Anda di halaman 1dari 7

NARASI

PENGARUH EL NINO DAN LA NINA TERHADAP


HASIL TANGKAPAN IKAN DI INDONESIA
Nama: Zahrotus saadah (195080100111040)

Kelas : M01

Mata Kuliah: Oseanografi

Sebagian besar dari kita pasti sudah pernah mendengar istilah El Nino dan La
Nina. Ya, istilah ini sangat familiar dan berkaitan dengan lautan atau samudera. El
Nino dan La Nina ini merupakan peristiwa alam yang seringkali terjadi. Pada
kesempatan kali ini saya akan membahas lebih mengenai pengaruh el nino dan la nina
terhadap hasil tangkapan ikan di Indonesia.

El Nino merupakan suatu fenomena perubahan iklim yang secara global yang
diakibatkan karena memasnasnya suhu di permukaan air laut Pasifik bagian timur.
terjadinya El Nino ini dapat diketahui secara kasat mata oleh orang- orang. Orang
yang paling sering melihat peristiwa El Nino ini terjjadi adalah para nelayan dari Peru
ataupun Ekuador. Biasanya peristiwa seperti ini akan berlangsung menjelang bulan
Desember.

Sedangkan La Nina merupakan peristiwa alam yang dapat dikatakan seperti


opposite atau kebalikan dari El Nino. La Nina sendiri merupakan suatu kondisi
dimana suhu permukaan air laut di kawasan Timur Equador atau di lautan Pasifik
mengalami penurunan. Berbeda halnya dengan El Nino, La Nina ini tidak bisa dilihat
secara fisik. Selain itu terjadinya La Nina ini periodenya tidak tetap.

Durand et al. (2013) berpendapat bahwa dengan kondisi wilayah perairan yang
relatif dangkal dan masih mendapat pengaruh daratan, maka perairan di sekitar Pantai
Utara Jawa memiliki potensi perikanan pelagis yang besar. Ikan-ikan pelagis
cenderung banyak ditemukan di perairan dangkal yang
masih mendapat pengaruh daratan, dimana tingkat kesuburan perairan yang tinggi
sebagai penyedia sumber makanan.

Di Indonesia, musim penangkapan dipengaruhi oleh hujan yang berhubungan


dengan angin musim barat/timur. Pada musim timur, angin bertiup dari tenggara
antara Maret dan September ketika suhu mulai turun dan tingkat klorofl-a meningkat
sehingga menyebabkan terjadinya upwelling, pada bulan-bulan ini biasanya nelayan
mulai melaut. Sebaliknya, dari Oktober sampai dengan Februari (musim barat), ketika
angin berhembus dari barat daya ke barat laut, suhu mulai meningkat dan konsentrasi
klorofl-a menurun (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2011;

Surinati, 2009; Wiyono et al., 2006).

Perubahan iklim telah nyata berimplikasi pada ancaman ketersediaan dan


keberlangsungan sumber daya. Menurut Cochrane, (2009), perubahan iklim dapat
berdampak terhadap perubahan musiman proses-proses biologi organisme perairan,
merubah rantai makanan, sehingga berdampak pada sulitnya memperkirakan produksi
sumber daya ikan. Studi tentang dampak ekologi perubahan iklim terhadap perikanan
telah dilakukan Barange, (2009) yang menggambarkan bahwa ikan-ikan pelagis
mengalami perubahan tingkah laku dengan kecenderungan menjauhi permukaan
perairan yang cenderung menghangat. Beberapa teori sebagaimana yang dikemukakan
oleh Cushing dalam Barange, (2009) yang dikenal dengan teori match-mismatch
hypothesis untuk proses recruitment organisme perairan menjelaskan bahwa terdapat
kemungkinan ketidaksesuaian tersedianya makanan dan larva ikan pada waktu
bersamaan. Match and mismatch antara larva dan makanan tersebut sangat
dipengaruhi oleh proses-proses fisika perairan yang selanjutnya proses fisika ini
sangat pula ditentukan oleh variabilitas iklim.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain oleh Hendiarti et al.
(2015) yang menjelaskan variasi musiman ikan pelagis di Laut Jawa namun
tidakmenggambarkan pengaruh variabilitas iklim seperti El Nino dan La Nina.
Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Widjopriono, (2011) lebih banyak
membahas mengenai musim penangkapan beberapa pelagis kecil namun data yang
disajikan dalam rentang tahun yang sempit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh periode La Nina dan El Nino terhadap produksi ikan pelagis kecil yang
didaratkan di Pantai Utara Jawa sejak tahun 1996 sampai dengan tahun 2010. Merujuk
pada hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, informasi tentang
pengaruh perubahan variabilitas iklim La Nina dan El Nino terhadap produksi sumber
daya perikanan pelagis di Indonesia khususnya di Pantai Utara Jawa sebagai lokasi
pendaratan ikan pelagis terbesar di Indonesia, masih belum tersedia. Informasi
tentang hal ini sangat penting untuk diketahui sebagai langkah awal dalam mitigasi
perubahan iklim dalam kaitannya terhadap kegiatan perikanan pelagis.

Keterlambatan mulainya musim hujan di tahun 2015 disebabkan oleh El Nino


(El-Niño Southern Oscillation). Diperkirakan 3 juta orang Indonesia hidup di bawah
garis kemiskinan di daerah-daerah yang terkena dampak kekeringan antara bulan
Oktober dan Desember 2016, 1,2 juta di antaranya bergantung pada curah hujan untuk
produksi pangan dan mata pencaharian. Dampak yang ditimbulkan oleh El Nino
adalah kekeringan panjang lebih dari pada tahun normal. Kekeringan ini terjadi akibat
uap air yang seharusnya bertiup ke arah Indonesia berhenti di Pasifik bagian timur.
Mendinginnya permukaan laut di sekitar perairan Indonesia karena tertariknya seluruh
masa air hangat ke bagian timur Pasifik.

Penyebabnya adalah perbedaan tekanan udara yang membawa uap air bertiup
ke arah timur sehingga curah hujan di Pasifik bagian barat menurun. Di wilayah
indonesia mengalami anomali curah hujan yang rendah, hal ini hampir tejadi di
seluruh wilayah indonesia. Hal tersebut menyebabkan perairan indonesia menjadi
lebih hangat. Apabila fenomena ini terjadi dalam kurun waktu yang panjang maka
akan menyebabkan tingginya suhu permukan air laut. Sehinga menyebabkan faktor–
faktor oceanik terjadi seperti pemutihan terumbu karang (coral bleaching), kekeringan
dan sebagainya.

Menurut Hendiartiet al.(2015), terdapat dua musim puncak penangkapan yang


terjadi di Laut Jawa sepanjang tahun yakni maksimum penangkapan terjadi pada
September sampai dengan November sedangkan puncak minimum penangkapan
terjadi pada Maret sampai dengan April. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh
Wijopriono, (2012) yang menyatakan bahwa terdapat dua musim puncak penangkapan
ikan pelagis di Pantai Utara Jawa yakni antara bulan Maret sampai denganApril dan
Oktober sampai dengan Nopember.

McKinnon et al. (2011) melaporkan bahwa telah terjadi perubahan struktur komunitas
kopepoda yang disebabkan oleh pengaruh El Nino dan La Nina di wilayah Barat Laut Cape
Samudera Hindia. Blanchotet al. (2013) melaporkan bahwa pada fase setelah terjadinya El
Nino di wilayah Samudera Pasifik sebelah barat, mengakibatkan meningkatnya populasi
fitoplankton dan melimpahnya klorofil pada lapisan permukaan perairan. Perubahan iklim
juga berdampak langsung terhadap perilaku penangkapan oleh nelayan, dimana pola musim
yang tidak menentu akan berakibat pada fluktuasi produksi dan perubahan musim puncak
penangkapan. Dalam kegiatan perikanan, salah satu pengaruh perubahan iklim dapat terlihat
dengan jelas pada pola perubahan puncak musim penangkapan dan selanjutnya berpengaruh
pada fluktuasi produksi

Anomali curah hujan – Persentase Rata-Rata dari bulan November ke Januari


sangat menentukan terjadinya ENSO Selain hal tersebut terdapat pula keuntungan dari
fenomena El Nino ini yaitu meningkatnya kandungan klorofil di perairan Indonesia
yang merupakan nutrisi bagi ikan-ikan sehingga banyak ikan yang bermigrasi ke
perairan Indonesia. Hal ini tentu sangat menguntungkan para nelayan. Dalam
mekanismenya, selama kejadian El Nino, angin Pasat Timur melemah. Aliran angin
ke timur menjadi berbalik ke arah Pasifik bagian barat. Cuaca di Indonesia dan
Australia menjadi lebih dingin dan kering. Curah hujan di wilayah Indonesia
berkurang karena potensi hujan didorong ke arah barat. Hal ini menyebabkan suhu
permukaan laut di wilayah Indonesia menjadi lebih dingin akibat naiknya massa air di
bawah permukaan air laut ke permukaan air laut (upwelling).

Upwelling ini menyebabkan daerah tersebut sebagai tempat yang subur bagi
jutaan plankton dan populasi ikan di perairan tersebut akan meningkat. Selain itu, ikan
pelagis di Pasifik bergerak ke arah Timur, sedangkan ikan pelagis yang berada di
samudera Hindia bergerak ke wilayah selatan Indonesia. Hal tersebut dikarenakan
perairan di Timur samudera Hindia mendingin, sedangkan yang berada di barat
Sumater dan Selatan Jawa menghangat. Inilah mengapa saat terjadi El Nino peraira
Indonesia kaya akan ikan pelagis. Selain itu, dilihat dari ketersediaan klorofil di
perairan Indonesia maka dengan adanya fenomena El-Nino tersebut menyebabkan
kelimpahanya semakin bertambah.

Hal tersebut di sebabkan oleh perbedaan suhu antara perairan utara Sumatera –
Jawa dengan perairan sebelah selantanya kedua pulau tersebut. Air memiliki
pergerakan yang tidak searah ketika berada pada suhu yang berbeda. Dengan kata lain
perbedaan suhu tersebut menyebabkan pergerakan massa air permukaan ke arah
bawah mengantikan massa air yang ada dibawah dan begitu sebaliknya. Sehingga
kesempatan produsen primer (biota berklorofil) dapat melakukan fotosintesi secara
optimal dan berulang-ulang, dan menyebabkan kelimpahan klorofil-a di perairan
tersebut.

Fenomena ini dapat terjadi di perairan 7selatan Sumatera dan Jawa, mengingat
pertemuan massa air laut dengan suhu berbeda terjadi di perairan tersebut. El Nino
memberikan perubahan pada meningkatnya suhu atmosfer dan menyingkirkan
peluang terjadinya penguapan air embrio awan hujan, namun di sisi lain El Nino pun
menyebabkan perairan laut di Indonesia menjadi lebih hangat dibandingkan bulan-
bulan sebelum El Nino. Hal ini selain berdampak terhadap perikanan yang berlimpah
namun juga berdapak terhadap tinginya produktivitas petambak garam. Proses
produksi garam dengan intensitas pemanasan yang panjang menyebabkan laju
evaporasi menjadi lebih cepat sehinga Fenomena ElNino juga berdampak positif
terhadap produktifitas petambak garam.
Daftar pustaka

Blanchot, J., M. Rodier, A. L. Boutellier. 1991. Effect of El Niño Southern Oscillation


events on the distribution and abundance of phytoplankton in
the Western Pacific Tropical Ocean along 165°E. Journal of
Plankton Research. http://
plankt.oxfordjournals.org/content/14/1/137.short. Diakses
tangal 20 Juli 2011

K Kunarso, S Hadi, NS Ningsih, MS Baskoro. 2012. Variabilitas Suhu dan Klorofil-a


di Daerah Upwelling pada Variasi Kejadian ENSO dan IOD
di Perairan Selatan Jawa sampai Timor. Indonesian Journal of
Marine Sciences 16 (3), 171-180.

McKinnon, A.D.,Samantha D., John H. Carleton., &


Ruth B. Shnack. 2008. Summer Planktonic
Copepod Communities of Australia’s North West Cape (Indan
Ocean) During the 1997-99 El Nino/
La Nina. Journal of
Plankton Research. 30 (7).
839-855.

Prasetya, BH., Sukojo, BM., Jaelani, LM. 2011. Modifikasi Algoritma Avhrr Untuk
Estimasi Suhu Permukaan Laut (Spl) Citra Aqua Modis.
Perpustakaan ITS.

Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan


Konservasi SDI. 2011. Dampak Pada Perikanan
Pelagis Dalam Kaitannya dengan Perubahan Iklim.
Laporan Akhir. Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. 3 pp.

Raskoff K. A., 2014. The Impacts of El Nino Events


on Populations of Mesopelagic Hidromedusae.
Hydrobiologia 451. Kluwer Academic Publishers.
Netherland. 121-129.

Suwarinoto, Y., Kartiningsih, Y. 2017. Kondisi Suhu Muka Laut Teluk Jakarta dalam
Tahun Normal, El Nino, La Nina (Studi Kasus Tahun 1996,
1997 dan 1998). Buletin Meteorologi dan Geofisika Vol.3 No. 4

Syahbuddin, B.(2013). Fenomena El Nino dan


pengaruhnya. Berita Dirgantara. 1(1): 25-27.

Tresnawati, R., Astuti Nuraini, T., Hanggoro W. 2013. Prediksi Curah Hujan Bulanan
Menggunakan Metode Kalman Filter Dengan Prediktor sst
Nino 3.4 Diprediksi, Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 11
No.2.

Trenberth. 2012. The Definition of El Nino. Bulletin of the American Meteorological


Society

Anda mungkin juga menyukai