HUKUM ADMINISTRASI
NEGARA
SISTEM PERADILAN
ADMINISTRATIF PERANCIS
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem
Peradilan Administratif Perancis”. Kami berterima kasih pada Bapak selaku Dosen Hukum
Perbandingan Hukum Administrasi Negara Universitas Hasanuddin yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kepada kami, generasi dan masyarakat. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya dokumen yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan yang kurang
berkenan serta kami berhadap adanya partisipasi kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah ................................................................................................................2
Bab II Pembahasan
2.1 Sistem Hukum Perancis .....................................................................................................3
2.2 Sejarah Hukum Perancis ....................................................................................................5
2.3 Struktur Organisasi Peradilan Perancis ............................................................................11
2.4 Mekanisme Peradilan Administratif Perancis ..................................................................13
2.5 Status-Status Keputusan.................................................................................................. 17
2.6 Gaya Keputusan Perancis ................................................................................................19
Periode Monarkis
Ada empat peristiwa penting yang terjadi antara periode 1500-1789. di mana dalam
kurun waktu tersebut, bahkan sampai pada akhir abad ke-15, kekuasaan kerajaan telah
dikonsolidasikan dan menjadi lebih dominan:
(a) kompilasi ejumlahi hukum adat;
(b) dikeluarkannya ordonansi kerajaan dan ordonansi agung:
(c) custom of Paris; dan
(d) Kemunculan suatu bentuk common law
Mengingat kebiasaan yang beragam, Charles VII memerintahkan untuk membuat
kompilasi dari seluruh hukum adat yang ada di dalam Ordonansinya, Montils-les Tour tahun
1453. Oleh sebab itu, pada akhir abad ke-16, sebagian besar Hukum adat Perancis telah diakui
secara resmi direduksi menjadi Hukum tertulis. Namun, keseragaman sama sekali belum
tercapai.
Selama abad ke-14 hingga 17, banyak ordonansi kerajaan yang telah dikeluarkan, yang
sebagian terkait dengan masalah administrasi atau prosedur perdata atau pidana, tetapi ini harus
dibedakan dari serangkaian ordonansi utama, seperti code of commerce (Huku Dagang) dan code
of civil procedur (Hukum Acara Perdata), yang merupakan kodifikasi dari sebuah cabang
hukum. Tetapi, ordonansi kerajaan ini pada akhirnya juga ikut mengatur hukum privat
substantif.
Figur-figur hukum utama di masa Louis XIV (1643-1715) adalah jean Babtiste Colbert
[1619-83) sang perdana menteri kerajaan, dan Guillame de Lamoignon (1617-77) yang
merupakan pemimpin Parle-n de Paris yang pertama, sebagai cabang yudisial dari pengadilan
raja. Pada 1665, atas saran Colbert, Louis membentuk sebuah komisi khusus, Conseil de Justice
yang terdiri atas para ahli hukum terkemuka dan para anggota Dewan Raja, yang meminta
memorandum dari Parlemen tingkat provinsi, dan para ahli hukum lainnya, mengusulkan
wilayah hukum yang harus diubah dan beberapa macam bentuk ganti rugi yang bisa dilakukan.
Para ahli hukum dalam komisi tersebut menyadari bahwa Lamoignon sudah membuat garis besar
untuk sebuah undang-undang.
Ordonansi tahun 1667 tentang Civil Procedur menjadi hasil kerja dari Komisi ini, yang
bertujuan untuk memberikan kodifikasi sistematik yang lengkap dan terperinci mengenai
prosedur perdata, tetapi kemudian ditemukan bahwa masih diperlukan maklumat suplementer.
Pada 1670, ordonansi lain mengenai Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana pun dihasilkan
berkat kerja sama Parlemen tersebut selama masa-masa persiapan, yang banyak berhutang pada
rancangan yang dibuat oleh Lamoignon. Bukunya, vang menjabarkan sebuah skema tentang
suatu aturan tunggal yang didasarkan pada hukum adat, amat sangat berpengaruh, yang
digunakan oleh para ahli hukum pada abad ke-18 dan diandalkan oleh konselor Loius XV,
Daguwesseau [1668-1751) dalam kompilasi dan dalam mengeluarkan berbagai ordonansi
kerajaan yang benar-benar merupakan kumpulan undang-undang mini tentang donasi, wasiat dan
tanggung jawab. Ordonansi ini selanjutnya ikut dimasukkan ke dalam Civil Code.
Custom of Paris adalah sebuah kumpulan hukum yang dirumuskan oleh para hakim dari
berbagai sidang pengadilan, yang dikeluarkan oleh Parlemen de Paris yang telah menjadi
independen menjelang akhir abad ke-13. Sejumlah pengadilan provinsi (parlemen), telah
didirikan antara tahun 1443 dan 1775 yang mencakup wilayah yang luas; pengaruh ibu kota,
kelebihan-kelebihannya yang intrinsik dan kemasyuran para pengamat mereka saling berpadu
untuk memberikan hukum-hukum ini sebuah posisi yang sangat terhormat. Hukum-hukum ini
dianggap sebagai common law Perancis sejak para hakim menerapkan sejumlah besar kebiasaan
dan cenderung untuk mengembangkan peraturan-peraturan yang bersifat uniter.
Publikasi dari berbagai hukum adat tersebut membuatnya lebih mudah untuk diakses dan
menuntun ke sebuah studi yang lebih ter perinci terhadapnya. Prinsip-prinsip umum dipilah-pilah
dan diambil bagian tertentu yang dianggap sebagai siap untuk diaplikasikan seluruh Perancis.
Tetapi, Custom of Paris sungguh merupakan karya besar dari para ahli hukum seperti Dumoulin,
Coquille, Loysel d Pothier [1699-1772) sebagai orang-orang yang menjadi perancang teknis dari
undang-undang tersebut baik dalam hal materi maupun formatnya. Gaya Pothier yang elegan dan
jernih begitu mengesankan sehingga beberapa bagian dari undang-undang tersebut sungguh
hanya sekedar ringkasan dari pernyataannya.
Oleh sebab itu, terlepas dari keberagaman adat-istiadat, ordonansi kerajaan telah
menjalankan suatu upaya penyatuan dan ordonansi ordonansi ini secara umum berlaku efektif di
seluruh wilayah kerajaan Seperti yang terjadi pada hukum Inggris pada masa-masa awalnya
canon law juga memainkan peranannya dalam menyediakan sumber hukum umum dan, memang
memberi pengaruh pada cabang-cabang tertentu dari hukum Perancis, seperti cabang hukum
keluarga. Kombinasi dari semua faktor inilah yang telah menuntun kepada kemunculan hukum
Perancis dikenal secara umum, tetapi tak kalah penting- nya bagi kita untuk menyadari bahwa
'tradisi independensi lokal' tetap bisa mempertahankan kekuasaannya di provinsi (lihat Von
Mehren dan Gordley [19771, hal. 48). Setiap provinsi memandang hukum mereka sebagai
sebuah warisan yang dijamin oleh pakta yang menyatakan penggabungannya sebagia bagian dari
Perancis (Von Mehren dan Gordley [1977).
Periode revolusioner
Revolusi tahun 1789 mengakhiri rezim kuno atau periode hukum kuno, dan juga
menandai awal periode transisi yang biasanya disebut sebagai 'hukum intermedier. Reformasi
diarahkan pada bidang hukum publik dan hukum institusi politik. Struktur institusional lama
dihancurkan dan kekuatan politik dan mesin-mesin pemerintahan sekarang disentralisasikan di
mana keadaan seperti ini belum pernah terjadi di Perancis sebelumnya. Hukum-hukum feodal
dihapus, demikian juga previlise-previlise lama, semua orang Perancis dinyatakan memiliki hak
yang setara di muka hukum, usia 21 tahun dinyatakan sebagai usia kedewasaan, pernikahan
disekulerkan, perceraian diperkenankan, kebebasan individual dijamin dan perlindungan
terhadap hak kepemilikan privat dikuatkan.
Berbagai usaha kodifikasi telah dilakukan yang dimulai dengan pemungutan suara oleh
Majelis Konstituen pada 5 Juli 1790 di mana civil law akan ditinjau kembali dan diubah oleh
para legislator dan peraturan hukum-hukum umum akan dibuat sederhana, jelas dan sesuai
dengan konstitusi'. Oleh sebab itu, hasil kerja pertama dari Konstitusi tahun 1791, ditutup dengan
janji bahwa 'sebuah Code of civil law yang berlaku umum bagi seluruh kerajaan akan
ditegakkan'. Meskipun demikian, karya kodifikasi yang sesungguhnya baru dimulai melalui
Konvensi [1792-95). Sejumlah rancanganpun dirumuskan, sampai-sampai Napoleon menunjuk
sebuah komisi khusus yang terdiri dari empat orang untuk menyiapkan rumusan lainnya. Melalui
konsolidasi, moderasi dan kompromi', Napoleon, yang bekerja bersama sekelompok kecil
praktisi hukum, 'mentransformasikan hukum Revolusi menjadi sebuah sistem peraturan yang
dapat dijalankan' dan setelah melalui percekcokan politik dengan berbagai organ badan legislatif,
Civil Code tersebut akhirnya dijadikan undang-undang pada 1804.
Tugas dari Civil Code tersebut adalah 'untuk memperbaiki, dalam prespektif yang luas,
prinsip-prinsip umum dari hukum tersebut; merumuskan prinsip-prinsip yang mengandung
banyak konsekuensi dan agar tidak terjebak ke dalam rincian pertanyaan yang mungkin akan
muncul dalam masing-masing topik.
Civil Code ini menyajikan hukum dalam bahasa yang jelas, ringkas dan mudah dipahami,
yang ditujukan bagi seluruh warga negara Perancis umumnya. Ia merupakan sebuah karya baru
dalam bidang hukum substantif yang menggabungkan droitécrit dan coutumes, dan menciptakan
sebuah kesatuan hukum bagi seluruh wilayah negara tersebut. Para perancangnya menyatakan
bahwa KUH ini merupakan kumpulan peraturan civil law yang diturunkan dari hukum perancis
yang dipraktikkan di Perancis sebuah ius commune, sebuah hukum yang sudah dimodernisasikan
dari hukum Romawi. Akan tetapi, ia tidak sekedar meniru begitu saja hukum Romawi dan
sejumlah perbedaan yang jelas antara pendekatan yang terdapat dalam KUH ini dengan konsep-
konsep hukum tertentu, serta dengan berbagai interpretasi hukum Romawi sebelumnya.
Di dalam Discours Preliminairenya, Portalis menjelaskan tentang pemikiran dari
para perancang Kode ini :
(a) KUH haruslah lengkap dalam bidangnya;
(b) Ia harus dirancang dalam prinsip-prinsip yang relatif umum dan bukan dalam bentuk
peraturan-peraturan terperinci; dan
(c) Pada saat yang sama ia juga harus sesuai antara satu sama lain secara logis sebagai
keseluruhan pada pengalaman.
Namun, dalam praktiknya, belum memungkinkan untuk mentaati secara absolut semua
maksud dan tujuan ini. Pada tahun 1811, empat macam Hukum tambahan telah diberlakukan:
yaitu code of civil procedure (KUHAPer), code of commerce (Hukum Dagang), code of criminal
procedure (KUHAP), dan penal code (Hukum Pidana). Semua hukum ini secara bertahap
diamandemenkan atau diganti dengan provisi-provisi yang lebih modern dan saat ini, hanya civil
code saja yang sebagian besar isinya masih dalam kondisi yang sama seperti ketika pertama kali
diundangkan.
Tetapi, civil code ini juga telah diamandemenkan terkait dengan status, hukum keluarga,
hak kepemilikan dan masalah keamanan. Beberapa upaya telah dilakukan untuk menghasilkan
revisi yang lebih fundamental, tetapi revisi yang komprehensif belum pernah bisa terwujud.
Civil Code telah mendominasi provinsi-provinsi di Prusian Rhine selama 100 tahun, dan telah
ditiru oleh hukum-hukum yang dibuat di Belgia dan Luxemburg, sangat mempengaruhi hukum-
hukum di Italia, Spanyol, Portugis dan Belanda, demikian juga dengan Mesir, Amerika Selatan
dan Louisiana.
Di bawah ini adalah struktur organisasi peradilan administratif dan peradilan umum :
Dewan Konstitusi (Conseil Constitutioneel)
(tidak terhubung dengan aparat lainnya: hanya presiden, pemerintah dan anggota Parlemen dapat
menantang undang-undang di hadapan Dewan Konstitusi, bukan pengadilan, maupun warga
negara)
Pengadilan Sengketa (Tribunal des Conflicts)
(hanya bertugas untuk menuntaskan kasus antara Peradilan TUN dan Peradilan Umum jika
yurisdiksi diperdebatkan)
Peradilan TUN Peradilan Umum
( Jurisdictions administratives ) ( jurisdictions judiciaries )
Illegalitas Illegalitas
ekstern intern
Di Perancis juga terdapat badan-badan Peradilan TUN yang bersifat khusus dengan
kompetensi/wewenang di bidang-bidang tertentu atau terbatas pada materi-materi tertentu.
Secara umum, lembaga-lembaga itu memiliki wewenang pemeriksaan di tingkat pertama dan
banding (appel) sedangkan kasasinya dilakukan kepada Conseil d’etat.
Sengketa Khusus
PENUTUP
Simpulan
Perancis menganut sistem civil law yang dimaknai beriorientasi pada administratif yaitu
UU atau konstitusnya. Perancis adalah penganut sistem tersebut yang dianggap paling panjang
sejarahnya dan paling banyak praktek penyelenggara peradilan administratifnya karena sistem
peradilan administratif Perancis menaungi semua kasus antara pemerintah dengan warga negara
serta hubungannya. Adapun struktur organisasi peradilan di Perancis terbagi 2 yaitu peradilan
administratif dan peradilan umum.
Peradilan admnistratif yang menjadi fokus materi inti ini dimulai dari sengketa masalah
yang aktanya dikontrol sebagai sah tidaknya keputusan yang digugat oleh pemerintah yang
kemudian penggugatan itu diadili pada tingkat pertama peradilan administratif. Dalam hal
pengontrolan sah tidaknya gugatan tersebut sangat diperlukan syarat sebagai syarat terpenuhinya
pemeriksaan kasus yang lebih detail. Salah satu pengontrolan gugatan tersebut ialah dari pihak
siapa yang memberi gugatan apakah yang telah berwenang mengeluarkan gugatan atau dari
pihak yang tidak berwenang?.
Tingkat kedua ialah peradilan banding yang dimana pada tingkatan peradilan ini hanya
kasus-kasus biasa saja yang diperiksa, tidak dapat untuk kasus ringan seperti dengan
penyelesaian 1 hakim saja. Tingkat ketiga atau puncaknya yaitu conseil d’etat dimana tingkatan
peradilan ini ketika banding tidak dapat menyelesaikan perakaranya atau meminta dewan negara
untuk membantu kasus tersebut dengan melaporkannya kepada pengadilan conseil d’etat.
Adapun di tingkatan terakhir bisa saja kasus dari tingkatan pertama langsung dibawa dan
diperiksa di tingkatan peradilan puncak dikarenakan jangka waktu tuntutan dan penyelesaian
kasus harus segera diselesaikan dan sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA
Djamali, RA. 2012. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mahkamah Agung RI. 2009. Kompetensi Peradilan Administrasi. Jakarta : Mahkamah Agung
RI.
Peter de, C. 1999. Perbandingan Sistem Hukum. Jakarta: Nusamedia.
Ramadhan, CR. 2018. “Konvergensi Civil Law dan Common Law di Indonesia dalam Penemuan
dan Pembentukan Hukum”. Mimbar Hukum. Vol 30, Kota Depok.
Tjandra R, W. 2013. “Perbandingan Sistem Peradilan Tata Usaha Negara dan Conseil d’etat
sebagai Institusi Pengawas Tindakan Hukum Tata Usaha Negara”. Ius Quia Iustum. 30(3).
Hal 423-428. Yogyakarta.