Anda di halaman 1dari 72

BAB I

KONSEP TUHAN, ALAM DAN MANUSIA DALAM ISLAM

A. Konsep Tuhan
1. Definisi Tuhan
Demi memudahkan dalam memberikan definisi Tuhan, sebaiknya definisi itu
diambil dari apa yang dijabarkan Al-Qur‟an. Perkataan "ilah", yang selalu
diterjemahkan "Tuhan" di dalam Al-Qur'an dipakai untuk menyatakan berbagai objek,
yang dibesarkan atau dipentingkan manusia. Misalnya, di dalam Q.S.25:43, Q.S.28:38
dan Q.S 45:23 berikut ini :

              

         

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci
mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?(Q.S.Al-Jatsiyah : 23)

Definisi "Tuhan" atau "ilah" yang tepat, berdasarkan logika al-Qur'an sebagai
berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai (didominir) oleh-Nya
(sesuatu itu).
Perkataan "dipentingkan" hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya
yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan
atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan
bahaya atau kerugian.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memberikan definisi al ilah (Tuhan) sebagai
berikut: Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati; tunduk kepadanya,
merendahkan diri di hadapannya, takut dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo'a dan bertawakkal kepadanya untuk

Modul Pendidikan Agama Islam 1


kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan
di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.

2. Wujud Tuhan
Tuhan tidak akan dikenal jika tidak menciptakan alam semesta. Alam merupakan
penampakan lahir Tuhan. Semua yang ada di alam semesta merupakan bukti yang
jelas terhadap adanya Tuhan. Unsur-unsur perwujudan serta benda-benda alam
inipun mengukuhkan pendapat kita bahwa di situ ada Maha Pencipta dan Pengatur.
Al-Qur‟an seringkali mengajak kita supaya menyaksikan, meneliti serta
memikirkan kenyataan-kenyataan ini. Allah berfirman :

             

              

     


“ Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptakan kamu dan pada
binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini, Dan pada pergantian malam dan siang
dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu
bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berakal.” (Q.S. Al-Jatsiah : 3-5)
Al-Quran mengisyaratkan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap insan,
dan hal tersebut merupakan fitrah (bawaan) manusia sejak asal kejadiannya. Para
alim ulama menyebutnya sebagai gharizah keagamaan. Demikian dipahami dari
firman-Nya dalam QS Al-A'raf : 172 :

              

             
“ Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan
kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.

Berdasarkan ayat diatas bahwa pengakuan akan Tuhan telah ada dalam diri
manusia sejak manusia pertama kali diciptakan. Ketika masih dalam bentuk roh, dan

Modul Pendidikan Agama Islam 2


sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji keimanan manusia terhadap-Nya dan saat
itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi. Sehingga menurut ulama,
pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia memang sudah
mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis akan ingat
keberadaan Tuhan. Al-Qur'an menegaskan ini dalam surah Az-Zumar : 8 dan surah
Luqman :32.
3. Hakikat Dzat Tuhan
Hakikat Dzat Tuhan itu tidak dapat diketahui oleh akal, tidak akan
dicapai cara pemecahannya dan tidak mungkin dapat memperoleh
keputusan terakhir, sebab memang fikiran manusia itu terbatas tidak
sampai kepada persoalan itu. Allah SWT berfirman :

         

“ Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
yang kelihatan;dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.”(Q.S.Al-An‟am :
103 ).
               

              

            
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya
Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah
ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat
melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya
gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar
kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku
orang yang pertama-tama beriman”.(Q.S. Al-A‟raaf : 143).
Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah
kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak
itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah
nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat
diukur dengan ukuran manusia.

Modul Pendidikan Agama Islam 3


Dalam hal ini ada sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, “Fikirkan
sajalah apa-apa yang diciptakan Allah dan jangan kamu memikirkan tentang Dzatnya
Allah, sebab kamu pasti tidak dapat mencapai tujuan itu”.

B. Konsep Alam

Al Qur‟an ternyata lebih maju dengan menutup lubang logika awal terciptanya
Langit dan bumi dengan menggunakan Frase kata “jadilah” atau “kun fayakuun‟ yang
merupakan frase ke-Maha Kuasaan.
Al-Qur‟an menjelaskan secara detail tentang penciptaan langit dan bumi
diantaranya yaitu Al Qur‟an surat 7:54, 10:3, 11:7, 21:30, 25:59, 32:4, 57:4, 41:9-12 dan
79:27-33. Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Anbiyaa 21:30 Allah Berfirman mengenai keadaan
Bumi dan langit saat awal mula:

              

     

“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada
juga beriman?”

Bahkan dalam Al-Qur‟an Surat Al-Fushshilat 9-12, Allah menjelaskan tentang


urutan penciptaan alam :

              

Katakanlah: "Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam
dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah
Rabb semesta alam".

               

Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya
dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.

Modul Pendidikan Agama Islam 4


              

 
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap,
lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan
suka hati".
              

      


Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap
langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang
cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang
Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.

Tafsir Ibnu Katsir untuk surat 41:9-11 juga menyatakan bahwa: Penciptaan Bumi
dan Penciptaan langit dibicarakan secara terpisah. Allah berfirman bahwa Ia menciptakan
Bumi terlebih dahulu, karena itu adalah Fondasi, dan Fondasi harus dibangun terlebih
dahulu baru kemudian atap.

C. Konsep Manusia
1. Hakikat Manusia
Konsep manusia dalam Islam, diambil dari ayat al-Quran dan Hadits. Menurut
surat Al-Mu‟minun ayat 12-16, manusia diciptakan Allah dari intisari tanah yang
dijadikan nuhtfah dan disimpan di tempat yang kokoh. Kemudian nuthfah itu dijadikan
darah beku, darah beku itu dijadikan mudghah, mudghah dijadikan tulang, tulang yang
dibalut dengan daging dan kemudian dijadikan Allah makhluk lain. Surat As-Sajdah
ayat 7-9 selanjutnya menjelaskan bahwa setelah kejadian manusia dalam kandungan
mengambil bentuk, ditiupkanlah ruh oleh Allah swt. Kedalamnya dan dijadikan
pendengaran, penglihatan dan perasaan. Hadist yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah swt kedalam janin setelah ia mengalami
perkembangan 40 hari nuthfah ,40 hari alaqah dan 40 hari mudgah.
Berdasarkan ayat dan hadist tersebut diatas, jelas bahwa manusia hakikatnya
terdiri dari dua unsur, materi dan immateri, jasmani dan ruhani.

Modul Pendidikan Agama Islam 5


Menurut Prof. Dr. H. Afif Muhammad bahwa hakikat manusia terdiri dari dua
unsur yaitu: unsur bawah dan unsur atas. Unsur bawah yang dimaksud adalah tanah,
jasad (turab, basyar) sedangkan unsur atas adalah ruh yang dimasukkan ke janin.
Dengan demikian, apabila kita menghubungkan ayat dan hadits juga pendapat-
pendapat diatas dengan QS.Adz-Dzaariyat : 56, maka kita dapat mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang terdiri unsur jasmani dan ruhani yang berkewajiban
untuk mengabdi (ibadah).

2. Proses Penciptaan Manusia


Al-Qur‟an telah menjelaskan dua unsur manusia yaitu jasad dan ruh. Keduanya
diciptakan oleh Allah swt melalui proses dan tahapan tertentu. Namun kebanyakan
ayat-ayat al-Qur‟an yang bertebaran di surat-surat yang berkenaan dengan penciptaan
manusia membicarakan tentang proses penciptaan unsur jasad. Proses atau tahapan-
tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
Penciptaan jasad pertama diawali dari tanah, hal tersebut dijelaskan dalam Al-
Qur‟an surat al-Hajj ayat 5 :

                 

                 

             

              

       


Artinya : “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian
dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging
yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada
kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang
sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada
yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah
diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan
air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang indah.

Modul Pendidikan Agama Islam 6


Ayat ini dengan jelas menceritakan proses penciptaan manusia mulai dari Adam as
yang diciptakan dari tanah sampai kepada anak cucu Adam yang diciptakan dengan
proses reproduksi yaitu dari sperma.
Proses tersebut menurut Al-Qur‟an surat al-Hajj : 5 adalah sebagai berikut :
pertama, al-Qur‟an menjelaskan berkaitan dengan penciptaan asal manusia dari tanah.
Yang dimaksud disini adalah manusia pertama yaitu Adam as. yang diciptakan dari
tanah liat, dan lumpur hitam (QS.al-Hijr : 28-29). Jadi sampai disini, kita dapat melihat
asal penciptaan manusia (Adam as) adalah dari tanah. Tanah ini merupakan unsur
pembentuk jasad yang dalam istilah Afif Muhammad disebut unsur bawah. Kedua, Al-
Qur‟an menjelaskan dalam proses penciptaan setelah Adam as (anak cucu adam)
melalui proses penjabaran yang cukup panjang (Evolusi). Proses tersebut diawali
dengan penciptaan sperma dari sari pati tanah , kemudian Allah menciptakan dari sari
pati itu sperma yang ditumpahkan, dalam ayat lain sperma yang hina, sperma yang
memancar. Ketiga, kemudian sperma berproses menjadi „alaqah (segumpal darah),
kemudian „alaqah berproses menjadi mudghah (segumpal daging), setelah itu menjadi
bayi. Surat Al-Mu‟minun : 14 menjelaskan proses reproduksi yang dijelaskan dalam
QS. Al-Hajj : 5 yaitu dengan tambahan informasi bahwa setelah „alaqah menjadi
mudhgah, dan sebelum menjadi bayi, ada proses mudghah menjadi „idhama fa kasauna
al-„idhama lahman (tulang belulang yang dibungkus kulit). Kemudian tulang belulang
yang dibungkus kulit itu berbentuk bayi dan akhirnya keluarlah (thifla). Dalam ayat
lain terkadang Al-Qur‟an menginformasikan proses penciptaan manusia secara singkat,
misalnya dalam surat Al-Kahfi : 38 , proses penciptaan manusia berawal dari tanah
kemudian sperma, kemudian manusia sempurna.
Selama proses berlangsung dari nuthfah ke „alaqah dan seterusnya, al-Qur‟an
menyebutkan ada satu peristiwa yang hanya Allah swt. yang tahu. Peristiwa itu adalah
ditiupkan atau dimasukannya ruh oleh Allah swt. ke janin tersebut tidak ada satu ayat
pun yang memberikan jawaban atas pertanyaan kapan dan bagaimana cara masuknya
ruh tersebut. Namun ada keterangan hadits yang menyatakan bahwa masuknya ruh
pada usia janin berumur 4 bulan atau 120 hari. Selanjutnya setelah ditiupkan ruh Allah
menciptakan atau memberikan atau memberikan indra pendengaran dan penglihatan
(QS. 32 : 9 ), bahkan dalam ayat lain ditambahkan dengan qalb atau fuadh (QS. 67 :
23, 17 : 36).

Modul Pendidikan Agama Islam 7


Berdasarkan kepada penjelasan diatas, kita dapat mengurutkan proses penciptaan
manusia itu sebagai berikut :
1) Adam as sebagai manusia pertama diciptakan dari tanah yakni tanah liat dan
lumpur hitam.
2) Anak cucu Adam as. Diciptakan dari sari pati tanah yang kemudian menjadi sperma
yang tertumpah, memancar dan hina.
3) Kemudian setelah sperma menjadi „alaqah, „alaqah menjadi mudhghah lalu ia
menjadi idhaman lahman.
4) Pada saat proses diatas (poin 2 dan 3) berlangsung ditiupkanlah ruh disamping ruh
Allah menciptakan atau memberikan indra pendengaran dan penglihatan dan hati.
5) Setelah sampai pada masa yang telah ditetapkan Allah swt. (kelahiran paling cepat
6 bulan, mayoritas usia 9 bulan dan pendapat lain satu tahun) lalu lahirlah bayi atau
manusia sempurna (thifl, rajul).

3. Istilah-istilah untuk Manusia

Ada tiga kata yang digunakan al-Qur‟an untuk menunjuk kepada manusia :
1) Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin semacam insan, ins,
nas, atau unas
2) Menggunakan kata basyar
3) Menggunakan kata Bani Adam, dzurirat Adam.

4. Potensi Manusia
Setelah kita membahas dan menganalisis tentang hakikat dan penciptaan manusia,
kita telah mencatat hal-hal penting bagaimana al-Qur‟an menyingkap dan menegaskan
tentang hakikat manusia dan proses penciptaannya atau asal mulanya. Diantara
catatan-catatan itu ialah bahwa dengan tegas Al-Qur‟an menyatakan bahwa manusia
berada pada posisi yang tinggi dan mulia, karena manusia memiliki ciri khas yang
membedakan dengan makhluk lainnya yaitu berpikir. Sehingga para ahli manthiq
misalnya mengatakan : artinya :” manusia adalah hewan yang berpikir”
Telah ditemukan sekian ayat yang memuji dan memuliakan manusia, seperti
pernyataan tentang terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-
baiknya (QS. At-Tin : 5), dan penegasan tentang dimuliakannya makhluk ini
dibanding dengan makhluk-makhluk Allah yang lain (Qs. Al-Isra : 70).

Modul Pendidikan Agama Islam 8


Berkaitan dengan penjelasan laqod karonaa banii Adam dan laqod kholaqnal
insana fii ahsani taqwiim, Afif Muhammad mencoba menyusun penjelasan yang
dikutif dari Mu‟jam Gharib al-Qur‟an karya Al-Ashfahani untuk menjelaskan maksud
ayat diatas. Maksud sebaik-baik bentuk itu dalam tiga hal, yaitu:
1) Fisik, dilihat dari manusia adalah makhluk yang paling sempurna dibanding
makhluk lainnya seperti binatang (monyet). Maka agar fisik ini tunduk kepada
Allah ia harus dilatih (riyadhah) sehingga menggerakan seluruh potensi lainnya
untuk berbuat baik atau ibadah. Jika tidak dilatih berbuat baik, maka fisik bisa
menentang kepada hukum Allah. Oleh karena itu fisik membutuhkan riyadhoh.
2) Akal, merupakan hidayah dari Allah. Dengan akal manusia bisa menciptakan
budaya dan mendapatkan ilmu pengetahuan dan mencapai kemajuan. Dengan akal
yang terdidik maka ia menjadi potensi yang sangat besar mencapai kriteria
mu‟min dan khalifah fil Ardh. Namun akal ini pun dapat menjadi sombong karena
tidak tunduk kepada hukum Allah seperti Fir‟aun. Oleh karena itu akal
membutuhkan ta‟lim.
3) Hati, merupakan potensi manusia berkaitan dengan kesadaran atau perasaan. Hati
sangat berperan dalam membawa kebaikan fisik. Jika hatinya kurang baik (buruk),
maka cenderung berbuat kerusakan atau kejahatan. Tetapi jika hatinya baik, maka
baik pula gerak fisiknya. Jika hati tidak terpelihara, maka ia akan dholal (gelap),
bahkan bisa menjatuhkan harkat dan martabatnya lebih hina dari binatang. Oleh
karena itu hati membutuhkan ta‟dhib.
5. Tugas Manusia di Dunia
Secara global tugas manusia berdasarkan Al-Qur‟an sebagai berikut:
1) Mengabdi (ibadah) kepadanya
2) Memurnikan tauhid dari syirik
3) Amar Ma‟ruf nahi munkar
4) Memelihara dan menjaga bumi serta memakmurkannya (isti‟mar).

Modul Pendidikan Agama Islam 9


BAB II

AGAMA ISLAM

A. Pengertian Agama Islam


Dari segi etimologi agama berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu dari kata “a” yang
berarti tidak dan “gama” yang berarti kocar-kacir, kacau balau atau tidak teratur. Jadi
agama adalah sesuatu yang teratur dan tidak kacau. Dengan demikian bahwa agama itu
membawa hidup seseorang ke dalam kehidupan yang penuh keteraturan dan tertata
dengan baik.
Secara terminologis agama didefinisikan oleh para ahli dengan berlainan, sesuai
dengan latar belakang yang dianutnya. Mahmud Syaltut berpendapat bahwa agama
adalah ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup
manusia. Sementara Endang Ansari, memberikan definisi agama sebagai hubungan
manusia dengan suatu kekuatan suci yang dianggapnya lebih tinggi untuk dipuja, diminta
bantuan dalam memecahkan kesulitan hidupnya. Sedangkan Harun Nasution
mendefinisikan agama sebagai ajaran-ajaran yang diwujudkan Tuhan kepada manusia
melalui para rasul-Nya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa agama adalah
ajaran Tuhan yang merupakan ketetapan ilahi untuk manusia yang berisikan tentang
peraturan hidup bagi pedoman hidup manusia.
Sedangkan Kata Islam berasal dari kata `aslama - yuslimu - Islaman' artinya,
tunduk, patuh, menyerahkan diri. Kata Islam terambil dari kata dasar salama atau salima
yang artinya selamat, sejahtera, tidak cacat, tidak tercela. Dari akar kata salama itu juga
terbentuk kata salmun, silmun artinya damai patuh dan menyerahkan diri.
Jadi Agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
Saw untuk disampaikan serta di teruskan kepada seluruh umat manusia yang mengandung
ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan ketentuan-ketentuan ibadah dan muamalah
(syariah) yang menentukan proses berpikir, merasa dan berbuat, dan proses terbentuknya
kata hati.
Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah
menyempurnakan agama ini bagi hamba-hamba-Nya. Allah hanya meridhai Islam

Modul Pendidikan Agama Islam 10


sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang
diterima selain Islam.
B. Pokok-pokok ajaran agama Islam
1. Aqidah
Adalah kepercayaan kepada allah , malaikat , kitab-kitab allah, rasulnya, hari akhir,
qhada dan qadar allah.
2. Syariah
Adalah segala bentuk peribatan baik ibadat khusus yaitu sahadat, solat, puasa dan haji,
maupun ibadah umum (muamalah) seperti hukum publik dan hukum perdata.
3. Akhlak
Adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia dan menimbulkan perbuatan yang
mudah tanpa memerlukan pertimbangan pemikiran. Aqidah merupakan pondasi dari
seluruh ajaran islam , syariah merupakan implementasi ajaran islam yang berdasarkan
aqidah, sedangkan akhlak merupakan produk dari jiwa tauhid.

C. Sumber Ajaran Islam


1. Al-Qur‟an
Secara harfiah Al-Qur'an berarti bacaan sempurna. Al-Qur'an yang menjadi sumber
nilai dan norma umat Islam itu terbagi ke dalam 30 juz (bagian), 114 surat dan 6666 ayat ,
74.499 kata, atau 325345 huruf (atau lebih tepat dikatakan 325345 suku kata kalau dilihat
dari sudut pandang bahasa Indonesia).
Isi pokok yang tekandung dalam Al-Qur‟an yaitu tauhid, tuntutan ibadah, janji
dan ancaman, hukum yang dihajati pergaulan hidup bermasyarakat dan inti sejarah
orang-orang yang tunduk kepada Allah SWT.
Fungsi Al-Qur‟an ada 5 yaitu : 1.) Sebagai pedoman hidup manusia, 2). Sebagai
petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, 3). Sebagai Mukjizat atas kebenaran risalah
Nabi Muhammad SAW, 4). Sebagai sumber hidayah dan syariah 5). Sebagai pembeda
antara yang hak dan Bathil
Seluruh umat Islam sedunia sepakat bahwa Al-Qur‟an adalah suatu kitab yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai sumber Utama dan pedoman hidup
bagi seluruh umat manusia (Q.S. 2 : 185 dan Q.S. 3 : 138) Ia memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam fungsinya sebagai sumber utama rujukan segala hal , baik yang
berhubungan dengan kepercayaan. Peribadatan, moral, perilaku sosial dan Individu.

Modul Pendidikan Agama Islam 11


2. Al-Sunnah/Hadits
Menurut pendapat mayoritas ulama Hadits, Sunnah mengandung arti cara, jalan,
kebiasaan tingkah laku, adat istiadat atau tradisi. Sedangkan menurut istilah, sunnah
adalah tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang mencakup perkataan (qaul),
perbuatan (fi‟il), atau taqrirnya yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang berhubungan
dengan urusan agama yang mendapat perkenan Nabi atau disetujui oleh beliau, yang
biasa disebut dengan istilah sunnah Al-Rasul.
Berdasarkan definisi diatas,Sunnah dibagi tiga yaitu :
a. Sunnah Qauliyah adalah sunnah dalam bentuk perkataan, yang menerangkan
hukum-hukum dan maksud Al-Qur‟an.
b. Sunnah Fi‟liyah yaitu sunah dalam bentuk perbuatan, yang menerangkan cara
pelaksanaan Ibadah, misalnya cara berwudlu, salat dan sebagainya.
c. Sunnah Taqririyah adalah ketetapan Nabi, yaitu diamnya Nabi atas perkataan atau
perbuatan sahabat, tidak ditegur atau dilarangnya.
Fungsi Hadits/sunnah ada tiga yaitu :
a. Sebagai penguat hukum yang sudah ada didalam Al-Qur‟an
b. Sebagai penjelasan atas hukum yang terdapat dalam Al-Qur‟an.
c. Menetapkan hukum-hukum tambahan yang tidak ada didalam Al-Qur‟an

3. Ijtihad.
Kata Ijtihad diambil dari akar kata Jahada bentuk kata masdarnya yaitu Jahdun
dengan arti sesungguhnya atau sepenuh hati, serius. Kemudian kata Juhdun dengan arti
kesanggupan atau berkemampuan yang didalamnya terkandung arti sulit, berat, dan
susah. Jadi ijtihad adalah usaha yang bersungguh-sungguh dalam mengunakan akal
fikiran yang semaksimal mungkin untuk menetapakan suatu hukum yang tidak
ditetapkan secara jelas dalam Al-Qur‟an dan Sunnah/Hadits. Beberapa macam ijtihad
antara lain :
a. Ijma', artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara
yang terjadi.
b. Qiyâs, artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum
suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki
kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara
terdahulu sehingga dihukumi sama.

Modul Pendidikan Agama Islam 12


c. Maslahah murshalah, artinya tindakan memutuskan masalah yang tidak ada nasnya
dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik
manfaat dan menghindari kemudharatan.
d. Sadudz Dzariah, artinya tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh
atau haram demi kepentingan umat.
e. Istishab, artinya tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan
yang bisa mengubahnya.
f. Urf , artinya tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan
masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-
aturan prinsipil dalam Alquran dan Hadis.

D. Peran Agama dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Hidup beragama islam adalah sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang
tertinggi di muka bumi
2. Hidup beragama adalah kehidupan bagi manusia-manusia berakal. Orang yang tidak
berakal sehat tidak memerlukan agama, dan kalaupun mereka beragama namun itu
tidak berfaidah bagi mereka
3. Hidup beragama adalah sesuai dengan fitrah manusia, ini adalah merupakan tuntunan
hati nurani oleh karena itu mereka yang mengingkari agama adalah mereka yang
mendustakan hati nuraninya sendiri
4. Agama dapat membuka jati diri manusia tentang asal , tujuan dan apa yang mesti
dilakukan

Modul Pendidikan Agama Islam 13


BAB III

AQIDAH

A. Pengertian Aqidah
Dalam bahasa Arab aqidah berasal dari kata al-„aqdu (‫)ان َع ْق ُذ‬ ْ yang berarti ikatan, at-
ْ
ُ ٍْ ِ‫ )انزَّىْ ث‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (‫)ا ِإلدْ َكب ُو‬
tautsiiqu (‫ق‬
yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (‫ )ان َّش ْثظُ ثِقُ َّى ٍح‬yang
berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah : „aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak
ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya. Jadi, „Aqidah Islamiyyah adalah
keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan
kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya Rasul-rasul-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk.
Walaupun iman itu merupakan peranan hati yang tidak diketahui oleh orang lain
selain dari dirinya sendiri dan Allah SWT namun dapat diketahui oleh orang melalui
bukti-bukti amalan. Iman tidak pernah berkompromi atau bersekongkol dengan kejahatan
dan maksiat. Sebaliknya iman yang mantap di dada merupakan pendorong ke arah kerja-
kerja yang sesuai dan cocok dengan kehendak dan tuntutan iman itu sendiri. Firman
Allah swt yang berbunyi:

            

      


“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya
(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah
orang-orang yang benar.”(Q.S.Al_Hujurat :15).

Dan dalam firman Allah yang lainnya yang berbunyi :

             

           

           
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman

Modul Pendidikan Agama Islam 14


mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-
orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka.Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.
mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan
serta rezki (nikmat) yang mulia.” (Q.S.Al-Anfal : 2-4)

Iman itu boleh bertambah dan berkurang. Malah Iman seseorang boleh dihinggapi
penyakit. Ada Iman senantiasa bertambah yaitu Iman para Nabi dan Rasul. Ada Iman
yang tidak bertambah atau berkurang yaitu Iman para Malaikat. Ada Iman yang kadang-
kadang bertambah dan ada ketikanya menurun yaitu Iman kebanyakan orang mukmin.

B. Pembagian Aqidah / Tauhid


1. Tauhid Al-Uluhiyyah,
Tauhid Uluhiyyah adalah yakin bahwa hanya Allah saja Tuhan yang patut
disembah, dimohon segala doa, dipatuhi, dicintai, ditakuti, dan tawakkal kepada-Nya.
Seterusnya menerima segala hukum-Nya dengan yakin dan ridha. Di antara ayat al-
Quran yang membicarakan tentang Uluhiyyah Allah adalah seperti berikut. Firman
Allah yang berbunyi:

    


“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan.”

Firman Allah lainnya :

                

 
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.Dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia”.(Q.S.Al-Ikhlas :1-4)

2. Tauhid Ar-Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah adalah mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah
Tuhan yang mencipta alam ini. Mentauhidkan Allah sebagai pencipta, pengurus,
pengatur, pemerintah, pendidik, pemelihara dan pengasuh sekalian alam. Banyak ayat-
ayat al-Quran yang menyebut tentang tauhid Rububiyyah ini. Diantaranya firman
Allah yang berbunyi:

Modul Pendidikan Agama Islam 15


             
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit
dan bumi dengan hak? jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan
mengganti(mu) dengan makhluk yang baru.”(Q.S.Ibrahim :19).

Firman Allah SWT yang lain berbunyi:


                

            
“Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan
gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu;
dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. dan Kami
turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-
tumbuhan yang baik.” (Q.S.Luqman :10).

3. Tauhid Al-Asma' was-Sifat,


Mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak
ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.

C. Ruang lingkup Aqidah

Perkara yang menjadi ruang lingkup aqidah Islam adalah :


1. Kepercayaan tentang Tuhan dengan segala seginya,seperti Allah itu wujud, Esa dan
seluruh sifat-sifat Nya.
2. Hal-hal yang bertalian dengan alam semesta, seperti terjadinya alam, pengutusan para
malaikat, rasul, penerimaan wahyu, qada-qadar serta masalah terbesar yaitu
keakheratan.

D. Tingkatan Aqidah

1. Taqlid, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang diikutinya
tanpa dipikirkan
2. Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas bukti, dan dalil yang jelas, tetapi
belum sampai menemukan hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dengan dalil
yang diperolehnya. Hal ini memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-sanggahan
atau dalil-dalil lain yang lebih rasional dan lebih mendalam.
3. „Ainul yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah
dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan

Modul Pendidikan Agama Islam 16


dengan dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional terhadap
sanggahan-sanggahan yang datang. Ia tidak mungkin terkecoh oleh argumentasi lain
yang dihadapkan kepadanya.
4. Haqqul yakin, Yaitu tingkat keyakinan yang disamping didasarkan atas dalil-dalil
rasional, ilmiah, dan mendalam, dan mampu membuktikan hubungan antara obyek
keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional
selanjutnya dapat menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman
agamanya.

E. Fungsi dan Peranan Aqidah

Fungsi Aqidah ada tiga macam yaitu :


1. Menuntun dan mengembangkan dasar ke-Tuhanan yang dimiliki manusia sejak lahir.
Manusia sejak lahir memiliki potensi keberagaman ( Fitrah ) sehingga sepanjang
hidupnya membutuhkan agama dalam rangka mencari keyakinan terhadap Tuhan.
Aqidah islam berperan memenuhi kebutuhan fitrah manusia pada keyakinan yang
benar tentang Tuhan, tidak menduga-duga atau mengira-ngira, melainkan menunjukan
Tuhan yang sebenarnya
2. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa.
Agama sebagai kebutuhan fitrah akan senantiasa menuntut dan mendorong manusia
untuk terus mencarinya. Aqidah memberikan jawaban yang pasti sehingga kebutuhan
ruhaniyahnya dapat terpenuhi. Ia memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa yang
diperlukannya.
3. Memberikan pedoman hidup yang pasti.
Keyakinan terhadap Tuhan memberikan arahan dan pedoman yang pasti sebab akidah
menunjukan kebenaran keyakinan yang sesungguhnya. Aqidah memberikan
pengetahuan asal dan tujuan hidup manusia sehingga kehidupan manusia akan lebih
jelas dan lebih bermakna
Aqidah islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan mepengaruhi
kehidupan seorang muslim. Abu A‟la Al Maududi menyebutkan pengaruh aqidah tauhid
sebagai berikut :
1. Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik
2. Menanamkan rasa kepercayaan kepada diri sendiri dan tahu diri
3. Menumbuhkan sifat rendah hati atau khidmat
4. Membentuk manusia menjadi jujur dan adil

Modul Pendidikan Agama Islam 17


5. Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan
dan situasi
6. Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme
7. Menanamkan sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko,
bahkan tidak takut maut
8. Menciptakan sikap hidup damai dan ridha
9. Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan peraturan illahi.

F. Bahaya Penyimpangan Aqidah


Penyimpangan pada aqidah biasanya disebabkan oleh sejumlah faktor
diantaranya :
1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan
perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah
yang benar.
2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang
benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima
aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya :
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah,"
mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati
dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga),
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk."
3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang
tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh
panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh
yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan,
atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka
sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan
tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan
kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika
mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh : 23.
5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajaran Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan
ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah
laku dan kebudayaan mereka.

Modul Pendidikan Agama Islam 18


6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga
anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah
memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya,
maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau
memajusikannya" (HR: Bukhari).
7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan
keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam
pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mas media baik
cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya
secara besar-besaran.

Modul Pendidikan Agama Islam 19


BAB IV

SYARI’AH

A. Pengertian Syariah

Secara bahasa : syariah berasal dari kata “syara‟a” berarti menjelaskan atau
menyatakan sesuatu, atau “asysyir‟atu” berarti suatu tempat yang dapat menghubungkan
sesuatu yang lain, untuk sampai pada sumber air yang tak ada habisnya sehingga
membutuhkannya, dan tidak lagi butuh alat untuk mengambilnya.
Secara Istilah : syariah berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah
untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan sesama manusia, dan
hubungan manusia dengan alam semesta.

B. Ruang Lingkup Syari’ah


Ruang lingkup syari‟ah terdiri dari dua aspek yaitu
1. Ibadah Khusus (Mahdhah)
Yaitu ibadah yang pelaksanaannya telah dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad
saw, seperti shalat, puasa. haji. Dalam ibadah seperti ini seorang muslim tidak boleh
mengurangi atau menambah-nambah dari apa saja yang telah diperintahkan Allah dan
dicontohkan oleh Rasulullah. Satu kaidah yang amat penting dalam pelaksanaan
ibadah ini adalah “semua haram, kecuali yang diperintahkan Allah dan dicontohkan
oleh Rasulullah.” Pekerjaan-pekerjaan di luar ketentuan-ketentuan itu dianggap tidak
sah atau batal atau dikenal dengan istilah bid‟ah.
2. Ibadah umum (mu‟amalah)
Yaitu bentuk peribadatan yang bersifat umum dan pelaksanaannya tidak seluruhnya
diberikan contoh langsung dari Nabi SAW. Beliau hanya meletakkan prinsip-prinsip
dasar, sedangkan pengembangannya diserahkan kepada kemampuan dan daya jangkau
pikiran umat. Kaidah umum menyebutkan “ Semua boleh dilakukan, kecuali yang
dilarang Allah dan Rasul-Nya.” Ibadah umum mencakup aturan-aturan keperdataan,
seperti hubungan yang menyangkut ekonomi, bisnis, jual-beli, utang-piutang,
perbankan, perkawinan, pewarisan, dan sebagainya. Juga aturan publik, seperti pidana,
tata negara, dan lain-lain.

Modul Pendidikan Agama Islam 20


C. Prinsip Syari’ah
1. Memudahkan
Dalam pembebanan (taklifi) Islam tidak menyulitkan dan memberatkan. Syari‟at tidak
memberi kesulitan pada manusia dan tidak menyesakkan dada mereka. Allah
berfirman dalam surat Al Baqarah (2) ayat 185 : “ Allah menghendaki kemudahan
bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu”. Dan dalam surat An Nisa (4) ayat
28 : “ Allah hendak memberi keringanan padamu”. Dan Surat Al Maidah (5) ayat 6 :
“ Allah tidak hendak menyulitkan kamu”. Berdasarkan ayat diatas jelaslah bahwa
Allah tidak akan menyulitkan hambanya. Misalnya sholat dikerjakan berdiri, tidak bisa
berdiri dikerjakan sedang duduk, tidak bisa duduk dikerjakan dengan berbaring dan
seterusnya.
2. Kebaikan (Kemashlahatan)
Syari‟at diturunkan Allah untuk kemashlahatan atau kebaikan umat manusia.
Bilamana orang menjalankan syari‟at Islam maka dia akan merasakan manfaatnya.
Misalnya puasa menjadikan orang sehat, diharamkan babi karena merusak kesehatan,
diwajibkan zakat untuk membantu fakir miskin dan lain-lain.

D. Tujuan Syari’ah

Tujuan syariah dalam Islam ada tiga aspek yaitu :


1. Menegakkan kemaslahatan dan menolak kemafsadatan.
Syariah bertujuan memelihara kemaslahatan bagi alam dengan semua makhluknya,
termasuk manusia (Al Anbiya 107), serta menolak kemafsadatan (Hadis : tidak boleh
membinasakan diri dan saling membinasakan).
2. Menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
Syariah menghargai hak azasi manusia (agama, jiwa, akal, keturunan, harta dan
harga diri), mendahulukan kemaslahatan dharury di atas kepentingan pribadi.
3. Menegakkan nilai-nilai kemasyarakatan,
Nilai-nilai yang harus ditegakkan dalam islam adalah : al‟adalah (keadilan),
ukhuwah (persaudaraan), attakaful (solidaritas), al karamah (kemuliaan) dan al
hurriyah (kebebasan). Islam melarang manusia berbuat zalim, dan wajib menolong si
lemah.

Modul Pendidikan Agama Islam 21


BAB V
AKHLAQ

1. Pengertian Akhlaq.
Pengertian Akhlaq Secara Etimologi, perkataan "akhlaq" berasal dari bahasa
Arab jama' dari bentuk mufradnya "Khuluqun" yang menurut logat diartikan: budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Sinonim kata akhlaq ialah tatakrama,kesusilaan, sopan santun (Indonesia); moral,
ethic (Inggris); ethos,ethikos (Yunani). Baik kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya
dapat dijumpai di dalam al Qur'an Surat Al-Qalam, 68:4).
Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar
mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:

1. Ibn Maskawaih
‫ظ دَا ِعٍَخٌ نهَب َ اِنَى اَ ْف َعبنِهَب ِي ٍْ َغٍ ِْش فِ ْك ٍش َوس ُِوٌَّ ٍخ‬
ِ ‫َدبلً نِهَُّ ْف‬
Artinya:
Sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.
2. Imam Al-Ghazali

ِ ‫بج ٍخ اِنَى فِ ْك ٍش َوس‬


‫ُوٌَّ ٍخ‬ ٍ ‫اعخَ ٍخ َع ُْهَب رَصْ ُذ ُس ْا ََل ْف َعبلُ ثِ ُغهُىْ نَ ٍخ َوٌُغ‬
َ ‫ْش ِي ٍْ َغٍ ِْش َد‬ ِ ‫بسحٌ ع ٍَْ هَ ٍْئَ ٍخ فِى انَُّ ْف‬
ِ ‫ظ َس‬ ُ ُ‫اَ ْن ُخه‬
َ َ‫ق ِعج‬
Artinya:
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir
berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan
pertimbangan.
3. Prof. Dr. Ahmad Amin

ِ ُ‫َد َشٍْأ ً فَ َعب َدرُهَب ِه ًَ ْان ًُ َغ ًَّبحُ ثِ ْبن ُخه‬


‫ق‬ ْ ‫ق ثِأَََّهُ عَب َدحُ ْا َِل َسا َد ِح ٌَعْ ُِى أَ ٌَّ ْا ِإل َسا َدحَ اِ َرا‬
ْ ‫اعزَبد‬ َ ُ‫ضهُ ْى ْان ُخه‬
ُ ‫ع ََشفَ ثَ ْع‬
Artinya
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang
dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu
dinamakan akhlak.

Modul Pendidikan Agama Islam 22


2. Ruang Lingkup dan Sumber Akhlaq
Ruang lingkup Akhlak Islam adalah luas merangkum segenap perkara yang
berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia
dan hubungan manusia dengan makhluk lain.
Akhlak islam merupakan system akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada
Tuhan, maka keberadaannya tidak terlepas daripada aqidah Islami. Dengan demikian,
yang menjadi dasar/sumber pokok daripada akhlak islam adalah Al-Qur‟an dan As-
Sunnah yang merupakan sumber utama dari agama islam itu sendiri. Sebagaimana dalam
hadist nabi dikatakan :

ِ‫بة هللا‬ َّ ًَ َ‫َضهُّىْ ا يب َ ر‬


َ َ‫غ ْكزُ ْى ثِ ِه ًَب ِكز‬ ُ ‫ ر ََش ْك‬: ‫صهَّى هللاُ َعهَ ٍْ ِه َو َعهَّ َى‬
ِ ‫ذ فِ ٍْ ُك ْى اَ ْي َشٌ ٍِْ نَ ٍْ ر‬ َ ‫بل انَُّجُّى‬
َ َ‫َظ ث ٍِْ يبَنِ ٍك ق‬ ِ ََ‫ع ٍَْ ا‬
‫َو ُعَُّخَ َو َسعُىْ نِ ِه‬
Artinya:
“ Dari Anas Bin Malik berkata: Bersabda Nabi Saw: Telah kutinggalkan atas kamu
sekalian dua perkara, yang apabila kamu berpegang kepada keduanya, maka tidak akan
tersesat, yaitu Kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya”.
Jadi Sumber akhlaq dalam islam adalah Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul, yang
didalamnya terdapat petunjuk hidup bagi manusia, bahkan bisa mengangkat derajat
manusia disisi Allah SWT.serta mengantarkan manusia untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.
C. Macam-macam Akhlaq
1. Akhlak Terpuji
Akhlak Terpuji (al-mahmudah) atau akhlaq al-karimah artinya sikap dan sifat
yang mulia atau terpuji, yang terkadang disebut dengan budi pekerti yang luhur.
Akhlak mulia suatu sikap atau sifat yang terpuji yang pantas melekat pada diri setiap
Muslim, sehingga menjadi orang yang berbudi baik atau luhur dan memiliki karakter
yang baik pula. Indikator dalam akhlak mulia terbagi menjadi berbagai macam
diantaranya adalah Shiddiq (benar atau jujur), Al-manah (dapat dipercaya),Tabligh
(menyampaikan atau terbuka), Fathanah (cerdas dan cakap), Istiqamah (teguh
pendirian), Ikhlas berbuat atau beramal, Syukur (menerima baik), Sabar (teguh),dan
lain-lain.
2. Akhlak yang tercela
Akhlak tercela atau akhlaq al Madzmumah adalah semua sifat dan tingkah laku
yang berbeda atau berlawanan, bahkan bertentangan dengan sifat-sifat yang telah
disebutkan pada bagian terdahulu (akhlak mulia) tersebut di atas. Jenis akhlak yang

Modul Pendidikan Agama Islam 23


dimaksudkan diantaranya sebagai berikut : Dusta (bohong), Khiyanat (menyia-nyiakan
kepercayaan), Hasad (dengki), Iri hati, Al-Riya (puji diri), Takabbur (sombong), Al-
Tabdzir (boros), Al-Bukhlu (kikir), Bakhil (kikir), Al-Dzulmu (aniaya), Ceroboh, Al-
Buhtaan (bohong), Ingkar janji, Al-Jubnu (pengecut) dan lain-lain.

D. Ciri-ciri Akhlaq Islami


Akhlaq islami mempunyai ciri tersendiri yaitu:
1) Tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu.
2) Akhlaknya mencakup semua aspek kehidupan.
3) Berhubungan dengan nilai-nilai keimanannya
4) Memandang segala sesuatu dengan fitrah yang benar.

E. Tujuan Akhlaq
1. Akhlak yang baik termasuk tanda kesempurnaan iman seseorang, sebagaimana sabda
Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam: “Orang-orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (Dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Shohihul Jami‟, No. 1241)
2. Dengan akhlak yang baik, seorang hamba akan bisa mencapai derajat orang-orang
yang dekat dengan Allah Ta‟ala, sebagaimana penjelasan Rasulullah shalallahu
„alaihi wa sallam dalam sabda beliau: ”Sesungguhnya seorang mukmin dengan
akhlaknya yang baik bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan qiyamul lail.”
(Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami‟, No. 1937)
3. Akhlak yang baik bisa menambah berat amal kebaikan seorang hamba di hari kiamat,
sebagaimana sabda beliau shalallahu „alaihi wa sallam : “Tidak ada sesuatu yang
lebih berat ketika diletakkan di timbangan amal (di hari akhir) selain akhlak yang
baik.” (Shahihul Jami‟, No. 5602)
4. Akhlak yang baik merupakan sebab yang paling banyak memasukkan manusia ke
dalam surga. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah ketika ditanya tentang apa
yang bisa memasukkan manusia ke dalam surga. Beliau menjawab: “Bertakwa
kepada Allah dan akhlak yang baik.” (Riyadhus Shalihin)

Modul Pendidikan Agama Islam 24


BAB VI

MUNAKAHAT

A. Pengertian Nikah

Nikah menurut bahasa berarti menghimpun,sedangkan menurut terminologis


adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya. Pernikahan dalam
arti luas adalah suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan untuk hidup
bersama dalam suatu rumah tangga. Pernikahan dilakukan untuk mendapatkan keturunan
yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syariat islam.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh
kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan memerlukan kematangan dan
persiapan fisik dan mental karena menikah adalah sesuatu yang sakral dan dapat
menentukan jalan hidup seseorang.

B. Dalil dan Hukum Nikah

Dalil Hukum mengenai Pernikahan terdapat didalam Al-Qur‟an diantaranya


dalam Al-Qur‟an Surat An Nuur : 32.

             

     


Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.

Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu
untuk menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam – macam, maka
hukum nikah ini pun terbagi menjadi lima macam.

Modul Pendidikan Agama Islam 25


1. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga
dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan – keperluan lain yang mesti
dipenuhi.
2. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia
akan terjerumus dalam perzinaan. Sabda Nabi Muhammad SAW. :“Hai golongan
pemuda, barang siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah menikah.
Karena sesungguhnya nikah itu menghalangi pandangan (terhadap yang dilarang
oleh agama.) dan memelihara kehormatan. Dan barang siapa yang tidak sanggup,
maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya.” (HR Bukhari
Muslim).
3. Makruh,bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan, Karena tidak
mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain yaitu lemah
syahwat. Firman Allah SWT :“Hendaklah menahan diri orang – orang yang tidak
memperoleh (biaya) untuk nikah, hingga Allah mencukupkan dengan sebagian
karunia-Nya.” (An Nur / 24:33)
4. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau
menyia-nyiakannya.

5. Mubah, bagi orang-orang yang tidak terdesak oleh hal-hal yang mengharuskan segera
nikah atau yang mengharamkannya. Perkawinan hukum asalnya adalah mubah
(boleh). Pada prinsipnya,setiap manusia yang telah memiliki persyaratan untuk
menikah, dibolehkan untuk menikahi seseorang yang menjadi pilihannya. Hal ini
didasarkan atas firman Allah Swt. Dalam surat An-Nisa ayat 3 :
               

             
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Modul Pendidikan Agama Islam 26


C. Rukun dan Syarat Nikah
1. Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar‟i untuk
menikah. Di antara perkara syar‟i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan
misalnya si wanita yang akan dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si
lelaki karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan. Atau, si wanita
sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya misalnya si lelaki
adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya seorang muslimah. Dan
yang paling utama keridhaan dari masing-masing pihak, dengan dalil hadits Abu
Hurairah radhiyallahu „anhu secara marfu‟:

ٌَ‫َلَ رُ ُْ َك ُخ ْاألٌَِّ ُى َدزَّى رُ ْغزَأْ َي َش َوَلَ رُ ُْ َك ُخ ْانجِ ْك ُش َدزَّى رُ ْغزَأْ َر‬

“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai


pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)

Terkecuali bila si wanita masih kecil, belum baligh, maka boleh bagi walinya
menikahkannya tanpa seizinnya.
2. Adanya wali bagi calon mempelai wanita, karena Nabi Shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda:
ًِ‫بح إَِلَّ ثِ َىن‬
َ ‫َلَ َِ َك‬

“Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Al-Khamsah)

Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda:

ِ َ‫ فَُِ َكب ُدهَب ث‬،ٌ‫بطم‬


ٌ‫بطم‬ ِ َ‫ذ ثِ َغٍ ِْش إِ ْر ٌِ َي َىانِ ٍْهَب فَُِ َكب ُدهَب ث‬
ِ َ‫ فَُِ َكب ُدهَب ث‬،ٌ‫بطم‬ ْ ‫أٌَُّ ًَب ا ْي َشأَ ٍح ََ َك َذ‬

“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin wali-walinya maka nikahnya batil,
nikahnya batil, nikahnya batil.” (HR. Abu Dawud)

Apabila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa adanya wali maka
nikahnya batil, tidak sah. Demikian pula bila ia menikahkan wanita lain. Ini
merupakan pendapat jumhur ulama dan inilah pendapat yang rajih. Diriwayatkan hal
ini dari „Umar, „Ali, Ibnu Mas‟ud, Ibnu „Abbas, Abu Hurairah dan Aisyah
radhiyallahu „anhum.

Modul Pendidikan Agama Islam 27


Bila seorang wanita tidak memiliki wali nasab atau walinya enggan
menikahkannya, maka hakim/penguasa memiliki hak perwalian atasnya dengan dalil
sabda Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam:
َّ ِ‫فَبنغ ُّْهطَبٌُ َونِ ًُّ َي ٍْ َلَ َون‬
ُ‫ً نَه‬
“Maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali.” (HR.
Abu Dawud)
Ulama menyebutkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wali
yaitu ; laki-laki, berakal, beragama Islam, baligh, tidak sedang berihram haji ataupun
umrah, karena Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
ُ‫َلَ ٌُ ُْ ِك ُخ ْانـ ًُذْ ِش ُو َوَلَ ٌُ ُْ َك ُخ َوَلَ ٌَ ْخطُت‬
“seorang yang sedang berihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan
tidak boleh mengkhitbah.” (HR. Muslim)
3. Adanya Persaksian atas akad nikah tersebut dengan dalil hadits Jabir bin Abdullah
radhiyallahu „anhuma secara marfu‟:
‫بح إَِلَّ ثِ َىنًِ َو َشب ِه َذيْ َع ْذ ٍل‬
َ ‫َلَ َِ َك‬
“Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.”
(HR. Al-Khamsah)
Oleh karena itu, tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya dua orang saksi yang
adil. Ulama menyebutkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh saksi dalam
pernikahan yaitu ; Islam, laki – laki, baligh (dewasa),berakal Sehat, tidak sedang
ihram, haji, atau umroh, adil (tidak fasik), mengerti maksud akad nikah
4. Adanya ijab dan qabul. Ijab yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang
menggantikan posisi wali. Misalnya dengan si wali mengatakan, “Zawwajtuka
Fulanah” (“Aku nikahkan engkau dengan si Fulanah”) atau “Ankahtuka Fulanah”
(“Aku nikahkan engkau dengan Fulanah”).sedangkan qabul, yaitu lafadz yang
diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya, dengan menyatakan, “Qabiltu Hadzan
Nikah” atau “Qabiltu Hadzat Tazwij” (“Aku terima pernikahan ini”) atau
“Qabiltuha.” . Dalam ijab dan qabul dipakai lafadz inkah dan tazwij karena dua lafadz
ini yang datang dalam Al-Qur`an. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala:
‫ضى صَ ٌْ ٌذ ِي ُْهَب َوطَشًا صَ َّوجْ َُب َكهَب‬
َ َ‫فَهَ ًَّب ق‬
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya
(menceraikannya), zawwajnakaha1 (Kami nikahkan engkau dengan Zainab yang telah
diceraikan Zaid).” (Al-Ahzab: 37)

Modul Pendidikan Agama Islam 28


Dan firman-Nya:
‫َوَلَ رَ ُْ ِكذُىا َيب ََ َك َخ آثَب ُؤ ُك ْى ِيٍَ انُِّ َغب ِء‬
“Janganlah kalian menikahi (tankihu2) wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayah-
ayah kalian (ibu tiri).” (An-Nisa`: 22)
Namun penyebutan dua lafadz ini dalam Al-Qur`an bukanlah sebagai pembatasan,
yakni harus memakai lafadz ini dan tidak boleh lafadz yang lain. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullahu, demikian pula murid beliau Ibnul Qayyim rahimahullahu,
memilih pendapat yang menyatakan akad nikah bisa terjalin dengan lafadz apa saja
yang menunjukkan ke sana, tanpa pembatasan harus dengan lafadz tertentu. Bahkan
bisa dengan menggunakan bahasa apa saja, selama yang diinginkan dengan lafadz
tersebut adalah penetapan akad. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, seperti Malik,
Abu Hanifah, dan salah satu perkataan dari mazhab Ahmad. Akad nikah seorang yang
bisu tuli bisa dilakukan dengan menuliskan ijab qabul atau dengan isyarat yang dapat
dipahami.
5. Adanya Mahar (Mas kawin) adalah harta yang di serahkan oleh mempelai laki-laki
kepada mempelai perempuan sebagai kecintaan akan hidup bersama dalam kehidupan
yang mulia yang meminjam ketenangan dan kebahagiaan keluarga. Dasar hukum
wajibnya mahar antara lain firman Allah SWT.
Artinya :”Berikanlah mas kawin (mahar)kepada wanita ( yang kamu nikahi )sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambilah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.( QS. An Nisa :4)

D. Hikmah dan Tujuan Nikah


1. Perkawinan Dapat Menentramkan Jiwa
Dengan perkawinan orang dapat memenuhi tuntutan nafsu seksualnya dengan rasa
aman dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir dan batin.
Firman Allah SWT :
“Dan diantara tanda – tanda kekuasaa-Nya ialah dia menciptakan istri – istri dari
jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar
Rum/30:21)
2. Perkawinan dapat Menghindarkan Perbuatan maksiat.
Salah satu kodrat manusia adalah penyaluran kodrat biologis. Dorongan biologis
dalam rangka kelangsungan hidup manusia berwujud nafsu seksual yang harus
mendapat penyaluran sebagaimana mestinya. Penyaluran nafsu seksual yang tidak

Modul Pendidikan Agama Islam 29


semestinya akan menimbulkan berbagai perbuatan maksiat, seperti perzinaan yang
dapat megakibatkan dosa dan beberapa penyakit yang mencelakakan. Dengan
melakukan perkawinan akan terbuka jalan untuk menyalurkan kebutuhan biologis
secara benar dan terhindar dari perbuatan – perbuatan maksiat.
3. Perkawinan untuk Melanjutkan Keturunan
Dalam surah An Nisa ayat 1 ditegaskan bahwa manusia diciptakan dari yang satu,
kemudian dijadikan baginya istri, dan dari keduanya itu berkembang biak menjadi
manusia yang banyak, terdiri dari laki – laki dan perempuan.
Memang manusia bisa berkembang biak tanpa melalui pernikahan, tetapi
akibatnya akan tidak jelas asal usulnya / jalur silsilah keturunannya. Dengan demikian,
jelas bahwa perkawinan dapat melestarikan keturunan dan menunjang nilai – nilai
kemanusiaan.

E. Hak dan Kewajiban Suami Istri


1. Kewajiban Suami
a. Suami wajib memberikan nafkah sesuai dengan kemampuannya berupa pemberian
pangan, sandang dan papan (tempat tinggal).
Allah SWT berfirman :
“Tempatkanlah mereka (para istri) ditempat kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (
hati mereka )…” (At Thalaq : 6)

Di dalam surat At thalaq juga Allah SWT berfirman :


“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan
orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan
memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (At Thalaq : 7)
b. Suami wajib menggauli istri dengan penuh kasih sayang. Allah SWT berfirman :
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (An Nisa : 19)
Rasulullah SAW bersabda :
“Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah SAW telah bersabda : “Orang mukmin
yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya dan orang yang
paling baik diantara kamu sekalian ialah yang paling baik terhadap istrinya.” (HR
Ahmad dan At Turmudzi).

Modul Pendidikan Agama Islam 30


c. Memimpin dan membimbing seluruh keluarga ke jalan yang benar.
Allah SWT berfirman :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Allah SWT
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lainnya (Wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka….” (An
Nisa : 34)

2. Kewajiban Istri
a. Istri wajib dan patuh kepada suami
b. Istri harus menjaga dirinya, kehormatannya, dan rumah tangganya.
Rasulullah SAW bersabda :
“Wanita yang shalihah ialah apabila suami melihatnya, ia menyenangkannya, dan
apabila suami tidak ada, maka ia menjaga dirinya, dan apabila suami
memerintahkannya ia patuh kepadanya”. (HR. Abu Daud dan Hakim)
c. Mempergunakan nafkah yang diberi suami dengan sebaik – baiknya sebagai rasa
syukur kepada Allah SWT dan rasa terima kasih kepada suami
d. Istri berusaha meningkatkan kesejahteraan rumah tangga baik secara lahir maupun
batin.

F. Permasalahan-permasalahan dalam Pernikahan

1. Talak
a. Pengertian Talak
Talak menurut bahasa Arab artinya melepaskan ikatan. Adapun yang di
maksud talak disini ialah melepaskan ikatan perkawinan (pernikahan). Apabila
pergaulan antara suami istri tidak mencapai tujuan pernikahan, yakni membentuk
rumah tangga yang bahagia (misalnya suami atau istri tidak menjalankan kewajiban
atau salah satu di antara mereka nyeleweng sehingga tidak ada kecocokan lagi dan
tidak dapat di damaikan) maka jalan keluar satu-satunya adalah talak atau percereian.
Meskipun talak merupakan jalan yang di syariatkan, namun menjatuhkan talak tanpa
sebab sangat di benci Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW yang artinya :” Dari ibnu
umar, katanya, telah bersabda Rasulullah SAW, sesuatu yang halal namun amat di
benci Allah ialah talak “ (HR Abu Dawud dan Ibnu Majjah)
Berdasarkan kemaslahatan atau kemudaratannya. Hukum talak itu ada empat
yaitu :

Modul Pendidikan Agama Islam 31


1) Wajib, apabila suami istri telah terjadi perselisihan dan hakim memandang perlu
keduanya untuk bercerai atau suami tidak mampu untuk memenuhi hak-hak istri
sebagaimana mestinya.
2) Sunah, apabila suami tidak sanggup lagi membayar kewajiban atau istri tidak
dapat menjaga kehormatannya.
3) Haram, apabila suami menjatuhkan talak si istri dalam keadaan haid, atau dalam
keadaan suci tapi telah dicampurinya dengan talak ini mengakibatkan suami jatuh
dalam perbuatan haram.
4) Makruh, apabila tidak dengan alasan yang dibenarkan oleh syara‟ dan memang
asal hukum dari talak itu adalah makruh.
b. Lafal Talak.
Kalimat yang digunakan untuk perceraian ada dua macam :
1) Sarih (terang) adalah kalimat yang jelas untuk memutuskan tali ikatan pernikahan,
seperti kata si suami “ Engkau tertalak atau saya ceraikan engkau” dengan niat
atau tidak.
2) Kinayah (sindirian) adalah kalimat yang masih ragu-ragu sehingga boleh di
artikan untuk perceraian atau bukan, seperti “pulanglah engkau ke rumah orangtua
mu” atau “ pergilah engkau dari sini” kalimat sindiran ini tergantung pada
niatnya. Apabila tidak ada niat untuk menceraikan maka tidak jatuh talak, tapi
kalau diniatkan untuk menceraikan maka jatuhlah talak.
c. Bilangan Talak
Apabila suami ingin mentalak istrinya maka bilangan talaknya ialah talak satu
sampai talak tiga. Apabila suami mentalak istrinya satu atau dua, suami masih boleh
rujuk (kembali) kepada istrinya, sebelum habis iddahnya, dan boleh nikah kembali
dengan akad baru apabila iddahnya sudah habis. Firman Allah SWT artinya :
“Talak (yang dapat rujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma‟ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau
keduanya khawatir tidak akan menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir
bahwa keduanya (suamu istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang di berikan oleh istri untuk
menebus dirinya, itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah maka itulah orang-orang yang
zalim.” (QS Al Baqarah : 229)

Modul Pendidikan Agama Islam 32


Kemudian apabila suami telah mentalak tiga maka suami tidak boleh rujuk atau
nikah lagi dengan bekas istrinya, kecuali apabila perempuan tersebut telah nikah
dengan orang lain, sudah campur dan sudah di ceraikan oleh suaminya yang kedua,
dan sudah habis masa iddahnya. Firman Allah SWT artinya

“ Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka


perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain.
kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (QS Al Baqarah
:230).
Selain macam talak, ada lagi talak yang disebut talak tebus. Talak tebus ialah talak
atas permintaan istri kepada suaminya agar suaminya menjatuhkan talak kepadanya,
kemudian ia memberikan bayaran kepada suaminya, sesuai dengan permintaan
suaminya.
2. Ila, Lian,Zihar,Khulu dan Fasakh
a. Ila
Ila, adalah sumpah si suami bahwa dia tidak akan mencampuri istrinya dalam masa
yang lebih dari empat bulan atau dengan tidak menyebutkan masa. Suami tersebut
dinamakan Muli‟, yaitu orang yang melakukan ila‟ apabila sebelum empat bulan
suami kembali kepada istrinya maka suami wajib membayar kafarat (denda) dengan
memerdekakan seorang hamba lantaran ia menyalahi sumpahnya. Akan tetapi setelah
empat bulan ia tidak kembali kepada istrinya, hakim berhak menyuruh untuk
memilih antara dua pilihan, yakni membayar kafarat sumpah dan kembali baik
kepada istrinya atau mentalak istrinya. Apabila suami tidak mau kedua-duanya maka
hakim berhak menceraikan istrinya dengan paksa. Rasulullah SAW, pernah
bersumpah menjauhkan diri dari istri-istrinya dan beliau pernah mengharamkan
sesuatu lantas yang haram itu beliau jadikan halal dan beliau membayar kafarat untuk
sumpahnya.
b.Li‟an
Li‟an ialah sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. Menurut
surat An nur 6-9 bahwa apabila suami yang menuduh istrinya berbuat zina dan tidak
ada saksi, maka ia di wajibkan bersumpah empat kali dengan ucapan,” Demi Allah,
saya benar dalam tuduhannya” demi Allah jika saya dusta dalam tuduhan saya,
niscaya saya di timpa laknat dari Allah “. Untuk menghindari dari hukuman, istri

Modul Pendidikan Agama Islam 33


juga wajib bersumpah empat kali dengan ucapan” Demi Allah suami saya itu
berdusta” dan untuk sumpah yang kelima , ia wajib bersumpah dengan ucapan “
Demi Allah dengan kemurkaan Allah akan menimpa saya jika suami saya itu benar”.
Apabila seseorang berzina, sedangkan saksi yang cukup (empat saksi) tidak ada
maka penuduh tadi di pukul (didera) 80 kali, tetapi kalau yang menuduh itu
suaminya, ia lepas dari siksaan atau deraan (pukulan 80 kali), yaitu dengan jalan
Li‟an. Akibat dari Li‟an suami, timbul beberapa hukum di bawah ini: a) dia disiksa
(di pukul) b) istri wajib di siksa dengan siksaan zina c. Suami istri bercerai selama-
lamanya. Kalau ada anak, anak itu tidak dapat di akui oleh suami untuk menghindari
siksaan zina, istri harus membalas Li‟an suaminya.
c.Zihar
Zihar adalah perkataan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya sehingga
haram atasnya, seperti kata suami kepada istrinya, “ Engkau bagiku seperti punggung
ibuku”. Suami yang mengucapkan demikian wajib menarik kembali dan membayar
kifarat sebelum istrinya digauli. Kafarat (denda) zihar ada tiga ikatan, yaitu :
1) Memerdekakan hamba sahaya
2) Apabila tidak dapat memerdekakan hamba sahaya, puasa dua bulan berturut-turut
3) Apabila tidak kuat puasa, memberi makan kepada 60 orang miskin.
Masalah zihar di terangkan dalam Al-Qur‟an surat Al Mujadalah ayat 2-4
d.Khulu‟
Khulu‟ atau talak tebus adalah talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran
dari pihak istri kepada suami ( mengembalikan mas kawinnya) Talak tebus ini boleh
di lakukan kapan saja baik istri dalam keadaan suci maupun haid sebab talak seperti
ini biasanya adalah permintaan dari pihak istri. Firman Allah SWT artinya:
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau
keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu
khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh
isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah
orang-orang yang zalim. ”(QS. AL Baqarah :229)

Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Khulu' Yaitu
permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.

Modul Pendidikan Agama Islam 34


e.Fasakh
Fasakh adalah rusaknya ikatan pernikahan antara suami dan istri karena sebab-sebab
tertentu.
1) .Sebab-sebab yang merusak akad nikah ialah:
a) Akad nikah di laksanankan karena rukun dan syarat pernikahan telah
terpenuhi, tetapi di kemudian hari di ketahui bahwa istrinya adalah mukhrim
suaminya.
b) Salah satu dari suami atau istri keluar dari agama islam.
c) Semula suami istri musrik, tetapi kemudian salah satunya masuk islam dan
yang lainnya tetap musyrik.
2) .Sebab-sebab yang menghalangi tujuan pernikahan.
a) Suami dinyatakan hilang
b) Suami di penjara lima tahun atau lebih
c) Suami menipu, misalnya suami semula mengaku orang baik-baik ternyata
penjahat.
d) Suami istri mengidap penyakit yang mengganggu hubungan rumah tangga.
3. Hadanah, Iddah dan Rujuk
a. Hadanah
Hadanah artinya ialah mengasuh, memelihara, dan mendidik anak yang masih kecil.
Apabila terjadi perceraian antara suami istri dan keduanya mampunyai anak yang
belum mumayiz (belum mengerti kemaslahatan dirinya) maka istrilah yang lebih
berhak untuk mengasuh dan mendidik anak tersebut sehingga ia mengerti akan
kemaslahatan dirinya. Anak tersebut tinggal bersama ibunya, selama ibunya belum
menikah lagi dengan orang lain, tetapi belanja tetap wajib di tanggung oleh ayahnya.
Di sebutkan dalah hadis Rasulullah SAW, yang artinya
“Dari Abdullah ibnu Umar, bahwa sanya seorang perempuan berkata, “ Ya
Rosulullah! Sesungguhnya anak saya ini perut saya yang mengandungnya tete saya
yang menyusuinya, dan pangkuan saya tempat perlindungannya, tetapi bapaknya
telah menceraikan saya dan hendak mengambil dia dari saya”Rosulullah SAW
bersabda ,” Engkau lebih berhak kepadanya, selama kamu belum nikah” (HR Ahmad
dan Abu Dawud)
Apabila anak tersebut sudah mengerti maka anak di suruh memilih untuk tinggal
bersama bapaknya atau ibunya. Apabila yang mengasuh anak tersebut bukan ibunya
atau bapaknya maka supaya di serahkan kepada keluarga yang terdekat. Apabila
keluarga yang terdekat tidak ada supaya di dahulukan kepada wanita dari pada pria.

Modul Pendidikan Agama Islam 35


Syarat-syarat menjadi pengasuh atau pendidik ialah : 1) berakal sehat 2) merdeka 3)
menjalankan agama islam dan berakhlak mulia 4) dapat di percaya dan jujur 5) dapat
menjaga kehormatan dan nama baik si anak 6) tetap tinggal di dalam negeri atau
kampung anak yang di asuh.
b.Iddah
Iddah ialah masa menunggu bagi wanita yang telah di cerai oleh suaminya baik cerai
biasa maupun di tinggal mati suaminya untuk tidak menikah dengan orang lain.
Diadakan masa iddah untuk mengetahui apakah selama iddah wanita tersebut hamil
atau tidak dan apabila ia hamil maka anak tersebut sebagai anak dari suami yang
menceraikan. Macam iddah sebagai berikut:
1) Wanita yang di cerai suami (di tinggal mati suaminya) kalau ia sedang
mengandung maka masa iddahnya hinga lahir anak yang di kandungnya. Firman
Allah SWT artinya :
” dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopouse) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang mas iddahnya), maka
masa iddah mereka adalah tiga bulan, dan begitu( pula) perempuan-perempuan
yang tidak haid dan perempuan-peremouan yang hamil, waktu iddah mereka itu
adalah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang
bertakwa kepada Allah SWT, nicaya Alah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya.”(QS At Thalaq :4)
Bagi waanita yang ditinggal suaminya, sedangkan ia tidak mengandung atau
hamil, maka masa iddahnya adalah 4 bulan 10 hari. Firman Allah SWT artinya
“ Orang-orang yang meninggal dunia di antara mu dengan meninggalkan istri-
istri (hendaklan para istri itu) menangguhkan dirinya(ber‟iddah) empat bulan
sepuluh hari. Kemudian apabilah telah habis masa iddahnya, maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut
yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS Al Baqarah :234).

2) Bagi wanita yang dicerai suaminya dan ia masih haid maka iddahnya ialah 3 quru‟
(tiga kali suci). Firman Allah SWT artinya
“ wanita-wanita yang di talak hendaklah menahan diri ( menunggu) tiga kali
quru‟. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan suami-
suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya, menurut cara yang ma‟ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai
satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah maha perkasa lagi maha
bijaksana.”( QS Al Baqarah :22 )

Modul Pendidikan Agama Islam 36


3) Wanita yang di talak suami dan ia sudah tidak haid lagi maka iddahnya ialah tiga
bulan.
4) Wanita yang di cerai suaminya tetapi belum di campuri maka wanita tersebut
tidak ada iddahnya. Firman Allah SWT artinya
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan
yang beriman, kemudian kamu ceraikanlah mereka sebelum kamu
mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka‟ iddah bagimu yang
kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut‟ah. Dan lepaskanlah
mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.”(QS Al Ahzab : 49)

Hak-hak perempuan di masa iddah ialah :


Perempuan yang dalam masa iddah raj‟iyah talak satu dan dua berhak menerima dari
bekas suaminya tempat tinggal, pakaian, dan segala belanjaan perempuan yang
dalam iddah ba‟in ( talak tiga) kalau ia mengandung, ia berhak menerima tempat
tinggal, nafkah dan pakaian. Lihat firman Allah QS At Thalaq :6.
Perempuan yang dalam iddah bain, tetapi ia tidak mengandung maka ia hanya berhak
menerima tempat tinggal saja. Sedangkan perempuan yang dalam iddah karena di
tinggal mati suaminya baik ia mengandung atau tidak, ia tidah mempunyai hak apa-
apa sebab ia dan anaknya telah mendapat hak pusaka dari suaminya yang meninggal
itu.
c.Rujuk
1) Pengertian Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali (mengembalikan) adapun yang di maksud
rujuk disini adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah
terjadi talak raj‟i yang di lakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya
dalam massa iddahnya dengan ucapan tertentu .Firman Allah SWT Artinya
“wanita-wanita yang di talak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru.Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang di ciptakan allah dalam
rahimnya. Jika mereka beriman kepada allah dan hari akhirat dan suami-
suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma‟ruf. Akan tetapi para suami,mempunyai
satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya. Dan allah maha perkasa lagi maha
bijaksana (QS Al Baqarah :22)

Modul Pendidikan Agama Islam 37


2) Hukum rujuk
a. Wajib khusus bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu jika salah
seorang di talak sebelum gilirannya di sempurnakan
b. Haram apabila rujuk itu, istri akan lebih menderita
c. Makruh kalau di teruskan bercerai akan lebih baik bagi suami istri
d. Jaiz, hukum asal rujuk.
e. Sunah jika rujuk akan membuat lebih baik dan manfaat bagi suami istri.
3) Rukun rujuk
1. Istri, syaratnya pernah di campuri, talak raj‟i dan masih dalam masa iddah
2. Suami, syaratnya atas kehendak sendiri, tidak di paksa
3. Saksi yaitu dua orang laki-laki yang adil
4. Sighat (lafal) rujuk

Modul Pendidikan Agama Islam 38


BAB VII

HUKUM, HAM DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM

A. Hukum Islam

1. Pengertiam Hukum Dalam Islam


Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya
yang kini terdapat dalam Al Qur‟an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai
Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab
hadits. Terdapat perbedaan pendapat antara ulama ushul fiqh dan ulama fiqh dalam
memberikan pengertian hukum syar‟i karena berbedanya sisi pandang mereka. Ulama
fiqh berpendapat bahwa hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh tuntutan yaitu
wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Sedangkan ulama ushul fiqh mengatakan
bahwa yang disebut hukum adalah dalil itu sendiri. Mereka membagi hukum tersebut
kepada dua bagian besar yaitu hukum taklifi dan hukum wadh‟i. Hukum taklifi
berbentuk tuntutan dan pilihan yang disebut dengan wajib, sunnat, haram, makruh dan
mubah. Dan hukum wadh‟i terbagi kepada lima macam yaitu sabab, syarat, mani‟,
shah dan bathal. Masyarakat Indonesia disamping memakai istilah hukum Islam juga
menggunakan istilah lain seperti syari‟at Islam, atau fiqh Islam. Istilah-istilah tersebut
mempunyai persamaan dan perbedaan. Syari‟at Islam sering dipergunakan untuk ilmu
syari‟at dan fiqh Islam dipergunakan istilah hukum fiqh atau kadang-kadang hukum
Islam, yang jelas antara yang satu dengan yang lain saling terkait.
2. Sumber Hukum dalam Islam
Ada 3 sumber hukum dalam islam yaitu :
a. Al-Qur‟an
b. Hadis
c. Ijtihad

3. Tujuan Hukum Islam


Tujuan hukum islam secara umum adalah Dar-ul mafaasidi
wajalbul mashaalihi (mencegah terjadinya kerusakan dan mendatangkan
kemaslahatan). Abu Ishaq As-Sathibi merumuskan lima tujuan hukum islam:

Modul Pendidikan Agama Islam 39


a. Memelihara agama
Agama adalah sesuatu yang harus dimilki oleh setiap manusia dan martabatnya
dapat terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain dapat memenuhi hajat
jiwanya. Agama islam memberi perlindungan kepada pemeluk agama lain untuk
menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya.
b. Memelihara jiwa
Menurut hukum islam jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib memelihara hak
manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Islam melarang
pembunuhan sebagai penghilangan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana
yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatannya
hidupnya (Q.S.6:51,17:33)
c. Memelihara akal
Islam mewajibkan seseorang untuk memlihara akalnya, karena akal mempunyai
peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang tidak akan
dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal
sehat. (Q.S. 5 : 90)
d. Memelihara keturunan
Dalam hukum islam memlihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Karena
itu, meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut ketentuan
Yang ada dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan
perzinahaan.(Q.S.4:23)
e. Memelihara harta
Menurut ajaran islam harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk
kelangsungan hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dilindungi
haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, sah menurut hukum
dan benar menurut aturan moral. Jadi hukum islam ditetapkan oleh Allah untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik yang bersifat primer,
sekunder, maupun tersier (dloruri, haaji, dan tahsini).

B. Hak Asasi Manusia dalam Islam


Hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan yang
maha pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati.) oleh karena itu, tidak ada kekuasaan
apapun yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian, bukan berarti manusia dengan
hak-haknya dapat berbuat semaunya, sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang
dapat dikatagorikan memperkosa atau merampas hak asasi orang lain, harus
mempertangung jawabkan perbuatanya (Baharudin Lopa, 1999:1).
Hak asasi yang dimiliki oleh manusia telah dideklerasikan oleh ajaran islam jauh
sebelum masyarakat (Barat) mengenalnya, melalui berbagai ayat Al-Qur‟an misalnya
manusia tidak dibedakan berdasarkan warna kulitnya, rasnya tingkat sosialnya. Allah
menjamin dan memberi kebebasan pada manusia untuk hidup dan merasakan kenikmatan
dari kehidupan, bekerja dan menikmati hasil usahanya, memilih agama yang diyakininya.

Modul Pendidikan Agama Islam 40


Hukum menurut Islam adalah hukum yang ditetapkan Allah melalui wahyu-Nya,
dalam Al-Quran dijelaskan nabi Muhammad saw sebagai rasulnya melalui sunah beliau
yang kini terhimpun dengan baik dalam al-qur‟an dan hadist.
HAM terbagi menjadi 2, HAM Menurut barat dan menurut islam. HAM menurut
barat bersifat anthroposentris: segala sesuatu berpusat pada manusia sehingga
menempatkan manusia sebagai tolak ukur segala sesuatu. HAM menurut Islam bersifat
theosentris: segala sesuatu berpusat pada Allah, sehingga Allah sangat dipentingkan bagi
manusia.
Sistem Hak Asasi Manusia dalam Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang
persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan, artinya
Islam memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-
satunya keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia lainya hanya
ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat
Al-Hujarat ayat 13 :

             

        


"Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujarat ayat 13).

Sedangkan kebebasan merupakan elemen penting dari ajaran Islam. Kehadiran


Islam memberikan jaminan pada kebebasan manusia agar terhindar dari kesia-siaan dan
tekanan, baik yang berkaitan dengan masalah agama, politik dan ideologi. Namun
demikian, pemberian kebebasan terhadap manusia bukan berarti mereka dapat
menggunakan kebebasan tersebut mutlak, tetapi dalam kebebasan tersebut terkandung
hak dan kepentingan orang lain yang harus dihormati juga.
Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok yang terangkum
dalam al-dloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga al-huquq al-insaniyah fi al-islam
(hak-hak asasi manusia dalam Islam). Konsep ini mengandung lima hal pokok yang
harus dijaga oleh setiap individu, yaitu hifdzu al-din (penghormatan atas kebebasan
beragama), hifdzu al-mal (penghormatan atas harta benda), hifdzu al-nafs wa al-„ird
(penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu) hifdzu al-„aql

Modul Pendidikan Agama Islam 41


(penghormatan atas kebebasan berpikir) dan hifdzu al-nasb (keharusan untuk menjaga
keturunan). Kelima hal pokok inilah yang harus dijaga oleh setiap umat Islam supaya
menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi, berdasarkan atas penghormatan
individu atas individu, individu dengan masyarakat, masyarakat dengan
masyarakat, masyarakat dengan negara dan komunitas agama dengan komunitas
agama lainnya.

C. Demokrasi dalam Islam


Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,
partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari sini
kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality
(keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia).
Secara normatif, Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar ma‟ruf nahi
munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai
pemimpin negara. Doktrin tersebut merupakan prinsip Islam yang harus ditegakkan
dimana pun dan kapan saja, supaya terwujud masyarakat yang aman dan sejahtera.
Jika dilihat basis empiriknya, menurut Aswab Mahasin (1993:30), agama dan
demokrasi memang berbeda. Agama berasal dari wahyu sementara demokrasi berasal
dari pergumulan pemikiran manusia. Dengan demikian agama memiliki dialeketikanya
sendiri. Namun begitu menurut Mahasin, tidak ada halangan bagi agama untuk
berdampingan dengan demokrasi.
Dalam perspektif Islam elemen-elemen demokrasi meliputi:
Pertama, Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang
secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur‟an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-
Syura:38 dan Ali Imran:159 Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang paling
dikenal sebagai pelaksana syura adalah ahlu halli wa-al„aqdi pada zaman
khulafaurrasyidin. Lembaga ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih
kepala negara atau khalifah (Madani, 1999: 12).
Kedua, al-„adalah adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum termasuk
rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan
bijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam
sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara
lain dalam surat an-Nahl:90; QS. as-Syura:15; al-Maidah:8; An-Nisa‟:58.

Modul Pendidikan Agama Islam 42


Ketiga, al-Musawah adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi
dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa
memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran
ini penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa atas
rakyat.
Keempat, al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang
kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga dengan
baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan
kepercayaan oleh rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan
penuh rasa tanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil seperti
ditegaskan Allah SWT dalam surat an-Nisa‟:58.
Kelima, al-Masuliyyah adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa,
kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat yang
harus disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harus
dipenuhi. Dan kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki dua pengertian, yaitu amanah
yang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang harus
dipertenggungjawabkan di depan Tuhan.
Keenam, al-Hurriyyah adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap warga
masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang
hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan
dalam rangka al-amr bi-l-ma‟ruf wa an-nahy „an al-„munkar, maka tidak ada alasan bagi
penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanya
kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosial
bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu masyarakat, maka
kezaliman akan semakin merajalela.
Jika suatu negara konsisten dengan penegakan prinsip-prinsip atau elemen-
elemen demokrasi di atas, maka pemerintahan akan mendapat legitimasi dari rakyat.
dengan demikian maka roda pemerintahan akan berjalan dengan stabil.

Modul Pendidikan Agama Islam 43


BAB VIII

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM

A. Ilmu Pengetahuan dalam Islam


Munculnya suatu ilmu tidak lepas dari suatu pengetahuan yang diperoleh
sebelumnya. Seseorang tidak mungkin mendapatkan suatu ilmu jika yang bersangkutan
belum mendapatkan suatu pengetahuan. Oleh karena itu suatu ilmu sering juga disebut
dengan pengetahuan, dan atau sering digabungkan menjadi ilmu pengetahuan.
Pengetahuan itu sendiri dapat diperoleh melalui indera dalam memahami fenomena yang
ada di sekitar lingkungannya (Empirisme). Pengetahuan manusia hanya dapat diperoleh
melalui pengalaman, dan tanpa pengalaman manusia tidak akan dapat memperoleh
pengetahuan. Pada sisi lain pengetahuan juga dapat diperoleh melalui ide-ide yang berada
dalam fikirannya (Rasionalisme). Pada aliran empirisme metode yang digunakan adalah
induktif (suatu metode ilmiah yang bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus
(individual) menuju hal-hal yang bersifat umum), sedangkan pada aliran rasionalisme
metode penelaahannya adalah menggunakan metode deduktif (suatu metode yang
bergerak dari hal-hal yang bersifat umum/universal kemudian atas dasar itu ditetapkan
hal-hal yang bersifat khusus).
Pembahasan mengenai ilmu ini, al-Qur‟an tidak secara tegas mengikuti aliran-
aliran tertentu, tetapi kalau menelusuri ayat demi demi ayat, maka kedua metode tersebut
digunakan oleh al-Qur‟an. Ketika manusia diperintah Allah untuk memperhatikan,
menelaah dan meneliti fenomena alam semesta (lihat Q.S. 3 : 191), maka pada dasarnya
metode induktif itulah sedang ditawarkan al-Qur‟an. Observasi dan eksperimentasi
didasarkan pada fakta-fakta yang dapat diuji kebenarannya. Kemudian ketika manusia
diperintah menyatakan bahwa Tuhan itu Esa, maka hakekatnya Allah telah mengenalkan
metode deduktif.
Melalui cara induktif atau deduktif itulah maka ilmu dinyatakan sebagai sistem
dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaaan
pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan metode-metode tertentu. Kemudian
ilmu juga dapat didefinisikan sebagai suatu sistem dari pelbagai pengetahuan, yang

Modul Pendidikan Agama Islam 44


masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian
rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan (lihat Ensiklopedia Indonesia).
Ilmu sebagai hasil dari produk pemikiran manusia adalah berbeda dengan agama.
Oleh karena itu ilmu sebagai pengetahuan yang disusun secara sistematis dan
mempunyai metode tertentu, ketepatan dan kebenarannya dapat diuji secara empiris,
dapat diriset dan dapat dieksperimen. Hal ini membawa konsekuensi bahwa nilai
kebenaran ilmu bersifat relatif. Dalam pengertian lain ilmu sering dikatakan sebagai
aposteriori yakni kesimpulan-kesimpulannya ditarik setelah ada pengujian yang
berulang-ulang; dan untuk beberapa ilmu harus dilengkapi dengan percobaan dan
pendalaman untuk mendapatkan essensinya.
Islam sangat mendorong umat manusia untuk mencari ilmu pengetahuan. Sebab
dengan ilmu manusia dapat mengelola dan mengolah alam semesta dengan sebaik-
baiknya. Dengan ilmu fenomena alam dapat diamati secara teliti. Dengan ilmu, manusia
menjadi dekat dengan Penciptanya dan terangkat derajatnya. Bahkan dengan lmu
manusia dapat mengetahui keutuhan dirinya. Allah berfirman dalam surat Az-Zumar : 9
yang berbunyi :
ِ ‫قُمْ هَمْ ٌَ ْغز َِىي انَّ ِزٌٍَ ٌَعْ هَ ًُىٌَ َوانَّ ِزٌٍَ ََل ٌَ ْعهَ ًُىٌَ إََِّ ًَب ٌَزَ َز َّك ُش أُوْ نُىا ْاألَ ْنجَب‬
.‫ة‬
Artinya : Katakanlah ! Apakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan
orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu)? Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.
Kemudian pada surat Al-Mujadalah : 11, ditegaskan :
َّ ‫ٍم اَ ُش ُضوا فَبَ ُش ُضوا ٌَشْ فَ ِع‬
ُ‫هللا‬ َّ ‫خ‬
َ ِ‫هللاُ نَ ُك ْى َوإِ َرا ق‬ ِ ‫ظ فَب ْف َغذُىا ٌَ ْف َغ‬ِ ِ‫ٍم نَ ُك ْى رَفَ َّغذُىا فًِ ْان ًَ َجبن‬ َ ِ‫ٌَب أٌَُّهَب انَّ ِزٌٍَ آ َيُُىا إِ َرا ق‬
ٍ ‫انَّ ِزٌٍَ آ َيُُىا ِيُ ُك ْى َوانَّ ِزٌٍَ أُورُىا ْان ِع ْه َى د ََس َجب‬
َّ ‫د َو‬
. ‫هللاُ ثِ ًَب رَ ْع ًَهُىٌَ خَ جٍِ ٌش‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-
lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu !, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.

Demikianlah betapa kuat dorongan al-Qur‟an terhadap penguasaan ilmu


pengetahuan oleh umat manusia. Ilmu yang dikembangkan menurut al-Qur‟an mestinya
ilmu yang membawa manfaat bagi kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Bukan
ilmu yang mengakibatkan kehidupan manusia berikut berbagai elemennya musnah.

Modul Pendidikan Agama Islam 45


Namun demikian Islam melihat kedudukan ilmu pengetahuan apapun sebagai sesuatu
yang netral, tergantung siapa yang mempergunakannya.

B. Teknologi dalam Islam


Islam adalah merupakan agama terakhir yang diturunkan Allah SWT. Sesuai
dengan sifatnya yang terakhir, maka Allah telah menyempurnakannya. Islam
mempunyai nilai-nilai yang mampu hidup dalam segala zaman maupun tempat.
Perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari dukungannya. Sebab melalui perkembangan iptek, umat manusia
(khususnya umat Islam) banyak yang dipermudah langkah-langkah kehidupannya.
Umpama, jika dahulu orang akan menunaikan ibadah shalat harus melihat
kedudukan / posisi matahari secara langsung, kini mereka cukup melihat jam. Jika orang
dahulu ketika akan menunaikan ibadah haji, harus menempuh perjalanan membutuhkan
waktu sekian lama (umpama dengan kapal laut), bahkan bila ditempuh dengan jalan kaki,
mungkin bisa berbulan-bulan. Tetapi berkat perkembangan iptek, maka jarak antara
Indonesia dengan Makkah hanya ditempuh kurang lebih 9 jam (kurang dari satu hari).
Dengan demikian penunaian ibadah kepada Allah menjadi lebih ringan dan mudah
terjangkau bagi yang akan melaksanaknnya.
Demikian pula perkembangan teknologi komunikasi. Jika orang dahulu akan
menyampaikan kabar, harus berjalan jauh agar berita itu didengar oleh orang yang dituju,
sekarang tidak perlu lagi harus menempuh jalan yang jauh itu, tetapi cukup dengan
mengangkat telpon, maka kabar itu sudah sampai. Jika telpon masih mempergunakan alat
bantu kabel, yaitu untuk menghubungkan gelombang suara, tetapi kini menggunakan
satelit, telpon sudah tidak membutuhkan kabel lagi (handpon). Demikian pula melalui
alat komunikasi internet, selain orang dapat memberi berita atau kabar, tetapi juga dapat
dijadikan sebagai alat untuk berdiskusi, meskipun orangnya ada di berbagai tempat
(negara).
Sarana dan prasarana yang dihasilkan iptek tersebut mempermudah dalam
mekanisme pengelolaan berbagai bidang. Pengelolaan sistem perekonomian (termasuk
perbankan) melalui penggunaan komputer menjadi sangat cepat dan lancar. Pelaksanaan
kegiatan bidang pendidikan juga menjadi mudah. Kegiatan bidang sosial maupun politik
menjadi fleksibel dan cepat disebarluaskan.

Modul Pendidikan Agama Islam 46


Kemajuan yang demikian bukan lagi searah dengan perkembangan akal fikir
manusia, tetapi juga berbanding lurus dengan motivasi ajaran agama. Islam sebagai
agama memberikan motivasi kuat dalam mencerdaskan akal budinya. Sebagaimana surat
pertama dalam al-Qur‟an yang turun yakni surat al‟Alaq, sarat dengan motivasi tersebut.
Hanya kemajuan dan pengembangan akal manusia tetap searah pula dengan apa yang
dimotivasi al-Qur‟an itu sendiri.
Demikian pula kemajuan dalam bidang informasi, hampir semua informasi dapat
kita peroleh. Apakah informasi yang sifatnya keharusan, baik dan benar, ataukah yang
sifatnya mubah, bahkan mungkin terlarang. Hasil ilmu dan teknologi perkembangan
sarana dan prasarana komunikasi luar biasa pesatnya. Dalam hal ini ajaran Islam juga
mempunyai kepedulian yang sangat besar. Islam melihat ada suatu informasi yang harus
diterima, yaitu informasi yang benar, seperti informasi saksi adil yang telah disumpah di
depan pengadilan, atau suatu informasi yang harus diteliti dengan sungguh-sungguh,
yaitu terutama yang datang dari kaum munafik, fasiq dan kaum kafir. Kehati-hatian
dalam menerima informasi tetap diperlukan bagi setiap orang (teliti Q.S. 49 : 6).
C. Seni dalam Islam
Eksistensi manusia yang dibekali dengan intelektual, emosional dan spiritual,
memunculkan makhluk tersebut menjadi makhluk yang kreatif. Bukan saja ilmu yang
mereka peroleh, tetapi juga nilai-nilai kehidupan, seperti keindahan, keteraturan,
kenikmatan, kelezatan dan kebahagiaan.
Seni adalah merupakan ekspresi ruhani dan budaya manusia yang mengandung
nila-nilai keindahan. Ia lahir dari dorongan sisi terdalam manusia yang menuju pada
keindahan. Dorongan tersebut merupakan naluri atau fitrah yang dianugerahkan Allah
SWT. Allah berfirman :

ِ َُّ‫هللاِ َرنِكَ انذٌٍُِّ ْانقٍَِّ ُى َونَ ِك ٍَّ أَ ْكرَ َش ان‬


‫بط ََل‬ َّ ‫ق‬ ْ ِ‫ٌم ن‬
ِ ‫خَه‬ َ َُّ‫هللاِ انَّزًِ فَطَ َش ان‬
َ ‫بط َعهَ ٍْهَب ََل رَ ْج ِذ‬ ْ ِ‫ٌٍِّ َدٍُِفًب ف‬
َّ َ‫ط َشح‬ ِ ‫فَأَقِ ْى َوجْ هَكَ نِهذ‬
}03{ ٌَ‫ٌَ ْعهَ ًُى‬
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui (Q.S. Ar-Rum:30).

Menurut M.Quraisy Syihab (199:385), adalah merupakan satu hal yang mustahil,
bila Allah yang menganugerahkan manusia potensi untuk menikmati dan
mengekspresikan keindahan, kemudian Dia sendiri melarangnya. Bukankah Islam adalah

Modul Pendidikan Agama Islam 47


agama fitrah ? Segala yang bertentangan dengan fitrah ditolaknya, dan yang mendukung
kesuciannya senantiasa ditopangnya.
Persoalan sering muncul ketika manusia tidak mampu memilah mana yang fitrah
dan mana yang nafsu. Ketika manusia merefleksikan keinginan-keinginan yang pada
dasarnya merupakan nafsu, seringkali dikira sebagai ungkapan fitrah. Oleh karena itu
dalam persoalan ini manusia harus memandang seni secara integral, komprehensif dan
menyeluruh.
Lapangan seni adalah semua yang ada, semua wujud. Manusi diperbolehkan
untuk menampilkan, menggambarkan dan bahkan berimajinasi kenyataan hidup dalam
masyarakat di mana saja mereka berada. Namun jangan sampai seni yang ditampilkan
bertentangan dengan fitrahnya, atau dengan wujud itu sendiri. Sebagaimana pemaparan
manusia hanya terbatas pada sisi jasmaninya saja, tidak disertai dengan unsur ruh Illahi
yang menjadikannya sebagi manusia.
Suatu umpama penuturan al-Qur‟an mengenai kisah Yusuf (QS. Yusuf : 23-24)
yang sarat dengan seni penampilan. Ia mengemukakan :
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk
menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata:
"Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah
memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan
beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan
Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada
melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang
terpilih.

Penuturan al-Qur‟an tersebut tidak larut dalam melukiskan suatu kejadian, dan
juga tidak berhenti sampai dalam gambaran itu. Karena hal tersebut baru sebatas aspek
jasad, debu (tanah). Kisahnya dilanjutkan dengan kesadaran para pelaku, sehingga pada
akhirnya bertemu antara jasad dan ruh Illahi pada sosok kedua hamba Allah itu.
Dengan demikian sebenarnya ketika Al-Qur‟an menampilkan ajarannya melalui
kisah-kisah sejarah, Allah ingin menyentuh manusia secara total. Intelektual, hati, rasa,
spiritual, ingin digugah untuk mengekspresikannya dalam bentuk nyata. Jika totalitas
manusia muncul dalam bentuk seni, seni apapun (suara, pahat, patung, lukis, tulis, dsb)
dapat dipastikan bahwa seni yang muncul itu tidak akan bertentangan dengan ajaran
Islam.

Modul Pendidikan Agama Islam 48


D. Hubungan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni dalam Islam
Kajian ilmu di atas berakhir dengan aplikasi (aksiologi). Pandangan Islam, antara
agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni terdapat hubungan yang harmonis dan
dinamis yang terintegrasi ke dalam sauatu sistem yang disebut dengan dinul Islam. Di
dalamnya terkandung tiga unsur pokok yaitu aqidah, syari‟ah dan akhlaq dan atau dengan
kata lain iman, ilmu dan amal. Al-Qur‟an mencontohkan hubungan ketiga unsur tersebut
melalui suatu ayat :
Artinya:
”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang
baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
(QS. Ibrahim : 24-25).

Ayat tersebut menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu dan amal atau aqidah,
syari‟ah dan akhlaq. Jika seseorang imannya kuat (akar menghunjam ke bumi),
syari‟ahnya bagus (batangnya menjulang tinggi serta cabang dan dahannya rindang),
maka akhlaqnya akan baik (buahnya amat lebat).
Iman diidentikkan dengan akar yang kuat, ilmu bagaikan batang pohon yang
mengeluarkan dahan-dahan dan cabang-cabang ilmu pengetahuan, dan amal bagaikan
buah pohon yang lebat. Perumpamaan yang dituturkan al-Qur‟an tersebut demikian
santun. Hal ini memberi isyarat bahwa manusia diperintahkan agar mempergunakan
akalnya dengan maksimal. Ia diperintahkan agar merenung apa yang terhampar
dihadapannya.

E. Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Alam


Ilmu adalah sebagai sarana untuk menciptakan kesejahteraan hidup manusia.
Pemiliknya akan mempergunakannya bukan saja untuk kemanfaatan dirinya, tetapi juga
untuk kesejahteraan lingkungannya. Namun sering terjadi bahwa kerusakan alam
disebabkan oleh ulah manusia. Hal ini seperti yang disampaikan Allah dalam firmanNya:
ٌَ‫ض انَّ ِزي َع ًِهُىا نَ َعهَّهُ ْى ٌَشْ ِجعُى‬ ِ َُّ‫ذ أَ ٌْ ِذي ان‬
َ ْ‫بط نٍُِ ِزٌقَهُى ثَع‬ ْ َ‫ظَهَ َش ْانفَ َغب ُد فًِ ْانجَشِّ َو ْانجَذْ ِش ثِ ًَب َك َغج‬
Artinya: ” Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. ar-Rum 41).

Allah menciptakan manusia berfungsi sebagai khalifah (wakil) Tuhan di muka


bumi. Tugas kekhalifahan adalah menjangkau pada seluruh aspek kehidupan. Menata,

Modul Pendidikan Agama Islam 49


mengeksplorasi, menggali, memanfaatkan, menyuburkan, adalah bagian dari tugas
kekhalifahan. Ini berarti manusia bertanggung jawab atas kelestarian seluruh isi alam.
Manusia diberi kebebasan untuk mengeksplorasi dan menggali sumber-sumber
daya serta memanfaatkannya demi kemakmuran bersama. Karena alam diciptakan adalah
untuk kehidupan umat manusia itu sendiri. Untuk menggali potensi alam dan
memanfaatkannya diperlukan ilmu pengetahuan yang memadai. Hanya orang-orang yang
memiliki ilmu pengetahuan atau para ilmuwan yang mampu mengeksplorasi sumber
alam ini.
Namun demikian para ilmuwan harus sadar bahwa potensi alam ini akan habis
untuk memenuhi kebutuhan manusia apabila tidak dijaga keseimbangannya. Oleh karena
itu tanggung jawab kekhalifahan bertumpu di atas para ilmuwan dibandingkan dengan
manusia awam pada umumnya.

Modul Pendidikan Agama Islam 50


BAB IX

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

A. Hubungan Intern Umat Islam


Agama islam menekankan hubungan sesama muslim berdasarkan kesamaan iman
yang pada kenyataanya jauh lebih kuat daripada hubungan darah atau etnik.
Bagaimanapun, iman merupakan dasar keyakinan yang berpengaruh terhadap seluruh
perilaku seorang muslim.
Hubungan sesama muslim digambarkan sebagai sesuatu yang tak terpisahkan,
seperti halnya anggota tubuh yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Seorang
muslim menderita kelaparan, muslim lainya akan merasakan penderitaanya. Demikian
halnya, jika sekelompok muslim teraniaya, kaum muslimin lainnya akan merasakan
sakitnya. Rasul mengajarkan umatnya untuk saling memberikan perhatian dan kepedulian
terhadap sesama, sehingga terwujud ukhuwwah Islamiah yang dilandasi kasih sayang.
Ukhuwah atau persaudaraan lahir karena adanya persamaan-persamaan, semakin
banyak persamaan semakin kuat persaudaraan itu. Ukhuwah Islamiyah didasarkan pada
hal-hal yang paling mendasar dalam hidup, yaitu persamaan aqidah. Persamaan
melahirkan adanya perhatian dan keakraban sehingga derita yang dialami satu pihak
dirasakan oleh pihak yang lain. Allah berfirman :

           

"Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah


(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujarat, 49 : 10)

Kasih sayang terlahir dari kesamaan iman merupakan dasar utama pergaulan di
kalangan umat Islam. Kasih sayang tersebut akan memancar dan membentuk pola
hubungan antar kaum muslimin dalam memandang orang lain sebagaimana ia
memandang dirinya sendiri. Nabi bersabda :
Tidak beriman seseorang diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia
mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhori dari Anas)

Landasan keimanan dalam ukhuwah Islamiyah, akan membentuk sikap adil dalam
meyikapi perbedaan-perbedaan pendapat dan perilaku orang lain. Perbedaan pendapat

Modul Pendidikan Agama Islam 51


dan sikap adalah hak setiap orang, namun kadang-kadang perbedaan-perbedaan
melahirkan konflik tertentu dikalangan umat Islam, sehingga ukhuwah Islamiyah
terganggu.
Perbedaan yang biasanya muncul dikalangan umat Islam adalah pemahaman
keislaman yang fikqhiyah atau furu' bukan persoalan-persoalan mendasar atau pokok
(aqiqah).
Perbedaan pemahaman adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi. Allah
menciptakan manusia dalam keadaan berbeda. Baik latar belakang keturunan,
kemampuan, maupun harapan dan keinginan. Perbedaan harus disikapi secara wajar
sebagai konsekuensi kemanusiaan bahkan dipandang sebagai dinamika yang akan
menjadi rahmat bagi seluruh umat Islam. Perbedaan tersebut akan melahirkan
peningkatan kualitas, yaitu mendorong umat untuk menggali ajaran islam untuk
memecahkan dan memenuhi keingintahuan akibat perbedaan tersebut.
Kesiapan untuk menghormati adanya perbedaan, erat hubungannya dengan kualitas
pemahaman kita tetang ajaran Islam. Semakin tinggi pengetahuan keislaman seseorang,
untuk menerima dan menghormati perbedaan semakin kuat.
Dalam memantapkan ukhuwah Islamiyah berkaitan dengan perbedaan pemahaman
dan pengalaman dan pengalaman ajaran agama, para ulama menetapkan tiga konsep,
yaitu:
1. Konsep tanawwu al ibadah (keragaman cara beribadah)
Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktikkan Nabi Saw. Dalam
bidang pengalaman agama. Hal ini, mengantarkan pada pengakuan kebenaran
semua praktik keagamaan, selama merujuk kepada Rasulullah Saw.
Keberagaman cara beribadah merupakan hasil terhadap perilaku Rasul dalam
riwayat (hadis). Interpretasi melahirkan perbedaan-perbedaan. Dalam menghadapi
perbedaan ini hendaknya disikapi dengan cara mencari rujukan lebih dekat pada
maksud yang sebenarnya. Dalam menghadapi orang yang berbeda interpretasi, kita
harus mengembangkan sikap hormat dan toleransi melalui silaturahmi.
2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun ( kesalahan dalam berijtihad
mendapat ganjaran)
Konsep ini berarti, bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia
tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran, walaupun hasil itjihad yang
diramalkannya itu kerilu. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang dalam menentukan

Modul Pendidikan Agama Islam 52


yang kebenaran dan kesalahan bukan manusia, melaikan Allah Swt. Dan akan
diketahui di hari akhir.
Sekalipun demikian, perlu pula diperhatikan bahwa yang mengemukakan ijtihad
maupun orang yang yang diikuti pendapatnya, harus orang yang memiliki otoritas
keilmuan yang disampaikannya melalui ijtihad.
Perbedaan-perbedaan dalam produk ijtihad adalah sesuatu yang wajar. Perbedaan
yang ada hendaknya tidak mengorbankan ukhuwah Islamiyah yang terbina atas
landasan keimanan yang sama.

3. Konsep la hukma lillahi qabla ijtihad al mujtahid (Allah belum menetapkan


suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seseorang mujtahid)
Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan hukum yang belum
ditetapkan secara pasti, baik dalam Al-Qur'an maupun sunnah rasul, Allah belum
menetapkan hukumannya. Oleh karena itu, umat Islam –khususnya para mutjtahid-
dituntut untuk menetapkan hukum melalui ijtihad. Hasil ijtihad merupakan hukum
Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasilnya berbeda-beda.
Dari ketiga konsep di atas dapat kita pahami bahwa ajaran Islam mentolelir adanya
perbedaan-perbedaan dalam pemahaman maupun pengenalan. Kemutlakan allah
dan firman-firman-Nya. Interpretasi terhadap firman Allah bersifat relatif karena itu
sangat dimungkinkan untuk terjadi perbedaan. Interpretasi sangat berkait dengan
berbagai faktor, seperti lingkungan budaya, pengetahuan dan pengalaman
interpretator dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan atau permusuhan.
perbedaan harus disikapi secara arif, sepanjang perbedaan itu berdasarkan
argumentasi yang benar dan merujuk kepada sumber yang sama.
B. Hubungan Antar Umat Beragama
Agama Islam diturunkan untuk manusia dengan segala keberagamannya. Ajaran
Islam tidak melarang umatnya untuk berhubungan dengan umat beragama lain. Islam
mengajarkan umatnya untuk senantiasa berpihak pada kebenaran dan keadilan terhadap
siapa saja, termasuk orang-orang non muslim.
Dalam masyarakat sekarang ini hubungan antar pemeluk agama yang berbeda-beda
tidak bisa dihindarkan, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Bagi
umat Islam hubungan ini tidak menjadi halangan, sepanjang berkaitan dengan masalah
sosial kemanusiaan atau muamalah. Bahkan dalam berhubungan dengan mereka, umat

Modul Pendidikan Agama Islam 53


Islam dituntut untuk menampilkan perilaku yang baik sehingga dapat menarik minat
mereka untuk mengetahui ajaran Islam.
Dalam sejarah Rasul, kita dapat menemukan bahwa orang-orang kafir masuk
agama Islam disebabkan sikap dan tingkah laku Nabi dalam berhubungan dengan
mereka. Karena itu, menampilkan perilaku yang Islami dalam hubungan dengan pemeluk
agama lain merupakan bagian yang tak terpisahkan dari misi Islam yang disebut dakwah
bil hal (mengajak dengan tingkah laku).
Dalam hubungan dengan umat beragama lain hendaknya seorang muslim tetap
menjaga keyakinan (aqidah)nya, yaitu meyakini bahwa agama Islamlah yang diridhai
Allah dan berusaha menyucikan aqidahnya. Hal ini berarti bahwa hubungannya dengan
pihak lain tidak sampai membenarkan keyakinan mereka atau saling tukar keyakinan,
tetapi tetap menghormati dan menghargai keyakinan masing-masing.
Penghormatan terhadap orang lain yang berbeda agama merupakan wujud kasih
sayang seorang muslim terhadap sesama manusia. Kasih sayang merupakan prinsip dasar
ajaran agama Islam yang mendorong umatnya agar terus mengembangkan dan
menebarkan rahmat kepada seluruh makhluk .
Penataan pergaulan umat Islam dengan non-muslim dikaitkan pula dengan kondisi
yang ada. Pada kondisi umat Islam teraniaya di tengah dominasi kaum non-muslim, Islam
mengajarkan umatnya untuk sabar. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, hendaknya
mereka hijrah ke tempat lain dalam rangka menyelamatkan jiwa dan keyakinannya.
Apabila hubungan antara mereka dengan umat Islam baik, maka hendaknya
mengembangkan sikap yang lebih baik dengan toleransi dan kerja sama dalam hal-hal di
luar aqidah. Sebaliknya, apabila mereka memusihi dan mengancam keamanan jiwa dan
aqidah, umat Islam tidak dilarang untuk memerangi mereka sebagai pembelaan diri dan
aqidahnya. Dan jika umat Islam berkuasa hendaknya melindungi mereka baik diri,
keluarga, harta, kehormatan bahkan aqidah mereka. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi
orang-orang non-muslim untuk takut berada di tengah-tengah umat Islam, kehadiran
mereka di tengah umat Islam, dapat hidup dengan aman dan tentram.
Al-Qur'an mengajarkan prinsip-prinsip toleransi umat beragama sebagai sebagai
berikut :
1. Dilarang melakukan pemaksaan dalam beragama baik secara halus apalagi kasar.
Perinsip ini didasarkan kepada firman Allah:

Modul Pendidikan Agama Islam 54


          
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar dari pada jalan yang sesat”. (Al-Baqarah,2:256)
2. Manusia berhak memilih, memeluk agama, hal ini berdasarkan firman Allah:

           
“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir)
biarlah ia kafir”. (QS .Al- Kahfi,18:29)
3. Tidak berguna memaksa seseorang agar menjadi seorang muslim. Firman Allah :

       


“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur
dan ada pula yang kafir”. (QS.Al-Insan : 3)

4. Allah tidak melarang hidup bermasyarakat dengan orang yang tidak sepaham atau
tidak seagama, selama tidak memusuhi islam, firman Allah:

              

       


“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”
.(Q ٍٍS.Al-Mumtahanah : 8)

C. Sumber Konflik Umat Beragama


Upaya membina dan mengembangkan sendi-sensi kerukunan antar umat beragama,
pemerintah telah mengidentifikasi beberapa hal yang dapat menimbulkan titik-titik rawan
dibidang kerukunan umat beragama dan sebagai sumber konflik antar umat beragama.
Masalah-masalah rentan yang bisa menimbulkan kerawanan hubungan antar umat
beragama tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pendirian tempat ibadah
Mendirikan tempat ibadah adalah hak setiap komunitas agama. Akan tetapi tempat
ibadah yang didirikan tanpa mempertimbangkan situasi sosiologis dan kondisi
psikologis lingkungan umat beragama setempat, sering menciptakan
ketidakharmonisan hubungan antar umat beragama yang dapat meimbulkan konflik
antar umat beragama.

Modul Pendidikan Agama Islam 55


2. Penyiaran agama.
Penyiaran agama baik secara lisan, melalui media cetak seperti brosur, famplet,
selembaran dan sebagainya, maupun melalui media elektronika serta media yang
lain,dapat menimbulkan kerawanan dibidang kerukunan antar umat beragama, lebih-
lebih jika upaya-upaya penyiaran itu ditunjukan kepada orang-orang yang telah
memiliki identitas atau telah memeluk agama tertentu.
3. Bantuan luar negeri.
Bantuan luar negeri untuk berbagai kepentingan pengembangan suatu agama, baik
berupa bantuan material/ financial maupun tenaga ahli keagamaan, bila tidak
mengikuti peraturan yang berlaku, dapat menimbulkan ketidak harmonisan dalam
bidang kerukunan umat beragama, baik dikalagan intern umat beragama maupun
antar umat beragama.
4. Perkawinan berbeda agama.
Perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang berbeda agama atau berlainan iman,
walaupun pada mulanya bersifat pribadi yang bisa menimbulkan konflik antar
keluarga, tetapi tidak jarang hal tersebut juga dapat mengganggu keharmonisan
hubungan antar umat beragama, lebih-lebih apabila akar-akar masalahnya telah
menyangkut status hukum dari perkawinan tersebut atau menyangkut status harta
benda hasil perkawinan, pembagian warisan, dan sebagainya.
5. Perayaan hari-hari besar keagamaan.
Penyelenggaraan upacara perayaan hari-hari suci atau hari-hari besar keagamaan
yang kurang mempertimbangkan kondisi, situasi dan suasana psikologis dan
lingkungan sosial keagamaan, dimana upacara peryaan tersebut diselenggarakan
dapat menyebabkan timbulnya celah-celah kerawanan dibidang kerukunan antar
umat beragama.
6. Penodaan agama.
Perbuatan yang bersifat melecehkan atau menodai ajaran dan keyakinan suatu agama
yang dilakukan seseorang atau sekelompok penganut agama lain dapat menyulut
muatan emosi, agresifitas dan meletupnya pijar-pijar sensitifitas keagamaan yang
menimbulkan kerawanan dibidang kerukunan antar umat beragama.
7. Kegiatan aliran sempalan.
Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, tetapi jauh
menyimpang dari doktrin dasar kebenaran suatu agama, dapat menimbulkan

Modul Pendidikan Agama Islam 56


kerawanan, baik hubungan intern suatu agama maupun hubungan antar umat
beragama. Aliran sempalan ini biasanya bersifat eksklusif dan mengajukan klaim-
klaim kebenaran terhadap pendirian atau paham-paham keagamaan yang dianutnya
secara berlebih-lebihan.
8. Aspek-aspek non-agama.
Yang dapat menimbulkan gejolak pengaruh terhadap kerawanan hubungan antar
umat beragama bisa berupa tingkat kepadatan lebarnya kesenjangan sosial ekonomi,
factor muatan politik (politisasi agama), pelaksanaan pendidikan yang kurang atau
tidak mempertimbangkan faktor, nilai dan etika agama, dan penyusupan ideology
dan politik berhaluan keras yang bersekala nasional maupun internasional yang
masuk ke Indonesia melalui berbagai kegiatan agama.

Modul Pendidikan Agama Islam 57


BAB X

POLITIK ISLAM

A. Pengertian Politik Islam


Kata politik dalam islam identik dengan siyasah yang berasal dari akar kata
‫ عٍبعــخ‬- ‫ عبط‬yang artinya mengatur, mengendalikan, mengurus atau membuat keputusan.
Di dalam Kamus al-Munjid dan Lisan al-'Arab, kata siyasah kemudian diartikan
pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuat kebijakan, pengurusan, pengawasan
atau perekayasaan. Untuk selanjutnya al-siyasah kadang-kadang diartikan, memimpin
sesuatu dengan cara yang membawa kemaslahatan.

B. Pembidangan Politik Islam


1. Siyasah Dusturiyyah; Makna dustur adalah asas, dasar atau pembinaan. Secara istilah
diartikan kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerja sama antara
sesama anggota masyarakat dalam sebuiah negara, baik tidak tertulis (konvensi)
maupun yang tertulis (konstitusi).
2. Siyasah Dawliyyah; Siyasah dawliyah adalah bagian dari fiqh siyasah yang
membahas tentang hubungan satu negara dengan negar lain. Perjanjian antar negara
dan adat kebiasaan menjadi dua sumber yang terpenting dalam hubungan damai antar
negara tersebut. Dalam kajian selanjutnya, hal ini dikenal dengan hubungan
internasional.
3. Siyasah Maliyah; siyasah maliyah merupakan salah satu pilar penting dalam sistem
pemerintahan Islam yang mengatur anggaran pendapat dan belanja negara. Dalam
kajian ini dibahas sumber-sumber pendapatan negara dan pos-pos pengeluarannya.
Menurut Hasbi, sumber-sumber yang ditetapkan syara\' adalah khumus al-ghanaim
(seperlima rampasan perang), sedekah dan kharaj.

C. Prinsip-prinsip Utama Sistem Politik Islam


Prinsip prinsip sistem politik Islam terdiri daripada beberapa perkara di antaranya:

1. Musyawarah
P`1rinsip pertama dalam sistem politik Islam ialah musyawarah. Asas musyawarah
yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan orang orang
yang akan menjawat tugas tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah

Modul Pendidikan Agama Islam 58


yang kedua adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara perlaksanaan undang-
undang yang telah dimaktubkan di dalam al Qur'an dan al Sunnah. Asas musyawarah
yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan menentukan perkara perkara baru yang
timbul di kalangan ummah melalui proses ijtihad.
2. Ke'adilan
Prinsip kedua dalam sistem politik Islam ialah keadilan. Ini adalah menyangkut
dengan ke'adilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam.
Ke'adilan di dalam bidang bidang sosial ekonomi tidak mungkin terlaksana tanpa
wujudnya kuasa politik yang melindungi dan mengembangkannya.
3. Kebebasan
Prinsip ketiga dalam sistem politik Islam ialah kebebasan. Kebebasan yang dipelihara
oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang berteraskan kepada ma'ruf dan
kebajikan.
4. Persamaan
Prinsip keempat dalam sistem politik Islam ialah persamaan atau musawah. Persamaan
di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapat dan menuntut hak hak, persamaan
dalam memikul tanggung jawab menurut peringkat yang ditetapkan oleh undang
undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah taklukan kekuasaan undang
undang.
5. Hak Menghisab Pihak Pemerintah
Prinsip kelima dalam sistem politik Islam ialah hak rakyat untuk menghisab pihak
pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini
berdasarkan kepada firman Allah :
"Dan apabila ia berpaling (daripada kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanaman tanaman dan binatang ternak, dan Allah
tidak menyukai kebinasaan." (Al-Baqarah: 205)
"..maka berilah keputusan di antara manusia dengan 'adil dan janganlah kamu
mengikut hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu daripada jalan Allah.
Sesungguhnya orang orang yang sesat daripada jalan Allah akan mendapat 'azab
yang berat, kerana mereka melupakan hari perhitungan." (Shaad: 26)

D. Kontribusi Umat Islam Terhadap Perpolitikan di Indonesia

1. Munculnya Partai-partai berasaskan Islam serta partai nasionalis berbasis umat Islam.
2. Sikap pro aktifnya tokoh-tokoh politik Islam dan umat Islam terhadap keutuhan negara
kesatuan Republik Indonesia.

Modul Pendidikan Agama Islam 59


BAB XI

BUDAYA ISLAM

A. Pengertian Budaya
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa: “ budaya “
adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan
penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak,
kesenian, ilmu dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau
tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan
kelakuan.

B. Sikap Islam Terhadap Kebudayaan


Islam datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada
kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk
menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu
yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-
hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya,
sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di
masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi
derajat kemanusiaan.

C. Kriteria budaya dalam Islam

1. Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. Dalam kaidah fiqh disebutkan :
“ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu
masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di
dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya
berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syariat, seperti ; kadar besar
kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga
wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas. Dalam
Islam budaya itu syah-syah saja, karena Islam tidak menentukan besar kecilnya mahar

Modul Pendidikan Agama Islam 60


yang harus diberikan kepada wanita. Menentukan bentuk bangunan Masjid,
dibolehkan memakai arsitektur Persia, ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk Joglo.
Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam Islam, maka
adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar hukum.
2. Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian di “
rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.nContoh yang paling jelas, adalah tradisi
Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan
ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di
Ka‟bah dengan telanjang. Islam datang untuk merekonstruksi budaya tersebut,
menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya. Contoh lain adalah
kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh Islam kebudayaan
tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar sesuai dengan nilai-nilai
Islam.
3. Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti Di daerah Toraja, untuk
memakamkan orang yang meninggal, memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut
digunakan untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi yang
dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai budaya “
Tumpeng Rosulan “, yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada Rosul Allah
dan tumpeng lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut
masyarakat setempat merupakan penguasa Lautan selatan (Samudra Hindia ).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang bertentangan dengan
ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan mengikutinya. Islam melarangnya,
karena kebudayaan seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada
kemajuan adab, serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia,
sebaliknya justru merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena
mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak
bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah meninggal dunia.

Modul Pendidikan Agama Islam 61


BAB XII

MASYARAKAT MADANI

A. Pengertian Masyarakat Madani


Masyarakat Madani adalah masyarakat yang menjadikan nilai-nilai peradaban
sebagai ciri utama. Karena itu dalam sejarah pemikiran filsafat, sejak filsafat Yunani
sampai filsafat Islam juga dikenal istilah Madinah atau polis, yang berarti kota, yaitu
masyarakat yang maju dan berperadaban. Masyarakat Madani simbol idealisme yang
diharapkan oleh setiap masyarakat. Dalam Al-Qur‟an Allah memberikan ilustrasi
masyarakat ideal sebagai gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya :
“ (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha
Pengampun”. (Q.S. Saba : 15)

B. Karakteristik Masyarakat Madani


1. Ber-Tuhan artinya bahwa masyarakat madani tersebut adalah masyarakat yang
beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai
landasan yang mengatur kehidupan sosial. Landasan hukum Tuhan dalam kehidupan
sosial itu lebih objektif dan adil, karena tidak ada kepentingan kelompok tertentu yang
di utamakan dan tidak ada kelompok lain yang diabaikan.
2. Damai artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara
kelompok menghormati pihak lain secara adil. Kelompok sosial mayoritas hidup
berdampingan dengan kelompok minoritas sehingga tidak muncul kecemburuan
sosial. Kelompok yang kuat tidak menganiaya kelompok yang lemah, sehingga tirani
kelompok minoritas dan anarki mayoritas dapat dihindari.
3. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat
mengurangi kebebasannya. Prinsip tolong menolong antar anggota masyarakat
didasarkan pada aspek kemanusiaan karena kesulitan hidup yang dihadapi oleh
sebagian anggota masyarakat tertentu, sedangkan pihak lain memiliki kemampuan
membantu untuk meringakan kesulitan hidup tersebut.
4. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh
Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas orang lain
yang berbeda tersebut. Masalah yang menonjol dari sikap toleran ini adalah sikap

Modul Pendidikan Agama Islam 62


keagamaan, dimana setiap manusia memiliki kebebasan dalam beragama tidak dapat
dipaksakan. Akal dan pengalaman hidup keagamaan manusia mampu menentukan
sendiri agama yang di anggap benar.
5. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. Setiap anggota masyarakat memiliki
hak dan kewajiban yang seimbang untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan dan
keutuhan masyarakat sesuai dengan kondisi masing-masing. Keseimbangan hak dan
kewajiban itu berlaku pada seluruh pada aspek kehidupan sosial, sehingga tidak ada
kelompok sosial tertentu yang diistimewakan dari kelompok sosial yang lain sekedar
karena ia mayoritas.
6. Berperadaban tinggi, artinya meayarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu
pengatuhan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk keselamatan hidup.
Ilmu pengetahuan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ilmu
pengetahun memberi kemudahan dan meningkatkan harkat martabat manusia,
disamping memberikan kesadaran akan posisinya sebagai khalifah Allah. Namun,
disisi lain ilmu pengetahuan juga bisa menjadi ancaman yang membahayakan
kehidupan manusia, bahkan membahayakan lingkungan hidup bila pemanfaatannya
tidak disertai dengan nilai-nilai ke- Tuhanan dan kemanusiaan.
7. Berakhlak mulia, sekalipun pembentukan akhlak masyarakat dapat dilakukan
berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan semata, tetapi realitivitas manusia dapat
menyebabkan terjebaknya kosep akhlak yang relative. Sifat subjektife manusia sering
sukar dihindarkan, oleh karena itu konsep akhlak tidak boleh dipisahkan dengan nilai-
nilai ke -Tuhanan, sehingga substansi dan aplikasinya tidak terjadi penyimpangan.

C. Kendala Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia


1) Kualitas sumber daya manusia yang belum memadai.
2) Masih rendahnya tingkat pendidikan politik masyarakat.
3) Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
4) Tingginya angkatan kerja produktif yang belum terserap karena ketersediaan lapangan
kerja yang terbatas.
5) Terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dalam jumlah besar.
6) Kondisi sosial politik yang belum kondusif.

Modul Pendidikan Agama Islam 63


D. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Selain memahami karakteristik masyarakat madani kita juga harus melihat pada
potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di
dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani.
Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama
Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang
memiliki potensi yang kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak
akan memuaskan.

Modul Pendidikan Agama Islam 64


XIII

TAQWA

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Taqwa


Taqwa (takwa) berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah, yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi. Sesuai dengan makna etimologi tersebut, maka taqwa dapat
diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama
islam secara utuh dan konsisten (istiqamah).
Imam Al-Ashfahani menyatakan : Taqwa adalah menjadikan jiwa berada dalam
perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian rasa takut juga dinamakan taqwa.
Sehingga taqwa dalam istilah syar‟i adalah menjaga diri dari perbuatan dosa. Dengan
demikian maka bertaqwa kepada Allah adalah rasa takut kepada-Nya dan menjauhi
kemurkaan-Nya.
Suatu hari, seorang sahabat bertanya kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib k.w.
tentang apa itu taqwa. Beliau menjelaskan bahwa taqwa itu adalah
1. Takut (kepada Allah) yang diiringi rasa cinta, bukan takut karena adanya neraka.
2. Beramal dengan Alquran yaitu bagaimana Alquran menjadi pedoman dalam
kehidupan sehari-hari seorang manusia.
3. Ridho dengan yang sedikit, ini berkaitan dengan rizki.
4. Bila mendapat rizki yang banyak, siapa pun akan ridho tapi bagaimana bila
sedikit ? Yang perlu disadari adalah bahwa rizki tidak semata-mata yang berwujud
uang atau materi.
5. Orang yg menyiapkan diri untuk "perjalanan panjang", maksudnya adalah hidup
sesudah mati
Taqwa merupakan ikatan yang mengikat jiwa agar tidak lepas kontrol mengikuti
keinginan dan hawa nafsunya. Dengan ketaqwaan seseorang dapat menjaga dan
mengontrol etika dan budi pekertinya dalam setiap saat kehidupannya, karena ketaqwaan
pada hakekatnya adalah muroqabah dan berusaha keras mencapai keridhoan Allah serta
takut dari adzab-Nya.

Modul Pendidikan Agama Islam 65


Secara umum taqwa merupakan aktualisasi dari pelaksanaan aturan Allah dalam
hubungan manusia dengan Allah, hubungan sesama manusia, hubungan dengan dirinya
sendiri dan hubungan dengan lingkungan hidup.

B. Ciri-ciri orang Taqwa


Alqur-an tidak secara eksplisit menjelaskan arti taqwa. Tapi, Alqur-an banyak
menyebutkan ciri-ciri dari orang yang bertaqwa diantaranya yaitu : Mengimani yang
ghaib (2:3), Mendirikan sholat (2:3), Membayar infaq ketika berkecukupan maupun ketika
kekurangan (2:3; 3:134), Mengimani kitab-kitab Allah (2:4) ,Meyakini akan adanya
(kehidupan) akhirat (2:4), Mampu menahan amarah (3:134) ,Memaafkan (kesalahan)
orang lain (3:134) ,Segera ingat Allah dan lalu memohon ampun terhadap dosanya apabila
terlanjur mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri (3:135),Tidak
meneruskan perbuatan kejinya setelah disadarinya (3:135) , Menjadikan Alqur-an sebagai
petunjuk (hudan) dan pelajaran (mauidhoh)(3:139), Selalu menyertai Nabi memerangi
orang kafir (3:146) , Tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa ketika berjuang
di jalan Allah (3:146), Tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh) (3:146),
Selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil (5:8), Bila
ditimpa was-was/bisikan dari syaitan, segera ingat Allah sehingga seketika itu juga
menyadari kesalahannya (7:202) ,Tidak mengikuti (keinginan) orang kafir dan munafiq
(33:1; 3:149),Selalu mengikuti apa yang diwahyukan Allah (33:2), Lebih memilih
kehidupan akhirat (12:109).

C. Kedudukan Taqwa
1. Membebaskan diri dari kekufuran.
2. Menjauhkan diri dari segala perkara yang membawa kepada dosa.
3. Membersihkan batin (hati) dari segala yang menyibukkan atau melalaikan diri dari
Allah swt.

Modul Pendidikan Agama Islam 66


D. Janji Allah bagi Orang yang Taqwa

Banyak sekali janji Allah yang akan diberikan kepada orang yang bertaqwa. Beberapa
diantaranya adalah sbb :
1. Diturunkan berkah dari langit dan bumi (7:96)

            

     


Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
2. Menjadi pewaris bumi (7:128)

               

  


Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersabarlah; Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada
siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. dan kesudahan yang baik adalah
bagi orang-orang yang bertakwa."
3. Diberi furqon (8:29)

              

    


Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan
kepadamu Furqaan[607]. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu,
dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
4. Dihapus kesalahan (8:29)

              

    


Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan
kepadamu Furqaan[607]. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu,
dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.

Modul Pendidikan Agama Islam 67


5. Diampuni dosanya (8:29)

              

    


Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan
kepadamu Furqaan[607]. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu,
dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
6. Mendapat berita gembira di dunia dan di akherat (10:64)

               

 
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di
akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian
itu adalah kemenangan yang besar.
7. Diselamatkan Allah (19:72)

        

Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan


orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam Keadaan berlutut.
8. Allah menjadi pelindungnya (45:19)

               



Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari
siksaan Allah. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang
yang bertakwa.
9. Allah akan memberi jalan keluar dalam urusannya (65:2)

Modul Pendidikan Agama Islam 68


           

                

   


Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik
atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang
adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.
Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya
jalan keluar.
9. Allah memberi rezki dari arah yang tidak disangka (65:3)

                   

    


Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa
yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
10. Allah memberi kemudahan dalam urusannya (65:4)

              

               
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-
perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah
mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.
dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
11. Dilipat gandakan pahalanya (65:5)

               

Modul Pendidikan Agama Islam 69


Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan Barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan
akan melipat gandakan pahala baginya.
12. Menjadi pewaris surga (16:30-32, 77:41-44, 78:31-37)

                

              

              

         


Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan
oleh Tuhanmu?" mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". orang-
orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. dan
Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan Itulah Sebaik-baik tempat bagi
orang yang bertakwa,
(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-
sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki.
Demikianlah Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang bertakwa,
(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam Keadaan baik oleh Para Malaikat dengan
mengatakan (kepada mereka): "Salaamun'alaikum masuklah kamu ke dalam syurga itu
disebabkan apa yang telah kamu kerjakan".

Modul Pendidikan Agama Islam 70


DAFTAR PUSTAKA

A.Toto Suryana dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi,Tiga Mutiara,
Bandung, 1997.
Abdul Qadir Abu Faris, Sistem Politik Islam,Robbani Press, Jakarta, 2000.
Abdullah al Wazaf dkk, Pokok-pokok Keimanan, Trigenda Karya, Bandung, 1994.
Adnan Ali Ridla an-Nahli, Syura dan Demokrasi, Al-Kautsar,Yogyakarta.
Agus Bustanuddin, Al-Islam,Rajawali Press,Jakarta,1993.
Aisyah Bintu Syati, Manusia dalam Perspektif Al-Qur‟an, Pustaka Firdaus, Jakarta.
Al-Hamdani, Risalah an-Nikah,Pustaka Imani,Jakarta,2002.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,Kencana, Jakarta, 2007.
Azyumardi Azra, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi
Umum,Departemen Agama, Jakarta, 2002.
Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia menurut Al-Qur‟an, PT. Al-Husna Zikra, Jakarta, 1995.
Depag RI., Al-Qur‟an dan Terjemah, Lajnah Penterjemah Depag RI, Jakarta. 1983.
Eggi Sujana, HAM dalam Perspektif Islam, Nuansa Madani, Jakarta, 2002.
Endang Saefudin Anshari, , Wawasan Islam, Mizan, Bandung,1986
Fazlur Rahman,Tema-Tema Pokok Al-Quran,Pustaka,Bandung,1983.
Harun Nasution,Islam Rasional,Mizan,Bandung,1995.
M. Luqman Hakim (ed), Deklarasi Islam tentang HAM, Risalah Gusti, Surabaya, 1993.
M.Quraish Shihab,Membumikan Al-Qur‟an, Mizan,Bandung,1992.
M.Quraish Shihab,Wawasan Qur‟an, Mizan,Bandung,1996.
Maurice Bucaille, Bibel,Qur‟an dan Sains Modern(Terj.Prof.Dr.HM.Rasyidi), Bulan Bintang,
Jakarta,1978.
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam ,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Muhammad Abdul Azis Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, Ictiar Baru van Hoeve,
Jakarta, 1996.
Sayid Sabiq, Unsur-unsur Kekuatan Dalam Islam,Toko Kitab Ahmad Nashan,Surabaya,1981.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam , Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1996.
Syekh Syaukat, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1991
T. Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Islam dan Hak Asasi Manusia, PT. Pustaka Rizki Putra,
Semarang, 1999.
T. Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Bulan Bintang,Jakarta, 1963.

Modul Pendidikan Agama Islam 71


Wahbah Juhaeli, Tafsir Munir fi al-„Aqidah wa al-Syari‟ah wa al-Manhaj,Dar al-Fikr al-
Ma‟ashir, Libanon,1991.
Yusuf Al-Qardawi, Membumikan Syari‟ah Islam , Dunia Ilmu, Jakarta, 1992.
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap. PT.Rineka Cipta,Jakarta, 1992.

Modul Pendidikan Agama Islam 72

Anda mungkin juga menyukai