Analisa Pemecahan
Analisa Pemecahan
Analisis situasi sistem informasi kesehatan dilakukan dalam rangka pengembangan sistem
informasi kesehatan. Sistem informasi kesehatan bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan bagian fungsional dari sistem kesehatan yang dibangun dari himpunan
atau jaringan sistem-sistem informasi dari level yang paling bawah. Misal: sistem informasi
kesehatan nasional dibangun dari himpunan atau jaringan sistem informasi kesehatan
provinsi. Sistem informasi kesehatan dikembangkan dalam rangka mendukung pencapaian
visi dan misi pembangunan kesehatan Indonesia, yaitu Indonesia sehat 2025. Visi dan misi
ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJP-K) yang disusun
pada tahun 2005 untuk kurun waktu 20 tahun, dan diuraikan menjadi Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Kesehatan (RPJM-K) yang dievaluasi setiap 5 tahun. RPJM-K yang
berlaku sekarang adalah RPJM-K ke-dua yang berlaku dari tahun 2010 sampai dengan 2014,
dengan visi: Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Visi ini akan tercapai dengan
baik apabila didukung oleh tersedinya data dan informasi akurat dan disajikan secara cepat
dan tepat waktu. Sehingga dapat dikatakan bahwa pencapaian visi ini memerlukan dukungan
sistem informasi kesehatan yang dapat diandalkan.
Untuk dapat mencapai hal tersebut, maka diperlukan suatu analisis dari sistem informasi
kesehatan yang tepat guna, agar sistem informasi kesehatan yang dikembangkan benar-benar
dapat mendukung terwujudnya visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”.
Analisis situasi yang dilakukan salah satunya dapat menggunakan analisis SWOT. Analisis
SWOT yaitu analisis antarkomponen dengan memanfaatkan deskripsi SWOT setiap
komponen untuk merumuskan strategi pemecahan masalah, serta pengembangan dan atau
perbaikan mutu sistem informasi kesehatan secara berkelanjutan.
Analisis SWOT dapat merupakan alat yang ampuh dalam melakukan analisis strategis.
Keampuhan tersebut terletak pada kemampuan untuk memaksimalkan peranan faktor
kekuatan dan memanfaatkan peluang serta berperan untuk meminimalisasi kelemahan sistem
dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi. Analisis SWOT dapat
diterapkan dalam tiga bentuk untuk membuat keputusan strategis, yaitu:
1. Analisis SWOT memungkinkan penggunaan kerangka berfikir yang logis dan holistik
yang menyangkut situasi dimana organisasi berada, identifikasi dan analisis berbagi
alternatif yang layak untuk dipertimbangkan dan menentukan pilihan alternatif yang
diperkirakan paling ampuh.
2. Pembandingan secara sistematis antara peluang dan ancaman eksternal di satu pihak,
serta kekuatan dan kelemahan internal di pihak lain.
3. Analisis SWOT tidak hanya terletak pada penempatan organisasi pada kuadran
tertentu akan tetapi memungkinkan para penentu strategi organisasi untuk melihat
posisi organisasi yang sedang dianalisis tersebut secara menyeluruh dari aspek
produk/ jasa/ informasi yang dihasilkan dan pasar yang dilayani.
1. Langkah 1: Identifikasi kelemahan dan ancaman yang paling mendesak untuk diatasi
secara umum pada semua komponen.
2. Langkah 2: Identifikasi kekuatan dan peluang yang diperkirakan cocok untuk
mengatasi kelemahan dan ancaman yang telah diidentifikasi lebih dahulu pada
Langkah 1.
3. Langkah 3: Masukkan butir-butir hasil identifikasi (Langkah 1 dan Langkah 2) ke
dalam Pola Analisis SWOT seperti berikut.
Pada waktu mengidentifikasikan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam sistem
informasi kesehatan, perlu diingat bahwa kekuatan dan kelemahan merupakan faktor
internal yang perlu diidentifikasikan di dalam sistem, sedangkan peluang dan ancaman
merupakan faktor eksternal yang harus diidentifikasi dalam lingkungan eksternal sistem.
Lingkungan eksternal suatu sistem informasi kesehatan dapat berupa: pemerintah, masyarakat
luas, stakeholder internal dan eksternal, dan pesaing. Langkah ini dapat dilakukan secara
keseluruhan, atau jika terlalu banyak, dapat dipilah menjadi analisis SWOT untuk komponen
masukan, proses, dan keluaran.
Masukan termasuk fisik dan non fisik. Masukan fisik berupa sumber daya manusia,
pembiayaan, sarana-prasarana, metode, hardware dan software pendukung, market dan
manajemen waktu (7M=man, money, material, methode, machine, market dan minute).
Masukan non fisik berupa data kesehatan.
Proses berupa pengelolaan sistem (data) hingga menjadi informasi, termasuk tatapamong,
manajemen dan kepemimpinan, dan kerja sama.
Keluaran berupa jenis informasi yang dihasilkan, termasuk model dan media informasi,
publikasi, dan pengguna informasi.
Langkah-langkah Analisis SWOT di atas dikenal dengan model David (2004), yaitu matriks
Threats-Opportunity-Weakness-Strength (TOWS), merupakan perangkat pencocokan yang
penting dan dapat membantu pengelola sistem mengembangkan empat tipe strategi: strategi
SO (Strength-Opportunity), strategi WO (Weakness-Opportunity), strategi ST (Strength-
Threats) dan strategi WT (Weakness-Threats). Mencocokkan faktor-faktor eksternal dan
internal kunci, merupakan bagian yang sangat sulit dalam mengembangkan matriks TOWS
dan memerlukan penilaian yang baik dan tidak ada sekumpulan kecocokan yang paling baik.
Contoh penerapan deskripsi SWOT pada sistem informasi kesehatan nasional berdasarkan
hasil evaluasi yang telah dilakukan (tahun 2012) pada Pusat Data dan Informasi, dan unit-unit
lain di Kementerian Kesehatan, serta unit di luar sektor kesehatan maka diketahui kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman dalam sistem informasi kesehatan, seperti tampak dalam
tabel di bawah ini. Hasil deskripsi ini kemudian dianalisis dan selanjutnya dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana jangka menengah pengembangan dan
penguatan sistem informasi kesehatan nasional selanjutnya.
Tabel 1: Deskripsi SWOT
Daftar Pustaka:
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Dasar Penyeliaan Jaminan Mutu Di Puskesmas.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehtan Masyarakat.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan
2005 – 2025. Jakarta: Depkes RI. http://www.depkes.go.id.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 –
2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. http://www.depkes.go.id.
Sabarguna, Boy; Safrizal, Heri. 2007. Master Plan Sistem Informasi Kesehatan. Yogyakarta:
Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY.
Siagian S.P. 2004. Manajemen Strategik, Cetakan ke-lima. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sulaeman E,S. 2011. Manajemen Kesehatan, Teori dan Praktek di Puskesmas. Jogjkarta:
Gadjah Mada University Press.
*Tantangan untuk membangun jejaring lintas unit dan lintas sektor. Tantanngan ini
terkait integrasi dalam menyatukan input Sistem Informasi Kesehatan yang lintas sektor.
Karena masing – masing sektor atau unit punya definisi dan aplikatif sendiri dalam
meninterpretasikan datanya. Masing-masing Sistem Informasi cenderung untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya menggunakan cara dan format pelaporannya
sendiri. Sehingga unit – unit operasional dalam melaporkan datanya terbebani. Dampaknya
informasi yang di hasilkan kurang akurat.
*Ancaman keamanan informasi. Ancaman ini tentunya tidak dapat di pandang sebelah
mata karena faktor keamanan informasi menjadi penting terkait dengan jenis data dan
informasi yang menjadi input dan output yang nanti dihasilkan.
*Tantangan otonomi daerah. Ini sebagai implementasi dari UU No. 2 tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah. Sehingga daerah punya otoritas dalam menentukan arah
kebijakan sendiri termasuk di dalamnya mengenai arah kebijakan Sistem Informasi
Kesehatan untuk kabupatennya.
Analisis Situasi Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa upaya pengembangan, penguatan,
dan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan sudah
berjalan dalam arah yang tepat. Berbagai capaian keberhasilan menjadi catatan penting yang dapat
memberikan kekuatan untuk meraih peluang dalam upaya pengembangan, penguatan, dan
19-
-20-
recovery center. Alokasi anggaran juga ditujukan untuk penguatan kebijakan dan regulasi,
penguatan tata kelola dan kepemimpinan, penataan standarisasi dan interoperablitas,
pengembangan aplikasi-aplikasi sistem informasi baik untuk transaksi layanan maupun pelaporan,
pengelolaan data dan informasi serta diseminasi informasi dalam berbagai media, dan peningkatan
kemampuan pengelolaan data kesehatan bagi SDM. Alokasi anggaran telah mencakup seluruh aspek
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan nasional. Itu semua menjadi kekuatan dalam
pengembangan sistem informasi kesehatan nasional. b. Advokasi dan pembinaan. Sebagaimana
diketahui bahwa data dan informasi merupakan sumber daya yang strategis bagi suatu organisasi,
begitupun bagi sektor kesehatan. Saat ini, para pimpinan di jajaran kesehatan baik di pusat maupun
di daerah semakin memahami pentingnya data dan informasi untuk manajemen kesehatan. Dalam
konteks ini, bagaimana meningkatkan kualitas dan ketersediaan di sisi produksi serta mendorong
pemanfaatan data dan informasi di sisi pengguna. Oleh karena itu, peran advokasi dan pembinaan
menjadi hal yang sangat penting. Advokasi kepada para pimpinan kesehatan baik di pusat maupun di
daerah terutama untuk penguatan kepemimpinan dan tata kelola. Advokasi juga dapat diarahkan
untuk mendorong pemanfaatan data dan informasi kesehatan secara luas untuk manajemen
kesehatan dan untuk masyarakat. Pembinaan kepada produsen data terutama di fasilitas pelayanan
kesehatan dan Dinas Kesehatan. Pembinaan antara lain terkait pengembangan dan pengelolaan
jaringan, manajemen data, dan penguatan SDM di daerah. Oleh karena itu, advokasi dan pembinaan
21-
-22-
dan lain-lain. Demikian pula dengan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan
Puskesmas berinisiatif menerapkan sistem elektronik untuk menyelenggarakan sistem informasi
Puskesmas. e. Inisiatif penerapan sistem elektronik dalam penyelenggaraan sistem pelaporan. Saat
ini, orang semakin sadar bahwa pengelolaan organisasi yang efisien tidak dapat terlepas dari peran
teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pun dalam pengelolaan pembangunan kesehatan,
inisiatif penerapan sistem elektronik dalam pengelolaan program kesehatan telah bermunculan.
Berbagai sistem informasi kesehatan di unit/program kesehatan telah dikembangkan untuk
mendukung pengelolaan program kesehatan terutama sistem monitoring dan evaluasi program
seperti sistemsistem pelaporan program, sistem-sistem surveilans penyakit dan masalah kesehatan,
dan lain-lain. Hal ini tentunya merupakan kekuatan bagi pengembangan sistem informasi kesehatan
nasional. 2.3.2. Faktor Kelemahan Faktor kelemahan juga merupakan faktor internal sistem
informasi kesehatan nasional. Faktor ini jika tidak diintervensi akan berdampak negatif pada
keberlangsungan sistem informasi kesehatan. Sehingga sedapat mungkin faktor ini harus
diminimalisasi atau diintervensi. Faktor kelemahan kritis yang diidentifikasi secara garis besar adalah
sebagai berikut: a. Aspek legal masih lemah. Adanya landasan hukum untuk mendukung
keberhasilan berjalannya sebuah sistem informasi mutlak diperlukan. Hal ini juga merupakan bentuk
komitmen dari seluruh komponen yang terlibat dalam suatu sistem informasi. Peraturan perundang-
undangan untuk penyelenggaraan sistem informasi kesehatan baik di
23-
tingkat transaksi layanan kesehatan maupun di tingkat pelaporan dirasa masih lemah. Peraturan
perundang-undangan yang ada juga belum secara spesifik menjawab kebutuhan integrasi sistem
informasi kesehatan. Di beberapa kabupaten/kota belum ada landasan hukum yang cukup kuat
untuk mengimplementasi sistem informasi kesehatan di daerah yang seharusnya berlaku secara
terintegrasi. Walaupun beberapa peraturan perundangundangan yang ada seperti UU ITE, UU KIP,
PP PSTE, PP SIK, dan lain-lain dapat dijadikan acuan. Namun peraturan perundang-undangan yang
spesifik mengatur secara teknis penyelenggaraan sistem informasi kesehatan perlu disiapkan seperti
peraturan perundang-undangan terkait rekam medis/kesehatan elektronik. b. Sistem informasi
kesehatan masih terfragmentasi. Sebagaimana diketahui bahwa di bidang kesehatan telah
berkembang berbagai sistem informasi sejak lama tetapi satu sama lain kurang terintegrasi. Setiap
sistem informasi tersebut cenderung untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan langsung
dari fasilitas pelayanan kesehatan yang paling bawah dengan menggunakan cara dan format
pelaporan sendiri. Akibatnya setiap operasional seperti Puskesmas dan Rumah Sakit yang harus
mencatat data dan melaporkannya sehingga Puskesmas dan Rumah Sakit menjadi sangat terbebani.
Dampak negatifnya adalah berupa kurang akuratnya data dan lambatnya pengiriman laporan. c.
Pendanaan untuk sistem informasi kesehatan di daerah masih terbatas. Aspek pendanaan dapat
dinilai sebagai faktor kekuatan, namun terdapat beberapa hal yang dapat pula dikategorikan sebagai
faktor kelemahan. Alokasi dana untuk operasional, pemeliharaan, dan peremajaan sistem informasi
-24-
baik di pusat maupun di daerah, belum menjadi prioritas penganggaran rutin sehingga dapat
mengakibatkan operasional dan pemeliharaan sistem tidak dapat dilakukan secara baik untuk
menjaga kesinambungan sistem informasi. Kemampuan pendanaan daerah yang bervariasi dalam
memperkuat sistem informasi kesehatan di daerah berdampak pula pada keberhasilan penguatan
sistem informasi kesehatan secara keseluruhan. d. Kemampuan daerah dalam pengembangan
sistem informasi kesehatan dan pengelolaan data/informasi yang bervariasi. Fakta di lapangan
menunjukkan bahwa sebagian besar kabupaten/kota dan provinsi belum memiliki kemampuan yang
memadai dalam mengembangkan sistem informasi kesehatannya, sehingga perlu dilakukan fasilitasi.
Untuk sebagian daerah yang telah memiliki kemampuanpun tampaknya pengembangan yang
dilakukan masih kurang mendasar dan komprehensif serta belum mengatasi masalah-masalah
mendasar dalam sistem informasi kesehatan. Setiap upaya pengembangan cenderung menciptakan
sistem informasi kesehatan sendiri dan kurang memperhatikan keberlangsungan sistem dan konsep
integrasi sistem untuk efisiensi. Kondisi geografis, khususnya pada daerah terpencil dan perbatasan
juga berdampak pada kemampuan untuk membangun sistem informasi kesehatan daerah serta
optimalisasi pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi dan kemampuan sumberdaya lainnya.
Sementara itu, kemampuan untuk melakukan manajemen data mulai dari pengumpulan,
pengolahan, dan analisis data serta penyajian dan diseminasi informasi baik di pusat dan daerah
masih belum optimal. Kemampuan untuk menghasilkan indikator dan informasi
25-
kesehatan yang valid dan reliabel juga masih perlu ditingkatkan. e. Pemanfaatan TIK dalam
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dan pengelolaan data yang belum optimal. Hampir
sebagian besar daerah dan pusat telah memiliki infrastruktur TIK untuk mendukung pelaksanaan
sistem informasi kesehatan, namun fasilitas TIK tersebut belum secara optimal dimanfaatkan. Hal ini
dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti kemampuan sumber daya manusia yang masih
terbatas, tidak berfungsinya perangkat keras dan perangkat lunak aplikasi pengelolaan data
kesehatan, tidak tersedianya prosedur pengoperasian (SOP) atau petunjuk manual untuk
mengoperasikan perangkat keras maupun perangkat lunak aplikasi pengolahan data. Banyak pula
fasilitas komputer dan infrastruktur TIK yang akhirnya kadaluarsa atau rusak sebelum SIK
diimplementasikan. Fasilitas yang digunakan pada umumnya tidak mempunyai standar minimum
kebutuhan dan cenderung bervariasi baik dalam spesifikasi perangkat keras maupun perangkat
lunaknya. Hal ini dapat mengakibatkan ketidaksesuaian ketika akan dilakukan integrasi. f. Kuantitas
dan kualitas sumber daya manusia masih rendah. Sumber daya manusia memegang peranan penting
dalam keberhasilan implementasi sistem informasi kesehatan. Namun kondisi saat ini baik di pusat
maupun daerah masih terdapat keterbatasan baik dalam hal kuantitas maupun kualitas tenaga
pengelola sistem informasi kesehatan. Selama ini, di beberapa daerah, pengelola data dan informasi
umumnya adalah tenaga yang merangkap jabatan atau tugas lain, yang dalam kenyataannya mereka
tidak dapat sepenuhnya bekerja mengelola data dan informasi karena insentif yang tidak sesuai
sehingga
-26-
mereka memilih pekerjaan paruh waktu di tempat lain. Kelemahan ini masih ditambah lagi dengan
kurangnya keterampilan dan pengetahuan mereka di bidang informasi, khususnya teknologi
informasidan pemanfaatannya. Selama ini sudah terdapat jabatan-jabatan fungsional untuk para
pengelola data dan informasi, seperti pranata komputer, statistisi, epidemiolog, keamanan
informasi, dan seterusnya. Namun belum dimanfaatkan betul. g. Mekanisme monitoring dan
evaluasi masih lemah. Kelemahan-kelemahan dan berbagai permasalahan pada penyelenggaraan
sistem informasi kesehatan tentunya dapat diidentifikasi dengan mekanisme monitoring dan
evaluasi serta audit sistem informasi kesehatan. Sayangnya, mekanisme monitoring dan evaluasi
belum ditata dan dilaksanakan dengan baik. 2.3.3. Faktor Peluang Faktor peluang merupakan faktor
eksternal sistem informasi kesehatan nasional. Faktor ini juga merupakan lingkungan dan
suprasistem yang berpengaruh pada akselerasi pengembangan dan penguatan sistem informasi
kesehatan nasional termasuk implementasi ekesehatan. Faktor peluang kritis yang diidentifikasi
secara garis besar adalah sebagai berikut: a. Kebutuhan data dan informasi semakin meningkat.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien,
apresiasi terhadap data dan informasi pun juga semakin meningkat. Kini, orang semakin sadar
bahwa data dan informasi sangat berguna sebagai masukan pengambilan keputusan dalam setiap
proses manajemen. Orang semakin sadar bahwa data/informasi sangat penting bagi organisasi
dalam menjalankan prinsip-prinsip manajemen modern. Informasi berguna untuk manajemen
layanan
27-
masyarakat, manajemen institusi, dan manajemen program pembangunan atau wilayah. Kini,
data/informasi telah menjadi salah satu sumber daya yang strategis bagi suatu organisasi di samping
SDM, dana, dan sebagainya. Dalam konteks politik anggaran, sektor kesehatan harus dapat
membuktikan kepada para pengambil keputusan di bidang anggaran (khususnya DPR dan DPRD)
bahwa dana yang dialokasikan untuk pembangunan kesehatan membawa manfaat bagi masyarakat.
Pembuktian ini tentu sangat memerlukan dukungan data dan informasi yang diperoleh dari suatu
sistem informasi. Hal tersebut menjadi peluang untuk pengembangan dan penguatan sistem
informasi kesehatan agar mampu menyediakan data/informasi yang akurat, lengkap, tepat waktu,
dan sesuai kebutuhan. b. Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat. Berkembangnya
teknologi informasi dalam beberapa tahun terakhir ini merupakan kondisi positif yang dapat
mendukung berkembangnya sistem informasi kesehatan dan implementasi ekesehatan khususnya
untuk memperkuat integrasi sistem dan optimalisasi aliran data. Infrastruktur teknologi informasi
telah merambah semakin luas di wilayah Indonesia dan apresiasi masyarakat pun tampaknya
semakin meningkat. Sementara itu, penyediaan perangkat keras dan perangkat lunak pun semakin
banyak. Harga teknologi informasi tampaknya juga relatif terjangkau karena telah semakin
berkembangnya pasar dan ditemukannya berbagai bahan serta cara kerja yang lebih efisien.
Demikian pula fasilitas pendidikan dan pelatihan di bidang teknologi informasi, baik yang berbentuk
pendidikan formal maupun kursus-kursus juga berkembang pesat.
-28-
29-
-30-
tantangan yang mungkin muncul dalam pengembangan sistem informasi kesehatan antara lain: a.
Tantangan otonomi daerah. Otonomi daerah saat ini menyebabkan masing-masing daerah sibuk
mengerjakan urusannya sendiri, termasuk dalam menyusun prioritas untuk pengembangan dan
pengelolaan sistem informasi kesehatannya. Hal ini tentu saja akan berdampak pada kelancaran
integrasi sistem informasi kesehatan yang diharapkan salah satunya dibangun dengan penguatan
SIKDA. Kondisi tersebut akan menyulitkan Pemerintah (dhi. Kementerian Kesehatan) dalam
memfasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan di daerah, implementasi standarisasi dan
pembenahan tata kelola. Pembandingan dengan daerah lain (benchmarking) pun akan mengalami
kesulitan karena tidak adanya standar. b. Tantangan globalisasi. Era globalisasi menyebabkan
bebasnya pertukaran berbagai hal antar negara seperti sumber daya manusia, IPTEK, dan lain-lain. Di
bidang kesehatan, hal ini akan dapat menimbulkan dampak negatif apabila tidak dikelola dengan
baik. Beberapa dampak negatif tersebut antara lain adanya penyakit-penyakit serta gangguan
kesehatan baru, masuknya investasi dan teknologi kesehatan yang dapat meningkatkan tingginya
biaya kesehatan, serta masuknya tenagatenaga kesehatan asing yang menjadi kompetitor tenaga
kesehatan dalam negeri. Untuk menghadapi kemungkinan dampak negatif yang terjadi seiring era
globalisasi maka dukungan sistem informasi sangatlah diperlukan. Sistem kewaspadaan dini untuk
mengintervensi permasalahan kesehatan sangatlah bergantung pada pasokan data dan informasi
yang akurat, cepat, dan tepat. Apabila era globalisasi datang pada saat sistem informasi
31-
kesehatan nasional kita belum kuat, maka dikhawatirkan akan membawa dampak-dampak negatif
yang merugikan. c. Tantangan ekonomi global dan kemampuan keuangan pemerintah. Kondisi
ekonomi global dan kemampuan keuangan pemerintah sangat berpengaruh dalam implementasi
teknologi informasi dan komunikasi, karena perangkat teknologi informasi dan komunikasi sebagian
besar berasal dari impor. Setiap perubahan kondisi ekonomi global akan berpengaruh kepada
ekonomi dalam negeri. Kondisi ekonomi dalam negeri yang memburuk tentunya dapat
mempengaruhi kemampuan keuangan pemerintah. Oleh karena itu, perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang begitu cepat harus disikapi dengan cerdas dalam memanfaatkannya
untuk penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Salahnya adalah bagaimana memilih teknologi
tepat yang mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk beberapa tahun ke depan
(tidak cepat usang). Langkah lain yang penting adalah melakukan analisis biaya manfaat. d.
Tantangan untuk membangun jejaring lintas unit dan lintas sektor. Adanya kebijakan pemerintah
dalam memperkuat e-government akan sangat bergantung pada interoperabilitas seluruh
komponen sistem. Tidak tersedianya standar dan protokol dalam penyelenggaraan sistem informasi
di setiap kementerian/lembaga mengakibatkan ketidakjelasan “aturan main”. Akses data dan
informasi dari lintas unit di Kementerian Kesehatan dan lintas sektor masih sulit dilakukan. Hal ini
karena jejaring untuk memperkuat ketersediaan data yang valid dan akurat tidak dapat dilakukan
dengan optimal. Kebutuhan untuk menghitung indikator kesehatan tidak hanya berasal dari
-32-
satusumber data saja melainkan dari beberapa sumber data. Sebagai contoh untuk melakukan
pengukuran atau penghitungan cakupan keberhasilan program kesehatan diperlukan data diluar
sektor kesehatan, seperti data penduduk sebagai denumerator yang berasal dari Badan Pusat
Statistik (BPS). Dari kondisi tersebut maka dapat terlihat bahwa ketersediaan protokol untuk
membangun jejaring serta menetapkan standarisasi yang didukung oleh aspek legal merupakan
salah satu tantangan yang harus segera diintervensi. e. Ancaman keamanan informasi. Aspek
keamanan informasi merupakan aspek penting dalam penyelenggaraan suatu sistem informasi.
Dewasa ini, potensi ancaman keamanan informasi semakin tinggi sejalan dengan konvergensi dunia
dan semakin terintegrasinya semua sumber daya teknologi informasi dan komunikasi. Potensi
terjadinya cyber attact semakin terbuka, dengan berbagai motif di antaranya bisnis, kriminal, politik,
dan sebagainya. Ancaman keamanan informasi dapat berasal dari internal maupun eksternal
organisasi dan dapat berupa orang, organisasi, mekanisme, atau peristiwa yang memiliki potensi
membahayakan. Oleh karena itu, manajemen keamanan informasi menjadi suatu hal penting yang
harus mendapat perhatian. Manajemen keamanan informasi tidak hanya dilakukan untuk menjaga
agar sumber daya informasi tetap aman, tetapi juga untuk menjaga organisasi agar tetap berfungsi
setelah terjadinya suatu bencana keamanan informasi. Demikian halnya dengan penyelenggaraan
sistem informasi kesehatan, tentunya tidak akan terlepas dari ancaman keamanan informasi. Hal itu
sangat tergantung bagaimana mengelola keamanan informasi sebaikbaiknya.
33-
2.4. Isu Strategis Isu ketersediaan data yang berkualitas dan tepat waktu hingga saat ini masih
menjadi masalah utama dalam sistem informasi kesehatan. Hal itu diakibatkan adanya dua
persoalan mendasar, adalah di sisi pengadaan data terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dan di
sisi aliran serta akses data. Hasil evaluasi terhadap sistem informasi kesehatan, sebagaimana
diuraikan di atas, menunjukkan masih banyak yang harus dilakukan agar tersedia data yang
berkualitas dan tepat waktu. Oleh karenanya, upaya penataan dan penguatan sistem informasi
kesehatan haruslah difokuskan kepada penataan data transaksi di fasilitas pelayanan kesehatan
sebagai sumber data untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan proses kerja terutama di fasilitas
pelayanan kesehatan (manajemen pelayanan), dan optimalisasi aliran data serta pengembangan
bank data untuk meningkatkan ketersediaan, kualitas, dan akses data dan informasi kesehatan. Isu
strategis yang harus diperhatikan dalam upaya pengembangan, penguatan, dan penyelenggaraan
sistem informasi kesehatan lima tahun ke depan antara lain adalah: a. Penataan kebijakan dan
regulasi sistem informasi kesehatan, terutama untuk menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor
46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan dalam bentuk pengaturan yang bersifat teknis. b.
Penguatan koordinasi sistem informasi kesehatan, terutama dalam penyamaan persepsi mengenai
pentingnya data dan informasi dalam menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan melalui
advokasi, sosialisasi, penyusunan nota kesepahaman dan perjanjian kerjasama, dan pertemuan
koordinasi lainnya. c. Penataan perencanaan sistem informasi kesehatan yang terarah dan terukur
sehingga upaya penataan, penguatan, dan penyelenggaraan dapat mewujudkan sistem informasi
kesehatan yang sesuai dengan harapan serta evaluasi dan perbaikan sistem informasi kesehatan
dapat dilakukan secara berkala.
-34-
d. Penataan dan penguatan organisasi sistem informasi kesehatan, baik di tingkat pusat maupun di
daerah terutama fasilitas pelayanan kesehatan. e. Penataan standarisasi sistem informasi kesehatan,
yang dilakukan melalui kodefikasi data, penyusunan kamus data kesehatan (dataset), dan penetapan
indikator prioritas, diharapkan dapat menjawab masalah integrasi dan pertukaran data kesehatan
yang ada selama ini. f. Pengembangan SDM sistem informasi kesehatan, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas. Pengembangan SDM ini akan dilakukan melalui optimalisasi jabatan fungsional
yang ada (seperti pranata komputer, statistisi, epidemiolog, atau lainnya) dan/atau melalui
pengembangan jabatan fungsional informatika kesehatan. g. Penguatan infrastruktur TIK di fasilitas
pelayanan kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Kesehatan (data center dan DRC) serta penyediaan pendukung operasional dan pemeliharaan
infrastruktur TIK. h. Pembiayaan sistem informasi kesehatan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan terlebih lagi pembangunan infrastruktur haruslah
menjadi prioritas pemerintah daerah. Penggalian pendanaan melalui sumber-sumber lain seperti
development partners perlu terus diupayakan. i. Penataan data transaksi di fasilitas pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan proses kerja pelayanan serta ketersediaan
dan kualitas data, melalui pembenahan sistem pencatatan dan pelaporan, baik secara elektronik
maupun non-elektronik. j. Optimalisasi aliran data untuk meningkatkan ketersediaan, kualitas, dan
akses data dan informasi kesehatan melalui penguatan sistem komunikasi data antar fasilitas
pelayanan kesehatan, dinas kesehatan, dan bank data di pusat. k. Pengembangan bank data
kesehatan, belum mampu mengintegrasikan data dari semua sumber data sehingga sistem
penyajian informasi (bussiness intelligence) yang
35-
dibangun hanya memiliki sajian informasi yang terbatas. l. Pengembangan akses/sharing data,
merupakan solusi termudah dan tercepat yang dapat dilakukan dalam menjawab masalah sistem
informasi yang terfragmentasi. m. Penguatan penggunaan informasi, melalui peningkatan kualitas
data akan mendorong tumbuhnya budaya informasi dan peduli data sehingga penggunaan data dan
informasi dalam pengambilan keputusan, baik di level pemerintahan, swasta, maupun masyarakat,
dapat terus meningkat.
docx
10 Pages
Uploaded by
connect to download
Makalah Analisis SWOT
Download
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
(Strengths)
dan peluang
(Opportunities)
(Weaknesses)
dan ancaman
(Threats)
1.2
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi sebuah perusahaan dan organisasi internal maupun eksternal. Analisa ini didasarkan
pada
(Strengths)
dan peluang
(Opportunities)
(Weaknesses)
dan ancaman
(Threats)
. ANALISIS SWOT adalah suatu bentuk analisis situasi dengan mengidentifikasi berbagai
faktor secara sistematis terhadap kekuatan-kekuatan (Strengths) dan kelemahan-kelemahan
(Weaknesses) suatu organisasi dan kesempatan-kesempatan (Opportunities) serta ancaman-
ancaman (Threats) dari lingkungan untuk merumuskan strategi organisasi. Perencanaan
strategis
(strategic planner)
Analisis SWOT adalah suatu bentuk analisis situasi dengan mengidentifikasi berbagai faktor
secara sistematis terhadap kekuatan-kekuatan (Strengths) dan kelemahan-kelemahan
(Weaknesses) suatu organisasi dan kesempatan-kesempatan (Opportunities) serta ancaman-
ancaman (Threats) dari lingkungan untuk merumuskan strategi organisasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) atau di-Indonesiakan
menjadi analisis KEKEPAN (Kekuatan-Kelemahan-Kesempatan-Ancaman) sudah sangat
umum dikenal dan mudah untuk dilakukan.
Proses manajemen strategis adalah sebuah proses delapan langkah yang mencakup
perencanaan strategis, pelaksanaan atau penerapan dan evaluasi.
Analisis adalah suatu kegiatan untuk memahami seluruh informasi yang terdapat pada suatu
kasus, mengetahui isu apa yang sedang terjadi, dan memutuskan tindakan apa yang harus
segera dilakukan untuk memecahkan masalah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis
SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
sebuah perusahaan dan organisasi internal maupun eksternal. Analisa ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
1.2 Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini :
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian SWOT
2. Agar mahasiswa mengerti penerapan SWOT dalam organisasi
3. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana Strategi Pengenbangan Puskesmas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Analisis SWOT
Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi sebuah perusahaan dan organisasi internal maupun eksternal. Analisa
ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan
ancaman (Threats).
ANALISIS SWOT adalah suatu bentuk analisis situasi dengan mengidentifikasi
berbagai faktor secara sistematis terhadap kekuatan-kekuatan (Strengths) dan kelemahan-
kelemahan (Weaknesses) suatu organisasi dan kesempatan-kesempatan (Opportunities) serta
ancaman-ancaman (Threats) dari lingkungan untuk merumuskan strategi organisasi.
Perencanaan strategis (strategic planner) suatu perusahaan harus menganalisis faktor-
faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) pada kondisi yang
ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi atau popular disebut Analisis SWOT.
Dalam menganalisis data digunakan teknik deskriptif kualitatif guna menjawab perumusan
permasalahan mengenai apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang ada pada objek
penelitian dan apa saja yang menjadi peluang dan ancaman dari luar yang harus dihadapinya.
Dalam penelitian dilakukan identifikasi variable-variabel yang merupakan kekuatan
dan peluang yang kemudian digunakan skala likert atas lima tingkat yang terdiri dari: Sangat
baik (5), Baik (4), Cukup baik (3), Kurang baik (2), dan Tidak baik (1), berupa Skala Likert
Keunggulan dan Peluang.
Kemudian penelitian dilanjutkan dengan identifikasi variable-variabel yang
merupakan kelemahan dan ancaman dari luar yang kemudian digunakan skala likert atas lima
tingkat yang terdiri dari: Sangat berat (=5), Berat (=4), Cukup berat (=3), Kurang berat (=2),
dan Tidak berat (=1), berupa Skala Likert Tantangan dan Ancaman. Analisis SWOT ini
adalah membandingkan antara faktor eksternal, berupa Peluang (opportunities) dan Ancaman
(threats) dengan faktor internal, yang berupa Kekuatan (strengths) dan Kelemahan
(weaknesses). Selanjutnya, nilai rata-rata masing-masing faktor positif dibandingkan dengan
faktor negatif baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Dan Hasil dari
perhitungan tersebut, dituangkan dalam digram Cartesius.
Dari diagram Cartesius tersebut, dapat diketahui hasil analisis SWOT, sesuai dengan
posisi dari hasil perhitungannya, yaitu:
Sebelah kiri atas -> Startegi Rasionalisasi (Turne around).
Sebelah kanan atas -> Strategi Agresif (Growth).
Sebelah kiri bawah -> Strategi Defensif
Sebelah Kanan bawah -> Strategi Diversifikasi.
2.2 Penerapan Dalam Organisasi
Analisis SWOT adalah suatu bentuk analisis situasi dengan mengidentifikasi berbagai
faktor secara sistematis terhadap kekuatan-kekuatan (Strengths) dan kelemahan-kelemahan
(Weaknesses) suatu organisasi dan kesempatan-kesempatan (Opportunities) serta ancaman-
ancaman (Threats) dari lingkungan untuk merumuskan strategi organisasi.
Strengths (kekuatan) adalah kegiatan-kegiatan organisasi yang berjalan dengan baik atau
sumber daya yang dapat dikendalikan.
Weaknesses (kelemahan) adalah kegiatan-kegiatan organisasi yang tidak berjalan dengan
baik atau sumber daya yang dibutuhkan oleh organisasi tetapi tidak dimiliki oleh organisasi.
Opportunities (peluang / kesempatan) adalah faktor-faktor lingkungan luar yang positif.
Threatss (ancaman) adalah faktor-faktor lingkungan luar yang negatif.
Matrik SWOT adalah alat untuk menyusun faktor-faktor strategis organisasi yang dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi
organisasi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
Ifas (Internal Strategic Factors Analysis Summary) adalah ringkasan atau rumusan faktor-
faktor strategis internal dalam kerangka kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses).
Efas (External Strategic Factors Analysis Summary) adalah ringkasan atau rumusan faktor-
faktor strategis eksternal dalam kerangka kesempatan/peluang (Opportunities) dan ancaman
(Threats).
Strategi SO adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan jalan pikiran organisasi yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
Strategi WO adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada
dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
Strategi ST adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kekuatan yang dimiliki organisasi
untuk mengatasi ancaman.
Strategi WT adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan
berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Pahami situasi dan informasi yang ada dengan melihat data eksternal maupun data
internal. Informasi dapat bersifat sebagai data numerik, hasil observasi, atau hasil wawancara.
Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar Puskesmas, misalnya :
Data kependudukan
Geografis
Sosial budaya
Kesehatan
Biologi lingkungan, dan lain-lain.
Data internal dapat diperoleh dari dalam Puskesmas, misalnya :
SP2TP
PWS-KIA
PWS-Imunisasi
Stratifikasi Puskesmas
SKDN, dan lain-lain.
Pahami permasalahan yang terjadi. Baik masalah yang bersifat umum maupun
spesifik kesehatan.
Buatlah Matrik SWOT, dalam sel kesempatan/peluang (Opportunities), Tentukan 5-
10 faktor peluang eksternal yang dihadapi Puskesmas. Sel ini harus mempertimbangkan
perangkat perundangan yang terkait dan sebagai salah satu faktor strategis. Dalam sel
ancaman (Threats), tentukan 5-10 faktor ancaman eksternal yang dihadapi Puskesmas. Dalam
sel kekuatan (Strength), tentukan 5-10 faktor kekuatan internal yang dimiliki Puskesmas baik
yang ada sekarang maupun yang akan datang. Dalam sel kelemahan (Weakness), tentukan 5-
10 faktor kelemahan internal yang dimiliki Puskesmas.
Untuk menyikapi ini, karena Puskesmas bukan organisasi yang berorientasi pada
keuntungan (finansial), maka Puskesmas harus mampu mengembangkan strategi kompetisi
yang sehat, agar layanan puskesmas mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Termasuk
dalam hal ini puskesmas harus melakukan “social marketing” untuk memasarkan kegiatan-
kegiatannya, terutama kegiatan layanan UKM yang biasanya tidak terlalu digarap serius oleh
sektor swasta. Beberapa kegiatan layanan dalam gedung juga memiliki keunggulan.
Contohnya adalah kegiatan imunisasi dasar pada bayi. Dibandingkan layanan oleh swasta,
Puskesmas memiliki rantai dingin (cold chain) untuk penyimpanan vaksin yang standar yang
tidak dimiliki oleh sebagian besar sektor swasta, pemakaian yang sering dan jumlah banyak
memungkinkan vaksin di Puskesmas selalu baru. Biayanya juga lebih murah karena
merupakan program pemerintah, sehingga pengadaan vaksin dan perlengkapannya
mendapatkan subsidi. Tanggung jawab Puskesmas adalah mempertahankan standarisasi
tersebut termasuk dalam tindakan pemberian vaksinnya. Ini adalah peluang baik yang
dimiliki Puskesmas untuk berkompetisi dengan penyedia layanan primer lainnya.
Kerjasama ini penting supaya tidak terjadi perbedaan yang sangat dramatis untuk
penanggulangan masalah penyakit atau kesehatan yang akhirnya akan berdampak buruk pada
masyarakat. Contoh, Pengobatan Tuberculosis (TBC) dengan strategi DOTs. Sudah terbukti
bahwa pengobatan TBC dengan strategi DOTs lebih efektif daripada strategi konvensional.
Kombinasi obat dan cara pemberiannya sudah sangat jelas. Angka kesembuhan juga tinggi
(lebih dari 90%). Tapi sayang, tidak semua penderita TBC diobati dengan strategi DOTs,
terutama mereka yang berobat ke layanan swasta. Pengobatan yang diberikan msih sangat
bervariasi, kadang malah sub-standar. Salah satu penyebabnya adalah karena Puskesmas
tidak melibatkan layanan swasta dengan memberikan informasi dan fasilitasi sarana (obat)
untuk pengobatan penderita TBC dengan strategi DOTs. Aibatnya banyak penderita TBC
yang tidak mengalami kesembuhan karena drop out minum obat, bahkan muncul resistensi
kuman terhadap obat. Karena itu kerjasama menjadi sangat penting supaya capaian program
bisa berhasil.
Kerjasama lain yang harus dikembangkan misalnya dalam hal pencatatan dan
pelaporan. Sesuai dengan asasa kerja Puskesmas yang berbasis kewilayahan, maka
Puskesmas merupakan penanggung jawab seluruh kegiatan yang berhubungan dengan upaya
peningkatan layanan kesehatan di wilayahnya. Selama ini, layanan kesehatan yang dilakukan
oleh sektor swasta sering tidak terpantau oleh Puskesmas karena belum ada sistem pencatatan
dan pelaporan yang baku dari sektor swasta untuk melaporkan kegiatannya ke Puskesmas.
Begitu juga dengan rumah sakit yang tidak melaporkan kegiatannya ke Dinas
Kesehatan. hal ini menyebabkan kita banyak kehilangan banyak data yang sangat penting
untuk untuk perencanaan kegiatan dan pengambilan keputusan guna menentukan suatu
kebijakan. Oleh karena itu kerjasama dalam hal ini perlu ditingkatkan, misalnya dengan
menetapkan suatu standar sistem pelaporan tentang kegiatan layanan kesehatan di seluruh
wilayah kabupaten.
3.2 Saran
Adapun saran dari pembuatan makalah ini yaitu dengan menggunakan analisis SWOT baik
dalam sebuah perusahaan atau sebuah organisasi baik internal maupun eksternal dengan baik
akan memudahkan kedepannya untuk bekerja lebih mudah dan dapat dijangkau oleh instansi
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Data kependudukan
Geografis
Sosial budaya
Kesehatan
Biologi lingkungan, dan lain-lain. Data internal dapat diperoleh dari dalam Puskesmas,
misalnya :
SP2TP
PWS-KIA
PWS-Imunisasi
Stratifikasi Puskesmas
SKDN, dan lain-lain. Pahami permasalahan yang terjadi. Baik masalah yang bersifat umum
maupun spesifik kesehatan.
READ PAPER
Job Board
About
Press
Blog
People
Papers
Terms
Privacy
Copyright
We're Hiring!
Help Center
Academia © 2017