A. Konsep Tuhan
1. Definisi Tuhan
Demi memudahkan dalam memberikan definisi Tuhan, sebaiknya definisi itu
diambil dari apa yang dijabarkan Al-Qur‟an. Perkataan "ilah", yang selalu
diterjemahkan "Tuhan" di dalam Al-Qur'an dipakai untuk menyatakan berbagai objek,
yang dibesarkan atau dipentingkan manusia. Misalnya, di dalam Q.S.25:43, Q.S.28:38
dan Q.S 45:23 berikut ini :
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci
mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?(Q.S.Al-Jatsiyah : 23)
Definisi "Tuhan" atau "ilah" yang tepat, berdasarkan logika al-Qur'an sebagai
berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai (didominir) oleh-Nya
(sesuatu itu).
Perkataan "dipentingkan" hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya
yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan
atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan
bahaya atau kerugian.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memberikan definisi al ilah (Tuhan) sebagai
berikut: Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati; tunduk kepadanya,
merendahkan diri di hadapannya, takut dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo'a dan bertawakkal kepadanya untuk
2. Wujud Tuhan
Tuhan tidak akan dikenal jika tidak menciptakan alam semesta. Alam merupakan
penampakan lahir Tuhan. Semua yang ada di alam semesta merupakan bukti yang
jelas terhadap adanya Tuhan. Unsur-unsur perwujudan serta benda-benda alam
inipun mengukuhkan pendapat kita bahwa di situ ada Maha Pencipta dan Pengatur.
Al-Qur‟an seringkali mengajak kita supaya menyaksikan, meneliti serta
memikirkan kenyataan-kenyataan ini. Allah berfirman :
“ Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan
kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
Berdasarkan ayat diatas bahwa pengakuan akan Tuhan telah ada dalam diri
manusia sejak manusia pertama kali diciptakan. Ketika masih dalam bentuk roh, dan
“ Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
yang kelihatan;dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.”(Q.S.Al-An‟am :
103 ).
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya
Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah
ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat
melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya
gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar
kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku
orang yang pertama-tama beriman”.(Q.S. Al-A‟raaf : 143).
Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah
kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak
itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah
nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat
diukur dengan ukuran manusia.
B. Konsep Alam
Al Qur‟an ternyata lebih maju dengan menutup lubang logika awal terciptanya
Langit dan bumi dengan menggunakan Frase kata “jadilah” atau “kun fayakuun‟ yang
merupakan frase ke-Maha Kuasaan.
Al-Qur‟an menjelaskan secara detail tentang penciptaan langit dan bumi
diantaranya yaitu Al Qur‟an surat 7:54, 10:3, 11:7, 21:30, 25:59, 32:4, 57:4, 41:9-12 dan
79:27-33. Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Anbiyaa 21:30 Allah Berfirman mengenai keadaan
Bumi dan langit saat awal mula:
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada
juga beriman?”
Katakanlah: "Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam
dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah
Rabb semesta alam".
Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya
dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap,
lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan
suka hati".
Tafsir Ibnu Katsir untuk surat 41:9-11 juga menyatakan bahwa: Penciptaan Bumi
dan Penciptaan langit dibicarakan secara terpisah. Allah berfirman bahwa Ia menciptakan
Bumi terlebih dahulu, karena itu adalah Fondasi, dan Fondasi harus dibangun terlebih
dahulu baru kemudian atap.
C. Konsep Manusia
1. Hakikat Manusia
Konsep manusia dalam Islam, diambil dari ayat al-Quran dan Hadits. Menurut
surat Al-Mu‟minun ayat 12-16, manusia diciptakan Allah dari intisari tanah yang
dijadikan nuhtfah dan disimpan di tempat yang kokoh. Kemudian nuthfah itu dijadikan
darah beku, darah beku itu dijadikan mudghah, mudghah dijadikan tulang, tulang yang
dibalut dengan daging dan kemudian dijadikan Allah makhluk lain. Surat As-Sajdah
ayat 7-9 selanjutnya menjelaskan bahwa setelah kejadian manusia dalam kandungan
mengambil bentuk, ditiupkanlah ruh oleh Allah swt. Kedalamnya dan dijadikan
pendengaran, penglihatan dan perasaan. Hadist yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah swt kedalam janin setelah ia mengalami
perkembangan 40 hari nuthfah ,40 hari alaqah dan 40 hari mudgah.
Berdasarkan ayat dan hadist tersebut diatas, jelas bahwa manusia hakikatnya
terdiri dari dua unsur, materi dan immateri, jasmani dan ruhani.
Ada tiga kata yang digunakan al-Qur‟an untuk menunjuk kepada manusia :
1) Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin semacam insan, ins,
nas, atau unas
2) Menggunakan kata basyar
3) Menggunakan kata Bani Adam, dzurirat Adam.
4. Potensi Manusia
Setelah kita membahas dan menganalisis tentang hakikat dan penciptaan manusia,
kita telah mencatat hal-hal penting bagaimana al-Qur‟an menyingkap dan menegaskan
tentang hakikat manusia dan proses penciptaannya atau asal mulanya. Diantara
catatan-catatan itu ialah bahwa dengan tegas Al-Qur‟an menyatakan bahwa manusia
berada pada posisi yang tinggi dan mulia, karena manusia memiliki ciri khas yang
membedakan dengan makhluk lainnya yaitu berpikir. Sehingga para ahli manthiq
misalnya mengatakan : artinya :” manusia adalah hewan yang berpikir”
Telah ditemukan sekian ayat yang memuji dan memuliakan manusia, seperti
pernyataan tentang terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-
baiknya (QS. At-Tin : 5), dan penegasan tentang dimuliakannya makhluk ini
dibanding dengan makhluk-makhluk Allah yang lain (Qs. Al-Isra : 70).
AGAMA ISLAM
3. Ijtihad.
Kata Ijtihad diambil dari akar kata Jahada bentuk kata masdarnya yaitu Jahdun
dengan arti sesungguhnya atau sepenuh hati, serius. Kemudian kata Juhdun dengan arti
kesanggupan atau berkemampuan yang didalamnya terkandung arti sulit, berat, dan
susah. Jadi ijtihad adalah usaha yang bersungguh-sungguh dalam mengunakan akal
fikiran yang semaksimal mungkin untuk menetapakan suatu hukum yang tidak
ditetapkan secara jelas dalam Al-Qur‟an dan Sunnah/Hadits. Beberapa macam ijtihad
antara lain :
a. Ijma', artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara
yang terjadi.
b. Qiyâs, artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum
suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki
kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara
terdahulu sehingga dihukumi sama.
1. Hidup beragama islam adalah sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang
tertinggi di muka bumi
2. Hidup beragama adalah kehidupan bagi manusia-manusia berakal. Orang yang tidak
berakal sehat tidak memerlukan agama, dan kalaupun mereka beragama namun itu
tidak berfaidah bagi mereka
3. Hidup beragama adalah sesuai dengan fitrah manusia, ini adalah merupakan tuntunan
hati nurani oleh karena itu mereka yang mengingkari agama adalah mereka yang
mendustakan hati nuraninya sendiri
4. Agama dapat membuka jati diri manusia tentang asal , tujuan dan apa yang mesti
dilakukan
AQIDAH
A. Pengertian Aqidah
Dalam bahasa Arab aqidah berasal dari kata al-„aqdu ()ان َع ْق ُذ ْ yang berarti ikatan, at-
ْ
ُ ٍْ ِ )انزَّىْ ثyang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu ()ا ِإلدْ َكب ُو
tautsiiqu (ق
yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah ( )ان َّش ْثظُ ثِقُ َّى ٍحyang
berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah : „aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak
ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya. Jadi, „Aqidah Islamiyyah adalah
keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan
kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya Rasul-rasul-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk.
Walaupun iman itu merupakan peranan hati yang tidak diketahui oleh orang lain
selain dari dirinya sendiri dan Allah SWT namun dapat diketahui oleh orang melalui
bukti-bukti amalan. Iman tidak pernah berkompromi atau bersekongkol dengan kejahatan
dan maksiat. Sebaliknya iman yang mantap di dada merupakan pendorong ke arah kerja-
kerja yang sesuai dan cocok dengan kehendak dan tuntutan iman itu sendiri. Firman
Allah swt yang berbunyi:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman
Iman itu boleh bertambah dan berkurang. Malah Iman seseorang boleh dihinggapi
penyakit. Ada Iman senantiasa bertambah yaitu Iman para Nabi dan Rasul. Ada Iman
yang tidak bertambah atau berkurang yaitu Iman para Malaikat. Ada Iman yang kadang-
kadang bertambah dan ada ketikanya menurun yaitu Iman kebanyakan orang mukmin.
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.Dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia”.(Q.S.Al-Ikhlas :1-4)
2. Tauhid Ar-Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah adalah mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah
Tuhan yang mencipta alam ini. Mentauhidkan Allah sebagai pencipta, pengurus,
pengatur, pemerintah, pendidik, pemelihara dan pengasuh sekalian alam. Banyak ayat-
ayat al-Quran yang menyebut tentang tauhid Rububiyyah ini. Diantaranya firman
Allah yang berbunyi:
“Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan
gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu;
dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. dan Kami
turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-
tumbuhan yang baik.” (Q.S.Luqman :10).
D. Tingkatan Aqidah
1. Taqlid, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang diikutinya
tanpa dipikirkan
2. Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas bukti, dan dalil yang jelas, tetapi
belum sampai menemukan hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dengan dalil
yang diperolehnya. Hal ini memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-sanggahan
atau dalil-dalil lain yang lebih rasional dan lebih mendalam.
3. „Ainul yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah
dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan
SYARI’AH
A. Pengertian Syariah
Secara bahasa : syariah berasal dari kata “syara‟a” berarti menjelaskan atau
menyatakan sesuatu, atau “asysyir‟atu” berarti suatu tempat yang dapat menghubungkan
sesuatu yang lain, untuk sampai pada sumber air yang tak ada habisnya sehingga
membutuhkannya, dan tidak lagi butuh alat untuk mengambilnya.
Secara Istilah : syariah berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah
untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan sesama manusia, dan
hubungan manusia dengan alam semesta.
D. Tujuan Syari’ah
1. Pengertian Akhlaq.
Pengertian Akhlaq Secara Etimologi, perkataan "akhlaq" berasal dari bahasa
Arab jama' dari bentuk mufradnya "Khuluqun" yang menurut logat diartikan: budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Sinonim kata akhlaq ialah tatakrama,kesusilaan, sopan santun (Indonesia); moral,
ethic (Inggris); ethos,ethikos (Yunani). Baik kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya
dapat dijumpai di dalam al Qur'an Surat Al-Qalam, 68:4).
Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar
mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
1. Ibn Maskawaih
ظ دَا ِعٍَخٌ نهَب َ اِنَى اَ ْف َعبنِهَب ِي ٍْ َغٍ ِْش فِ ْك ٍش َوس ُِوٌَّ ٍخ
ِ َدبلً نِهَُّ ْف
Artinya:
Sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.
2. Imam Al-Ghazali
E. Tujuan Akhlaq
1. Akhlak yang baik termasuk tanda kesempurnaan iman seseorang, sebagaimana sabda
Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam: “Orang-orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (Dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Shohihul Jami‟, No. 1241)
2. Dengan akhlak yang baik, seorang hamba akan bisa mencapai derajat orang-orang
yang dekat dengan Allah Ta‟ala, sebagaimana penjelasan Rasulullah shalallahu
„alaihi wa sallam dalam sabda beliau: ”Sesungguhnya seorang mukmin dengan
akhlaknya yang baik bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan qiyamul lail.”
(Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami‟, No. 1937)
3. Akhlak yang baik bisa menambah berat amal kebaikan seorang hamba di hari kiamat,
sebagaimana sabda beliau shalallahu „alaihi wa sallam : “Tidak ada sesuatu yang
lebih berat ketika diletakkan di timbangan amal (di hari akhir) selain akhlak yang
baik.” (Shahihul Jami‟, No. 5602)
4. Akhlak yang baik merupakan sebab yang paling banyak memasukkan manusia ke
dalam surga. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah ketika ditanya tentang apa
yang bisa memasukkan manusia ke dalam surga. Beliau menjawab: “Bertakwa
kepada Allah dan akhlak yang baik.” (Riyadhus Shalihin)
MUNAKAHAT
A. Pengertian Nikah
Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu
untuk menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam – macam, maka
hukum nikah ini pun terbagi menjadi lima macam.
5. Mubah, bagi orang-orang yang tidak terdesak oleh hal-hal yang mengharuskan segera
nikah atau yang mengharamkannya. Perkawinan hukum asalnya adalah mubah
(boleh). Pada prinsipnya,setiap manusia yang telah memiliki persyaratan untuk
menikah, dibolehkan untuk menikahi seseorang yang menjadi pilihannya. Hal ini
didasarkan atas firman Allah Swt. Dalam surat An-Nisa ayat 3 :
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Terkecuali bila si wanita masih kecil, belum baligh, maka boleh bagi walinya
menikahkannya tanpa seizinnya.
2. Adanya wali bagi calon mempelai wanita, karena Nabi Shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda:
ًِبح إَِلَّ ثِ َىن
َ َلَ َِ َك
“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin wali-walinya maka nikahnya batil,
nikahnya batil, nikahnya batil.” (HR. Abu Dawud)
Apabila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa adanya wali maka
nikahnya batil, tidak sah. Demikian pula bila ia menikahkan wanita lain. Ini
merupakan pendapat jumhur ulama dan inilah pendapat yang rajih. Diriwayatkan hal
ini dari „Umar, „Ali, Ibnu Mas‟ud, Ibnu „Abbas, Abu Hurairah dan Aisyah
radhiyallahu „anhum.
2. Kewajiban Istri
a. Istri wajib dan patuh kepada suami
b. Istri harus menjaga dirinya, kehormatannya, dan rumah tangganya.
Rasulullah SAW bersabda :
“Wanita yang shalihah ialah apabila suami melihatnya, ia menyenangkannya, dan
apabila suami tidak ada, maka ia menjaga dirinya, dan apabila suami
memerintahkannya ia patuh kepadanya”. (HR. Abu Daud dan Hakim)
c. Mempergunakan nafkah yang diberi suami dengan sebaik – baiknya sebagai rasa
syukur kepada Allah SWT dan rasa terima kasih kepada suami
d. Istri berusaha meningkatkan kesejahteraan rumah tangga baik secara lahir maupun
batin.
1. Talak
a. Pengertian Talak
Talak menurut bahasa Arab artinya melepaskan ikatan. Adapun yang di
maksud talak disini ialah melepaskan ikatan perkawinan (pernikahan). Apabila
pergaulan antara suami istri tidak mencapai tujuan pernikahan, yakni membentuk
rumah tangga yang bahagia (misalnya suami atau istri tidak menjalankan kewajiban
atau salah satu di antara mereka nyeleweng sehingga tidak ada kecocokan lagi dan
tidak dapat di damaikan) maka jalan keluar satu-satunya adalah talak atau percereian.
Meskipun talak merupakan jalan yang di syariatkan, namun menjatuhkan talak tanpa
sebab sangat di benci Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW yang artinya :” Dari ibnu
umar, katanya, telah bersabda Rasulullah SAW, sesuatu yang halal namun amat di
benci Allah ialah talak “ (HR Abu Dawud dan Ibnu Majjah)
Berdasarkan kemaslahatan atau kemudaratannya. Hukum talak itu ada empat
yaitu :
Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Khulu' Yaitu
permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.
2) Bagi wanita yang dicerai suaminya dan ia masih haid maka iddahnya ialah 3 quru‟
(tiga kali suci). Firman Allah SWT artinya
“ wanita-wanita yang di talak hendaklah menahan diri ( menunggu) tiga kali
quru‟. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan suami-
suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya, menurut cara yang ma‟ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai
satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah maha perkasa lagi maha
bijaksana.”( QS Al Baqarah :22 )
A. Hukum Islam
Menurut M.Quraisy Syihab (199:385), adalah merupakan satu hal yang mustahil,
bila Allah yang menganugerahkan manusia potensi untuk menikmati dan
mengekspresikan keindahan, kemudian Dia sendiri melarangnya. Bukankah Islam adalah
Penuturan al-Qur‟an tersebut tidak larut dalam melukiskan suatu kejadian, dan
juga tidak berhenti sampai dalam gambaran itu. Karena hal tersebut baru sebatas aspek
jasad, debu (tanah). Kisahnya dilanjutkan dengan kesadaran para pelaku, sehingga pada
akhirnya bertemu antara jasad dan ruh Illahi pada sosok kedua hamba Allah itu.
Dengan demikian sebenarnya ketika Al-Qur‟an menampilkan ajarannya melalui
kisah-kisah sejarah, Allah ingin menyentuh manusia secara total. Intelektual, hati, rasa,
spiritual, ingin digugah untuk mengekspresikannya dalam bentuk nyata. Jika totalitas
manusia muncul dalam bentuk seni, seni apapun (suara, pahat, patung, lukis, tulis, dsb)
dapat dipastikan bahwa seni yang muncul itu tidak akan bertentangan dengan ajaran
Islam.
Ayat tersebut menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu dan amal atau aqidah,
syari‟ah dan akhlaq. Jika seseorang imannya kuat (akar menghunjam ke bumi),
syari‟ahnya bagus (batangnya menjulang tinggi serta cabang dan dahannya rindang),
maka akhlaqnya akan baik (buahnya amat lebat).
Iman diidentikkan dengan akar yang kuat, ilmu bagaikan batang pohon yang
mengeluarkan dahan-dahan dan cabang-cabang ilmu pengetahuan, dan amal bagaikan
buah pohon yang lebat. Perumpamaan yang dituturkan al-Qur‟an tersebut demikian
santun. Hal ini memberi isyarat bahwa manusia diperintahkan agar mempergunakan
akalnya dengan maksimal. Ia diperintahkan agar merenung apa yang terhampar
dihadapannya.
Kasih sayang terlahir dari kesamaan iman merupakan dasar utama pergaulan di
kalangan umat Islam. Kasih sayang tersebut akan memancar dan membentuk pola
hubungan antar kaum muslimin dalam memandang orang lain sebagaimana ia
memandang dirinya sendiri. Nabi bersabda :
Tidak beriman seseorang diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia
mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhori dari Anas)
Landasan keimanan dalam ukhuwah Islamiyah, akan membentuk sikap adil dalam
meyikapi perbedaan-perbedaan pendapat dan perilaku orang lain. Perbedaan pendapat
“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir)
biarlah ia kafir”. (QS .Al- Kahfi,18:29)
3. Tidak berguna memaksa seseorang agar menjadi seorang muslim. Firman Allah :
4. Allah tidak melarang hidup bermasyarakat dengan orang yang tidak sepaham atau
tidak seagama, selama tidak memusuhi islam, firman Allah:
POLITIK ISLAM
1. Musyawarah
P`1rinsip pertama dalam sistem politik Islam ialah musyawarah. Asas musyawarah
yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan orang orang
yang akan menjawat tugas tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah
1. Munculnya Partai-partai berasaskan Islam serta partai nasionalis berbasis umat Islam.
2. Sikap pro aktifnya tokoh-tokoh politik Islam dan umat Islam terhadap keutuhan negara
kesatuan Republik Indonesia.
BUDAYA ISLAM
A. Pengertian Budaya
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa: “ budaya “
adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan
penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak,
kesenian, ilmu dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau
tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan
kelakuan.
1. Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. Dalam kaidah fiqh disebutkan :
“ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu
masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di
dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya
berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syariat, seperti ; kadar besar
kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga
wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas. Dalam
Islam budaya itu syah-syah saja, karena Islam tidak menentukan besar kecilnya mahar
MASYARAKAT MADANI
TAQWA
C. Kedudukan Taqwa
1. Membebaskan diri dari kekufuran.
2. Menjauhkan diri dari segala perkara yang membawa kepada dosa.
3. Membersihkan batin (hati) dari segala yang menyibukkan atau melalaikan diri dari
Allah swt.
Banyak sekali janji Allah yang akan diberikan kepada orang yang bertaqwa. Beberapa
diantaranya adalah sbb :
1. Diturunkan berkah dari langit dan bumi (7:96)
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di
akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian
itu adalah kemenangan yang besar.
7. Diselamatkan Allah (19:72)
Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari
siksaan Allah. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang
yang bertakwa.
9. Allah akan memberi jalan keluar dalam urusannya (65:2)
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-
perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah
mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.
dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
11. Dilipat gandakan pahalanya (65:5)
A.Toto Suryana dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi,Tiga Mutiara,
Bandung, 1997.
Abdul Qadir Abu Faris, Sistem Politik Islam,Robbani Press, Jakarta, 2000.
Abdullah al Wazaf dkk, Pokok-pokok Keimanan, Trigenda Karya, Bandung, 1994.
Adnan Ali Ridla an-Nahli, Syura dan Demokrasi, Al-Kautsar,Yogyakarta.
Agus Bustanuddin, Al-Islam,Rajawali Press,Jakarta,1993.
Aisyah Bintu Syati, Manusia dalam Perspektif Al-Qur‟an, Pustaka Firdaus, Jakarta.
Al-Hamdani, Risalah an-Nikah,Pustaka Imani,Jakarta,2002.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,Kencana, Jakarta, 2007.
Azyumardi Azra, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi
Umum,Departemen Agama, Jakarta, 2002.
Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia menurut Al-Qur‟an, PT. Al-Husna Zikra, Jakarta, 1995.
Depag RI., Al-Qur‟an dan Terjemah, Lajnah Penterjemah Depag RI, Jakarta. 1983.
Eggi Sujana, HAM dalam Perspektif Islam, Nuansa Madani, Jakarta, 2002.
Endang Saefudin Anshari, , Wawasan Islam, Mizan, Bandung,1986
Fazlur Rahman,Tema-Tema Pokok Al-Quran,Pustaka,Bandung,1983.
Harun Nasution,Islam Rasional,Mizan,Bandung,1995.
M. Luqman Hakim (ed), Deklarasi Islam tentang HAM, Risalah Gusti, Surabaya, 1993.
M.Quraish Shihab,Membumikan Al-Qur‟an, Mizan,Bandung,1992.
M.Quraish Shihab,Wawasan Qur‟an, Mizan,Bandung,1996.
Maurice Bucaille, Bibel,Qur‟an dan Sains Modern(Terj.Prof.Dr.HM.Rasyidi), Bulan Bintang,
Jakarta,1978.
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam ,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Muhammad Abdul Azis Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, Ictiar Baru van Hoeve,
Jakarta, 1996.
Sayid Sabiq, Unsur-unsur Kekuatan Dalam Islam,Toko Kitab Ahmad Nashan,Surabaya,1981.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam , Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1996.
Syekh Syaukat, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1991
T. Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Islam dan Hak Asasi Manusia, PT. Pustaka Rizki Putra,
Semarang, 1999.
T. Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Bulan Bintang,Jakarta, 1963.