Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Gangguan Afektif Bipolar (Episode Depresif)


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa

Pembimbing
dr. Jonli Indra, Sp KJ

Disusun oleh
Septianto Halim (030.06.242)
Nurdiana D (030.06.186)
Miftahul Fadhly S (1102004145)
Ahmad Bakhtiar (112010208)
Novi Nurmalasari (1102003208)

Rumah Sakit Jiwa Grogol


Jakarta Barat
Periode 15 Agustus – 17 September 2011
Kata Pengantar

S
egala puji dan syukur penyusun panjatkan ke Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan
pertolongan-Nya, referat yang berjudul “Gangguan Afektif Bipolar (Episode
Depresif)” dapat selesai disusun. Referat ini disusun sebagai sarana diskusi dan
pembelajaran, serta diajukan guna memenuhi persyaratan penilaian di Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Jiwa Grogol, Jakarta Barat.

Penghargaan dan rasa terima kasih disampaikan kepada Dr. Jonli Indra, Sp. KJ yang telah
memberikan dorongan, bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan referat ini. Penyusun
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan referat ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam referat ini masih jauh dari sempurna, baik mengenai isi,
susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman dari penyusun dalam mengerjakan referat ini. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
referat ini. Semoga referat ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta, September 2011

Penyusun

i
Daftar Isi
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan..............................................................................................1
BAB II Etiopatofisiologi.........................................................................................2
Faktor Biologi.....................................................................................................2
Faktor Psikososial..............................................................................................3
BAB III Kriteria Diagnostik dan Pemeriksaan Fisik................................................5
Kriteria Diagnostik.............................................................................................5
Pemeriksaan Fisik..............................................................................................8
BAB IV Penatalaksanaan.....................................................................................10
Penentuan Kegawatdaruratan........................................................................10
Terapi...............................................................................................................11
BAB V Prognosis..................................................................................................13
BAB VI Rangkuman.............................................................................................14
Daftar Pustaka....................................................................................................15

ii
BAB I
Pendahuluan
Alam perasaan seseorang dapat berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi tertentu yang dialaminya.
Suasana alam perasaan seseorang mungkin normal, meninggi atau bahkan terdepresi. Orang normal
dapat mengalami berbagai macam suasana perasaan dan memiliki ekspresi afektif yang sama
luasnya; mereka mampu mengendalikan suasana perasaan dan afeknya. Lain halnya dengan
seseorang yang mengalami gangguan pada alam perasaannya.

Gangguan alam perasaan adalah suatu kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya kendali perasaan
akibat pengalaman subjektif yang berhubungan dengan penderitaan berat. Pasien dengan suasana
perasaan yang meninggi (elevated) yaitu mania, menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang
meloncat-loncat (flight of ideas), penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan gagasan
kebesaran. Pasien dengan suasana perasaan terdepresi (yaitu depresi) merasakan hilangnya energi
dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan dan fikiran tentang
kematian atau bunuh diri.

Tanda dan gejala lain dari gangguan susana perasaan adalah perubahan tingkat aktivitas,
kemampuan kognitif, pembicaraan dan fungsi vegetatif (seperti tidur, nafsu makan, aktivitas seksual
dan irama biologis lainnya). Perubahan tersebut hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi
interpersonal, sosial, dan pekerjaan.

Sekelompok penyakit yang bervariasi antara berat dan gejala utamanya adalah perubahan mood
yang secara periodic berganti-ganti antara mania dan depresi, biasanya diikuti oleh gejala-gejala lain
yang khas. Gangguan ini dikenal sebagai gangguan afektif bipolar.

Gangguan Bipolar

Gangguan bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak
yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir 1. Disebut
bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi
manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.

Episode Depresif pada Gangguan Bipolar

Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan wanita dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000
orang. Penderita depresi bipolar dapat mengalami bunuh diri 15 kali lebih banyak dibandingkan
dengan orang awam. Bunuh diri pertama-tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan, studi,
tekanan emosional dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Risiko bunuh diri dapat
meningkat selama menopause2.

1
BAB II
Etiopatofisiologi
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Dianggap serangan virus pada otak
berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran. Namun,
gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu timbul karena
diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi hormon yang mampu
mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50% 3.

Sekarang, penyebab gangguan bipolar diketahui multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara
biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial
dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat
dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya 4.

Faktor Biologi
Herediter
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode manik dan
depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi biologik. 50%
pasien bipolar memiliki satu orangtua dengan gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang
tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27%
anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap
gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan
pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa
sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-
80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20% 2.

Genetik
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 18
dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar
terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22,
18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down
(trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar 2.

Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen yang
mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang berperan
dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut
terlibat dalam pengaturan mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13.
Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan
hasilnya positif2.

2
Neurotransmitter
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti mulai
menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar. Neurotransmiter tersebut
adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan neurotransmiter
tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin
hidroksilase, catechol-Ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT) 2.

Kelainan otak
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan
gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic
resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia
nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg
dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan
hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang
terlibat dalam respon emosi (mood dan afek) 2.

Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita bipolar.
Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga
mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka
dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar 2.

Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan
Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan
yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan suasana perasaan
daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif
berat dan gangguan bipolar I5.

Faktor psikoanalitik dan psikodinamika


Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu hubungan antara
kehilangan suatu objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien
depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa
introjeksi mungkin merupakan satu-satunya cara bagi ego untuk melepaskan suatu objek. Ia
membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan
penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri
sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian 5.

Melanie Klein selanjutnya menghubungkan depresi dengan posisi depresif. Ia mengerti siklus manik-
depresif sebagai pencerminan kegagalan pada masa anak-anak untuk mendapatkan introjeksi
mencintai. Di dalam pandangannya, pasien depresi menderita akibat permasalahan bahwa mereka
mungkin memilki objek cinta yang dihancurkan melalui destruktivitas dan ketamakan mereka
sendiri. Sebagai akibat dari destruksi yang dikhayalkan tersebut, mereka berguna yang karakteristik
untuk pasien depresi melebihi perasaan bahwa orang tua internal mereka yang baik telah
ditransformasikan menjadi penyiksa karena khayalan dan impuls destruktif pasien 5.

3
Klien memandang mania sebagai kumpulan operasi defensif yang disusun untuk mengidealisasikan
orang lain, menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain, dan mengembalikan
objek cinta yang hilang5.

Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat melakukan apa-
apa terhadap agresi yang dihadapkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi sebagai suatu afek
yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi seseorang dan kenyataan seseorang. Jika
pasien terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan idealnya, sebagai akibatnya
mereka putus asa dan sebagai akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya. Pada intinya,
depresi dapat disimpulkan sebagai keruntuhan parsial atau lengkap dari harga diri di dalam ego 5.

Heinz Kohut mendefinisikan kembali depresi di dalam istilah psikologi diri. Jika objek diri yang
diperlukan untuk bercermin, kekembaran, atau idealisasi tidak datang dari orang yang bermakna,
orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa karena tidak menerima
respon yang diinginkan. Di dalam pengertian tersebut, respon tertentu di dalam lingkungan adalah
diperlukan untuk mempertahankan harga diri dan perasaan kelengkapan 5.

Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)


Di dalam percobaan dimana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan listrik yang tidak
dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak melakukan usaha sama sekali untuk
menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang
terdepresi, kita dapat menemukan keadaan ketidakberdayaan yang mirip. Menurut teori
ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang
terdepresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik perilaku
berupa dorongan yang menyenangkan dan positif di dalam usaha tersebut 5.

Teori kognitif
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering adalah
melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan
keputusasaan. Pandangan negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan
depresi. Seorang ahli terapi kognitif berusaha untuk mengidentifikasi hal yang negatif dengan
menggunakan tugas perilaku, seperti mencatat dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien 5.

4
BAB III
Kriteria Diagnostik dan Pemeriksaan
Fisik
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gangguan afektif
bipolar ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana
perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain
berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas
adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-
tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung
lebih lama6.

Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus
terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar maka
risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.

Kriteria Diagnostik6
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2
yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode
yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi.
PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami
penderita6.

F31 Gangguan Afektif Bipolar


Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang
menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan
gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta
peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi).

Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode
manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan,
episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun
jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali
terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak
esensial untuk penegakkan diagnosis).

5
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan
(F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala somatic dalam episode
depresif yang sedang berlangsung.

F31.30 Tanpa gejala somatik

F31.31 Dengan gejala somatik

F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa
gejala psikotik (F32.2), dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3), dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi
dengan afeknya.

Episode Depresif
Walaupun banyak penelitian telah berusaha untuk menemukan perbedaan yang dapat dipercaya
antara episode depresif gangguan bipolar dan episode gangguan depresif, perbedaan tersebut sulit
ditemukan. Di dalam situasi klinis, hanya riwayat penyakit pasien, riwayat keluarga, dan perjalanan
penyakit di masa mendatang dapat membantu membedakan kedua kondisi tersebut 5.

F32 Episode Depresif


Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini, ringan
(F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2 dan F32.3), gejala utama yang ditemukan adalah :
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

6
Gejala lainnya adalah :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe
ringan sekali pun)
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan berkurang

F32.0 Episode Depresif Ringan


Suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan mudah
menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala dari depresi yang paling khas, dan
sekurang-kurangnya dua gejala dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lain (untuk
F32.-) harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti.
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
Lamanya episode berlangsung ialah sekurangkurangnya sekitar 2 minggu.
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang gejalanya dan agak
sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan sosial, namun mungkin ia
tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom somatik :

F32.00 Tanpa gejala somatik


Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan tidak ada atau hanya sedikit sekali
gejala somatik

F32.01 Dengan gejala somatik


Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan empat atau lebih gejala somatik
juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga gejala somatik ditemukan tetapi luar biasa
beratnya, maka penggunaan kategori ini mungkin dapat dibenarkan)

F32.1 Episode Depresif Sedang


Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala paling khas yang ditentukan untuk
episode depresif ringan (F32.0), ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat)
gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin amat menyolok, namun tidak esensial apabila
secara keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya.
Lamanya keseluruhan episode berlangsung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
Individu yang mengalami episode depresif taraf sedang biasanya menghadapi kesulitan
nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom somatik :

F32.10 Tanpa gejala somatik


Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan tidak ada atau hanya sedikit
sekali gejala somatik

7
F32.11 Dengan gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan ada empat atau lebih gejala
somatik juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga gejala somatik ditemukan tetapi luar biasa
beratnya, maka penggunaan kategori ini mungkin dapat dibenarkan)

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik


Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan atau kegelisahan
yang amat nyata, kecuali apabila retardasi mental merupakan ciri terkemuka. Kehilangan
harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan
bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan disini ialah bahwa sindrom
somatik hampir selalu ada pada episode depresif berat.
Semua ketiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresof ringan dan sedang harus
ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus
berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi)
menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara terinci. Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori
episode berat masih dapat dibenarkan.
Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkinpenderita akan mampu meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.
Kategori ini hendaknya digunakan untuk episode depresif berat tunggal tanpa gejala
psikotik, untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori dari gangguan depresif
berulang.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas, disertai
waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab
atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan suasana perasaan (mood).

Pemeriksaan Fisik
Penampilan
Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin menunjukkan sedikit sampai tidak ada
kontak mata. Pakaian mereka mungkin tidak terawat, kotor, berlubang, kumal, serta tidak cocok
dengan ukuran badan. Bila seseorang kehilangan berat badan secara signifikan, ukuran pakaiannya
tidak akan cocok. Kebersihan diri tercermin dari mood mereka yang rendah, yang ditunjukkan
dengan badan yang kurus, tidak bercukur, dan tidak membersihkan diri. Pada wanita, kuku jari
tangannya mungkin terdapat lapisan warna yang berbeda atau sebagian warna yang rusak pada

8
kuku mereka, bahkan cenderung kotor juga pada tangannya. Rambut mereka juga tidak terurus. Bila
orang ini bergerak, afek depresi jelas terlihat. Mereka bergerak dengan lambat dan sangat sedikit
yang menunjukkan retardasi psikomotor. Mereka juga berbicara dengan suara yang pelan atau suara
yang monoton.

Afek/Suasana Perasaan
Afek depresi. Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam episode depresi.  Penderita
merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan terisolasi. 

Pikiran
Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan mereka. Gagasan yang negatif,
perhatian nihilistik, dan mereka mempunyai suatu istilah bahwa “ mereka bagaikan gelas yang
separuh kosong”. Pemikiran mereka lebih berfokus tentang kematian dan tentang bunuh diri.

Persepsi
Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik dan tanpa psikotik. Dengan
psikotik, penderita mempunyai khayalan dan halusinasi yang sesuai atau tidak dengan suasana hati.
Penderita merasa telah berdosa, bersalah, dan merasakan penyesalan yang sangat dalam.

Bunuh Diri
Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi. Mereka adalah individu yang
mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri.

Pembunuhan/Kekerasan
Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan bunuh diri. Pada beberapa
penderita depresi biasanya merasa dunia sudah tidak berguna lagi untuknya dan untuk orang
terdekatnya/orang lain.

Tilikan/Insight
Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri. Penderita biasanya
gagal dalam melakukan tindakan yang penting sebab mereka sangat jatuh dan menurun dalam
mengenali diri mereka sendiri. Meraka memiliki sedikit pengertian terhadap diri mereka sendiri.

Kognitif
Pada depresi dan manik yang berat, penderita dapat mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi dan
memusatkan perhatiannya.

9
BAB IV
Penatalaksanaan
1. Penentuan Kegawatdaruratan7
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti depresi
atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan depresi yang ekstrim
dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat inap.
Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien
rawat jalan.

a) Rawat Inap
i. Berbahaya untuk diri sendiri
Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan
untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan idea spesifik dengan rencana
menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan.
Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang
penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian.

ii. Berbahaya bagi orang lain


Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain, contohnya seorang
penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat
suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan
mereka dari kesengsaraan dunia.

iii. Hendaya Berat


Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sangat berbahaya dan tidak
menyembuhkannya.

iv. Kondisi medis yang harus dimonitor


Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada di
lingkungan medis, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.

b) Rawat inap parsial atau program perawatan sehari


Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat pengendalian dan
lingkungan hidup yang stabil.

Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana
untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak dukungan
interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari keluarga. Keluarga
harus selalu berada di rumah setiap malam dan harus peduli terhadap penderita. Rawat inap parsial
juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali secara langsung ke pekerjaan

10
seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat inap parsial memberi dukungan
dan hubungan interpersonal.

c) Rawat jalan
Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.

i. Mencari stressornya dan mencari cara untuk menanganinya. Stressor ini dapat berasal dari
keluarga atau pekerjaan, dan bila terkumpul dapat mendorong penderita menjadi depresi.
Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.
ii. Memonitor dan mendukung pemberian obat. Pengobatan membuat perubahan yang luar
biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping. Penderita
memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka mengetahui bahwa
obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun mereka juga menyangkal
memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk mengarahkan perasaan mereka dan
membantu mereka untuk mau melanjutkan pengobatan.
iii. Membangun sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak alasan bagi
para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan
waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu mempertahankan gejala
penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima di
masyarakat.
iv. Edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang penyakit
bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang
mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok
bagi penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa.

Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh para
praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi, komplikasi
sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.

2. Terapi
a) Terapi Farmakologi8

Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita. Pilihan
obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur.
Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut dan sebagai mood
stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi akut (contoh, depresi
berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga harus diberikan.

Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat mood stabilizer, penderita
gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manik dan depresi. Obat ini bekerja dengan
cara menstabilkan mood penderita (sesuai namanya), juga dapat menstabilakn manik dan depresi
yang ekstrim. Antipsikosis atipikal seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone, aripiprazole dan
olanzapine, kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manik akut, bahkan untuk menstabilkan
mood pada depresi bipolar.

11
Table 1 FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens9

Nama Generik Nama Dagang Manik Mixed Maintenance Depresi


Valproate Depakote X
Carbamazepine extended release Equestro X X
Lamotrigine Lamictal X
Lithium X X
Aripiprazole Abilify X X X
Ziprasidone Geodon X X
Risperidone Risperdal X X
Quetiapine Seroquel X X
Chlorpromazine Thorazine X
Olanzapine Zyprexa X X X
Olanzapine/fluoxetine Combination Symbyax X

b) Terapi Non Farmakologi


Konsultasi
Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita tidak
menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.

Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet khusus
yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena peningkatan
asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan
mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.

Aktivitas
Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik. Jadwal
aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan kunci
untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan peningkatan
respirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas litium.

Edukasi
Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan. Tujuan edukasi harus
diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui keluarga dan sistem
disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan
mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.

o Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi
perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
o Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terutama tanda
awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya perubahan
memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.
o Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di dalam
kehidupannya.
o Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.

12
BAB V
Prognosis
Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada penderita dengan depresi
berat. Dalam 2 tahun pertama setelah episode awal, 40 – 50 % penderita mengalami serangan manik
lain.8

Hanya 50 – 60 % penderita gangguan bipolar I dapat dikontrol dengan litium terhadap gejalanya.

Pada 7 % penderita, gejala tidak kembali/mengalami penyembuhan, 45 % penderita mengalami


episode berulang, dan 40 % mengalami gangguan yang menetap.

Seringkali perputaran episode depresif dan manik berhubungan dengan usia.

Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi lebih buruk antara lain :

i. Riwayat pekerjaan yang buruk


ii. Penggunaan alkohol
iii. Gambaran psikotik
iv. Gambaran depresif diantara episode manik dan depresi
v. Adanya bukti keadaan depresif
vi. Jenis kelamin laki-laki

Indikator prognosis yang baik adalah sebagai berikut :

i. Fase manik (dalam durasi pendek)


ii. Onset terjadi pada usia yang lanjut
iii. Pemikiran untuk bunuh diri yang sedikit
iv. Gambaran psikotik yang sedikit
v. Masalah kesehatan (organik) yang sedikit

13
BAB VI
Rangkuman
Gangguan alam perasaan adalah suatu kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya kendali perasaan
akibat pengalaman subjektif yang berhubungan dengan penderitaan berat. Gangguan bipolar adalah
gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan,
dan proses berfikir.

Penyebab gangguan bipolar multifaktor dan menncakup aspek bio-psikososial yaitu :

 Faktor biologi
o Herediter
o Genetik
o Neurotransmitter
o Kelainan otak
 Faktor Psikososial
o Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan
o Faktor psikoanalitik dan psikodinamika
o Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)
o Teori kognitif

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2
yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode
yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi.
PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami
penderita.

Walaupun banyak penelitian telah berusaha untuk menemukan perbedaan yang dapat dipercaya
antara episode depresif gangguan bipolar dan episode gangguan depresif, perbedaan tersebut sulit
ditemukan. Di dalam situasi klinis, hanya riwayat penyakit pasien, riwayat keluarga, dan perjalanan
penyakit di masa mendatang dapat membantu membedakan kedua kondisi tersebut.

Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti depresi
atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium
gangguan bipolar yang dialami penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti
gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan
untuk episode manik akut dan sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan
untuk episode depresi akut (contoh, depresi berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance
dan pencegahan juga harus diberikan.

Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada penderita dengan depresi
berat.

14
Daftar Pustaka
1. NIMH. Bipolar disorder [Internet]. 2010 [diunduh 30 Maret 2011]. Diunduh dari:
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/complete-
index.shtml
2. Membangun kesadaran - mengurangi resiko gangguan mental dan bunuh diri
[Internet]. 9 Maret 2007 [diunduh 30 Maret 2011]. Diunduh dari:
http://www.rsjlawang.com/artikel_070309a.html
3. Memahami kepribadian dua kutub. Majalah Farmacia [Internet]. Oktober 2006
[diunduh 20 Maret 2011]; Diunduh dari: http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=314
4. Gangguan kejiwaan dan macamnya [Internet]. 2007 [diunduh 20 Maret 2011].
Diunduh dari: http://ikhwah.informe.com/gangguan-kejiwaan-dan-macamnya-
dt262.html
5. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri [Widjaja K, alih bahasa]. edisi 7 jilid
1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. Bab 15, Gangguan Mood; hlm.777-833.
6. Rusdi M. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001.
7. Roxanne DE. Bipolar disorder (mania) [Internet]. 2011 [diunduh 20 Maret 2011].
Diunduh dari: http://www.medicinenet.com/bipolar_disorder/article.htm
8. Soreff S. Bipolar affective disorder treatment & management [Internet]. 2011.
[diperbarui 11 Jan 2011; diunduh 20 Maret 2011]. Diunduh dari;
http://emedicine.medscape.com/article/286342-treatment

15

Anda mungkin juga menyukai