STRATA 2
PERSETUJUAN BANGUNAN
GEDUNG (PBG), sebelumnya IMB
PERSYARATAN ,PELAKSANAAN
BANGUNAN GEDUNG
Marwan Massinai.ST.MSc.IAI
2 KEKERINGAN
3 LETUSAN GUNUNG API.
BENCANA ALAM
4
5 PUTTING BELIUNG
6 KEBAKARAN HUTANG
BENCANA ALAM
7 GEMPA BUMI.
8 TANAH LONGSOR
GELOMBANG
9 PASANG/ABRASI
BENCANA ALAM
10 GEMPA BUMITSUNAMI
ANCAMAN BENCANA BANJIR
BAHAYA TINGGI
BAHAYA SEDANG
BAHAYA RENDAH
Sumber: Kementerian PU Pera
2
BENCANA ALAM
3
Wilayah Indonesia Rawan dari Ancaman Erupsi Gunungapi
127 kabupaten/kota berada di zona bahaya sangat tinggi,tsunami > 5 meter; 3,2 juta jiwa
46 kabupaten/kota berada di zona bahaya tinggi , tsunami 3-5 meter; 758 ribu jiwa
12
26 kabupaten/kota berada di zona bahaya sedang , tsunami 1-3 meter; 109 ribu jiwa
Wilayah Indonesia Rawan Tsunami
(Bagaimana Mewujudkan Negara Maritim yang Rawan Tsunami?)
Antara 1629 sampai 2014 terdapat 173 kejadian tsunami besar dan kecil
BENCANA ALAM
7
Seismo-Tektonik Indonesia
BAHAYA TINGGI
BAHAYA SEDANG
BAHAYA RENDAH
Kewajiban penggunaan SIMBG diatur melalui Permen PUPR Kewajiban Penerbitan PBG melalui sistem elektronik (SIMBG)
dengan standar pelayanan yang sama dan terkontrol oleh
Pemerintah Pusat
Penyelenggaraan operasional diatur lebih lanjut melalui Perda Penyelenggaraan operasional oleh Pemda sesuai NSPK
Bangunan Gedung Pemerintah Pusat (tidak lagi diamanatkan adanya Perda)
Pengaturan lebih lanjut diamanatkan ke dalam PP, Perpres, Pengaturan lebih lanjut hanya diamanatkan ke dalam PP
Permen, dan SE. (substansi teknis dari Perpres, Permen, dan SE yang eksisting
sudah diakomodir)
UNDANG-UNDANG NOMOR 26
1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN
RUANG
UNDANG-UNDANG NOMOR 32
2 TAHUN 2009 TENTANG
PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
3 UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002
TENTANG BANGUNAN GEDUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
11 TAHUN 2020
TENTANG CIPTA KERJA YANG BERKAITAN
DENGAN BANGUNAN GEDUNG
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN
4 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1
6 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN
DAN KAWASAN PERMUKIMAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
11 TAHUN 2020
TENTANG CIPTA KERJA YANG BERKAITAN
DENGAN BANGUNAN GEDUNG
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014
7 tentang Kelautan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5603)
KAB/KOTA
Persetujuan
, RDTRKP SLF SLFn KT RTB
8
Bangunan
2 LINGKUNG PERENCANAA
Gedung
PELAKSANAAN
PEMANFAATA PEMBONGKARA
AN N N N
3 PEMBANGUNAN KI
4 PELESTARIAN PA
5 PENYEDIA JASA
6
mendapatkan
KETERANGAN :
pernyataan pemenuhan standar teknis bangunan gedung dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur
1
UNDANG-UNDANG
NOMOR 26 TAHUN 2007
TENTANG PENATAAN
RUANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2020
TENTANG CIPTA KERJA
1 UNDANG-UNDANG NOMOR
PENATAAN RUANG
26 TAHUN 2007 TENTANG
RUANG adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang
Struktur ruang adalah susunan pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana sarana yang berfungsi sebagai pendukug kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan
. ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budi daya
UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN
1 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
TATA RUANG ADALAH WUJUD STRUKTUR RUANG DAN POLA RUANG
STRUKTUR RUANG
RUANG adalah wadah yang adalah susunan pusat POLA RUANG adalah
meliputi ruang darat, ruang permukiman dan sistem
laut, dan ruang udara, distribusi peruntukan ruang
jaringan prasarana sarana dalam suatu wilayah yang
termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah, yang berfungsi sebagai
pendukug kegiatan sosial
meliputi peruntukan ruang
tempat manusia dan makhluk
lain hidup, melakukan ekonomi masyarakat yang untuk fungsi lindung dan
kegiatan, dan memelihara secara hierarki memiliki peruntukan ruang untuk
kelangsungan hidupnya hubungan fungsional fungsi budi daya
UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN
1 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
PASAL 14
Ayat 2 Rencana umum tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat 1)
huruf a secara hirarki terdiri atas
RPPLH
SELANJUTNYA DISINGKAT
KLHS ADALAH
RANGKAIAN ANALISIS YANG
SISTEMATIS, MENYELURUH,
DAN PARTISIPATIF UNTUK
MEMASTIKAN BAHWA
RENCANA PERLINDUNGAN DAN PRINSIP PEMBANGUNAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BERKELANJUTAN TELAH
YANG SELANJUTNYA DISINGKAT RPPLH MENJADI DASAR DAN
ADALAH PERENCANAAN TERTULIS YANG TERINTEGRASI DALAM
MEMUAT POTENSI, MASALAH PEMBANGUNAN SUATU
LINGKUNGAN HIDUP, SERTA UPAYA
WILAYAH DAN/ATAU
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAANNYA
DALAM KURUN WAKTU TERTENTU.
KEBIJAKAN, RENCANA, DAN/
ATAU PROGRAM.
ANALISIS MENGENAI DAMPAK
LINGKUNGAN HIDUP YANG
SELANJUTNYA DISEBUT AMDAL
ADALAH KAJIAN MENGENAI
DAMPAK PENTING PADA
LINGKUNGAN HIDUP DARI SUATU
BANGUNAN GEDUNG
adalah wujud fisik hasil
pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan ternpat
kedudukannya, sebagian atau
seluruhnya berada di atas
dan/ atau di dalam tanah
dan/ atau air, yang berfungsi
sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau
DIDALAM TANAH tempat tinggal, kegiatan keagamaan,
kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya,
maupun kegiatan khusus
PENYELENGGARAAN
BANGUNAN gedung adalah 1 PERENCANAAN TEKNIS
kegiatan pembangunan yang
meliputi perencanaan teknis dan
pelaksanaan konstruksi, serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian, 2 PELAKSANAAN KONSTRUKSI
dan pembongkaran
3 PEMANFAATAN
5 PEMBONGKARAN 4 PELESTARIAN
PERENCANAAN PELESTARIAN
TEKNIS
PELAKSANAAN
KONSTRUKSI
PEMBONGKARAN
PEMANFAATAN
PENGATURAN BANGUNAN GEDUNG
BERTUJUAN UNTUK :
1. mewujudkan bangunan gedung yang
fungsional dan sesuai dengan tata
bangunan gedung yang serasi dan
selaras dengan lingkungannya;
2. mewujudkan tertib penyelenggaraan
bangunan gedung yang menjamin
keandalan teknis bangunan gedung dari
segi keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan;
3. mewujudkan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan bangunan gedung
(1) Dokumen rencana teknis diajukan kepada Pemerintah Daerah
kabupaten/kota untuk memperoleh PBG sebelum
pelaksanaan konstruksi.
(2) Dalam hal BGFK, dokumen rencana teknis diajukan kepada
Menteri.
(3) PBG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
membangun Bangunan Gedung atau prasarana Bangunan Gedung
baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat Bangunan
Gedung atau prasarana Bangunan Gedung
(1) Konsultasi perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (4) huruf a dilakukan melalui
pemeriksaan terhadap dokumen rencana teknis.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Pemeriksaan oleh TPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap Bangunan Gedung berupa
rumah tinggal tunggal 1 (satu) lantai dengan luas paling banyak
72 m2 dan rumah tinggal tunggal 2 (dua) lantai dengan luas lantai paling banyak 90 m2.
(4) Pemeriksaan oleh TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan terhadap Bangunan Gedung selain Bangunan
Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam hal Bangunan Gedung yang memerlukan pertimbangan
aspek adat, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat melibatkan masyarakat adat.
(6) Dalam hal BGCB, TPA melibatkan tenaga ahli cagar budaya.
(7) Dalam hal BGH, TPA melibatkan tenaga ahli BGH.
(8) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
paling banyak 5 (lima) kali dalam kurun waktu paling lama 28 (dua
puluh delapan) hari kerja.
(9) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan
pertama kali dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak pengajuan
pendaftaran.
FUNGSI BANGUNAN GEDUNG
PASAL 6
(1) Fungsi bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 harus digunakan sesuai
dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam
RDTR.
(2) Fungsi bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dicantumkan
dalam Persetujuan Bangunan Gedung.
(3) Perubahan fungsi bangunan gedung
harus mendapatkan persetujuan kembali dari
Pemerintah Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
mempeolah persetujuan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG
Pasal 7
(1) Setiap bangunan gedung harus
MEMENUHI STANDAR TEKNIS
bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan
klasifikasi bangunan gedung.
(2) Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah
tanah dan/atau air untuk bangunan
gedung harus dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
(3) Dalam hal bangunan gedung merupakan
bangunan gedung adat dan cagar budaya,
bangunan gedung mengikuti ketentuan
khusus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Pasal 15
(1) Penerapan pengendalian
dampak lingkungan hanya berlaku
bagi BANGUNAN GEDUNG YANG
DAPAT MENIMBULKAN DAMPAK
PENTING TERHADAP LINGKUNGAN.
(2) Pengendalian dampak
lingkungan pada gedung
sebagaimana dimaksud pada
dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK (1) PENYELENGGARAAN BANGUNAN
INDONESIA NOMOR Undang- 1 GEDUNG meliputi kegiatan pembangunan,
pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran.
Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
(2) Dalam penyelenggaraan bangunan
Pasal 34 gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
2 penyelenggara berkewajiban MEMENUHI
STANDAR TEKNIS bangunan gedung
BANGUNAN gedung.
Pasal 35 STANDAR.
(5) Penyedia jasa PERENCANA KONSTRUKSI
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus
5 merencanakan bangunan gedung dengan acuan standar
teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1).
Pasal 35 STANDAR.
(1) PELAKSANAAN KONSTRUKSI
1 sebagaimana dalam pasal 35 ayat 1 dilakukan
mendapatkan PERSETUJUAN BANGUNAN
GEDUNG
b. berpotensi menimbulkan
bahaya dalam
pemanfaatan bangunan
gedung dan/atau
lingkungannya
Pasal 39 (1) Bangunan gedung dapat
DIBONGKAR apabila:
C. tidak memiliki
PEMBONGKARAN PERSETUJUAN BANGUNAN
GEDUNG;
d. ditemukan
KETIDAKSESUAIAN antara
PELAKSANAAN DAN
RENCANA TEKNIS
BANGUNAN GEDUNG yang
tercantum dalam persetujuan
saat dilakukan inspeksi
bangunan gedung
Pasal 39 (2) BANGUNAN GEDUNG YANG
DAPAT DIBONGKAR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b DITETAPKAN OLEH
PEMBONGKARAN PEMERINTAH PUSAT ATAU
PEMERINTAH DAERAH Sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan hasil
pengkajian teknis dan berdasarkan
norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
Pasal 39 (3) PENGKAJIAN TEKNIS bangunan
gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), KECUALI UNTUK RUMAH
TINGGAL, dilakukan oleh PENGKAJI
PEMBONGKARAN TEKNIS
(4) PEMBONGKARAN BANGUNAN
GEDUNG yang mempunyai dampak
luas terhadap keselamatan umum dan
lingkungan harus DILAKSANAKAN
BERDASARKAN RENCANA TEKNIS
PEMBONGKARAN yang telah disetujui
oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan norma,
standar,prosedur dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
PEMBONGKARAN
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pembongkaran bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Pasal 40
tentang Bangunan Gedung
(1) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik
bangunan gedung mempunyai hak:
a. mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Pusat
atas rencana teknis bangunan gedung yang telah
memenuhi persyaratan;
b. melaksanakan pembangunan bangunan gedung
sesuai dengan persetujuan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah
c. mendapatkan SURAT KETETAPAN
BANGUNAN GEDUNG dan/ atau
lingkungan yang dilindungi dan
dilestarikan dari Pemerintah Pusat;
Gedung;
Bangunan Gedung;
f. standar BGFK;
1
Permen PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
ATURAN YANG TERKAIT
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BANGUNAN GEDUNG
2
Permen PU No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan
ATURAN YANG TERKAIT
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BANGUNAN GEDUNG
3
Permen PUPR No. 11/PRT/M/2018
tentang
Tim Ahli Bangunan Gedung, Pengkaji
Teknis, dan Penilik Bangunan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
PENGKAJI TEKNIS
Pengkaji Teknis adalah orang perseorangan atau
badan usaha, baik yang
berbadan hukum maupun tidak berbadan
hukum, yang mempunyai
sertifikat kompetensi kerja kualifikasi ahli atau
sertifikat badan usaha untuk
melaksanakan pengkajian teknis atas
kelaikan fungsi Bangunan Gedung.
Gedung; dan/atau
Pemeriksaan visual
Pengujian nondestruktif; dan/atau
Pengujian destruktif
Pemilik/pengguna bangunan gedung menggunakan jasa
pengkaji teknis dalam rangka:
1. pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung eksisting untuk
penerbitan SLF pertama kali;
2. pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung untuk perpanjangan
SLF;
3. pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung pada masa
pemanfaatan bangunan gedung;
4. pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung pasca bencana; atau
5. pemeriksaan berkala bangunan gedung.
Panduan Penggunaan Peralatan Non-Destruktif Tertentu
1) P e n g u jia n m enggunakan a la t R e b o u n d T es t H a m m e r / C o n cre te T e s t
1 ) P e n g a m a t a n v i s u a l m e n g g u n a k a n a l a t T h e r m a l I m a g in g C a m e r a H a m m e r / P a lu B e t o n
P a lu b e to n a d a la h a la t yang d ig u n a k a n u n tu k m e n g e ta h u i keseragam an
T h e r m a l I m a g in g C am era a d a la h k a m era yang m e n d e te k s i panas d a la m
m a te r ia l b e to n ta n p a m e r u s a k s tr u k tu r . T e r d a p a t b e b e r a p a m a c a m p a lu
re n ta n g s in a r in fr a m e ra h , y a itu s e k ita r 9 0 0 - 1 4 .0 0 0 nm dan b e to n y a itu :
m e n n g u b a h n y a m e n ja d i t a y a n g a n g a m b a r a t a u v id e o b e rw a rn a h ita m • P a lu b e to n tip e N u n tu k m e n g u ji b e to n dengan k e te b a la n 100 m m
p u t ih . K a m e r a in i d a p a t ‘m e l ih a t ’ s e m u a o b y e k d a l a m k o n d is i g e l a p t o t a l a t a u le b i h d e n g a n u k u r a n p a r t ik e l m a k s im u m 3 2 m m .
• P a lu b e to n tip e N R d ile n g k a p i dengan k erta s p e n c a ta t. N ila i-n ila i
s e k a li p u n
le n t in g a n d ic a t a t s e b a g a i b a r c h a r t d a n m am pu m e n c a ta t h a s il 4 0 0 0
2 ) C ara P en ggu n aan
te s t.
A ra h k a n T h e r m a l I m a g in g C a m e r a k e obyek yan g d itin ja u . L a y a r d is p la y • P a lu b e to n tip e LR b ero p era si pada te k a n a n en e rgi tig a k a li le b ih
akan m e n aya n gk an ga m b a ra n obyek sesuai den gan s u h u n y a . B a g ia n k e c il, id e a l u n tu k k e te b a la n d in d in g 50 – 100 m m a ta u u n tu k
o b y e k y a n g b e r s u h u t i n g g i a k a n b e r w a r n a m e r a h m e n g a r a h k e p u t ih . m e n g u ji k o m p o n e n y a n g k e c il.
2) C ara P en ggu n aan
S e d a n g k a n y a n g b e r s u h u r e n d a h b e r w a r n a b i r u m e n g a r a h k e v io le t
L e ta k k a n b a ta n g p e n e k a n p a lu b e to n p a d a b e r m u k a a n b e to n y a n g a k a n d iu ji
3 ) O b y e k y a n g d ip e rik s a
secara te g a k lu r u s , te ta p k a n te k a n a n yang d ig u n a k a n dan te k a n p a lu
I n s t a l a s i li s t r i k , s y s t e m p la m b in g a i r m in u m / a i r li m b a h b e to n sam pai b a ta n g penekan m e n g h ila n g , le p a s k a n p a lu b e to n . N ila i
le n tin g a n y a n g d itu n ju k k a n p a d a la y a r a d a la h n ila i k e k u a t a n b e to n s a a t
te s / a k tu a l la p a n g a n u n tu k d ib a n d in g k a n dengan n ila i k e k u a ta n b e to n
ren can a.
3) O b y e k y a n g d ip e rik s a
K o lo m , b a lo k s t ru k tu r
Ilu s t r a s i P e m e r ik s a a n m e n g g u n a k a n R e b o u n d T e s t H a m m e r / C o n c r e te T e s t
H a m m e r/ P a lu B e to n
I lu s t r a s i P e m e r ik s a a n m e n g g u n a k a n T h e r m a l Im a g in g C a m e r a
Hal - 96
Panduan Penggunaan Peralatan Non-Destruktif Tertentu
Hal - 97
Panduan Penggunaan Peralatan Non-Destruktif Tertentu
1 ) P e n g u k u ran J a ra k m e n g g u n ak an L a se r D is ta n ce M e te r 1 ) P e n g u jia n m e n g g u n a k a n a la t C la m p M e te r
L a s e r D is to M e te r m e ru p a k an a la t u n tu k m en gu k u r ja rak m e n g g u n a k an C la m p m e te r a d a la h a la t y a n g d ig u n a k a n u n tu k m e n g u k u r a ru s lis trik A C ,
la se r. v o lta se A C d a n D C , tah a n a n , d a n k o n tin u ita s a ru s lis trik .
2 ) C a ra P e n g g u n aan 2 ) C ara P en ggu n aan
• A ra h k a n s in a r la se r p ad a titik y a n g a k a n d iu k u r ja ra k n y a . S in a r la se r k o n d u k to r y a n g a k a n d iu k u r. Y a k in k a n tid a k a d a k o n d u k to r la in d a la m
Hal - 98
PENILIK BANGUNAN GEDUNG
Penilik Bangunan Gedung yang selanjutnya
disebut Penilik adalah orang perseorangan
yang memiliki kompetensi diberi tugas oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya untuk melakukan
inspeksi terhadap penyelenggaraan Bangunan
Gedung
Pasal 6