2, September 2013
Share
Social Work Journal
ISSN : 2339-0042
DEWAN REDAKSI
Alamat Penerbit/Redaksi :
Laboratorium Ilmu Kesejahteraan Sosial (Lab Kesos)
Gedung B FISIP-UNPAD
Jl. Raya Bandung Sumedang km 21 Jatinangor, Sumedang
Telepon/Fax (022) 7796974, 7796416 dan
e-mail : santosotriraharjo@gmail.com dan
mulyananandang@yahoo.com
PENGANTAR REDAKSI
Share Volume 3 nomor 2 September 2013 ini menerbitkan enam artikel ilmiah
yang merupakan hasil penelitian serta kajian beberapa penulis. Volumen ini diawali
dengan tulisan Dr. Soni A. Nulhakim, S.Sos., M.SI mengenai perbandingan dua
negara akan indeks pembangunan manusia. Selanjutnya diikuti dengan dua buah
artikel menyinggung mengenai permasalahan kebencanaan dalam perspektif
pekerjaan sosial yang ditulis oleh Dr. Tukino, M.Psi dan Dr. Santoso T. Raharjo,
S.Sos., M.Si.
Penulis berikutnya, Nurliana C. Apsari, S.Sos., MSW menulis tentang
pekerjaan sosial dengan anak dan keluarga sebagai sebuah setting praktik
pekerjaan sosial. Dua penulis berikutnya yaitu Meilanny Budiarti S.,S.Sos., SH., M.Si
dan Hery Wibowo menyinggung mengenai permasalahan pekerja sosial industri
dan CSR.
Para pembaca dapat memperoleh informasi lengkap dan utuh
tentang topik-topik tersebut di atas pada artikel jurnal edisi ini. Semoga
infomai yang diperoleh dari artikel-artikel yang diterbitkan dalam edisi ini
bermanfaat dan dijadikan rujukan yang berarti.
Selamat membaca,
Redaksi
Share
Vol. 3. No. 2, September 2013
Social Work Journal
ISSN: 2339-0042
100
pekerjaan sosial melakukan upaya B. PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL
pemulihan kondisi psikologis korban PADA SETIAP TAHAPAN BENCANA
Setelah Situasi
Terjadi Tidak
Bencana Terjadi
Bencana
104
melemah, serta ketidakpastian, dapat tua, sebagian anak cenderung bertingkah
ditempuh dengan melakukan restorasi laku agresif, menjadi anak yang pendiam,
fungsi-fungsi tersebut. Dalam hal ini hilangnya ketertarikan untuk bersekolah
melalui fasilitasi dialog-dialog antar dan (suka bolos sekolah), dan perasaan takut
dengan tokoh-tokoh korban bencana, akan terjadi lagi gempa dan tsunami.
aspirasi dapat dibulatkan menjadi Salah seorang anak berinisial ”AS” yang
diskursus yang menentukan arah ditangani penulis di tenda pengungsian
perbaikan kondisi kehidupan Indrapuri-Aceh Besar menghadapi
masalah psikososial sbb:
Pengalaman penulis dalam memberikan
pelayanan sosial bagi para pengungsi “AS”, anak laki-laki usia 13 tahun, hidup
anak korban bencana gempa dan tsunami tanpa keberadaan orang tua, ayahnya
sudah meninggal dunia sebelum terjadi
di wilayah Aceh (Nanggroe Aceh
tsunami, sementara ibunya dinyatakan
Darussalam) selama tiga bulan (Mei s.d hilang sebagai korban tsunami. Kini “AS”
Juli 2005) bersama UNICEF-Depsos RI, tinggal bersama familinya di shelter.
Keinginan “AS” untuk dapat bertemu
juga pengungsi anak korban bencana
dengan neneknya di tempat yang jauh
gempa di Pangalengan tahun 2009 dan dikabarkan masih hidup, hingga
bersama Puskasi, merupakan refleksi dari sekarang belum terwujud. “AS” merasa
kesepian ditengah-tengah keramaian
minat dan motivasi penulis untuk
para pengungsi di shelter, dan
menerapkan ilmu pekerjaan sosial/ menghadapi kebingungan akan arah
kesejahteraan sosial dalam membantu masa depannya. Pengaruh lingkungan
para pengungsi anak untuk bangkit, tegar dari orang lain yang usianya lebih
dewasa, menjadikan “AS” menampilkan
dan pulih dari keterpurukan akibat kepribadian yang mendua, yaitu antara
bencana yang terjadi, melalui berbagai perilaku yang cenderung agresif
kegiatan di children center. bercampur dengan segi positif yang
dimilikinya (senang bernyanyi, sikap ingin
Permasalahan yang dialami oleh para membantu orang lain)
pengungsi anak di kamp pengungsian,
Penulis bersama tim children center
antara lain: secara fisik, anak-anak berada
membantu “AS” untuk mengatasi
dalam kamp pengungsian dengan kondisi
masalahnya dengan menerapkan
tenda dan atau barak yang tidak nyaman,
beberapa teknik intervensi psikososial
kekurangan gizi dan makanan, kekurangan
seperti; playback therapy, group therapy,
air bersih dan sanitasi lingkungan yang
dan konseling yang menjadi inti dalam
buruk, serta minimnya sarana dan aktivitas
bekerja dengan individu, serta melakukan
terarah untuk bermain, dan secara
tracing dan reunifikasi sampai kemudian
psikologis beberapa anak masih
merasakan sedih karena kehilangan orang
105
“AS” berhasil dipertemukan dengan berada dalam situasi tidak normal karena
neneknya. mereka masih tinggal dan hidup di barak
pengungsian atau di shelter.
Penggunaan multi pendekatan seperti;
psikoanalisis, behavioral, kognitif, dan Kegiatan pelayanan sosial bagi korban
pendekatan lainnya dengan disertai bencana pada pascabencana diarahkan
berbagai teknik terpilih antara lain; pada rehabilitasi dan rekonstruksi. Pada
konseling trauma, terapi bermain, terapi tahap rehabilitasi, dilakukan upaya
seni dan budaya, pendidikan di sekolah perbaikan fisik dan non fisik serta
dan pendidikan agama, relaksasi, pemberdayaan dan mengembalikan harkat
kelompok bantu diri, dan teknik lainnya, hidup terhadap korban bencana secara
merupakan modalitas dalam praktik manusiawi. Bagi korban bencana yang
pekerjaan sosial. Namun demikian dalam mengalami Post Traumatic Stress Disorder
bekerja di lapangan, pekerja sosial tidak (PTSD), pelayanan psikososial lanjutan
bekerja sendiri, melainkan bersama-sama dapat terus dilakukan agar mereka dapat
dengan profesi lainnya seperti; psikolog, segera pulih dari trauma yang
sosiolog, antropolog, ahli komunikasi, berkepanjangan. Pada tahap rekonstruksi,
dokter, dan lain-lain baik dari mulai dilakukan upaya pembangunan kembali
perencanaan maupun pelaksanaan dan sarana/prasarana serta fasilitas umum
evaluasi. Dalam konteks tersebut, penulis yang rusak, agar kehidupan korban
tergabung dalam Inter Agency bencana dapat dipulihkan kembali.
Psychosocial Working Group, yang telah
menghasilkan dokumen berupa pedoman Pekerja sosial berperan penting dalam
107
tetangga yang sama-sama lanjut usia bertujuan untuk memudahkan
untuk memberikan dukungan kepada penyesuaian diri, baik secara
seorang lanjut usia yang mengalami emosional maupun sosial dari individu-
masalah psikososial, seperti perasaan individu melalui proses kelompok.
sedih karena kehilangan anggota Selain itu, tipe kelompok ini bertujuan
keluarga saat terjadi bencana erupsi juga untuk membuat agar anggota-
Merapi. anggota kelompok mengeksplorasi
masalah mereka sendiri secara lebih
b. Life review therapy: reminiscence
mendalam. Kemudian, anggota
Terapi kenangan merupakan teknik
kelompok diharapkan dapat
intervensi dengan cara merefleksikan
mengembangkan satu atau lebih
kehidupan yang telah dijalani lanjut usia
strategi-strategi untuk memecahkan
dan kemudian memecahkannya,
masalah-masalah mereka.
mengorganisirnya dan
mengintegrasikan dalam kehidupan Melalui kombinasi berbagai teknik
sekarang. Life Review Therapy intervensi psikososial pada tahap
pascabencana tersebut, beberapa lanjut
merefleksikan seluruh pengalaman
usia yang mengalami masalah psikososial
hidup lanjut usia baik yang tidak memperoleh dukungan dari sesama lanjut
menyenangkan maupun usia lainnya dalam mengatasi masalahnya,
sebagian lagi dapat mengekresikan
menyenangkan. Dalam kasus lanjut
perasaan-perasaannya sekaligus katarsis
usia yang mengalami depresi akibat mental selama berada di shelter
bencana yang terjadi, pendamping pengungsian,
Pada bagian lain pada tahap
dapat menggunakan bagian dari Life
pascabencana ini seorang pekerja sosial
Review Therapy yaitu teknik
dapat berperan penting dalam membantu
Reminscence agar lanjut usia dapat
para korban bencana yang tinggal di
mengenang kembali hal-hal yang
shelter pengungsian untuk mempersiapkan
menyenangkan dalam hidupnya selama
relokasi ke tempat baru, seperti yang
ini. Tekni ini juga dapat meningkatkan
dilakukan seorang pekerja sosial di shelter
kepercayaan diri lanjut usia.
Plosokerep Desa Umbulharjo, yang
membantu (mengadvokasi) para
c. Kelompok penyembuhan (therapeutic
pengungsi untuk melaksanakan relokasi
group)
mandiri. Melalui penampilan peranan
Therapeutic group dibentuk untuk
sebagai mediator, enabler, dan peran
membantu orang-orang yang memiliki
lainnya, pekerja sosial melakukan
masalah-masalah personal dan
pendampingan hingga sekarang para
emosional. Kelompok penyembuhan ini
108
pengungsi di shelter Plosokerep sudah Dalam konteks tersebut, pekerja sosial
menempati rumah permanen. dapat menjalankan 3 fungsi. Pertama;
pekerja sosial mengadvokasi masyarakat
C. PENUTUP untuk memperoleh rasa aman dari
Peran pekerjaan sosial dalam kegiatan ancaman suatu bencana (fungsi
penanggulangan bencana sesungguhnya advocacy). Kedua; pekerja sosial dengan
melekat pada setiap tahapan bencana. pengalaman pribadinya baik pengalaman
Karakteristik utama praktik pekerjaan praktis di lapangan maupun kemampuan
sosial yang menekankan pada “individu mengkonstruksi pemikiran, dapat
dan interaksinya dengan lingkungan”, membangun pengetahuan dan teknologi
dapat diterapkan baik dalam kegiatan pekerjaan sosial yang relevan dengan
prabencana (pencegahan, mitigasi, kebencanaan (fungsi academic exellence).
kesiapsiagaan), saat terjadi bencana Ketiga; pekerja sosial dapat membangun
(respon darurat) maupun pascabencana dan atau mengembangkan kapasitas
(rehabilitasi dan rekonstruksi). masyarakat dalam upaya-upaya
Pada tahap prabencana, praktik pekerjaan pencegahan dan mitigasi bencana (fungsi
sosial makro dan messo lebih dominan capacity building). Melalui ketiga fungsi
masyarakat (Community Based) yang praktik pekerjaan sosial mikro akan lebih
Based Disaster Management CBDM), dan sosialnya. Pekerjaan sosial mikro atau
sebagainya (Nakagawa & Shaw, 2004). disebut juga pekerjaan sosial klinis
partial, atau pandangan yang terpilah-pilah dan masalah yang berasal dari dalam diri
tindakan utuh pengembangan masyarakat sosial klien (Corwin, 2002; Strean, 1978).
109
pada individu/korban bencana (direct Netting, Ellen F., Peter M. Kettner, Steven
L. McMurtry, 2004. Social Work
intervention), menciptakan kondisi yang
Macro Practice, Pearson Education,
positif/mendukung, dan proses pemecahan Inc.
masalah/ aspek-aspek psikososial dari Strean, H.S.1978. Clinical Social Work:
Theory and Practice. New York: The
korban bencana, dan bantuan yang
Free Press
bersifat nyata. Sementara praktik messo
Tukino. 2006. Strategi Sosialisasi terhadap
digunakan untuk menangani masalah- Pengungsi Anak korban bencana
tsunami di kamp pengungsian.
masalah individual korban bencana melalui
Jurnal Pekerjaan Sosial, Bandung:
kelompok dan mengembangkan kelompok STKS Press.
itu sendiri. ______. 2008. Kebijakan Nasional
Pengurangan Risiko Bencana di
Pada tahap pascabencana, praktik Indonesia. Bandung: STKS Press
pekerjaan sosial makro, messo, dan mikro
secara bergantian dapat diterapkan dalam
proses rehabilitasi dan rekonstruksi. ---------------
*) Tukino, dilahirkan di Ciamis, 13
_________________ Desember 1959. Menyelesaikan
pendidikan S-1 di FISIP – Jurusan
Referensi: Kesejahteraan Sosial Unpad, lulus
Anonim. 2008. Implementasi Pengurangan tahun 1985, S-2 Psikologi
Risiko Bencana di Indonesia. Jakarta Perkembangan di Unpad, tahun 2000,
: BNPB
dan S3 Ilmu Sosial-Ilmu Komunikasi di
Ashman, Karen Kirst K & Grafton H.Hull, Unpad tahun 2008. Penulis adalah
Jr.1993. Understanding Generalist Koordinator untuk Wilayah Jawa dari
Practice. Chicago.Nelson-Hall Forum Perguruan Tinggi untuk
Publisher Inc.
Pengurangan Risiko Bencana (FPT
Cooper, M.G. & Lesser,J.G.2005. Clinical PRB) 2012-2015, sebelumnya sebagai
Social Work Practice: An Integrated Sekretaris FPT PRB 2008-2012.
nd
Approach (2 edition). Boston :
Pearson Education, Inc.
Ife, Jim. 2002. Community Development,
Community-based alternatives in an
age of globalization. Pearson
Education Australia.
Maguire, L.2002. Clinical Social Work :
Beyond Generalist Practice with
Individuals, Groups, and Families.
Pacific Grove, CA : Brooks/Cole
Nakagawa, Yuko, Rajib Shaw, 2004.
Social Capital, A Missing Link To
Disaster Recovery. International
Journal Of Mass Emergencies and
Disasters, UNCRD.
110