Artikel Ilmiah
Peneliti:
Sandy Swastika S.M (602016014)
Dr. Rini Darmastuti, S.sos., M.Si
anthoniussandy@gmail.com
Abstrak
Dalam membranding destinasi Beringin Kembar di Alun Alun Selatan Yogyakarta yang
memuliki budaya yang sangat kental hingga memuncukan fenomena permainan bernama
Masangin atau masuk di antara beringin. Deskripsi tersebut menjadi landasan pemikiran dari
penelitian yang akan tertuju pada branding pariwisata di destinasi wisata Beringin Kembar di
Alun Alun Selatan Yogyakarta. penelitian ini bertujuan dalam mendekripsikan tentang
filosofi, nilai budaya dan pesan pesan melalui sejarah Beringin Kembar serta aktifitas
pemerintah dan masyarakat dalam melakukan branding pariwisata di Beringin Kembar di
Alun Alun Selatan Yogyakarta. penelitian ini mengguankan pendekatan kualitatif, yang
menghasilkan data berupa kata kata deskriptif tertulis atau lisan. penelitian ini menunjukkan
bagaimana strategi dalam membranding destinasi wisata tersebut yang telah dilakukan dari
jaman dahulu hingga sekarang dari menggunakan katalog dan tulisan di jaman dulu hingga
penggunaan social media. Tidak lupa sejarah destinasi wisata yang juga mengajarkan pesan
moral kehidupan dan filosofi tentang bentuk dan sejarah Beringin di Alun Alun Selatan, dan
beberapa tanggapan dari wisatawan Beringin Kembar di Alun Alun Selatan Yogyakarta.
Kata kunci : Strategi Branding, Budaya, Yogyakarta, Public Relations, Destinasi wisata
Abstrak
Branding the Beringin Kembar destination in Alun Alun Selatan Yogyakarta, which has a
very thick culture that has led to the phenomenon of a game called Masangin or entering
between the Beringin Kembar. This description becomes the rationale for the research that
will focus on tourism branding in the Beringin Kembar tourist destination in Alun Alun
Selatan Yogyakarta. This study aims to describe the philosophy, cultural values , and
messages through the history of the Beringin Kembar as well as government and community
activities in conducting tourism branding in the Beringin Kembar in Alun Alun Selatan
Yogyakarta. This research uses a qualitative approach, which produces data in the form of
written or spoken descriptive words. This research shows how the strategy in comparing
these tourist destinations has been carried out from ancient times to the present, from using
catalogs and writings in ancient times to the use of social media. The history of tourist
destinations which also teach the moral message of life and philosophy about the form and
history of Beringin Kembar in Alun Alun Selatan, and some responses from Berinin Kembar
tourists in Alun Alun Selatan Yogyakarta.
Latar Belakang
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu ikonik pariwisata indonesia
yang paling fenomenal dan menjadi sorotan kancah dunia. DIY yang dikenal dengan Kota
Budaya dimana Keraton Yogyakarta yang memiliki budaya yang kental karana menjadikan
salah satu destinasi terbaik dunia yang diminati oleh wisatawan. Dikutip dari Kompasiana
2011 dalam keynote speaker “Yogyakarta "Kota Budaya"”. Kraton sendiri yang menjadi
pusat dari Kebudayaan dimana setiap ritual atau acara kebudayaan akan di iringi oleh seni
seni yang mengagumkan.
Brand merupakan komponen penting dalam pemasaran produk, termasuk destinasi
wisata yang berfungsi sebagai identitas ataupun pembeda suatu pariwisata. (Makhasi,
2017)Brand dapat diartikan sebagai identitas suatu tempat pariwisata yang bersifat persuasive
untuk mendatangkan wisatawan dalam maupun luar negeri.
Tinjauan Pustaka
Branding
Branding adalah runtutan aktivitas dan proses untuk menciptakan suatu brand.
(Kotler, P., & Keller, 2009:66)mendefinisikan branding sebagai strategi suatu produk atau
jasa untuk memperoleh kekuatan suatu brand. Menurut (Kotler, P., & Keller, 2009:66)sebuah
brand adalah ‘entitas perseptual yang berakar dalam suatu kenyataan, tetapi mencerminkan
persepsi dan bahkan pikiran dan perasaan konsumen. Dari nama, istilah, tanda, simbol,
rancangan yang disatukan dan dibuat dengan tujuan untuk mengidentifikasikan barang atau
jasa atau kelompok penjual dan untuk membedakan dari barang atau jasa pesaing.
Kedua merek yang dipakai sebagai refensi (Brand as Reference) pada tahap kedua
persaingan mulai terjadi, produsen mulai menguatkan suatu produk dengan merk yang tepat
berdasarkan keunggulan produk sehingga produk itu sendiri sukar untuk ditiru dari pesaing.
Ketiga merek sebagai kepribadian (personality) Tahap ketiga proses pembeda antar
merek berdasarkan atribut fungsi semakin sukar dilakukan. Untuk mengatasi hal tersebut,
produsen melakukan tambahan nilai-nilai personality pada masing-masing merek. Personaliti
merek dan pelanggan semakin didekatkan agar pelanggan terlibat emosinya tampaklah nilai
yang dimiliki merek terhadap pelanggan.
Merek sebagai simbol (icon) tahapan selanjutnya yaitu merek menjadi milik pelanggan.
Pelanggan sebagai pengguna merek dianggap mampu mengekspresikan diri atau
menunjukkan jati dirinya lewat merek. Merek sebagai sebuah perusahaan merek memiliki
identitas yang sangat kompleks dan saling aktif kepada pelanggan, yang mana perusahaan
mempunyai persepsi sama akan merek yang dimilikinya
Merek sebagai kebijakan moral tahapan akhir ini, pelanggan atau konsumen memiliki
komitmen yang tinggi terhadap perusahaan akan menjaga reputasi produk yang digunakan.
Para pelanggan disini memiliki keyakinan bahwa merek telah mewakili kepuasan moral.
Menurut (Sicco Van Gelder, 2005:42) strategi branding yang umum dilakukan yakni :
branding personality, positioning, dan identifiers. Branding positioning strategi branding
positioning adalah langkah awal untuk menentukan tahapan strategi selanjutnya karena
bertujuan untuk menciptakan manfaat, keuntungan dan pembeda bagi konsumen agar tercipta
kesan konsumen terhadap produk atau tempat. Menurut philip kotler mengatakan bahwa
positioning adalah tindakan merancang produk, dan bauran pemasaran agar dapat tercipta
kesan tertentu yang dingat oleh konsumen. Dalam konteks pariwisata yakni branding place,
branding positioning strategy sebagai pembeda suatu destinasi dengan destinasi wisata yang
lain dimana memotivasi peminatnya supaya tercipta kesetiaan pelanggan.
Branding identifiers ialah segala suatu jenis elemen yang berasal dari brand dengan
penyampaian karakter, nilai produk dan komitmen agar dikenal oleh konsumen melalui
beberapa aspek. Branding identifier sendiri erat kaitannya dengan perspektif konsumen akan
merek suatu produk. Menurut susanto dan wijarnoko brand identity adalah susunan kata-kata,
kesan dan sekumpulan bentuk dari sejumlah persepsi konsumen tentang merek.
Budaya
(Maran, 2000) kebudayaan adalah cara khas manusia beradaptasi dengan
lingkungannya, dalam hal ini manusia memiliki cara untuk membangun alam guna memenuhi
keinginan-keinginan serta tujuan hidupnya. Koentjaraningrat mengartikan kebudayaan
sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar
beserta keseluruhan dari hasil yang harus dibiasakan.
didapatkan di dalam semua kebudayaan di dunia, baik dalam masyarakat pedesaan yang
kecil terpencil maupun dalam masyarakat perkotaan yang besar dan kompleks.
Unsur kebudayaan system social merupakan semua hal yang berhubungan dengan
interaksi antara individu dengan individu lain dimana saling mempengaruhi kesatuan sosial.
Interaksi yang terjadi antar individu mengakibatkan terjadinya adaptasi dan pengorganisasian
karena kesadaran akan satu kesatuan dalam kelompok atau komunitas.
Sistem peralatan hidup dan teknologi, Teknologi merupakan unsur dari suatu
kebudayaan dimana manusia selalu mempertahankan hidupnya untuk menciptakan peralatan
atau benda-benda yang meringankan. Perhatian awal para antropolog dalam memahami
kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa
benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang
masih sederhana. Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam
peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.
Untuk System Mata Pencaharian adalah upaya atau usaha manusia untuk mendapatkan
barang atau jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam kebudayaan
suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka bekerja sama demi mencukupi
kebutuhan hidup.
Dan terdapat Sytem Religi dan Kesenian. System religi diartikan sebagai kepercayaan
manusia akan adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural dengan beranggapan bahwa
derajat gaib atau supranatural lebih tinggi daripada manusia. Asumsi tersebut mengakibatkan
manusia melakukan suatu cara agar dapat berkomunikasi dan memperoleh kekuatan-kekuatan
supranatural yang diyakini dapat mengabulkan permintaan atau permohonan.
Sedangkan Kesenian dapat diartikan sebagai harapan manusia pada keindahan yang beraneka
ragam terhadap estetika atau keindahan. Beraneka ragam keindahan yang tercipta dari sebuah
permainan kreatif dan imajinatif memberikan kepuasan batin terhadap manusia. kesenian
dipetakan menjadi 3 garis besar, yakni seni suara, seni rupa, dan seni tari.
(M. W. Lustig & J. Koester, 1996)“Komunikasi antar budaya adalah suatu proses
komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah
orang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu, memberikan interpretasi dan
harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu
sebagai makna yang dipertukarkan”.
Pariwisata
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kulitatif. . Fokus dalam
penelitian ini adalah Branding Pariwisata Bringin Kembar Yogyakarta yang meliputi filosofi,
nilai-nilai budaya, pesan persuasi dan bagaimana terbentuknya Branding Pariwisata
berdasarkan kisah sejarah di Beringin Kembar Yogyakarta.
Fokus penelitian bertujuan untuk membatasi studi penelitian sehingga penelitian dapat
terfokus pada suatu objek penelitian dan menghindari melebarnya penelitian kepada hal-hal
lain yang sebenarnya bukan menjadi permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini.
Fokus dalam penelitian ini adalah Branding Pariwisata Bringin Kembar Yogyakarta yang
meliputi filosofi, nilai-nilai budaya, pesan persuasi dan bagaimana terbentuknya Branding
Pariwisata berdasarkan kisah sejarah di Beringin Kembar Yogyakarta.
Pihak-pihak yang dianggap mampu memberikan informasi terkait fokus penelitian
sehingga peneliti mampu mendapatkan data yang relevan. Untuk subjek dari penelitian ini
adalah pihak Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, karena pihak tersebut yang menjalankan dan
bertanggung jawab atas kegiatan branding Bringin Kembar Yogyakarta.
Purposive sampling merupakan metode yang akan digunakan untuk memilih informan
kunci dalam penelitian ini, dimana subjek penelitian memiliki kriteria terdiri dari Pegawai
atau Juru Kunci Kraton Daerah Istimewa Yogyakarta, Pegawai Dinas Pariwisata Daerah
Istimewa Yogyakarta, Pegawai Dinas Badan Pembangunan Nilai Budaya Yogyakarta, Pihak
yang ikut merencanakan promosi branding Bringin Kembar, Pihak yang ikut menjalankan
promosi branding Bringin Kembar.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. menurut
(John W. Creswell, 1998)pendekatan kualitatif merupakan suatu gambaran kompleks,
mengenai kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden yang diperoleh dari studi pada
situasi yang alami. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat mendeskripsikan
dan menggunakan pendekatan induktif.
Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang didapat dari sumber pertama melalui prosedur dan teknik pengumpulan
data yang dapat berupa interview, observasi, maupun penggunaan instrument. Data tersebut
diperoleh dengan melakukan wawancara pada beberapa subjek penelitian di Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Yogyakarta.
Data sekunder adalah data yang didapatkan dari sumber tidak langsung seperti
dokumentasi dan arsip-arsip resmi yang dapat memberikan informasi berkaitan dengan topik
penelitian, hal ini dapat diperoleh dari database Disbudpar Yogyakarta. Untuk memperoleh
data primer dan sekunde Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan
melalui metode wawancara dan metode dokumentasi.
Metode wawancara merupakan salah satu alat pengumpul data yang sangat penting dalam
penelitian kualitatif dimana melibatkan manusia sebagai subjek, pelaku, atau aktor
sehubungan dengan fakta atau gejala penelitia. Dan dokumentasi bertujuan untuk melakukan
kontak dengan subjek penelitian yang terlibat pada suatu peristiwa sejarah masa lalu, ada
empat jenis dokumentasi yaitu data archival (arsif), dokumen (sejarah) milik lembaga atau
pribadi, dokumen privacy milik pribadi seperti surat wasiat, ijazah, berkas rahasia, agenda
catatan pribadi dan sebagainya, dan dokumentasi publik, seperti data atau informasi yang
tercantum di berbagai media massa, kepustakaan, bahan publikasi instansi dan pengumuman
public.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah interactive model
(Miles, M. B., & Huberman, 1994) yang terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data,
penyajian data, penarikan dan pengujian suatu kesimpulan, validalitas
Folosofi dan Nilai – Nilai Budaya dari Cerita Sejarah Beringin Kembar
Sejarah Beringin Kembar Alun Alun selatan Yogyakarta
Alun Alun sendiri telah ada sejak jaman kerajaan Hindu Budha yang
menyebabkan alun alun memiliki sejarah yang sangat dalam di masyarakat. Alun
alun sendiri merupakan tempat dimana acara atau hal hal penting di adakan seperti
yang di ungkapkan Dari hasil wawancara dengan Bapak Indra Fibiona, S.S.
M.P.A selaku pamong budaya di Balai Pelestarian Nilai Budaya di Yogyakarta.
“Alun alun telah ada sejak zaman kerajaan hindu budha, hal ini
sebagaimana memori kolektif ditulis dalam Babad Chandi Sewu. Kraton
Prabu Darmo Mayo memiliki Alun alun yang berfungsi untuk tempat
berkumpulnya prajurit ketika Prabu Darmo mengumumkan keputusan
penting terkait kerajaan termasuk saat pengungsian sebelum datang
serangan dari kerajaan lain”
Dan juga tanggapan yang di ungkapkan oleh Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A
Dari hasil wawancara diatas terlihat bahwa Alun Alun sendiri telah ada sejak
jaman kerajaan Hindu Budha yang menyebabkan alun alun memiliki sejarah yang
sangat dalam di masyarakat. Alun alun sendiri telah dikenal dalam upacara
pendirian keraton yang merupakan tempat dimana acara atau hal hal penting di
adakan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam tulisan. Dalam (Lombard, 2005:28)
menyatakan bahwa Alun Alun merupakan ruang publik dan di adakan acara
berupa rampok macan. Dan juga (John Pemberton, 2018:65) yang menyatakan
alun alun menjadi tempat Latihan oleh para prajurit keraton dan di tonton oleh
Raja yang mengenakan busana kebesarannya. Alun alun telah menjadi ruang
publik bagi kerajaan keraton dan masyarakat itu sendiri sejak jaman dahulu.
Dimana banyak kegiatan yang di lakukan secara terbuka dan ditonton oleh
masyarakat pada masa itu. Dan secara resmi dan bertahap menjadi ruan publik
masyarakat sejak ulang taun keraton yang ke 200 pada taun 1959(Widyawati,
2017:17)
Nilai-Nilai Budaya
Semua bagian dari waringin memilik makna dan nilai budayanya. Waringin
dengan puncak yang bundar yang menaungi segalanya yang di bawahnya
melangkan langit. Pagar persegi yang mengelilingi waringin tersebut mewakili
bumi. Waringin juga mewakili sifat yang kacau sedangkan pagar dari waringin
tersebut mewakili sifat manusia yang tertata atau sufat dijinakkan. Jumlah
waringin yang ada di Yogyakarta yang berjumlah sebanyak 64 ini mewakili usia
Nabi Muhammad pada saat wafatnya. seperti yang di ungkapkan Dari hasil
wawancara dengan Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A selaku pamong budaya di
Balai Pelestarian Nilai Budaya di Yogyakarta.
Filosofi
Pesan persuasi yang disampaikan melalui komunikasi budaya dari cerita sejarah
Beringin kembar Yogyakarta
Situs wisata Beringin Kembar ini memegang pesan budaya yang terkandung dalam
arsitektur tradusional jawa dimana arsitektur jawa memgang prinsip “Catur Gatra
Tunggal”. Catur yang berarti “empat”, gatra berarti “element” tunggal bearti “tunggal
atau terintegrasi”. Yang bearti bila di satukan menjadi “empat elemen dalam satu
intregritas tunggal. Ini terlihat dari arsitektur Kraton Yogyakarta dimana istana, masjid,
alun alun kota dan pasar tradisional. 4 tempat ini menjadi 4 tempat utama yang berfungsu
dalam kehidupan masyarakat dijogjakarta sebagai pusat otoritas, tempat perkumpulan,
doa dan ibadah
Fenomena masangin yang terkenal di destinasi Wisata di Beringin Kembar Alun Alun
Selatan Yogyakarta ini memiliki pesan kehidupan yang ingin disampaikan kepada
masyarakat tidak hanya sebagai permainan dikala berwista. Permainan Masangin ingin
mengajarkan dimana kita sebagai manusia harus memiliki hati yang murni dan bekerja keras
dalam mencapai tujuan. Seperti menurut dari Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A selaku
pamong budaya di Balai Pelestarian Nilai Budaya di Yogyakarta.
“mencerminkan pesan bahwa kita harus bekerja keras dan menjaga hati kita
murni untuk mencapai tujuan kita”
Periode waktu
Destinasi wisata Beringin Kembar di Alun-Alun Selatan memiliki sejarah yang sagat
Panjang. Dimana dahulu terdapat ritual yang bernama “Topo Bisu” dimana di akhir ritual
para pelayan dan prajurit melewati Beringin Kembar di Alun-alun Selatan
Yogyakarta.Seiring berjalannya waktu ritual tersebut berubah menjadi tradisi atau
permainan masangin.
Seiring berjalannya waktu ritual yang melibatkan kegiatan masuk diantara kedua
beringin itu berubah makna dan berkembang dari mulut ke mulut atau Word of Mouth.
Dimana semakin berkembangnya jaman ritual tersebut berubah menjadi permainan
Masangin. . seperti yang di ungkapkan Dari hasil wawancara dengan Bapak Indra
Fibiona, S.S. M.P.A selaku pamong budaya di Balai Pelestarian Nilai Budaya di
Yogyakarta.
Hal ini juga didukung oleh beberapa pernyataan dari wisatawan yang sedang
berwisata di destinasi wisata Beringin Kembar Alun Alun Selatan Yogyakarta. Seperti
tanggapan Dinar Dwi Fitrianto
“Saya di kasih tau temen saya juga klo di sana ramai pengunjung”
Tanggapan lainya menurut Dinar Dwi Fitrianto
“Ya gimana ya mas alkid menurut saya sepeerti Indonesia mini. Dari cerita
cerita mulut ke mulut menyebar sampai ke berbagai daerah dan dari berbagai
daerah itu datang kemari untuk main ke alkid main masangin”
Tanggapan serupa juga dikemukaan oleh Panji Wisnu Murti
“Saya taunya dari teman saya, pas smp bilang “ke alkid yuk! Nyoba
masangin” kata dia. dia bilang juga kalua masuk ke beringin nutup mata gak bakal
bisa pasti salah arah jadi gak mungkin masuk. Ya udah saya penasaran dan ikut
kesana mencoba itu masuk beringin. Sekrang saya mengajak teman teman kuliah saya
yang dari luar kota untuk nyoba ini juga”
Dan yang serupa dari Fhury Cahyani
“Saya tau dari suami saya. Dia dikasih tau oleh temannya yang pernah
kesini. Katanya menarik mas. dan ini baru kesempatan kesini karena baru liburan
keluarga sama suami saya dan anak anak saya”
Strategi Branding Pariwisata
Beringin Kembar di Alun Alun selatan memiliki sejarah yang Panjang dan menjadi
bagian dari masyarakat sejak jaman dahulu kala. Terdapatnya permainan Masangin yang
telah tersebar di masyarakat. Banyak masyaraka yang mengunjungi lokasi tersebut untuk
mencoba permainan Masangin sehingga Beringin Kembar di Alun Alun selatan ini menjadi
destinasi wisata yang di gemari masyarakat. Lalu bagaimana dan peran apa yang di lakukan
masyarakat dan Dinas Pariwisata Yogyakarta dalam membranding destinasi tersebut menjadi
destinasi wisata?
Citra positif tersebut dapat di munculkan melalui pesan yang terdapat dalam
permainan Masangin. Seperti menurut dari Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A selaku pamong
budaya di Balai Pelestarian Nilai Budaya di Yogyakarta.
“mencerminkan pesan bahwa kita harus bekerja keras dan menjaga hati kita murni
untuk mencapai tujuan kita”
“menurut saya itu ada pesan seperti kita harus berusaha kersa untuk ke tujan kita walau ada
halangan seperti mata tertutup kita harus tetap melangkah maju. Dan bila gagal kita tidak
sampai di tujuan kita harus jangan menyerah dan terus mencoba”Carlos KY Paath / AO.
(2019). Pariwisata Jadi Sektor Prioritas Unggulan Pemerintahan Jokowi.
John Pemberton. (2018). On the Subject of “Java” (illustrate). london: Cornell University Press.
John W. Creswell. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five
Traditions Sage Publications series (illustrate). California: SAGE Publications.
Koentjaraningrat. (2000). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (17th ed.). Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2009). Marketing Management. Grada Publishing a.S., 66.
Lombard, D. (2005). Nusa Jawa : Silang Budaya Batas Batas Pembaratan Batas-Batas Pembaratan
(p. 253). p. 253. PT Gramedia Pustaka Utama.
Maran, R. R. (2000). Manusia dan kebudayaan dalam perspektif ilmu budaya dasar. Rineka cipta.
Mary Goodyear. (1996). Divided by a common language: diversity and deception in the world of
global marketing. Journal of the Market Research Society, 38(2), 105-122.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook
(illustrate; Rebecca Holland, Ed.). london: SAGE Publications.
Moriarty, Sandra, Nancy Mitchell, dan W. W. (2011). Advertising (2nd ed.; Tribowo B.S., Ed.).
Jakarta: Kencana.
Paul Baines, John Egan, F. W. J. (2004). Public Relations: Contemporary Issues and Techniques
(Illustrate). London: Routledge.
Sicco Van Gelder. (2005). Global Brand Strategy: Unlocking Branding Potential Across Countries,
Cultures & Markets (illustrate). US: Kogan Page Publishers, 2005.
States, U., Pollard, E. L., Lee, P. D., Lippman, L. H., Moore, K. A., McIntosh, H., … (NPC), N. P. C.
(2009). undang-undang Republik nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan. Journal of
Human Development, 6(1), 1–22. https://doi.org/10.1037/0003-066X.55.1.34
Viko, R. S. (2000). Pariwisata: Antara Obsesi dan Realita (Sjamsu Dradjad, Ed.). Yogyakarta: Cita
Karya Nusa.
Widyawati, L. (2017). Semiotik Ruang Publik Kota Lama Alun-Alun Selatan Kraton Yogyakarta.
NALARs, 16(1), 15. https://doi.org/10.24853/nalars.16.1.15-26
Membranding suatu strategi tidak bisa di lakukan tanpa adanya strategi dalam
membranding. Branding strategy merupakan serangkaian kegiatan untuk menciptakan,
mempertahankan dan mempertahankan sebuah merek. Menurut (Sicco Van Gelder,
2005:42)pihak Dinas Pariwisata DIY melalui Ibu RR. Sanida, SE,M.Si menyampaikan
(Wawancara pada tanggal 20 Maret 2020)
Oleh karena itu Beringin Kembar di Alun Alun Selatan Yogyakarta memerlukan
branding dalam hal pariwisata dan Bapak Indra Fibiona, S.S. M.P.A menyampaikan
“Saya lihat dari internet katanya tempat ini menarik masak jalan masuk ke
antara dua beringin pakai tutup mata gak bisa. Saya penasaran. Ini saat saya
liburan sama teman teman saya mampir ke sini untuk mampir dan nyoba masuk.
ternyata benar gak isa masuk”
Tanggapan serupa juga dikemukaan oleh Surya Lesmana
“Kalua saya lihat dari website jogja mas itu visitingjogja.com. kan saya emang
ada rencana jalan jalan ke jogja cari cari tempat wisata. Waktu saya baca baca, saya
menemukan ini masangin budaya di alun alun selatan ini mas.”
Dari wawancara ini menyatakan bahwa informasi yang telah menyebar melalui Word
of Mouth diangkat dan di olah kembai melalui media periklanan dan promosi dalam
menarik wisatawan untuk berwisata menuju Beringin Kembar Alun-Alun Yogyakarta.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti telah laksanakan terhadap Beringin Kembar
di Alun alun Selatan Yogyakarta, Maka peneliti menyimpulkan bahwa:
Ritual “Topo Bisu” yang seiring berjalannya waktu ritual tersebut menjadi tradisi atau
permainan masangin. Ritual itu terus menyebar secara mulut kemulut atau Word of Mouth di
masyarakat dimana lembat laun beribah menjadi permainan Masangin. Informasi yang telah
tersebar tersebut dipromosikan melalui media media offline dan online dari jaman dahulu dan
sekarang. Pertama citra dari destinasi itu akan menjadi kesan dan gambaran utama. Lalu citra
itu akan dikemas menjadi iklan yang telah ditentukan targed audience. Sehingga kalayak
yang mendapatkan informasi itu dapat menerima dan tertarik akan informasi itu sampaikan.
Daftar Pustaka
Carlos KY Paath / AO. (2019). Pariwisata Jadi Sektor Prioritas Unggulan Pemerintahan
Jokowi.
Ebta Setiawan. (2012). konon @ kbbi.web.id. Retrieved from https://kbbi.web.id/konon
John Pemberton. (2018). On the Subject of “Java” (illustrate). london: Cornell University
Press.
John W. Creswell. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five
Traditions Sage Publications series (illustrate). California: SAGE Publications.
Koentjaraningrat. (2000). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (17th ed.). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2009). Marketing Management. Grada Publishing a.S., 66.
Lombard, D. (2005). Nusa Jawa : Silang Budaya Batas Batas Pembaratan Batas-Batas
Pembaratan (p. 253). p. 253. PT Gramedia Pustaka Utama.
M. W. Lustig & J. Koester. (1996). Intercultural Competence: Interpersonal Communication
Across Cultures (2nd ed.). US: HarperCollins College Publishers.
Makhasi, G. Y. M. ; C. U. (2017). Pariwisata Indonesia Untuk Pemasaran Mancanegara.
(2).
Maran, R. R. (2000). Manusia dan kebudayaan dalam perspektif ilmu budaya dasar. Rineka
cipta.
Mary Goodyear. (1996). Divided by a common language: diversity and deception in the
world of global marketing. Journal of the Market Research Society, 38(2), 105-122.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative Data Analysis: An Expanded
Sourcebook (illustrate; Rebecca Holland, Ed.). london: SAGE Publications.
Moriarty, Sandra, Nancy Mitchell, dan W. W. (2011). Advertising (2nd ed.; Tribowo B.S.,
Ed.). Jakarta: Kencana.
Paul Baines, John Egan, F. W. J. (2004). Public Relations: Contemporary Issues and
Techniques (Illustrate). London: Routledge.
Sicco Van Gelder. (2005). Global Brand Strategy: Unlocking Branding Potential Across
Countries, Cultures & Markets (illustrate). US: Kogan Page Publishers, 2005.
States, U., Pollard, E. L., Lee, P. D., Lippman, L. H., Moore, K. A., McIntosh, H., … (NPC),
N. P. C. (2009). undang-undang Republik nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan.
Journal of Human Development, 6(1), 1–22. https://doi.org/10.1037/0003-066X.55.1.34
Viko, R. S. (2000). Pariwisata: Antara Obsesi dan Realita (Sjamsu Dradjad, Ed.).
Yogyakarta: Cita Karya Nusa.
Widyawati, L. (2017). Semiotik Ruang Publik Kota Lama Alun-Alun Selatan Kraton
Yogyakarta. NALARs, 16(1), 15. https://doi.org/10.24853/nalars.16.1.15-26