Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PRAKTIKUM

PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK

NAMA :

RAHMAVITA NARIPATI J3I219113

TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TERNAK


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
Bahan dan Alat
Video tentang pemeliharaan ternak sapi potong, sapi perah, kambing/domba, babi
dan ayam.

Prosedur
1. Amati konstruksi kandang terutama lantai : bahan lantai dan kemiringan lantai pada
masing-masing jenis ternak
2. Mengamati tempat saluran pembuangan (arah, bentuk, kemiringan, lebar)
3. Gambarkan lay out kandang
4. Amati manajemen pemeliharaan terutama pembersihan kandang, memandikan ternak
dan pemberian pakan

Diskusikan:
1. Sebutkan jenis limbah yang dihasilkan dari masing-masing unit kandang kaitkan dengan
jenis ternak, konstruksi kendang dan cara pembersihan kandang? dan kelompokkan
bentuknya dalam limbah padat, cair atau gas ?
2. Kenapa kemiringan lantai sangat perlu diperhatikan ? berapa kemiringan lantai yang
ideal untuk ternak sapi perah dan sapi potong ?
3. Apabila dalam suatu kandang ternak sapi potong ada 2000 ekor sapi dewasa, sapi perah
2500 sapi dewasa, babi ada 2000, kambing 2000 dan ayam broiler 5000 ekor, ayam
petelur 15000 ekor hitung potensi limbah yang dihasilkan.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri
maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu
tidak dikehendaki karena tidak memiliki nilai ekonomis (Parakkasi dan Hardini, 2009). Dari
pengertian ini dapat kita tarik kesimpulan perbedaan antara limbah dan sampah, bahwa
limbah berasal dari suatu proses produksi baik itu pada skala rumah tangga maupun skala
industri sedangkan sampah belum tentu berasal dari suatu proses produksi yang secara
sengaja dihasilkan dari aktivitas manusia.

A. Ayam Petelur
Kandang ayam petelur dibagi 2 yaitu : kandang terbuka dan kandang tertutup. Kita yang
tinggal di Indonesia harus bersyukur karena iklimnya lebih menguntungkan disbanding
Negara barat. Dengan type kandang terbuka, produktifitas aym petelur di Indonesia sudah
bisa optimal karena intensitas cahayanya cukup dan temperature udara relative stabil,
infestasi pembayatn kandang terbuka lebih murah jika dibandingakan dengan kandang
tertutup.

Berdasarkan type lantai (postal) kandang terbagi 2 yaitu type lantai tanah atau disemen
(litter) dan kandang panggung (slat). Pemelihan lantai kandang sebaiknya memperhatikan
periode umur ayam. Berikut ini anjuran saya tentang pemakaian type kandang.

1. Masa starter (0-5 minggu) Menggunakan kandang Litter


2. Masa grower (5-10 minggu) dapat menggunakan kandang litter akan tetapi lebih baik
menggunakan kandang batre (bisa dari bahan kawat atau bamboo) supaya
pertumbuhan ayam lebih seragam.
3. Masa developer (10-16 minggu) lebih baik menggunakan kandang batre
4. Masa layer atau produksi (diatas 16 minggu) menggunakan kandang batre

Ayam petelur akan mulai bertelur sekitar umur 22 – 24 minggu dan untuk menghindari
stres peternak memindahkan ayam dara ke kandang sistem cage pada umur 14-21 minggu
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa
limbah dari ayam petelur pada periode ini berbeda dengan limbah yang dihasilkan pada
periode sebelumnya. Pada saat ayam petelur yang telah menempati kandang sistem cage
maka limbah yang dihasilkan berupa manure.
Manure dari ayam petelur mempunyai kesamaan dengan litter broiler seperti yang telah
dijelaskan di sub bab sebelumnya yaitu tingginya kandungan protein kasarnya. Tingginya
kandungan nitrogen pada manure ayam petelur ini merupakan nilai lebih dari kompos yang
dibuat dengan bahan baku manure ayam petelur. Karena kompos yang dihasilkan juga akan
mempunyai kandungan nitrogen yang tinggi pula.
B. Ayam Broiler

Layout kandang ayam broiler

1)   Gerbang depan
2)   Pos Satpam
3)   Area Parkir
4)   Tempat Bangkai
5)   Kantor
6)   Gerbang ke kandang
7)   Instalasi desinfeksi
8)   Gudang Pakan
9)   Kamar Mesin
10)    Kandang Karantina
11)    Mess anak kandang
12)    Kantin
13)    Kandang B1
14)    Kandang B2
15)    Kandang B3
16)    Kandang B4
17)             Kandang B5
18)              Kandang B6
19)              Kandang A1
20)              Kandang A2
21)              Kandang A3
22)              Kandang A4
23)              Gudang Zeolit
24)              Gudang Sekam
Hal utama yang dapat menyebabkan perbedaan karakteristik limbah yang dihasilkan
dari pemeliharaan broiler utamanya disebabkan pada perbedaan sistem perkandangan yang
digunakan. Kandang broiler dapat dibedakan menjadi kandang sistem panggung dan
kandang sistem postal (berlantai tanah yang dipadatkan atau lantai semen) .Untuk kandang
sistem panggung, lantai yang biasa digunakan terbuat dari bilah-bilah bambu dengan jarak
antar bilah berkisar ± 1.5 cm.
kandang panggung relatif lebih sehat daripada broiler yang dipelihara padakandang
sistem postal. Hal ini disebabkan pada sistem panggung jangka waktu kontak fisik antara
litter dan broiler lebih pendek daripada pada broiler yang dipelihara pada sistem postal,
sehingga broiler bisa lebih sehat.
Pada kedua sistem kandang tersebut, keduanya sama-sama menggunakan litter.
Untuk kandang panggung sebelum diberi litter maka di atas bilah-bilah bambu perlu diberi
alas yang biasa terbuat dari terpal plastik baru di atasnya ditaruh litter. Pada kandang
panggung, litter akan di”jebloskan” dari lantai panggung dan diturunkan ke lantai tanah di
bawahnya pada saat broiler mencapai umur ± 20 hari. Sedangkan untuk kandang lantai
tanah/semen, litter baru akan diambil setelah ayam dipanen. Dengan demikian pada
kandang sistem postal kontak fisik antara broiler dengan litter akan terjadi dalam jangka
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan broiler yang diperlihara pada sistem panggung.
Walaupun litter kaya akan sumber vitamin B12, namun karena kandungan nitrogennya yang
tinggi sering kali litter merupakan sumber emisi gas amonia yang dapat menyebabkan
berbagai gangguan kesehatan bagi broiler.
Terdapat beberapa metode untuk menurunkan laju emisi amonia dari limbah
peternakan. Salah satunya adalah dengan penambahan senyawa asam pada limbah
peternakan. Dengan penambahan asam tersebut maka pH limbah peternakan bisa
diturunkan sampai pada pH 5,5. Dengan rendahnya nilai pH tersebut akan mengurangi
bahkan dapat menghentikan aktivitas mikroorganisme yang dapat mendegradasi bahan
organik pada limbah tersebut. Selain menurunkan laju emisi gas amonia hal tersebut juga
dapat melindungi kandungan nutrisi yang ada pada limbah. Hal ini karena nitrogen yang ada
pada limbah akan dapat diproteksi dan tetap berada dalam limbah.

Penanganan Limbah Feses Ayam

Penanganan feses ternak secara baik perlu dilakukan agar tidak menyebabkan bau
yang menyengat, feses masih kering dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Beberapa hal
yang dapat dilakukan diantaranya:
1. Menjaga feses tetap kering
Beberapa hal yang perlu kita perhatikan agar feses tetap kering dan berfungsi
optimal antara lain:
1. Penambahan sekam baru
Di peternakan broiler, apabila sekam/litter sudah terlanjur ada yang
menggumpal karena feses atau basah namun jumlahnya sedikit, maka
sekam bisa dipilah dan dikeluarkan dari kandang. Sedangkan apabila jumlah
sekam yang menggumpal atau basah sudah banyak, lebih baik tambah
sekam baru hingga yang menggumpal tidak nampak.
2. Penggunaan kapur
Pada peternakan ayam, kapur dapat digunakan untuk membersihkan lantai
kandang, mengeringkan, dan mengurangi bau dari kotoran ayam. Komposisi
utama dari batuan kapur yang dipakai adalah CaCO3 dan MgCO3.
Penggunaan kapur pada kotoran ayam selain mengurangi cemaran amonia
ke udara, juga pupuk yang dihasilkan akan mengandung nitrogen yang
cukup tinggi, karena tidak banyak nitrogen yang hilang sebagai amonia.
3. Pembasmian lalat
Penanganan selanjutnya yaitu pembasmian lalat dewasa dengan
memberikan insektisida. Untuk membasmi lalat yang sudah banyak
berkeliaran di sekitar tumpukan feses, bisa digunakan insektisida yang
diaplikasikan lewat metode spray (semprot) dan tabur,
seperti Delatrin dan Flytox. Perlu diperhatikan untuk metode spraying, bila
penyemprotan dilakukan asal-asalan, maka tidak semua lalat mati dan
lama-kelamaan akan resisten terhadap insektisida tersebut.
4. Karena itu, disarankan spraying dilakukan waktu petang karena pada saat itu
lalat mulai istirahat dan terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu.
Sementara pada aplikasi tabur, perhatikan titik-titik lokasi dimana lalat
biasa hinggap di lorong dan bawah kandang, sehingga obat tabur bisa
diletakkan di lokasi tersebut.

2. Mengurangi bau amonia di kandang


Peternak dapat menekan amonia pada level serendah mungkin. Beberapa tindakan
yang bisa dilaksanakan untuk mengurangi atau menurunkan kadar amonia dalam
kandang ayam, beberapa tindakan diantaranya:
1. Pembersihan feses
Mengangkat feses ayam di bawah kandang secara berkala tiap 1-3 hari sekali.
Sedangkan untuk kandang postal tiap 1 minggu sekali. Pastikan pengangkatan feses
dilakukan secara bersih sempurna untuk mencegah agar tidak ada larva/pupa lalat
yang tersisa. Hindari menyimpan berkarung-karung feses di dekat kandang karena
lama-kelamaan larva lalat akan berkembang di dalamnya sehingga suatu saat
peternak harus mengeluarkan feses karungan tadi untuk dijemur ulang kembali.
Selain itu, feses yang ditumpuk di bawah/samping kandang bisa menjadi sumber
penularan penyakit. Secara umum, feses kering lebih menguntungkan bagi peternak
ketimbang feses basah. feses kering mudah/ringan saat dikeruk/dibersihkan. Hal ini
tentu akan meringankan pekerjaan pegawai kandang. 
 
2. Pengunaan pengikat amonia
Untuk mengurangi konsentrasi gas amonia yang mampu menurunkan kualitas
tersebut dengan cara pemberian Ammotrol. Amonia yang diproduksi di dalam
saluran pencernaan maupun yang ada di kotoran bisa diikat dengan baik sehingga
tidak menguap dan mencemari udara kandang.
 

Pemanfaatan Limbah Feses Ayam


Feses ayam, sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai pupuk di bidang pertanian.
Sudah dibuktikan bahwa feses ternak merupakan pupuk yang cocok dan baik untuk
kesuburan tanah pertanian.
1. Limbah ayakan
Feses kandang yang sudah disaring atau diayak, biasanya memiliki harga jual per
karung sedikit lebih tinggi daripada feses kandang biasa. Harga jualnya berkisar
Rp250- 300/kg. Jadi prosesnya, feses ayam yang kasar digiling terlebih dahulu baru
kemudian diayak. feses kandang hasil ayakan ini bisa langsung digunakan menjadi
pupuk dengan ditebar di sawah atau ladang karena strukturnya lebih halus.
2. Pupuk bokashi
Bentuk olahan limbah feses ayam selanjutnya adalah pupuk bokashi. Pupuk
bokashi merupakan pupuk kompos yang dibuat dengan cara fermentasi selama
kurang lebih 1 minggu. Limbah feses ayam yang digunakan di sini sebaiknya feses
ayam murni/kandungan sekamnya sedikit dan belum dikeringkan.
Perlu diingat, kontrol suhu fermentasi hingga maksimal 45 oC. Apabila melebihi
suhu tersebut, aduk campuran dengan cangkul agar suhunya turun. Setelah 1 minggu,
buka karung goni dan kering anginkan pupuk selama 3-4 hari dan pupuk bokashi pun
siap digunakan (epetani.pertanian.go.id). Harga jual pupuk bokashi ini rata-rata
Rp1000/kg.
3. Biogas
Biogas terbentuk dari hasil penguraian feses hewan oleh mikroorganisme yang
terdiri atas karbondioksida (30-40%), hidrogen (1-5%), metana (50-70%), uap air
(0,3%), nitrogen (1-2%), dan hidrogen sulfat (endapan). Gas metana sebagai
komponen terbesar dapat dimanfaatkan untuk memasak dan pemanas brooding.
Feses ayam diketahui memiliki kandungan zat kimia yang tinggi sehingga
membutuhkan perhatian khusus ketika dibuat biogas. Terlepas dari itu, feses ayam
juga mengandung lebih banyak nitrogen sehingga dapat menghasilkan gas metana
lebih banyak. Prinsip utama pembuatan biogas ialah menggunakan tabung biodigester
kedap udara. Untuk teknis pembuatannya, peternak dapat melakukan konsultasi
kepada dinas terkait, lembaga penelitian, atau perguruan tinggi di daerah masing-
masing.
Salah satu manfaat yang dihasilkan dari pengolahan biogas ini yaitu dari satu unit
biodigester mengolah feses yang berasal dari 1000 ekor ayam tersebut nantinya akan
dihasilkan gas metana yang bisa menggantikan pemakaian 3-4 tabung gas rumah
tangga ukuran 12 kg. Manfaat lainnya yaitu dengan biodigester ini maka pupuk
organik yang dihasilkan tersebut tidak memerlukan pengolahan apa-apa lagi, seperti
proses fermentasi dan lain sebagainya. Limbah biodigester yang dihasilkan ini sama
sekali tidak berwujud feses lagi, tidak bau, dan tidak panas sehingga disukai para
petani.
 

C. Ternak Sapi

Layout kandang sapi potong

A. 1)      Gerbang Depan
B. 2)      Kantor
C. 3)      Drainase pembuangan Limbah
D. 4)      Pan tempat sapi
E. 5)      Jalan depan
F. 6)      Tempat Pakan (Head to head)
G. 7)      Pintu sekat penggiring sapi
H. 8)      Timbangan Sapi
I. 9)      Tempat Pengolahan Limbah
J. 10)   Gudang Pakan
K. 11)   Tempat pengolahan Pakan
L. Tower air         =
Model kandang sapi perah

Lantai kandang sapi yang banyak diterapkan di Indonesia kebanyakan mempunyai


selokan pada salah satu sisi lantai di mana selokan tersebut berfungsi untuk mengalirkan air
dan urin walau tidak menutup kemungkinan sebagian feses sapi juga ada yang terbuang
melalui selokan ini .Lantai kandang tersebut juga dibuat miring dengan kemiringan antara 5
sampai dengan 10° sehingga air dan urin dapat mengalir ke arah selokan. Sedangkan
selokan ini mempunyai lebar 40-50 cm dan kedalaman 15-20 cm, dan kedalaman di ujung
yang satu dibuat kurang dari 10 cm dan ujung yang lain tidak kurang dari 30 cm sehingga air
dan urin bisa mengalir dengan lancar (Rianto dan Purbowati, 2012).
Pada saat pembersihan ternak sapi, biasanya peternak membersihkan feses dari
lantai kandang terlebih dahulu untuk disimpan di tempat penampungan feses. Kemudian
dilanjutkan dengan pembersihan sapi dan lantai kandang dengan menggunakan air.
Sedangkan air dan urin disalurkan lewat selokan untuk kemudian dialirkan ke saluran irigasi
ke arah kebun tanaman pakan/persawahan pada peternak yang mempunyai lahan tanaman
pakan atau pada kandang yang lokasinya dekat dengan areal persawahan. Sedangkan untuk
peternak yang tidak mempunyai lahan tanaman pakan atau lokasinya jauh dari lahan
pertanian, air, dan urine ini hanya dialirkan begitu saja ke selokan atau ke sungai. Sistem
pembersihan sapi dan kandang seperti ini antara lain bertujuan untuk mengurangi volume
limbah yang dihasilkan, dalam hal ini peternak hanya memerlukan tempat khusus untuk
menyimpan feses sapi saja yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang atau
diolah lebih lanjut menjadi kompos. Sedangkan untuk urin dan air untuk pembersihan
kandang dibuang melalui saluran yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dengan sistem
pembersihan ternak sapi, kandang, dan dengan adanya selokan tersebut menyebabkan
sebagian besar feses telah terpisah dari urin dan air, sehingga limbah feses yang dihasilkan
mempunyai kandungan bahan kering yang relatif tinggi. Sebagai contoh pada feses sapi
madura dalam masa penggemukan mempunyai kadar air sebesar 78,89%, bahan kering
21,11% dan pH 6,98 (Krisdianty, 2014). Dengan terpisahkannya feses dari urin dan air kotor
dan kandungan bahan kering feses sebesar 21% ini lebih memudahkan dalam penanganan
lebih lanjut dari feses, misalnya untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
kompos ataupun dalam transportasi feses dari satu lokasi kandang ke lokasi pembuatan
kompos yang lebih besar, mengingat peternakan sapi di negara kita masih banyak dilakukan
dalam skala kecil sehingga untuk pembuatan kompos dalam skala besar harus
mengumpulkan feses sapi dari beberapa lokasi kandang.

Pengelolaan Limbah Sapi :


1. Pengolahan secara terbuka dilakukan hanya dengan menumpukan kotoran ternak sapi
pada suatu area tertentu selama waktu yang tidak tentu. Namun pada umumnya
dipergunakan menjelang musim tanam atau pada saat pengolahan tanah dilakukan. Cara ini
tidak membutuhkan biaya yang terlalu banyak, karena biaya yang dikeluarkan hanya untuk
tenaga kerja dan tidak diperhitungkan karena tenaga yang dipergunakan adalah tenaga
keluarga.

2. Pengolahan yang kedua adalah dengan proses tertutup. Cara ini dilakukan dengan mem
benamkan kotoran ternak ke dalam sebuah lubang yang telah dipersiapkan sebelumnya .
Pembuatan lubang/silo disarankan untuk dilakukan di bawah naungan dan areal yang tidak
mudah tergenang air bila terjadi musim hujan. Di bawah naungan dapat diartikan sebagai
tempat di bawah pohon yang rindang atau pun di bawah naungan atap yang memang
disiapkan untuk tujuan tersebut.

Pembuatan silo tersebut dapat dilakukan dengan kedalaman yang sesuai dengan volume
yang diinginkan dan sebaiknya dinding silo tersebut tahan terhadap rembesan air dari
samping. Tujuannya adalah selain mencegah masuknya air ke dalam kotoran juga berfungsi
agar unsur hara seperti nitrogen, yang ada dalam kotoran tidak hilang tercuci air yang dapat
masuk/merembes .

Proses mengolah pupuknya antara lain:

1. Untuk dapat menampung kotoran sapi sebanyak 3 ton maka ukuran yang dibutuhkan
adalah dua meter kali satu meter dengan kedalaman dua meter. Bila memungkinkan
pembuatan silo dapat juga dilakukan dengan mempergunakan gorong-gorong
berpenampang 1 meter dan disusun sebanyak tidak lebih dari 3 buah. Sesuai dengan ukuran
gorong- gorong yang ada di pasaran maka, dua buah gorong-gorong ditempatkan di bawah
permukaan tanah (sedalam 90 cm) dan sebuahnya lagi dapat ditumpuk di atas permukaan
tanah (setinggi 100 cm).

2. Dengan ukuran silo dapat menampung tiga ton kotoran sapi. Kotoran sapi yang tersedia
selanjutnya diaduk agar tercampur secara merata antara feses, urine dan sisa pakan. Bila
telah homogen maka kotoran sapi dapat dimasukan ke dalam silo secara baik agar cukup
padat sampai hampir penuh.

3. Selanjutnya dapat ditutup dengan menggunakan tanah galian lubang yang ada setinggi
lebih kurang 30cm . Timbunan tersebut selanjutnya dibiarkan untuk suatu satuan waktu
tertentu, misalnya 3 bulan (Mathius, 1994), namun pada umumnya disesuaikan dengan
waktu penggunaannya, yakni disesuaikan dengan musim tanam.
4. Setelah melewati waktu yang diinginkan diharapkan kotoran yang telah melewati proses
perombakan/dekomposisi, dapat menjadi kompos yang diharapkan dan siap dibongkar.
Kompos tersebut selanjutnya dapat dipergunakan secara langsung ke lahan pertanian atau
pun dapat dianginkan/dikeringkan di bawah sinar matahari .

5. Hasil pengeringan tersebut selanjutnya dihancurkan agar tidak menggumpal/padat dan


dapat disaring dengan ayakan yang sesuai dengan ukuran-ukuran yang diinginkan. Untuk
tujuan sebagai pupuk tanaman hias maka hasil ayakannya harus cukup kecil (2-3 mm),
demikian juga bila ditujukan untuk tanaman rumput di lapangan golf.

Sedangkan untuk tujuan pemupukan tanaman pangan setahun, maka hasil proses
dekomposisasi tersebut dapat dipergunakan langsung ke lapang dan dibenamkan pada saat
persiapan lahan sedang dikerjakan/diolah

D. Ternak Kambing / Domba


Desain kandang kambing dan domba pada umumnya :

Design Kandang dibuat sedemikian rupa agar pada saat makan posisi tubuh Kambing
benar-benar dalam posisi yang baik, karena akan berpengaruh pada proses metabolisme
Kandang kambing dan domba

Harus segar (ventilasi baik, cukup cahaya matahari, bersih, dan minimal berjarak 5 meter
dari rumah).
Ukuran kandang yang biasa digunakan adalah :
Kandang beranak : 120 cm x 120 cm /ekor
Kandang induk : 100 cm x 125 cm /ekor
Kandang anak : 100 cm x 125 cm /ekor
Kandang pejantan : 110 cm x 125 cm /ekor
Kandang dara/dewasa : 100 cm x 125 cm /ekor

Pengelolaan limbah ternak melalui beberapa tahapan pelaksanaan. Pelaksanaan


introduksi teknologi dilakukan secara sederhana berdasarkan kebutuhan dan perlengkapan
yang ada pada mitra pengabdian, tahapan pelaksanaan pengolahan limbah terdiri dari 3
tahap. Pelaksanaan pelatihan pembuatan pupuk organik padat.
a) Penyediaan Bahan Bahan yang digunakan terdiri dari mikroorganisme perombak (EM4),
air, molasses, dan feses kambing.
b) Pembuatan Pupuk Organik Padat Pembuatan pupuk dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut:
a) Wadah berupa ember dan penutupnya disediakan. Tutup ember diberi lubang
dengan ukuran berdasarkan pipa aerasi.
b) Pipa aerasi dibuat dengan ketinggian sesuai ember dan diberi lubang aerasi pada
bagian bawahnya.
c) Molasses 1 liter dilarutkan kedalam air 1 liter dan diaduk merata.
d) Mikroba perombak (EM4) 100 cc dilarutkan kedalam larutan molasses dan
diamkan beberapa menit.
e) Feses kambing dimasukkan kedalam ember secara dan disiramkan dengan larutan
mikroba hingga kadar air 30- 40% secara bertahap hingga penuh.
f) Feses kambing didiamkan dan dilakukan pembalikan 1 kali seminggu.
c) Pemanenan Feses kambing yang belum terfermentasi akan menunjukkan ciri-ciri seperti
berbau busuk/menyengat, berwarna hitam atau hijau pekat (seperti daun yang membusuk),
padat keras dan masih memiliki lapisan lignin sehingga berbentuk bulatan. Pemanenan
pupuk dilakukan jika pupuk sudah tidak berbau dan ditumbuhi jamur dengan ciri-ciri
terdapat hifa berwarna putih (Gambar 4.e). Tekstur remah dan tidak berbentuk bulatan, jika
ditekan akan cepat hancur.
E. Ternak Babi
 Manajemen Perkandangan 

 Cukup memperoleh cahaya matahari, bersih dan kering.


 Ventilasi baik.
 Drainase didalam atau di luar kandang kudu baik.
 Didalam satu kandang, babi kudu sejenis dan seumur

Ukuran kandang yang sesuai

 Anak babi 2, 5 x 1, 5 m/ekor


 Babi pejantan 3 x 2 m/ekor
 Kandang penggemukan : berat 40 kg = 0, 36 m/ekor, berat 40 - 9 kg = 0, 50 m/ekor,
dan berat lebih 90 kg = 0, 75m/ekor

4. Tatalaksana pemeliharaan Cara berternak babi yang butuh didalam siklus pemeliharaan
teknis, yaitu :

 Umur kawin pertama betina 10 – 12 bln dan jantan 8 bln..


 Umur melahirkan pertama + 14 bln..
 Bberat lahir 1 – 1, 5 kg
 Jumlah anak yang dilahirkan 7 – 14 ekor /induk
 Pertambahan berat badan perhari 450 – 500 gram
 Siklus birahi + 21 hari
 Lama kebuntingan kurang lebih 114 hari ( 3 bln., 3 minggu, 3 hari )
 Kembali dikawinkan sesudah melahirka 5 – 7 hari setalah penyapihan
 Frekuensi melahirkan 2 x didalam 1 tahun
 Umur dan berat jual 8 – 9 bln., lebih kurang 80 – 100 kg 
 Kekuatan jantan buat mengawini betina 2 – 3 ekor betina / hari dan 3x didalam 1
minggu

Layout kandang babi


Agar bisa diperoleh jaminan kandang serta lingkungan yang hidienis (bebas dari
infeksi penyakit), maka lokasi kandang harus dipilih yaitu:
 Tempat yang lebih tinggi dari lingkungan sekitar, tanah yang mudah meresap air.
 Tempat yang mudah dibuat saluran atau pembuangan air.
 Tempat yang terbuka, bukan di bawah pepohonan besar yang rindang. Sebab
pohon yang rindang akan menutup masuknya sinar matahari ke dalam kandang,
sehingga kandang menjadi lembab dan kurang sehat

Seperti halnya pembahasan tentang limbah yang dihasilkan pada pemeliharaan


unggas pada sub bab sebelumnya, sistem perkandangan yang  LUHT4452/MODUL 1 1.43
diterapkan pada peternakan babi juga mempunyai kaitan yang erat dengan karakteristik
limbah yang dihasilkan. Lantai kandang untuk ternak babi yang biasa digunakan oleh para
peternak terdiri atas lantai plesteran dan lantai berbilah (slotted slot), manakala untuk lantai
berbilah bahan-bahan yang bisa digunakan meliputi: batangan-batangan cor-coran, logam
yang berupa besi beton/galvanis, aluminium dan lain-lainnya (Sihombing, 1997). Lantai
berbilah biasanya digunakan untuk anak babi periode starter dan untuk induk babi bunting.
Induk babi yang sedang dalam keadaan periode akhir bunting di tempatkan pada
kerangkeng yang terbuat dari besi beton ataupun galvanis dan terdapat sekat yang berguna
untuk melindungi anak babi agar tidak tertindih induknya saat induk babi istirahat/tidur,
ataupun saat anak babi menyusui. Induk babi pada periode tersebut ditempatkan di
kandang kerangkeng ini sampai saat melahirkan, menyusui anak dan sampai anak babi
disapih. Dengan sistem lantai berbilah ini, anak babi yang masih rentan terhadap serangan
penyakit menjadi lebih sehat karena kontak anak babi dan feses/kotoran yang lain dapat
dikurangi. Selain dapat mengurangi kontak fisik dengan feses dengan lantai kandang, sistem
berbilah ini juga mengurangi intensitas terpaparnya anak babi dengan berbagai gas yang
dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme yang mendegradasi bahan organik yang terdapat
pada feses babi. Hal ini mengingat feses babi mempunyai kandungan protein yang tinggi,
sehingga emisi amonia dari limbah ini cukup tinggi pula. Setelah anak babi disapih, induk
babi dipindahkan ke kandang lantai bersemen sama seperti kandang yang digunakan untuk
pemeliharaan babi periode pertumbuhan sampai siap potong.
Ternak babi cenderung mempunyai kadar air yang relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan limbah- limbah ternak lainnya. Hal ini tentunya berdampak pula pada jumlah limbah
yang dihasilkan
kandungan air di slurry dari ternak babi sangatlah tinggi, hal ini akan mempersulit
penanganan slurry babi pada pengomposan secara langsung, kecuali slurry 
LUHT4452/MODUL 1 1.45 babi telah diendapkan terlebih dahulu di kolam penampungan
slurry dan hanya diambil bahan padatannya saja atau ditambahkan bahan organik lain untuk
menyerap kadar airnya. Tingginya kadar air slurry babi juga akan menambah biaya
transportasi slurry babi dari lokasi penampungan ke lahan pertanian bila slurry babi
digunakan sebagai pupuk. Upaya penanganan limbah dari peternakan babi yang dilakukan
oleh para peternak yaitu dengan membuat kolam raksasa untuk menampung slurry. Kolam
tersebut harus dibuat dengan luasan yang memadai untuk menjamin kolam dapat
menampung slurry yang dihasilkan. Kebutuhan luas kolam untuk menampung slurry ini
dapat dihitung dengan menggunakan formula dari Sihombing (1997).
Selain dengan pengelolaan limbah seperti di atas, manure babi juga sangat potensial
untuk ditangani secara anaerob untuk produksi biogas yang dapat digunakan sebagai
sumber energi terbaharukan. Manure babi mempunyai potensi total produksi biogas yang
lebih tinggi dibandingkan manure dari jenis ternak lainnya karena tingginya kandungan
nutrisi pada manure ternak babi.

F. Potensi Limbah
A. Potensi Limbah yang dihasilkan ternak sapi potong
Bobot Dewasa Sapi Potong = 300 kg
Potensi Limbah : 4.6%x300x2000 : 27.600kg/hari
B. Potensi Limbah yang dihasilkan ternak sapi perah
Bobot dewasa sapi perah = 300kg
Potensi Limbah : 9.4%x300kgx2500 :70.500kg/hari
C. Potensi Limbah yang dihasilkan ternak Babi
Bobot dewasa babi : 80kg
Potensi Limbah : 5.1%x80x2000 : 8.160kg/hari
D. Potensi Limbah yang dihasilkan ternak Kambing dan Domba
Bobot Dewasa domba : 35kg
Potensi Limbah : 3.6%x35kgx2000 : 2.520 kg/hari
E. Potensi limbah yang dihasilkan ternak ayam broiler
Bobot dewas ayam : 1.6kg
Potensi Limbah : 6.6%x1.6x5000 :528kg/hari
F. Potensi limbah yang dihasilkan ternak ayam petelur
Bobot dewasa ayam : 1.6kg
Potensi Limbah : 6.6%x1.6x15000 : 1.584kg/hari
Sumber Video

https://youtu.be/uJ661HBdHu4

https://youtu.be/u9hPEfYQ1dk

https://www.youtube.com/watch?v=8KXsOYqSvQU

https://www.youtube.com/watch?v=-xY5KH01BVY

Sumber Literasi

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/6367e7b37ddf971bbb4395fc9fe0c0fd.pdf

https://ternakkambingmodern.blogspot.com/2013/04/cara-membuat-kandang-kambing-yang-
bagus.html

https://ternakviterna.blogspot.com/2013/03/panduan-budidaya-ternak-babi-pedaging-viterna-
pocnasa-hormonik-natural-nusantara.html

https://core.ac.uk/download/pdf/300041895.pdf

https://www.duniasapi.com/ilmu-pengetahuan-dan-teknologi-ternak-sapi/model-kandang-sapi-
perah-modern.html

https://www.sapibagus.com/pengolahan-limbah-kotoran-sapi-menjadi-pupuk-organik/

http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/LUHT445203-M1.pdf

Anda mungkin juga menyukai