Anda di halaman 1dari 9

Novia Permata Silviandari

NIM 13010220420013
Magister Ilmu Susastra- Semester II

ASPEK PSIKOLOGI TERHADAP PELAKU POLIGAMI DALAM


FILM SURGA YANG TAK DIRINDUKAN

I. Latar Belakang

Tindakan poligami masing banyak menjadi bahan perdebatan di tengah masyarakat hingga

saat ini. Pro dan kontra yang ditimbulkan cenderung menimbulkan masalah psikologis bagi

beberapa perempuan. Permasalahan tersebut merupakan bentuk kekhawatiran kaum perempuan

terhadap suaminya apabila suaminya tidak dapat berlaku adil dan menelentarkan sang istri.

Namun sebagian perempuan lainnya masih memandang poligami sebagai hal yang wajar dan

boleh dilakukan atas beberapa pertimbangan dan alasan yang sesuai dengan ajaran agama.

Tidak hanya bagi kaum perempuan, pro dan kontra poligami juga datang dari kaum laki-laki.

Meskipun dari sekilas pemikiran pihak yang akan diuntungkan dari praktik poligami adalah laki-

laki, namun ada juga laki-laki yang kontra terhadap hal ini. Ada yang berpikir bahwa poligami

dapat membuat kehancuran terhadap rumah tangga, alasan takut menyakiti hati istrinya, atau

khawatir tidak dapat berlaku adil. Seperti diceritakan dalam film Surga Yang Tak Dirindukan.

Film yang diangkat dari sebuah novel best seller karya Asma Nadia ini mengangkat tema

poligami. Tokoh Pras diceritakan sebagai seorang laki laki tegar, taat beragama dan setia. Ia

bertemu dengan Arini cinta petamanya, yang kemudian menjadi istrinya. Kehidupan Pras dan

Arini harmonis dan penuh kebahagiaan. Mereka juga dikuruniai seorang putri bernama Nadia.
Pergejolakkan batin mulai muncul pada tokoh Pras yang dihadapkan pada dua pilihan yang

sangat berat. Ia bertemu dengan tokoh Mei Rose. Seorang wanita yang hamper seluruh hidupnya

sengsara karena hidup sebatang kara dan kini ia melahirkan bayi tanpa ayah. Semua tekanan

yang ia rasakan yang membuatnya bekali-kali berusaha mengakhiri hidup. Perasaan iba terhadap

bayi yang tidak bersalah itu membuat Pras kembali mengingat masa kecilnya yang juga hidup

ditinggal mati ibunya. Ia ingin bayi yang tak berdosa itu juga merasakan betapa sedihnya hidup

seorang diri. Tokoh Pras yang digambarkan sebagai umat beragama yang taat juga tidak bisa

membiarkan Mei Rose benar-benar mengakhiri hidupnya begitu saja.

Karakter Pras sebenarnya kontra terhadap poligami, ia sangat mencintai Arini dan anaknya,

namun ia tidak bisa membiakan Mei Rose mengakhiri hidupnya dan membiarkan bayi laki-laki

itu hidup sendirian tanpa kasih seorang ibu, sepertinya dimasa lalu. Hingga degan tekad yang

penuh ia menikahi Mei Rose tanpa sepengetahuan Arini. Keputusan menikah siri dan poligami

yang telah ia lakukan menghancurkan hatinya. Konflik dalam film ini menjadi semakin

memuncak saat Pras harus behadapan dengan kenyataan bahwa Arini mengetahui perihal

penikahan siri dan poligami yang Pras lakukan. Pergejolakan batin tokoh Pras dalam menjaga

kondisi dan perasaan kedua istrinya, serta upaya untuk tetap mempertahankan pernikahannya

dengan Arini, cinta pertamanya. Sehingga masalah poligami dan konflik batin dari tokoh Pras

sebagai pelaku poligami dalam film Surga Yang Tak Dirindukan menjadi hal yang menarik

untuk diamati.

II. Rumusan Masalah

1. Bagaimana aspek psikologi yang dialami tokoh Pras sebagai pelaku poligami pada film

Surga Yang Tak Dirindukan?


III. Landasan Teori

1. Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra merupakan segala sesuatu tentang sastra yang berhubungan dengan realitas

dan aspek sosial kemasyarakatan (Wiyatmi, 2013:8). Kajian dari sosiologi sastra mengkaji karya

sastra berdasarkan aspek yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial yang ada ditengah

masyarakat. Dalam hal ini mengenahi hubungan manusia dengan batinnya sendiri maupun

manusia dengan dalam bermasyarakat, Sehingga objek yang dikaji dalam sosiologi dan sastra

memiliki kemiripan, yaitu manusia dalam bemasyrakat. Segi-segi dalam sosiologi sastra selalu

berkaitan antara hubungan penulis, sastra, dan masyarakat sebagai pembaca. Sehingga

pemahaman dan kajian terhadap karya sastra dapat dilihat dari segi-segi tesebut. Dalam karya

sastra juga tidak terlepas akan aspek-aspek seperti bahasa,agama,filasafat, sejarah, politik,

psikologi, budaya dan lain sebagainya yang terkandung didalam karya sastra. Penganalisisan

suatu karya sastra dalam aspek sosiologi sastra sendiri berfungsi untuk mengetahui bahwa karya

sastra pada hakikatnya merupakan sebuah perefleksian dari realitas sosial yang terjadi di dalam

masyarakat. Sosiologi sastra juga dapat menjadi salah satu bagian dari kritik sastra untuk melihat

sastra melalui segi-segi sosial kemasyarakatannya. Metode dan teori sosiologi sastra dibagi

menjadi teori pskologi, feminism, marxisme dan kapitalisme.

2. Psikologi Sastra

Psikologi dan sastra dinilai saling berhubungan karena memiliki pesamaan yaitu membahas

tentang manusia dan cara manusia hidup sebagai makhluk individu dan sosial (Endraswara,

2003:97). Karya sastra sendiri dinilai sebagai salah satu fenomena psikologis yang mengandung

aspek kejiwaan yang dipresentasikan melalui tokoh-tokoh didalamnya. Sehingga pskilogi sastra
dapat dijadikan acuan untuk mengkaji suatu karya sastra. Studi psikologi dalam karya sastra

dapat dibagi menjadi studi psikologi pengarang, proses penciptaan, tipe-tipe jiwa dan norma

dalam karya sastra, dan pengaruh sastra terhadap masyarakat.

IV. Pembahasan

Dalam menulis karya sastra, penulis dapat mengimajinasikan gambaran pikirannya dalam

bentuk fiksi. Gambaran-gambaran permasalahan pada kehidupan nyata yang dituangkan pada

karya sastra mengandung konflik kehidupan manusia secara individu maupun sosial. Konflik

yang kompleks dan sensasional dapat menghidupakan cerita dan rasa ingin tahu pembaca

terhadap kelanjutan akhir cerita tersebut. Dalam film Surga Yang Tak Dirindukan, konflik yang

dimunculkan adalah tentang poligami. Praktik poligami yang masih menjadi perdebatan banyak

masyarakat dapat menimbulkan konflik yang berhubungan langsung dengan psikologis tokoh-

tokoh yang berkaitan. Pada umumnya pihak perempuan lebih disoroti sebagai korban poligami,

namun tokoh Pras dalam film Surga Yang Tak Dirindukan sebagai seorang laki laki juga

mengalami konflik batin dalam psikologisnya.

Diceritakan dalam film tersebut bahwa sejak kecil Pras hidup di panti asuhan pasca

ibunya meninggal. Bahkan Pras melihat sendiri tragedy saat ibunya bunuh diri. Karena merasa

hidup sebatang kara dan tumbuh besar dipanti asuhan bukanlah hal yang mudah, maka Pras

bertekad untuk sukses.

“Aku nggak pengen terkenal. Aku pengen ngebuat dunia disekitarku tidak seperti
duniaku dulu.”

Dari kutipan dialog Pras di atas dapat dilihat bahwa ada luka batin dalam diri Pras.

Kesedihan yang Pras rasakan sejak ia kecil, gambaran rasa kesepian dan tumbuh tanpa kasih

sayang orangtua tanpa disadari terus membayangi diri Pras hingga ia dewasa. Perasaan-perasaan
yang selalu terbayang itu membuat Pras berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan

membiarkan seorangpun disekitarnya merasakan apa yang Pras kecil rasakan. Karena ia sadar

bahwa seorang anak hakikatnya merasakan bahagia bermain dan tumbuh dalam perlindungan

serta kasih sayang orangtuanya.

Hingga suatu hari ia bertemu dan menyelamatkan nyawa seorang perempuan bernama

Mei Rose dalam tragedy kecelakaan. Diceritakan bahwa kehidupan masa kecil Mei Rose sama

kelamnya dengan yang Pras rasakan. Mei Rose hidup sebatang kara, ibunya meninggal setelah

depresi ditinggal ayahnya yang kabur. Dan sekarang Mei Rose melahirkan seorang anak tanpa

ayah. Pras mendapati Mei Rose yang berusaha bunuh diri, hal ini membuat Pras terbayang akan

ibunya.

“Mei, pliss, tunggu dulu! Ibuku meninggal bunuh diri didepn mataku, bayi kamu yang
baru lahir akan bernasib sama seperti kita, sejarah akan terulang Mei!”
“I don’t care! Setelah aku hamil berbulan-bulan, aku kesakitan, sekarang aku yang
harus menjaga bayi itu?”
“Bukan begitu, kamu tidak akan sendiri! Kalau kamu berniat menjdi wanita baik, Tuhan
akan mengirimkan lelaki baik pula kepadamu.”
“ Saya muak dengan omong kosong ini!” (Mei Rose melompat dari atap gedung namun
Pras berhasil meraih tangannya.)
“Mei! Tolong jangan!”
“Lepasin! Biarin aku mati.”
“Aku akan nikahin kamu!”
“Bohong!”
“Demi Allah Mei, aku akan nikahin kamu.”
Dari dialog diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Pras tidak menginginkan pernikahan

tersebut, namun ia melakukan hal itu demi menyelamatkan hidup Mei Rose. Dorongan dari

pikiran dan perasaan akan kesedihan masa lalunya terus datang membayang-bayangi. Dari

ekspresi Pras nampak kerutan-kerutan tegas pada dahinya yang menandakan bahwa ia berusaha

berpikir keras untuk mencari solusi dari masalah tersebut. Tangannya yang memegang erat Mei

Rose seakan ia tidak mau membiarkan Akbar (anak Mei Rose) kehilangan ibunya persis seperti

yang Pras rasakan dulu. Namun perasaan bersalah terhadap Arini, turut serta menjadi
pertimbangan besar. Ia tidak akan tega melukai hati Arini jika wanita yang sangat ia cintai itu

tahu bahwa Pras mepoligaminya. Terjadi konfil batin dalam diri Pras. Konflik dalam jiwa tokoh

Pras berusaha melawan dirinya sendiri untuk menentukan pilihan yang sangat berat. Hingga pada

akhirnya bayang-bayang masa lalunya yang kelam mendorong Pras lebih kuat untuk berjanji

menikahi Mei Rose. Dengan begitu ia juga menyelamatkan hidup Akbar agar tidak hidup dalam

masa-masa yang berat seperti yang dulu ia lalui. Statement ini juga diperkuat melalui dialog Pras

dibawah ini.

“ Har, aku kenal dia aja nggak! Dan ini bukan masalah suka atau nggak! Pernikahan ini
niatnya untuk menyelamatkan hidup orang!”
Perasaan bersalah terhadap Arini terus menghantui Pras. Dalam film digambarkan

ekspresi tokoh Pras yang tegang dan tidak tenang. Berkali-kali pandangannya kosong, hal ini

menandakan ada hal lain yang kerkecamuk dalam pikirannya. Semua ini diperparah dengan

kenyataan bapak Arini yang meninggal dunia. Janji Pras kepada alm bapak Arini untuk setia

menjaga dan menyayangi Arini hingga akhir hayat terus terngiang dalam benaknya. Dari

pengekspresian wajah tokoh Pras dapat diketahui bahwa pikirannya tidak tenang, hatinya

gelisah, dan rasa bersalah pada Arini membuatnya semakin kacau.

Semua hal yang ditutupi tidak akan bertahan lama, Arini sudah mengetahuinya telebih

dahulu. Tokoh Pras dengan jelas mengekspresikan ekspresi panik, takut dan kebingangan saat

mencoba menjelaskan semuanya kepada Arini yang tengah termakan rasa amarah dan kecewa.

Tokoh Prass sangat mencintai Arini dan anaknya Nadia, ia tidak ingin kehilangan keluarga yang

begitu ia sayang. Perasaan dan pikiran yang kalang kabut digambarkan dengan kalimat istighfar

yang tak henti diucapkan oleh Pras. Tokoh Pras yang memiliki kerakter religious memilih untuk
menenangkan pikirannya dengan mengambil wudhu dan melaksanakan sholat. Ia berdoa sembari

menyerahkan segala permasalahannya kepada Tuhan.

Permasalahn mulai menumpuk, Pras kebingungan membagi waktu secara adil pada kedua

istrinya. Diceritakan bahwa Pras sedang dalam pejalanan untuk menepati janjinya pada Nadia,

anak kandungnya. Namun diperjalanan Mei Rose menelfon jika anaknya Akbar sakit. Ekspresi

yang di munculkan pada tokoh Pras adalah mengemudikan mobil dengan tatapan tidak fokus,

berkali-kali memegang kepalanya, duduk dengan posisi tidak nyaman, dan terus beristighfar.

Pikirannya terbagi-bagi, kebingungan tentang mana yang lebih penting. Bahkan air keringat yang

menetes pada pelipis Pras juga menandai bahwa dirinya sedang tertekan. Hingga dengan rasa

bersalah terhadap Nadia, ia beputar arah menemui Akbar yang sedang sakit.

Suatu kejadian, kerendahan hati tokoh Pras tergambar lagi ketika ia mencoba menolong

seorang wanita yang diganggu oleh preman. Namun naas Pras mendapat tusukan diperutnya

hingga ia dilarikan dirumah sakit. Rasa cintanya yang besar terhadap Arina membuat Pras terus

menerus memanggil Arini dalam ketidak sadarannya. Rasa bersalah yang begitu besar kepada

Arini membuatnya tidak bisa tenang meskipun dalam keadaan sekarat. Perasaan bersalah it u

terus ia lontarkan pada Arini melalui kutipan berikut:

“Arini.. maafin aku.. aku melukai perasaan kamu, aku salah.”

Pergejolakan batin Pras berangsung membaik ketika Arini pada akhirnya menerima

perbuatannya. Sosok Pras kembali tenang dan bahagia dengan keluarga kecil yang ia cintai.

Sedangkan Mei Rose memilih untuk pergi menjauh dan menitipkan Akbar pada Arini dan Pras

agar Akbar tetap merasakan kehangatan keluarga.

V. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab pembahasan, dapat disimpulkan bahwa tokoh Pras

mengalami beberapa konflik. Konflik dengan batin dalam dirinya sendiri maupun konflik dengan

tokoh lainnya. Konflik-konflik tersebut merupakan refleksi dari aspek psikologi dalam film

Surga Yang Tak Dirindukan. Konflik batin yang tokoh Pras rasakan didasari akan kehidupannya

yang buruk semasa masih kecil. Hal itu bahkan terbawa hingga ia dewasa. Bayangan akan masa-

masa sulit mendominasi pikirannya. Perasaan sedih, kesepian, dan sendiri membuat trauma di

dalam dirinya. Tokoh Pras berargumen dan melawan dirinya sendiri untuk mencari solusi

masalah yang ia hadapi. Hal ini yang disebut dengan konflik batin. Hingga akhirnya ia memilih

untuk tidak membiarkan orang lain merasakan trauma yang dulu ia rasakan. Keputusannya

tersebut yang membuat ia terjebak dalam cerita poligami yang menjadi konflik dalam film

tersebut. Sedangkan konflik tokoh Pras dengan tokoh Arini tergambar melalui argument dialog

antar keduanya. Bagaimana Pras meyakinkan Arini akan rasa cinta dan cara untuk tetap

mempertahankan pernikahannya.

Perasaan tokoh Pras dalam film tersebut berkaitan dengan aspek kejiwaan manusia di

dunia nyata. Trauma pada masa lalu dapat berimbas pada tingkah laku, cara berpikir, watak dan

karakter seseorang di masa yang akan datang. Sehingga dari film ini kita juga dapat belajar

mengenahi bagaimana untuk tetap mengkontrol trauma masa lalu dalam mengambil sebuah

keputusan, akan kesabaran, dan perasaan berserah diri kepada Tuhan.

VI. Daftar Pustaka

Hernina. Poligami dan Perubahan Psikologis Tokoh Arini Dalam Novel “Surga Yang Tak

Dirindukan” Karya Asma Nadi. Banjarmasin: LBB Ganesha Operation.


Meigita, Endah. Konflik Batin Tokoh Mei Rose dalam Novel “Surga Yang Tak

Diindukan” Karya Asma Nadia: Kajian Psikologis Sastra Kurt Lewin).

Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Melati, Tyas. 2019. Analisis Konflik Tokoh Dalam Novel Rindnu Karya Tere Liye

Berdasarkan Pendekatan Psikologi Sastra. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia: IKIP Siliwangi.

Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Kanwa Publisher

Wiyatmi. 2013. Sosiologi Sastra.Yogyakata: Kanwa Publisher

Anda mungkin juga menyukai