.


Semua hasil perhitungan yang telah diperoleh, selanjutnya dituliskan
dalam bentuk tabel anova berikut ini.

Tabel 3.3: Analisa anova satu arah.


Sumber Variasi db JK KT Fhitung Ftabel
Perlakuan dbp JKP KTP
Galat dbg JKG KTG
Total dbt JKT

Penentuan adanya perbedaan signifikan pada perlakuan dinyatakan


jika Fhitung > Ftabel kemudian dilanjutkan menghitung nilai Beda Nyata
Terkecil (BNT) sesuai persamaan (3.15) berikut.

22
2KTG
BNT = t tabel (α, dbg)√ (3.15)
n

Nilai BNT yang telah diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk


tabel seperti pada Tabel 3.4. Uji BNT dilakukan melalui penjumlahan
nilai rata-rata setiap perlakuan dengan nilai BNT (x̅i + BNT). Jika
xA + BNT > ̅̅̅,
̅̅̅ xA maka ̅̅̅
xA diberikan notasi berbeda yang berarti ada
beda nyata. Jika ̅̅̅
xA + BNT ≥ ̅̅̅,
xB maka ̅̅̅
xB diberikan notasi sama yang
berarti tidak beda nyata.

Tabel 3.4: Uji BNT.


Perlakuan 𝐱̅𝐢 𝐱̅𝐢 + 𝐁𝐍𝐓 Notasi
A xA
̅̅̅ xA + BNT
̅̅̅ a
B xB
̅̅̅ ̅̅̅
xB + BNT b
... ... ... ...

23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Aktivasi Zeolit Alam


Aktivasi zeolit alam dilakukan untuk meningkatkan daya serap
adsorpsi terhadap EBT dan menghilangkan pengotor. Zeolit alam
yang digunakan dalam penelitian ini adalah zeolit yang sudah halus
yang berasal dari Blitar, Jawa Timur. Zeolit alam yang telah halus
diayak menggunakan ayakan 150 dan 200 mesh untuk memperoleh
keseragaman ukuran butiran zeolit. Zeolit kemudian ditimbang dan
dicuci dengan akuades untuk menghilangkan pengotor, seperti pasir
dan kerikil kecil. Selanjutnya, zeolit diaktivasi secara fisika melalui
pemanasan pada temperatur 105 oC untuk menghilangkan air dan
senyawa organik yang terperangkap dalam pori-pori zeolit, sehingga
luas permukaan zeolit semakin meningkat [48].
Aktivasi secara kimia dilakukan dengan pencampuran zeolit
alam dengan larutan HCl 0,4 M selama 4 jam. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan pengotor anorganik melalui pelarutan kation logam
dalam larutan asam [48]. Zeolit alam yang telah diaktivasi kemudian
disaring dan dicuci dengan akuadem hingga diperoleh filtrat pH 7
untuk menghilangkan sisa asam HCl yang kemungkinan terikat secara
fisik pada permukaan zeolit. Zeolit yang telah dicuci kemudian
dikeringkan dalam oven pada temperatur 105 oC selama 1 jam hingga
diperoleh massa konstan.

4.2 Fosfatasi Zeolit Aktif


Proses fosfatasi zeolit diperlukan untuk meningkatkan situs
positif dengan mensubstitusi fosfat ke dalam kerangka zeolit, sehingga
mampu meningkatkan adsorpsi anion [30]. Zeolit aktif dicampurkan
dengan NH4H2PO4 sebagai sumber fosfat kemudian dipanaskan dalam
tanur pada temperatur 235 oC selama 5 jam dimana pada temperatur
tersebut, NH4H2PO4 akan terurai menjadi amonia dan asam fosfat
sesuai dengan persamaan reaksi berikut [49].


NH4 H2 PO4 (s) → NH3 (g) + H3 PO4 (l) (4.1)

Campuran padatan dicuci dengan akuadem hingga diperoleh


filtrat pH 7 dan bebas ion fosfat. Pencucian dilakukan untuk
menghilangkan sisa fosfat yang kemungkinan terikat secara fisik pada
24
permukaan atau pori zeolit. Untuk mendeteksi bebas ion fosfat dalam
filtrat, maka dilakukan uji kualitatif dengan menambahkan larutan
Mg(NO3)2. Hal ini ditandai dengan tidak terbentuknya endapan putih
dari Mg3(PO4)2 pada filtrat sesuai dengan persamaan reaksi berikut
[50].

2PO4 3− (aq) + 3Mg 2+ (aq) ⟶ Mg 3 (PO4 )2 (s) (4.2)

Zeolit terfosfatasi kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur


105oC hingga diperoleh massa konstan.

4.3 Uji Daya Adsorpsi pada Adsorben


Zeolit terfosfatasi dengan rasio mol Si/P (Z/P): 1/3, 1/6, 1/9, dan
1/12 masing-masing diuji daya adsorpsinya dengan larutan EBT 50
mg/L pada pH 3 dan waktu kontak 30 menit. Uji daya adsorpsi juga
dilakukan pada adsorben zeolit aktif sebagai pembanding. Hasil uji
daya adsorpsi adsorben terhadap larutan EBT ditunjukkan pada
Gambar 4.1.

7.00
6.00
5.00
qe (mg/g)

4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
Zeolit aktif Z/P (1/3) Z/P (1/6) Z/P (1/9) Z/P (1/12)
Adsorben

Gambar 4.1: Diagram perbandingan hasil uji daya adsorpsi pada


adsorben.

Zeolit aktif menghasilkan daya adsorpsi terendah sebesar 3,67


mg/g dibandingkan dengan zeolit terfosfatasi semua rasio mol Si/P =
1/3−1/12. Hal ini menunjukkan rendahnya sifat sebagai penukar anion
pada zeolit aktif. Penambahan fosfat sangat berpengaruh terhadap
peningkatan situs positif dalam kerangka zeolit yang ditandai dengan
25
meningkatnya daya adsorpsi terhadap anion. Pengaruh fosfatasi zeolit
terhadap daya adsorpsi didukung oleh analisa statistik uji anova yang
terlampir pada Lampiran E.1 menghasilkan nilai Fhitung (83,93) > Ftabel
(3,48) yang menunjukkan adanya pengaruh perlakuan.
Daya adsorpsi tertinggi sebesar 6,39 mg/g terjadi pada adsorben
Z/P (1/6). Hal ini diduga bahwa kandungan fosfat tertinggi yang
tersubstitusi dalam kerangka zeolit berada pada adsorben tersebut.
Semakin banyak fosfat yang tersubstitusi, maka semakin banyak juga
situs positif, sehingga daya adsorpsi anion juga semakin besar.
Meskipun demikian, belum bisa dipastikan bahwa kandungan fosfat
tertinggi berada pada Z/P (1/6) dikarenakan tidak ada analisis
kuantitatif terhadap zeolit terfosfatasi. Daya adsorpsi optimum
ditentukan melalui analisa statistik uji BNT pada Lampiran E.1
dimana perlakuan Z/P (1/6) menghasilkan rata-rata q tertinggi yang
nilainya berbeda secara signifikan dengan perlakuan lainnya yang
ditandai dengan perbedaan notasi. Oleh sebab itu, Z/P (1/6) dipilih
sebagai adsorben untuk dilakukan amobilisasi dalam Ca-alginat pada
tahapan penelitian selanjutnya.

4.4 Amobilisasi Zeolit Terfosfatasi dalam Ca-Alginat


Amobilisasi zeolit terfosfatasi dalam Ca-alginat dilakukan
untuk memperbesar ukuran adsorben agar mempermudah pemisahan
adsorben dengan adsorbat pasca proses adsorpsi. Na-alginat
ditambahkan akuades hingga mengental kemudian ditambahkan Z/P
(1/6) (rasio optimum) untuk mengamobilisasi zeolit tersebut dalam
alginat. Campuran zeolit terfosfatasi dan alginat dimasukkan ke dalam
tabung alat suntik kemudian dibiarkan menetes ke dalam gelas kimia
yang berisi larutan CaCl2 3%. Campuran ini dibiarkan menetes ke
dalam larutan CaCl2 agar menghasilkan ukuran gel yang seragam.
Selanjutnya, gel yang terbentuk dicuci dengan larutan NaCl untuk
melarutkan ion Ca2+ yang tidak bereaksi dengan campuran zeolit
terfosfatasi dan alginat. Gel yang telah dicuci dengan larutan NaCl
kemudian dicuci dengan akuades untuk menghilangkan sisa larutan
NaCl dan CaCl2. Gel kemudian dikeringkan dalam oven pada
temperatur 70oC selama 3 jam hingga diperoleh massa konstan.

4.5 Karakterisasi Adsorben dengan FTIR


Analisis adsorben dengan FTIR dilakukan untuk
mengidentifikasi gugus fungsi yang terkandung dalam zeolit aktif, Z/P

26
(1/6), Ca-alginat, dan Z/P (1/6)-alginat yang ditunjukkan pada
Gambar 4.2.

Zeolit Aktif

Z/P (1/6)
%T

Z/P (1/6)-Alginat

Ca-Alginat

3400 2400 1400 400


cm-1
Gambar 4.2: Spektra FTIR zeolit aktif, Z/P (1/6), Z/P (1/6)-alginat,
dan Ca-alginat.
27
Tabel 4.1: Interpretasi spektra FTIR zeolit aktif, Z/P (1/6), Z/P (1/6)-
alginat, dan Ca-alginat.
Bilangan Gelombang (cm-1)
Z/P
No. Zeolit Z/P Ca- Jenis Vibrasi
(1/6)-
Aktif (1/6) Alginat
Alginat
Regangan O-H
1. 3425,34 3429,20 3452,34 3454,27
[51]
Regangan
2. - 3205,47 3220,90 -
asimetris N-H [9]
3053,11 Regangan NH4+
3. - - -
2920,03 [52]
Regangan
4. - 2850,59 - -
simetris N-H [9]
Tekuk O-H [53]
dan regangan
5. 1652,88 1639,38 1620,09 1647,1
asimetris C-O
[54]
Tekuk P=O [55]
6. - 1423,37 1427,23 1427,23 dan regangan
simetris C-O [54]
Regangan
asimetris
7. 1222,79 1205,43 1205,43 -
eksternal Si-
O/Al-O [9]
Regangan
asimetris O-P-O
8. - 1137,92 1107,06 1114,78
[55] dan regangan
C-O-C [54]
Regangan
9. 1047,27 1083,92 - - asimetris internal
Si-O/Al-O [55]
Regangan O-P-O
10. - 960,48 958,56 -
[9]
796,55 794,62 Regangan O-Si-
11. 796,55 -
777,26 767,62 O/O-Al-O [51]
Tekuk Si-O-P
12. - 653,82 653,82 -
[56]
Tekuk Si-O/Al-O
13. 455,17 455,17 464,81 -
[51]

28
Interpretasi spektra FTIR zeolit aktif, Z/P (1/6), Z/P (1/6)-
alginat, dan Ca-alginat ditunjukkan pada Tabel 4.1. Perbandingan
spektra FTIR antara zeolit aktif dan Z/P (1/6) diperlukan untuk
menentukan keberhasilan substitusi isomorfik tetrahedral PO4+ ke
dalam kerangka zeolit. Spektra FTIR Z/P (1/6) menunjukkan adanya
puncak serapan baru dibandingkan spektra zeolit aktif. Terdapat tiga
puncak serapan baru yang berhubungan dengan vibrasi gugus P-O,
antara lain pada bilangan gelombang 1137,92 cm-1 (vibrasi regangan
asimetris O-P-O), 960,48 cm-1 (vibrasi regangan O-P-O), dan 653,82
cm-1 (vibrasi tekuk Si-O-P). Terbentuknya serapan baru vibrasi gugus
P-O pada spektra Z/P (1/6) mempengaruhi serapan gugus fungsi lain
yang menimbulkan terjadinya pergeseran bilangan gelombang pada
spektra zeolit aktif. Gugus fungsi hasil pergeseran bilangan
gelombang pada spektra zeolit aktif ditunjukkan oleh spektra Z/P (1/6)
yang merupakan vibrasi gugus O-H dan Si-O/Al-O pada bilangan
gelombang 3429,20 cm-1 (vibrasi regangan O-H dari P-OH), 1639,38
cm-1 (vibrasi tekuk O-H), 1205,43 cm-1 (vibrasi regangan asimetris
eksternal Si-O/Al-O), 1083,92 cm-1 (vibrasi regangan asimetris
internal Si-O/Al-O), dan 794,62 cm-1, 767,62 cm-1 (vibrasi regangan
O-Si-O/O-Al-O). Pergeseran bilangan gelombang vibrasi O-H dan Si-
O/Al-O dari spektra zeolit aktif disebabkan oleh terbentuknya puncak
baru vibrasi P-O pada spektra Z/P (1/6) yang menunjukkan terjadinya
substitusi isomorfik [57].

1 k
𝑣̅ = 2πc √μ (4.3)

Berdasarkan hukum Hooke persamaan (4.3) menyatakan bahwa


meningkatnya massa atom yang berikatan dari Al-O (43 g/mol) dan
Si-O (44 g/mol) menjadi P-O (47 g/mol) menyebabkan bilangan
gelombang bergeser ke daerah yang lebih rendah [58]. Hal tersebut
sesuai dengan pergeseran bilangan gelombang yang terjadi pada
1205,43 cm-1, 794,62 cm-1, dan 767,62 cm-1. Dengan demikian,
substitusi isomorfik tetrahedral SiO4 atau AlO4- oleh tetrahedral PO4+
ke dalam kerangka zeolit melalui proses fosfatasi telah berhasil
dilakukan. Namun, tidak semua tetrahedral SiO4 dan AlO4- digantikan
oleh tetrahedral PO4+ karena vibrasi Si-O/Al-O masih muncul pada
spektra Z/P (1/6). Di sisi lain, terdapat puncak baru yang lainnya yang
menunjukkan vibrasi N-H (3205,47 dan 2850,59 cm-1), vibrasi NH4+
29
(3053,11 dan 2920,03 cm-1), dan vibrasi P=O (1423,37 cm-1).
Munculnya vibrasi N-H dan NH4+ diduga oleh adanya pertukaran
NH4+ dengan H+ pada permukaan serta terbentuknya vibrasi P=O
diduga terdapat PO43- bebas yang terperangkap dalam pori-pori Z/P
(1/6).
Perbandingan spektra FTIR Z/P (1/6), Z/P (1/6)-alginat dan Ca-
alginat diperlukan untuk mengetahui kestabilan fosfat dalam kerangka
zeolit dan keterikatan gugus aktif alginat pada zeolit terfosfatasi.
Spektra Z/P (1/6)-alginat masih memiliki puncak serapan yang sama
dengan spektra Z/P (1/6), hanya beberapa bilangan gelombang yang
bergeser, hal ini menunjukkan bahwa fosfat masih stabil berada dalam
kerangka zeolit. Selain itu, terdapat pula puncak serapan vibrasi N-H
hilang. Serapan vibrasi N-H yang hilang ini dimungkinkan karena
tertutup oleh serapan vibrasi O-H yang lebar dan intensitas tinggi pada
bilangan gelombang 3452,34 cm-1. Peningkatan intensitas serta lebar
serapan O-H berasal dari kombinasi dengan alginat. Serapan gugus C-
O dari alginat tumpang tindih terhadap serapan gugus P-O dari ZP-
alginat yang ditunjukkan pada bilangan gelombang 1427,23 dan
1107,06 cm-1. Dengan demikian, Z/P (1/6)-alginat mengandung gugus
fosfat dan gugus aktif alginat.

4.6 Pengaruh pH Terhadap Adsorpsi EBT


Penentuan pH optimum dilakukan pada pH 1−8 menggunakan
larutan EBT 50 mg/L dengan waktu kontak 30 menit ditunjukkan pada
Gambar 4.3. Parameter pH larutan adsorbat adalah faktor penting
yang mengendalikan proses adsorpsi, terutama kapasitas adsorpsi. pH
larutan berpengaruh terhadap muatan permukaan adsorben, derajat
ionisasi molekul adsorbat, dan banyaknya gugus fungsional yang
terdisosiasi pada situs aktif adsorben [59]. Perlakuan variasi pH
larutan adsorbat sangat berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Hal ini
dibuktikan dengan analisa statistik uji anova yang tercantum pada
Lampiran E.2. Berdasarkan uji anova, maka diperoleh nilai Fhitung
(265,27) > Ftabel (2,66) yang menunjukkan bahwa perlakuan variasi pH
terhadap daya adsorpsi berbeda secara signifikan.
Peningkatan daya adsorpsi EBT terus terjadi pada pH 1 hingga
pH 2. Hal ini dikarenakan pada pH < 6,6 (pKa1) zat warna EBT
terprotonasi pada gugus sulfonat (−SO3H) menjadi spesi molekul dan
permukaan adsorben terprotonasi oleh H+, sehingga terjadi interaksi
ion-dipol yang meningkatan adsorpsi EBT. Daya adsorpsi pada pH 1

30
lebih rendah dibandingkan pH 2 karena sebagian EBT menjadi
bermuatan positif akibat protonasi yang berlebihan pada pH 1,
sehingga terjadi persaingan antara spesi netral dan positif EBT di
permukaan adsorben [46]. Adsorpsi terus mengalami penurunan pada
pH 3 hingga pH 8. Rentang pH 3 hingga pH 5, pembentukan molekul
EBT semakin berkurang, sehingga menyebabkan daya adsorpsi
menurun. Kemudian pada pH 6-8 daya adsorpsi sedikit bertambah
daripada pH 5 dan cenderung konstan karena zat warna EBT mulai
terdeprotonasi pada gugus sulfonat (−SO 3-) ketika pH > 6,6 (pKa1)
menjadi spesi anion, sehingga terjadi kompetisi antara anion EBT dan
OH- di permukaan adsorben yang menyebabkan rendahnya adsorpsi
EBT [60].
Daya adsorpsi EBT optimum terjadi pada pH 2 sebesar 7,42
mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi ion-dipol antara adsorbat
dengan situs aktif pada permukaan adsorben optimum terjadi pada pH
2. Pemilihan pH 2 sebagai kondisi optimum didukung oleh analisa
statistik uji BNT yang terlampir pada Lampiran E.2 dimana pH 2
menghasilkan rata-rata q tertinggi yang nilainya berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya yang ditandai dengan perbedaan notasi.

8.00
7.00
6.00
5.00
q (mg/g)

4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
pH

Gambar 4.3: Grafik pengaruh pH terhadap adsorpsi EBT.

4.7 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Adsorpsi EBT


Penentuan waktu kontak optimum dilakukan pada waktu kontak
15-90 menit dengan menggunakan larutan EBT pada pH optimum,
yaitu pH 2. Variasi waktu kontak berpengaruh terhadap adsorpsi EBT

31
yang dibuktikan oleh analisa statistik uji anova pada Lampiran E.3
yang menghasilkan nilai Fhitung (91,24) > Ftabel (3,11), maka perlakuan
berbeda secara signifikan. Pengaruh waktu kontak terhadap daya
adsorpsi EBT ditunjukkan pada Gambar 4.4. Waktu kontak dari 15-
60 menit meningkatkan daya adsorpsi EBT, hal ini disebabkan oleh
semakin banyaknya frekuensi tumbukan yang terjadi antara molekul
adsorbat dengan adsorben. Namun, semakin lama waktu kontak dari
75-90 menit daya adsorpsi mengalami penurunan. Kemampuan
adsorpsi yang menurun ini, disebabkan oleh permukaan adsorben
yang mengalami desorpsi, yaitu pelepasan kembali molekul EBT yang
teradsorpsi. Desorpsi molekul EBT dari permukaan adsorben terjadi
akibat molekul adsorbat yang telah terserap, kembali bertumbukan
dengan molekul-molekul dalam larutan yang diduga interaksinya
lebih kuat [61]. Daya adsorpsi optimum sebesar 4,24 mg/g terjadi pada
waktu kontak 60 menit. Penentuan waktu kontak 60 menit sebagai
kondisi optimum didasarkan pada analisa statistik uji BNT yang
terlampir pada Lampiran E.3 dimana pada waktu kotak tersebut
dihasilkan rata-rata q tertinggi yang nilainya berbeda signifikan
dengan perlakuan lainnya yang ditandai dengan perbedaan notasi.

4.50
4.00
3.50
3.00
q (mg/g)

2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0 30 60 90
Waktu Kontak (menit)

Gambar 4.4: Grafik pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi EBT.

4.8 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Adsorpsi EBT


Penentuan konsentrasi optimum EBT dilakukan pada rentang
konsentrasi 50−300 mg/L dengan menggunakan larutan EBT pada pH
2 dan waktu kontak 60 menit. Variasi konsentrasi awal berpengaruh

32
terhadap adsorpsi EBT yang ditunjukkan oleh analisa statistik uji
anova yang tercantum pada Lampiran E.4 yang menghasilkan nilai
Fhitung (304,3) > Ftabel (3,11), maka perlakuan berbeda nyata. Pengaruh
konsentrasi terhadap daya adsorpsi EBT ditunjukkan pada Gambar
4.5. Daya adsorpsi EBT semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi awal karena peningkatan jumlah molekul
adsorbat yang terserap menurukan kapasitas penyerap dari adsorben.
Daya adsorpsi yang masih meningkat menunjukkan bahwa sisi aktif
adsorben masih mampu menyerap adsorbat. Konsentrasi EBT dari
250−300 mg/L menghasilkan daya adsorpsi yang mulai konstan
karena sisi aktif adsorben mulai terisi penuh oleh adsorbat, sehingga
tidak mampu untuk menyerap adsorbat lebih banyak lagi. Daya
adsorpsi optimum sebesar 20,53 mg/g terjadi pada konsentrasi EBT
250 mg/L. Penentuan konsentrasi 250 mg/L sebagai kondisi optimum
didasarkan oleh analisa statistik uji BNT pada Lampiran E.4 dimana
pada konsentrasi tersebut diperoleh rata-rata q tertinggi yang nilainya
berbeda signifikan dengan perlakuan lainnya yang ditandai dengan
perbedaan notasi.

25

20
q (mg/g)

15

10

0
0 50 100 150 200 250 300 350
Konsentrasi Awal (mg/L)

Gambar 4.5: Grafik pengaruh konsentrasi terhadap adsorpsi EBT.

4.9 Isoterm Adsorpsi


Analisa isoterm adsorpsi diperlukan untuk mengetahui interaksi
antara adsorbat dengan permukaan adsorben yang ditentukan melalui
kesetimbangan adsorpsi. Pengujian kesetimbangan adsorpsi dilakukan
dengan membuat grafik yang memenuhi persamaan model isoterm
adsorpsi. Penentuan kesetimbangan adsorpsi yang memenuhi
33
persamaan model isoterm didasarkan pada nilai koefisien determinan
(R2) yang mendekati satu.
Kesetimbangan adsorpsi EBT terhadap adsorben memenuhi
persamaan isoterm Langmuir seperti yang ditunjukkan pada Gambar
4.6 dengan nilai R2 = 0,9189. Konstanta Langmuir (KL) terhitung
sebesar 0,009 yang ditunjukkan pada Tabel 4.2, menandakan
terbentuknya satu lapisan molekul adsorbat pada permukaan adsorben
[62]. Kapasitas adsorpsi berdasarkan persamaan Langmuir sebesar
25,25 mg/g. Karakteristik lainnya yang dapat diperoleh dari isoterm
Langmuir adalah parameter kesetimbangan (R L) yang dapat
memprediksi sifat proses adsorpsi. Jika RL = 0, maka proses adsorpsi
bersifat ireversibel, 0 < RL < 1 proses adsorpsi favorable, RL = 1 proses
adsorpsi linier, dan RL > 1 proses adsorpsi unfavorable. Berdasarkan
hasil perhitungan pada Tabel 4.2 nilai RL = 0,307, maka proses
adsorpsi adalah favorable yang berarti adsorpsi relatif tinggi pada
adsorben terjadi pada konsentrasi rendah [40].

0.25

0.2 y = 4.3825x + 0.0396


R² = 0.9189
1/q (g/mg)

0.15

0.1

0.05

0
0 0.01 0.02 0.03 0.04
1/Ce (L/mg)

Gambar 4.6: Grafik kesetimbangan adsorpsi isoterm Langmuir.

Kesetimbangan adsorpsi EBT terhadap adsorben juga


memenuhi persamaan isoterm Freundlich yang ditunjukkan pada
Gambar 4.7 dengan nilai R2 = 0,923. Konstanta Freundlich (K F)
merepresentasikan kekuatan ikatan adsorbat dengan adsorben sebesar
0,486 yang ditunjukkan pada Tabel 4.2, mengindikasikan
terbentuknya banyak lapisan molekul adsorbat pada permukaan
adsorben. Karakteristik lain yang dapat diperoleh dari isoterm
Freundlich, yaitu nilai 𝑛 (faktor heterogenitas) yang menunjukkan
34
sifat proses adsorpsi. Jika 𝑛 = 1 adsorpsi linier, 𝑛 < 1 adsorpsi secara
kimia, dan 𝑛 > 1 adsorpsi secara fisika [63]. Nilai parameter 𝑛 sebesar
1,449, maka proses adsorpsi secara fisik. Berdasarkan perbandingan
nilai R2, kesetimbangan adsorpsi EBT pada adsorben zeolit
terfosfatasi yang diamobilisasi dalam Ca-alginat memenuhi kedua
persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich dengan selisih yang
tidak jauh berbeda.

Tabel 4.2: Nilai parameter isoterm adsorpsi.


Langmuir Freundlich
qm (mg/g) KL RL R2 n KF R2
25.25 0.009 0.307 0.9189 1.449 0.486 0.923

1.4
1.2 y = 0.6903x - 0.3133
1 R² = 0.923
0.8
log q

0.6
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
log Ce

Gambar 4.7: Grafik kesetimbangan adsorpsi isoterm Freundlich.

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Fosfatasi menghasilkan kerangka baru ZP yang mana terjadi
substitusi SiO4/AlO4- pada kerangka zeolit oleh PO4+.
Keberadaan PO4+ meningkatkan daya adsorpsi zeolit terhadap
EBT.
2. pH, waktu kontak, dan konsentrasi adsorbat berpengaruh nyata
terhadap adsorpsi EBT pada Z/P-alginat, dengan kondisi
optimum adsorpsi terjadi pada pH 2 dan waktu kontak 60 menit.
3. Kapasitas adsorpsi Z/P (1/6)-alginat terhadap EBT pada kondisi
optimum adsorpsi sebesar 25,25 mg/g.

5.2 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh temperatur
terhadap proses fosfatasi zeolit dan analisa kuantitatif fosfat dalam
kerangka zeolit.

36
DAFTAR PUSTAKA

[1] Chung, K. T., 2016, Azo Dyes and Human Health: A Review,
Journal of Environmental Science and Health, 34(4),
233−261.

[2] Saratale, R. G., Saratale, G. D., Chang, J. S., & Govindwar, S. P.,
2011, Bacterial Decolorization and Degradation of Azo
Dyes: A Review, Journal of The Taiwan Institute of
Chemical Engineers, 42(1), 138−157.

[3] Dave, P. N., Kaur, S., & Khosla, E., 2011, Removal of
Eriochrome Black-T by Adsorption on to Eucalyptus
Bark Using Green Technology, Indian Journal of
Chemical Technology, 18, 53−60.

[4] Alabdraba, W. M. S. & Albayati, M. B. A., 2014, Biodegradation


of Azo Dyes−A Review, International Journal of
Environmental Engineering and Natural Resources, 1(4),
179−189.

[5] Vandevivere, P. C., Bianchi, R., & Verstraete, W., 1998,


Treatment and Reuse of Wastewater from The Textile
Wet-Processing Industry: Review of Emerging
Technologies, Journal of Chemical Technology and
Biotechnology, 72(4), 289−302.

[6] Barka, N., Abdennouri, M., Makhfouk, M. E., 2011, Removal of


Methylene Blue and Eriochrome Black T from
Aqueous Solutions by Biosorption on Scolymus
hispanicus L.: Kinetics, Equilibrium and
Thermodynamics, Journal of The Taiwan Institute of
Chemical Engineers, 42(2), 320−326.

[7] Aguila, D. M. M. & Ligaray, M. V., 2015, Adsorption of


Eriochrome Black T on MnO2-Coated Zeolite,
International Journal of Environmental Science and
Development, 6(11), 824−827.

37
[8] Arfi, R. B., Karoui, S., Mougin, K., & Ghorbal, A., 2017,
Adsorptive Removal of Cationic and Anionic Dyes
from Aqueous Solution by Utilizing Almond Shell as
Bioadsorbent, Euro-Mediterranean Journal for
Environmental Integration, 2(1), 1−13.

[9] Endrayana, R. S., Wardhani, S., dan Purwonugroho, D., 2017, The
Effect of Phosphatation and Granulation Zeolite in the
Adsorption of Cr(IV), Journal of Pure and Applied
Chemistry Research, 6(3), 207−220.

[10] Qiusheng, Z., Xiaoyan, L., Jin, Q., Jing, W., dan Xuegang, L.,
2015, Porous Zirconium Alginate Beads Adsorbent for
Fluoride Adsorption from Aqueous Solutions, Royal
Society of Chemistry Advances, 5(3), 2100−2112.

[11] Suratman, A., Kunarti, E. S., Aprilita, N. H., dan Pamurtya, I. C.,
2017, Adsorption of CO2 by Alginate Immobilized
Zeolite Beads, AIP Conference Proceedings 1823,
020118, 1−8.

[12] Margeta, K., Zabukovec, N., Siljeg, M., dan Farkas, A., 2013,
Natural Zeolites in Water Treatment – How Effective
is Their Use, Water Treatment, Intech, 81−112.

[13] Dabrowski, A., 2001, Adsorption-from Theory to Practice,


Journal of Advances in Colloid and Interface Science,
93(1−3), 135−224.

[14] Allen, S. J. & Koumanova, B., 2005, Decolourisation of


Water/Wastewater Using Adsorption, Journal of The
University of Chemical Technology and Metallurgy, 40,
175−192.

[15] Yagub, M. T., Sen, T. K., Afroze, S., & Ang, H. A., 2014, Dye
and Its Removal from Aqueous Solution by
Adsorption: A Review, Journal of Advances in Colloid
and Interface Science, 209, 172−184.

38
[16] Bulut, Y. & Aydin, H., 2006, A Kinetics and Thermodynamics
Study of Methylene Blue Adsorption on Wheat Shells,
Journal of Desalination, 194(1−3), 259−267.

[17] Said, A., Hakim, M. S., & Rohyami, Y., 2014, The Effect of
Contact Time and pH on Methylene Blue Removal by
Volcanic Ash, International Conference on Chemical,
Biological, and Environmental Sciences, 11−13.

[18] Wen, H., Zhang, D., Gu, L., Yu, H., Pan, M., & Huang, Y., 2019,
Preparation of Sludge-Derived Activated Carbon by
Fenton Activation and The Adsorption of Eriochrome
Black T, Journal of Materials, 12(6), 1−12.

[19] Khalid, A., Zubair, M., & Ihsanullah, 2018, A Comparative


Study on The Adsorption of Eriochrome Black T Dye
from Aqueous Solution on Graphene and Acid-
Modified Graphene, Arabian Journal for Science and
Engineering, 43(5), 2167−2179.

[20] Moeinpour, F., Alimoradi, A., & Kazemi, M., 2014, Efficient
Removal of Eriochrome Black-T from Aqueous
Solution Using NiFe2O4 Magnetic Nanoparticles,
Journal of Environmental Health Science and
Engineering, 12(1), 1−7.

[21] Masoud, M. S., Elsamra, R. M. I., & Hemdan, S. S., 2017,


Solvent, Substituents, and pH Effects Towards The
Spectral Shifts of Some Highly Coloured Indicators,
Journal of The Serbian Chemical Society, 82(7−8),
851−864.

[22] Moshoshoe, M., Nadiye-Tabbiruka, M. S., dan Obuseng, V.,


2017, A Review of the Chemistry, Structure, Properties
and Applications of Zeolites, Journal of Materials
Science, 7(5), 196−221.

[23] Dewi, E. M., 2017, Pemanfaatan Zeolit Alam sebagai Carrier


Unsur Hara Mikro (Cu dan Zn) dalam Formulasi

39
Pupuk Lambat Tersedia, Tesis, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

[24] Wang, S. dan Peng, Y., 2010, Natural Zeolite as Effective


Adsorbent in Water and Wastewater Treatment,
Journal of Chemical Engineering, 156, 11−24.

[25] Lestari, D. Y., 2010, Kajian Modifikasi dan Karakterisasi


Zeolit Alam dari Berbagai Negara, Prosiding Seminar
Nasional Kimia Universitas Negeri Yogyakarta.

[26] Atikah, W. S., 2017, Potensi Zeolit Alam Gunung Kidul


Teraktivasi Sebagai Media Adsorben Pewarna Tekstil,
Jurnal Arena Tekstil, 32(1), 17−24.

[27] Heraldy, E., Hisyam, S. W., & Sulistiyono, 2003, Karakterisasi


dan Aktivasi Zeolit Alam Ponorogo, Indonesian Journal
of Chemistry, 3(2), 91−97.

[28] Cruz, K. V., Lam, A., & Zicovich-Wilson, C. M., 2017, Full
Mechanism of Zeolite Dealumination in Aqueous
Strong Acid Medium: Ab Initio Periodic Study on H-
Clinoptilolite, The Journal of Physical Chemistry C,
121(5), 2652−2660.

[29] Flanigen, E. M. & Grose, R. W., 1974, Phosphorus Substitution


in Zeolite Frameworks, Journal Advances in Chemistry,
76−101.

[30] Faghihian, H. & Mohammadi, M. H., 2008, Isomorphous


Substitution of P(V) in Natural Clinoptilolite:
Evalution of the Product for Removal of NO 3-, NO2-,
and F- from Aqueous Solutions, Journal of Chemistry
and Chemical Engineering, 27(4), 115−118.

[31] Cheng, Y., Lu, L., Zhang, W., Shi, J., & Cao, J., 2012,
Reinforced Low Density Alginate-Based Aerogels:
Preparation, Hydrophobic Modification, and

40
Characterization, Journal of Carbohydrate Polymers,
88(3), 1093−1099.

[32] Bu, H., Kjoniksen, A. L., Knudsen, K. D., Nystrom, B., 2004,
Rheological and Structural Properties of Aqueous
Alginate during Gelation via the Ugi Multicomponent
Condensation Reaction, Journal of Biomacromolecules,
5(4), 1470−1479.

[33] Marriott, A. S., Bergstrom, E., Hunt, A. J., Thomas-Oates, J., &
Clark, J. H., 2014, A Natural Template Approach to
Mesoporous Carbon Spheres For Use as Green
Chromatographic Stationary Phases, Royal Society of
Chemistry Advances, 4(1), 222−228.

[34] Mahbubillah, M. A. dan Shovitri, M., 2014, Imobilisasi sel


Bacillus S1 dengan Matriks Alginat untuk Proses
Reduksi Merkuri, Jurnal Sains dan Seni, 1−4.

[35] Salisu, A., Sanagi, M. M., Karim, K. J. A., Pourmand, N., &
Ibrahim, W. A. W., 2015, Adsorption of Methylene Blue
on Alginate-Grafted-Poly (Methyl Methacrylate),
Journal of Sciences and Engineering, 76(13), 19−25.

[36] Sriatun, Taslimah, Cahyo, E. N., dan Saputro, F. D., 2017,


Sintesis dan Karaktcerisasi Zeolit Y, Jurnal Kimia Sains
dan Aplikasi, 20(1), 19−24.

[37] Favvas, E. P., Tsanaktsidis, C. G., Sapalidis, A. A., Tzilantonis,


G. T., Papageorgiou, S. K., Mitropoulos, A. C., 2016,
Clinoptilolite, a Natural Zeolite Material: Structural
Characterization and Performance Evaluation on Its
Dehydration Properties of Hydrocarbon-Based Fuels,
Journal of Microporous and Mesoporous Materials, 225,
385−391.

[38] Das, S. K., Bhunia, M. K., Bhaumik, A., 2012, Solvothermal


Synthesis of Mesoporous Aluminophosphate for

41
Polluted Water Remediation, Journal of Microporous
and Mesoporous Materials, 155, 258−264.

[39] Fertah, M., Belfkira, A., Dahmane, E. M., Taourirte, M.,


Brouillette, F., 2017, Extraction and Characterization of
Sodium Alginates from Moroccan Laminaria Digitata
Brown Seaweed, Arabian Journal of Chemistry, 10(2),
3707−3714.

[40] Subariyah, I., 2011, Adsorpsi Pb(II) Menggunakan Zeolit


Alam Termodifikasi Asam Fosfat, Tesis, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

[41] Haghdoost, G., Aghaie, H., & Monajjemi, M., 2017,


Investigation of Langmuir and Freundlich Adsorption
Isotherm of Co2+ Ion by Micro Powder of Cedar Leaf,
Oriental Journal of Chemistry, 33(3), 1569−1574.

[42] El-Dars, F. M. S. E., Ibrahim, H. M., Farag, H. A. B.,


Abdelwahhab, M. Z., & Shalabi, M. E. H., 2015,
Adsorption Kinetics of Bromophenol Blue and
Eriochrome Black T Using Bentonite Carbon
Composite Material, International Journal of Scientific
and Engineering Research, 6(5), 679−688.

[43] Triyati, E., 1985, Spektrofotometer Ultra-violet dan Sinar


Tampak serta Aplikasinya Dalam Oseanologi, Jurnal
Oseana, 10(1), 39−47.

[44] Edbey, K., El-Hashani, A., Benhmid, A., Ghwel, K., & Benamer,
M., 2018, Spectral Studies of Eriochrome Black T in
Cationic Surfactants, Chemical Science International
Journal, 24(4), 1−12.

[45] Behera, S., Ghanty, S., Ahmad, F., Santra, S., dan Banerjee, S.,
2012, UV-Visible Spectrophotometric Method
Development and Validation of Assay of Paracetamol
Tablet Formulation, Journal of Analytical and
Bioanalytical Techniques, 3(6), 1−6.

42
[46] El-Hashani, A., Elsherif, K. M., Edbey, K., Alfaqih, F.,
Alomammy, M., & Alomammy, S., 2018, Biosorption of
Eriochrome Black T (EBT) onto Waste Tea Powder:
Equilibrium and Kinetic Studies, Chemistry Journal,
1(3), 263−275.

[47] Novarida, Y. R., 2015, Pengaruh pH dan Waktu Kontak


Terhadap Adsorpsi Seng(II) Menggunakan Biomassa
Azolla microphylla Diamobilisasi pada Ca-Alginat,
Skripsi, Universitas Brawijaya.

[48] Ambarwati, S., 2005, Adsorpsi Pewarna Naftol dengan Zeolit


sebagai Adsorben, Skripsi, Jurdik Kimia, Universitas
Negeri Yogyakarta.

[49] Elok, K. H., 2002, Studi Pengaruh Jenis Senyawa Fosfat


Terhadap Fosfatasi Zeolit Alam, Skripsi, Universitas
Brawijaya.

[50] Vogel, 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro


dan Semimikro, PT. Kalman Media Pusaka, Jakarta.

[51] Mansouri, N., Rikhtegar, N., Panahi, H. A., Atabi, F., & Shahraki,
B. K., 2013, Porosity, Characterization, and Structural
Properties of Natural Zeolite Clinoptilolite as a
Sorbent, Journal of Environment Protection Engineering,
39(1), 139−152.

[52] Nyquist, R. A. & Kagel, R. O., 1971, Infrared Spectra of


Inorganic Compounds, Handbook of Infrared and Raman
Spectra of Inorganic Compounds and Organic Salts, 1−18.

[53] Prasetyo, T. A. B. & Soegijono, B., 2018, Characterization of


Sonicated Natural Zeolite/Ferric Chloride
Hexahydrate by Infrared Spectroscopy, IOP Journal of
Physics: Conference Series, 985, 012022.

[54] Nastaj, J., Przewlocka, A., & Rajkowska-Mysliwiec, M., 2016,


Biosorption of Ni(II), Pb(II), and Zn(II) on Calcium

43
Alginate Beads: Equilibrium, Kinetic, and Mechanism
Studies, Polish Journal of Chemical Technology, 18(3),
81−87.

[55] Nirmala, B., Sudha, A. G., & Suresh, E., 2013, Synthesis and
Characterization of Alumino Phosphate Zeolites with
Tri Ethyl Amine as Template Using Microwave
Assisted Technique, International Archive of Applied
Sciences and Technology, 4(3), 45−51.

[56] Ahsan, M. R., Uddin, M. A., & Mortuza, M. G., 2005, Infrared
Study of The Effect of P 2O5 in The Structure of Lead
Silicate Glasses, Indian Journal of Pure and Applied
Physics, 43, 89−99.

[57] Manghnani, M. H. & Hower, J., 1964, Glauconites: Cation


Exchange Capacities and Infrared Spectra, The
American Mineralogist, 49, 1631−1642.

[58] Burke, J. T., 1997, IR Spectroscopy or Hooke’s Law at the


Molecular Level – A Joint Freshman Physics-
Chemistry Experience, Journal of Chemical Education,
74(10), 1213.

[59] Nandi, B. K., Goswami, A., & Purkait, M. K., 2009, Removal of
Cationic Dyes from Aqueous Solutions by Kaolin:
Kinetic and Equilibrium Studies, Journal of Applied
Clay Science, 42(3), 583−590.

[60] Wijaya, V. C. & Ulfin, I., 2015, Pengaruh pH pada Adsorpsi


Ion Cd2+ dalam Larutan Menggunakan Karbon Aktif
dari Biji Trembesi (Samanea saman), Jurnal Sains dan
Seni ITS, 4(2), 86−89.

[61] Lestari, I. A., Alimuddin, & Yusuf, B., 2014, Adsorpsi Logam
Kadmium (Cd) oleh Arang Aktif dari Tempurung

44
Aren (Arenga pinnata) dengan Aktivator HCl, Jurnal
Kimia Mulawarman, 12(1), 25−31.

[62] Sanjaya, A. S. & Agustine, R. P., 2015, Studi Kinetika Adsorpsi


Pb Menggunakan Arang Aktif dari Kulit Pisang, Jurnal
Konversi, 4(1), 17−24.

[63] Foo, K. Y. & Hameed, B. H., 2010, Insights into the Modeling
of Adsorption Isotherm Systems, Journal of Chemical
Engineering Journal, 156(1), 2−10.

45

Anda mungkin juga menyukai