Anda di halaman 1dari 9

PEKERJAAN SOSIAL SEKOLAH DAN COPING BEHAVIOR SISWA SMA

DALAM MENGHADAPI LINGKUNGAN SOSIAL DI SEKOLAH


Oleh
Rizkia Annisa Frabandani1, Agus Wahyudi Riana, Santoso Tri Rahajo

ABSTRAK
Coping behavior atau penyesuaian diri yang dilakukan siswa SMA dalam menghadapi lingkungan
sosial di sekolah adalah topik yang akan digambarkan dalam pembahasan ini. Dari tujuan tersebut
maka fenomena yang menjadi latar belakang akan dibahas secara deskriptif.
Untuk seorang remaja yang bersekolah, sekolah merupakan lingkungan yang hampir setiap
hari dihadapi oleh remaja selain lingkungan rumah dan keluarganya. Sebagaimana halnya keluarga,
sekolah sebagai lembaga pendidikan juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat disamping mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada para siswa. Pada
dasarnya setiap siswa yang masuk ke sekolah berasal dari beragam latar belakang, maka dari itu
dibutuhkanlah penyesuaian diri untuk menghadapi lingkungan sekolah. Sekolah tentunya
diharapkan memberikan pengaruh positif dalam perkembangan jiwa remaja agar mereka dapat
berfungsi secara sosial, namun pada kenyataannya jika penyesuaian diri yang dilakukan siswa tidak
sesuai dengan harapan, tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh negatif juga dapat muncul pada diri
siswa yang terbukti dengan adanya fenomena perilaku menyimpang pada siswa seperti tawuran
antar siswa, seks bebas dan penggunaan obat-obatan terlarang dikalangan siswa.
Penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial sekolah baik dengan Problem Focused Coping
(PFC) ataupun Emotion Focused Coping (EFC) tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi
siswa, baik itu faktor jenis kelamin, kepribadian, tingkat pendidikan, situasi sosial ekonomi dan
sebagainya. Oleh karena itu dibutuhkanlah dukungan sosial yang mendorong siswa untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial di sekolahnya agar mereka tetap bisa bersekolah.
Kata-kata kunci (Key words): Coping behavior, Penyesuaian diri, Remaja, Kenakalan remaja

145
Pramadi (dalam Wardani , 2009)
PENDAHULUAN mengatakan bahwa penyesuaian diri atau
Pada saat sekarang ini berbagai kasus coping behavior secara bebas diartikan
kenakalan remaja terjadi dimana-mana. Telah sebagai suatu perilaku untuk menghadapi
tercatat berbagai kasus kenakalan remaja atau masalah, tekanan, atau tantangan, selain itu
perilaku menyimpang dari remaja. Kapolda merupakan respon perilaku yang bersifat
Metro Jaya Irjen Putut Bayu Ajiseno perilaku psikologis untuk mengurangi tekanan
mengatakan bahwa terjadi peningkatan yang sifatnya dinamis. Perilaku coping juga
kenakalan remaja sebanyak 11 kasus atau diartikan sebagai tingkah laku ketika individu
36.66% di tahun 2012. Total kasus kenakalan melakukan interaksi dengan lingkungan
remaja yang terjadi selama 2012 mencapai 41 sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan
kasus, sementara pada tahun 2011 hanya 30 tugas atau masalah. Chaplin (dalam Wardani,
kasus (http://news.detik.com). Situs Badan 2009).
Kependudukan dan Keluarga Berencana Seperti yang telah diketahui bahwa
Nasional (BKKBN) memberitakan bahwa masa remaja adalah masa ketika
dari 2.4 juta kasus aborsi, 700.000 hingga permasalahan kerap muncul pada diri
800.000 pelakunya adalah remaja. Penelitian seseorang. Sebagaimana dinyatakan Erickson
yang dilakukan oleh Badan Narkotika (dalam Santrock, 2003) bahwa masa remaja
Nasional (BNN) dan Universitas Indonesia merupakan masa krisis identitas dan
(UI) juga menemukan bahwa jumlah pencarian jati diri. Ketidaksiapan diri seorang
pengguna narkoba sebesar 1.5% dari populasi remaja dalam menghadapi berbagai situasi
remaja Indonesia yang mencapai 30% dari yang ada disekelilingnya adalah penyebab
jumlah penduduk indonesia atau 3.2 juta timbulnya masalah pada remaja. Ketika
orang (http://ntb.bkkbn.go.id). seorang remaja tidak siap menghadapi
Adanya kondisi tersebut tidak terlepas persoalan dalam hidup tentunya akan
dari pola penyesuaian diri pada remaja yang memberikan pengaruh negatif bagi dirinya
melatarbelakanginya. Carballo (dalam maupun lingkungan sekitarnya.
Sarwono, 2002) juga menyampaikan bahwa Berkaitan dengan klasifikasi usia
masa remaja merupakan masa yang remaja, terdapat beberapa pendapat yang
memerlukan penyesuaian diri, yaitu: mengemukakan hal tersebut, seperti menurut
1. Menerima dan mengintegrasi Hurlock (1968) remaja adalah mereka yang
pertumbuhan badannya dalam berada pada usia 13-17 tahun. Monk, dkk
kepribadiannya. (2000) memberi batasan usia remaja pada 12-
2. Menentukan peran dan fungsi seksualnya 23 tahun, begitu pula menurut Stanley Hall
yang sesuai dengan kebudayaan dimana ia (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada
berada. pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan
3. Mencapai kedewasaan dengan batasan-batasan para ahli tersebut maka usia
kemandirian, kepercayaan diri dan siswa sekolah menengah atas (SMA) yang
kemampuan untuk menghadapi rata-rata berumur 15-18 tahun termasuk
kehidupan. dalam klasifikasi usia remaja.
4. Mencapai posisi yang diterima oleh
masyarakat. PEMBAHASAN
5. Mengembangkan hati nurani, tanggung Remaja yang merupakan bagian dari
jawab, moralitas, dan nilai-nilai yang masyarakat yang begitu mudah menerima
sesuai dengan lingkungan dan perubahan baik positif maupun negatif. Bagi
kebudayaannya. remaja yang belum siap menerima perubahan
6. Memecahkan problem-problem nyata yang ada di sekitar maka ketidaksesuaian
daam pengalaman sendiri dan dalam perilaku dengan norma-norma yang ada dapat
kaitannya dengan lingkungan. saja terjadi. Dalam kondisi tersebut peran
orang tua dan teman-teman sebaya

146
mempunyai andil besar dalam pembentukan perilaku menyimpang pada siswa seperti
karakter dan perilakunya. tawuran antar siswa, seks bebas dan
penggunaan obat-obatan terlarang dikalangan
Kuatnya pengaruh teman sebaya siswa.
sering kali dituduh sebagai penyebab dari Dari penjelasan tersebut dapat
tingkah laku remaja yang buruk, namun diartikan bahwa segala sesuatu yang
berbagai penelitian seperti penelitian yang dilakukan oleh seseorang itu tergantung pada
dilakukan Salikhah (1999) mengenai gejala penyesuaikan diri yang dilakukan, baik itu
perkelahian antar remaja (dalam Sarwono, penyesuaian diri yang berupa adaptasi, yaitu
2000) dan penelitian mengenai remaja dan mengubah tingkah laku agar sesuai dengan
perilaku seksualnya (Sarwono, 1985) lingkungannya, atau bahkan adjustment yang
membuktikan bahwa pada hakikatnya faktor berarti mengubah lingkungan agar menjadi
terakhir yang menentukan bagaimana sesuai dengan perilakunya (Sarwono, 1992).
tindakan atau perilaku seorang remaja adalah Untuk remaja yang bersekolah dalam hal ini
diri remaja itu sendiri. Seperti halnya adalah siswa, coping behavior yang melekat
kebiasaan merokok pada remaja yang pada diri mereka tentunya dipengaruhi oleh
dikemukakan Fisher (dalam Sarwono, 1985) berbagai macam setting baik itu keluarga,
bahwa yang selama ini dianggap pengaruh sekolah, teman sebaya maupun lingkungan
teman dan iklan sebagai penyebabnya, sekitar dan juga memengaruhi keberfungsian
ternyata hal tersebut hanya dapat dikatakan sosialnya.
benar sejauh remaja itu sendiri memang sudah Keberfungsian sosial mengacu pada
perokok atau memang berkeinginan menjadi cara yang dilakukan individu-individu atau
seorang perokok. Remaja yang tidak kelompok dalam melaksanakan tugas
menginginkanya atau tidak pernah menjadi kehidupan dan memenuhi kebutuhannya
perokok tetap saja tidak akan terpengaruh, (Siporin, 1975:17). Pendapat ini sejalan
maka artinya segala sesuatu yang akan dengan Baker, Dubois dan Miley (dalam
dilakukan seseorang tentu akan berpulang Suharto, 2002) yang juga menyatakan bahwa
pada pribadi mereka masing-masing. keberfungsian sosial berkaitan dengan
Dalam kaitannya pada seorang remaja pemenuhan tanggungjawab seseorang
yang bersekolah, sekolah merupakan terhadap masyarakat secara umum, terhadap
lingkungan yang hampir setiap hari dihadapi lingkungan terdekat dan terhadap dirinya
oleh remaja selain lingkungan rumah dan sendiri. Jika siswa dapat menggunakan
keluarganya. Sebagaimana halnya keluarga, perilaku coping dengan bentuk yang baik
sekolah sebagai lembaga pendidikan juga maka ia dapat menyesuaikan diri dengan
mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma lingkungan sosialnya dengan baik pula begitu
yang berlaku dalam masyarakat disamping pun keberfungsian sosialnya baik fisik,
mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan mental mapun hubungan sosialnya.
kepada para siswa. Pada dasarnya setiap siswa Coping Behavior Siswa SMA Dalam
yang masuk ke sekolah berasal dari beragam Menghadapi Lingkungan Sosial Di Sekolah
latar belakang, maka dari itu dibutuhkanlah Berdasarkan pada pertanyaan
penyesuaian diri untuk menghadapi penelitian yang telah disampaikan
lingkungan sekolah. Sekolah tentunya sebelumnya yaitu untuk menggambarkan
diharapkan memberikan pengaruh positif coping behavior atau penyesuaian diri yang
dalam perkembangan jiwa remaja agar dilakukan siswa SMA dalam menghadapi
mereka dapat berfungsi secara sosial, namun lingkungan sosial di sekolah serta penanganan
pada kenyataannya jika penyesuaian diri yang yang dilakukan pekerja sosial sekolah dalam
dilakukan siswa tidak sesuai dengan harapan, menyelesaikan masalah penyesuaian diri
tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh siswa, maka terpilihlah beberapa kategori
negatif juga dapat muncul pada diri siswa yang terdapat dihampir semua semua sekolah
yang terbukti dengan adanya fenomena sebagai kasus yang diteliti, diantaranya:

147
kategori berdasarkan jenis kelamin, kategori coping hanya jika konflik yang dihadapi
siswa yang berlatarbelakang ekonomi rendah individu tersebut sudah melampaui
dan berkecukupan untuk mewakili situasi kemampuan individu tersebut dalam
sosial ekonomi, siswa yang dekat atau akrab menghadapi permasalahan.
dengan guru dan yang sebaliknya, serta siswa Coping behavior pada dasarnya
yang memiliki kepribadian reaktif dan bertujuan untuk mengurangi kondisi yang
proaktif. tidak sejalan dengan yang diharapkan seorang
Anggapan dasar atau pernyataan individu. Maka individu menyesuaikan diri
sementara dari peneliti terkait dengan dengan berbagai peristiwa atau kenyataan
fenomena yang adalah siswa dapat melakukan yang tidak diharapkan tersebut dan
penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial mempertahankan keseimbangan emosi serta
sekolah baik dengan Problem Focused Coping self image positive dalam dirinya agar ia
(PFC) ataupun Emotion Focused Coping kembali berfungsi secara sosial dan
(EFC) tergantung pada faktor-faktor yang memperoleh kesejahteraan.
mempengaruhi siswa, baik itu faktor jenis Berdasarkan pada perjelasan dari
kelamin, kepribadian, tingkat pendidikan, beberapa ahli tersebut dapat dipahami bahwa
situasi sosial ekonomi dan sebagainya. perlaku coping behavior atau penyesuaian diri
Pramadi (dalam Wardani, 2009) akan berjalan beriringan dengan permasalahan
mengatakan bahwa penyesuaian diri atau yang dihadapi seseorang. Dalam kaitannya
coping behavior secara bebas diartikan dengan remaja yang merupakan siswa SMA
sebagai suatu perilaku untuk menghadapi yang dihadapkan dengan adanya perbedaan
masalah, tekanan, atau tantangan, selain itu kelas sosial dilingkungan sekolahnya dan
merupakan respon perilaku yang bersifat munculnya berbagai tuntutan baik dalam
perilaku psikologis untuk mengurangi tekanan dirinya maupun terhadap lingkungannya
yang sifatnya dinamis. Perilaku coping juga sebagai dampaknya, coping behavior
diartikan sebagai tingkah laku ketika individu merupakan segala aktivitas yang dilakukan
melakukan interaksi dengan lingkungan individu baik dalam bentuk kognitif maupun
sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan perilaku, yang disadari ataupun tidak untuk
tugas atau masalah. Chaplin (dalam Wardani, mengurangi atau menghilangkan
2009). kekhawatiran dari ancaman yang mungkin
Secara terperinci Folkman (1984) muncul dari masalah dan tuntutan yang ada
mendefinisikan perlaku coping sebagai dalam diri maupun terhadap lingkungan.
berikut: Dengan begitu individu tersebut dapat
“Perilaku Coping didefinisikan sebagai mempertahankan keberadaan dirinya dalam
bentuk usaha kognitif dan perilaku yang lingkungan tersebut agar ia kembali berfungsi
dilakukan seseorang untuk mengatur secara sosial dan memperoleh kesejahteraan
tuntutan internal dan eksternal yang yang diharapkan.
timbul dari hubungan individu dengan Secara sederhana jenis-jenis coping
lingkungannya, yang dianggap behavior dalam kaitan antara manusia dengan
mengganggu batas-batas yang dimiliki lingkungan fisiknya terbagi menjadi dua jenis
oleh individu tersebut, khususnya yang perilaku penyesuaian diri yaitu adaptasi dan
berhubungan dengan kesejahteraan.” adjustment. Adaptasi adalah mengubah
Sedangkan Coyne, Aldwin, dan tingkah laku agar sesuai dengan
Lazarus (1981) berpendapat bahwa coping lingkungannya, sementara adjustment adalah
merupakan usaha-usaha baik kognitif maupun mengubah lingkungan agar menjadi sesuai
perilaku yang bertujuan untuk mengelola dengan perilakunya (Sarwono, 1992).
tuntutan lingkungan dan internal, serta Ada banyak penelitian yang telah
mengelola konflik-konflik yang dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk
mempengaruhi individu. Pada dasarnya tingkah laku coping dalam situasi yang
seseorang dapat dikategorikan berperilaku berbeda. McCrae (1984) dalam penelitiannya

148
tentang hubungan antara situasi dengan berpikir logis dan berusaha memecahkan
tingkah laku coping menemukan ada 19 permasalahannya dengan positif. Pada
tingkah laku coping yang signifikan yaitu problem focused coping memungkinkan
reaksi permusuhan, aksi rasional, mencari seseorang untuk membuat rencana dan
pertolongan, tabah, percaya pada takdir, tindakan lebih lanjut dan berusaha
mengekspresikan perasaan-perasaan, berpikir menghadapi berbagai kemungkinan yang
positif, lari ke angan-angan, penolakan secara akan terjadi demi memperoleh apa yang telah
intelektual, menyalahkan diri sendiri, tenang, direncanakan sebelumnya.
bertahan, menarik kekuatan dari kemalangan, Folkman (1984) menyatakan bahwa
menyesuaikan diri, berharap, aktif melupakan, problem focused coping juga dapat berupa
lelucon, menilai kesalahan dan iman atau pembuatan rencana tindakan, melaksanakan,
kepercayaan. Stone dan Neale (1984) meneliti mempertahankan untuk mendapatkan hasil
tentang pengukuran tingkah laku coping yang diinginkan. Problem focused coping
sehari-hari. Ditemukan delapan tingkah laku, digunakan untuk mengontrol hal yang terjadi
antara lain perusakan, membatasi situasi, aksi antara indiidu dengan lingkungannya melalui
langsung, katarsis, menerima, mencari pemecahan masalah, pembuatan keputusan
dukungan sosial, relaksasi dan religi. dan tindakan langsung.
Lazarus dan Folkman (dalam Aldwin,
C.M & Reverson, T.A, 1987) membagi 2. Emotion Focus Coping (EFC)
perilaku coping menjadi 2 fokus penyesuaian EFC merupakan strategi untuk
diri sebelum akhirnya masing-masing dari meredakan emosi individu yang ditimbulkan
fokus tersebut terbagi menjadi bentuk-bentuk oleh stressor (sumber stress), tanpa berusaha
perilaku coping seperti berikut: untuk mengubah situasi yang menjadi sumber
stress secara langsung. Bentuk dari coping ini
1. Problem Focus Coping (PFC) adalah:
Merupakan strategi penyesuaian diri a) Pelarian diri, individu berusaha untuk
untuk menghadapi masalah secara langsung menhindarkan diri dari pemecahan
melalui tindakan yang ditunjukan untuk masalah yang sedang dihadapi.
menghilangkan atau mengubah sumber- b) Penyalahan diri, individu selalu
sumber stress. Bentuk-bentuk dari PFC ini menyalahkan dirinya sendiri dan
adalah: menghukum diri sendiri serta
a) Countiousness (kehati-hatian) yaitu menyesali apa yang telah terjadi.
individu berpikir dan mampu c) Minimalisasi, individu menolak
mempertimbangkan beberapa masalah yang ada dengan cara
pemecahan masalah serta menganggap seolah-olah tidak ada
mengevaluasi strategi-strategi yang masalah, bersikap pasrah dan tak acuh
pernah dilakukan sebelumnya atau terhadap masalah.
meminta pendapat orang lain. d) Pencarian makna, individu
b) Instrumental action, yaitu usaha-usaha menghadapi masalah yang
langsung dalam menemukan solusi mengandung stress dengan mencari
permasalahannya serta menyusun arti kegagalan bagi dirinya serta
langkah-langkah yang akan dilakukan. melihat hal-hal yang penting dalam
c) Negosiasi, merupakan salah satu taktik kehidupannya.
dalam PFC yangdiarahkan langsung Lazarus dan Folkman (1985)
pada orang lain atau mengubah pikiran menjelaskan emotion focused coping
orang lain demi mendapatkan hal yang memungkinkan individu melihat sisi baik atau
positif dari situasi yang problematik hikmah dari suatu peristiwa, mengharapkan
tersebut. simpati dan pegertian orang lain atau
Dalam mengatasi masalah dengan mencoba melupakan segala sesuatu yang
problem focused coping, individu akan

149
berhubungan dengan peristiwa tersebut, sikap, konsepsi cara berpikir dan tingkah
namun hal ini hanya bersifat sementara. laku individu yang selanjutnya
McCrae (1984) menyatakan bahwa berpengaruh terhadap penyesuaian
perilaku menghadapi suatu tekanan dirinya.
merupakan proses yang dinamis ketika 4. Konteks lingkungan dan sumber
individu bebas menentukan bahwa perilaku individual
yang sesuai dengan keadaan diri dan Folkman dan Lazarus (1985)
pemahaman terhadap masalah yang dihadapi. menyebutkan sumber-sumber individu
Hal ini memberikan pengertian bahwa seseorag berasal dari pegalaman, persepsi,
terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan memahai sesuatu, kesehatan,
individu dalam menentuka perlaku tertentu kepribadian, pendidikan, dan situasi yang
untuk menyesuaikan diri. Faktor-faktor dihadapi sangat menentukan proses
tersebut adalah: penerimaan suatu stimulus yang kemudian
1. Kepribadian dapat dirasakan sebagai tekanan atau
Kepribadian digolongkan menjadi 2 (dua) bahkan ancaman.
tipe, yaitu tipe A dengan ciri-ciri 5. Situasi sosial ekonomi
ambisius, kritis terhadap diri sendiri, tidak Seseorang dengan status sosial ekonomi
sabaran, melakukan pekerjaan yang rendah akan menampilkan coping yang
berbeda dalam waktu yang sama, mudah kurang aktif, kurang realistis dan lebih
marah dan agresif, dan cenderung akan fatal atau menampilkan respon menolak,
menggunakan Emotion Focused Coping dibandingkan dengan seseorang yang
(EFC) dalam penyesuaian dirinya. memiliki status ekonomi lebih tinggi.
Selanjutnya adalah tipe B, seseorang 6. Dukungan sosial
dengan kepribadian tipe B ini memiliki Dukungan sosial merupakan salah satu
ciri-ciri menyukai keadaan rileks, tidak pengubah stress. Dukungan sosial terdiri
terburu-buru, tidak mudah terpancing dari informasi atau nasihat verbal atau
emosi, serta bersikap dan berbicara nonverbal, bantuan nyata atau tindakan
dengan tenang. Tipe B lebih berorientasi yang diberikan oleh keakraban sosial atau
menggunakan Problem Focused Coping didapat karena kehadiran mereka dan
(PFC) dalam menyesuaikan diri. mempunyai manfaat emosional atau efek
2. Jenis kelamin perilaku bagi individu. Menurut Pramadi
Menurut penelitian yang dilakukan dan Lasmono H.K. (2003) jenis dukungan
Folkman dan Lazarus (1985) ditemukan ini meliputi:
bahwa laki-laki dan perempuan sama- a) Dukungan emosional
sama menggunakan kedua bentuk perilaku b) Dukungan penghargaan
coping yaitu PFC dan EFC. Namun c) Dukungan informative
menurut pendapat Billings dan Moos
(1984) wanita lebih cenderung Berdasarkan pada tinjauan konsep
berorientasi pada emosi dibandingkan yang telah disajikan terangkumlah proposisi
laki-laki yang lebih berorientasi pada penyesuaian diri siswa dengan lingkungan
tugas dalam mengatasi masalah sehingga sosial sekolahnya bahwa jika siswa tersebut
wanita diprediksi akan lebih sering adalah seorang perempuan maka
menggunakan EFC. kecenderungan dari bentuk coping yang
3. Tingkat pendidikan digunakan adalah EFC walaupun baik
Menurut Folkman dan Lazarus (1985) perempuan maupun laki-laki sama-sama dapat
dalam penelitiannya menyimpulkan menggunakan kedua bentuk coping yaitu EFC
bahwa subjek dengan tingkat pendidikan dab PFC; Jika terdapat siswa yang
yang lebih tinggi cenderung menggunakan berlatarbelakang ekonomi rendah cenderung
PFC dalam mengatasi masalah mereka. menampilkan coping yang kurang aktif,
Hal ini memiliki efek besar terhadap kurang realistis dan lebih fatal atau

150
menampilkan respon menolak, dibandingkan mereka hadapi yaitu seperti
dengan seseorang yang memiliki status penyalahgunaan obat-obatan dan alcohol
ekonomi lebih tinggi; Untuk siswa yang akrab serta penyimpangan perilaku lainnya.
dengan guru atau berarti mendapatkan Dengan situasi dan tantangan tersebut
dukungan sosial maka ia cenderung aktif mengharuskan pekerja sosial sekolah
untuk melakukan penyesuaian diri; Serta mengembangkan dan menerapkan
siswa yang memiliki kepribadian reaktif dan berbagai keterampilan serta pengetahuan
proaktif, untuk yang memiliki kepribadian untuk menghadapi anak-anak atau remaja
reaktif cenderung menggunakan bentuk agar tetap bersekolah. Adapun tujuan dari
coping EFC dan yang proaktif menggunakan pekerja sosial sekolah yaitu harus
bentuk coping PFC. memberikan semua anak-anak
Pekerjaan Sosial Sekolah dalam Penanganan kesempatan dan sumber daya untuk
Masalah Penyesuaian Diri membantu mereka menyesuaikan diri
Menurut Linda Openshaw (2008), dengan berbagai situasi yang harus
pekerja sosial sekolah merupakan bagian mereka hadapi, sehingga mereka dapat
integral dari sistem sekolah yang memberikan meraih keberhasilan secara akademis dan
dukungan dan bantuan yang diperlukan untuk sosial di lingkungan sekolah. Pada
keber hasilan siswa disekolah dalam dasarnya tugas Pekerja Sosial Sekolah
mencapai keberfungsian sosialnya. Peran adalah sebagai berikut:
pekerja sosial sekolah dalam menghadapi 1. Memfasilitasi pendidikan dan
tantangan disetiap harinya cukup kompleks pelayanan sosial bagi siswa, serta
dan bergantung pada bagaimana pekerja menyiapkan pelayanan-pelayanan
sosial sekolah memanfaatkan sosial langsung bagi siswa-siswa
pengetahuannya, keterampilannya, dan nilai- “khusus”.
nilai untuk memperbaiki keberfungsian sosial 2. Bertindak sebagai pembela siswa
siswa dalam kehidupannya. Berbagai hal memfokuskan diri pada kebutuhan-
harus dihadapi seorang pekerja sosial sekolah kebutuhan siswa yang urgent.
setiap harinya, salah satunya adalah 3. Mengidentifikasi masalah-masalah
membantu siswa agar dapat menyesuaikan yang dapat menghambat pelayanan,
diri dengan lingkungan sosialnya di sekolah menghubungkan dengan lembaga-
sehingga siswa bisa tetap bersekolah. lembaga.
Begitu pula dengan pernyataan yang 4. Bekerja sama dengan guru
disampaikan O’Donnell (2000) mengenai menggunakan teknik-teknik yang tepat
peran dari pekerja sosial sekolah adalah dalam memotivasi siswa untuk belajar.
sebagai berikut: 5. Menghubungkan orang tua dengan
“Perkerjaan sosial dalam seting lembaga lain untuk membangun
lingkungan sekolah memainkan peran kekuatan relasi antara siswa dengan
penting dalam pengembangan siswa dan komunitasnya secara efektif.
membantu siswa dalam memanfaatkan 6. Berkoordinasi dengan berbagai
sumber daya yang mereka miliki dan keterampilan antar disiplin ilmu yang
memberikan dukungan yang diperlukan memberikan pelayanan pada siswa.
untuk memaksimalkan potensi mereka 7. Mengembangkan dan memelihara
dalam proses pendidikan.” hubungan produktif antara sekolah,
a. Kondisi anak-anak atau remaja yang tidak lingkup pekerja sosial dan praktek-
berhasil dalam penyesuaian diri di praktek lainnya.
lingkungan sosial sekolah sering kali Sejalan dengan tugas pokok yang
menempatnya dirinya pada sisi negative harus dilakukan seorang pekerja sosial
dalam kehidupan sebagai pelarian dari sekolah, perencanaan tindakan juga
permasalahan yang dihadapinya. dilakukan. Openshaw (2008) menyampaikan
Kemungkinan yang pada akhirnya harus bahwa dalam rencana tindakan ini pada

151
intinya menguraikan ‘Siapa yang akan Charting behavioral Change dapat menjadi
melakukan’, ‘Kapan’ dan ‘Bagaimana hal itu alat konkret untuk membantu siswa melihat
dapat tercapai’ yang tentunya rencana dan mengukur perubahan tersebut. Chart
tindakan tersebut harus mengandung tujuan tersebut dapat memberikan acuan pada
tertentu, dalam hal ini bertujuan untuk pekerja sosial sekolah untuk memantau,
membantu siswa menyesuaikan diri dengan mengevaluasi, dan menyesuaikan intervesi
lingkungan sosial di sekolah. dari pekerja sosial sekolah secara bertahap
Pekerja sosial sekolah perlu (O'Hare, 2005).
membantu siswa dalam menentukan dengan
siapa mereka bekerja sama untuk menetapkan KESIMPULAN
dan mencapai tujuan yang juga akan Kondisi anak-anak atau remaja yang
membantu mereka dalam proses penyesuaian tidak berhasil dalam penyesuaian diri di
diri di sekolah. Dengan bantuan dari pekerja lingkungan sosial sekolah sering kali
sosial sekolah, anak dapat menyusun priorotas menempatnya dirinya pada sisi negative
dari tujuan-tujuan tersebut dan menentukan dalam kehidupan sebagai pelarian dari
mana yang ia ingin capai terlebih dahulu. permasalahan yang dihadapinya.
Dalam penentuan tujuan, partisipasi Kemungkinan yang pada akhirnya harus
dari siswa merupakan hal yang penting dan mereka hadapi yaitu seperti penyalahgunaan
juga sesuai dengan nilai-nilai pekerjaan sosial obat-obatan dan alcohol serta penyimpangan
mengenai tanggung jawab individu dan perilaku lainnya. Dengan situasi dan
konsep terkait partisipasi individu tersebut tantangan tersebut mengharuskan pekerja
dalam penentuan takdirnya. Turner (dalam sosial sekolah mengembangkan dan
Openshaw, 2008). Maksudnya adalah siswa menerapkan berbagai keterampilan serta
sendiri memiliki peranan penting dalam pengetahuan untuk menghadapi anak-anak
menentukan tujuan yang ingin dicapai karena atau remaja agar tetap bersekolah.
dengan begitu siswa akan memiliki rasa Penyesuaian diri terhadap lingkungan
tanggungjawab bukan hanya dalam sosial sekolah baik dengan Problem Focused
menentukan tetapi bertanggungjawab dalam Coping (PFC) ataupun Emotion Focused
mencapai tujuan tersebut pula. Coping (EFC) tergantung pada faktor-faktor
Setelah tujuan yang ingin dicapai yang mempengaruhi siswa, baik itu faktor
siswa ditetapkan, pekerja sosial sekolah dapat jenis kelamin, kepribadian, tingkat
membantu siswa dalam memutuskan siapa pendidikan, situasi sosial ekonomi dan
diantara guru, teman, orang tua, dan pekerja sebagainya. Oleh karena itu dibutuhkanlah
sosial sekolah yang akan membantu siswa dukungan sosial yang mendorong siswa untuk
tersebut dalam menentukan “apa yang akan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
dilakukan, kapan, dan bagaimana” untuk sosial di sekolahnya agar mereka tetap bisa
tujuan tersebut. Pekerja sosial sekolah juga bersekolah.
dapat membatu siswa dalam memprirotaskan Sebagai saran, karena di Indonesia ini
tujuan mana yang akan didahulukan sehingga keberadaan pekerja sosial sekolah masih
siswa tersebut dapat fokus pada langkah- jarang ditemui disekolah-sekolah dan masalah
langkah yang paling mudah terlebih dahulu penyesuaian diri mada remaja yang dalam hal
untuk ia lalui sampai tujuan yang telah ini adalah siswa juga kerap ditemui, maka
ditetapkan tercapai. keberadaan pekerja sosial di sekolah dapat
Ketika siswa telah mencapai salah satu menjawab kebutuhan siswa dalam
tujuannya, rencana tindakan selanjutnya menghadapi lingkungan sosial disekolah.
adalah memeriksa efektivitas jangka panjang Adanya pekerja sosial sekolah juga membantu
dari intervesi yang dilakukan. Pekerja sosial siswa untuk memahami lingkungan sekolah
sekolah juga perlu menerapkan suatu bentuk dan isu-isu yang berkaitan dengan sekolah
pengukuran untuk melihat apakah terjadi secara efektif dengan keahlian dan
perubahan yang nyata atau tidak pada siswa.

152
kemampuan yang dimilikinya dan Jurnal:
berdasarkan batasan lingkungan sekolah. Constable, R., Kuzmickaite, D., Harrison, W.
D., & Volkmann, L. 1999. The
DAFTAR PUSTAKA emergent role of the school social
Buku: worker in Indiana. School Social Work
Bee, H. 1994. Lifespan Development. New Journal.
York: Harper Collins College Coyne, J., Aldwin, C., & Lazarus RS. 1981.
Publishers. Depression and Coping In Stressfull
Hurlock, Elizabeth B. 1981. Developmental Episodes. Jurnal Of Abnormal
Psychology Life Span Approach. Fifth Psichology. Vol. 50.
Edition. New Delhi : Tata Mc. Graw Folkman, S., Lazarus, RS., Dunkel-Schetter,
Hill. C., De Longis, A., & Gruen, R. J. 1986.
__________ . 1997. Psikologi Perkembangan The dynamics of a stressful encounter:
Anak. Edisi Ke Enam. Jakarta: Cognitive appraisal, coping, and
Erlangga. encounter outcomes. Jurnal of
Lazarus RS., Folkman S. 1984. Stress Personality and Social psychology.
Appraisal and Coping. New York: Khasan, M; Widjanarko,M. 2011. Perilaku
Springer Publishing Company. Coping Masyarakat Menghadapi Banjir.
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. McCrae, R.R. 1984. Situational Determinants
Surabaya: Usaha Nasional. of Coping Responses: Loss, Threat, and
Monks, F. J., Knoers, A. M. P., Haditono, Challenge. Journal of Personality and
S.R. 2001. Psikologi Perkembangan: Social Psychology. Vol. 46.
Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Openshaw, Linda. 2008. Social work in
Yogyakarta: Gajah Mada University school: principle and practice. New
Press. York: The Guilford Press.
Santrock, John W. 2003. Adolescence. Suharto, Edi. 2002. COPING STRATEGIES
Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. DAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL:
Jakarta: Erlangga. MENGEMBANGKAN
Sarwono, S.W. 1992. Psikologi Lingkungan. PENDEKATAN PEKERJAAN
Jakarta: PT Grasindo. SOSIAL DALAM MENGKAJI DAN
___________ . 2000. Psikologi Remaja. Edisi MENANGANI KEMISKINAN.
revisi. Jakarta: Rajawali Pers. http://www.policy.hu/suharto/modul_a/
___________ . 2002. Psikologi Remaja. makindo_07.htm
Jakarta: Raja Grafindo Persada. Stone, A. A. and Neale, J. M. 1984. New
Silalahi, Ulber. 2009. Meode Penelitian Measure of Daily Coping: Development
Sosial. Bandung: Refika Aditama. and Preliminary Result. Journal of
Siporin, Max. 1975. Introduction to Social Personality and Social Psychology. Vol.
Work Practice. New York: MacMillan. 46.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitataif dan R&D. Sumber lainnya:
Bandung: CV Alfabeta. Sarwono, S.W. 1985. Remaja dan Perilaku
Seksualnya. Sinar Harapan. 23
Skripsi, Thesis, Disertasi, dan Laporan November.
Penelitian:. http://news.detik.com/kanal/10/berita?nt10
Wardani, D.S. (2009). Strategi Coping Orang http://ntb.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm
Tua Menghadapi Anak Autis. Skripsi, .aspx?ID=673&ContentTypeId=0x0100
Surakarta: Fakultas Psikologi 3DCABABC04B7084595DA364423D
Universitas Muhammadiyah Surakarta. E7897

153

Anda mungkin juga menyukai