Anda di halaman 1dari 15

Vol. 3. No.

2, September 2013

Share
Social Work Journal
ISSN : 2339-0042

COMPARATIVE STUDY ON HUMAN DEVELOPMENT INDEX (HDI):


INDONESIA AND BANGLADESH CONTEXT
,
By Soni A. Nulhaqim dan MD. Kamrujjaman

PEKERJAAN SOSIAL DALAM SETTING KEBENCANAAN


Oleh: Tukino

KEARIFAN LOKAL, KEBERFUNGSIAN SOSIAL


DAN PENANGANAN BENCANA
Oleh : Santoso T. Raharjo

PEKERJAAN SOSIAL DENGAN ANAK DAN KELUARGA


Oleh: Nurliana C. Apsari, S.Sos., MSW

ASSESSMENT SISTEM SUMBER INDUSTRI KECIL


DI DESA SUKAMAJU KECAMATAN MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG
Oleh: Meilanny Budiarti Santoso, S.Sos., SH., M.Si.

TANTANGAN PEKERJAAN SOSIAL DI MASA DEPAN


DALAM KAITANNYA DENGAN ERA MARKETING 3.0 DAN CSR 2.0
Oleh: Hery Wibowo

LABORATORIUM KESEJAHTERAAN SOSIAL


PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
Share
SocialWorkJournal
ISSN: 2339-0042
Jurnal Pekerjaan Sosial
Laboratorium Kesejahteraan Sosial
Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD

DEWAN REDAKSI

Penanggung Jawab : Drs. Budi Wibhawa, MS.


Ketua Dewan Redaksi: Dr. Santoso Tri Raharjo, S.Sos., M.Si
Sekretaris : Drs. Nandang Mulyana, M.Si

Mitra Bestari : Prof. Drs. Isbandi Rukminto Adi, Ph.D


Dr. Dra. Sri Sulastri, M.Si.
Dr. Edi Suharto
Dr. Kanya Eka Santi, MSW.

Dewan Redaksi : Dr. Soni A. Nulhaqim, S.Sos.,M.Si.


Dr. Nunung Nurwati, dra., M.Si.
Dra. Binahayati Rusyidi, MSW., Ph.D

Anggota dewan redaksi: Heri Wibowo, S.Psi., MM.


Nurliana Cipta Apsari, S.Sos., MSW.
Risna Resnawaty, S.Sos., MP.

Layout dan Distribusi : Sahadi Humaedi, S.Sos., M.Si


Meilany Budiarti S, S.Sos., SH., M.Si

Alamat Penerbit/Redaksi :
Laboratorium Ilmu Kesejahteraan Sosial (Lab Kesos)
Gedung B FISIP-UNPAD
Jl. Raya Bandung Sumedang km 21 Jatinangor, Sumedang
Telepon/Fax (022) 7796974, 7796416 dan
e-mail : santosotriraharjo@gmail.com dan
mulyananandang@yahoo.com
PENGANTAR REDAKSI

Share Volume 3 nomor 2 September 2013 ini menerbitkan enam artikel ilmiah
yang merupakan hasil penelitian serta kajian beberapa penulis. Volumen ini diawali
dengan tulisan Dr. Soni A. Nulhakim, S.Sos., M.SI mengenai perbandingan dua
negara akan indeks pembangunan manusia. Selanjutnya diikuti dengan dua buah
artikel menyinggung mengenai permasalahan kebencanaan dalam perspektif
pekerjaan sosial yang ditulis oleh Dr. Tukino, M.Psi dan Dr. Santoso T. Raharjo,
S.Sos., M.Si.
Penulis berikutnya, Nurliana C. Apsari, S.Sos., MSW menulis tentang
pekerjaan sosial dengan anak dan keluarga sebagai sebuah setting praktik
pekerjaan sosial. Dua penulis berikutnya yaitu Meilanny Budiarti S.,S.Sos., SH., M.Si
dan Hery Wibowo menyinggung mengenai permasalahan pekerja sosial industri
dan CSR.
Para pembaca dapat memperoleh informasi lengkap dan utuh
tentang topik-topik tersebut di atas pada artikel jurnal edisi ini. Semoga
infomai yang diperoleh dari artikel-artikel yang diterbitkan dalam edisi ini
bermanfaat dan dijadikan rujukan yang berarti.

Selamat membaca,
Redaksi
Share
Vol. 3. No. 2, September 2013
Social Work Journal
ISSN: 2339-0042

1. COMPARATIVE STUDY ON HUMAN DEVELOPMENT INDEX (HDI):


INDONESIA AND BANGLADESH CONTEXT.
,
Soni A. Nulhaqim dan MD. Kamrujjaman 89 -99

2. PEKERJAAN SOSIAL DALAM SETTING KEBENCANAAN


Dr. Drs. Tukino, M.Psi 100 - 110

3. KEARIFAN LOKAL,KEBERFUNGSIAN SOSIAL DAN PENANGANAN


BENCANA
Santoso T. Raharjo 111 - 125

4. PEKERJAAN SOSIAL DENGAN ANAK DAN KELUARGA


Nurliana C. Apsari, S.Sos., MSW. 126 - 133

5. ASSESSMENT SISTEM SUMBER INDUSTRI KECIL DI DESA SUKAMAJU


KECAMATAN MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG
Meilanny Budiarti Santoso, S.Sos., SH., M.Si. 133 - 148

6. TANTANGAN PEKERJAAN SOSIAL DI MASA DEPAN DALAM


KAITANNYA DENGAN ERA MARKETING 3.0 DAN CSR 2.0
Hery Wibowo 149 - 162
PEKERJAAN SOSIAL DALAM SETTING KEBENCANAAN

Oleh: Dr. Tukino, S.Sos., M.Psi *)

A. PENDAHULUAN mereka, tanpa dukungan dan bantuan


Indonesia telah dinyatakan sebagai salah yang memadai, cenderung akan menjadi
satu negara paling rawan bencana. lebih rentan dalam menghadapi
Menurut International Strategy for Disaster bencana-bencana yang dapat terjadi
Reduction (ISDR), Indonesia menduduki dikemudian hari. Sesuai amanat Undang-
urutan ke-7 di antara negara-negara yang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
rawan bencana. Kenyataan terus Penanggulangan Bencana Pasal 27
menunjukkan bagaimana Indonesia tetap bahwa “setiap orang berkewajiban
rentan terhadap bencana baik yang melakukan kegiatan penanggulangan
disebabkan oleh alam seperti gempa bumi, bencana”, termasuk di dalamnya adalah
tsunami, gunung meletus dan lainnya masyarakat kampus.
maupun non alam seperti banjir, penyakit
Profesi pekerjaan sosial memiliki peran
menular, kebakaran hutan dan lainnya,
penting dalam penanggulangan bencana
serta bencana sosial berupa konflik sosial
baik pada saat pra bencana, tanggap
di berbagai daerah.
darurat maupun pasca bencana. Pada
Kerentanan tersebut dipengaruhi oleh saat pra bencana, kontribusi pekerjaan
dinamika sosial politik seperti jumlah sosial berfokus pada upaya pengurangan
penduduk, faktor ekonomi, kemiskinan, risiko bencana, antara lain melalui
lingkungan yang makin rusak, perubahan kegiatan; peningkatan kesiapsiagaan
iklim yang mengakibatkan makin lama masyarakat dan mitigasi dalam
kerentanan makin meningkat. Keadaan menghadapi kemungkinan terjadinya
diperparah dengan banyak terjadinya bencana, pemetaan kapasitas
bencana yang bersifat lokal, berskala masyarakat, dan melakukan advokasi ke
kecil dan sedang, sehingga tidak selalu berbagai pihak terkait kebijakan
mendapat perhatian secara nasional penanggulangan bencana. Pada saat
apalagi internasional. Maka penanganan, tanggap darurat, pekerjaan sosial
dampak, dan pemulihannya menjadi membantu pemulihan kondisi fisik dan
beban masyarakat dan pemerintah penanganan psikososial dasar bagi korban
daerah setempat. Kebanyakan di antara bencana. Pada saat pasca bencana,

100
pekerjaan sosial melakukan upaya B. PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL
pemulihan kondisi psikologis korban PADA SETIAP TAHAPAN BENCANA

bencana, khususnya mengatasi trauma Secara garis besar siklus


dan pemulihan kondisi sosial, serta penanggulangan bencana sebagaimana
pengembangan kemandirian korban terlihat pada gambar di bawah terdiri atas
bencana. pra bencana (situasi tidak terjadi
bencana, dan situasi terdapat potensi
Tulisan mengenai pekerjaan sosial
bencana), pada saat terjadi bencana
dalam setting kebencanaan ini
(tanggap darurat), dan setelah terjadi
merupakan refleksi penulis baik
bencana (pemulihan). Pekerjaan sosial
berdasarkan pengalaman langsung di
dapat berkontribusi dalam setiap tahapan
lapangan maupun studi literatur dan
penanggulangan bencana tersebut
berbagai hasil pertemuan/diskusi para
dengan menggunakan berbagai
pihak terkait upaya penanggulangan
pendekatan dan teknik terpilih serta
bencana.
keterampilan tertentu.

Gambar : Tahapan Penanggulangan Bencana

Setelah Situasi
Terjadi Tidak
Bencana Terjadi
Bencana

Pada Saat Situasi


Terjadi Terdapat
Bencana Potensi
Bencana

Paradigma lama dalam penanggulangan


1. Praktik Pekerjaan Sosial pada Tahap bencana berorientasi pada kegiatan
Prabencana
tanggap darurat, yakni bekerja hanya pada
saat terjadi keadaan darurat akibat suatu
101
bencana, dan bertumpu pada sektor a. Peningkatan kesadaran masyarakat
rescue dan bantuan darurat, serta dan pemberian informasi mengenai
berinvestasi pada pengerahan relief. Cara kerawanan, bahaya dan risiko
kerja yang demikian kini dipandang sudah bencana. Pada situasi tidak terdapat
tidak sesuai lagi, sehingga memunculkan bencana, kegiatan pendidikan dan
pandangan baru dalam penanggulangan pelatihan mengenai risiko bencana
bencana yakni bertumpu pada pada tataran masyarakat sangat
“pengurangan risiko”, dengan penting untuk meningkatkan
karakteristiknya yaitu; bekerja setiap waktu pengetahuan dan keterampilan
terutama pada saat tidak terjadi bencana, mereka dalam mengatasi risiko
mengerahkan semua sektor dalam bencana yang mungkin terjadi. Hal ini
menanggulangi dampak bencana, dan bukanlah pekerjaan yang mudah
berinvestasi pada pembangunan biasa. terutama dalam merubah sikap dan
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) telah perilaku masyarakat yang tidak
menjadi komitmen internasional yang sensitif dengan risiko bencana yang
ditetapkan di Jepang pada tahun 2005 mengancam mereka. Namun dengan
yakni “The Hyogo Framework for Action” berbagai pendekatan dan teknik yang
(HFA) 2005-2015, sebagai mekanisme dimiliki, pekerja sosial dapat
terpadu pengurangan risiko bencana yang melakukan perubahan sikap dan
didukung kelembagaan dan kapasitas perilaku masyarakat agar mereka
sumberdaya yang memadai, dengan memiliki kesiapsiagaan menghadapi
mandat utamanya adalah “Membangun bencana sehingga dapat
Ketahanan Bangsa dan Komunitas mengurangkan risiko kehilangan
terhadap Bencana” (Building the nyawa dan harta benda yang dimiliki.
Resilience of Nations and Communities to
b. Pemetaan kapasitas masyarakat
Disasters). Dengan demikian kegiatan
dalam pencegahan bencana dan
pengurangan risiko bencana merupakan
pengurangan risiko bencana.
kegiatan rutin pembangunan, sehingga
Pemetaan ini amat penting untuk
aktivitas pengurangan risiko bencana
menunjukan pola umum risiko yang
harus terintegrasikan dalam kegiatan
mengancam masyarakat dan
pembangunan.
kapasitas mereka menghadapi risiko
Peranan Pekerja Sosial sangat penting yang mungkin terjadi. Pemetaan ini
dalam pengurangan risiko bencana, juga dapat digunakan untuk
terutama dalam hal; menonjolkan kapasitas dan sumber-
sumber lokal termasuk keterampilan,
102
persediaan makanan, pilihan tempat yang berfokus pada pengurangan risiko
tinggal darurat, organisasi sosial dan bencana, berupa kegiatan pencegahan
masyarakat, pemimpin lokal, sikap dan mitigasi bencana longsor.
dan nilai budaya, serta sumber-
Peningkatan kesiapsiagaan masyarakat
sumber yang dapat membantu
tersebut diawali dengan melakukan
masyarakat mengatasi bencana.
pengkajian risiko bencana longsor
Selain itu, pemetaan ini penting untuk
bersama masyarakat setempat, sebanyak
membantu dalam merencanakan
30 warga masyarakat terpilih melalui
persiapan yang dapat mengurangi
proses rekruitmen. Pendekatan yang
bahaya dalam masyarakat dan dalam
digunakan adalah kombinasi dari
mengidentifikasi rencana evakuasi
Community Base Disaster Risk
bagi daerah yang berisiko.
Management (CBDRM), yakni suatu
c. Bersama masyarakat membangun pendekatan penanggulangan bencana
sistem penanggulangan bencana yang dikembangkan dari metode
yang berkelanjutan pada tingkat lokal. Community Organization and Community
Pembentukan kelembagaan Development (COCD), Social Learning
penanggulangan bencana yang yang mengutamakan pendekatan
berfungsi menjalankan sistem kooperatif dan partisipatif, serta Capacity
pencegahan dan mitigasi, Building yang menggabungkan komponen
kedaruratan, dan pemulihan. pelatihan dan pengembangan
keterampilan. Fokus kajian risiko yaitu; a)
d. Pekerja sosial juga dapat melakukan
kajian ancaman bencana longsor, b) kajian
advokasi kepada parapihak, yang
kerentanan, dan c) kajian kapasitas
bertujuan agar terjadi perubahan pada
masyarakat dalam menghadapi ancaman
tataran kebijakan dan perencanaan
bencana longsor. Kajian risiko ini sekaligus
dalam penanggulangan bencana.
merupakan kegiatan pemetaan kapasitas
Pengalaman penulis bersama tim Pusat
masyarakat.
Kajian Bencana dan Pengungsi (Puskasi)
Langkah berikutnya adalah membentuk
STKS dalam menyelenggarakan kegiatan
kelembagaan penanggulangan bencana
peningkatan kesiapsiagaan masyarakat
berupa Kelompok Masyarakat Siaga
dalam penanggulangan bencana tanah
Bencana (KMPB), dengan pelaku adalah
longsor di Desa Cigendel Kecamatan
ke-30 orang warga masyarakat tersebut.
Pamulihan Kabupaten Sumedang tahun
Penguatan kapasitas mengenai
2011, merupakan implementasi dari praktik
manajemen bencana bagi personil KMPB
pekerjaan sosial pada tahap prabencana,
merupakan kebutuhan mendasar bagi
103
kelembagaan penanggulangan bencana menyelamatkan nyawa, menjamin
yang memiliki ketangguhan dalam perlindungan dan memulihkan
mengurangi risiko. Dalam hal ini “siapa kesejahteraan para korban bencana. Pada
berbuat apa” ketika bencana terjadi bencana berskala nasional, masa tanggap
(kontinjensi planing) disusun sedemikian darurat memerlukan waktu cukup lama
rupa untuk memastikan kesiapsiagaan sampai keadaan darurat dinyatakan
masyarakat dalam menanggulangi berakhir.
bencana.
Pekerja sosial berperan penting dalam
Selanjutnya simulasi kesiapsiagaan membantu korban bencana dan
masyarakat dalam menanggulangi pengungsi, terutama dalam hal:
bencana (gladi) dilakukan bersama warga
a. Penanganan terhadap korban bencana
masyarakat, yang menekankan kembali
yang mengalami trauma, dapat
poin-poin yang dibuat dalam program
ditempuh dengan mendirikan pusat-
pelatihan yang terpisah, juga untuk
pusat pelayanan berupa “Resilience
menguji sistem penanggulangan bencana
Development Projects” yang lebih
secara kesuluruhan.
banyak menggunakan prinsip-prinsip
Berdasarkan peranan-peranan di atas, Pekerjaan Sosial.
sesungguhnya pengurangan risiko b. Penanganan terhadap kelompok
bencana yang terbaik adalah pengurangan rentan; dengan memberikan
risiko bencana yang berbasis masyarakat perlindungan khusus, agar mereka
itu sendiri. Masyarakat itu sendiri yang tidak semakin parah dalam situasi
mengetahui risiko-risiko yang akan mereka pengungsian.
alami sekiranya bencana terjadi. Dalam c. Penanganan terhadap masalah
konteks ini, peranan pekerja sosial adalah pendidikan anak; dengan menyediakan
memfasilitasi terwujudnya suatu fasilitas-fasilitas sekolah sebagai
mekanisme dan sistem pengurangan risiko pengganti atau menunggu perbaikan
bencana yang dibangun, digerakkan dan fasilitas-fasilitas sekolah yang
dievaluasi oleh masyarakat itu sendiri mengalami kerusakan, agar segera
(community-based risk reduction). dapat digunakan.
d. Penanganan terhadap masalah
2. Praktik Pekerjaan Sosial pada Saat
yang berkaitan dengan struktur keluarga
Terjadi Bencana.
Pada saat terjadi bencana diperlukan yang mengalami kerusakan, hilangnya
kegiatan tanggap darurat, yakni tindakan dukungan sosial, peran sosial yang tidak
yang mendesak dan tepat untuk lagi berfungsi normal, ikatan sosial yang

104
melemah, serta ketidakpastian, dapat tua, sebagian anak cenderung bertingkah
ditempuh dengan melakukan restorasi laku agresif, menjadi anak yang pendiam,
fungsi-fungsi tersebut. Dalam hal ini hilangnya ketertarikan untuk bersekolah
melalui fasilitasi dialog-dialog antar dan (suka bolos sekolah), dan perasaan takut
dengan tokoh-tokoh korban bencana, akan terjadi lagi gempa dan tsunami.
aspirasi dapat dibulatkan menjadi Salah seorang anak berinisial ”AS” yang
diskursus yang menentukan arah ditangani penulis di tenda pengungsian
perbaikan kondisi kehidupan Indrapuri-Aceh Besar menghadapi
masalah psikososial sbb:
Pengalaman penulis dalam memberikan
pelayanan sosial bagi para pengungsi “AS”, anak laki-laki usia 13 tahun, hidup
anak korban bencana gempa dan tsunami tanpa keberadaan orang tua, ayahnya
sudah meninggal dunia sebelum terjadi
di wilayah Aceh (Nanggroe Aceh
tsunami, sementara ibunya dinyatakan
Darussalam) selama tiga bulan (Mei s.d hilang sebagai korban tsunami. Kini “AS”
Juli 2005) bersama UNICEF-Depsos RI, tinggal bersama familinya di shelter.
Keinginan “AS” untuk dapat bertemu
juga pengungsi anak korban bencana
dengan neneknya di tempat yang jauh
gempa di Pangalengan tahun 2009 dan dikabarkan masih hidup, hingga
bersama Puskasi, merupakan refleksi dari sekarang belum terwujud. “AS” merasa
kesepian ditengah-tengah keramaian
minat dan motivasi penulis untuk
para pengungsi di shelter, dan
menerapkan ilmu pekerjaan sosial/ menghadapi kebingungan akan arah
kesejahteraan sosial dalam membantu masa depannya. Pengaruh lingkungan
para pengungsi anak untuk bangkit, tegar dari orang lain yang usianya lebih
dewasa, menjadikan “AS” menampilkan
dan pulih dari keterpurukan akibat kepribadian yang mendua, yaitu antara
bencana yang terjadi, melalui berbagai perilaku yang cenderung agresif
kegiatan di children center. bercampur dengan segi positif yang
dimilikinya (senang bernyanyi, sikap ingin
Permasalahan yang dialami oleh para membantu orang lain)
pengungsi anak di kamp pengungsian,
Penulis bersama tim children center
antara lain: secara fisik, anak-anak berada
membantu “AS” untuk mengatasi
dalam kamp pengungsian dengan kondisi
masalahnya dengan menerapkan
tenda dan atau barak yang tidak nyaman,
beberapa teknik intervensi psikososial
kekurangan gizi dan makanan, kekurangan
seperti; playback therapy, group therapy,
air bersih dan sanitasi lingkungan yang
dan konseling yang menjadi inti dalam
buruk, serta minimnya sarana dan aktivitas
bekerja dengan individu, serta melakukan
terarah untuk bermain, dan secara
tracing dan reunifikasi sampai kemudian
psikologis beberapa anak masih
merasakan sedih karena kehilangan orang
105
“AS” berhasil dipertemukan dengan berada dalam situasi tidak normal karena
neneknya. mereka masih tinggal dan hidup di barak
pengungsian atau di shelter.
Penggunaan multi pendekatan seperti;
psikoanalisis, behavioral, kognitif, dan Kegiatan pelayanan sosial bagi korban
pendekatan lainnya dengan disertai bencana pada pascabencana diarahkan
berbagai teknik terpilih antara lain; pada rehabilitasi dan rekonstruksi. Pada
konseling trauma, terapi bermain, terapi tahap rehabilitasi, dilakukan upaya
seni dan budaya, pendidikan di sekolah perbaikan fisik dan non fisik serta
dan pendidikan agama, relaksasi, pemberdayaan dan mengembalikan harkat
kelompok bantu diri, dan teknik lainnya, hidup terhadap korban bencana secara
merupakan modalitas dalam praktik manusiawi. Bagi korban bencana yang
pekerjaan sosial. Namun demikian dalam mengalami Post Traumatic Stress Disorder
bekerja di lapangan, pekerja sosial tidak (PTSD), pelayanan psikososial lanjutan
bekerja sendiri, melainkan bersama-sama dapat terus dilakukan agar mereka dapat
dengan profesi lainnya seperti; psikolog, segera pulih dari trauma yang
sosiolog, antropolog, ahli komunikasi, berkepanjangan. Pada tahap rekonstruksi,
dokter, dan lain-lain baik dari mulai dilakukan upaya pembangunan kembali
perencanaan maupun pelaksanaan dan sarana/prasarana serta fasilitas umum
evaluasi. Dalam konteks tersebut, penulis yang rusak, agar kehidupan korban
tergabung dalam Inter Agency bencana dapat dipulihkan kembali.
Psychosocial Working Group, yang telah
menghasilkan dokumen berupa pedoman Pekerja sosial berperan penting dalam

praktik penanganan psikososial bagi anak- membantu korban bencana/pengungsi,

anak korban bencana. terutama dalam hal:

a. Pembentukan atau pengembangan


3. Praktik Pekerjaan Sosial pada forum warga/keluarga pengungsi
Pascabencana korban bencana alam.
Pascabencana adalah kondisi setelah Forum ini dimaksudkan untuk
berakhirnya masa tanggap darurat. Pada meningkatkan integrasi, solidaritas, dan
tahap ini tidak serta merta korban bencana toleransi sosial antar korban bencana
telah dapat hidup dalam situasi normal. maupun masyarakat lokal. Selain itu,
Pada kasus bencana gempa dan tsunami forum ini juga bertujuan untuk
di Aceh atau bencana erupsi gunung meningkatkan rasa kebersamaan serta
Merapi di Yogyakarta tahun 2010, pada kerjasama antar kelompok masyarakat
pascabencana para korban bencana tetap korban bencana.
106
b. Pelatihan-pelatihan penanganan shelter pengungsian, diantara mereka
masalah. masih ada yang mengalami masalah
Merupakan program kegiatan yang psikososial, seperti yang dialami salah
bertujuan untuk meningkatkan seorang klien dengan nama inisial “Wi”.
pemahaman dan keterampilan para Klien “Wi”, perempuan, usia 70 tahun,
korban bencana di daerah pasca berada dalam kondisi fisik cukup sehat,
namun secara mental ia mengalami
bencana dalam mengatasi masalah
gangguan psikologis, yaitu belum bisa
atau dalam memecahkan masalah menerima kenyataan bahwa ketiga orang
yang dihadapi. Misalnya pelatihan cucunya telah meninggal dunia sebagai
dalam analisis masalah, menyusun korban bencana erupsi Merapi. Klien ”Wi”
hingga sekarang (November 2011) tidak
perencanaan, koordinasi, evaluasi, dan
berkeinginan untuk melihat makam
sebagainya. ketiga cucunya tersebut dan tidak mau
kembali ke kampung asalnya, karena ia
c. Pelatihan keterampilan usaha, marah merasa dibohongi oleh anggota
pemberian bantuan modal usaha, dan keluarganya bahwa cucu-cucunya
pendampingan dalam pengembangan tersebut masih hidup ketika bencana
terjadi, dan diinformasikan bahwa ketiga
usaha.
cucunya tersebut berada di Purwosari.
Pelatihan ini disesuaikan dengan Setelah dua bulan bencana erupsi, klien
”Wi” baru tahu bahwa ketiga cucunya
kebutuhan dan potensi yang ada pada telah meninggal dunia. Akibat masalah
korban bencana, misalnya pelatihan psikologis yang dialaminya, klien ”Wi”
kewirausahaan, peternakan, perkebunan, lebih banyak diam dan sering menangis
selama berada shelter, ia jarang bergaul
perikanan, industri kecil, perdagangan, dan
dengan sesama pengungsi lainnya.
sebagainya. Tujuan dari pelatihan
keterampilan usaha tersebut adalah Penulis bersama tim pendamping
meningkatkan kondisi ekonomi korban psikososial dari berbagai daerah yang
bencana pada masa pasca bencana. difasilitasi oleh Direktorat Perlindungan
Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA)
Pengalaman penulis ketika memberikan
Kementerian Sosial RI, menerapkan teknik
pelayanan sosial bagi korban bencana
intervensi psikososial yang dapat
pada tahap pascabencana, berlangsung
digunakan sesuai dengan model
pada November 2011 di shelter Kuwang
psikoanalisis antara lain:
dan shelter Plosokerep Desa Umbulharjo
Kecamatan Cangkringan Kabupaten a. Therapy support, yaitu berupa
Sleman, Yogyakarta, khususnya pemberian dukungan dengan
pelayanan sosial bagi lanjut usia. Selama melibatkan potensi pendukung, dalam
setahun lebih para lanjut usia tinggal di hal ini adalah teman sebaya atau

107
tetangga yang sama-sama lanjut usia bertujuan untuk memudahkan
untuk memberikan dukungan kepada penyesuaian diri, baik secara
seorang lanjut usia yang mengalami emosional maupun sosial dari individu-
masalah psikososial, seperti perasaan individu melalui proses kelompok.
sedih karena kehilangan anggota Selain itu, tipe kelompok ini bertujuan
keluarga saat terjadi bencana erupsi juga untuk membuat agar anggota-
Merapi. anggota kelompok mengeksplorasi
masalah mereka sendiri secara lebih
b. Life review therapy: reminiscence
mendalam. Kemudian, anggota
Terapi kenangan merupakan teknik
kelompok diharapkan dapat
intervensi dengan cara merefleksikan
mengembangkan satu atau lebih
kehidupan yang telah dijalani lanjut usia
strategi-strategi untuk memecahkan
dan kemudian memecahkannya,
masalah-masalah mereka.
mengorganisirnya dan
mengintegrasikan dalam kehidupan Melalui kombinasi berbagai teknik
sekarang. Life Review Therapy intervensi psikososial pada tahap
pascabencana tersebut, beberapa lanjut
merefleksikan seluruh pengalaman
usia yang mengalami masalah psikososial
hidup lanjut usia baik yang tidak memperoleh dukungan dari sesama lanjut
menyenangkan maupun usia lainnya dalam mengatasi masalahnya,
sebagian lagi dapat mengekresikan
menyenangkan. Dalam kasus lanjut
perasaan-perasaannya sekaligus katarsis
usia yang mengalami depresi akibat mental selama berada di shelter
bencana yang terjadi, pendamping pengungsian,
Pada bagian lain pada tahap
dapat menggunakan bagian dari Life
pascabencana ini seorang pekerja sosial
Review Therapy yaitu teknik
dapat berperan penting dalam membantu
Reminscence agar lanjut usia dapat
para korban bencana yang tinggal di
mengenang kembali hal-hal yang
shelter pengungsian untuk mempersiapkan
menyenangkan dalam hidupnya selama
relokasi ke tempat baru, seperti yang
ini. Tekni ini juga dapat meningkatkan
dilakukan seorang pekerja sosial di shelter
kepercayaan diri lanjut usia.
Plosokerep Desa Umbulharjo, yang
membantu (mengadvokasi) para
c. Kelompok penyembuhan (therapeutic
pengungsi untuk melaksanakan relokasi
group)
mandiri. Melalui penampilan peranan
Therapeutic group dibentuk untuk
sebagai mediator, enabler, dan peran
membantu orang-orang yang memiliki
lainnya, pekerja sosial melakukan
masalah-masalah personal dan
pendampingan hingga sekarang para
emosional. Kelompok penyembuhan ini
108
pengungsi di shelter Plosokerep sudah Dalam konteks tersebut, pekerja sosial
menempati rumah permanen. dapat menjalankan 3 fungsi. Pertama;
pekerja sosial mengadvokasi masyarakat
C. PENUTUP untuk memperoleh rasa aman dari
Peran pekerjaan sosial dalam kegiatan ancaman suatu bencana (fungsi
penanggulangan bencana sesungguhnya advocacy). Kedua; pekerja sosial dengan
melekat pada setiap tahapan bencana. pengalaman pribadinya baik pengalaman
Karakteristik utama praktik pekerjaan praktis di lapangan maupun kemampuan
sosial yang menekankan pada “individu mengkonstruksi pemikiran, dapat
dan interaksinya dengan lingkungan”, membangun pengetahuan dan teknologi
dapat diterapkan baik dalam kegiatan pekerjaan sosial yang relevan dengan
prabencana (pencegahan, mitigasi, kebencanaan (fungsi academic exellence).
kesiapsiagaan), saat terjadi bencana Ketiga; pekerja sosial dapat membangun
(respon darurat) maupun pascabencana dan atau mengembangkan kapasitas
(rehabilitasi dan rekonstruksi). masyarakat dalam upaya-upaya

Pada tahap prabencana, praktik pekerjaan pencegahan dan mitigasi bencana (fungsi

sosial makro dan messo lebih dominan capacity building). Melalui ketiga fungsi

dalam kegiatan pengurangan risiko tersebut, pekerjaan sosial dapat

bencana. Penanggulangan bencana pada memberikan kontribusi yang nyata dalam

tahap prabencana dilakukan dengan kegiatan Pengurangan Risiko Bencana.

berlandaskan pada kemampuan Pada tahap terjadi bencana (kedaruratan),

masyarakat (Community Based) yang praktik pekerjaan sosial mikro akan lebih

kemudian menguatkan penggunaan mewarnai seorang pekerja sosial dalam

pendekatan Community Based Disaster membantu para korban bencana untuk

Risk Management (CBDRM), Community dapat melaksanakan keberfungsian

Based Disaster Management CBDM), dan sosialnya. Pekerjaan sosial mikro atau

sebagainya (Nakagawa & Shaw, 2004). disebut juga pekerjaan sosial klinis

Pendekatan ini menggaris bawahi merupakan praktik pekerjaan sosial

pendapat bahwa penanggulangan dengan individu dan keluarga yang

bencana tidak bisa dilakukan secara mempunyai masalah psikologis, patologis

partial, atau pandangan yang terpilah-pilah dan masalah yang berasal dari dalam diri

antara satu dengan lainnya, melainkan klien, menggunakan pendekatan

harus dilihat sebagai suatu kesatuan psikososial untuk mencapai keberfungsian

tindakan utuh pengembangan masyarakat sosial klien (Corwin, 2002; Strean, 1978).

secara holistik. Fokus praktik mikro yaitu; menitikberatkan

109
pada individu/korban bencana (direct Netting, Ellen F., Peter M. Kettner, Steven
L. McMurtry, 2004. Social Work
intervention), menciptakan kondisi yang
Macro Practice, Pearson Education,
positif/mendukung, dan proses pemecahan Inc.
masalah/ aspek-aspek psikososial dari Strean, H.S.1978. Clinical Social Work:
Theory and Practice. New York: The
korban bencana, dan bantuan yang
Free Press
bersifat nyata. Sementara praktik messo
Tukino. 2006. Strategi Sosialisasi terhadap
digunakan untuk menangani masalah- Pengungsi Anak korban bencana
tsunami di kamp pengungsian.
masalah individual korban bencana melalui
Jurnal Pekerjaan Sosial, Bandung:
kelompok dan mengembangkan kelompok STKS Press.
itu sendiri. ______. 2008. Kebijakan Nasional
Pengurangan Risiko Bencana di
Pada tahap pascabencana, praktik Indonesia. Bandung: STKS Press
pekerjaan sosial makro, messo, dan mikro
secara bergantian dapat diterapkan dalam
proses rehabilitasi dan rekonstruksi. ---------------
*) Tukino, dilahirkan di Ciamis, 13
_________________ Desember 1959. Menyelesaikan
pendidikan S-1 di FISIP – Jurusan
Referensi: Kesejahteraan Sosial Unpad, lulus
Anonim. 2008. Implementasi Pengurangan tahun 1985, S-2 Psikologi
Risiko Bencana di Indonesia. Jakarta Perkembangan di Unpad, tahun 2000,
: BNPB
dan S3 Ilmu Sosial-Ilmu Komunikasi di
Ashman, Karen Kirst K & Grafton H.Hull, Unpad tahun 2008. Penulis adalah
Jr.1993. Understanding Generalist Koordinator untuk Wilayah Jawa dari
Practice. Chicago.Nelson-Hall Forum Perguruan Tinggi untuk
Publisher Inc.
Pengurangan Risiko Bencana (FPT
Cooper, M.G. & Lesser,J.G.2005. Clinical PRB) 2012-2015, sebelumnya sebagai
Social Work Practice: An Integrated Sekretaris FPT PRB 2008-2012.
nd
Approach (2 edition). Boston :
Pearson Education, Inc.
Ife, Jim. 2002. Community Development,
Community-based alternatives in an
age of globalization. Pearson
Education Australia.
Maguire, L.2002. Clinical Social Work :
Beyond Generalist Practice with
Individuals, Groups, and Families.
Pacific Grove, CA : Brooks/Cole
Nakagawa, Yuko, Rajib Shaw, 2004.
Social Capital, A Missing Link To
Disaster Recovery. International
Journal Of Mass Emergencies and
Disasters, UNCRD.

110

Anda mungkin juga menyukai