Anda di halaman 1dari 7

1.

Waves (Ombak)
Ombak merupakan gerakan air laut yang naik turun atau bergulung-gulung.
Energi ombak adalah energi alternatif yang dibangkitkan melalui efek Gerakan
tekanan udara akibat fluktuasi pergerakan gelombang. Pemanfaatan energi ombak
tersebut untuk menjadi energi listrik dengan menggunakan Pembangkit listrik
Mikrohidro. Dimana jenis pembangkit listrik Mikrohidro ini berbiaya rendah dan
dapat bermanfaat untuk energi listrik masyarakat di tepi pantai dan nelayan dalam
mengolah hasil laut.Berdasarkan hasil pengamatan yang ada, deretan ombak
(gelombang) yang terdapat di sekitar pantai Selandia Baru dengan tinggi rata rata 1
m dan periode 9 s mempunyai daya sebesar 4,3 kW per meter Panjang ombak.
Sedangkan deretan ombak serupa dengan tinggi 2 m dan 3 m dayanya sebesar 39
kW per meter Panjang ombak. Untuk ombak dengan ketinggian 100 m dan periode
12 s menghasilkan baya enam 1 kW per meter. Di Indonesia, banyak terdapat
ombak yang ketinggiannya di atas 5 m sehingga potensi energi gelombang nya
perlu diteliti lebih jauh. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris,
Jepang, Finlandia, dan Belanda, banyak menaruh perhatian pada energi ini. Lokasi
potensial untuk membangun sistem energi gelombang adalah di laut lepas, daerah
lintang sedang dan di perairan pantai. Energi gelombang bisa dikembangkan di
Indonesia di Laut Selatan pulau Jawa dan pulau Sumatera.[1]
Kekuatan gelombang bervariasi di setiap lokasi. Daerah samudera Indonesia
sepanjang pantai selatan Jawa sampai Nusa Tenggara adalah lokasi yang memiliki
potensi energi gelombang cukup besar berkisar antara 10 - 20 kW per meter
gelombang. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa energi gelombang di
beberapa titik di Indonesia bisa mencapai 70 kW/m di beberapa lokasi. Pantai barat
Pulau Sumatera bagian selatan dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat juga
berpotensi memiliki energi gelombang laut sekitar 40 kW/m. Karakteristik energi
gelombang sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan energi kota-kota pelabuhan
dan pulau-pulau terpencil di Indonesia. Sayangnya, pengembangan teknologi
pemanfaatan energi gelombang di Indonesia saat ini meskipun cukup menjanjikan
namun masih belum optimal. Pemanfaatan energi gelombang yang sudah
diaplikasikan di Indonesia baik oleh lembaga litbang (BPPT, PLN) maupun
institusi pendidikan lainnya baru pada tahap penelitian.[2]

2. Tidal Range (Pasang Surut)


Bentuk lain dari pemanfaatan energi laut dinamakan energi pasang surut.
Ketika pasang datang ke pantai, air pasang ditampung di dalam reservoir.
Kemudian Ketika air surut, air di belakang reservoir dapat dialirkan seperti PLTA
biasa. Agar bekerja optimal, kita membutuhkan gelombang pasang yang besar.
Dibutuhkan perbedaan kira-kira 16 kaki antara gelombang pasang dan gelombang
pasang dan gelombang surut. Hanya ada beberapa tempat yang memiliki kriteria
ini. Beberapa pembangkit listrik telah beroperasi menggunakan sistem seperti ini.
Sebuah pembangkit listrik di Prancis sudah beroperasi dan mencukupi kebutuhan
listrik untuk 240.000 rumah dengan sistem gelombang pasang surut ini.[1]
Energi pasang surut di wilayah Indonesia terdapat pada banyak pulau. Cukup
banyak selat sempit yang membatasinya maupun teluk yang dimiliki masing-
masing pulau. Hal ini memungkinkan untuk memanfaatkan energi pasang surut.
Saat laut pasang dan saat laut surut aliran airnya dapat menggerakkan turbin untuk
membangkitkan listrik. Sampai saat ini belum ada penelitian untuk pemanfaatan
energi pasang surut yang memberikan hasil yang cukup signifikan di Indonesia. Di
Indonesia beberapa daerah yang mempunyai potensi energi pasang surut adalah
Bagan Siapi-api yang pasang surutnya mencapai 7 meter, Teluk Palu yang struktur
geologinya merupakan patahan (Palu Graben) sehingga memungkinkan gejala
pasang surut, Teluk Bima di Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Kalimantan Barat,
Papua, dan pantai selatan Pulau Jawa yang pasang surutnya bisa mencapai lebih
dari 5 meter.[2]
Di samping ekonomis, yang cukup menjanjikan dari energi pasang surut laut,
ada hal-hal lain yang dapat memberikan keuntungan di bidang lingkungan hidup.
Energi ini lebih ramah lingkungan, tidak menimbulkan polusi suara, emisi CO2,
maupun polusi visual dan juga sekaligus mampu memberikan ruang kepada
kehidupan laut untuk membentuk koloni terumbu karang di sepanjang jangkar yang
ditanam di dasar laut.[1]
3. Ocean Thermal Energy Conversion (Panas Laut)
Pembangkit listrik dari energi panas laut atau ocean thermal energy
conversion (OTEC) adalah pembangkitan listrik yang memanfaatkan perbedaan
suhu antara permukaan laut dengan bawah laut. Perbedaan suhu antara permukaan
laut dengan bawah laut dapat mencapai 50 derajat Celsius pada jarak vertikal
minimal 90 meter. Pada dekade pertama abad ke-21, teknologi tersebut masih
dianggap eksperimental. Bahkan hingga saat ini, belum ada pembangkit listrk dari
OTEC komersial yang dibangun.
Prospek penerapan pembangkit listrik OTEC diprediksi cukup cerah,
terutama di negara kepulauan dan di negara-negara berkembang di kawasan tropis.
Pasalnya, wilayah tersebut memiliki kondisi yang paling menguntungkan untuk
penerapan pembangkit listrik OTEC. Diperkirakan bahwa air laut di kawasan tropis
menyerap radiasi matahari yang kandungan panasnya setara sekitar 250 miliar barel
minyak setiap hari. Selain menghasilkan energi listrik, OTEC juga menghasilkan
beberapa produk sampingan yang bermanfaat. Sistem siklus terbuka dan hibrid dari
OTEC juga bisa dimanfaatkan untuk desalinasi air laut, sehingga menghasilkan
garam dan air bersih. Selain itu, infrastruktur OTEC juga bisa digunakan sebagai
akses untuk melacak elemen yang ada di air laut laut dalam. Namun demikian,
teknologi OTEC disebut cukup mahal karena membutuhkan dana yang besar untuk
membangun OTEC sebelum listrik dapat dihasilkan. OTEC juga membutuhkan
fasilitas penunjang terapung yang cukup banyak. Namun, setelah dapat
dioperasikan, OTEC dapat menghasilkan listrik yang relatif murah. Sebuah studi
yang dilakukan pada 2005 menyebutkan bahwa biaya listrik yang dihasilkan OTEC
adalah 7 sen dollar AS (Rp 9.000) per kilowatt jam. Angka tersebut didasarkan pada
asumsi fasilitas OTEC berkapasitas terpasang 100 megawatt yang terletak sekitar
10 kilometer di lepas pantai Hawaii.[3]
Untuk lautan di wilayah Indonesia, dengan potensi termal 2,5 x
1.023 Joule dan efisiensi konversi energi panas laut sebesar tiga persen dapat
dihasilkan daya sekitar 240.000 MW. Potensi energi panas laut yang baik terletak
pada daerah antara 6-9° Lintang Selatan dan 104-109° Bujur Timur. Di daerah
tersebut pada jarak kurang dari 20 km dari pantai didapatkan suhu rata-rata
permukaan laut di atas 28°C dan didapatkan perbedaan suhu permukaan dan
kedalaman laut (1.000 m) sebesar 22,8°C. Sedangkan perbedaan suhu rata-rata
tahunan permukaan dan kedalaman lautan (650 m) lebih tinggi dari 20°C. Dengan
potensi tersebut, konversi energi panas laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan
kebutuhan energi listrik di Indonesia. Tidak jauh berbeda dengan energi pasang
surut, energi panas laut di Indonesia juga baru mencapai tahap penelitian.[2]

4. Ocean Currents
Arus laut merupakan gerakan horizontal massa air laut, sehingga arus laut
memiliki energi kinetik yang dapat digunakan sebagai penggerak bagi sebuah rotor
pembangkit listrik. Secara global, laut mempunyai sumber energi arus laut yang

sangat besar yaitu sebesar 2,8 x 1014 (280 triliun) Watt-jam (Duxbury dkk., 2000).
Selain itu arus laut ini menarik untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik
karena sifatnya yang relatif stabil dan dapat diprediksi. Pengembangan teknologi
ekstraksi energi arus laut ini dilakukan dengan mengadaptasi prinsip teknologi
ekstraksi energi dari angin yang telah lebih dulu berkembang yaitu dengan
mengubah energi kinetik dari arus laut menjadi energi rotasi dan energi listrik.
Kapasitas daya yang dihasilkan dihitung dengan pendekatan matematis yang
memformulasikan daya yang dihasilkan dari suatu aliran fluida yang menembus
suatu permukaan A dalam arah yang tegak lurus permukaan, dirumuskan sebagai
berikut (Fraenkel, 1999, 2002) :

Keterangan:
P= daya listri yang dihasilkan (watt) ρ= rapat massa air (kg/m3)
A= luas penampang (m2)
V= kecepatan (m/s)
Tidak semua potensi sumber daya yang terkandung dalam arus laut tersebut
dapat dikonversi menjadi energi. Secara umum besarnya energi yang dapat
diekstrak tergantung dari jenis dan karakteristik turbin itu sendiri seperti ukuran
diameter turbin arus. Melalui perhitungan seperti di atas dan dengan pengaitan
rumus dengan rumusan energi dan diterapkan pada 2 jenis konverter yang telah
diuji coba di perairan Indonesia, yaitu Kobold dan Marine Current maka dapat
diperkirakan potensi daya yang terbangkit pada suatu daerah.[4]
Energi arus laut sebagai energi terbarukan adalah energi yang cukup potensial
di wilayah pesisir terutama pulau-pulau kecil di kawasan timur (Erwandi, 2006).
Sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) merupakan salah satu
pembangkit yang diharapkan bisa menopang kebutuhan listrik daerah-daerah
Indonesia bagian Timur, salah satunya adalah di NTT. NTT merupakan provinsi di
Indonesia yang terdiri dari beberapa pulau yang terpisah oleh lautan. Sehingga di
NTT sendiri terdapat beberapa sistem penyaluran listrik sendiri. Pembangkit listrik
yang ada di wilayah ini pun tidak banyak, namun tidak memungkinkan untuk
menyalurkan energi listrik dari sistem transmisi utama seperti pada sistem Jawa-
Bali. Oleh karena itu diperlukan pembangkit listrik yang dekat dengan wilayah
NTT, sehingga mudah disalurkan untuk memenuhi kebutuhan energi di NTT. Salah
satu pembangkit yang dapat dikembangkan adalah pembangkit listrik tenaga arus
laut. Terdapat beberapa lokasi di NTT yang berpotensi untuk dijadikan sumber
energi arus laut, diantaranya Selat Larantuka dan Selat Alor.[5]

5. Tidal Currents
Pasang surut air laut adalah suatu fenomena alam dengan adanya pergerakan
naik turunnya permukaan air laut secara berkala oleh karena adanya gaya gravitasi
antara bumi dan bulan serta matahari yang menyebabkan gaya tarik menarik dari
benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pasang surut dan
arus yang dibangkitkat pasang surut sangat dominan dalam proses sirkulasi massa
air di perairan pesisir. Suatu pergerakan yang berdampak pada pergerakan massa
air dan hubungannya dengan penyebaran sirkulasi fluida dalam suatu wadah
tertentu merupakan pembelajaran dari ilmu pasang surut.
Kecepatan arus pasang-surut di pantai-pantai perairan Indonesia umumnya
kurang dari 1,5 m/detik, kecuali di selat-selat diantara pulau-pulau Bali, Lombok,
dan Nusa Tenggara Timur, kecepatannya bisa mencapai 2,5 - 3,4 m/detik.Arus
pasang-surut terkuat yang tercatat di Indonesia adalah di Selat antara Pulau Taliabu
dan Pulau Mangole di Kepulauan Sula, Propinsi Maluku Utara, dengan kecepatan
5,0 m/detik. Berbeda dengan energi gelombang laut yang hanya terjadi pada kolom
air di lapisan permukaan saja, arus laut bisa terjadi pada lapisan yang lebih dalam.
Kelebihan karakter fisik ini memberikan peluang yang lebih optimal dalam
pemanfaatan konversi energi listrik.[7]
REFERENSI

[1] Setiawan, Redita Dicky, dkk. 2013. Pemanfaatan Gelombang Air Laut Untuk
Pembangkit Tenaga Listrik Mini Berbasis Mikrohidro System. Jurnal PROTON,
Vol. 5, No. 2, Hal 17-21

[2] Ferial. 2016. Potensi Energi Laut Indonesia Menjanjikan. Direktorat Jendral
Energi Baru Terbarukan Dan Konsentrasi Energi (EBTKE).
https://ebtke.esdm.go.id/post/2016/04/14/1188/potensi.energi.laut.indonesia.menj
anjikan. Diakses pada 5 April 2021

[3] Pristiandaru, Danur Lambang. 2020. Inspirasi Energi: Panas Laut, Sebagai
Sumber Energi Terbarukan yang Terus Diteliti. Kompas.com.
https://www.kompas.com/global/read/2020/12/28/140727870/inspirasi-energi-
panas-laut-sumber-energi-terbarukan-yang-terus-diteliti?page=all. Diakses pada 5
April 2021

[4] Rachmat, Beben, dkk. 2012. Potensi Arus Laut dan Konversi Daya Listrik
Sebagai Energi Baru Terbarukan di Perairan Palalawan dan Indragiri Hilir,
Provinsi Riau. JURNAL GEOLOGI KELAUTAN, Vol. 10, No. 2, Hal. 69-80

[5] Karimah, Maryam Muthi’ah, Amien Rahardjo. 2015. Penerapan Pembangkit


Listrik Tenaga Arus Laut dengan Menggunakan Turbin Darrieus; Studi Kasus Selat
Larantuka. Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

[6] Lusi, Mikael Adrisno, dkk. 2020. Studi Pemanfaatan Pasang Surut Air Laut
Untuk Pembangkit Daya. Jurnal MJEME, Vol. 2, No. 2, Hal 44-49

[7] Lubis, Subaktian. 2011. Road Map Penelitian dan Pengembangan Energi Arus
Laut. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral RI.
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/road-map-penelitian-dan-
pengembangan-energi-arus-laut. Diakses pada 5 April 2021

Anda mungkin juga menyukai