NORMA/KAIDAH
ü Pengertian Norma, Macam-macam Norma dan Fungsinya
Manusia adalah mahluk social yang selalu memerlukan orang lain untuk
keberlangsungan hidup, supaya kehidupan mampu berjalan dengan teratur,
maka manusia membutuhkan berbagai aturan tertentu yang tidak semua
orang dapat untuk melakukan perbuatan sesuka hatinya.
Oleh karena itu perlu kiranya kita memahami tentang hal-hal sebagai
berikut:
1. Pengertian Norma
2. Macam-macam Norma
Macam-macam norma dapat dibedakan berdasarkan sifat, daya atau
kekuatan pengikat norma tersebut, dan norma yang berlaku dalam
kehidupan sosial masyarakat.
1. Norma Formal
Pengertian norma formal yaitu ketentuan dan aturan dalam
kehidupan bermasyarakat serta dibuat oleh lembaga atau institusi
yang sifatnya resmi atau formal.
Norma formal mempunyai rasa kepercayaan yang lebih tinggi
mengenai kemampuannya untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat, hal ini karena dibuat oleh lembaga-lembaga yang
sifatnya formal atau resmi. Contohnya : perintah presiden,
konstitusi, peraturan pemerintah, surat keputusan, dan lain
sebagainya.
Selain itu juga norma non formal mempunyai jumlah yang lebih
banyak, hal ini karena banyaknya variabel-variabel yang terdapat
dalam norma non formal.
6. Norma mode atau norma fashion yaitu suatu norma yang ada
karena hadirnya gaya dan cara anggota masyarakat yang
cenderung untuk berubah, bersifat baru, serta diikuti masyarakat.
Norma fashion ini ada hubungannya dengan sandang pangan yang
berlaku saat itu yang menghias anggota masyarakat.
C. Berikut macam-macam Norma yang berlaku di lingkungan
masyarakat, antara lain :
1. Dilarang membunuh.
2. Berkata jujur dan benar.
3. Menghargai dan menghormati orang lain.
4. Berbuat baik dan berlaku adil terhadap sesama.
1. Peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan
oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.
2. Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan
masyarakat.
3. Patokan (kaidah, ketentuan).
4. Keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan,
vonis.
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan
tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan,
mencegah terjadinya kekacauan.
Hukum adalah peraturan atau ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
Hukum ini merupakan aspek yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian
kekuasaan kelembagaan yang mempunyai tugas untuk menjamin adanya
kepastian hukum untuk masyarakat.
Jadi, tiap masyarakat berhak mendapat hak yang sama dalam mata hukum.
TUJUAN HOKUM
Dari pemahaman pembatasan/pengertian hokum tersebut, maka tidak akan
lepas dari TUJUAN HOKUM itu sendiri. Ada beberapa teori tentang tujuan
hokum, yaitu antara lain:
1. Teori Etika/Etis
Yaitu tujuan hokum semat-mata untuk mencapai keadilan
2. Teori Utilitas
Yaitu hokum itu bertujuan untuk memanfaatan atau faedah untuk orang
banyak dalam masyarat.
3. Teori Campuran
Teori ini merupakan gabungan antara teori etis dan utilitas, yaitu yang
menyatakan tujuan hokum tidak hanya untuk keadilan sematat tetapi untuk
kemanfaatan orang banyak.
4. Teori Terakhir
Yaitu tujuan hokum itu semestinya ditekankan kepada fungsi hokum yang
menurtnya hanya untuk menjamin kepastian hokum.
Sifat dari tujuan hukum ini universal dimana terdapat hal seperti ketertiban,
ketentraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan
bermasyarakat.
Jika hukum dapat ditegakkan maka tiap perkara dapat diselesaikan melakui
proses pengadilan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Hukum ini juga bertujuan untuk menjaga dan mencegah orang tidak menjadi
hakim atas dirinya sendiri.
Agar dapat menegtahui dan meneganal apakah hokum itu, maka perlu kiranya
kita bersama mengetahui ciri-ciri hokum, yaitu
1. Adanya perintah dan/ atau larangan;
2. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi oleh setiap orang. Setiap orang
wajib bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga taa tertib
dalam masyarakat itu teap terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Selain itu, dapat pula disebutkan bahwa hukum menjaga dan mencegah agar
setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden),
tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap pelanggaran hukum terhadap
dirinya. Namun tiap perkara harus diselesaikan melalui proses pengadilan,
dengan perantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
1. Hukum Publik
Hukum pidana ini mengatur hubungan antara para individu dengan masyarakat
serta hanya diterapkan kalau masyarakat memang memerlukan.
Seorang ahli hukum yang bernama Van Hamel menyatakan Hukum Pidana
telah berkembang jadi hukum Publik dan pelaksanaanya penuh berda dalam
tangan negara, tapi ada sedikit pengecualian.
Pengecualiannya gimana?
2. Hukum Privat.
Hukum Perdata ini merupakan rangkaian peraturan atau hukum yang mengatur
satu degan lainnya. Dalam hukum ini, asas pokok otonomi warga negara
merupakan milik dirinya sendiri jadi mereka berhak mempertahankan
kehendak mereka sendiri.
Namun hal tersebut masih terikat pada prosedur yang ditetapkan pemerintah
(pemerintah sebagai pengawas).
• Hukum sipil
• Hukum perdata
• Hukum dagang
HUKUM PUBLIK
Hukum Publik terdiri dari empat macam, yaitu hukum tata negara, hukum
administrasi negara, hukum pidana, dan hukum internasional:
2. Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata
Pemerintahan)
yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban)
dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
4. Hukum Internasional
Hukum internasional terdiri dari Hukum Perdata Internasional dan Hukum
Publik Internasional.
TUJUAN PIDANA
Secara Garis Besar Tujuan Pidana Terbagi Menjadi:
1. Teori Absolut/Retributif/Pembalasan (vergeldings theorien) : pembalasan
adalah legitimasi pemidanaan. Upaya mencegah kejahatan dilakukan dengan
membuat takut, sehingga sanksi pidana kejam dan bahkan dulu pelaksanaannya
dilakukan di depan khalayak umum.
4. Teori Kontemporer : salah satu tujuan pidana adalah sebagai deterrence effect
atau efek jera agar pelaku kejahatan tidak lagi mengulangi perbuatannya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
TUJUAN PIDANA & TUJUAN HUKUM PIDANA ADALAH
DUA HAL YANG SANGAT BERBEDA, PESERTA HARUS
MAMPU MEMBEDAKAN KEDUANYA
------------------------------------------------------------------------
TUJUAN HUKUM PIDANA
Tujuan Hukum Pidana dikenal 2 aliran, yaitu :
1. Aliran klasik;
Tujuan hukum pidana menurut aliran klasik adalah untuk melindungi
kepentingan individu dari kesewenang-wenangan penguasa.
Intinya untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan
perbuatan yang tidak baik (aliran klasik);
Aliran klasik berpijak pada:
1. Asas legalitas : tiada pidana tanpa UU, tiada perbuatan pidana tanpa UU,
dan tiada penuntutan tanpa UU. (Nullum delictum noella poena sine praevia
lege poenali)
2. Asas kesalahan : hanya dapat dipidana karena tindak pidana yang
dilakukannya dengan sengaja atau kesalahan.
3. Asas pembalasan yang sekuler : dikenakan setimpal dengan berat-
ringannya perbuatan yang dilakukan.
• Menghendaki hukum pidana tersusun sistemastis dan menitikberatkan
pada kepastian hukum.
2. Aliran Modern.
Vos memandang perlu adanya aliran ketiga, yang merupakan kompromi aliran
klasik dan aliran modern.
Dalam Rancangan KUHP Juli tahun 2016, tujuan pemidanaan ditentukan dalam
pasal 51, yaitu Pemidanaan bertujuan:
Setiap ancaman pidana ada keberatannya, namun ini tidak berarti bahwa ancaman
pidana akan ditiadakan, tetapi selalu harus mempertimbangkan untung dan rugi
ancaman pidana itu, dan harus menjaga jangan sampai terjadi obat yang diberikan
lebih jahat daripada penyakit.
TINDAK PIDANA
1. Istilah;
2. Perumusan/Elemen;
3. Jenis-jenis Tindak Pidana;
4. Sifat melawan hukum;
5. Teori kausalitas.
ISTILAH
KUHP tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud
dengan perkaraan “strafbaar feit”.
Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana sebaga pengganti “strafbaar
feit” yaitu “perbuatan yang dilarang dalam UU dan diancam dengan pidana
barangsiapa melanggar larangan itu”
Dalam beberapa literatur dijumpai istilah lain sebagai pengganti “strafbaar feit”,
antara lain:
1. Peristiwa pidana;
2. Perbuatan pidana;
3. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum;
4. Delik; atau
5. Tindak pidana.
Menurut pendapat Sudarto lebih tepat apabila mempergunakan istilah “tindak
pidana” karena pembentuk UU sekarang sudah banyak mempergunakan istilah
tersebut dalam peraturan perundang-undangan. Namun demikian pemakaian
istilahyang berlainan tidak menjadikan soal, sepanjang mengetahui maknanya.
Di negara Belanda, digunakan dua istilah secara pararel, strafbaar feit dan delict
untuk menyebut perbuatanperbuatan yang dilarang undang-undang dan
mengandung sanksi pidana.
PERUMUSAN / ELEMEN-ELEMEN
Elemen-elemen perbuatan/tindak pidana terdiri dari memenuhi unsur delik,
melawan hukum dan dapat dicela. (dikemukakan oleh Schaffmeister, Keijzer dan
Sutorius, maupun Pompe) Elemen memenuhi unsur delik identik dengan perbuatan
pidana itu sendiri; sedangkan Gabungan elemen melawan hukum dan elemen
dapat dicela melahirkan pertanggungjawaban pidana.
UNSUR-UNSUR DELIK
Sebelum mengulas mengenai unsur-unsur delik, perlu memahami istilah
‘bestandeel’ dan ‘element’ Bagian inti delik (delicts bestandelen) adalah kata, frasa
atau kalimat yang secara tegas tercantum dalam rumusan delik. Sedangkan unsur
delik (delicts elementen) termasuk yang tidak tercantum dalam rumusan delik.
Unsur yang tidak tercantum dalam rumusan delik tidak perlu disebut dalam surat
dakwaan oleh penuntut umum, dan sebaliknya bagian inti delik wajib dimuat dalam
surat dakwaan kecuali terhadap bagian inti delik yang bersifat alternatif, maka
cukup ditulis bagian inti delik yang menurut penuntut umum terdapat fakta
hukumnya.
Rumusan delik yang berisi unsur-unsur delik hanya dapat diketahui dengan
membaca pasal-pasal yang berisi suatu ketentuan pidana. Mis: Psl. 338 KUHP
berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Unsur-unsur delik pasal tersebut adalah:
1. Unsur barang siapa;
2. Unsur dengan sengaja;
3. Unsur merampas;dan
4. Unsur nyawa orang lain.
JENIS-JENIS DELIK
Dalam bukunya, Eddy O.S. Hiariej, menyampaikan paling tidak ada 12 pembagian
jenis delik sebagai berikut: 1. Kejahatan dan pelanggaran; 2. Delik formil dan delik
materiil; 3. Delik komisi, delik omisi dan delik commisionis per omissionem
commisa; 4. Delik konkret dan delik abstrak; 5. Delik umum, delik khusus dan delik
politik; 6. Delik merugikan dan delik menimbulkan keadaan bahaya; 7. Delik berdiri
sendiri dan delik lanjutan; 8. Delik persiapan, delik percobaan , delik selesai dan
delik berlanjut; 9. Delik tunggal dan delik gabungan.
MELAWAN HUKUM
Elemen Melawan Hukum: pertanyaan yuridis apakah elemen atau unsur melawan
hukum merupakan unsur mutlak suatu perbuatan pidana atau tidak?
Untuk menjawab hal tersebut ada 3 pandangan, yaitu:
1. Pandangan Formil: elemen melawan hukum bukanlah unsur mutlak perbuatan
pidana. Melawan hukum merupakan unsur perbuatan pidana jika disebut secara
tegas dalam rumusan delik.
2. Padangan Materiil: elemen melawan hukum adalah unsur mutlak dari setiap
perbuatan pidana. Kelemahan pandangan ini adalah penuntut umum wajib untuk
membuktikan dalam persidangan terlepas dari apakah unsur melawan hukum itu
sendiri disebut atau tidak dalam rumusan delik.
3. Pandangan Tengah: sifat melawan hukum adalah unsur mutlak jika disebutkan
dalam rumusan delik, jika tidak melawan hukum hanya merupakan tanda dari suatu
delik.
TEORI KAUSALITAS
Hubungan kausalitas berbicara mengenai sebab musabab dari suatu akibat.
Terkait hubungan kausalitas dalam hukum pidana, paling tidak secara garis besar
ada 4 teori yaitu:
1. Teori conditio sine qua non: dikenal sebagai teori mutlak yang menyatakan
musabab adalah setiap syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat.
2. Teori generalisir: hanya mencari satu saja dari sekian banyak sebab, yaitu
perbuatan manakah yang menimbulkan akibat yang dilarang.
3. Teori individualisir: melihat sebab in concreto atau post factum, disini hal yang
khusus diukur menurut pandangan individual.
4. Teori relevansi: suatu kelakuan atau tindakan sebagai musabab akibat yang
dilarang bertitik tolak dari pembentuk UU.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
Inti dari pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah 1.Keadaan psiksis atau
jiwa seseorang; dan 2.Hubungan antara keadaan psiksis dengan perbuatan yang
dilakukan.
Asas tiada pidana tanpa kesalahan
Untuk dapat dipidananya seseorang selain ada tindak pidana juga mensyaratkan
adanya kesalahan, kedua hal tersebut merupakan pertanggungjawaban pidana
(criminal liability), sebagaimana asas hukum pidana bahwa “tidak ada pidana tanpa
kesalahan” (Geen straf zonder schuld) dengan demikian harus ada 2 unsur untuk
adanya pertanggungjawaban pidana: 1. ada Tindak Pidana; 2. ada Kesalahan.
adegium yang mengatakan bahwa "Actus non facit reum, nisi mens sit rea" yang
artinya "perbuatan tidak membuat orang bersalah, terkecuali jika terdapat sikap
batin yang jahat". dari adegium tersebut dapat dikatakan bahwa untuk mengetahui
adanya kesalahan pelaku tindak pidana itu ada pada Sikap batin nya (Mens-rea).
jadi jika perbuatan orang (actus reus) yang memenuhui unsur unsur delik (tindak
pidana) merupakan unsur obyektif, maka sikap batin orang tersebut (mens rea)
merupakan unsur subyektfnya.
KEMAMPUAN BERTANGGUNGJAWAB
Menurut Van Hamel, kemampuan bertanggungjawab dilihat dari:
1. Kemampuan untuk memahami secara sungguh-sungguh akibat dari
perbuatannya;
2. Kemampuan untuk menginsyafi bahwa perbuatan itu bertentangan dengan
ketertiban masyarakat.
3. Kemampuan untuk menentukan kehendak berbuat. Ketiga kemampuan tersebut
bersifat kumulatif.
Kemampuan bertanggung jawab dalam KUHP tidak dirumuskan secara positif,
melainkan dirumuskan secara negative. Lihat Psl. 44 KUHP . (tidak mampu
bertanggung jawab : jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, tidak dapat
dipidana.)
KESALAHAN
Pengertian kesalahan : Remelink, memberikan definisi kesalahan sebagai
pencelaan yang ditujukan oleh masyarakat yang menerapkan standar etis yang
berlaku pada waktu tertentu terhadap manusia yang melakukan perilaku
menyimpang yang sebenarnya dapat dihindari.
UNSUR KESALAHAN
Menurut Vos: dalam hukum pidana pengertian kesalahan dapat dibedakan
kedalam tiga ciri atau unsur-unsur:
1. Dapat dipertangungjawabkan pelaku;
2. Hubungan psikis pelaku dengan perbuatannya yang biasanya dalam bentuk
sengaja atau alpa; dan
3. Tidak ada dasar-dasar yang menghapuskan pertanggungjawaban pelaku atas
perbuatannya.
BENTUK KESALAHAN
Bentuk kesalahan terdiri dari:
1. kesengajaan (Dolus) atau yang dikenal juga sebagai opzet; Pembentuk KUHP
tidak memberikan penjelasan tentang apa yg dimaksud opzet, berbeda dengan UU
di Belanda dlm crimineel wetboek tahun 1809 yang menjelaskan opzet adalah
kehendak untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan-tindakan seperti yang
dilarang atau diharuskan dalam UU. Dikenal pengertian “willens en wetens” atau
“menghendaki dan mengetahui” yaitu : baru dianggap telah melakukan
kejahatannya dengan sengaja, apabila ia memang benar-benar berkehendak untuk
melakukan kejahatan tersebut dan mengetahui tentang maksud dari perbuatannya
itu sendiri. Dalam perkembangannya dikenal jenis-jenis kesengajaan, antara lain:
Kesengajaan sebagai maksud, sebagai kepastian, sebagai kemungkinan, dolus
eventualis.
2. kelalaian / Kealpaan (Culpa) atau yang dikenal juga sebagai schuld
Untuk menunjukkan unsur “culpa” di dalam suatu rumusan delik, Pembentuk UU
telah mempergunakan perkataan misalnya : a. Mempunyai alasan yang cukup kuat
untuk menduga; b. Secara pantas harus menduga (untuk huruf a dan b Lihat
rumusan Pasal 115, 119 dan 480 KUHP .); atau c. Yang dapat dipersalahkan karena
kesalahannya (lihat rumusan Pasal 114, 359, 360, 409, dan 426 ayat 2 KUHP).
Seseorang dikatakan melakukan kealpaan apabila ia sama sekali tidak
membayangkan kemungkinan timbulnya suatu akibat atau lain-lain keadaan yang
menyertai tindakannya, walaupun sebenarnya ia dapat atau harus berbuat
demikian atau ia telah membayangkan kemungkinan timbulnya suatu akibat atau
lain-lain keadaan yang menyertai tindakannya akan tetapi ia tidak percaya bahwa
tindakan yang ingin ia lakukan itu akan dapat menimbulkan akibat, dgn kata lain ia
sangat kurang hati-hati dan acuh tak acuh terhadap kemungkinan timbulnya suatu
akibat atau lain-lain keadaan yang menyertai perbuatan (Lamintang)