Anda di halaman 1dari 49

HUBUNGAN ANTARA PENGUNAAN KADAR

HEMATOKRIT DENGAN DERAJAT DEHIDRASI PASIEN


DIARE PADA ANAK
DI RSUD dr. LOEKMONOHADI KUDUS
TAHUN 2020

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Keperawatan (S-1)

Oleh :
Nurhidayah
NIM : 112019030510

Pembimbing :
1. Sukarmin, M.Kep.Ns.Sp.Kep.MB
2. Supardi ,SE,M.Kes

JURUSAN S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2020

33
34

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Helath Organization (WHO) diare adalah kejadian
buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan
frekuensi tiga kali atau lebih dalam kurun waktu 24 jam. Diare dapat
mengenai semua kelompok umur baik balita, anak-anak dan orang dewasa
dengan berbagai golongan sosial. Prevalensi diare dalam Riskesdas
2013,diare tersebar disemua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi
terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut
jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama yaitu 8,9%
pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.
Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan merupakan
penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan
kematian. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia (2016), terjadi KLB
diare tiap tahun dari tahun 2013 sampai 2016 dengan disertai peningkataan
Case Fatality Rate (CFR). Pada tahun 2014 terjadi peningkatan CFR diare
menjadi 1,14% dibandingkan CFR diare pada tahun 2013 sebesar 1,08%.
Peningkatan CFR saat KLB di Indonesia terus terjadi hingga 2,47% pada
tahun 2015 dan 3,04% pada tahun 2016. Angka CFR ini belum sesuai
dengan yang diharapkan yaitu <1% (Kemenkes, 2017).
Data Kementrian Kesehatan Indonesia (2016) menyatakan, jumlah
kasus diare yang ditangani instansi kesehatan di Indonesia menurun tiap
tahunnya. Pada tahun 2016 penderita diare di Indonesia yang ditangani
sebanyak 46,4% dari jumlah penderita diare keseluruhan yang tercatat
berjumlah 6.897.463 orang. Pada tahun 2015, jumlah kasus yang ditangani
4.017.861 orang, sedangkan pada tahun 2014 jumlah penangan kasus diare
oleh instansi kesehatan adalah 8.490.976 orang (Kemenkes, 2015, 2016). Di
Wilayah Jawa Tengah diperkirakan terdapat 911.901 kasus diare,
sedangkan kasus diare yang sudah ditangani sebanyak 95.635 kasus
(Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Diare yang tidak ditangani dengan cepat dan kurang tepat akan
mengakibatkan dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam
35

keseimbangan air yang disebabkan pengeluaran dalam tubuh melebihi


pemasukan dalam tubuh sehingga jumlah air pada tubuh berkurang.
Meskipun yang hilang adalah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga dapat
disertai gangguan elektrolit.
Pada diare apabila penggeluaran melebihi pemasukan maka akan
terjadi defisit cairan tubuh yang menggakibatkan dehidrasi. Berdasarkan
derajat dehirasi maka diare dapat dibagi menjadi diare tanpa dehidrasi, diare
dehidrasi ringan sedang, dan diare dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat
terjadi defisit cairan sama dengan atau lebih dari 10% berat badan. Evaluasi
klinis pada umumnya difokuskan pada penilaian keparahan dehidrasi serta
identifikasi penyebab berdasarkan riwayat dan temuan klinis. Kegagalan
menegakan diagnosa dehidrasi mengakibatkan peningkatan mordibitas dan
mortalitas,sedangkan over diagnosa menimbulkan penggunaan sumber
kesehatan yang berlebihan. Dari hasi penelitian di Rumah Sakit Umum
Pusat Prof dr R.D. Kandao,Manado. Dari 83 pasien yang dirawat dengan
diagnosa diare akut dehidrasi berat. Terbanyak kelompok umur < 1 tahun
(60,2%), laki-laki (73,5%), dan gizi kurang (63,1%) (Manoppo, 2010).
Evaluasi klinis pada penderita diare umumnya difokuskan pada
penilaian keparahan dehidrasi serta identifikasi penyebab berdasarkan
riwayat dan temuan klinis. Pemeriksaan darah rutin diperlukan pada
keadaan tertentu misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui ada sebab-
sebab lain selain diare, atau penderita dengan dehidrasi berat. Kadar
hematokrit berbeda-beda tergantung dengan usia. Dalam keadaan dehidrasi
atau syok kadar hematokrit penderita dapat meningkat (Pringle, 2011).
Peningkatan kadar hematokrit dapat menjadi indicator makin beratnya
dehidrasi pada diare. Hematokrit adalah nilai yang menunjukan persentase
zat padat dalam darah terhadap cairan darah. Dengan demikian, bila terjadi
perembesan cairan darah keluar dan pembuluh darah, sementara bagian
padatnya tetap dalam pembuluh darah, akan membuat persentase zat padat
darah terhadap cairannya naik sehingga kadar hematokritnya juga
meningkat (Wihantoro, 2017)
Rumayar (2016) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan
derajat dehidrasi dengan kadar hematokrit pada anak penderita diare di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Dari 40 pasien anak dengan diare,
didapatkan peningkatan kadar hematokrit pada kasus diare tanpa dehidrasi
36

lebih banyak dibandingkan kasus diare dengan dehidrasi. Dari 28 pasien


diare akut tanpa dehidrasi didapatkan 14 pasien (50 %) yang menunjukkan
kadar hematokrit di atas normal. Sedangkan dari 12 pasien diare akut
dengan dehidrasi ringan-sedang didapatkan 7 pasien (58 %) yang
menunjukkan kadar hematokrit di atas normal.
Penentuan kadar hematokrit digunakan sebagai penentuan derajat
dehidrasi seseorang secara langsung. Penelitian oleh Rottie
membandingkan kadar hematokrit dan diare akut dengan dehidrasi berat
dan mendapatkan keadaan yang sama bahwa kadar hematokrit normal lebih
tinggi dibandingkan kadar hematokrit diatas normal. Hal ini menunjukkan
bahwa kadar hematokrit yang meningkat tidak selalu terjadi pada keadaan
diare akut dengan dehidrasi berat. Nilai hematokrit dapat meningkat karena
dehidrasi namun setelah rehidrasi yang adekuat maka akan kembali normal
(Rottie, Mantik, & Runtunuwu, 2011).
Adapun hasil survei pendahuluan yang penulis lakukan di RSUD Dr.
Loekmonohadi Kudus pada tahun 2019 didapatkan kasus diare akut
sebanyak 70 pasien dengan karakteristik laki –laki 32 pasien ,perempuan 38
pasien.dengan kelompok umur 28 hr-1 tahun 23 pasien,1-4 tahun 20 pasien
5-14 tahun 1 pasien,15-24 tahun 9 pasien,>45 tahun 25 pasien. Tahun 2020
bulan Januari sampai April didapatkan 10 pasien anak yang menderita diare.
Laki-laki 6 pasien,perempuan 4 pasien dengan kelompok umur 25 hari- 1
tahun 3 pasien,1- 4 tahun 6 pasien,5- 14 tahun 1 pasien yang dijadikan
sampel untuk surve awal. 10 pasien tersebut didapatkan 5 pasien anak
menderita diare tanpa dehidrasi dengan kadar hematokrit 34,6-35,7%, 3
pasien anak diare dengan dehidrasi ringan-sedang dengan kadar hematokrit
38,9-39,2%, dan 2 pasien anak diare dengan dehidrasi berat dengan kadar
hematokrit 40,2-43,1%.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan penggunaan kadar hematokrit dengan penggunaan
derajat dehidrasi pasien diare pada anak di RSUD dr Loekmonohadi Kudus
Tahun 2020..

B. Rumusan Masalah
37

Dari pernyataan diatas maka, peneliti merumuskan masalah apakah


terdapat hubungan penggunaan kadar hematokrit dengan derajat dehidrasi
pasien diare pada anak di RSUD dr Loekmonohadi Kudus Tahun 2020.?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan penggunaan kadar hematokrit
dengan derajat dehidrasi pasien diare pada anak di RSUD dr
Loekmonohadi Kudus Tahun 2020.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui derajat dehidrasi pada pasien diare pada anak.
b. Untuk mengetahui kadar hematokrit pada pasien diare pada anak
c. Untuk menganalisa hubungan penggunaan kadar hematokrit
dengan derajat dehidrasi pasien diare pada anak di RSUD dr
Loekmonohadi Kudus Tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Dari hasil penelitian ini penulis mendapatkan pengalaman
mengaplikasikan ilmu penelitian tentang hubungan penggunaan kadar
hematokrit dengan derajat dehidrasi pasien diare pada anak di RSUD
dr Loekmono hadi Kudus tahun 2020
2. Bagi Perawat
Dapat memberikan informasi, mengantisipasi, dan meminimalisir
terjadinya diare pada anak
3. Bagi RSUD dr Loekmonohadi Kudus
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan mengenai pembagian tugas perawat untuk
meminimalisir pasien diare pada anak di RSUD dr Loekmonohadi Kudus
Tahun 2020.
4. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan wacana
mengenai RSUD dr Loekmonohadi Kudus
5. Bagi Pasien
38

Dapat memberikan informasi, mengantisipasi, dan meminimalisir


terjadinya diare pada anak di RSUD dr Loekmonohadi Kudus Tahun
2020

E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang sejenis dengan “hubungan penggunaan kadar
hematokrit dengan derajat dehidrasi pasien diare pada anak di RSUD dr
Loekmonohadi Kudus Tahun 2020”. Belum pernah diteliti sebelumnya.
Adapun penelitian yang sejenis yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
NAMA,
NO JUDUL TEKNIK HASIL PERBEDAAN
TAHUN
1 Puspita S. Correlation Analitik Penelitian ini Terdapat
Herman B. between observasional terdapat 97 sampel, perbedaan
P. hematocrite and dari hasil analisis pada tahunnya
(2014) hemoglobin count menggunakan uji 2020, tempat
with hospitalisazion korelasi chi-square penelitiannya
of acute diarrheal untuk kadar di RSUD dr
children patients in hematokrit diperoleh loekmono hadi
undata general bahwa tidak ada Kudus serta
hospital year 2014 hubungan antara variabel
kadar hematokrit penelitiannya.
dengan lama rawat
inap pasien diare
akut pada anak. Hal
ini didasarkan pada
nilai p > nilai α yaitu
p = 0,097. Pada
kadar hemoglobin
hasil analisis
menggunakan uji
statistic chi square
maka diperoleh
bahwa terdapat
hubungan antara
kadar hemoglobin
dengan lama rawat
inap pasien diare.
Hal ini didasarkan
pada nilai p < nilai α
yaitu p = 0,003.

2 Angely C. Hubungan derajat Analitik Hasil penelitian Terdapat


Rumayar dehidrasi dengan observasional mendapatkan 40 perbedaan
Jeanette I. kadar hematokrit dengan pasien anak dengan dalam waktu
Ch. pada anak pendekatan diare,terbanyak pada nya tahun
penderita diare di retrospektif perempuan(57,5%), 2020,tempatny
Manoppo
RSUP Prof. Dr. R. usia rata-rata 8,5 a di RSUD dr
Max F. J. D. Kandou Manado tahun,Peningkatan loekmono hadi
Mantik kadar hematokrit Kudus,
39

NAMA,
NO JUDUL TEKNIK HASIL PERBEDAAN
TAHUN
(2016) pada kasus diare responden
tanpa dehidrasi lebih umur jenis
banyak dibandingkan kelamin,kadar
kasus diare dengan hematokrit
dehidrasi.Hasil uji chi pada pasien
square menunjukkan rawat inap di
nilai p =0,494. RSUD dr
Loekmono
hadi Kudus

3 Yotmiro S. Profil Hematologi Deskriptif Dari 276 pasien, Terdapat


Rottie, Pada Penderita retrospektif didapatkan laki-laki perbedaan
Max F. J. Diare Akut 157 (55,88%) pasien divariabel
Mantik, Yang Dirawat Di dan perempuan 115 terikat dan
Ari L. Bagian Ilmu (43,12%) bebas dan
Runtunuwu Kesehatan Anak pasien. Pada dalam metode
(2015) Rsup Prof. Dr. R. pemeriksan penelitian juga
D. Kandou Manado hematologi berbeda,waktu
Periode November didapatkan nilai penelitiannya
2010 – November hematokrit normal tahun
2011 205 (74,27%) pasien, 2020.tempatny
hemoglobin normal adi RSUD dr
189 (68,48%) pasien, Loekmono
hitung leukosit hadi
normal 224 (81,16%) kudus,respond
pasien, dan enya.
hitung trombosit
normal 196 (71,01%)
pasien. Terdapat 273
(98,91%) pasien
dengan lama
perawatan 1 - ≤14
haridan 3 (1,09%)
pasien dengan lama
perawatan>14 hari.

4 Siti S. P. Gambaran Nilai Analitik Penelitian ini Terdapat


Kamuh Hematokrit dan observasional memperlihatkan 36 perbedaan
Arthur E. Laju Endap Darah dengan desain dari 37 pasien tahun
Mongan pada Anak dengan potong lintang mempunyai penelitiannya
Maya F. Infeksi Virus hematokrit normal. 2020, tempat
Memah Dengue di Manado Dari 37 pasien, penelitian di
(2015) hanya 6 anak yang RSUD
menjalani Loekmono
pemeriksaan LED; hadi Kudus,
hanya 1 anak dan teknik
dengan LED cepat analisis
(>15 mm/jam). datanya.

5 M. Haikal Hubungan jumlah Analitik Sebanyak 19 Terdapat


tahun 2018 Leukosit Darah dan observasional responden dengan perbedaan
Pemeriksaan peningkatan kadar variable
Mikroskopis Feses leukosit darah dan nya,waktu nya
Rutin Terhadap hasil pemerisaan tahun
Penyebab Infeksi microskopis feses 2020,tempat di
Pada Penderita bakteri/parasit RSUD dr
40

NAMA,
NO JUDUL TEKNIK HASIL PERBEDAAN
TAHUN
Diare Akut Usia 2-5 sebanyak 17 (47%) Loekmono
Tahun Yang dan infeksi selain hadi Kudus
Dirawat di RSUD bakteri/parasit dan
Ahmad Yani Kota sebanyak 2 (6%) respondennya.
Metro .Sedangkan dari 17
responden yang
tidak mengalami
kenaikan kadar
leukosit darah 4
(11%), penyabab
infeksi
bakteri/parasit,dan
13 (36%) responden
dengan penyebab
infeksi selain
bakteri/parasit.

F. Ruang Lingkup Penelitian


1. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD dr Loekmonohadi Kudus
Tahun 2020.
2. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan juni-juli 2020
3. Ruang Lingkup Materi
Masalah yang dikaji adalah tentang hubungan penggunaan kadar
hematokrit dengan derajat dehidrasi pasien diare pada anak.
41

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare pada anak


1. Pengertian
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu
hari.Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokan dalam 6 golongan
besar yaitu infeksi disebabkan oleh bakteri, virus atau invasi parasit,
malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya
(DEPKES RI, 2011).
2. Etiologi Diare
Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan
parasit) alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah
kategori besar penyebab diare. Penyebab diare terbanyak pada usia
balita yaitu infeksi virus terutama rotavirus(Permatasari, 2012).
Penyebab diare secara garis besar dikarenakan infeksi
(disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit), malabsorpsi, alergi,
keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya.Diare akut sebagian
besar disebabkan karena infeksi saluran cerna. Infeksi ini akan
memberikan dampak berupa pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi, gangguan reabsorpsi cairan dan
elektrolit sehingga dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa.
Keadaan malabsorpsi ditimbulkan karena invasi dan destruksi pada sel
epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili dimana jika
tidak ditangani dengan adekuat dapat menyebabkan invasi sistemik
(DEPKES RI, 2011).
Penyebab diare sebagian besar dikarenakan oleh bakteri dan
parasit, disamping sebab lain menurut Aru (2014), yaitu:
a. Virus.
Virus merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-
80%). Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain
Rotavirusserotype 1,2,8, dan 89 pada manusia, Norwalk virus,
42

Astrovirus, Adenovirus (tipe 40,41), Smallbowel structure virus,


Cytomegalovirus.
b. Bakteri.
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enteropathogenic E.coli (EPEC),
Enteroaggregative E.coli (EaggEC), Enteroinvasive E.coli
(EIEC),Enterohemorragic E.coli (EHEC), Shigella spp.,
Camphylobacterjejuni (Helicobacter jejuni), Vibriocholera 01, dan V.
Cholera 0139,salmonella (non-thypoid).
c. Parasit.
Protozoa, Giardia lambia, Entamoeba histolityca, Balantidium
coli, Cryptosporidium, Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora
cayatanensis.
d. Heliminths
Strongyloides sterocoralis, Schitosoma spp., Capilaria
philippinensis, Trichuris trichuria.
e. Non Infeksi.
Malabsorbsi, Keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, dan obat.
Diare dengan gejala nonspesifik yang merupakan manifestasi
umum gangguan gastrointestinal, termasuk penyakit inflamasi perut,
sindrom iritasi perut, keganasan saluran cerna, sindrom berbagai macam
malabsorbsi, dan infeksi intestinal akut atau subakut dan gangguan-
gangguanya. Diare dapat juga merupakan efek samping yang tidak
dikehendaki pada banyak obat. Obat yang menyebabkan diare antara
lain: akarbosa dan metformin, alkohol, antibiotik seperti: (klindamisin,
eritromin, rifampisin, dan seforoksim), kolkisin, senyawa-senyawa
sitotoksik, antasida yang mengandung magnesium, OAINS (Wiffen et al,
2014).
3. Patofisiologi Diare
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan
osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga
timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin
didinding usus sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian
43

menjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan


hiperperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam
basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang,
output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah (Wiffen et al,
2014).
Infeksi diare akut diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis
menjadi diare noninflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi
disebabkan invasi bakteri dan sitoksin di kolon dengan manifestasi
sindrom disentri dengan diare disertai lendir dan darah. Gejala klinis
berupa mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah serta gejala dan
tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan
lendir dan atau darah, mikoroskopis didapati sel leukosit
polimakronuklear. Diare juga dapat terjadi akibat lebih dari satu
mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di
usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin
yang menyebakan terjadinya diare. Pada dasarnya,mekanisme diare
akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel
dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi
enterotoksin atau sitoksin. Satu jenis bakteri dapat menggunakan satu
atau lebih mekanisme tersebut untuk mengatasi pertahanan mukosa usus
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Berdasarkan patofisiologinya, diare dapat dibagi atas 3 kelompok
menurut Nurarif & Kusuma (2015), yaitu:
a. Osmotic diarrhoe, yang terjadi karena isi usus menarik air dari
mukosa. Hal ini ditemukan malabsorbsi, dan defisiensi laktase.
b. Secretori diarrhoea, pada keadaan ini usus halus, dan usus besar
tidak menyerap air dan garam, tetapi mengsekresikan air dan
elektrolit. Fungsi yang terbalik ini dapat disebabkan pengaruh toksin
bakteri, garam empedu, prostaglandin, dan lain-lain. Cara terjadinya,
melalui rangsangan oleh cAMP (cyclic AMP) pada sel mukosa usus.
c. Exudative diarrhoea, ditemukan pada inflamasi mukosa seperti pada
colitis ulcerativa, atau pada tumor yang menimbulkan adanya serum,
darah, dan mukus.
44

Diare akut dapat menyebabkan terjadinya kehilangan air dan


elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolik dan hypokalemia. Gangguan sirkulasi darah dapat
berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagai akibat diare
dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perfusi jaringan berkurang
sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, peredaran
otak dapat terjadi, kesadaran menurun (sopokorokomatosa) dan bila tidak
cepat diobati, dapat menyebabkan kematian. Gangguan gizi yang terjadi
akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah, kadang-
kadang orangtua menghentikan pemberian makanan karena takut
bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap
diberikan tetapi dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering
terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi
dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat
terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma
(Ngastiyah, 2014).
4. Klasifikasi Diare
Penyakit diare secara umum dapat dibedakan menjadi dua
menurut Nurarif & Kusuma (2015), yaitu:
a. Diare akut.
Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan
berlangsung kurang dari 2 minggu. Gejalanya antara lain: tinja cair,
biasanya mendadak, disertai lemah dan kadang-kadang demam atau
muntah. Biasanya berhenti atau berakhir dalam beberapa jam sampai
beberapa hari. Diare akut dapat terjadi akibat infeksi virus, infeksi
bakteri, akibat makanan.
b. Diare kronis.
Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari
sejak awal diare. Berdasarkan ada tidaknya infeksi, diare dibagi
menjadi 2 yaitu diare spesifik dan diare non spesifik. Diare spesifik
adalah diare yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit.
Diare non spesifik adalah diare yang disebabkan oleh makanan
(Wijaya, 2010).
45

5. Manifestasi Klinis Diare


Manifestasi klinis diare yang disebabkan oleh infeksi menurut
Nurarif & Kusuma (2015), yaitu:
1) muntah-muntah,
2) demam,
3) tenesmus,
4) hematochezia,
5) nyeri perut atau kejang perut,
6) Kehilangan cairan dapat menyebakan haus,
7) berat badan menurun,
8) mata menjadi cekung,
9) lidah kering,
10) tulang pipi menonjol,
11) turgor kulit menurun,
12) serta suara menjadi serak.
6. Pemeriksaan Laboratorium Diare
Pemeriksaan laboratorium pada penyakit diare menurut Nurarif &
Kusuma (2015), antara lain:
a. pemeriksaan tinja,
b. makroskopis dan mikroskopis,
c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas laksmus dan tablet
clinlinitest bila diduga intoleransi gula,
d. bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi,
e. pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah
dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat dengan
pemeriksaan analisa gas darah,
f. pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal,
g. pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan
fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai
kejang.
h. evaluasi laboratorium pasien diare infeksi dimulai dari
pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran/tinja biasanya tidak
mengandung leukosit, jika ada, dianggap sebagai inflamasi kolon
baik infeksi maupun non infeksi.
7. Penatalaksanaan Diare
46

Prinsip tatalaksana diare di Indonesia telah ditetapkan oleh


Kementerian Kesehatan RI (2011) dengan menggunakan Lima Langkah
Tuntaskan Diare (Lintas Diare). Langkah-langkah tersebut antara lain :
a. Berikan oralit.
Oralit merupakan cairan terbaik bagi penderita diare untuk
mengganti cairan yang hilang.Untuk mencegah terjadinya dehidrasi
dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit
osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia dapat diberikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur dan air matang.Oralit yang
beredar saat ini merupakan oralit yang baru dengan osmolaritas yang
rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah.Apabila
penderita tidak bisa minum, maka harus segera di bawa ke sarana
kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.
b. Berikan obat Zinc.
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan
mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare. Pemberian zinc selama diare terbukti
mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi
frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada tiga bulan berikutnya.
c. Pemberian ASI/ makanan.
Pemberian ASI atau makanan selama diare bertujuan untuk
memberikan gizi pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI
harus lebih sering diberikan ASI, begitu juga dengan anak yang
minum susu formula harus diberikan lebih sering dari biasanya. Anak
usia 6 bulan ke atas termasuk bayi yang sudah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan
diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan.
d. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi.
47

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya


kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.Antibiotika
hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah.Obat-obatan
anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat.Obat anti muntah tidak dianjurkan
kecuali muntah berat.Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi
ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang berbahaya dan berakibat fatal.
e. Pemberian nasehat.
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus
diberikan nasehat tentang:
1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah.
2) Kapan harus membawa kembali anak ke petugas kesehatan bila:
a) Diare lebih sering.
b) Muntah berulang.
c) Sangat haus.
d) Makan/ minum sedikit.
e) Timbul demam.
f) Tinja berdarah.
g) Tidak membaik dalam 3 hari.

B. Dehidrasi
1. Pengertian
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa
hilangnya air lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau
hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik),
atau hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dehidrasi
hipotonik) (Aru, dkk, 2014). Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan
total air di dalam tubuh karena hilangnya cairan secara patologis, asupan
air tidak adekuat, atau kombinasi keduanya. Dehidrasi terjadi karena
pengeluaran air lebih banyak daripada jumlah yang masuk dan
kehilangan cairan ini juga disertai dengan hilangnya elektrolit (Mentes &
Kang, 2013).
2. Etiologi Dehidrasi
48

Bermacam-macam penyebab dehidrasi menentukan tipe/ jenis-


jenis dehidrasi menurut Nurarif & Kusuma (2015), ialah:
a. Dehidrasi.
Perdarahan, muntah, diare, hipersalivasi, fistula, ileustomy
(pemotongan usus), diaporesis (keringat berlebih), luka bakar, puasa,
terapi hipotonik, dan cuci lambung.
a. Dehidrasi hipotonik.
Penyakit DM, rehidrasi cairan berlebih, malnutrisi berat dan kronis.
b. Dehidrasi hipertonik.
Hiperventilasi, diare air, diabetes insipidus, rehidrasi cairan
berlebihan, disfagia, gangguan rasa haus, suhu tubuh meningkat.
3. Klasifikasi Dehidrasi
Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita
dehidrasi dan klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat,
dehidrasi ringan/sedang atau tanpa dehidrasi dan beri pengobatan yang
sesuai (WHO, 2013).
Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare
Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala Pengobatan
Dehidrasi Terdapat dua atau lebih Beri cairan untuk diare
berat dari tanda di bawah ini: dengan dehidrasi berat
Letargis/ tidak sadar. (rencana terapi C)
Mata cekung.
Tidak bisa minum atau
malas minum.
Cubitan kulit perut kembali
sangat lambat (≥ 2 menit).

Dehidrasi Terdapat dua atau lebih Beri anak cairan dan


ringan/ sedang dari tanda di bawah ini: makanan untuk dehidrasi
Rewel, gelisah. ringan (rencana terapi B).
Mata cekung. Setelah rehidrasi, nasihati
Minum dengan lahap, ibu untuk penanganan di
haus. rumah dan kapan kembali
Cubitan kulit perut kembali segera.
lambat. Kunjungan ulang dalam
waktu 5 hari jika tidak
membaik.
Tanpa Tidak terdapat cukup Beri cairan dan makanan
dehidrasi tanda untuk untuk menangani diare di
diklasifikasikan sebagai rumah (rencana terapi A).
dehidrasi ringan atau Nasihati ibu kapan
berat. kembali segera.
Kunjungan ulang dalam
49

Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala Pengobatan


waktu 5 hari jika tidak
membaik.
Sumber: Depkes RI (2015) dalam penelitian Angely C. Rumayar (2016)

4. Tanda dan Gejala Dehidrasi


Dehidrasi terjadi akibat kehilangan cairan yang tidak diimbangi
dengan kehilangan elektrolit dalam jumlah proporsional, terutama
natrium. Kehilangan cairan menyebabkan peningkatan kadar natrium,
peningkatan osmolalitas darah serta dehidrasi intraseluler. Pada tahap
dehidrasi ringan tubuh sudah mengalami kekurangan cairan sebesar 1 –
2% dan mengalami tanda-tanda dehidrasi seperti haus, lemah, lelah,
sedikit gelisah dan hilang selera makan.Pada tahap dehidrasi sedang
tubuh sudah mengalami kekurangan cairan sebesar 3 – 4% dan
mengalami tanda-tanda dehidrasi seperti kulit kering, mulut dan
tenggorokan kering, volume urin berkurang.Pada tahap dehidrasi berat,
tubuh sudah mengalami kekurangan cairan sebanyak 5 – 6% dan
mengalami tanda-tanda dehidrasi seperti sulit berkonsentrasi, sakit
kepala, kegagalan pengaturan suhu tubuh serta peningkatan frekuensi
nafas. Kehilangan cairan > 6% dapat meningkatkan risiko gangguan
kesehatan, seperti dapat mengakibatkan otot kaku dan collapse, saat
tubuh kehilangan cairan sebesar 7 – 10% dapat menurunkan volume
darah serta berakibat kegagalan fungsi ginjal saat tubuh kehilangan
cairan sebesar 11% (Gustam, 2012).
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan terjadinya peningkatan
hematokrit (Rashida, 2017). Hematokrit (Ht) menggambarkan presentase
total darah dengan sel darah merah. Kadar hematokrit merupakan
pengukuran volume sel dalam plasma yang nilainya dipengaruhi oleh
jumlah cairan plasma.Dengan demikian, nilai hematokrit pada klien yang
mengalami dehidrasi cenderung meningkat.Normalnya nilai hematokrit
pada laki-laki adalah 40% - 54% dan perempuan 37% - 47% (Tamsuri,
2012).

5. Penatalaksanaan Dehidrasi
Dehidrasi ringan dapat diberikan terapi cairan secara oral
sebanyak 1500-2500 ml/24 jam (30 ml/kgBB/24 jam) untuk kebutuhan
50

dasar, ditambah dengan penggantian deficit cairan dan kehilangan cairan


yang masih berlangsung. Dehidrasi sedang hingga berat, anak tidak
dapat minum secara peroral, selain pemberian enteral, dapat diberikan
rehidrasi secara parenteral. Jika cairan tubuh yang hilang terutama air,
maka jumlah air rehidrasi dapat dihitung dengan rumus (Nurarif &
Kusuma, 2015):
Defisit cairan = BB total (BBT) yang diinginkan – BBT saat ini
Rumus untuk mencari BBT yang diinginkan, yaitu:
Kadar Na serum x BBT saat ini
140
Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung
dari jenis dehidrasinya. Dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan NaCl
0,9% atau dekstrosan 5% dengan kecepatan 25-30% dari defisit cairan
total per hari. Dehidrasi hipertonik dapat diberikan cairan NaCl 0,45%.
Dehidrasi hipotonik dapat di tatalaksana dengan mengatasi penyebab
yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu pemberian
cairan hipertonik (Nurarif & Kusuma, 2015).

C. Kadar Hematokrit
1. Pengertian
Hematokrit berasal dari dua kata yaitu haem yang artinya darah
dan krinein yang artinya memisahkan.Pemeriksaan hematokrit
merupakan salah satu metode yang paling teliti dan simpel dalam
mendeteksi derajat anemia dan polisitemia, selain itu juga digunakan
untuk menghitung rata-rata nilai eritrosit.Biasanya nilai hematokrit
ditentukan dengan darah vena dan kapiler.Nilai hematokrit merupakan
volume semua eritrosit dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam %
(persen), biasanya ditentukan dengan darah kapiler dan
vena(Gandasoebrata, 2010).
Hematokrit (Ht) menunjukkan jumlah presentase perbandingan sel
darah merah terhadap volume darah.Nilai hematokrit di dalam tubuh perlu
dijaga dalam rentang nilai normalnya. Setiap manusia memiliki rentang
normal hematokrit berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor usia dan
jenis kelamin. Secara garis besar, rentang nilai normal hematokrit
berdasarkan usia dan jenis kelamin menurut Davis & Shiel (2016), yaitu:
51

Tabel 2.2 Rentang Nilai Normal berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Usia Rentang nilai normal
Bayi baru lahir 55% - 68%
Usia 1 minggu 47% - 65%
Usia 1 bulan 37% - 49%
Usia 3 bulan 30% - 36%
Usia 1 tahun 29% - 41%
Usia 10 tahun 36% - 40%
Pria dewasa 42% - 54%
Wanita dewasa 38% - 46%

2. Metode dan Prinsip Hematokrit


Pemeriksaan hematokrit dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
mikrohematokrit dan makrohematokrit. Metode mikrohematokrit adalah
suatu metode yang menggunakan tabung mikrokapiler sedangkan
makrohematokrit merupakan metode yang menggunakan tabung
wintrobe. Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan hematokrit metode
makro yaitu darah vena, sedangkan pada pemeriksaan hematokrit
metode mikro dapat menggunakan darah vena maupun
kapiler(Gandasoebrata, 2010).
Prinsip pada cara mikro yaitu sejumlah darah dimasukkan kedalam
tabung kapiler kemudian disentrifuge untuk mendapatkan nilai hematokrit
yang diukur menggunakan Ht reader, sedangkan pada cara makro
berprinsip sampel darah disentrifuge dalam waktu tertentu kemudian
volume dari masa eritrosit yang telah dipadatkan didasar tabung dan
dinyatakan dalam sekian persen dari volume semula (%)(Gandasoebrata,
2010).
Cara makro menggunakan tabung wintrobe dengan panjang 9,5
cm, diameter0,6 mm dan berskala 0 - 100. Sedangkan pada cara mikro
dapat menggunakan tabung kapiler dengan panjang 75 mm dan diameter
1,5 mm (Mahode, 2011).
Pemeriksaan hematokrit metode makro yaitu menggunakan
sentrifus yang cukup besar bertujuan untuk memadatkan sel-sel darah
merah dan membutuhkan waktu ±30 menit, sedangkan pada metode
mikro menggunakan sentrifus mikrohematokrit yang mencapai kecepatan
jauh lebih tinggi. Oleh sebab itu, lamanya pemusingan dapat diperpendek
(Gandasoebrata, 2010).
52

3. Macam-macam Cara Pemeriksaan Hematokrit


a. Pemeriksaan hematokrit dengan cara konvensional.
Pemeriksaan hematokrit dapat dilakukan dengan cara makro
maupun mikro yaitu dengan prinsip dimana darah dengan
antikoagulan disentrifus pada kecepatan tertentu dan dalam waktu
tertentu. Perbandingan volume spesimen dinyatakan dalam %.
Adapun kekurangan dalam melakukan pemeriksaan hematokrit
metode mikro dengan cara konvensional yaitu pada saat penutupan
ujung tabung kapiler yang tidak rapat sehingga dapat terjadi
kebocoran pada saat disentrifus dan nilai hematokrit menurun.
Sedangkan kelebihannya yaitu teknik pemeriksaan lebih sederhana,
sampel yang digunakan sedikit serta nilai hematokrit dari tabung
kapiler sangat sahih (variabilitasnya hanya 1-2%) (Mahode, 2011).
b. Pemeriksaan hematokrit dengan cara otomatis (Hematology
Analyzer).
Pemeriksaan hematokrit menggunakan Hematology Analyzer
memiliki keterbatasan yaitu:
1) Terdapat bekuan sehingga menyebabkan nilai hematokrit rendah
palsu.
2) Terdapat leukositosis (>100.000/ ul) akan menyebabkan nilai
hematokrit tinggi/ palsu.
3) Terdapat eritrosit abnormal akan mempengaruhi nilai hematokrit.
Kekurangan pada pemeriksaan hematokrit dengan cara otomatis
menggunakan hematology analyzer adalah kurang efisien dari
segi dana dan membutuhkan sampel darah yang lebih banyak,
sedangkan kelebihannya yaitu hasil dari pemeriksaan akan
dibaca secara otomatis dan hasil pemeriksaan dapat
langsung diketahui secara tepat dan mempunyai derajat
ketepatan yang tinggi(Mahode, 2011).

4. Manfaat Pemeriksaan Hematokrit


Pemeriksaan hematokrit berhubungan dengan beberapa penyakit,
diantaranya(Mahode, 2011) :
a. Demam Berdarah Dengue (DBD).
53

Demam berdarah dengue merupakan penyakit pada anak-


anak yang disebabkan oleh virus yang disebarkan oleh nyamuk
Aedes Aegypti.Patofisiologis penyakit ini yaitu meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah sehingga mengakibatkan kebocoran
plasma ke ekstravaskuler melalui kapiler yang rusak.Hal tersebut
menyebabkan volume plasma menurun dan nilai hematokrit
meningkat.Peningkatan hematokrit sampai 20% atau lebih dianggap
sebagai bukti definitif adanya peningkatan permeabilitas pembuluh
darah dan kebocoran plasma. Oleh karena itu, apabila terjadi
peningkatan hematokrit harus segera dilakukan pemberian cairan
infuse yang bertujuan untuk mengembalikan volume cairan
intravaskuler ke tingkat yang normal.
b. Anemia.
Anemia adalah penurunan kuantitas sel-sel darah merah
dalam sirkulasi, abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah
merah atau keduanya.Anemia dapat menyebabkan penurunan nilai
hematokrit dan hemoglobin.
c. Polisitemia.
Polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah.
Polisitemia vera ditandai dengan peningkatan jumlah trombosit dan
granulosit serta sel darah merah. Dalam sirkulasi darah polisitemia
vera didapati peningkatan nilai hematokrit yang menggambarkan
terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma.

d. Diare berat.
Diare berat adalah buang air besar dengan feses berbentuk
cair atau setengah cair, dengan demikian kandungan air pada feses
lebih banyak daripada biasanya. Apabila terkena diare biasanya akan
mengalami dehidrasi yaitu kehilangan cairan sebagai akibat
kehilangan air dari tubuh, kehilangan air yang berlebih dapat
menyebabkan nilai hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi.

D. Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Dehidrasi


54

Diare tersebar di semua kelompok usia dengan kejadian tertinggi


terdeteksi pada anak usia 1-4 tahun dan selanjutnya pada anak usia sekolah
yaitu usia 5-14 tahun (Anggraeni & Sibuea, 2011). Ancaman paling parah
yang ditimbulkan oleh diare ialah dehidrasi (WHO, 2013). Evaluasi klinis
pada penderita dare umumnya difokuskan pada penilaian keparahan
dehidrasi serta identifikasi penyebab berdasarkan riwayat dan temuan klinis
(Pringle, et al, 2011). Pemeriksaan darah rutin diperlukan pada keadaan
tertentu misalnya jika penyebab dasar dari diare tidak diketahui, ada sebab-
sebab lain selain diare atau penderita dengan dehidrasi berat.
Pemeriksaan hematokrit bertujuan untuk mengetahui adanya
hemokonsentrasi yang terjadi. Kadar hematokrit yang rendah sering
ditemukan pada kasus anemia dan leukemia, sedangkan peningkatan kadar
hematokrit ditemukan pada penderita dehidrasi dan polisitemia vera.
Peningkatan kadar hematokrit dapat mengindikasikan hemokonsentrasi,
akibat penurunan volume cairan dan peningkatan sel darah merah. Kadar
hematokrit berbeda-beda tergantung dengan usia. Dalam keadaan dehidrasi
atau syok kadar hematokrit penderita dapat meningkat (Rottie, 2011).
Peningkatan hematokrit merupakan manifestasi dari
hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang
ekstravaskuler disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak.
Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi sering dijumpai pada
dehidrasi dan merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan
plasma. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih
(misalnya dari 35% menjadi 42%) mencerminkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan perembesan plasma (Pusparini, 2004 dalam Kamuh, dkk, 2015).
Namun, kadar hematokrit yang meningkat tidak selalu ditemukan pada
keadaan diare akut dengan dehidrasi berat. Nilai hematokrit dapat meningkat
karena dehidrasi namun setelah rehidrasi yang adekuat maka nilai
hematokrit akan kembali normal (Rottie, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Rumayar, dkk (2016), menunjukkan
bahwa didapatkan kadar hematokrit di atas normal lebih banyak
dibandingkan kadar hematokrit normal pada anak diare. Sejalan dengan
pernyataan Indrawaty, dkk (2011) dan James (2013) bahwa peningkatan
nilai hematokrit dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-
paru kronik, polisitemia dan syok, juga pada orang-orang yang tinggal di
55

tempat tinggi. Penurunan nilai hematokrit dapat disebabkan pada indikator


anemia, leukemia atau kehilangan banyak darah.
Penelitian lain yang dilakukan Rottie, dkk (2011), didapatkan bahwa
dari 276 pasien penderita diare akut terdapat 40 anak (14,50%) dengan nilai
hematokrit di bawah normal, 205 anak (74,27%) dengan nilai hematokrit
normal, 31 anak (11,23%) dengan nilai hematokrit di atas normal. Nilai
terbanyak didapatkan pada pasien dengan hematokrit normal.Nilai
hematokrit yang meningkat ditemukan pada keadaan DHF yang merupakan
tanda syok, polisitemia, hipoksia.Namun, pada peningkatan hematokrit
ditemukan pada keadaan dehidrasi berat, sedangkan nilai hematokrit yang
menurun ditemukan pada keadaan perdarahan.

E. Kerangka Teori

Penyebab diare: adanya Diare Derajat dehidrasi:


infeksi (bakteri, protozoa,
virus dan parasit), alergi, a. Diare tanpa dehidrasi
malabsorpsi, keracunan, b. Diare dengan dehidrasi
obat dan defisiensi imun ringan/sedang
c. Diare dengan dehidrasi
Kadar berat
hematokrit

Nb :

: diteliti

: tidak diteliti

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Permatasari (2012) dan DEPKES RI (2011)
56

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Variabel Penelitian
Variabel adalah karakteristik yang dimiliki subjek (orang,benda,
situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut
(Nursalam, 2013). Variabel penelitian dibedakan menjadi 2 macam yaitu
variabel terikat dan variabel bebas;
1. Variabel bebas (Independent Variable).
Variabel bebas disebut juga dengan variabel sebab atau
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variabel terikat (Nursalam, 2013).Variabel independent
(bebas) pada penelitian ini adalah kadar hematokrit.
2. Variabel terikat (Dependent Variable).
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (independent)
(Nursalam, 2013).Variabel dependent (terikat) dari penelitian ini
adalah derajat dehidrasi pasien diare pada anak di RSUD dr
Loekmonohadi Kudus.

B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis menyatakan jawaban sementara atau dugaan dari suatu
penelitian. Hipotesis juga dinyatakan sebagai jawaban sementara
penelitian, patokan dengan atau dalil sementara yang kebenarannya akan
dibuktikan dalam penelitian tersebut. Hipotesis dapat diterima (Ha) atau
bahkan ditolak (Ho), tergantung pada hasil penelitian (Nursalam, 2013).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ha : Ada hubungan kadar hematokrit dengan derajat dehidrasi pasien
diare pada anak di RSUD dr Loekmonohadi Kudus Tahun 2020.
2. Ho :Tidak Ada hubungan kadar hematokrit dengan derajat dehidrasi
pasien diare pada anak di RSUD dr Loekmonohadi Kudus Tahun
2020.
57

C. Kerangka Konsep Penelitian


23 berfikir merupakan pemikiran pada
Kerangka konsep atau kerangka
penelitian yang dirumuskan dari kata-kata dan observasi dari tinjauan
pustaka. Kerangka konsep memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang
akan dijadikan dasar dan pijakan untuk melakukan penelitian (Saryono,
2010).
Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka kerangka konsep
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independent Variabel Dependent

Derajat dehidrasi pasien diare


Kadar hematokrit
pada anak

D. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional. Penelitian
korelasional yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki sejauh
mana variasi pada suatu variabel berkaitan dengan variasi pada satu
atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien korelasional (Azwar,
2010).Desain penelitian ini menggunakan rancangan studi korelasi yaitu
penelitian korelasional yang mengkaji hubungan antar variabel, yaitu
variabel independent kadar hematokrit dengan variabel dependent
derajat dehidrasi pasien diare pada anak didalam periode yang sama.
2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian cross
sectional.Penelitian dengan desain cross sectional merupakan
penelitian yangmenekankan waktu pengukuran atau observasi variabel
dependen dan independen dalam satu waktu (Notoatmodjo,
2010).Berdasarkan keterangan di atas, maka peneliti menggunakan
jenis penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan cross
sectional.Desain penelitian ini dipilih karena peneliti menekankan pada
waktu pengukuran/ observasi pada variabel kadar hematokrit dan
58

derajat dehidrasi pada pasien diare di RSUD dr Loekmonohadi Kudus


Tahun 2020 hanya dilaksanakan satu kali pada satu saat.

3. Jenis Data dan Pengumpulan Data


Sumber data dalam penelitian merupakan faktor yang sangat
penting, karena sumber data akan menyangkut kualitas dari hasil
penelitian. Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sumber
data sekunder (Purhantara, 2010).
a. Data Primer.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian, dalam hal ini peneliti memperoleh data atau informasi
langsung dengan menggunakan instrument-instrumen yang telah
ditetapkan.Data primer dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian. Pengumpulan data primer
merupakan bagian internal dari proses penelitian dan sering
diperlukan untuk tujuan pengambilan keputusan (Purhantara, 2010).
Data primer pada penelitian ini diperoleh dari hasil pengisian
kuesioner tentang ceklis derajat dehidrasi yang telah diisi oleh
responden penelitian.
b. Data Sekunder.
Data sekunder yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh
peneliti sebagai penunjang dari sumber data primer.Selain itu, data
sekunder merupakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-
dokumen (Arikunto, 2010). Data sekunder pada penelitian ini adalah
literature, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan
dengan penelitian yang dilakukan .

E. Metode Pengumpulan Data


Metode yang dipergunakan dalam proses pengumpulan data
dalam penelitian ini terdiri atas metode angket (kuesioner) dan metode
wawancara untuk melengkapi data yang diperoleh melalui kuesioner.
1. Wawancara.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data saat
peneliti melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang harus diteliti, dan juga ingin mengetahui hal-hal dari responden
59

yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono,


2011).

2. Kuesioner.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variable
yang diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
Kuesioner dapat berupa pertanyaan atau pernyataan terbuka yang
dapat diberikan kepada responden secara langsung.
Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini melalui beberapa langkah,
antara lain:
a. Mengajukan ijin kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Kudus
untuk melakukan penelitian.
b. Meminta ijin pihak RSUD dr Loekmonohadi Kudus untuk melakukan
survey pengambilan data awal.
c. Melakukan penelitian di RSUD dr Loekmonohadi Kudus Tahun
2020.
d. Melakukan pendekatan kepada responden.
e. Mengambil responden sesuai kriteria.
f. Memberikan penjelasan kepada responden mengenai tujuan dan
maksud penelitian.
g. Membagikan kuesioner.
h. Mengumpulkan kuesioner.
i. Menganalisis kuesioner.
j. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan dan
analisis data dengan bantuan program komputer.

F. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan
subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Saryono, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah
60

responden anak yang mengalami diare pada bulan Januari sampai April
2020 dengan jumlah rata-rata per bulan berjumlah 40 responden.

G. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian


1. Sampel Penelitian.
Sampel adalah sebagian dari populasi sebagai sumber data dan
yang mewakili suatu populasi tersebut (Saryono, 2010). Penelitian ini
menggunakan populasi dibawah 10.000, maka penentuan besar sampel
dihitung menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2010):
N
n=
1+ N (d 2)
Dimana :N : Besar populasi
n : Besar sampel
d :Tingkat penyimpangan yang diinginkan 0,05
Jika jumlahrata-rata pasien diare perbulan sebanyak 40
responden, maka :
N
n=
1+{ N ¿ ¿
40
n=
1+{40 ¿ ¿
40
n=
1+{40(0,0025)}
40
n=
1+{0,1}
40
n=
1,1
n=¿36,3 dibulatkan menjadi n = 36 responden.
2. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah cara menentukan sampel yang jumlahnya
sesuai dengan ukuran sampel yang dijadikan sumber data sebenarnya
dengan memperhatikan sifat-sifat penyebaran populasi dan diperoleh
sampel yang representative (Saryono, 2010).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat peneliti
61

sendiri, berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah


diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 36 orang dengan
memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria subjek penelitian yang dapat
dimasukkan sebagai calon sampel penelitian karena memenuhi
syarat sebagai sampel.Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Pasien diare yang berobat di RSUD dr Loekmonohadi.
2) Pasien rawat inap.
3) Usia 1 – 10 tahun.
4) Responden yeng bersedia diteliti.
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah subjek penelitian tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel
penelitian.Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Mengundurkan diri.
2) Pasien diare dengan kegawatan yang harus perawatan
intensif.
3) Pasien pindah rumah sakit.

H. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Definisi Alat
Variabel Skala Hasil ukur
Operasional Ukur
Independen: Merupakan Hasil Ordinal Menggunakan 3 Kategori
Kadar salah satu lab Sebagai berikut
hematokrit metode yang 1. Dibawah normal : <30
paling teliti dan %
simpel dalam 2. Normal ; 30-40%
mendeteksi 3. Diatas normal: >40 %
derajat
anemia, diare
dan polisitemia
Dependen Merupakan Ceklis Ordinal 1. Diare dehidrasi ringan :
Derajat suatu kejadian ditemukan gejala-gejala
dehidrasi buang air
dehidrasi yang berada di
besar dan
muntah yang kolom A.
berlebihan 2. Diare dehidrasi sedang :
ditemukan satu gejala
kunci (bertanda *)
ditambah minimal 1 gejala
62

lain yang berada di kolom


B.
3.Diare dehidrasi berat :
ditemukan satu gejala
kunci (bertanda *) dan
gejala lain yang berada di
kolom C.

I. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah memperoleh data tentang status sesuatu
dibandingkan dengan standar atau ukuran yang telah ditentukan
(Notoatmodjo, 2010). Instrument yang di pergunakan dalam penelitian ini
berupa lembar kuisioner yang terdiri atas ceklis dan kuisioner.Instrument
dalam penelitian ini meliputi:
1. Identitas responden.
Identitas responden dituangkan dalam lembar persetujuan menjadi
responden yang terdiri dari nama responden (inisial), umur, jenis
kelamin, dan pendidikan.
2. Menggunakan hasil lab hematokrit :
a. Dibawah normal : <30 %
b. Normal ; 30-40%
c. Diatas normal: >40 %
3. Ceklist tentang derajat dehidrasi :

Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat


Penilaian
(A) (B) (C)
Lihat:
Keadaan Baik, sadar * Gelisah, rewel *Lesu, lunglai, atau
umum tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung dan


kering

Air mata Ada Tidak ada Tidak ada

Mulut dan Basah Kering Sangat kering


lidah
Rasa haus Minum biasa, tidak *Haus, ingin minum *Malas minum atau
haus banyak tidak bisa minum

Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat


lambat
Sumber: Juffrie, 2010 dalam penelitian Angely C. Rumayar (2016)
Cara mengisi tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi:
a. Berikan tanda ceklist (√) pada kotak.
63

b. Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri


(C ke A).
c. Kesimpulan :
1) Dehidrasi ringan : apabila ditemukan gejala-gejala seperti
yang diuraikan pada kolom A.
2) Dehidrasi sedang : apabila ditemukan 1 gejala kunci yang
bertanda (*) ditambah minimal 1 gejala lain yang masih
dalam 1 kolom (kolom B).
3) Dehidrasi berat : apabila ditemukan 1 gejala kunci yang
bertanda (*) ditambah minimal 1 gejala lain yang masih
dalam 1 kolom (kolom C).

J. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data


1. Teknik pengolahan data
a. Editing.
Editing adalah upaya memeriksa kembali data yang telah
dikumpulkan untuk mengetahui dan menilai kesesuaian dan
relevansi data yang dikumpulkan untuk bias diproses lebih lanjut.
Hal yang perlu diperhatikan dalam editing ini adalah kelengkapan
pengisian kuesioner, keterbacaan tulisan, kesesuaian jawaban dan
relevansi jawaban.
b. Coding.
Coding merupakan kegiatan pemberin kode numeric (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Lembar jawaban
diberi code dalam bentuk nomor sesuai urutan kemudian jawaban
dapat dikategorikan.
Menggunakan hasil lab hematokrit :
1) Dibawah normal : <30 % : 1
2) Normal ; 30-40% :2
3) Diatas normal: >40 % :3
Ceklis derajat dehidrasi
1) Diare dehidrasi ringan :1
2) Diare dehidrasi sedang :2
3) Diare dehidrasi berat :3
c. Scoring.
64

Kegiatan melakukan scoring terhadap jawaban dari kuesioner.


Pemberian skor atau nilai pada jawaban pertanyaan yang telah
diterapkan.Pada poin scoring penelitian sudah memberikan skor
atau nilai pada jawaban pertanyaan yang telah diharapkan.

d. Tabulasi.
Tabulasi merupakan kegiatan data hasil penelitian ke dalam tabel-
tabel sesuai criteria untuk mempermudah memasukkan data di
computer.
2. Analisis data
Analisa data penelitian merupakan media untuk menarik
kesimpulan dari seperangkat data hasil pengumpulan (Saryono, 2010).
Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan
komputer dengan program komputer untuk mempermudahkan analisis
data.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya
suatu distribusi atau penyebaran data. Hal ini penting diketahui
karena berkaitan dengan ketepatan dalam pemilihan uji statistic
yang akan dipergunakan. Apabila distribusi data normal, maka
disarankan untuk menggunakan uji parametric dan jika distribusi
data tidak normal maka disarankan untuk menggunakan uji
nonparametrik.Penelitian ini menggunakan uji normalitas kolmogrov-
smirnov dengan bantuan SPSS. Dasar pengambilan keputusan
dalam uji normalitas adalah :
1) Jika Sig. (signifikansi) atau nilai probabilitas < 0.05, maka data
berdistribusi tidak normal.
2) Jika Sig. (signifikansi) atau nilai probabilitas > 0.05, maka data
berdistribusi normal.
b. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap
variabel hasil penelitian pada umumnya (Notoatmodjo, 2010).
Analisis ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi
frekuensi karakteristik responden serta untuk mendeskripsikan
masing-masing variabel.
65

Analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase


dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
P : Hasil Prosentase
F : Frekuensi hasil pencapaian
N : Total seluruh observasi
c. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan pada dua variabel yang di duga
berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010).Analisa bivariat
adalah analisis yang menghubungkan dua variabel yaitu variabel
bebas dan variabel terikat (Arikunto, 2010). Analisa bivariat dalam
penelitian ini menggunakan uji Spearman Rho dengan tingkat
kemaknaan α ≤ 0,05 yang dibantu dengan komputer program
computer (Rikwidikdo, 2013).Penelitian ini menggunakan uji
spearman Rho karena ingin mengetahui kesesuaian antara 2
variabel yang berasal dari subjek berbeda atau yang disebut juga
data bebas dengan skala data ordinal.
Rumus dari uji Spearman Rhoadalah :

Keterangan :
r =Nilai koefien spearman
D=Perbedaan / selisih peringkat antara veriabel bebar dan
terikat
n =Jumlah sampel 1 dan 6 konstanta
Interpretasi:
1) Bila nilai p hitung >rho tabel, untuk α = 0,05 dan bila p value <
α, maka Ho ditolak, yang berarti terdapat hubungan antara dua
variabel yang diuji.
2) Bila nilai p hitung <rho, untuk α = 0,05 dan bila p value > α,
maka Ho diterima, yang berarti antara dua variabel yang diuji
tidak terdapat hubungan.
66

Ketentuan dan sarat uji Spearman Rho adalah sebagai berikut:


1) Jumlah sampel besar (>30 responden).
2) Data Berdistribusi tidak normal.
3) Data bersifat kategorik (skala ordinal).
Berdasarkan uji tersebut dapat diputuskan adanya hubungan yang
signifikan apabila dari perhitungan didapatkan nilai p value ≤ 0,05
pada taraf kesalahan 5%(Hidayat, 2010).Untuk melihat kuat
tidaknya hubungan didasarkan pada nilai p (Rho) yang
dikategorikan sebagai berikut :
1) 0.00 – 0.199 : Sangat lemah
2) 0.20 – 0.399 : Lemah
3) 0.40 – 0.599 : Sedang
4) 0.60 – 0.799 : Kuat
5) 0.80 – 1.00 : Sangat Kuat

K. Etika Penelitian
1. Informed consent (Lembar persetujuan).
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden
dengan memberikan lembaran persetujuan tersebut. Informant consent
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden.
2. Anonimity (Tanpa nama).
Merupakan etika dalam penelitian kesadaran dengan cara tidak
memberikan nama responden pada lembar alat ukur, hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (Kerahasiaan).
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari
hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti,hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset(Hidayat, 2010).

L. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian sebagaimana terlampir.
67

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus. RSUD
dr. Loekmono Hadi Kudus berada di Jalan Dr. Lukmonohadi No.19, Ploso,
Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 59348.RSUD dr. Loekmonohadi
mempunyai 425 TT dan memiliki fasilitas-fasilitas yang mendukung
pelayanan antara lain : pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap
(termasuk perawatan anak, dan perawatan jiwa), pelayanan rawat intensif
(meliputi ICU, PICU-NICU, HCU dan Unit Stroke), pelayanan penunjang,
pelayanan gawat darurat, pelayanan hemodialisa, pelayanan farmasi, dan
pelayanan gizi.
Pada penelitian ini menggunakan data sekunder dari bidang rekam
medikterkait data responden anak yang mengalami diare.Data catatan medis
pasien yang di gunakan dari bulan Januari sampai April 2020 sebanyak 40
pasien, kemudian peneliti menggunakan rumus Slovin, didapatkan hasil
sampel yang diambil 36 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusidengan tehnik pemilihan sampel menggunakan purposive sampling.
Kemudian data kadar hematokrit dan derajat dehidrasi diolah dengan
bantuan komputerisasi dan diuji statistika menggunan uji Spearman Rho.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2020 dengan judul
hubungan antara pengunaan kadar hematokrit dengan derajat dehidrasi
pasien diare pada anak di RSUD dr. Loekmonohadi Kudus tahun 2020.

B. Karakteristik Responden
1. Umur Responden
Tabel 4.1.
Distribusi Frekuensi Sampel BerdasarkanUmur (dalam tahun) (n = 36)
Umur n %
6 tahun 4 11,1
7 tahun 8 22,2
8 tahun 13 36,1
9 tahun 6 16,7
10 tahun 5 13,9
Jumlah 36 100,0
68

Berdasarkan tabel 4.1. menunjukkan bahwa mayoritas


umurrespondenadalah 8 tahun sebanyak 13 orang (36,1%), sedangkan
yang paling sedikit adalah 4 tahun sebanyak 4 orang (11,1%).
2. Jenis Kelamin
Tabel 4.2.
Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin(n = 36)
Jenis Kelamin n %
Laki-Laki 17 47,2
Perempuan 19 52,8
Jumlah 36 100,0

Berdasarkantabel 4.2. menunjukkan bahwa mayoritas jenis


kelaminrespondenadalah perempuan sebanyak 19 orang (52,8%),
sedangkan laki-laki sebanyak 17 orang (47,2%).

C. Analisis Univariat
1. Kadar Hematokrit
Tabel 4.3.
Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kadar Hematokrit(n = 36)
Kadar Hematokrit n %
Dibawah Normal 10 27,8
Normal 15 41,7
Diatas Normal 11 30,6
Jumlah 36 100,0

Berdasarkan tabel 4.3. menunjukkan bahwa mayoritas


respondenmemiliki kadar hematokrit adalah normal sebanyak 15 orang
(41,7%), sedangkan yang paling sedikit adalah kadar hematokrit dibawah
normalsebanyak 10 orang (27,8%).
2. Derajat Dehidrasi
Tabel 4.4.
Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Derajat Dehidrasi(n = 36)
Derajat Dehidrasi n %
Ringan 16 44,4
Sedang 10 27,8
Berat 10 27,8
Jumlah 36 100,0

Berdasarkan tabel 4.4. menunjukkan bahwa mayoritas responden


mengalami derajat dehidrasi ringansebanyak 16 orang(44,4%),
sedangkan responden yang mengalami derajat dehidrasi sedang dan
berat masing-masing sebanyak 10 orang (27,8%).
69

D. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara Pengunaan Kadar Hematokrit dengan Derajat Dehidrasi
Pasien Diare pada Anak di RSUD dr. Loekmonohadi Kudus tahun 2020
Tabel 4.5.
Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan antara Pengunaan Kadar
Hematokrit dengan Derajat Dehidrasi Pasien Diare pada Anak (n = 36)
Derajat Dehidrasi p
Kadar Total r
Ringan Sedang Berat value
Hematokrit
n % n % n % n %
Dibawah
8 80,0 2 20,0 0 0 10 100
Normal
0,78
Normal 8 53,3 7 46,7 0 0 15 100 0,000
1
Diatas Normal 0 0 1 9,1 10 90,9 11 100
Jumlah 16 44,4 10 27,8 10 27,8 36 100

Berdasarkantabel4.5. diperolehhasil bahwa dari 10anak


yangmemiliki kadar hematokrit dibawah normal, ada 8anakyang
mengalami derajat dehidrasi ringandan 2anakmengalami derajat
dehidrasi sedang. Dari 15anak yang memiliki kadar hematokrit normal,
ada 8 anak yang mengalami derajat dehidrasi ringan dan 7 anak
mengalami derajat dehidrasi sedang. Sedangkan dari 11 anak yang
memiliki kadar hematokrit diatas normal, ada 1 anak yang mengalami
derajat dehidrasi sedang dan 10 anak mengalami derajat dehidrasi
berat.
Hasil uji statistic menggunakan Spearman’s Rho diperoleh nilai p
= 0,000 <α 0,05dan memiliki nilai r (Continuity Correlation) sebesar
0,781yang berada diantara rentang r = 0.60 – 0.799 (korelasi memiliki
keeratan kuat) dan memiliki arah hubungan positif, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang kuat antara pengunaan kadar
hematokrit dengan derajat dehidrasi pasien diare pada anak di RSUD
dr. Loekmonohadi Kudus tahun 2020.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat
1. Kadar Hematokrit
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas respondenmemiliki
kadar hematokrit adalah normal sebanyak 15 orang (41,7%), sedangkan
kadar hematokrit diatas normalsebanyak 11 orang (30,6%) dan kadar
hematokrit dibawah normalsebanyak 10 orang (27,8%).
Dari 36 sampel anak penderita diare yang sesuai dengan kriteria
inklusi didapatkan 19 orang (52,8%) perempuan, dan 17 orang (47,2%)
laki-laki. Hal ini serupa dengan penelitian Sulaiman (2016), yang
mendapatkan penderita perempuan (51,9%) lebih tinggi dibandingkan
dengan penderita laki-laki (48,1%). Penelitian Palupi (2019),
mendapatkan hasil yang berbeda yaitu pasien laki-laki lebih banyak
daripada perempuan dengan perbandingan 5:1. Pada kasus tertentu
jenis kelamin memengaruhi terjadinya suatu penyakit akan tetapi dalam
hal diare, jenis kelamin tidak memberikan perbandingan yang jauh
berbeda yang menunjukkan jenis kelamin tidak memengaruhi kejadian
diare.
Pada penelitian ini didapatkan usia rata-rata 8 tahun (nilai
median 8) dengan kejadian tertinggi pada anak diare kelompok usia 6-
10 tahun. Angka kejadian diare usia sekolah hasil dari Riskesdas
(2018), mendapatkan prevalensi anak usia 5-10 tahun 4,1%. Pada
penelitian Sulaiman (2016), didapatkan 5,44% pasien anak berusia 5 -
<11 tahun.
Menurut pendapat peneliti, hasil kadar hematokrit berbeda
tergantung dengan usia. Dimana kadar hematokrit pada anak usia 5-10
tahun bnormalnya berada dalam rentang 30%-40%. Pada penelitian ini
didapatkan nilai rata-rata kadar hematokrit 36,8% dengan nilai terendah
26,8% dan nilai kadar hematokrit tertinggi 48,4%.
2. Derajat Dehidrasi
Hasil penelitianmenunjukkan mayoritas responden mengalami
derajat dehidrasi ringan sebanyak 16 orang(44,4%), sedangkan

36
37

responden yang mengalami derajat dehidrasi sedang dan berat masing-


masing sebanyak 10 orang (27,8%).
Pada penelitian ini diketahui mayoritas responden mengalami
derajat dehidrasi ringan sebanyak 16 orang(44,4%). Hal ini ditunjukkan
dari hasil penilaian indikator derajat dehidrasi meliputi kondisi umum
responden baik sadar sebanyak 30 anak (83,3%), mata dan air mata
normal sebanyak 28 anak (77,8%), kondisi mulut dan lidah basah/tidak
kering sebanyak 30 anak (83,3%), rasa haus responden minum
biasa/tidak haus sebanyak 24 anak (66,7%), dan turgor kulit cepat
kembali 26 anak (72,2%).
Menurut pendapat peneliti, mayoritas responden mengalami
derajat dehidrasi ringan sebanyak 16 orang(44,4%), pada diare apabila
penggeluaran melebihi pemasukan maka akan terjadi defisit cairan
tubuh yang menggakibatkan dehidrasi. Sesuai teori oleh Rottie, Mantik,
&Runtunuwu (2011), pada dehidrasi berat terjadi defisit cairan sama
dengan atau lebih dari 10% berat badan. Evaluasi klinis pada umumnya
difokuskan pada penilaian keparahan dehidrasi serta identifikasi
penyebab berdasarkan riwayat dan temuan klinis. Dari hasi penelitian
Rumayar (2016), di Rumah Sakit Umum Pusat Prof dr R.D.
KandaoManado, menjukkan hasil kejadian diare tanpa dehidrasi lebih
tinggi (70%) dibandingkan dengan dehidrasi ringan-sedang (30%). Pada
penelitian Rottie, Mantik, & Runtunuwu(2011) didapatkan hasil yang
sama yaitu penderita diare akut tanpa dehidrasi lebih tinggi sedikit
dibandingkan dehidrasi ringan-sedang, Kejadian diare dengan dehidrasi
pada anak sekolah juga mulai menunjukkan hasil yang baik; hal ini
menunjukkan pengetahuan orang tua mengenai hal diare dengan
dehidrasi sudah lebih luas.

B. Analisa Bivariat
1. Hubungan antara Pengunaan Kadar Hematokrit dengan Derajat
Dehidrasi Pasien Diare pada Anak di RSUD dr. Loekmonohadi Kudus
tahun 2020
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang kuatantara
pengunaan kadar hematokrit dengan derajat dehidrasi pasien diare
pada anak di RSUD dr. Loekmonohadi Kudus tahun 2020dengan p
value = 0,000 dan nilai r = 0,781. Hal ini dibuktikan dari 10 anak yang
38

memiliki kadar hematokrit dibawah normal, ada 8 anak yang mengalami


derajat dehidrasi ringan. Dari 15 anak yang memiliki kadar hematokrit
normal, ada 8 anak yang mengalami derajat dehidrasi ringan dan 7 anak
mengalami derajat dehidrasi sedang. Sedangkan dari 11 anak yang
memiliki kadar hematokrit diatas normal, ada 10 anak mengalami derajat
dehidrasi berat.
Penentuan kadar hematokrit digunakan sebagai penentuan
derajat dehidrasi seseorang secara langsung. Kadar hematokrit
dandiare akut dengan dehidrasi berat danmendapatkan keadaan yang
sama bahwakadar hematokrit normal lebih tinggi dibandingkan kadar
hematokrit diatasnormal. Hal ini menunjukkan bahwa kadarhematokrit
yang meningkat tidak selaluterjadi pada keadaan diare akut
dengandehidrasi berat. Nilaihematokrit dapat meningkat karenadehidrasi
namun setelah rehidrasi yangadekuat maka akan kembali normal
(Rottie, Mantik, &Runtunuwu, 2011).
Pada penelitian ini diketahui kadar hematokrit normal lebih
banyak dibandingkan kadar hematokrit diatas normal dan dibawah
normal sebanyak 15 orang (41,7%), dimana 10 anak yang memiliki
kadar hematokrit dibawah normal, ada 8 anak yang mengalami derajat
dehidrasi ringan. Sedangkan dari 11 anak yang memiliki kadar
hematokrit diatas normal, ada 10 anak mengalami derajat dehidrasi
berat. Pada keadaan ini didapatkan hasil yang berbeda dengan
penelitian Rottie, Mantik, & Runtunuwu (2011), yaitu kadar hematokrit di
bawah normal 74,27% dan di atas normal 11,23%. Peningkatan nilai
hematokrit dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-
paru kronik, polisitemia, dan syok, juga pada orang-orang yang tinggal di
tempat tinggi. Penurunan nilai hematokrit dapat disebabkan indikator
anemia, leukemia, atau kehilangan banyak darah (James & Solove,
2013).
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rumayar, Manoppo &Mantik (2016), menujukkan peningkatan
kadar hematokrit pada kasus diare tanpa dehidrasi lebih banyak
dibandingkan kasus diare dengan dehidrasi dengan nilai p value =
0,494, disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat
dehidrasi dengan kadar hematokrit.
39

Menurut asumsi peneliti, membandingkan kadar hematokrit dan


diare akut dengan dehidrasi berat dan mendapatkan keadaan yang
sama bahwa kadar hematokrit normal lebih tinggi dibandingkan kadar
hematokrit diatas normal. Hal dibuktikan dengan adanyahubungan yang
kuat antara pengunaan kadar hematokrit dengan derajat dehidrasi
pasien diare pada anak di RSUD dr. Loekmonohadi Kudus tahun
2020dengan p value = 0,000 dan nilai r = 0,781, dimana dari 11 anak
yang memiliki kadar hematokrit diatas normal, ada 10 anak (90,9%)
mengalami derajat dehidrasi berat. Hal ini menunjukkan bahwa kadar
hematokrit yang meningkat tidak selalu terjadi pada keadaan diare akut
dengan dehidrasi berat. Hal ini mungkin sejalan dengan acuan pustaka
James & Solove (2013), nilai hematokrit dapat meningkat karena
dehidrasi namun setelah rehidrasi yang adekuat maka akan kembali
normal.

C. Keterbatasan Penelitian
1. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak mengontrol
variabelperancu yaitu usia, pola makan, dan penyakit penyerta seperti
anemia, polisitemia yang dapat mempengaruhi hasil adar hematokrit
responden.
2. Pada penelitian ini, jumlah sampel mencukupi walaupun hanya pada
batas minimal jumlah responden serta pengambilan sampel pada usia 6-
10 tahun saja.
BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan
1. Mayoritas respondenmemiliki kadar hematokrit adalah normal sebanyak
15 orang (41,7%).
2. Mayoritas responden mengalami derajat dehidrasi ringan sebanyak 16
orang(44,4%).
3. Ada hubungan antara pengunaan kadar hematokrit dengan derajat
dehidrasi pasien diare pada anak di RSUD dr. Loekmonohadi Kudus
tahun 2020, dengan p value = 0,000 dan nilai r = 0,781memiliki korelasi
keeratan kuatdan memiliki arah hubungan yang positif.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Mendapatkan pengalamanpenelitian dan mengaplikasikan ilmu
penelitian tentang hubungan penggunaankadar hematokrit
denganderajat dehidrasi pasien diare pada anak di RSUD dr Loekmono
hadi Kudus tahun 2020.
2. BagiRSUD dr. Loekmonohadi Kudus
Menjadikan dasar pengetahuan tentang adanya hubungan antara
pengunaan kadar hematokrit dengan derajat dehidrasi pasien diare pada
anak sehingga dapat kolaborasi secepat mungkin antara petugas
analisis kesehatan (petugas laborat), perawat dan dokter dalam
peningkatan kadar hematokrit sebagai tanda terjadinya dehidrasi.
3. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus
Diharapakan dapat memberi manfaat dan menambah
perbendaharaan bahan bacaan bagi mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Kudus untuk penelitian selanjutnya dan dipublikasikan
hasil penelitian kedalam jurnal online.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat dijadikan data dasar, referensi dan informasi
kepada peneliti selanjutnyasebagai bahan kajian lebih lanjut dimasa
yang akan datang khususnya bagi yang ingin meneliti tentang kejadian
yang mempengaruhi derajat dehidrasi pasien diare pada anak.

40
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, N.D & Sibuea, F. (2011).Situasi diare di Indonesia. In: Muliadi A,


Mulyanto NJ, editors. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. (2):
1-8
Arikunto. (2010). ProsedurPenelitian SuatuPendekatanPraktek. Jakarta:Rineka
Cipta
Azwar, S. (2010).Metode Penelitian. Yoggyakarta: Pustaka Pelajar
Davis, C.P & Shiel, W.C. (2016). Hematocrit Blood Test. Diakses dari
http://www.emedicinehealth.com/hematocrit_blood_test/page3_em.htm
Departemen Kesehatan RI. (2011). Buku Saku Diare.Edisi 2011. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Depkes RI. (2011). Lintas Diare. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI. (2015). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jakarta: Depkes RI
Gandasoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik.Cetakan 16. Jakarta:
Dian Rakyat
Gustam.(2012). Faktor risiko dehidrasi pada remaja dan dewasa (Skripsi yang
Tidak Dipublikasikan). Bogor: Institus Pertanian Bogor. Diakses dari
repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54399/1/I12gus.pdf

Hidayat, A.A.(2010). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma


Kuantitatif.Surabaya: Health Book Publishing

Indrawaty, S., Sosialine, E., Umar, F., et al. (2011).Interpretasi data


laboratorium.Pedoman interpretasi data klinik. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, p. 7-10
James, A.G., & Solove, R.J. (2013).The Ohio State University Comprehensive
Cancer Center.Wexner Medical Center.Understanding blood test. February,
25

Juffrie.(2010). Gastroenterologi-hepatologi, jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Kemenkes RI. (2017). Prevalensi Penyakit menular. Diperoleh tanggal 8 Januari


2018 dari http://www.depkes,go.id/resourses/download/general/ Hasil%
20Riskesdas%202013.pdf
Kemenkes RI. (2017). Profil kesehatan Indonesia tahun 2016. Diperoleh tanggal
3 Mei 2018 dari
http://www.depkes.go.id/resourses/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil -Kesehatan-Indonesia-2016.pd
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2011). Situasi diare di
Indonesia.Buletin Jakarta Data dan Informasi Kesehatan, 2(2): 1
Mahode, A.A., Lestari, E., &Chairlan.(2011). Pedoman Teknik Dasar
Laboratorium 2.Jakarta :EGC
Manoppo, C. (2010). Dampak Pemberian Seng danProbiotik terhadap Lama
Diare Akut di Rumah Sakit Prof. DR.RD. Kandou Manado. Sari Pediatri.
Vol.12,No 1,Juni 2010pp;17-32

Mentes, J.C & Kang, S. (2013). Hydration Management. Diakses dari


https://eprints.undip.ac.id/37719/1/OnnySepta_PG2A20081396Lap.KTI.pd
f

Ngastiyah. (2014). Perawatan anak sakit (2Thed).Jakarta: EGC


Notoatmodjo, S. (2010). MetodologiPenelitianKesehatan.Jakarta: PT Rineka
Cipta
Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction Publishing
Nursalam. (2013). Metodologipenelitianilmukeperawatan:Pendekatanpraktisi
edisi 3. Jakarta:Salemba medika
Permatasari. 2012. Perbedaan durasi penyembuhan diare dehidrasi ringan-
sedang balita yang diberikan ASI dan seng. Jurnal media medika muda.
Progam Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro
Pringle, K., Shah, S.P., Umulisa, I., Munyaneza, R.B.M., Dushimiyimana, J.M.,
Stegmann, K., et al. (2011). Comparing the accuracy of the three popular
clinical dehydration scales in children with diarrhea.International Journal of
Emergency Medicine. 4(58): 1-6

Purhantara, W. (2010).Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis.Edisi pertama.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Rashida, D. (2017). Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit (Naskah


Tidak Dipublikasikan).Denpasar : Universitas Udanaya. Diakses dari
https://simdos.unud.ac.id/filetype_PDF

Riwidikdo, H.(2013).Statistik Kesehatan dan Aplikasi SPSS Dalam Prosedur


Penelitian.Yogyakarta: Rohima Press

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2013. Diakses: 19 oktober
2014, dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskerdas%202013.pdf.
Rottie, Y.S., Mantik, M.F.J., & Runtunuwu, A.L. (2011).Profil hematologi pada
penderita diare akut yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode November 2010 – November
2011.JurnaleCl. 2015;3:838-44
Rumayar, A.C., Manoppo, J.I.C., & Mantik, M.F.J. (2016). Hubungan derajat
dehidrasi dengan kadar hematokrit pada anak penderita diare di RSUP
Prof.Dr.R.D. Kandao Manado. Jurnal e-Clinic (eCI), Volume 4, Nomor 2, Juli-
Desember
Saryono.(2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia

Sudoyo, Aru W, dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid 1 Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Afabeta
Tamsuri, A. (2012). Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit, Seri
Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC
WHO.(2013). Diarrhea Disease. Diakses dari http://www.who/int/mediacentre/
factsheets/fs330/en
Wiffen, P., Mitchell, M., Snelling, M., &Stoner. N. (2014). Farmasi Klinis Oxford.
Jakarta:EGC
Wijaya, S. (2010). Konsep Keperawatan Gawat Darurat.PSIK Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Denpasar
Wisnu Eko Wihantoro.2017. Hubungan Kadar Hematokrit Dengan Kejadian ST
Elevasi Selama General Anestesi Di RSUP DR SoeradjiTirtonegoro
Klaten. Diploma Tesis Keperawatan Poltekes Kemmemkes Klaten. Klaten

LAMPIRAN
LEMBAR REKAPITULASI DATA PENELITIAN
DI RSUD dr. LOEKMONOHADI KUDUS

Nilai
Usia
No. Nama Kadar Derajat
Responde Jenis Kadar
Re (Inisial Hematokri Dehidras
n (dalam Kelamin Hematokrit
s ) t (dalam i
tahun)
satuan %)
Perempua
1
S 7 n 35,3 Normal Ringan
Dibawah
2
A 8 Laki-laki 28,4 Normal Ringan
3 D 10 Laki-laki 34,0 Normal Sedang
Perempua
4
E 7 n 45,6 Diatas Normal Berat
Dibawah
5
K 9 Laki-laki 29,2 Normal Ringan
6 M 7 Laki-laki 36,0 Normal Sedang
Perempua
7
N 8 n 44,2 Diatas Normal Berat
8 U 9 Laki-laki 32,5 Normal Sedang
9 S 7 Laki-laki 43,0 Diatas Normal Berat
Dibawah
10
W 8 Laki-laki 29,4 Normal Ringan
Dibawah
11
H 6 Laki-laki 28,6 Normal Sedang
12 A 8 Laki-laki 38,0 Normal Ringan
Perempua
13
M 9 n 36,5 Normal Ringan
Perempua Dibawah
14
U 7 n 28,4 Normal Ringan
Perempua Dibawah
15
T 8 n 26,8 Normal Ringan
Perempua
16
J 10 n 34,8 Normal Sedang
Perempua
17
R 6 n 46,8 Diatas Normal Berat
Perempua
18
R 8 n 34,2 Normal Sedang
Perempua
19
C 9 n 48,4 Diatas Normal Berat
Perempua
20
F 8 n 42,0 Diatas Normal Sedang
Perempua
21
J 10 n 35,6 Normal Sedang
Perempua
22
L 8 n 37,8 Normal Ringan
Dibawah
23
K 7 Laki-laki 27,8 Normal Ringan
Perempua Dibawah
24
A 8 n 29,0 Normal Ringan
Perempua
25
A 10 n 34,0 Normal Sedang
26 D 7 Perempua 47,2 Diatas Normal Berat
n
Perempua Dibawah
27
U 8 n 28,5 Normal Sedang
28 T 9 Laki-laki 36,0 Normal Ringan
29 S 6 Laki-laki 45,5 Diatas Normal Berat
Perempua
30
R 8 n 36,8 Normal Ringan
31 L 8 Laki-laki 38,0 Normal Ringan
32 K 10 Laki-laki 46,8 Diatas Normal Berat
33 D 8 Laki-laki 48,0 Diatas Normal Berat
Dibawah
34
E 9 Laki-laki 29,0 Normal Ringan
Perempua
35
Y 6 n 47,0 Diatas Normal Berat
36 J 7 Laki-laki 34,0 Normal Ringan
OUTPUT SPSS

Usia Responden (dalam tahun)


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 6 4 11,1 11,1 11,1
7 8 22,2 22,2 33,3
8 13 36,1 36,1 69,4
9 6 16,7 16,7 86,1
10 5 13,9 13,9 100,0
Total 36 100,0 100,0

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 17 47,2 47,2 47,2
Perempuan 19 52,8 52,8 100,0
Total 36 100,0 100,0

Kadar Hematokrit
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Dibawah Normal 10 27,8 27,8 27,8
Normal 15 41,7 41,7 69,4
Diatas Normal 11 30,6 30,6 100,0
Total 36 100,0 100,0

Derajat Dehidrasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ringan 16 44,4 44,4 44,4
Sedang 10 27,8 27,8 72,2
Berat 10 27,8 27,8 100,0
Total 36 100,0 100,0
UJI SPEARMAN'S RHO

Nonparametric Correlations

Correlations
Kadar Derajat
Hematokrit Dehidrasi
Spearman's rho Kadar Correlation
1,000 ,781**
Hematokrit Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,000
N 36 36
Derajat Correlation
,781** 1,000
Dehidrasi Coefficient
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 36 36
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Kadar Hematokrit * Derajat Dehidrasi

Kadar Hematokrit * Derajat Dehidrasi Crosstabulation


Derajat Dehidrasi
Ringan Sedang Berat Total
Kadar Dibawah Count 8 2 0 10
Hematokrit Normal Expected Count 4,4 2,8 2,8 10,0
% within Kadar
80,0% 20,0% 0,0% 100,0%
Hematokrit
Normal Count 8 7 0 15
Expected Count 6,7 4,2 4,2 15,0
% within Kadar
53,3% 46,7% 0,0% 100,0%
Hematokrit
Diatas Count 0 1 10 11
Normal Expected Count 4,9 3,1 3,1 11,0
% within Kadar
0,0% 9,1% 90,9% 100,0%
Hematokrit
Total Count 16 10 10 36
Expected Count 16,0 10,0 10,0 36,0
% within Kadar
44,4% 27,8% 27,8% 100,0%
Hematokrit

Anda mungkin juga menyukai