Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

RESPONS AUDITOR TERHADAP


RISIKO YANG DINILAI

Mata Kuliah :
Audit dan Atestasi

Dosen Pembina:
Dr. Ibnu Rachman, Drs., MM., MSi., Ak., CA., QIA.

Disusun oleh:
Kelompok 7-Kelas H

Udin Ikhsan - 1620104005


Muhammad Firdiansyah - 1620104006

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan rahmat Allah SWT, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat-Nya
yang telah memberikan segala anugerah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
tugas makalah Respons Auditor Atas Risiko Yang Dinilai, Maksud penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Audit dan Atestasi Program Magister
Akuntansi pada Universitas Widyatama.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat
keterbatasan kemampuan, pengalaman, dan pengetahuan penulis baik dalam hal penyajian
maupun pengguna bahasa. Namun demikian inilah yang terbaik yang penulis lakukan dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Oleh karena itu semua masukan,
kritik, dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan bagi penyempurnaan
makalah ini.

Bandung, 17 April 2021

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Respons Audit terhadap risiko yang telah dinilai..............................................3
2.2 Standar Audit (SA) 330 Respons Audit terhadap risiko yang telah dinilai.....12
2.3 Ketentuan Standar Audit (SA) 330 ................................................................15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................27
3.2 Saran................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Respons Auditor atas Risiko yang dinilai


Prosedur-prosedur pengumpulan bukti dalam pengauditan diarahkan dengan penilaian
risiko atas salah saji material. ISA 330 menyatakan tujuan auditor adalah untuk memperoleh
kecukupan bukti yang memadai terkait penilaian risiko atas salah saji material dengan
merancang dan mengimplementasikan respons yang tepat terhadap risiko-risiko tersebut.
Untuk memenuhi tujuan tersebut, auditor perlu merancang dan melakukan sejumlah prosedur
audit yang mana sifat dasar, waktu dan cakupannya didasarkan pada responsif terhadap
risiko.
Sifat dasar dari prosedur-prosedur audit merujuk pada tujuannya (pengujian,
pengendalian atau prosedur subtansif) dan tipenya (inspeksi, observasi, keterangan,
konfirmasi, perhitungan ulang dan pelaksanaan ulang atau prosedur analitis) waktu dari
prosedur audit merujuk pada kapan prosedur audit tersebut dilakukan, maupun periode atau
tanggal penggunaan bukti audit. Cakupan dari prosedur audit merujuk pada banyaknya
prosedur audit yang dilakukan misal ukuran sampel atau jumlah observasi.
Bukti adalah apapun yang dapat membuat seseorang percaya bahwa fakta, proporsi atau
asersi tersebut benar atau salah. Bukti audit adalah informasi yang digunakan oleh auditor
dalam mengambil sejumlah kesimpulan yang menjadi dasar bagi opini audit. Bukti audit
menyertakan baik informasi yang dimuat dalam catatan akuntansi yang mendasari adanya
laporan keuangan maupun informasi lainnya. Bukti digunakan untuk membuktikan sejumlah
asersi audit yang berbeda dari bukti-bukti dalam pengertian hukum. Bukti audit diperlukan
untuk membuktikan asurans yang memadai, sementara dalam konteks hukum terdapat
standar yang lebih ketat atas bukti dan dokumentasi.
Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen
laporan keuangan. Asersi adalah suatu deklarasi, atau suatu rangkaian deklarasi secara
keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas deklarasi tersebut. Jadi, asersi adalah
pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk digunakan
oleh pihak lain (pihak ketiga). Untuk laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan
dalam laporan keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia. Standar asersi-asersi adalah keterjadian, kelengkapan, akurasi, pisah
batas (cut-off), klasifikasi, keberadaan, hak dan kewajiban, valuasi dan alokasi, dan
pemahaman.
Asersi-asersi yang dibuat manajemen dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok:
a) Asersi-asersi terkait kelompok transaksi dan peristiwa yang terjadi selama periode audit
b) Asersi-asersi terkait saldo akun pada akhir periode
c) Asersi-asersi terkait penyajian dan pengungkapan.
Pekerjaan utama auditor adalah menemukan bukti dengan menggunakan sejumlah
prosedur pengujian. Prosedur subtansif merupakan prosedur audit yang dirancang untuk
mendeteksi salah saji material pada tingkat asersi. Prosedur substantif terdiri atas:
a) Pengujian atas rincian kelompok transaksi, saldo akun dan pengungkapan
b) Prosedur analitis substansif.
Bukti audit terdiri atas dokumen sumber dan catatan akuntansi yang lainnya dan dapat
dikumpulkan dengan pengujian pengendalian dan prosedur substansif.
Prosedur substansif merupakan pengujian yang dilakukan untuk memperoleh bukti audit
saat mendeteksi salah saji material atau salah saji signifikan yang apabila digabungkan dapat
bersifat material dalam laporan keuangan. Prosedur substansif merupakan respon terhadap
penilaian auditor atas risiko salah saji material. Semakin tinggi risiko yang dinilai, semakin
besar kemungkinan cakupan prosedur substansif akan bertambah dan waktu prosedur akan
dilakukan dekat dengan periode yang dimaksud.
Prosedur substantif merupakan suatu prosedur audit yang dirancang untuk mendeteksi
kesalahan penyajian material pada tingkat asersi. Prosedur substantif terdiri dari:
a) Pengujian rinci (dari setiap golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan)
b) Prosedur analitis substantif.
Pengujian pengendalian merupakan suatu prosedur audit yang dirancang untuk
mengevaluasi efektivitas operasi pengendalian dalam mencegah, atau mendeteksi dan
mengoreksi, kesalahan penyajian material pada tingkat asersi.
Berdasarkan ISA 500, tujuan auditor adalah untuk menrancang dan melaksanakan
prosedur-prosedur audit sedemikian rupa yang memungkinkan auditor untuk memperoleh
kecukupan bukti audit yang memadai agar dapat mengambil kesimpulan wajar sebagai dasar
opini audit. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ISA 200, asurans yang memadai diperoleh
ketika auditor memperoleh kecukupan bukti audit yang memadai untuk mengurangi risiko
audit, yaitu risiko yang mana auditor menyatakan opini tidak wajar ketika terdapat salah saji
material pada laporan keuangan pada tingkat terendah yang dapat diterima. Kecukupan
(sufficiency) merupakan ukuran jumlah bukti audit. Jumlah bukti audit yang diperlukan
dipengaruhi oleh penilaian auditor terhadap salah saji, semakin tinggi risiko yang dinilai,
semakin banyak bukti audit yang diperlukan dengan kualitas bukti, semakin tinggi kualitas
bukti, semakin sedikit bukti audit yang diperlukan. Bukti audit yang memadai
(appropriateness) merupakan ukuran kualitas bukti audit yang mana relevansi dan reliabilitas
bukti audit mendukung sejumlah kesimpulan yang menjadi dasar bagi opini auditor.
Ketika merancang dan melaksanakan prosedur-prosedur audit, auditor harus
mempertimbangkan relevansi dan realibilitas informasi yang digunakan sebagai bukti audit.
Reliabilitas adalah kualitas informasi yang bebas dari kesalahan dan bias yang bersifat
material dan dapat diandalkan oleh para pengguna untuk mempresentasikan ketepatan,
apakah merepresentasikan sebagaimana yang dimaksudkan atau merepresentasikan ekseptasi
yang wajar. Relevansi bukti (relevance of evidence) adalah ketepatan/keakuratan bukti
terhadap tujuan audit yang sedang diuji.

2.2 Standar Audit (SA) 330 Respons Audit terhadap risiko yang telah dinilai
Ruang lingkup dari SA 330 adalah berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk
merancang dan menerapkan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material yang
diidentifikasi dan dinilai oleh auditor berdasarkan SA 315 (Pengidentifikasian dan Penilaian
Risiko Kesalahan penyajian Material Melalui Pemahaman atas Entitas dan Lingkungannya)
dalam suatu audit laporan keuangan. SA ini berlaku efektif atas laporan keuangan untuk
periode yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 januari 2013 untuk emiten atau 1 januari
2014 untuk entitas selain emiten. Penerapan dini dianjurkan untuk entitas selain emiten.
Tujuan SA 330 ini adalah untuk memperoleh bukti audit cukup dan tepat yang berkaitan
dengan penilaian risiko kesalahan penyajian material, melalui pendesainan dan penerapan
respons yang tepat terhadap risiko tersebut.

2.3 Ketentuan Standar Audit (SA) 330


1. Respons Keseluruhan
Auditor harus merancang dan mengimplementasikan respons keseluruhan untuk
menanggapi risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai pada tingkat laporan
keuangan. (Ref: Para. A1–A3)
2. Prosedur Audit Sebagai Repons terhadap Risiko Kesalahan Penyajian Material yang Telah
Dinilai pada Tingkat Asersi
Auditor harus merancang dan mengimplementasikan prosedur audit lebih lanjut yang sifat,
saat, dan luasnya didasarkan pada dan merupakan respons terhadap risiko kesalahan
penyajian material yang telah dinilai pada tingkat asersi. (Ref: Para. A4– A8)
Dalam merancang prosedur audit lebih lanjut, auditor harus:
(a) Mempertimbangkan dasar penilaian yang dilakukan atas risiko kesalahan penyajian
material pada tingkat asersi untuk setiap golongan transaksi, saldo akun, dan
pengungkapan, termasuk:
(i) Kemungkinan kesalahan penyajian material yang disebabkan oleh karakteristik
tertentu yang relevan dengan golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan
(contoh, risiko bawaan); dan
(ii) Apakah penilaian risiko memperhitungkan pengendalian yang relevan (contoh,
risiko pengendalian), dan dengan demikian menuntut auditor untuk memperoleh
bukti audit untuk menentukan apakah pengendalian berjalan secara efektif (contoh,
auditor bermaksud untuk mengandalkan efektivitas operasi pengendalian dalam
penentuan sifat, saat dan luas prosedur substantif); dan (Ref: Para. A9–A18)
(b) Memperoleh bukti audit yang lebih meyakinkan ketika auditor menilai risiko yang
lebih tinggi. (Ref: Para. A19)
3. Pengujian Pengendalian
Auditor harus merancang dan melaksanakan pengujian pengendalian untuk memperoleh
bukti audit yang cukup dan tepat terhadap efektivitas operasi pengendalian yang relevan
jika:
(a) Penilaian auditor terhadap risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asersi
mencakup suatu harapan bahwa pengendalian beroperasi secara efektif (contoh, auditor
bermaksud untuk mengandalkan efektivitas operasi pengendalian dalam penentuan
sifat, saat, dan luas prosedur substantif); atau
(b) Prosedur substantif tidak dapat memberikan bukti audit yang cukup dan tepat pada
tingkat asersi. (Ref: Para. A20–A24)
Dalam merancang dan melaksanakan pengujian pengendalian, auditor harus memperoleh
bukti audit yang lebih meyakinkan ketika auditor ingin lebih mengandalkan efektivitas
pengendalian. (Ref: Para. A25)
4. Sifat dan Luas Pengujian Pengendalian
Dalam merancang dan melaksanakan pengujian pengendalian, auditor harus:
(a) Melaksanakan prosedur audit lain yang dikombinasikan dengan permintaan keterangan
untuk memperoleh bukti audit tentang efektivitas operasi pengendalian, termasuk:
(i) Bagaimana pengendalian tersebut diterapkan pada waktu yang relevan selama
periode audit;
(ii) Konsistensi penerapannya;
(iii) Oleh siapa atau dengan cara apa pengendalian tersebut diterapkan. (Ref: Para.
A26–A29)
(b) Menentukan apakah pengendalian yang diuji bergantung pada pengendalian lain
(pengendalian tidak langsung) dan, jika demikian, apakah perlu untuk memperoleh
bukti audit yang mendukung efektivitas operasi pengendalian tidak langsung tersebut.
(Ref: Para. A30–A31)
5. Saat Pengujian Pengendalian
Ketika auditor bermaksud untuk mengandalkan pada pengendalian, auditor harus menguji
pengendalian tersebut untuk waktu tertentu, atau sepanjang periode yang diaudit,
tergantung pada paragraf 12 dan 15 berikut ini, untuk memberikan basis yang tepat bagi
auditor. (Ref: Para. A32)
6. Penggunaan Bukti Audit yang Diperoleh Selama Periode Interim
(paragraf 12) Jika auditor memperoleh bukti audit tentang efektivitas operasi pengendalian
selama periode interim, auditor harus:
(a) Memperoleh bukti audit tentang perubahan signifikan atas pengendalian tersebut
setelah tanggal periode interim tersebut; dan
(b) Menentukan bukti audit tambahan yang harus diperoleh setelah periode interim sampai
dengan tanggal laporan posisi keuangan. (Ref: Para. A33–A34)
7. Penggunaan Bukti Audit yang Diperoleh dalam Audit Sebelumnya
Dalam menentukan tepat atau tidak tepatnya untuk menggunakan bukti audit tentang
efektivitas operasi pengendalian yang diperoleh dalam audit sebelumnya, dan, jika
demikian, lamanya periode waktu yang mungkin telah berlalu sebelum pengujian ulang
suatu pengendalian, auditor harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
(a) Efektivitas unsur lain pengendalian intern, termasuk lingkungan pengendalian,
pengawasan pengendalian oleh entitas, dan proses penilaian risiko oleh entitas;
(b) Risiko yang timbul dari karakteristik pengendalian, termasuk apakah pengendalian
tersebut secara manual atau otomatis;
(c) Efektivitas pengendalian umum atas teknologi informasi;
(d) Efektivitas pengendalian dan penerapannya oleh entitas, termasuk sifat dan luas
penyimpangan dalam penerapan pengendalian yang ditemukan dalam audit
sebelumnya, dan apakah terdapat perubahan karyawan yang secara signifikan
berdampak terhadap penerapan pengendalian;
(e) Dalam hal terdapat perubahan kondisi, apakah tidak adanya perubahan dalam suatu
pengendalian tertentu menimbulkan suatu risiko; dan
(f) Risiko kesalahan penyajian material dan tingkat kepercayaan terhadap pengendalian.
(Ref: Para. A35)
8. Jika auditor merencanakan untuk menggunakan bukti audit dari audit sebelumnya yang
berkaitan dengan efektivitas operasi pengendalian spesifik, auditor harus membuat
hubungan yang berkelanjutan atas bukti tersebut dengan memperoleh bukti audit tentang
apakah terdapat perubahan signifikan dalam pengendalian tersebut setelah audit periode
lalu. Auditor harus memperoleh bukti dengan meminta keterangan yang dikombinasikan
dengan pengamatan atau inspeksi, untuk menegaskan pemahaman atas pengendalian
spesifik tersebut, dan:
(a) Jika terdapat perubahan yang berdampak pada hubungan yang berkelanjutan atas bukti
audit dari audit periode lalu, auditor harus menguji pengendalian tersebut dalam
periode audit kini. (Ref: Para. A36)
(b) Jika tidak terjadi perubahan seperti tersebut di atas, auditor harus menguji
pengendalian tersebut paling tidak sekali setiap tiga kali audit, dan harus menguji
beberapa pengendalian setiap kali audit untuk menghindari kemungkinan pengujian
atas semua pengendalian yang auditor ingin andalkan dalam satu periode audit tertentu
tanpa menguji pengendalian tersebut di dua periode audit kemudian. (Ref: Para. A37–
A39)
9. Pengendalian atas Risiko Signifikan
(Paragraf 15) Jika auditor merencanakan untuk mengandalkan pengendalian terhadap
suatu risiko yang auditor telah tentukan sebagai risiko signifikan, auditor harus menguji
pengendalian tersebut dalam periode sekarang.
10. Penilaian atas Efektivitas Operasi Pengendalian
Ketika menilai efektivitas operasi pengendalian yang relevan, auditor harus menilai
apakah kesalahan penyajian yang telah dideteksi oleh prosedur substantif menunjukkan
bahwa pengendalian tidak beroperasi secara efektif. Namun, tidak adanya kesalahan
penyajian yang dideteksi oleh prosedur substantif, tidak memberikan bukti audit bahwa
pengendalian yang bersangkutan dengan asersi yang telah diuji adalah efektif. (Ref: Para.
A40)
Jika telah terdeteksi penyimpangan atas pengendalian yang auditor ingin andalkan, auditor
harus meminta keterangan secara khusus untuk memahami hal tersebut dan dampak
potensialnya, serta harus menentukan apakah: (Ref. Para. A41)
(a) Pengujian pengendalian yang telah dilakukan memberikan suatu basis yang tepat bagi
auditor untuk mengandalkan pada pengendalian tersebut;
(b) Tambahan pengujian pengendalian diperlukan; atau
(c) Risiko potensial kesalahan penyajian perlu direspons dengan menggunakan prosedur
substantif.
11. Prosedur Substantif
Tanpa memperhatikan risiko yang telah dinilai atas kesalahan penyajian material, auditor
harus merancang dan melaksanakan prosedur substantif untuk setiap golongan transaksi,
saldo akun, dan pengungkapan yang material. (Ref: Para. A42–A47)
Auditor harus mempertimbangkan apakah prosedur konfirmasi eksternal harus
dilaksanakan sebagai prosedur audit substantif. (Ref: Para. A48–A51)
12. Prosedur Substantif yang Berkaitan dengan Proses Tutup Buku Laporan Keuangan
Prosedur substantif yang dilakukan auditor harus mencakup prosedur audit berikut yang
berkaitan dengan proses tutup buku laporan keuangan:
(a) Mencocokkan atau merekonsiliasi laporan keuangan dengan catatan akuntansi yang
melandasinya; dan
(b) Memeriksa entri jurnal yang material dan penyesuaian lainnya yang dibuat selama
penyusunan laporan keuangan. (Ref: Para. A52)
13. Prosedur Substantif Sebagai Respons terhadap Risiko Signifikan
Jika auditor telah menentukan bahwa risiko kesalahan penyajian material yang telah
ditentukan pada tingkat asersi merupakan risiko signifikan, auditor harus melaksanakan
prosedur substantif yang secara khusus untuk merespons risiko tersebut. Ketika
pendekatan terhadap risiko signifikan hanya terdiri dari prosedur substantif, prosedur
tersebut harus mencakup pengujian rinci. (Ref: Para. A53)
14. Saat Prosedur Substantif
Jika prosedur substantif dilaksanakan pada tanggal interim, auditor harus mengecek
setelah periode interim sampai dengan tanggal laporan posisi keuangan dengan
melaksanakan
(a) Prosedur substantif yang dikombinasikan dengan pengujian pengendalian dalam
periode tersebut; atau
(b) Hanya prosedur substantif yang memberikan basis memadai untuk memperluas
kesimpulan audit dari tanggal interim sampai dengan tanggal laporan posisi keuangan,
jika auditor menentukan bahwa hal tersebut sudah cukup. (Ref: Para. A54–A57)
Jika kesalahan penyajian yang tidak diharapkan oleh auditor pada waktu penilaian risiko
kesalahan penyajian material terdeteksi pada tanggal interim, auditor harus mengevaluasi
apakah penilaian risiko yang berkaitan dan sifat, saat, atau luas prosedur substantif yang
direncanakan yang mencakup periode setelah interim sampai dengan tanggal laporan
posisi keuangan perlu untuk dimodifikasi. (Ref: Para. A58)
15. Kecukupan Penyajian dan Pengungkapan
Auditor harus melaksanakan prosedur audit untuk menilai apakah penyajian menyeluruh
laporan keuangan, termasuk pengungkapan yang bersangkutan, adalah sesuai dengan
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. (Ref: Para. A59)
16. Evaluasi terhadap Kecukupan dan Ketepatan Bukti Audit
Berdasarkan atas prosedur audit yang dilaksanakan dan bukti audit yang diperoleh, auditor
harus mengevaluasi sebelum menyimpulkan suatu audit, apakah penilaian risiko kesalahan
penyajian material pada tingkat asersi tetap relevan. (Ref: Para. A60–A61)
Auditor harus menyimpulkan apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh.
Dalam menyatakan suatu opini, auditor harus mempertimbangkan semua bukti audit
relevan, tanpa memperhatikan apakah bukti tersebut mendukung atau bertentangan dengan
asersi dalam laporan keuangan. (Ref: Para. A62)
Jika auditor tidak memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk suatu asersi laporan
keuangan yang material, auditor harus berusaha untuk memperoleh bukti audit lanjutan.
Jika auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, auditor harus
menyatakan opini wajar dengan pengecualian atau opini tidak menyatakan pendapat
terhadap laporan keuangan tersebut.
17. Dokumentasi
Auditor harus memasukkan dalam dokumentasi audit:
(a) Respons keseluruhan untuk menanggapi risiko kesalahan penyajian material yang telah
dinilai pada tingkat laporan keuangan, dan sifat, saat, dan luas prosedur audit lebih lanjut
yang dilaksanakan;
(b) Hubungan antara prosedur audit dengan risiko yang telah dinilaipada tingkat asersi;
dan
(c) Hasil prosedur audit, termasuk kesimpulan ketika prosedur audit belum memberikan
hasil yang jelas. (Ref: Para. A63)
Jika auditor merencanakan untuk menggunakan bukti audit yang berkaitan dengan
efektivitas operasi pengendalian yang diperoleh dari audit sebelumnya, auditor harus
memasukkan dalam dokumentasi audit kesimpulan yang dicapai tentang peletakkan
kepercayaan pada pengendalian tersebut yang telah diuji dalam audit sebelumnya.
Dokumentasi auditor harus menunjukkan bahwa laporan keuangan telah cocok atau telah
direkonsiliasi dengan catatan akuntansi yang mendasarinya.
2.4 Materi Penerapan dan Penjelasan Lain
1. Respons Keseluruhan (Ref: Para. 5)
Respons keseluruhan untuk menanggapi risiko kesalahan penyajian material yang telah
dinilai pada tingkat laporan keuangan dapat mencakup:
a) Penekanan kepada tim audit atas perlunya mempertahankan skeptisisme profesional.
b) Penugasan staf berpengalaman atau personel yang mempunyai kemampuan khusus
atau penggunaan pakar.
c) Penyediaan supervisi tambahan.
d) Pemasukan tambahan prosedur audit yang tidak dapat diprediksi dalam pemilihan
prosedur lebih lanjut.
e) Perubahan umum atas sifat, saat, atau luas prosedur audit, Misalnya: pelaksanaan
prosedur substantif pada akhir periode bukan pada saat tanggal interim; atau
modifikasi sifat prosedur audit untuk memperoleh bukti audit yang lebih meyakinkan.
Penilaian risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangan, dan dengan
demikian respons keseluruhan auditor, dipengaruhi oleh pemahaman auditor atas
lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian yang efektif memungkinkan auditor
untuk lebih yakin terhadap pengendalian internal dan dapat diandalkannya bukti audit
yang dihasilkan secara internal oleh entitas, dan oleh karena itu, misalnya, memungkinkan
auditor melakukan beberapa prosedur audit pada tanggal interim dan bukan pada akhir
periode. Namun, defisiensi dalam lingkungan pengendalian, mempunyai dampak
sebaliknya,sebagai contoh, auditor mungkin merespons lingkungan pengendalian yang
tidak efektif dengan:
a) Melaksanakan prosedur audit tambahan pada akhir periode dan bukan pada tanggal
interim.
b) Memperoleh bukti audit yang lebih luas dari prosedur substantif.
c) Meningkatkan jumlah lokasi yang dimasukkan dalam ruang lingkup audit.
Oleh karena itu, pertimbangan di atas tersebut memberikan dampak signifikan terhadap
pendekatan umum auditor, misalnya, penekanan pada prosedur substantif (pendekatan
substantif), atau suatu pendekatan yang menggunakan pengujian pengendalian dan
prosedur substantif (pendekatan gabungan).

2. Prosedur Audit sebagai Respons terhadap Risiko Kesalahan Penyajian Material yang Telah
Dinilai pada Tingkat Asersi
a. Sifat, Saat, dan Luas Prosedur Audit Lebih Lanjut (Ref: Para. 6)
Penilaian risiko yang telah diidentifikasi oleh auditor pada tingkat asersi memberikan
suatu basis untuk mempertimbangkan pendekatan audit yang tepat untuk merancang dan
melaksanakan prosedur audit lebih lanjut. Misalnya, auditor dapat menentukan bahwa:
(a) Dengan melakukan pengujian pengendalian saja, auditor dapat mencapai respons yang
efektif untuk risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai untuk asersi
tertentu;
(b) Melaksanakan prosedur substantif saja adalah tepat untuk asersi tertentu dan, oleh
karena itu, auditor mengabaikan dampak pengendalian dari penilaian risiko yang
relevan. Hal ini memungkinkan karena prosedur penilaian risiko auditor tidak
mengindentifikasi adanya pengendalian relevan yang efektif atas asersi tersebut, atau
karena pengujian pengendalian akan tidak efisien dan oleh karena itu auditor tidak
bermaksud untuk mengandalkan pada efektivitas operasi pengendalian dalam
menentukan sifat, saat, dan luas prosedur substantif; atau
(c) Kombinasi pendekatan dengan menggunakan pengujian pengendalian dan prosedur
substantif merupakan suatu pendekatan yang efektif.
Namun, seperti yang disyaratkan dalam paragraf 18, tanpa memperhatikan pendekatan
yang dipilih, auditor merancang dan melakukan prosedur substantif untuk setiap golongan
transaksi, saldo akun, dan pengungkapan.
Sifat suatu prosedur audit mengacu kepada tujuan dilakukannya prosedur tersebut (sebagai
contoh, pengujian pengendalian atau prosedur substantif) dan tipe prosedur audit tersebut
(sebagai contoh, inspeksi, observasi, permintaan keterangan, konfirmasi, penghitungan
ulang, pelaksanaan kembali, atau prosedur analitis). Sifat prosedur audit tersebut
merupakan hal yang paling penting dalam merespons risiko yang telah dinilai.
Saat prosedur audit mengacu kepada kapan prosedur tersebut dilaksanakan, atau periode
atau tanggal bukti audit tersebut berlaku.
Luas prosedur audit mengacu kepada kuantitas prosedur yang dilaksanakan, misalnya
ukuran sampel atau jumlah observasi terhadap aktivitas pengendalian.
Perancangan dan pelaksanaan prosedur audit lebih lanjut yang sifat, saat, dan luasnya
didasarkan pada dan merupakan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material yang
telah dinilai pada tingkat asersi memberikan kaitan yang jelas antara prosedur audit lebih
lanjut dan penilaian risiko yang dilakukan oleh auditor.
b. Respons terhadap Risiko yang Telah Dinilai pada Tingkat Asersi (Ref: Para. 7(a))
Sifat:
Risiko yang telah dinilai auditor mungkin dapat berdampak terhadap pemilihan berbagai
tipe prosedur audit yang akan dilaksanakan maupun kombinasinya. Misalnya, ketika risiko
yang telah dinilai tinggi, auditor dapat melakukan konfirmasi atas kelengkapan ketentuan
kontrak dengan pihak ketiga, sebagai tambahan atas inspeksi terhadap dokumen kontrak.
Lebih lanjut, prosedur audit tertentu mungkin lebih tepat untuk beberapa asersi
dibandingkan dengan prosedur audit lainnya. Misalnya, dalam hubungannya dengan
pendapatan, pengujian pengendalian dapat lebih merespons risiko kesalahan penyajian
yang telah dinilai untuk asersi kelengkapan, sementara prosedur substantif dapat lebih
merespons risiko kesalahan penyajian yang telah dinilai atas asersi keterjadian.
Alasan untuk penilaian risiko adalah relevan dalam menentukan sifat prosedur audit.
Misalnya, jika suatu risiko yang telah dinilai lebih rendah karena karakteristik tertentu
golongan transaksi tanpa mempertimbangkan pengendalian yang bersangkutan, maka
auditor dapat menentukan bahwa prosedur analitis substantif saja dapat memberikan bukti
audit yang cukup dan tepat. Dilain pihak, jika risiko yang telah dinilai lebih rendah yang
disebabkan oleh pengendalian internal, dan auditor bermaksud untuk mendasarkan pada
prosedur substantif pada risiko yang telah dinilai lebih rendah, maka auditor dapat
melaksanakan pengujian atas pengendalian tersebut, seperti yang disyaratkan dalam
paragraf 8(a). Hal ini dapat terjadi, misalnya, untuk suatu golongan transaksi yang
seragam, yang mempunyai karakteristik tidak kompleks yang secara rutin diolah dan
dikendalikan oleh sistem informasi entitas.
Saat:
Auditor dapat melaksanakan pengujian pengendalian atau prosedur substantif pada suatu
tanggal interim atau pada akhir periode. Untuk risiko kesalahan penyajian material yang
lebih tinggi, kemungkinan besar auditor memutuskan akan lebih efektif untuk
melaksanakan prosedur substantif pada saat lebih mendekati, atau pada saat akhir periode
dibandingkan pada tanggal yang lebih awal, atau untuk melaksanakan prosedur audit tanpa
pemberitahuan atau pada waktu yang tidak dapat diprediksi (misalnya, pelaksanaan
prosedur audit pada lokasi pilihan tanpa pemberitahuan sebelumnya). Hal ini sangat
relevan pada saat mempertimbangkan respons terhadap risiko atas kecurangan. Misalnya,
auditor dapat menyimpulkan, pada saat risiko kesalahan penyajian yang disengaja atau
manipulasi teridentifikasi, prosedur audit untuk memperluas kesimpulan audit dari tanggal
interim sampai dengan akhir periode tidak akan efektif.
Di lain pihak, pelaksanaan prosedur audit sebelum akhir periode dapat membantu auditor
mengidentifikasi hal-hal signifikan pada tahap awal audit, sehingga auditor dapat
memecahkan masalah tersebut dengan bantuan manajemen atau mengembangkan suatu
pendekatan audit yang efektif untuk mengatasi hal tersebut.
Lebih lanjut, prosedur audit tertentu dapat dilaksanakan hanya pada saat atau setelah akhir
periode, misalnya:
a) Pencocokan laporan keuangan dengan catatan akuntansi;
b) Pemeriksaan penyesuaian yang dibuat selama penyusunan laporan keuangan; dan
c) Prosedur untuk merespons suatu risiko bahwa, pada akhir periode, entitas mungkin
telah menandatangani kontrak penjualan yang tidak semestinya, atau transaksi yang
mungkin belum terselesaikan.
Faktor relevan lebih lanjut yang berdampak terhadap pertimbangan auditor ketika
melaksanakan prosedur audit mencakup hal-hal berikut ini:
a) Lingkungan pengendalian.
b) Ketika informasi relevan tersedia (misalnya, arsip elektronik dapat dihapus melalui
penumpukan tulisan setelah tanggal laporan posisi keuangan, atau prosedur yang
diamati mungkin terjadi hanya pada saat tertentu).
c) Sifat risiko (misalnya, jika terdapat risiko digelembungkannya pendapatan untuk
mencapai laba yang diharapkan dengan cara menciptakan perjanjian penjualan palsu
setelah tanggal laporan posisi keuangan, auditor mungkin harus memeriksa kontrak
yang tersedia pada tanggal di akhir periode).
d) Periode atau tanggal yang berhubungan dengan bukti audit.

c. Luas prosedur audit


Luas prosedur audit perlu ditentukan setelah mempertimbangkan materialitas, risiko yang
telah dinilai, dan tingkat keyakinan yang ingin diperoleh auditor. Ketika tujuan audit
tercapai dengan kombinasi berbagai prosedur, luas setiap prosedur dipertimbangkan secara
terpisah. Secara umum, prosedur audit akan lebih luas sejalan dengan meningkatnya risiko
kesalahan penyajian material. Misalnya, dalam merespons risiko kesalahan penyajian
material yang telah dinilai yang disebabkan oleh kecurangan, peningkatan ukuran sampel
atau pelaksanaan prosedur analitis substantif dengan tingkat yang lebih rinci mungkin
merupakan langkah yang tepat. Namun, meningkatnya luas prosedur audit tersebut efektif
hanya jika prosedur audit tersebut relevan dengan risiko kecurangan tersebut.
Penggunaan teknik audit berbantuan komputer (computerassisted audit techniques atau
CAATs) memungkinkan pengujian yang lebih luas terhadap transaksi elektronik dan arsip
akun, yang berguna ketika auditor memutuskan untuk memodifikasi luas pengujian,
misalnya, dalam merespons risiko kesalahan penyajian material yang disebabkan oleh
kecurangan. Teknik tersebut dapat digunakan untuk memilih sampel transaksi dari
arsipelektronik utama, untuk menyortasi transaksi dengan karakteristik khusus, atau untuk
menguji keseluruhan populasi namun bukan terhadap sampel.

d. Pertimbangan spesifik atas entitas sektor publik


Untuk audit entitas sektor publik, mandat audit dan ketentuan audit khusus lainnya
mungkin dapat memengaruhi pertimbangan auditor terhadap sifat, saat, dan luas prosedur
audit lebih lanjut.

e. Pertimbangan spesifik bagi entitas yang lebih kecil


Untuk audit entitas yang sangat kecil, tidak terdapat banyak aktivitas pengendalian yang
dapat diidentifikasi oleh auditor, atau luas keberadaan atau operasinya yang telah
didokumentasikan oleh entitas mungkin terbatas. Dalam beberapa kasus, akan lebih efisien
bagi auditor untuk melaksanakan prosedur audit lanjutan yang mengutamakan prosedur
substantif. Namun, dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, tidak adanya aktivitas
pengendalian atau komponen pengendalian lainnya dapat membuat auditor tidak mungkin
memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat.

f. Penentuan Risiko Lebih Tinggi (Ref: Para. 7(b))


Ketika memperoleh bukti audit yang lebih meyakinkan karena penilaian risiko yang lebih
tinggi, auditor dapat meningkatkan kuantitas bukti, atau memperoleh bukti yang lebih
relevan atau andal, misalnya, dengan menekankan pada pemerolehan bukti dari pihak
ketiga atau dengan memperoleh bukti penguat dari sejumlah sumber yang independen.

3. Pengujian Pengendalian
a. Perancangan dan Pelaksanaan Pengujian Pengendalian (Ref: Para. 8)
Pengujian atas pengendalian dilaksanakan hanya untuk pengendalian yang auditor yakini
tepat dirancang untuk mencegah, atau mendeteksi, dan mengoreksi kesalahan penyajian
material atas suatu asersi. Jika terdapat pengendalian yang sangat berbeda yang digunakan
pada waktu yang berbeda selama periode audit, maka setiap pengendalian tersebut
dianggap sebagai hal yang terpisah.
Pengujian atas efektivitas operasi pengendalian berbeda dengan pemerolehan pemahaman
tentang dan pengevaluasian terhadap rancangan dan implementasi pengendalian. Namun,
jenis prosedur audit yang sama dapat digunakan. Oleh karena itu, auditor dapat
memutuskan akankah efisien untuk menguji efektivitas operasi pengendalian pada waktu
yang sama dengan pengevaluasian terhadap rancangan pengendalian tersebut dan
penentuan bahwa rancangan tersebut telah diimplementasikan.
Lebih lanjut, walaupun beberapa prosedur penilaian risiko mungkin tidak dirancang secara
spesifik sebagai pengujian pengendalian, namun hal tersebut dapat memberikan bukti audit
tentang efektivitas operasi pengendalian tersebut dan, sebagai akibatnya, berfungsi sebagai
pengujian pengendalian. Sebagai contoh, prosedur penilaian risiko oleh auditor mencakup:
a) Permintaan keterangan tentang penggunaan anggaran oleh manajemen.
b) Mengamati pembandingan anggaran beban bulanan dengan realisasinya yang
dilakukan manajemen.
c) Memeriksa laporan yang berkaitan dengan investigasi atas jumlah penyimpangan
antara anggaran dengan realisasinya.
Prosedur audit ini memberikan pengetahuan tentang rancangan kebijakan anggaran entitas
dan apakah kebijakan tersebut telah diimplementasikan, tetapi dapat juga memberikan
bukti audit tentang efektivitas pengoperasian kebijakan anggaran dalam mencegah atau
mendeteksi kesalahan penyajian material atas klasifikasi dalam penggolongan beban.
Di samping itu, auditor dapat merancang pengujian pengendalian untuk dilaksanakan
secara bersamaan dengan pengujian rinci atas transaksi yang sama. Walaupun tujuan
pengujian pengendalian berbeda dari tujuan pengujian rinci, tujuan keduanya dapat dicapai
secara bersamaan dengan melakukan pengujian pengendalian dan pengujian rinci untuk
transaksi yang sama, yang juga dikenal sebagai pengujian bertujuan ganda. Misalnya,
auditor dapat merancang, dan mengevaluasi hasil dari suatu pengujian untuk memeriksa
suatu faktur untuk menentukan apakah faktur tersebut telah disetujui dan untuk
memberikan bukti audit substantif suatu transaksi. Pengujian bertujuan ganda dirancang
dan dievaluasi dengan mempertimbangkan setiap pengujian secara terpisah.
Dalam beberapa kasus, auditor mungkin sulit untuk merancang prosedur substantif yang
efektif yang dengan sendirinya dapat memberikan bukti audit yang cukup dan tepat pada
tingkat asersi.3 Hal ini dapat terjadi pada saat entitas melakukan bisnisnya dengan
menggunakan teknologi informasi dan tidak ada dokumentasi transaksi yang dihasilkan
atau disimpan, selain melalui sistem teknologi informasi. Dalam hal ini, paragraf 8(b)
mensyaratkan auditor untuk melaksanakan pengujian pengendalian yang relevan.

b. Bukti Audit dan Keandalan yang Ingin Dituju (Ref: Para. 9)


Suatu tingkat keyakinan yang lebih tinggi dapat dicapai melalui efektivitas operasi
pengendalian ketika pendekatan yang diterapkan terutama terdiri dari pengujian
pengendalian, khususnya jika tidak mungkin atau tidak praktis untuk memperoleh bukti
audit yang cukup dan tepat hanya dari prosedur substantif.

c. Sifat dan Luas Pengujian


1). Pengendalian Prosedur audit lainnya yang dikombinasikan dengan permintaan
keterangan (Ref: Para. 10(a))
Permintaan keterangan saja tidak cukup untuk menguji efektivitas operasi
pengendalian. Oleh karena itu prosedur audit lain dilakukan dengan mengombinasikan
dengan permintaan keterangan. Oleh karena itu, permintaan keteranganyang
dikombinasikan dengan inspeksi atau pengulangan prosedur pelaksanaan kembali
(reperformance) mungkin dapat menghasilkan tingkat keyakinan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan permintaan keterangan dan obervasi, karena observasi hanya
relevan pada waktu tertentu pada saat observasi tersebut dilakukan.
Sifat pengendalian tertentu berdampak pada jenis prosedur yang diperlukan untuk
memperoleh bukti audit apakah pengendalian tersebut sudah beroperasi secara efektif.
Misalnya, apabila efektivitas operasi dibuktikan dengan adanya dokumentasi, auditor
mungkin dapat memutuskan untuk melakukan inspeksi untuk memperoleh bukti
tentang efektivitas operasi tersebut. Namun, untuk pengendalian lainnya, kemungkinan
dokumentasi tidak tersedia atau tidak relevan. Misalnya, dokumentasi atas operasi
mungkin tidak ada untuk beberapa faktor dalam lingkungan pengendalian seperti
penetapan wewenang dan tanggung jawab, atau untuk beberapa jenis aktivitas
pengendalian, seperti aktivitas pengendalian yang dilakukan dengan komputer. Dalam
situasi tersebut, bukti audit yang menyatakan efektivitas operasi dapat diperoleh
melalui permitaan keterangan yang dikombinasikan dengan prosedur audit lainnya
seperti observasi atau penggunaan teknik audit berbantuan komputer
2). Luas Pengujian Pengendalian
Ketika dibutuhkan bukti audit yang lebih meyakinkan berkaitan dengan efektivitas
pengendalian, adalah semestinya dilakukan dengan menambah pengujian atas
pengendalian. Untuk meningkatkan keyakinan terhadap pengendalian, hal-hal yang juga
dapat dipertimbangkan oleh auditor dalam menentukan pengujian pengendalian mencakup
berikut ini:
a) Frekuensi dilakukannya pengendalian oleh entitas selama periode tersebut.
b) Lamanya waktu selama periode audit yang di dalamnya auditor dapat mengandalkan
efektivitas pengendalian operasi.
c) Tingkat penyimpangan yang diharapkan dari suatu pengendalian.
d) Relevansi dan keandalan bukti audit yang diperoleh yang berkaitan dengan efektivitas
operasi pengendalian tersebut pada tingkat asersi.
e) Luasnya bukti audit yang diperoleh dari pengujian atas pengendalian lainnya terhadap
asersi.
SA 530 “Sampling Audit” berisi panduan lebih lanjut tentang luas pengujian tersebut.
A29.
Oleh karena proses pengolahan teknologi informasi mempunyai sifat konsistensi, auditor
mungkin tidak perlu untuk meningkatkan luas pengujian terhadap suatu pengendalian
otomatis. Suatu pengendalian otomatis dapat diharapkan berfungsi secara konsisten,
kecuali jika program yang digunakan (termasuk tabel, arsip, atau data permanen lainnya
yang digunakan oleh program) berubah. Pada saat auditor menentukan bahwa
pengendalian otomatis berfungsi seperti yang diharapkan (yang dapat dilakukan pada saat
pertama kali pengendalian tersebut diterapkan atau pada tanggal lain), auditor dapat
mempertimbangkan dilakukannya pengujian untuk menentukan apakah pengendalian
tersebut berfungsi efektif secara berkelanjutan. Pengujian tersebut mungkin termasuk
menentukan:
a) Perubahan terhadap program tidak dilakukan tanpa didasarkan pada pengendalian tepat
atas perubahan program;
b) Versi program yang telah diotorisasi digunakan untuk memproses transaksi; dan
c) Pengendalian umum lainnya yang relevan adalah efektif.
Pengujian tersebut mungkin juga mencakup penentuan bahwa perubahan program tidak
dilakukan, yang mungkin terjadi ketika entitas menggunakan paket aplikasi perangkat
lunak tanpa adanya modifikasi atau pemeliharaan terhadap paket aplikasi tersebut.
Misalnya, auditor dapat melakukan inspeksi atas catatan administrasi keamanan teknologi
informasi untuk memperoleh bukti audit bahwa akses yang tidak diotorisasi tersebut tidak
terjadi selama periode tersebut.
3). Pengujian atas pengendalian tidak langsung (Ref: Para. 10(b))
Dalam kondisi tertentu, mungkin diperlukan untuk memperoleh bukti audit yang
mendukung efektivitas operasi pengendalian tidak langsung. Misalnya, ketika auditor
memutuskan untuk menguji efektivitas laporan reviu atas penyimpangan yang dibuat oleh
pengguna yang merinci penjualan yang melebihi batas kredit yang diotorisasi, penalaahan
dan tindak lanjut yang dilakukan oleh pengguna merupakan pengendalian yang secara
langsung relevan bagi auditor. Pengendalian atas akurasi informasi dalam laporan tersebut
(misalnya, pengendalian umum teknologi informasi) dijelaskan sebagai pengendalian
“tidak langsung”.
Oleh karena proses pengolahan teknologi informasi mempunyai sifat konsistensi, bukti
audit tentang implementasi pengendalian aplikasi otomatis, pada saat dipertimbangkan
dalam kombinasi dengan bukti audit tentang efektivitas operasi pengendalian umum
entitas (secara khusus, perubahan pengendalian), dapat juga memberikan bukti audit
penting tentang efektivitas operasi.
4). Saat Pengujian Pengendalian Periode kepercayaan yang dituju (Ref: Para. 11)
Bukti audit yang relevan hanya pada waktu tertentu mungkin cukup untuk tujuan auditor,
misalnya, pada saat pengujian pengendalian atas penghitungan fisik persediaan milik
entitas pada akhir periode. Jika, di lain pihak, auditor bermaksud untuk mengandalkan
pada suatu pengendalian dalam satu periode, maka adalah tepat jika auditor melakukan
pengujian yang mampu memberikan bukti audit bahwa pengendalian beroperasi secara
efektif pada waktu yang relevan dalam periode tersebut. Pengujian seperti itu mungkin
mencakup pengujian atas pemantauan entitas terhadap pengendalian.
5). Penggunaan bukti audit yang diperoleh selama periode interim (Ref: Para. 12(b))
Faktor relevan dalam menentukan bukti audit tambahan apa yang diperoleh tentang
pengendalian yang dioperasikan selama periode sisa setelah suatu periode interim
mencakup:
a) Signifkansi risiko yang ditentukan atas kesalahan penyajian material pada tingkat
asersi.
b) Pengendalian khusus yang telah diuji selama periode interim, dan perubahan penting
atas pengendalian tersebut sejak pengendalian tersebut diuji, termasuk perubahan
dalam sistem informasi, proses, dan karyawan.
c) Tingkat bukti audit atas efektivitas operasi pengendalian tersebut diperoleh.
d) Lamanya sisa periode.
e) Luas prosedur substantif lebih lanjut yang auditor ingin kurangi berdasarkan keyakinan
auditor atas pengendalian.
f) Lingkungan pengendalian.
Bukti audit tambahan dapat diperoleh, misalnya, dengan menambah pengujian
pengendalian atas sisa periode atau menguji pemantauan oleh entitas terhadap
pengendalian.
6). Penggunaan bukti audit yang diperoleh dari audit sebelumnya (Ref: Para. 13)
Dalam kondisi tertentu, bukti audit yang diperoleh dari audit periode lalu dapat
memberikan bukti audit ketika auditor melakukan prosedur audit untuk membuat
pengacuan untuk audit periode kini. Misalnya, dalam melaksanakan audit periode lalu,
auditor mungkin telah menentukan bahwa pengendalian otomatis berfungsi sesuai dengan
tujuannya. Auditor dapat memperoleh bukti audit untuk menentukan apakah perubahan
yang telah terjadi pada pengendalian otomatis di periode kini memengaruhi fungsi
efektivitas pengendalian tersebut sampai audit periode kini melalui, misalnya, permintaan
keterangan dari manajemen dan melakukan inspeksi atas catatan perubahan untuk
mengindikasikan pengendalian apa yang telah berubah. Pertimbangan terhadap bukti audit
tentang perubahan ini dapat mendukung peningkatan atau pengurangan bukti audit yang
harus diperoleh pada periode kini berkaitan dengan efektivitas operasi pengendalian.
7). Pengendalian yang telah berubah dari audit sebelumnya (Ref: Para. 14(a))
Perubahan dapat memengaruhi relevansi bukti audit yang diperoleh dalam audit
sebelumnya seperti kemungkinan tidak lagi sebagai basis untuk diandalkan secara
berkelanjutan. Misalnya, perubahan dalam suatu sistem yang memungkinkan entitas untuk
menerima suatu laporan baru dari dari sistem yang kemungkinan tidak memengaruhi
relevansi bukti audit yang diperoleh dalam audit sebelumnya; namun, perubahan yang
menyebabkan data yang diakumulasi atau dihitung dengan cara yang berbeda mempunyai
pengaruh atas relevansi bukti audit.
8). Pengendalian yang tidak berubah dari audit periode lalu (Ref: Para. 14(b))
Keputusan auditor mengenai apakah akan mengandalkan pada bukti audit yang diperoleh
dari audit periode lalu untuk:
(a) Pengendalian yang belum berubah sejak terakhir kali diuji; dan
(b) Pengendalian yang bukan merupakan pengendalian yang menurunkan suatu risiko
signifikan, merupakan suatu pertimbangan profesional. Di samping itu, jeda waktu untuk
pengujian kembali pengendalian tersebut juga merupakan pertimbangan profesional, tetapi
hal tersebut disyaratkan oleh paragraf 14(b) untuk dilakukan sekurangkurangnya sekali
setiap tiga kali audit.
Secara umum, makin tinggi risiko kesalahan penyajian material, atau makin besar
kepercayaan yang diandalkan pada pengendalian, maka makin pendek jeda waktu untuk
pengujian kembali. Faktor yang dapat mengurangi periode pengujian kembali
pengendalian, atau mengakibatkan tidak diandalkannya bukti audit yang diperoleh dalam
audit periode lalu, mencakup hal berikut ini:
a) Suatu defisiensi dalam lingkungan pengendalian.
b) Defisiensi dalam pemantauan pengendalian.
c) Adanya unsur proses manual yang signifikan dalam pengendalian relevan tersebut.
d) Pergantian karyawan yang berdampak signifikan terhadap aplikasi pengendalian.
e) Perubahan kondisi yang menunjukkan perlunya perubahan dalam pengendalian.
f) Defisiensi dalam pengendalian umum teknologi informasi.
Ketika terdapat beberapa pengendalian yang diperoleh dari audit periode lalu, yang auditor
ingin andalkan sebagai bukti audit, maka pengujian terhadap beberapa pengendalian dalam
setiap audit memberikan informasi yang mendukung tentang efektivitas lingkungan
pengendalian hingga audit periode kini. Hal ini berpengaruh pada keputusan auditor
mengenai tepat atau tidak tepatnya auditor untuk mengandalkan pada bukti audit yang
diperoleh dari audit periode lalu.
9). Penilaian terhadap Efektivitas Operasi Pengendalian (Ref: Para. 16-17)
Kesalahan penyajian material yang diidentifikasi oleh prosedur audit merupakan indikator
yang kuat akan adanya defisiensi signifikan dalam pengendalian internal.
Konsep efektivitas operasi pengendalian mengakui bahwa penyimpangan dapat terjadi
dalam berbagai cara yang diterapkan oleh entitas tersebut. Penyimpangan dari
pengendalian yang telah ditentukan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
pergantian karyawan utama, fluktuasi musiman signifikan dalam jumlah transaksi, dan
kesalahan manusia. Tingkat penyimpangan yang terdeteksi, khususnya ketika
dibandingkan dengan tingkat penyimpangan yang diharapkan, dapat mengindikasikan
bahwa pengendalian tidak dapat diandalkan untuk menurunkan risiko pada tingkat asersi
sebagaimana yang telah dinilai oleh auditor.

4. Prosedur Substantif (Ref: Para. 18)


Paragraf 18 mensyaratkan auditor untuk merancang dan melaksanakan prosedur substantif
untuk setiap golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan, tanpa memperhatikan
risiko yang telah dinilai atas kesalahan penyajian material. Ketentuan ini mencerminkan
fakta bahwa:
(a) penilaian risiko oleh auditor merupakan suatu pertimbangan dan mungkin tidak dapat
mengidentifikasi semua risiko kesalahan penyajian material; dan
(b) terdapat keterbatasan bawaan dalam pengendalian internal, termasuk di dalamnya
pengabaian pengendalian oleh manajemen.
a. Sifat dan Luas Prosedur Substantif
Sesuai dengan kondisi, auditor dapat menentukan bahwa:
a) Hanya melaksanakan prosedur analitis substantif saja sudah cukup untuk menurunkan
risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima. Misalnya, ketika penentuan risiko
auditor didukung oleh bukti audit yang diperoleh dari pengujian pengendalian.
b) Hanya pengujian rinci yang sudah memadai.
c) Kombinasi prosedur analitis substantif dan pengujian rinci merupakan prosedur yang
paling responsif terhadap risiko yang telah dinilai.
Prosedur analitis substantif secara umum lebih dapat diterapkan untuk transaksi dalam
jumlah yang besar yang cenderung dapat diperkirakan setiap waktu. SA5205 “Prosedur
Analitis.” menetapkan ketentuan dan panduan tentang penerapan prosedur analitis selama
audit.
Sifat risiko dan asersi merupakan hal yang relevan untuk merancang pengujian rinci.
Misalnya, pengujian rinci yang terkait dengan asersi keberadaan atau keterjadian dapat
melibatkan pemilihan dari pos yang terdapat dalam laporan keuangan dan memperoleh
bukti audit yang relevan. Di lain pihak, pengujian rinci yang terkait dengan asersi
kelengkapan dapat melibatkan pemilihan dari pos yang diharapkan ada di dalam laporan
keuangan yang relevan dan melakukan investigasi apakah pos tersebut telah dimasukkan.
Oleh karena penilaian risiko kesalahan penyajian material mempertimbangkan
pengendalian internal, luas prosedur substantif mungkin perlu ditingkatkan pada saat hasil
pengujian pengendalian tidak memuaskan. Namun, penambahan luas prosedur audit hanya
tepat dilakukan jika prosedur audit tersebut relevan dengan risiko spesifik.
Dalam merancang pengujian rinci, luas pengujian secara umum biasanya
mempertimbangkan ukuran sampel. Namun, masalah lainnya juga relevan untuk
diperhatikan, termasuk di dalamnya apakah lebih efektif untuk melakukan pengujian
dengan cara lain. Lihat SA 500 “Bukti Audit,”
c. Pertimbangan Apakah Prosedur Konfirmasi Eksternal Dilaksanakan (Ref: Para. 19)
Prosedur konfirmasi eksternal sering kali relevan ketika ditujukan ke asersi yang berkaitan
dengan saldo akun dan unsurnya, tetapi tidak terbatas pada saldo akun dan unsurnya
tersebut. Misalnya, auditor dapat meminta konfirmasi eksternal tentang syarat-syarat
perjanjian, kontrak, atau transaksi antara entitas dengan pihak lain. Prosedur konfirmasi
eksternal juga dapat dilakukan untuk mendapatkan bukti audit tentang tidak adanya
beberapa kondisi. Misalnya, suatu permintaan mungkin khusus untuk mendapatkan
penegasan tidak adanya “perjanjian tambahan (side agreement)” yang mungkin relevan
untuk asersi pisah batas pendapatan entitas. Situasi lainnya di mana prosedur konfirmasi
eksternal mungkin merupakan bukti audit yang relevan dalam merespons risiko yang telah
dinilai atas kesalahan penyajian material mencakup:
a) Saldo bank dan informasi lain yang relevan dengan hubungan perbankan.
b) Saldo piutang usaha dan syarat-syaratnya.
c) Sediaan yang berada di tangan pihak ketiga dalam gudang kawasan berikat untuk
diproses lebih lanjut atau dalam kondisi konsinyasi.
d) Akta kepemilikan properti yang dipegang oleh pengacara atau konsultan keuangan
untuk penyimpanan yang aman atau sebagai jaminan.
e) Investasi yang dipegang oleh pihak ketiga untuk keamanan penyimpanan, atau dibeli
dari pialang saham namun belum diterima pada tanggal laporan posisi keuangan.
f) Jumlah yang terutang kepada kreditur, termasuk ketentuan yang relevan untuk
pembayaran dan ketentuan pembatasannya (covenants).
g) Saldo utang usaha dan ketentuannya.
Meskipun konfirmasi eksternal dapat memberikan bukti audit relevan atas asersi-asersi
tertentu, namun terdapat beberapa asersi yang diperoleh dari konfirmasi eksternal kurang
memberikan bukti audit relevan. Misalnya, konfirmasi eksternal kurang memberikan bukti
audit atas ketertagihan saldo piutang usaha, apabila dibandingkan bukti yang diberikan
oleh konfirmasi tersebut atas keberadaannya.
Auditor dapat menentukan bahwa prosedur konfirmasi eksternal untuk tujuan tertentu
dapat memberikan suatu peluang untuk memperoleh bukti audit tentang hal lainnya.
Misalnya, permintaan konfirmasi untuk saldo bank sering kali juga memasukkan
permintaan untuk memberikan informasi relevan untuk asersi laporan keuangan lainnya.
Pertimbangan tersebut dapat memengaruhi keputusan auditor untuk melakukan prosedur
konfirmasi eksternal.
Faktor yang dapat membantu auditor dalam menentukan apakah prosedur konfirmasi
eksternal perlu dilakukan sebagai prosedur audit substantif mencakup:
a) Pengetahuan pihak yang akan dikonfirmasi tentang hal pokok: hasil konfirmasi dapat
lebih andal jika diberikan oleh pihak yang memiliki pengetahuan memadai tentang
informasi yang dikonfirmasi.
b) Kemampuan atau kesediaan pihak yang dikonfirmasi untuk memberikan respons:
misalnya, pihak yang dikonfirmasi:
1) Mungkin tidak menerima tanggung jawab untuk memberikan jawaban atas
permintaan konfirmasi;
2) Mungkin mempertimbangkan bahwa pemberian respons terlalu mengonsumsi
biaya atau waktu;
3) Mungkin mempunyai kekhawatiran tentang potensi timbulnya kewajiban hukum
sebagai akibat pemberian respons;
4) Mungkin mempertanggungjawabkan transaksi dalam mata uang yang berbeda; atau
5) Mungkin beroperasi di suatu lingkungan yang di dalamnya pemberian respons
terhadap permintaan konfirmasi bukan merupakan aspek siginfikan dalam operasi
sehari-hari.
Dalam situasi tersebut, pihak yang dikonfirmasi dapat tidak memberikan respons,
memberikan respons secara tidak resmi, atau mungkin berusaha membatasi
pengandalan terhadap respons tersebut.
c) Objektivitas pihak yang dikonfirmasi: jika pihak yang dikonfirmasi adalah pihak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan entitas, respons atas permintaan konfirmasi
mungkin menjadi kurang andal.
d. Prosedur Substantif Terkait dengan Proses Tutup Buku Laporan Keuangan (Ref: Para.
20 (b))
Sifat, dan juga luas, pemeriksaan auditor atas entri jurnal dan penyesuaian lainnya
tergantung pada sifat dan kompleksitas proses pelaporan keuangan entitas dan risiko
kesalahan penyajian material yang terkait.
e. Prosedur Substantif yang Responsif terhadap Risiko Signifikan (Ref: Para. 21)
Paragraf 21 SA ini mensyaratkan auditor untuk melakukan prosedur substantif yang secara
khusus memberikan respons atas risiko yang telah ditetapkan auditor sebagai risiko yang
signifikan. Bukti audit dalam bentuk konfirmasi eksternal yang diterima langsung oleh
auditor dari pihak yang dikonfirmasi dapat membantu auditor untuk memperoleh bukti
audit dengan tingkat keandalan tinggi yang diperlukan auditor untuk merespons risiko
signifikan atas kesalahan penyajian material, yang disebabkan karena kecurangan atau
kesalahan. Misalnya, jika auditor mengidentifikasi bahwa pihak manajemen berada di
dalam tekanan untuk memenuhi target laba, kemungkinan akan timbul risiko bahwa pihak
manajemen menggelembungkan pendapatan dengan mengakui pendapatan yang tidak
semestinya terkait dengan perjanjian penjualan yang tidak memuat ketentuan pengakuan
pendapatan atau membuat faktur sebelum pengiriman barang. Dalam kondisi ini, auditor
dapat, misalnya, merancang prosedur konfirmasi eksternal tidak hanya untuk melakukan
konfirmasi atas jumlah saldo piutang, namun juga untuk melakukan konfirmasi atas
rincian perjanjian penjualan, termasuk tanggal, hak melakukan retur, dan ketentuan
pengiriman barang. Selain itu, untuk mendukung konfirmasi eksternal, auditor dapat
mengidentifikasi bahwa mungkin lebih efektif untuk menambahkan prosedur permintaan
keterangan kepada personel dalam entitas yang bukan bagian keuangan mengenai
perubahan dalam perjanjian penjualan dan ketentuan pengiriman barang.
f. Saat Prosedur Substantif (Ref: Para. 22-23)
Dalam hampir semua situasi, bukti audit dari prosedur audit substantif periode lalu
memberikan sedikit atau tidak memberikan sama sekali bukti audit untuk periode kini.
Namun, ada beberapa pengecualian, misalnya, opini hukum yang diperoleh dalam audit
periode lalu yang berkaitan dengan struktur perubahan aset menjadi sekuritas yang tidak
ada perubahan yang terjadi, yang mungkin masih relevan untuk periode audit kini. Dalam
hal ini, merupakan hal yang tepat untuk menggunakan bukti audit dari prosedur substantif
audit periode lalu jika bukti tersebut dan hal pokok yang terkait di dalamnya tidak berubah
secara fundamental, dan prosedur audit telah dilakukan untuk membuat pengacuan untuk
audit periode kini.
g. Penggunaan Bukti Audit yang Diperoleh Selama Suatu Periode Interim (Ref: Para. 22)
Dalam kondisi tertentu, auditor dapat menentukan bahwa merupakan hal efektif untuk
melakukan prosedur substantif pada suatu tanggal interim, dan untuk membandingkan dan
merekonsiliasi informasi tentang saldo pada akhir periode dengan informasi yang dapat
dibandingkan pada saat tanggal interim tersebut untuk:
(a) Mengidentifikasi jumlah yang tampak tidak biasa;
(b) Menginvestigasi jumlah yang tidak biasa tersebut; dan
(c) Melakukan prosedur analitik substantif atau pengujian rinci untuk menguji periode
antara periode interim sampai dengan tanggal laporan posisi keuangan.
Pelaksanaan prosedur substantif pada suatu tanggal interim tanpa melakukan prosedur
tambahan di tanggal kemudian meningkatkan risiko bahwa auditor tidak akan mendeteksi
kesalahan penyajian material yang mungkin ada pada saat tanggal laporan posisi
keuangan. Risiko ini meningkat seiring bertambahnya periode antara interim dengan
tanggal laporan posisi keuangan. Faktor berikut ini dapat memengaruhi apakah perlu untuk
melakukan prosedur substantif pada suatu tanggal interim:
a) Lingkungan pengendalian dan pengendalian lain yang relevan.
b) Ketersediaan informasi yang dibutuhkan pada tanggal kemudian untuk dilakukannya
prosedur oleh auditor.
c) Tujuan prosedur substantif.
d) Risiko kesalahan penyajian material yang ditentukan.
e) Sifat golongan transaksi atau saldo akun dan asersi yang terkait.
f) Kemampuan auditor untuk melakukan prosedur substantif yang tepat atau kombinasi
prosedur substantif dan pengujian pengendalian untuk mencakup periode antara
interim sampai dengan tanggal laporan posisi keuangan dalam rangka menurunkan
risiko bahwa kesalahan penyajian yang mungkin ada pada tanggal laporan posisi
keuangan akan tidak terdeteksi.
Faktor-faktor seperti di bawah ini mungkin dapat memengaruhi dilakukannya prosedur
analitik substantif pada periode di antara tanggal interim dan tanggal laporan posisi
keuangan:
a) Apakah saldo golongan transaksi atau saldo akun tertentu per tanggal laporan posisi
keuangan dapat secara wajar diperkirakan jumlahnya, tingkat signifikansinya, dan
komposisinya.
b) Apakah prosedur entitas untuk menganalisis dan menyesuaikan golongan transaksi
atau saldo akun tersebut pada tanggal interim dan prosedur untuk menetapkan pisah
batas akuntansi sudah tepat.
c) Apakah sistem informasi yang relevan dengan pelaporan keuangan akan memberikan
informasi yang cukup tentang saldo pada tanggal laporan posisi keuangan dan
transaksi dalam periode di antara tanggal interim dan tanggal laporan posisi keuangan
cukup untuk memungkinkan dilakukannya investigasi atas:
1) Transaksi atau entri yang tidak wajar dan signifikan (termasuk yang terjadi pada
tanggal laporan posisi keuangan);
2) Penyebab lain fluktuasi signifikan, atau fluktuasi yang diharapkan namun tidak
terjadi; dan
3) Perubahan dalam komposisi golongan transaksi atau saldo akun.
h. Kesalahan penyajian yang diketahui pada suatu tanggal interim (Ref: Para. 23)
Jika auditor menyimpulkan bahwa sifat, saat, dan luas prosedur substantif yang
direncanakan yang mencakup periode di antara tanggal interim dan tanggal laporan posisi
keuangan perlu dimodifikasi sebagai akibat dari kesalahan penyajian yang tidak
diperkirakan terjadi pada tanggal interim, modifikasi tersebut mungkin berupa perluasan
atau pengulangan prosedur yang telah dilakukan pada tanggal interim tersebut pada
tanggal laporan posisi keuangan.

5. Kecukupan Penyajian dan Pengungkapan (Ref: Para. 24)


Penilaian terhadap penyajian keseluruhan laporan keuangan, termasuk pengungkapan
terkait, berkaitan dengan apakah laporan keuangan tersebut telah disajikan sedemikian
rupa dengan cara menyajikan penggolongan dan penjelasan informasi keuangan, serta
bentuk, pengaturan, dan isi laporan keuangan serta catatan yang ditambahkan dengan
tepat. Hal ini mencakup, misalnya, istilah yang digunakan, jumlah rincian yang diberikan,
klasifikasi pos dalam laporan keuangan, serta basis jumlah yang ditetapkan.

6. Evaluasi terhadap Kecukupan dan Ketepatan Bukti Audit (Ref: Para. 25–27)
Audit atas laporan keuangan adalah suatu proses kumulatif dan berulang. Selama auditor
melakukan prosedur audit yang direncanakan, bukti audit yang diperoleh dapat
menyebabkan auditor untuk melakukan modifikasi sifat, saat, serta luas prosedur lain yang
direncanakan. Suatu informasi dapat menjadi perhatian auditor karena berbeda secara
signifikan dengan informasi yang menjadi basis penilaian risiko. Misalnya,
a) Luas kesalahan penyajian yang dideteksi oleh auditor dengan melakukan prosedur
substantif dapat mengubah pertimbangan auditor tentang penilaian risiko dan dapat
menunjukkan adanya kekurangan signifikan dalam pengendalian intern.
b) Auditor mungkin menyadari kekurangan dalam catatan akuntansi, atau bukti yang
bertentangan atau hilang.
c) Prosedur analitis yang dilakukan pada tahap penelaahan secara menyeluruh terhadap
audit dapat menunjukkan risiko kesalahan penyajian material yang belum diketahui
sebelumnya.
Dalam kondisi demikian, auditor mungkin perlu untuk mengkaji ulang prosedur audit yang
telah direncanakan, berdasarkan atas pertimbangan yang telah diubah atas risiko yang telah
ditetapkan untuk seluruh atau sebagian golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan
dan asersi terkait. SA315 memberikan panduan lebih lanjut dalam merevisi penilaian
risiko auditor.
Auditor tidak dapat menganggap bahwa kecurangan atau kesalahan merupakan kejadian
yang terisolasi. Oleh karena itu, pertimbangan mengenai bagaimana mendeteksi kesalahan
penyajian dapat memengaruhi risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai adalah
penting dalam menentukan apakah penilaian risiko kesalahan penyajian masih tepat.
Pertimbangan auditor untuk menentukan bukti audit cukup dan layak dipengaruhi oleh
faktor-faktor berikut ini:
a) Signikansi potensi kesalahan penyajian dalam asersi dan kemungkinan kesalahan
penyajian tersebut berdampak material, baik secara individu maupun gabungan dengan
potensi kesalahan penyajian lainnya, terhadap laporan keuangan.
b) Efektivitas respons dan pengendalian manajemen untuk menangani risiko tersebut.
c) Pengalaman yang diperoleh selama audit sebelumnya yang berkaitan dengan kesalahan
penyajian potensial yang sama.
d) Hasil prosedur audit yang dilaksanakan, termasuk apakah prosedur audit tersebut
mengidentifikasi contoh spesifik tentang kecurangan atau kekeliruan.
e) Sumber dan keandalan informasi yang tersedia.
f) Kepersuasifan bukti audit.
g) Pemahaman atas entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal entitas.

7. Dokumentasi (Ref: Para. 28)


Bentuk dan luasnya dokumentasi audit merupakan masalah pertimbangan profesional, dan
dipengaruhi oleh sifat, ukuran, dan kompleksitas entitas serta pengendalian internalnya,
ketersediaan informasi dari entitas dan metodologi audit serta teknologi yang digunakan
dalam audit
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Rick Hayes, Philip Wallage dan Hans Gortemaker. 2017. Prinsip-Prinsip Pengauditan
International Standars on Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Publik Indonesia. 2013. Standar Audit (“SA”) 330 Respons Auditor terhadap
Risiko yang Telah Dinilai

Anda mungkin juga menyukai