Anda di halaman 1dari 20

Branding Pariwisata Yogyakarta Melalui Kisah Sejarah si Kembar

(Studi Kasus Beringin Kembar di Yogyakarta Tahun 2019-2020)

Artikel Ilmiah

Peneliti:
Sandy Swastika S.M (602016014)
Dr. Rini Darmastuti, S.sos., M.Si

Program Studi Hubungan Masyarakat


Fakultas Teknologi Informasi
Universias Kristem Satya Wacana
Salaiga
September 2020
Branding Pariwisata Yogyakarta Melalui Kisah Sejarah si Kembar
(Studi Kasus Beringin Kembar di Yogyakarta)

Sandy Swastika Sri Mahestra

Program Studi Hubungan Masyarakat, Fakultas Teknologi Informasi,

Universitas Kristen Satya Wacana

anthoniussandy@gmail.com

Abstrak

Dalam membranding destinasi Beringin Kembar di Alun Alun Selatan Yogyakarta yang
memuliki budaya yang sangat kental hingga memuncukan fenomena permainan bernama
Masangin atau masuk di antara beringin. Deskripsi tersebut menjadi landasan pemikiran dari
penelitian yang akan tertuju pada branding pariwisata di destinasi wisata Beringin Kembar di
Alun Alun Selatan Yogyakarta. penelitian ini bertujuan dalam mendekripsikan tentang
filosofi, nilai budaya dan pesan pesan melalui sejarah Beringin Kembar serta aktifitas
pemerintah dan masyarakat dalam melakukan branding pariwisata di Beringin Kembar di
Alun Alun Selatan Yogyakarta. penelitian ini mengguankan pendekatan kualitatif, yang
menghasilkan data berupa kata kata deskriptif tertulis atau lisan. penelitian ini menunjukkan
bagaimana strategi dalam membranding destinasi wisata tersebut yang telah dilakukan dari
jaman dahulu hingga sekarang dari menggunakan katalog dan tulisan di jaman dulu hingga
penggunaan social media. Tidak lupa sejarah destinasi wisata yang juga mengajarkan pesan
moral kehidupan dan filosofi tentang bentuk dan sejarah Beringin di Alun Alun Selatan, dan
beberapa tanggapan dari wisatawan Beringin Kembar di Alun Alun Selatan Yogyakarta.

Kata kunci : Strategi Branding, Budaya, Yogyakarta, Public Relations, Destinasi wisata

Abstrak

Branding the Beringin Kembar destination in Alun Alun Selatan Yogyakarta, which has a
very thick culture that has led to the phenomenon of a game called Masangin or entering
between the Beringin Kembar. This description becomes the rationale for the research that
will focus on tourism branding in the Beringin Kembar tourist destination in Alun Alun
Selatan Yogyakarta. This study aims to describe the philosophy, cultural values , and
messages through the history of the Beringin Kembar as well as government and community
activities in conducting tourism branding in the Beringin Kembar in Alun Alun Selatan
Yogyakarta. This research uses a qualitative approach, which produces data in the form of
written or spoken descriptive words. This research shows how the strategy in comparing
these tourist destinations has been carried out from ancient times to the present, from using
catalogs and writings in ancient times to the use of social media. The history of tourist
destinations which also teach the moral message of life and philosophy about the form and
history of Beringin Kembar in Alun Alun Selatan, and some responses from Berinin Kembar
tourists in Alun Alun Selatan Yogyakarta.

Keywords: Branding Strategy, Culture, Yogyakarta, Public Relations, Tourist Destinations

Latar Belakang

Pariwisata Indonesia memiliki perhatian khusus pada masa pemerintahan presiden


joko Widodo dan KH Maruf Amin. "Bersama pak Jokowi, pariwisata akan jadi sektor
prioritas unggulan".(Carlos KY Paath / AO, 2019)Tercatat dalam lima tahun terakhir sector
pariwisata Indonesia mampu menyumbangkan devisa semakin meningkat secara signifikan.
terlihat bahwa bagaimana pentingnya peran pariwisata Indonesia untuk menunjang
perekonomian di Indonesia

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu ikonik pariwisata indonesia
yang paling fenomenal dan menjadi sorotan kancah dunia. DIY yang dikenal dengan Kota
Budaya dimana Keraton Yogyakarta yang memiliki budaya yang kental karana menjadikan
salah satu destinasi terbaik dunia yang diminati oleh wisatawan. Dikutip dari Kompasiana
2011 dalam keynote speaker “Yogyakarta "Kota Budaya"”. Kraton sendiri yang menjadi
pusat dari Kebudayaan dimana setiap ritual atau acara kebudayaan akan di iringi oleh seni
seni yang mengagumkan.
Brand merupakan komponen penting dalam pemasaran produk, termasuk destinasi
wisata yang berfungsi sebagai identitas ataupun pembeda suatu pariwisata. (Makhasi,
2017)Brand dapat diartikan sebagai identitas suatu tempat pariwisata yang bersifat persuasive
untuk mendatangkan wisatawan dalam maupun luar negeri.

Beringin Kembar Alun-Alun Kidul Kraton Yogyakarta merupakan salah satu


fenomena unik dan menarik yang ada di kota Yogyakarta. Sejarah Panjang yang menyelimuti
kisah sejarah akan cerita rakyat menjadikan bringin kembar alun-alun kidul sebagai destinasi
wisata favorit bagi para wisatawan. Terlebih akan iming-iming pengabul mimpi bagi para
pelancong yang mampu berjalan melewati antara pohon beringin kembar dengan mata
tertutup.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari bagaimana terbentuknya brand
pariwisata dari bringin kembar alun-alun kidul kraton Yogyakarta, filosofi dan nilai-nilai
budaya yang terkandung dalam pariwisata bringin kembar alun-alun kidul kraton Yogyakarta
dan pesan persuasive apa yang menjadikan bringin kembar alun-alun kidul kraton
Yogyakarta menjadi salah satu destinasi pariwisata. Oleh karena itu terbentuklah jurnal ini
yang berjudul “Branding Pariwisata Yogyakarta melalui kisah sejarah si Kembar (Studi
Kasus Branding Pariwisata Yogyakarta melalui kisah sejarah Beringin Kembar di
Yogyakarta)”

Tinjauan Pustaka

Branding

Branding adalah runtutan aktivitas dan proses untuk menciptakan suatu brand.
(Kotler, P., & Keller, 2009:66)mendefinisikan branding sebagai strategi suatu produk atau
jasa untuk memperoleh kekuatan suatu brand. Menurut (Kotler, P., & Keller, 2009:66)sebuah
brand adalah ‘entitas perseptual yang berakar dalam suatu kenyataan, tetapi mencerminkan
persepsi dan bahkan pikiran dan perasaan konsumen. Dari nama, istilah, tanda, simbol,
rancangan yang disatukan dan dibuat dengan tujuan untuk mengidentifikasikan barang atau
jasa atau kelompok penjual dan untuk membedakan dari barang atau jasa pesaing.

Menurut (Mary Goodyear, 1996), proses perkembangan suatu brand membutuhkan


enam tahapan antara lain seperti Produk tidak memiliki merek (Unbranded Goods). Proses
perkembangan suatu brand, mulanya merek hampir tidak diperlukan, hal ini didasari oleh
permintaan konsumen lebih banyak daripada pasokan produk dimana fungsi dan harga yang
terbilang murah

Kedua merek yang dipakai sebagai refensi (Brand as Reference) pada tahap kedua
persaingan mulai terjadi, produsen mulai menguatkan suatu produk dengan merk yang tepat
berdasarkan keunggulan produk sehingga produk itu sendiri sukar untuk ditiru dari pesaing.

Ketiga merek sebagai kepribadian (personality) Tahap ketiga proses pembeda antar
merek berdasarkan atribut fungsi semakin sukar dilakukan. Untuk mengatasi hal tersebut,
produsen melakukan tambahan nilai-nilai personality pada masing-masing merek. Personaliti
merek dan pelanggan semakin didekatkan agar pelanggan terlibat emosinya tampaklah nilai
yang dimiliki merek terhadap pelanggan.
Merek sebagai simbol (icon) tahapan selanjutnya yaitu merek menjadi milik pelanggan.
Pelanggan sebagai pengguna merek dianggap mampu mengekspresikan diri atau
menunjukkan jati dirinya lewat merek. Merek sebagai sebuah perusahaan merek memiliki
identitas yang sangat kompleks dan saling aktif kepada pelanggan, yang mana perusahaan
mempunyai persepsi sama akan merek yang dimilikinya

Merek sebagai kebijakan moral tahapan akhir ini, pelanggan atau konsumen memiliki
komitmen yang tinggi terhadap perusahaan akan menjaga reputasi produk yang digunakan.
Para pelanggan disini memiliki keyakinan bahwa merek telah mewakili kepuasan moral.

Menurut (Sicco Van Gelder, 2005:42) strategi branding yang umum dilakukan yakni :
branding personality, positioning, dan identifiers. Branding positioning strategi branding
positioning adalah langkah awal untuk menentukan tahapan strategi selanjutnya karena
bertujuan untuk menciptakan manfaat, keuntungan dan pembeda bagi konsumen agar tercipta
kesan konsumen terhadap produk atau tempat. Menurut philip kotler mengatakan bahwa
positioning adalah tindakan merancang produk, dan bauran pemasaran agar dapat tercipta
kesan tertentu yang dingat oleh konsumen. Dalam konteks pariwisata yakni branding place,
branding positioning strategy sebagai pembeda suatu destinasi dengan destinasi wisata yang
lain dimana memotivasi peminatnya supaya tercipta kesetiaan pelanggan.

Sedangkan Branding personality (kepribadian merek) yaitu strategi branding untuk


menambah daya tarik terhadap konsumen yang dikaitkan atau dihubungkan dengan merek.
menurut (Kotler, P., & Keller, 2009) menyatakan bahwa branding personality sebagai
campuran sifat manusia tertentu yang dapat di hubungkan dengan merek tertentu. Dalam
konteks pariwisata yakni branding place, branding personality strategy adalah perlakuan
suatu tempat pariwisata sebagai daya tarik suatu destinasi pariwisata seperti penampilan,
kepribadian, nilai-nilai, pendidikan dan budaya.

Branding identifiers ialah segala suatu jenis elemen yang berasal dari brand dengan
penyampaian karakter, nilai produk dan komitmen agar dikenal oleh konsumen melalui
beberapa aspek. Branding identifier sendiri erat kaitannya dengan perspektif konsumen akan
merek suatu produk. Menurut susanto dan wijarnoko brand identity adalah susunan kata-kata,
kesan dan sekumpulan bentuk dari sejumlah persepsi konsumen tentang merek.

Budaya
(Maran, 2000) kebudayaan adalah cara khas manusia beradaptasi dengan
lingkungannya, dalam hal ini manusia memiliki cara untuk membangun alam guna memenuhi
keinginan-keinginan serta tujuan hidupnya. Koentjaraningrat mengartikan kebudayaan
sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar
beserta keseluruhan dari hasil yang harus dibiasakan.

Kebudayaan dinilai dapat menggerakkan dan membawa masyarakat kepada taraf


hidup lebih baik, lebih manusiawi, dan berperikemanusiaan. kebudayaan memiliki unsur-
unsur bersifat umum dan bisa ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa di berbagai
penjuru dunia. Unsur-unsur kebudayaan. Bahasa ialah alat berinteraksi atau berhubungan
antar manusia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial. bahasa turut andil dalam
analisa kebudayaan manusia, hal ini disebabkan oleh peran penting Bahasa dalam
meneruskan atau mengadaptasikan kebudayaan. Lalu sistem pengetahuan dalam kultur
universal berkaitan dengan system peralatan hidup dan teknologi. System pengetahuan
tercipta dari hasil pengalaman dan daya kreativitas masyarakat sebagai pedoman atau
petunjuk untuk beraktivitas demi kelangsungan hidup sehari-hari. Menurut (Koentjaraningrat,
2000:2) Sistem pengetahuan merupakan salah satu unsur kebudayaan universal, yang ada dan
bisa

didapatkan di dalam semua kebudayaan di dunia, baik dalam masyarakat pedesaan yang
kecil terpencil maupun dalam masyarakat perkotaan yang besar dan kompleks.

Unsur kebudayaan system social merupakan semua hal yang berhubungan dengan
interaksi antara individu dengan individu lain dimana saling mempengaruhi kesatuan sosial.
Interaksi yang terjadi antar individu mengakibatkan terjadinya adaptasi dan pengorganisasian
karena kesadaran akan satu kesatuan dalam kelompok atau komunitas.

Sistem peralatan hidup dan teknologi, Teknologi merupakan unsur dari suatu
kebudayaan dimana manusia selalu mempertahankan hidupnya untuk menciptakan peralatan
atau benda-benda yang meringankan. Perhatian awal para antropolog dalam memahami
kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa
benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang
masih sederhana. Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam
peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.
Untuk System Mata Pencaharian adalah upaya atau usaha manusia untuk mendapatkan
barang atau jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam kebudayaan
suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka bekerja sama demi mencukupi
kebutuhan hidup.

Dan terdapat Sytem Religi dan Kesenian. System religi diartikan sebagai kepercayaan
manusia akan adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural dengan beranggapan bahwa
derajat gaib atau supranatural lebih tinggi daripada manusia. Asumsi tersebut mengakibatkan
manusia melakukan suatu cara agar dapat berkomunikasi dan memperoleh kekuatan-kekuatan
supranatural yang diyakini dapat mengabulkan permintaan atau permohonan.

Sedangkan Kesenian dapat diartikan sebagai harapan manusia pada keindahan yang beraneka
ragam terhadap estetika atau keindahan. Beraneka ragam keindahan yang tercipta dari sebuah
permainan kreatif dan imajinatif memberikan kepuasan batin terhadap manusia. kesenian
dipetakan menjadi 3 garis besar, yakni seni suara, seni rupa, dan seni tari.

Komunikasi antar budaya

(M. W. Lustig & J. Koester, 1996)“Komunikasi antar budaya adalah suatu proses
komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah
orang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu, memberikan interpretasi dan
harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu
sebagai makna yang dipertukarkan”.

Pariwisata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan


(States et al., 2009) adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan
pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Pariwisata adalah berbagai
macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Kepariwisataan adalah
keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi
antara wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha. Daya tarik wisata adalah
segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kulitatif. . Fokus dalam
penelitian ini adalah Branding Pariwisata Bringin Kembar Yogyakarta yang meliputi filosofi,
nilai-nilai budaya, pesan persuasi dan bagaimana terbentuknya Branding Pariwisata
berdasarkan kisah sejarah di Beringin Kembar Yogyakarta.
Fokus penelitian bertujuan untuk membatasi studi penelitian sehingga penelitian dapat
terfokus pada suatu objek penelitian dan menghindari melebarnya penelitian kepada hal-hal
lain yang sebenarnya bukan menjadi permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini.
Fokus dalam penelitian ini adalah Branding Pariwisata Bringin Kembar Yogyakarta yang
meliputi filosofi, nilai-nilai budaya, pesan persuasi dan bagaimana terbentuknya Branding
Pariwisata berdasarkan kisah sejarah di Beringin Kembar Yogyakarta.
Pihak-pihak yang dianggap mampu memberikan informasi terkait fokus penelitian
sehingga peneliti mampu mendapatkan data yang relevan. Untuk subjek dari penelitian ini
adalah pihak Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, karena pihak tersebut yang menjalankan dan
bertanggung jawab atas kegiatan branding Bringin Kembar Yogyakarta.

Purposive sampling merupakan metode yang akan digunakan untuk memilih informan
kunci dalam penelitian ini, dimana subjek penelitian memiliki kriteria terdiri dari Pegawai
atau Juru Kunci Kraton Daerah Istimewa Yogyakarta, Pegawai Dinas Pariwisata Daerah
Istimewa Yogyakarta, Pegawai Dinas Badan Pembangunan Nilai Budaya Yogyakarta, Pihak
yang ikut merencanakan promosi branding Bringin Kembar, Pihak yang ikut menjalankan
promosi branding Bringin Kembar.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. menurut
(John W. Creswell, 1998)pendekatan kualitatif merupakan suatu gambaran kompleks,
mengenai kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden yang diperoleh dari studi pada
situasi yang alami. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat mendeskripsikan
dan menggunakan pendekatan induktif.

Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang didapat dari sumber pertama melalui prosedur dan teknik pengumpulan
data yang dapat berupa interview, observasi, maupun penggunaan instrument. Data tersebut
diperoleh dengan melakukan wawancara pada beberapa subjek penelitian di Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Yogyakarta.

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari sumber tidak langsung seperti
dokumentasi dan arsip-arsip resmi yang dapat memberikan informasi berkaitan dengan topik
penelitian, hal ini dapat diperoleh dari database Disbudpar Yogyakarta. Untuk memperoleh
data primer dan sekunde Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan
melalui metode wawancara dan metode dokumentasi.

Metode wawancara merupakan salah satu alat pengumpul data yang sangat penting dalam
penelitian kualitatif dimana melibatkan manusia sebagai subjek, pelaku, atau aktor
sehubungan dengan fakta atau gejala penelitia. Dan dokumentasi bertujuan untuk melakukan
kontak dengan subjek penelitian yang terlibat pada suatu peristiwa sejarah masa lalu, ada
empat jenis dokumentasi yaitu data archival (arsif), dokumen (sejarah) milik lembaga atau
pribadi, dokumen privacy milik pribadi seperti surat wasiat, ijazah, berkas rahasia, agenda
catatan pribadi dan sebagainya, dan dokumentasi publik, seperti data atau informasi yang
tercantum di berbagai media massa, kepustakaan, bahan publikasi instansi dan pengumuman
public.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah interactive model
(Miles, M. B., & Huberman, 1994) yang terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data,
penyajian data, penarikan dan pengujian suatu kesimpulan, validalitas

Hasil dan pembahasan

Folosofi dan Nilai – Nilai Budaya dari Cerita Sejarah Beringin Kembar
Sejarah Beringin Kembar Alun Alun selatan Yogyakarta

Alun Alun sendiri telah ada sejak jaman kerajaan Hindu Budha yang
menyebabkan alun alun memiliki sejarah yang sangat dalam di masyarakat. Alun
alun sendiri merupakan tempat dimana acara atau hal hal penting di adakan seperti
yang di ungkapkan Dari hasil wawancara dengan Bapak Indra Fibiona, S.S.
M.P.A selaku pamong budaya di Balai Pelestarian Nilai Budaya di Yogyakarta.

“Alun alun telah ada sejak zaman kerajaan hindu budha, hal ini
sebagaimana memori kolektif ditulis dalam Babad Chandi Sewu. Kraton
Prabu Darmo Mayo memiliki Alun alun yang berfungsi untuk tempat
berkumpulnya prajurit ketika Prabu Darmo mengumumkan keputusan
penting terkait kerajaan termasuk saat pengungsian sebelum datang
serangan dari kerajaan lain”
Dan juga tanggapan yang di ungkapkan oleh Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A

“Pohon waringin atau beringin perannya sudah tampak pada


upacara pendirian keraton pada tahun 1745. Beringin berikut rimbun
dedaunannya serta akar gelantungnya merupakan hiasan khas di sekeliling
kedua alun-alun lor”

Dari hasil wawancara diatas terlihat bahwa Alun Alun sendiri telah ada sejak
jaman kerajaan Hindu Budha yang menyebabkan alun alun memiliki sejarah yang
sangat dalam di masyarakat. Alun alun sendiri telah dikenal dalam upacara
pendirian keraton yang merupakan tempat dimana acara atau hal hal penting di
adakan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam tulisan. Dalam (Lombard, 2005:28)
menyatakan bahwa Alun Alun merupakan ruang publik dan di adakan acara
berupa rampok macan. Dan juga (John Pemberton, 2018:65) yang menyatakan
alun alun menjadi tempat Latihan oleh para prajurit keraton dan di tonton oleh
Raja yang mengenakan busana kebesarannya. Alun alun telah menjadi ruang
publik bagi kerajaan keraton dan masyarakat itu sendiri sejak jaman dahulu.
Dimana banyak kegiatan yang di lakukan secara terbuka dan ditonton oleh
masyarakat pada masa itu. Dan secara resmi dan bertahap menjadi ruan publik
masyarakat sejak ulang taun keraton yang ke 200 pada taun 1959(Widyawati,
2017:17)

Di destinasi wisata Beringin Kembar di Alun Alun Selatan Yogyakarta


terdapat permainan terkenal bernama Masangin. Masingin itu sendiri adalah
permainan memasuki di antara dua beringin. Masangin memiliki sejarah Panjang
di Yogyakarta terutama di Sekitaran Alun-Alun Selatan Yogyakarta. Masangin
sendiri berasal dari Jarwodhosok (penggabungan kata) "masuk di antara pohon
beringin", (Viko, 2000:142) dimana permainan ini berasal dari sebuah Ritual
Topo Bisu Mubeng Benteng tanggal 1 suro penanggalan jawa. Di akhir ritual
tersebut para prajurit memasuk di antara kedua beringin. Dan lambat laun acara
adat ini berubah menjadi permainan yang kita kenal dengan Masangin.

“Permainan ini dikenal sebagai masangin, yang berarti memasuki


dua pohon beringin. Aturan mainnya sangat sederhana; kita hanya perlu
ditutup matanya kemudian berjalan lurus sekitar 20 m dari depan Sasono
Hinggil artinya sebagai Tempat atau Tanah Tinggi dan melewati antara
ringin kurung atau dua pohon beringin yang ditanam di tengah alun-alun
kota. Masangin berasal dari ritual yang dikenal sebagai topo bisu mubeng
beteng. Bertapa bisu di sekitar banteng. pada tanggal 1 Suro, yang akan
diselesaikan dengan berjalan melewati ringin kurung. Dipercayai bahwa
kedua pohon beringin itu memiliki rajah mistis atau tata tradisional yang
berfungsi untuk menjaga Istana Raja dari segala bahaya. Juga diyakini
bahwa hanya mereka yang memiliki hati yang murni dan tidak memiliki niat
jahat yang dapat berjalan melewati pohon beringin”

Nilai-Nilai Budaya

Semua bagian dari waringin memilik makna dan nilai budayanya. Waringin
dengan puncak yang bundar yang menaungi segalanya yang di bawahnya
melangkan langit. Pagar persegi yang mengelilingi waringin tersebut mewakili
bumi. Waringin juga mewakili sifat yang kacau sedangkan pagar dari waringin
tersebut mewakili sifat manusia yang tertata atau sufat dijinakkan. Jumlah
waringin yang ada di Yogyakarta yang berjumlah sebanyak 64 ini mewakili usia
Nabi Muhammad pada saat wafatnya. seperti yang di ungkapkan Dari hasil
wawancara dengan Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A selaku pamong budaya di
Balai Pelestarian Nilai Budaya di Yogyakarta.

“Di alun-alun istana Yogyakarta dan Surakarta, terdapat dua


waringin, dikelilingi oleh pagar persegi, waringin kurung. Waringin, dengan
puncaknya bundar, menaungi segalanya, melambangkan langit, dan pagar
persegi memantulkan bumi dengan keempat sudutnya. Atau, sebagai
alternatif, waringin mewakili sifat kacau, sedangkan pagar adalah
representasi dari masyarakat manusia yang tertata atau sifat
menjinakkan….Di Yogyakarta jumlahnya mencapai 62, sehingga seluruhnya
menjadi 64 termasuk dua pohon yang di tengah, jumlah yang sama dengan
usia Nabi Muhammad pada saat wafatnya.”
Dan juga tanggapan lain dari Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A
“Di Yogyakarta jumlahnya mencapai 62, sehingga seluruhnya menjadi 64
termasuk dua pohon yang di tengah, jumlah yang sama dengan usia Nabi
Muhammad pada saat wafatnya.”
Semua bagian dari waringin memilik makna dan nilai budayanya. Waringin atau
beringin yang dilindungi atau dikelilingi pagar dimana beringin melambankan
bumi dan pagar itu sendiri melambankan manusia. Manusia yang memiliki sifat
tertata dan sifat menjinakkan menghasratkan bahwa manusia harus melindungun,
merawat dan menjaga bumi. Struktur tata ruang kraton dan sekitarnya termasuk
beringi memiliki makna religis “Manunggaling Kawulo Lan Gusti” dan “Sangkan
Paraning Dumadi”. “Manunggaling Kawulo Lan Gusti” yang berarti menyatunya
insan dengan Tuhan Yang Maha Esa dan “Sangkan Paraning Dumadi” berarti
manusia adala ciptaan Tuhan paling sempurna(Widyawati, 2017:18). Kita sebagai
manusia memiliki kemampuan untuk belajar dari kitab kitab suci untuk lebih
mengetahui tentang Sang Pencipta kita.

Filosofi

Pohon beringin merupakan pohon yang di sakralkan dan di anggap sangat


penting bagi masyarakat jawa terutama Yogyakarta penebangan pohon beringin
sendiri harus dari tujuan acara keagamaan atau seremonial resmi yang diadakan.
Merusak pohon beringin sendiri juga secara tidak langsung memberontak
kekuasan raja. seperti yang di ungkapkan Dari hasil wawancara dengan Bapak
Indra Fibiona, S.S. M.P.A selaku pamong budaya di Balai Pelestarian Nilai
Budaya di Yogyakarta.

“Indonesia, khususnya di Jawa, Ficus Benjamina atau waringin


merupakan pohon yang dianggap keramat…... Bagi orang Jawa, menebang
waringin tentu saja merupakan laknat. Ini berlaku juga untuk pohon atau
pohon keramat lainnya, kecuali tindakan seperti itu melayani tujuan
keagamaan atau seremonial… Dalam kosakata sehari-hari, "menguliti
pohon waringin yang keramat" sama dengan memberontak terhadap
kekuasaan raja”

Pesan persuasi yang disampaikan melalui komunikasi budaya dari cerita sejarah
Beringin kembar Yogyakarta

Situs wisata Beringin Kembar ini memegang pesan budaya yang terkandung dalam
arsitektur tradusional jawa dimana arsitektur jawa memgang prinsip “Catur Gatra
Tunggal”. Catur yang berarti “empat”, gatra berarti “element” tunggal bearti “tunggal
atau terintegrasi”. Yang bearti bila di satukan menjadi “empat elemen dalam satu
intregritas tunggal. Ini terlihat dari arsitektur Kraton Yogyakarta dimana istana, masjid,
alun alun kota dan pasar tradisional. 4 tempat ini menjadi 4 tempat utama yang berfungsu
dalam kehidupan masyarakat dijogjakarta sebagai pusat otoritas, tempat perkumpulan,
doa dan ibadah
Fenomena masangin yang terkenal di destinasi Wisata di Beringin Kembar Alun Alun
Selatan Yogyakarta ini memiliki pesan kehidupan yang ingin disampaikan kepada
masyarakat tidak hanya sebagai permainan dikala berwista. Permainan Masangin ingin
mengajarkan dimana kita sebagai manusia harus memiliki hati yang murni dan bekerja keras
dalam mencapai tujuan. Seperti menurut dari Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A selaku
pamong budaya di Balai Pelestarian Nilai Budaya di Yogyakarta.

“mencerminkan pesan bahwa kita harus bekerja keras dan menjaga hati kita
murni untuk mencapai tujuan kita”

Proses terbentuknya branding pariwisata berdasarkan kisah sejarah di destinasi wisata


Beringin Kembar Alun Alun Selatan Yogyakarta

Periode waktu

Destinasi wisata Beringin Kembar di Alun-Alun Selatan memiliki sejarah yang sagat
Panjang. Dimana dahulu terdapat ritual yang bernama “Topo Bisu” dimana di akhir ritual
para pelayan dan prajurit melewati Beringin Kembar di Alun-alun Selatan
Yogyakarta.Seiring berjalannya waktu ritual tersebut berubah menjadi tradisi atau
permainan masangin.

Seiring berjalannya waktu ritual yang melibatkan kegiatan masuk diantara kedua
beringin itu berubah makna dan berkembang dari mulut ke mulut atau Word of Mouth.
Dimana semakin berkembangnya jaman ritual tersebut berubah menjadi permainan
Masangin. . seperti yang di ungkapkan Dari hasil wawancara dengan Bapak Indra
Fibiona, S.S. M.P.A selaku pamong budaya di Balai Pelestarian Nilai Budaya di
Yogyakarta.

“Masangin adalah tradisi keraton yang berkembang dari mulut ke mulut.


Konon awalnya hanya dilakukan oleh prajurit keraton yang percaya ada tolak bala
di tengah-tengah pohon beringin tersebut sehingga siapa yang berhasil melewatinya
dengan mata tertutup akan mendapatkan kekuatan untuk mengalahkan musuh.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tradisi ini malah menjadi cara orang
untuk ngalap berkah atau mencari keberuntungan”
Permainan Masangin yang telah berkembang melalui dari mulut ke mulut atau Word
of Mouth dimana dulunya merupakan ritual bernama “Topo Bisu” dan berubah menjadi
permainan Masangin. Diawali dari “konon” yang bearti kata orang; kabarnya;
katanya(Ebta Setiawan, 2012) segingga dimana akhir ritual “Topo Bisu” para pelayan
dan para prajurit melewati beringin berkembang menjadi adanya tolak bala bila
melewatinya dan seringin waktu berkembang kembali menjadi permainan Masangin itu
sendiri.

Hal ini juga didukung oleh beberapa pernyataan dari wisatawan yang sedang
berwisata di destinasi wisata Beringin Kembar Alun Alun Selatan Yogyakarta. Seperti
tanggapan Dinar Dwi Fitrianto

“Saya di kasih tau temen saya juga klo di sana ramai pengunjung”
Tanggapan lainya menurut Dinar Dwi Fitrianto

“Ya gimana ya mas alkid menurut saya sepeerti Indonesia mini. Dari cerita
cerita mulut ke mulut menyebar sampai ke berbagai daerah dan dari berbagai
daerah itu datang kemari untuk main ke alkid main masangin”
Tanggapan serupa juga dikemukaan oleh Panji Wisnu Murti

“Saya taunya dari teman saya, pas smp bilang “ke alkid yuk! Nyoba
masangin” kata dia. dia bilang juga kalua masuk ke beringin nutup mata gak bakal
bisa pasti salah arah jadi gak mungkin masuk. Ya udah saya penasaran dan ikut
kesana mencoba itu masuk beringin. Sekrang saya mengajak teman teman kuliah saya
yang dari luar kota untuk nyoba ini juga”
Dan yang serupa dari Fhury Cahyani

“Saya tau dari suami saya. Dia dikasih tau oleh temannya yang pernah
kesini. Katanya menarik mas. dan ini baru kesempatan kesini karena baru liburan
keluarga sama suami saya dan anak anak saya”
Strategi Branding Pariwisata

Beringin Kembar di Alun Alun selatan memiliki sejarah yang Panjang dan menjadi
bagian dari masyarakat sejak jaman dahulu kala. Terdapatnya permainan Masangin yang
telah tersebar di masyarakat. Banyak masyaraka yang mengunjungi lokasi tersebut untuk
mencoba permainan Masangin sehingga Beringin Kembar di Alun Alun selatan ini menjadi
destinasi wisata yang di gemari masyarakat. Lalu bagaimana dan peran apa yang di lakukan
masyarakat dan Dinas Pariwisata Yogyakarta dalam membranding destinasi tersebut menjadi
destinasi wisata?

Dalam menciptakan sebuah destinasi menjadi destinasi wisata diipelukanya branding


dalam hal tersebut. Dinas Pariwisata Yogyakarta memiliki Strategi seperti yang di
ungkapkan oleh Ibu RR. Sanida, SE,M.Si

“Dinas Pariwisata Provinsi Yogyakarta melakukan branding melalui citra


positif yang diangkat dari sebuah destinasi tersebut. Karena itu menjadi nilai tambah
dan Yogyakarta sendiri memiliki nilai budaya yang tinggi sehingga di destinasi
wisata itu sendiri tidak hanyak keunikan di destinasi tersebut saja tapi budaya
setempat juga kita angkat dalam destinasi tersebut”
Pihak Dinas Pariwisata DIY membranding suatu destinasi mengandalkan citra dari
suatu destinasi tersebut. Pihak Dinas Pariwisata DIY membranding suatu destinasi
mengandalkan citra dari suatu destinasi tersebut. Dimana citra merupakan Kesan, gambaran,
atau impresif yang tepat atas sosok atau produk atau perusahaan, (Paul Baines, John Egan,
2004). Dinas Pariwisata DIY membranding destinasi wisata tersebut mengharapkan
mendapat citra yang positif dari masyarakat.

Citra positif tersebut dapat di munculkan melalui pesan yang terdapat dalam
permainan Masangin. Seperti menurut dari Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A selaku pamong
budaya di Balai Pelestarian Nilai Budaya di Yogyakarta.

“mencerminkan pesan bahwa kita harus bekerja keras dan menjaga hati kita murni
untuk mencapai tujuan kita”

Dari pesan tentang kehidupan tersebut dapat menunjukkan bahwa permainan


masangin tidak hanya sebuh permainan saja tetapi juga menyimpan pesan kehidupan yang
dapat mengajarkan kita akan bekerja keras dan selalu menjaga hati untuk menggapai segala
mimpi atau tujuan kita. Seperti tanggapan salah satu wisatawan Beringin kembar ini yang
mendapatkan pelajaran kehidupan melalui permainan Masangin. Surya Lesmana selaku
wisatawan di destinasi wisata Beringin Kembar Alun-Alun Selatan Yogyakarta

“menurut saya itu ada pesan seperti kita harus berusaha kersa untuk ke tujan kita walau ada
halangan seperti mata tertutup kita harus tetap melangkah maju. Dan bila gagal kita tidak
sampai di tujuan kita harus jangan menyerah dan terus mencoba”Carlos KY Paath / AO.
(2019). Pariwisata Jadi Sektor Prioritas Unggulan Pemerintahan Jokowi.

Ebta Setiawan. (2012). konon @ kbbi.web.id. Retrieved from https://kbbi.web.id/konon

John Pemberton. (2018). On the Subject of “Java” (illustrate). london: Cornell University Press.

John W. Creswell. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five
Traditions Sage Publications series (illustrate). California: SAGE Publications.

Koentjaraningrat. (2000). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (17th ed.). Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Kotler, P., & Keller, K. L. (2009). Marketing Management. Grada Publishing a.S., 66.

Lombard, D. (2005). Nusa Jawa : Silang Budaya Batas Batas Pembaratan Batas-Batas Pembaratan
(p. 253). p. 253. PT Gramedia Pustaka Utama.

M. W. Lustig & J. Koester. (1996). Intercultural Competence: Interpersonal Communication Across


Cultures (2nd ed.). US: HarperCollins College Publishers.

Makhasi, G. Y. M. ; C. U. (2017). Pariwisata Indonesia Untuk Pemasaran Mancanegara. (2).

Maran, R. R. (2000). Manusia dan kebudayaan dalam perspektif ilmu budaya dasar. Rineka cipta.

Mary Goodyear. (1996). Divided by a common language: diversity and deception in the world of
global marketing. Journal of the Market Research Society, 38(2), 105-122.

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook
(illustrate; Rebecca Holland, Ed.). london: SAGE Publications.

Moriarty, Sandra, Nancy Mitchell, dan W. W. (2011). Advertising (2nd ed.; Tribowo B.S., Ed.).
Jakarta: Kencana.

Paul Baines, John Egan, F. W. J. (2004). Public Relations: Contemporary Issues and Techniques
(Illustrate). London: Routledge.

Sicco Van Gelder. (2005). Global Brand Strategy: Unlocking Branding Potential Across Countries,
Cultures & Markets (illustrate). US: Kogan Page Publishers, 2005.

States, U., Pollard, E. L., Lee, P. D., Lippman, L. H., Moore, K. A., McIntosh, H., … (NPC), N. P. C.
(2009). undang-undang Republik nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan. Journal of
Human Development, 6(1), 1–22. https://doi.org/10.1037/0003-066X.55.1.34

Viko, R. S. (2000). Pariwisata: Antara Obsesi dan Realita (Sjamsu Dradjad, Ed.). Yogyakarta: Cita
Karya Nusa.

Widyawati, L. (2017). Semiotik Ruang Publik Kota Lama Alun-Alun Selatan Kraton Yogyakarta.
NALARs, 16(1), 15. https://doi.org/10.24853/nalars.16.1.15-26

Membranding suatu strategi tidak bisa di lakukan tanpa adanya strategi dalam
membranding. Branding strategy merupakan serangkaian kegiatan untuk menciptakan,
mempertahankan dan mempertahankan sebuah merek. Menurut (Sicco Van Gelder,
2005:42)pihak Dinas Pariwisata DIY melalui Ibu RR. Sanida, SE,M.Si menyampaikan
(Wawancara pada tanggal 20 Maret 2020)

“Stateginya melaui media publikasi, kita menyebarkan informasi tersebut


secara offline dan online. Kemudian menyesuikan dengan sekmen atau target
audience. Misalnya sekarang sasaran kebanyakan adalah generasi milenial sehingga
informasi yang ingin kita sampaikan kita kemas dengan apa yang pas dan bisa
diterima oleh generasi milenial tersebut”
Pernyataan lain juga dikemukaan oleh Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A

“Jadi ada iklan dalam Ammers-Küller.1938. Nederlandsch Indië. N.V.


Rotterdamsche Lloyd hlmn 6 Agen wisata yang terkenal yaitu N.V. Rotterdamsche
Lloyd, membuat katalog Perjalanan mengelilingi Hindia Belanda, selama 10 hari.
Rangkaian destinasi wisata yang dikunjungi yaitu Keraton yogyakarta dan
Surakarta”
melalui hasil wawancara tersebut dapat dinyatakan bahwa Dinas Pariwisata DIY dan
pemerintahan dahulu sudah menggunakan media promosi dalam menyebarkan informasi
dari destinasi tersebut dan menyesuaikan terget audience yang akan di tuju seperti iklan,
katalog. Dalam konteks pariwisata yakni branding place, pihak Dinas Pariwisata
menggunakan Branding Personality strategy yang dimana perlakuan suatu tempat
pariwisata sebagai daya tarik suatu destinasi pariwisata seperti penampilan, kepribadian,
nilai-nilai, pendidikan dan budaya. Sehingga target sasaran yang di tuju dapat tertarik dalam
segala informasi yang disampaikan.

Oleh karena itu Beringin Kembar di Alun Alun Selatan Yogyakarta memerlukan
branding dalam hal pariwisata dan Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A menyampaikan

“Membranding wisata di Yogyakarta sebenarnya sudah ada sejak zaman


kolonial. Hal tesebut dibukian dengan banyaknya buku katalog pariwisata dengan
destinasi keraton Yogya”
Seperti yang dikemukaan oleh Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A

“Branding yang dilakukan masyarakat lokal terkait alun alun sebenarnya


muncul dalam periode kontemporer. Padatnya wilayah yogyakarta menyebabkan
masyarakat butuh ruang publik untuk sarana penghiburan. Salah satu yang tersedia
yaitu lingkungan sekitar keraton Yogyakarta. Wilayah malioboro yang padat dan
telah dibranding sebelumnya menyebabkan masyarakat mengunakan areal publik
lain sebagai sarana hiburan,”
Dan juga peryantaan dari Ibu RR. Sanida, SE,M.Si

“Beringin kembar itu sendiri sudah terkenal secara sendirinya kepada


masyarakat dan pihak Dinas Pariwisata tidak lupa juga selalu mempromosikan
melalui media media online dan cetak. Sehingga wisatawan baru mengetahui akan
beringin kembar dan tertarik untuk berkunjung ke destinasi wisata tersebut”
. (Moriarty, Sandra, Nancy Mitchell, 2011:6) advertising adalah komunikasi
pemasaran yang merupakan istilah umum yang mengacu kepada semua bentuk tehnik
komunikasi yang digunakan pemasar untuk menjangkau konsumennya dan menyampaikan
pesannya. Dengan iklan iklan yang di promosikan tersebut dapat menjankau masyarakat dan
membuat masyarakat untuk tertarik mengunjungi destinasi wisata Beringin Kembar
Yogyakarta. Beringin Kembar telah terjadi sejak jaman dahulu memanfaatkan Media masa
dalam mempromosikan dimana media massa dapat mempersuasi orang agar tertarik
terhadap destinasi wisata Beringin Kembar di Alun Alun Selatan Yogyakarta

Melalui tanggapan wisatawan bernama Maria Stevani Cesarani menyatakan.

“Saya lihat dari internet katanya tempat ini menarik masak jalan masuk ke
antara dua beringin pakai tutup mata gak bisa. Saya penasaran. Ini saat saya
liburan sama teman teman saya mampir ke sini untuk mampir dan nyoba masuk.
ternyata benar gak isa masuk”
Tanggapan serupa juga dikemukaan oleh Surya Lesmana

“Kalua saya lihat dari website jogja mas itu visitingjogja.com. kan saya emang
ada rencana jalan jalan ke jogja cari cari tempat wisata. Waktu saya baca baca, saya
menemukan ini masangin budaya di alun alun selatan ini mas.”
Dari wawancara ini menyatakan bahwa informasi yang telah menyebar melalui Word
of Mouth diangkat dan di olah kembai melalui media periklanan dan promosi dalam
menarik wisatawan untuk berwisata menuju Beringin Kembar Alun-Alun Yogyakarta.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti telah laksanakan terhadap Beringin Kembar
di Alun alun Selatan Yogyakarta, Maka peneliti menyimpulkan bahwa:

Destinasi wisata Beringin Kembar Alun-Alun Selatan Yogyakarta memiliki sejarah


yang sangat Panjang. Alun Alun sendiri yang telah ada sejak jaman kerajaan Hindu Budha
dimana Alun alun sendiri menjadi salah satu sarana atau tempat beraktifitas. Di Alun-Alun
Selatan Yogyakarta sendiri terkenal dengan wisata Masangin (Masuk di Antara Beringin)
yangberawal dari dari sebuah Ritual Topo Bisu Mubeng Benteng. Destinasi Wisata Beringin
Kembar sendiri tak hanya menyajikan Permainan Masangin. Destinasi wisata ini juga secara
langsung memberikan nilai nilai budaya dan penuhnya filosofi yang dapat kita petik.
waringin atau beringin yang memiliki puncak bundar yang menaungi segalanya yang di
bawahnya melangkan langit. Pagar persegi yang mengelilingi waringin tersebut mewakili
bumi. Waringin juga mewakili sifat manusia yang kacau sedangkan pagar dari waringin
tersebut mewakili sifat manusia yang tertata atau sufat dijinakkan. Jumlah waringin yang ada
di Yogyakarta yang berjumlah sebanyak 64 ini mewakili usia Nabi Muhammad pada saat
wafatnya. Waringin atau pohon beringin merupakan pohon yang sangat di keramatkan bagi
masyarakat jawa terutama masyarakat Yogyakarta. Menebang pohon beringin harus dengan
tujuan acara adat atau keagamaan. Menebang atau merusak beringin dengan cara yang tidak
benar secara tidak langsung menandakan memberontak kekuasaan raja
Pesan budaya ini dapat dilihat dari arsitektur yang dibuat oleh arsitektur jawa yang
berfungsi dalam kehidupan masyarakat dijogjakarta sebagai pusat otoritas, tempat
perkumpulan, doa dan ibadah. Masangin ini sendiri juga menyampaikan pesan kehidupan.
Dimana masangin mengajarkan dimana kita sebagai manusia harus memiliki hati yang murni
dan bekerja keras dalam mencapai tujuan.

Ritual “Topo Bisu” yang seiring berjalannya waktu ritual tersebut menjadi tradisi atau
permainan masangin. Ritual itu terus menyebar secara mulut kemulut atau Word of Mouth di
masyarakat dimana lembat laun beribah menjadi permainan Masangin. Informasi yang telah
tersebar tersebut dipromosikan melalui media media offline dan online dari jaman dahulu dan
sekarang. Pertama citra dari destinasi itu akan menjadi kesan dan gambaran utama. Lalu citra
itu akan dikemas menjadi iklan yang telah ditentukan targed audience. Sehingga kalayak
yang mendapatkan informasi itu dapat menerima dan tertarik akan informasi itu sampaikan.

Daftar Pustaka

Carlos KY Paath / AO. (2019). Pariwisata Jadi Sektor Prioritas Unggulan Pemerintahan
Jokowi.
Ebta Setiawan. (2012). konon @ kbbi.web.id. Retrieved from https://kbbi.web.id/konon
John Pemberton. (2018). On the Subject of “Java” (illustrate). london: Cornell University
Press.
John W. Creswell. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five
Traditions Sage Publications series (illustrate). California: SAGE Publications.
Koentjaraningrat. (2000). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (17th ed.). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2009). Marketing Management. Grada Publishing a.S., 66.
Lombard, D. (2005). Nusa Jawa : Silang Budaya Batas Batas Pembaratan Batas-Batas
Pembaratan (p. 253). p. 253. PT Gramedia Pustaka Utama.
M. W. Lustig & J. Koester. (1996). Intercultural Competence: Interpersonal Communication
Across Cultures (2nd ed.). US: HarperCollins College Publishers.
Makhasi, G. Y. M. ; C. U. (2017). Pariwisata Indonesia Untuk Pemasaran Mancanegara.
(2).
Maran, R. R. (2000). Manusia dan kebudayaan dalam perspektif ilmu budaya dasar. Rineka
cipta.
Mary Goodyear. (1996). Divided by a common language: diversity and deception in the
world of global marketing. Journal of the Market Research Society, 38(2), 105-122.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative Data Analysis: An Expanded
Sourcebook (illustrate; Rebecca Holland, Ed.). london: SAGE Publications.
Moriarty, Sandra, Nancy Mitchell, dan W. W. (2011). Advertising (2nd ed.; Tribowo B.S.,
Ed.). Jakarta: Kencana.
Paul Baines, John Egan, F. W. J. (2004). Public Relations: Contemporary Issues and
Techniques (Illustrate). London: Routledge.
Sicco Van Gelder. (2005). Global Brand Strategy: Unlocking Branding Potential Across
Countries, Cultures & Markets (illustrate). US: Kogan Page Publishers, 2005.
States, U., Pollard, E. L., Lee, P. D., Lippman, L. H., Moore, K. A., McIntosh, H., … (NPC),
N. P. C. (2009). undang-undang Republik nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan.
Journal of Human Development, 6(1), 1–22. https://doi.org/10.1037/0003-066X.55.1.34
Viko, R. S. (2000). Pariwisata: Antara Obsesi dan Realita (Sjamsu Dradjad, Ed.).
Yogyakarta: Cita Karya Nusa.
Widyawati, L. (2017). Semiotik Ruang Publik Kota Lama Alun-Alun Selatan Kraton
Yogyakarta. NALARs, 16(1), 15. https://doi.org/10.24853/nalars.16.1.15-26

Anda mungkin juga menyukai