Liturgika Kelompok 2
Liturgika Kelompok 2
I. Pendahuluan
Semua gereja merasa dirinya adalah sebuah gereja yang menggunakan konsep ibadah
yang paling sesuai dengan perjanjian baru, apakah ada gereja yang mempunyai konsep ibadah
tidak sesuai dengan perjanjian baru, apakah unsur-unsur dari sebuah ibadah yang diterapkan
gereja dikatakan alkitabiah? Dan apa kata firman Tuhan secara tertulis dalam alkitab serta
bagaimana aplikasi ibadah yang diselenggarakan selama ini?
II. Pembahasan
Dalam Perjanjian Lama, kata ibadah menggunakan kata Sher’et dan Abh’ad.1 Secara
umum keduanya memiliki kegiatan peribadatan, tetapi masing-masing memiliki arti khusus.
2
Sher’et bermakna ungkapan perasaan hormat dan kesetiaan dalam pengabdian kepada majikan,
sedangkan Abh’ad bermakna ketaatan kerja seorang hamba (Ebhed: budak, hamba, abdi).
3
sedangkan dalam Perjanjian Baru, kata Ibadah menggunakan kata Lateria yang berarti
pelayanan. Berdasarkan ketiga istilah di atas, makna arti kata Ibadah dalam Alkitab dapat
diartikan sebagai setiap pelayanan yang dilakukan dalam ketaatan , kesetiaan dan dengan
perasaan hormat. Seluruh hidupnya merupakan pelayanan kepada tuannya. Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa ibadah dalam Konteks Alkitab (Kristen) adalah
mempersembahkan seluruh kehidupan sebagai pengabdian kepada Tuhan.
1
Cunha Bosco Da, O. Carm, Teologi Liturgi Dalam Hidup Gereja, (Malang: Diorma), 16
2
Kejadian 15:13, 25:23, Keluaran 1:13, 3:12, Ulangan 6:13, 13:2, Yosua 24:21, Hakim-Hakim 2:19, 9:28
3
Matius 4:10, Lukas 4:8, Roma 12:1, 2 Timotius 1:3
1. Ibadah pada masa Yesus
Pada masa Yesus, Ibadah dilakukan di Sinagoge atai Bait Suci. Ibadah di bait suci
diadakan setiap hari sabat. Yesus juga selalu hadir di bait suci setiap hari sabat untuk
mengajar dan membaca kitab suci. tapi Yesus selalu menekankan bahwa ibadah adalah
sungguh-sungguh kasih kepada Bapa sorgawi.4
ibadah adalah suatu pelayanan yang dipersembahkan kepada Allah, tidak hanya
dalam arti ibadah di bait suci, tetapi juga dalam arti pelayanan kepada sesama (Luk
10:25; Mat 5:23; Yoh 4:20-24; Yak 1:27), namun ibadah Kristen tetap seperti kebaktian
sinagoge dalam ibadah sinagoge, pembacaan kitab suci adalah pusat dari ibadah.
Sabat) karena bagi mereka hari Sabat merupakan aturan masa lalu
bagi umat Yahudi-Kristen saat itu adalah hari Minggu. 1Kor 16:2
untuk beribadah.
satu hal yang penting :yakni secara jelas nampak ciri khas utama yang membedakan ibadah
perjanjian lama dan baru secara mencolok adalah penyertaan Roh Kudus yang nyata dalam
mengalirrnya karunia roh kudus dalam gereja dan ibadah dalam perjanjian baru : kis 2:43 ..para
Rasul mengadakan mukjizat dan tanda…, . Rasul Paulus bahkan menuliskan dengan gamblang
tentang peraturan dalam pertemuan jemaat ( ibadah) perjanjian baru akan mengalirnya karunia
Roh kudus dalam ibadah atau dapat dikatkan adanya pekerjaan Roh Kudus yang nyata , 1 Kor
14: 26-33. , dan hasil dampak nyata oleh pekerjaanNya yakni buah roh yang nyata dalam diri
jemaat ( gal 5:22-23)
Unsur-Unsur Ibadah yang tidak monoton atau “biasa-biasa saja” – adalah sebagai berikut.
Pembacaan atau pendarasan mazmur, doa, pembacaan Alkitab Perjanjian Lama (terutama
Taurat) dan Perjanjian Baru (Surat Rasuli atau Injil), dan nyanyian jemaat. Khotbah,
persembahan dan kesaksian pribadi tidak harus ada disini. Waktu untuk ibadah harian seperti ini
hanya kurang lebih 15 menit secara padat. Pendarasan Mazmur sebagai “kesimpulan dan
6
www.journal.stbi.ac.id (Diunduh pada hari kamis pada tanggal 4 Februari 2021 Jam 12.14 WIB)
pengantar” pembacaan Taurat dan Kitab Para Nabi (atau Perjanjian Baru) dalam ibdah harian
rupanya telah lazim dipergunakan7
Sistem Persembahan korban binatang tidak membawa umat Tuhan pada kekudusan maka
Tuhan mengadakan Perjanjian Baru yang didasarkan pada Kristus. kemudian pada ibrani 9,
keunggulan keimanan dan ibadah Perjanjian Baru. Tujuan penulisan untuk membawa pembaca
kepada tingkat pemahaman akan Firman Tuhan yang lebih mendalam sehingga pembaca tidak
kembali kepada ajaran Yudaisme dan pola Perjanjian Lama.8
Pada mulanya, jemaat berkumpul setiap hari dan ibadah secara spontan. Pola ini rupanya
dianggap ideal, karena ketika Paulus melukiskan jalannya suatu pertemuan jemaat, ia
menggambarkan bentuk ibadah yang memberi kesempatan berpartisipasi bagi banyak orang yang
dibimbing Roh, bahkan bagi semua anggota jemaat (1 Korintus 14:26-33). Inilah cara ibadah
yang biasa dilakukan pada waktu jemaat berkumpul di rumah anggota jemaat. Tetapi ketika
jemaat-jemaat makin bertambah besar, tidak mungkin lagi orang-orang Kristen berkumpul dalam
lingkungan informal seperti itu.
Dalam ibadah informal yang biasa di jemaat mula-mula, setiap orang mendapat
kesempatan untuk berpartisipasi. Apabila setiap orang benar-benar diilhami Roh Kudus, maka
hal tersebut merupakan pengungkapan sempurna dari kebebasan Kristen. Tetapi ada juga
bahayanya karena orang-orang tertentu, yang pandangannya serta imannya tidak serasi dengan
yang dipegang jemaat, dapat memakai kebebasan itu untuk menyelewengkan iman jemaat. Oleh
sebab itu perlu dipastikan bahwa setiap orang yang memimpin ibadah jemaat akan setia terhadap
injil yang telah disampaikan Yesus dan para rasul. Pada akhir abad pertama, terdapat suatu
bentuk kebaktian yang tetap bagi Perjamuan Kudus, dan bentuk-bentuk ibadah Kristen lainnya
juga mulai kurang bebas dibanding sebelumnya. Tidak semua orang menerima hal ini. Kitab
Didakhe menyatakan bahwa pemberitaan firman yang dipimpin roh tidak boleh dibatasi hanya
oleh keinginan menjaga tata jemaat yang formal (Didakhe 9; 10; 14). Tetapi karena
diperhadapkan dengan ancaman-ancaman yang makin meningkat dari kelompok-kelompok
7
Rachman, Rasyid; Hari Raya Liturgi: sejarah dan pesan pastoral gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 42-43
8
Tony Rey, Kevin; Superioritas Kristus dalam Kitab Ibrani: Mengungkap Kitab Ibrani (Sukoharjo: BornWin’s
Publishing, 2019), 201
pinggiran di jemaat, maka tidak dapat dihindari bahwa pada akhirnya hal itulah yang terjadi, agar
keutuhan iman Kristen dapar dipelihara9
Hal hal tradisi diluar unsur unsur ibadah dalam perjanjian baru
Kerap kali penilaian konsep ibadah yang benar bukan didasari oleh firman Tuhan tetapi oleh
tradisi atau adat budaya setempat, atau bahkan budaya dunia sekuler sehingga muncuk banyak
perdebatan mana konsep ibadah gereja yang benar dan terjadi klaim tumpang tindih mana yang
sesuai, serung geerja saling serang mengatakan cara gereja lain beribadah tidak alktabiah dan
seterusnya ,
Karena ada perbedaan antara alkitabiah dan tradisi, ada hal yang merupakan tradisi dan
alkkitabiah dan ada hal yang tidak alkitabiah tapi hanya tradisi, dan tidak semua yang tradisi
perlu diteruskan terus menerus karena bukan kebenaran firman Tuhan yang kekal.
Mengenai hal tradisi atau budaya Jim Petersen dalam bukunya Church Without Wall : bergerak
melampaui batas batas tradisional menuliskan pentingnya pembaharuan terus menerus terjadi
dan fungsi yang tetap harus bertahan , ” dalam keadaan saling mempengaruhi anatar bentuk dan
fugsi jika bentuk bertahan dan fungsi lenyap, maka lenyap pulalah makna mula mula, bentuk
bentuk mati adalah bahan pembuat tradisionalisme, contohnya dalam 2 raja raja 18 dipadang
gurun bangsa israel karena ketidak taatan dipagut ular berbisa dan atas perintah Allah musa
membuat replika ular dari tembaga dan menaruhnya pada sebuah tiang , orang yang punya iman
dan memandang ular tembaga akan sembuh, ular ular pun lenyap dan kemelut berlalu, replika
tembaga sudah melakukan fungsinya dan bisa dibuang tetapi jalan ceritanya tidak demikian, 800
ratus tahun kemudia replika tembaga itu masih ada ! ia dberi nama “Nehustan” dan menjadi
berhala dalam orang israel . Hizkia menghancurkan ulat tembaga yang dibuat Musa, sebab
sampai pada masa itu orang israel masih membakar korban bagi ular itu, fungsinya sudah lama
hilang tetapi bentuknya masih ada dan menjalankan makan berbeda. 10
Dalam merenungkan adakah ular ular tembaga lainnya dalam ibadah gereja Tuhan, seperti ular
tembaga yang sudah tidak berfungsi dan bentuknya masih ada? banyak orang menilai suatu
ibadah tidak sesuai dengan konsep ibadah perjanjian baru dari hal hal yang bukan esensi seperti
alat musik yang dinilai tidak boleh ada dalam suatu ibadah gereja, atau ibadah gereja harus ada
9
Drane, John; Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis:Teologis; (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 450
10
Robert Godfrey, Ibadah yang menyukakan Allah, Isu-isu terkini, 21-23
patung salib dan lilin menyala dan sebagainya , menurut saya itu adalah alat yang membantu
sebuah ibadah agar fungsinya yakni penyembahan kepada Tuhan dapat berjalan tetapi bukan
unsur unsur utama, marilah kita melihat hal yang merupakan hal yang utama dan esensi dalam
ibadah perjanjian baru yakni ke enam unsur ibadah dan juga perkerjaan Roh kudus
Dalam Perjanjian Baru kembali pula muncul ibadah di bait suci dan di sinagoge, Kristus
mengambil bagian dalam keduanya, tapi Ia selalu menekankan bahwa ibadah adalah sungguh-
11
Leroy Lawson, Gereja Perjanjian Baru: Dahulu sekarang, 114
sungguh kasih kepada Bapa sorgawi. Dalam Perjanjian Baru kata “Ibadah” berasal dari bahasa
Yunani Latreia yang artinya pekerja, upahan, pelayan, dan mengabdi.[9] Ibadah adalah suatu
pelayanan yang dipersembahkan kepada Allah, tidak hanya dalam arti ibadah di bait suci, tetapi
juga dalam arti pelayanan kepada sesama (Luk 10:25; Mat 5:23; Yoh 4:20-24; Yak 1:27), namun
ibadah Kristen tetap seperti kebaktian sinagoge. Dalam ibadah sinagoge, pembacaan kitab suci
adalah pusat dari ibadah.
Ibadah utama dalam jemaat mula-mula (Perjanjian Baru) adalah hari Tuhan (Kis 20:7),
walaupun ada acuan tentang kebaktian-kebaktian harian pada awalnya (Kis 2:46), tidak disebut
mengenai kebaktian-kebaktian untuk memperingati kebangkitan Tuhan Yesus, dan turunnya Roh
Kudus pada pentakosta. Ibadah agaknya diadakan di rumah orang-orang percaya, kesederhanaan
merupakan ciri khas pelayanan-pelayanan rumah tangga ini, sebagian besar acaranya terdiri dari
puji-pujian (Ef 5:19; Kol 3:16), doa, pembacaan kitab suci, dan penjelasan.
Perjamuan kasih diikuti perjamuan Tuhan (1 Kor 11:23-28) adalah juga mata acara
penting yang lasim dalam ibadah Kristen. Tetapi agaknya tekanan pada seluruh ibadah itu ialah
pada Roh dan kasih batiniah, serta kekhusukkan hati.
Kelompok orang beriman perdana memang tidak mempunyai tempat ibadah sendiri.
Tetapi bukan berarti bahwa kelompok itu menjadi kelompok liar dalam hidup rohani. Sebagai
kelompok, mereka membangun kelompok ibadah dalam rumah-rumah mereka (Kis 2:26, 5:24; 1
Kor 16:15,19). Pusat ibadah mereka adalah pengenangan akan Yesus Kristus, dan dengan
demikian mereka menghadirkan kembali pengalaman masa lampau bersama Yesus. Maka ibadah
mereka betul-betul menjadi memorial (peringatan), bukan hanya mengenai masa lampau,
melainkan juga mengenai apa yang harus mereka usahakan kini, sebagai pengikut Yesus Kristus.
Sebagai kelompok, mereka menerima kitab suci sebagai pedoman dan inspirasi memahami karya
Allah dalam Yesus Kristus yang menjadi pusat perhatian mereka.
Jemaat Perjanjian Baru sebagai umat pilihan Allah, melayani Allah dengan ibadah
mereka, di mana mereka meyakini bahwa ibadah yang adalah persekutuan dengan Tuhan, terjadi
karena Tuhan sendiri yang dinyatakan lewat Yesus Kristus.
Pada zaman Perjanjian Baru ibadah di bait suci dan di sinagoge tetap diikuti. Yesus
sendiri turut ambil bagian dalam kedua rumah ibadah itu (Mar 1:21, 12:35-37). Ia tidak menolak
ibadah tradisional, tetapi Ia melawan hukum-hukum ritual selama hukum itu hanya diikuti
secara formalitas. Dalam ajaran-Nya, Ia selalu menekankan bahwa kasih kepada Allah adalah
ibadah yang sesungguhnya. Ia meletakkan hukum kasih di atas kebiasaan sabat dan kurban (Mat
5:23-24, 12:7-8; Mar 7:1-13). Dengan demikian, ibadah yang sebenarnya adalah suatu pelayanan
yang dipersembahkan kepada Allah, tidak hanya dalam arti ibadah di bait suci, tetapi juga dalam
arti pelayanan kepada sesama, dan hidup setiap hari. Dengan tetap dipertahankannya ibadah oleh
umat Allah dalam Perjanjian Baru ini maka nyatalah penyataan yang merupakan representasi
dari berkat Allah.
Dari pandangan tentang ibadah dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dilihat
bahwa ibadah merupakan sarana umat bertemu dengan Allah baik secara pribadi maupun
kelompok. Dalam ibadah itu manusia mencari tau kehendak Allah dalam hidupnya dan juga
sarana manusia meminta apa yang ia inginkan kepada sang pencipta.
Menurut Brownlee, ibadah merupakan suatu pekerjaan atau keikutsertaan kita dalam
pekerjaan Tuhan untuk mengubah dan menyelamatkan dunia demi kemuliaan Tuhan. Jadi Tuhan
mengajak manusia untuk menjadi rekan dalam pelayanan-Nya demi kehormatan dan kemuliaan
nama-Nya. Menurut Hoon yang dikutip oleh James White, ibadah merupakan penyataan diri
Allah kepada manusia melalui Yesus Kristus dan manusia menanggapinya melalui sikap dan
tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan beribadah manusia dapat merefleksikan bahwa
Allah benar-benar sedang menyatakan diri kepada umat-Nya. Menurut George Florovsky yang di
kutip oleh James White, ibadah merupakan jawaban manusia terhadap panggilan ilahi melalui
suatu persekutuan atas tindakan Allah yang penuh kuasa yang berpuncak pada pendamaian
dengan Kristus[17]. Melalui ibadah manusia mengaminkan bahwa sebagai umat yang berdosa
membutuhkan kelepasan. Menurut Nikos A. Nissiotis yang di kutip oleh James White, ibadah
merupakan pendamaian Allah dalam Kristus melalui Roh-Nya dengan manusia sehingga
manusia yang sudah jatuh dalam dosa mau berbalik kepada Tuhan. Jadi, bukan manusia yang
berinisiatif untuk datang kepada Allah tetapi Allah-lah yang bekerja melalui Roh-Nya. Menurut
Abineno, ibadah merupakan persekutuan yang dilakukan oleh orang-orang percaya. Mereka
berkumpul dan dipanggil bukan untuk mempersembahkan korban tetapi untuk memberitakan
injil lewat perkataan dan perbuatan baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama manusia
karena baginya yesus telah dikorbankan dan itu hanya sekali saja bagi semua orang.
III. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat kami simpulkan bahwa ibadah merupakan suatu persekutuan
yang dilakukan oleh manusia untuk datang memuji dan mempermuliakan nama Tuhan serta
mendengarkan fiman-Nya. Sehingga lewat ibadah, manusia menyapa Allah dengan sungguh-
sungguh agar dalam kehidupan manusia merasa bahagia karena Allah telah menyatakan diri-Nya
kepada umat-Nya melalui ibadah. walaupunAllah jauh dari pandangan manusia akan tetapi
melalui ibadah, secara tidak langsung manusia telah bertemu Tuhan. Ibadah juga merupakan
sarana Allah menyertakan berkat dan penyertaannya. Tetapi karena sifat manusia yang selalu
tidak merasa cukup sehingga mencari jalan keluar lain, dengan menyembah tidak hanya Allah.
Manusia terjebak dalam sinkretisme yang membuat mereka tidak hanya percaya kepada Allah
saja, tetapi juga mencari hal lain yang bisa menjawab dan memenuhi kebutuhan hidup.