Tugas Uas Hukum Acara Perdata
Tugas Uas Hukum Acara Perdata
NIM : 11170453000016
KLASIFIKASI PUTUSAN
Analisis Putusan
Putusan ini adalah bentuk putusan dari Perkara Peninjauan Lembali oleh tergugat II yaitu
Gubernur DKI Jakarta.
Peninjauan Kembali dapat dilakukan setelah adanya putusan hakim terkait kasasi apabila
menemukan pembuktian baru, alat bukti baru, memaparkan kekhilafan keputusan hakim.
Bahwa dalam kasus ini pada awalnya diajukan gugatan perdata melalui pengadilan tingkat
pertama PT. ADITARINA ARISPRATAMA (penggugat) adalah pihak yang merasa sangat
dirugikan karena pihaknya mendalilkan merasa memiliki dan berhak atas bidang tanah di
kawasan Gondangdia No 50 kepada Menteri Kesehatan dan Gubernur DKI Jakarta sevagai
pihak tergugat.
Alat bukti yang diajukan oleh pihak Penggugat adalah :
o bukti Pemilikan Hak Guna Bangunan nomor 154/Gondangdia, yang terletak di
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Wilayah Jakarta Pusat, Kecamatan Menteng,
Kelurahan Gondangdia, seluas 1.220 m2 (seribu duaratus duapuluh meter persegi),
berdasarkan Sertifikat yang diterbitkan oleh Kantor Agraria tertanggal 16 Pebruari
1971 tertulis atas nama pemegang Hak PT Perusahaan Dagang Djawa-Maluku
dengan batas-batas sebagai berikut:
- Sebelah Utara Hotel Akmani;
- Sebelah Selatan Jalan Sumatra;
- Sebelah Timur Bio Test Jalan Sumarta Nomor 48;
- Sebelah Barat PT Jatiluhur;
bahwa terhadap memori peninjauan kembali tersebut, Termohon Peninjauan Kembali telah
mengajukan kontra memori peninjauan kembali tanggal 31 Januari 2018 yang pada pokoknya
menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali;
bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat: Bahwa alasan-alasan
tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah membaca dan meneliti memori peninjauan
kembali tanggal 13 Desember 2017 dan kontra memori peninjauan kembali tanggal 31 Januari
2018 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Juris, dalam hal ini telah ditemukan suatu
kekhilafan hakim dan/atau kekeliruan yang nyata dalam putusan Mahkamah Agung tersebut,
dengan pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa pada saat obyek sengketa dibeli oleh Penggugat berdasarkan
o Akta Perjanjian Pelepasan Hak Nomor 44 dan 45 masingmasing tanggal 23 Mei 1991
dan
o Akta Pelunasan Nomor 87 dan 88 masingmasing tanggal 30 Juli 1991 dari pemilik lama
PT PDDM (Perusahaan Dagang Djawa-Maluku),
status tanah obyek jual tersebut bukan lagi tanah milik pihak penjual melainkan merupakan
tanah negara bebas;
Bahwa hal dikarenakan dasar kepemilikan PT PDDM (Perusahaan Dagang Djawa-Maluku)
adalah SHGB Nomor 154/Gondangdia tanggal 16 Februari 1971 yang telah berakhir
berlakunya pada tanggal 23 September 1980 dan tidak diperpanjang, sehingga jual
beli obyek sengketa antara Penggugat dengan PT PDDM (Perusahaan Dagang Djawa-Maluku)
menjadi tidak sah dan batal demi hukum dan oleh karena itu Penggugat tidak dapat dinilai
sebagai Pembeli beritikat baik;
Bahwa lagi pula telah ternyata pihak Tergugat I i.c. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
telah menguasai obyek sengketa sejak tahun 1950 dengan mendirikan Puskesmas
Gondangdia;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung berpendapat
bahwa terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari
Pemohon Peninjauan Kembali GUBERNUR KEPALA DAERAH IBUKOTA JAKARTA, dan
membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2586 K/Pdt/2016 tanggal 14 Desember
2016, serta Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar putusan
sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
Menimbang, bahwa oleh karena Termohon Peninjauan Kembali, berada di pihak yang kalah,
maka dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat Peninjauan Kembali ini;
Memperhatikan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah
dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang bersangkutan;
1. Judex Factie : Kesalahan para pihak ketika salah atau kurang dalam menentukan pihak yang
bersengketa.
2. Judex Juris : Kesalahan hakim / kekhilafan hakim dalam memtus suatu perkara
3. Perpanjangan Hak Guna Bangunan : Sertifikat HGB adalah sertifikat yang pemegangnya
berhak memiliki dan mendirikanbengunan distsd tanah kepunyaan pemilik bangunan. Waktu
kepemilikan HGB adalah 30 tahun, dan dapat diperpanjang hingga batas waktu 20 tahun.
Menurut pasal 35 UUPA.
Permohonan jangka waktu HGB diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhir
HGB. Apabila tidak, maka tanah akan hilang hak tanggungan atas tanahnya dan menjadi milik
negara.
4. Jual-beli tanah sengketa
Baik UUPA maupun PP tentang HGB secara tegas mengatur bahwa dengan
berakhirnya masa berlaku SHGB yang tidak diperpanjang, maka tanah tersebut menjadi tanah
negara
Dalam praktik, kantor pertanahan memperlakukan tanah HGB, meskipun telah
berakhir masa berkalunya, tetap diberlakukan kuasi “hak milik” yang tidak dapat diajukan
permohonan hak oleh pihak lain terhadap tanah tersebut meski telah berakhir masa
berlakunya.
Hal ini berpotensi pemegang SHGB bisa secara serampangan melalaikan kewajiban
mereka untuk melakukan perpanjangan maupun pembaharuan hak.
Salah satu syarat administrasi pengajuan hak atas tanah berupa SHGB , adalah adanya “alas
hak” peralihan hak atas tanah, (SHM, SHGB, maupun SHGU).
Tanah eks-HGB telah kembali menjadi tanah negara , tetapi masih memerlukan alas
peralihan hak dengan pihak pemilik SHGB sebelumnya yang telah daluarsa. Namun kantor
pertanahan berpendapat bahwa sistem permohonan hak atas tanah negara hanya benar-
benar diberlakukan terhadap tanah yang belum pernah diberlakukan atas tanah tersebut
sebelumnya.
SARAN :
Tumpang tindih tentang kebijakan tanah harusnya diperbaiki agar sengketa tanah
semacam putusan ini tidak terjadi lagi. lalu kejelasan regulasi dan penyeesaian perselisihan
sengketa tanah harus segera diselesaikan dan diperjelas. Juga untuk para pemilik tanah,
perlunya pengecekan berkala status tanah miliknya.